FEE AUDIT, REVIU MUTU, DAN UPAYA AUDIT PARTNER PERIKATAN TERHADAP KUALITAS AUDIT Makalah Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Seminar Pemeriksaan Akuntansi Dosen Pengampu Dr. Nadirsyah, SE., M.Si., Ak.,CA Oleh: RAISA FATHIA NPM. 2101203010007 PRODI MAGISTER AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SYIAH KUALA 2022 FEE AUDIT, REVIU MUTU, DAN UPAYA AUDIT PARTNER PERIKATAN TERHADAP KUALITAS AUDIT Raisa Fathia (2101203010007) ABSTRACT This study aims to examine the effect of audit fees, quality reviews, and engagement partner efforts on audit quality. Audit fees, quality reviews and engagement partner efforts, all three are included in the audit quality indicators listed in the latest IAPI regulation Number 4 of 2018 issued by the IAPI Management Board, which is related to audit quality guidance indicators at public accounting firms. IAPI and P2PK establish these audit quality indicators with the aim of encouraging the improvement of the quality of audit services and increasing trust in the practice of the public accounting profession. Keywords: Audit Quality, Audit Fee, Quality Review, Engagement Partner Effort ABSTRAK Makalah ini bertujuan untuk melihat pengaruh fee audit, reviu mutu, dan upaya partner perikatan terhadap kualitas audit. Fee audit, reviu mutu dan upaya partner perikatan, ketiganya termasuk dalam indikator kualitas audit yang tercantum dalam peraturan terbaru IAPI Nomor 4 Tahun 2018 yang dikeluarkan Dewan Pengurus IAPI, yakni terkait indikator panduan kualitas audit pada kantor akuntan publik. IAPI bersama P2PK menetapkan indikator kualitas audit tersebut dengan tujuan mendorong peningkatan kualitas jasa audit dan meningkatkan kepercayaan dalam praktik profesi akuntan publik. Kata Kunci: Kualitas Audit, Fee Audit, Reviu Mutu, Upaya Partner Perikatan 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Kualitas audit paling umum didefinisikan dari studi DeAngelo (1981) yang menyatakan bahwa probabilitas akuntan publik adalah untuk menemukan dan mengungkapkan­ semua pelanggaran dalam penerapan akuntansi kliennya (Triani et al., 2020). Dengan kata lain, auditor bertanggung jawab untuk mengidentifikasi dan melaporkan kesalahan kritis dalam kesesuaian penyusunan laporan keuangan yang mungkin telah dilakukan oleh perusahaan klien. Kualitas audit memberikan keyakinan memadai atas laporan keuangan dan informasi yang bersifat kredibel bagi pengguna. Hal ini sejalan dengan­ peraturan Pasar Modal Nomor 8 tahun 1995 beserta Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011. Fungsi penting akuntan publik adalah meningkatkan kualitas informasi keuangan lebih kredibel, guna meningkatkan perekonomian yang sehat dan efisien melalui transparansi kualitas informasi keuangan. Namun, pada praktiknya masih terdapat auditor yang melakukan pelanggaran–pelanggaran standar audit dan SPAP yang menyebabkan penurunan kualitas audit serta laporan keuangan auditan yang tidak andal. Fenomena menunjukkan banyaknya sanksi administratif yang diterima auditor dalam perikatan audit. Menteri Keuangan melakukan pembinaan dan pengawasan bagi semua akuntan publik yang memberikan jasa audit. Auditor yang melanggar peraturan dari Menteri Keuangan rentan terkena sanksi administratif dalam memberikan jasa audit. Pelanggaran yang dilakukan oleh akuntan publik berupa pelanggaran ringan, sedang, berat, dan sangat berat. Sanksi administratif yang paling sering dikenakan kepada akuntan publik yaitu peringatan tertulis, pembekuan izin, dan pencabutan izin. Tahun 2019 Akuntan Publik Sherly Jokom rekan, akuntan dari PS&S (member of Ernst and Young Global Limited) diberikan sanksi pembekuan Surat Tanda Terdaftar (STTD) atas pelanggaran pasal 66 Undang-Undang Pasar Modal jis paragraf A 14, Standar Profesional Akuntan Publik, Standar Audit 200 dan Kode Etik Profesi Akuntan Publik seksi 130. Pada tahun yang sama muncul juga kasus garuda indonesia yang menyebabkan akuntan Publik (AP) Kasner Sirumapea dari Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang & Rekan (Member of BDO Internasional) dikenakan sanksi oleh Kementerian Keuangan. Pasalnya, Kemenkeu menemukan adanya pelanggaran, khususnya pengakuan pendapatan atas perjanjian kerja sama dengan PT Mahata Aero Teknologi yang diindikasikan tidak sesuai dengan standar akuntansi. Sanksi yang diterima oleh akuntan publik dalam beberapa tahun belakangan menggambarkan rendahnya kualitas audit. Sanksi administrasi yang masih banyak diterima oleh akuntan publik mendorong Institut Akuntan Publik Indonesia mengeluarkan pedoman kualitas audit melalui Keputusan Dewan Pengurus Institut Akuntan Publik No.4 Tahun 2018. Panduan ini dikeluarkan untuk merespon perkembangan tuntutan global dalam jasa audit sesuai dengan best practice international. Permasalahan yang ada menunjukkan banyak sanksi administrasi yang diterima oleh akuntan publik dan tentunya mengindikasikan kualitas­ audit masih rendah, diharapkan panduan indikator kualitas audit mampu meminimalisasi sanksi administratif bagi auditor. Akuntan dan kantor akuntan publik­ (KAP) menerapkan­ panduan dalam proses audit merupakan­ satu upaya dalam meminimalkan sanksi yang diterima oleh masing-masing akuntan publik, dan upaya meningkatkan jasa kualitas audit. Penerapan aturan IAPI No. 4 tahun 2018 berbeda antara satu KAP dengan KAP lainnya, menunjukkan perbedaan budaya kerja dari masing-masing KAP (Triani, 2020). Studi sebelumnya yang dilakukan oleh Triani(2020) mengenai “Akuntabilitas akuntan publik dalam menjaga kualitas audit” menyebutkan bahwa proses tersebut telah dilaksanakan di tingkat akuntan dan kantor akuntan publik berafiliasi dengan organisasi audit asing maupun lokal. Kesimpulan dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa bahwa akuntan publik telah berkomitmen dalam menerapkan Peraturan Dewan Pengurus IAPI Nomor 4 Tahun 2018. Namun penelitian tersebut hanya terbatas pada dua indikator kualitas audit, yakni kompetensi; etika dan independensi. Sehingga makalah ini melanjutkan pada tiga indikator lainnya dari kualitas audit, yakni fee audit (kebijakan imbalan jasa), reviu mutu, dan upaya partner perikatan(penggunaan waktu personil kunci perikatan) berdasarkan panduan indikator yang dikeluarkan oleh IAPI tahun 2018 yang diharapkan mampu mengurangi sanksi administrasi bagi akuntan publik dan memperbaiki kualitas audit. Berdasarkan uraian tersebut, diharapkan hasil pada makalah ini mampu mendorong perilaku auditor ke arah yang lebih positif untuk peningkatan kualitas audit. 2. PEMBAHASAN 2.1. Kualitas Audit Dua aliran utama penelitian yang mendefinisikan kualitas audit didasarkan pada; pertama, atribut audit dan proses audit, dan kedua, atribut auditor dan evaluasi hasil secara keseluruhan. Aliran sebelumnya didasarkan pada upaya auditor selama proses audit dan kemampuan auditor untuk mendeteksi kemungkinan salah saji material dalam laporan keuangan (Laitinen & Laitinen, 2015). Kualitas audit merupakan salah satu komponen independensi auditor yang harus dijaga oleh akuntan publik yang profesional. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menyatakan bahwa suatu audit yang dilakukan oleh seorang auditor memiliki kualitas yang baik jika memenuhi standar auditing dan standar pengendalian kualitas. Kualitas audit dapat diartikan sebagai kemungkinan (a) auditor akan melaporkan penyimpangan, (b) tidak melaporkan penyimpangan, yang melanggar independensi auditor, sehingga merusak kualitas audit. De Angelo (1981) dalam Wijaya (2020) mendefinisikan kualitas audit sebagai: “Kemungkinan (joint probability) dimana seorang auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran yang ada dalam sistem akuntansi kliennya”. Auditor akan menemukan salah saji tergantung pada kualitas pemahaman auditor (Kompetensi) sementara tindakan melaporkan salah saji tergantung pada Independensi auditor. Definisi ini dapat dibagi lagi sebagai berikut, penemuan potensi kesalahan berarti sejauh mana upaya auditor dan yang terakhir mengacu pada tujuan, keahlian, dan independensi auditor. Dengan kata lain, kemungkinan mendeteksi kesalahan dalam proses audit mengacu pada penggunaan yang tepat dari upaya masukan audit, sedangkan pelaporan kemungkinan kesalahan mengacu pada respon audit yang tepat (Kim, 2021). Dari beberapa teori tersebut, dapat disimpulkan bahwa kualitas audit merupakan pendapat yang diberikan oleh auditor profesional dalam menemukan kesalahan dalam laporan keuangan yang diaudit. Audit yang berkualitas dilaksanakan dengan standar yang diatur dan auditor dituntut untuk profesional dalam memberikan opini atas laporan keuangan, baik yang berkaitan dengan kesalahan dan bukti maupun untuk memberikan opini atas kewajaran laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan. Standar auditing selalu menjadi acuan auditor dalam melaksanakan tanggung jawab profesionalnya dalam mengaudit laporan keuangan. Kualitas auditor adalah kemampuan profesional individu setiap auditor untuk melaksanakan pekerjaannya. Seorang auditor harus memiliki kualitas audit yang memadai untuk mengurangi ketidakharmonisan antara manajemen dan pemegang saham karena pengguna laporan keuangan, terutama pemegang saham, akan mengambil keputusan berdasarkan laporan keuangan yang diaudit (Shintya et al., 2016) Public Company Accounting Oversight Board (PCAOB) pada tahun 2015 mengeluarkan 28 indikator yang menentukan kualitas audit. Indikator-indikator tersebut dikelompokkan ke dalam tiga kategori yang terdiri dari audit professionals, audit process, dan audit results. Lebih detail terkait komponen tersebut dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 1.1 Indikator Kualitas Audit versi PCAOB Availability Competence Professional 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Audit Focus Tone at the Top and Leadership Incentives Process Audit Independence Infrastructure Monitoring and Remediation Financial Statements 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. Results Audit Internal Control Going Concern 24. 25. Communications between Auditors and Audit Committee Enforcement and Litigation 26. Staffing Leverage Partner Workload Manager and Staff Workload Technical Accounting and Auditing Resources Persons with Specialized Skill and Knowledge Experience of Audit Personnel Industry Expertise of Audit Personnel Turnover of Audit Personnel Amount of Audit Work Centralized at Service Centers Training Hours per Audit Professional Audit Hours and Risk Areas Allocation of Audit Hours to Phases of the Audit Results of Independent Survey of Firm Quality Ratings and Compensation Audit fee, Effort, and Client Risk Compliance with Independence Requirements Investment in Infrastructure Supporting Quality Auditing Audit Firms’ Internal Quality Review Results PCAOB Inspection Results Technical Competency Testing Frequency and Impact of Financial Statement Restatements for Errors Fraud and other Financial Reporting Misconduct Inferring Audit Quality from Measures of Financial Reporting Quality Timely Reporting of Internal Control Weaknesses Timely Reporting of Going Concern Issues Results of Independent Surveys of Audit Committee Members 27. Trends in PCAOB and SEC Enforcement Proceedings 28. Trends in Private Litigation Sumber: PCAOB, 2015 8 indikator kualitas audit yang harus dipenuhi oleh akuntan publik versi IAPI yaitu: (1) kompetensi auditor, (2) etika dan independensi auditor, (3) penggunaan waktu personil kunci perikatan, (4) pengendalian mutu perikatan, (5) hasil reviu mutu atau inspeksi pihak eksternal dan internal, (6) rentang kendali perikatan, (7) organisasi dan tata kelola KAP, dan ke(8) kebijakan imbalan jasa, semua indikator tersebut akan digunakan oleh IAPI sebagai tolak ukur pencapaian kualitas audit pada KAP. 2.2. Fee Audit Fee audit merupakan suatu imbalan dari klien kepada akuntan publik atas jasa audit yang diberikan (Latifhah dkk., 2019). Seorang auditor bekerja untuk mendapatkan penghasilan yang layak; dengan demikian, fee audit harus disetujui oleh klien dan auditor. Ada tiga dasar untuk menentukan fee audit seorang auditor, yaitu per diem, flat atau kontrak, dan fee maksimum. 1. Per diem basis Cara ini menjelaskan fee audit ditentukan dengan dasar waktu yang digunakan oleh tim auditor. Pertama kali fee per jam-nya ditentukan, kemudian dikalikan dengan jumlah waktu/jam yang dihabiskan oleh sebuah tim. Tarif fee per jam untuk tiap tingkatan staf tertentu dapat berbeda-beda. 2. flat atau kontrak basis Cara ini menjelaskan fee audit dihitung sekaligus secara borongan tanpa memperhatikan waktu audit yang dihabiskan. Yang terpenting 14 pekerjaan terselesaikan sesuai dengan aturan maupun perjanjian yang dilakukan. 3. Maksimum fee basis Cara ini merupakan sebuah gabungan dari kedua cara diatas. Pertama tentukan tarif per jam kemudian dikalikan dengan jumlah waktu tertentu tetapi dengan adanya batasan maksimum. Hal ini dilakukan agar auditor tidak mengulur-ulur waktu sehingga menambah jam/waktu kerja Halim (2015) menyatakan besarnya biaya audit tergantung pada beberapa faktor, yaitu karakteristik keuangan, seperti tingkat pendapatan, laba aset, modal, dan lain-lain; lingkungan, seperti persaingan, pasar tenaga profesional, dll.; karakteristik operasi, termasuk jenis industri, jumlah lokasi perusahaan, jumlah lini produk, dll.; dan, aktivitas eksternal auditor, termasuk pengalaman, tingkat koordinasi dengan auditor internal, dll. Banyak penelitian menemukan hubungan antara fee audit dan kualitas audit melalui tanda biaya abnormal. Namun, ada dua pandangan berbeda dalam literatur tentang masalah ini. Pandangan pertama adalah bahwa fee audit memiliki hubungan negatif dengan kualitas audit. Auditor menerima bayaran tinggi yang tidak wajar yang berdampak buruk pada kualitas audit (Choi et al., 2006; DeAngelo, 1981; Mawutor et al., 2019). Pada saat itu, auditor bergantung pada posisi keuangan pelanggan, dan menciptakan ikatan ekonomi di antara mereka. Hubungan antara abnormal fee audit dengan kualitas audit di Indonesia diteliti oleh (Fitriany & Anggraita, 2016). Pandangan kedua adalah bahwa fee audit memiliki hubungan positif dengan kualitas audit. Fee audit yang tinggi dapat mencerminkan peningkatan upaya perusahaan audit dan prosedur audit yang membantu meningkatkan kualitas audit (Higgs & Skantz, 2006). Serta, fee audit yang lebih tinggi adalah hasil dari perusahaan audit yang bekerja lebih lama dan/atau perusahaan audit mengenakan tarif yang lebih tinggi karena merupakan auditor yang lebih baik (Abdul-Rahman, Benjamin & Olayinka, 2017; Defond & Zhang, 2014; Nazmi dkk., 2017; Tobi, Osasrere & Emmanuel, 2016). Sebaliknya, jika fee audit rendah, perusahaan akan menyesuaikan upaya mereka dan mengurangi prosedur audit, yang membuat kualitas audit menjadi buruk (Eshleman & Guo, 2014) Fee audit yang lebih tinggi dapat menunjukkan upaya audit yang lebih besar dan juga dapat mewakili premi risiko tambahan yang dikenakan oleh auditor untuk melawan kemungkinan peningkatan kewajiban keuangan yang timbul dari audit (Bell et al., 2008; Ghafran & O'Sullivan,2017). Selain itu, variasi fee audit juga dapat mencerminkan perubahan efisiensi auditor. Akhirnya, fee audit menangkap faktor penawaran dan permintaan (Ghafran & O'Sullivan, 2017). Akibatnya, seperti yang disoroti oleh DeFond dan Zhang (2014), peneliti harus berhati-hati dalam menginterpretasikan hasil studi fee audit karena peningkatan biaya audit tidak dapat secara jelas diartikan sebagai peningkatan kualitas audit. 2.2. Reviu Audit Di Amerika Serikat, Sarbanes-Oxley Act 2002 (SOX 2002) mendorong pembentukan Dewan Pengawas Akuntansi Perusahaan Publik (PCAOB) sebagai bagian dari reformasi besar-besaran yang bertujuan untuk memulihkan kepercayaan investor di pasar modal setelah sejumlah penipuan akuntansi tingkat tinggi. Lembaga pemerintah ini diamanatkan untuk meninjau secara eksternal auditor untuk menilai kualitas layanan mereka dan kepatuhan mereka terhadap aturan audit. Sebelum pembentukan PCAOB, profesi audit sebagian besar diatur sendiri. American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) menciptakan standar auditing dan menetapkan proses peer review di mana firma anggota memilih firma audit lain untuk melakukan tinjauan tahunan. Hal ini dikarenakan proses peer review kualitas audit supervisi yang dikelola oleh AICPA, telah lama dikritik karena kurangnya independensi dan kredibilitas (lihat, misalnya, Fogarty 1996; Dewan Pengawas Publik 2002). Sarbanes-Oxley Act (SOX) mengharuskan PCAOB untuk melakukan inspeksi tahunan atas perusahaan audit dengan lebih dari 100 klien publik dan inspeksi tiga tahunan auditor dengan kurang dari 100 klien publik (PCAOB 2008). Program inspeksi PCAOB menggunakan pendekatan berbasis risiko untuk memilih penugasan audit dan area audit dalam penugasan tersebut, PCAOB mempertimbangkan kemungkinan bahwa laporan keuangan perusahaan klien salah saji secara material, PCAOB juga memilih sejumlah audit untuk ditinjau menggunakan pendekatan acak (PCAOB, 2017). Dengan demikian, temuan inspeksi tidak selalu mewakili semua penugasan audit (Gradison dan Boster 2010), atau sulit untuk menyimpulkan hubungan langsung antara temuan inspeksi atas defisiensi audit dan kualitas audit perusahaan audit secara keseluruhan (PCAOB, 2019). Di Spanyol juga sudah dimulai pada awal 1990-an, setelah penerapan Undang-Undang Audit 1988 tentang sistem jaminan kualitas berdasarkan investigasi—juga disebut kontrol teknis. Inspektur independen melaporkan hasil investigasi mereka ke Institute of Accounting and Auditing, ICAC, yang pada akhirnya menentukan apakah auditor telah melakukan pelanggaran (sangat serius, serius, atau kecil), dan, jika demikian, hukuman terkait pun akan terjadi (De Fuentes et al., 2015) Pentingnya laporan inspeksi PCAOB diharapkan karena pengguna laporan keuangan yang diaudit memiliki akses ke informasi yang sangat sedikit tentang detail pekerjaan audit dalam laporan audit, dan laporan inspeksi memberikan informasi kepada pengguna tentang masalah audit spesifik seperti yang diidentifikasi oleh PCAOB (Prasad dan Webster, 2020). Tetapi pada beberapa penelitian yang membahas dan memeriksa isi informasi dari laporan inspeksi PCAOB, bukti tentang kegunaan laporan tersebut masih terbatas. Terutama bagi komite audit. Salah satu alasan laporan dapat dipandang tidak informatif oleh komite audit dan lainnya adalah bahwa pemilihan perikatan auditnya yang berbasis risiko. Akibatnya, temuan tidak harus digeneralisasikan atau hanya mewakili kualitas audit untuk perusahaan audit tertentu. Peneliti lain menyebutkan bahwa inspeksi berfokus lebih kepada kekurangan audit yang bersifat sepele dan atau tidak penting (Glover, Prawitt, dan Taylor 2009; DeFond 2010) maka dari itu mungkin menjadi tidak informatif menurut komite audit. Terlepas dari masalah dengan laporan inspeksi, beberapa bukti menunjukkan bahwa laporan inspeksi terkait dengan kualitas audit atau persepsi kualitas audit. Gunny dan Zhang (2013) memeriksa apakah laporan inspeksi PCAOB memberikan informasi tentang kualitas audit dengan mengaitkan keparahan defisiensi dengan proxy untuk audit dan kualitas pelaporan keuangan. Mereka menemukan bahwa klien dari auditor yang diperiksa tiga kali lipat dengan laporan yang mengklaim bahwa defisiensi mengarah pada penyimpangan GAAP lebih mungkin untuk menyatakan kembali laporan keuangan mereka. Selain itu, Abbott et al. (2013) menemukan bahwa klien dari auditor yang diperiksa tiga kali lipat dengan defisiensi GAAP yang diidentifikasi dalam laporan inspeksi PCAOB mereka lebih mungkin untuk memberhentikan auditor mereka, dan hubungan ini lebih kuat untuk perusahaan dengan konflik agensi yang lebih besar dan komite audit yang lebih efektif. Selain itu, juga menunjukkan bahwa komite audit klien dari perusahaan audit yang diperiksa tiga kali lipat menggunakan laporan inspeksi sebagai sinyal kualitas audit. Selain itu, Untuk meningkatkan kualitas audit wajib, transposisi arahan ke undang-undang Negara Anggota juga menyempurnakan dua proses pengawasan: (a) pengawasan eksternal terhadap sistem atau inspeksi pengendalian kualitas internal auditor (art. 29 Directive 2006/43/EC) dan (b) pengawasan eksternal atas kertas kerja perikatan audit atau investigasi (art. 30.1 Directive 2006/43/EC). Dibandingkan dengan inspeksi PCAOB, inspeksi internal dilakukan oleh auditor yang berpraktik dan umumnya menyentuh lebih banyak bagian dari suatu perikatan (Houston dan Stefaniak, 2013). Namun, inspektur internal mungkin enggan untuk mengidentifikasi kekurangan. Jadi, baik PCAOB dan penilaian internal kualitas proses audit mungkin memiliki beberapa keterbatasan. Inspeksi PCAOB dirancang untuk memastikan bahwa tim perikatan memenuhi perannya dan karenanya inspektur PCAOB semuanya adalah mantan auditor berpengalaman yang mencurahkan banyak upaya untuk proses inspeksi. PCAOB mengeluarkan Temuan Bagian I ketika inspekturnya menentukan bahwa, berdasarkan standar audit yang berlaku, pekerjaan yang diselesaikan oleh tim perikatan tidak cukup untuk mendukung opini auditnya. Laporan inspeksi PCAOB mencatat bahwa ketika inspektur PCAOB menilai audit tidak memadai, ini tidak selalu menunjukkan bahwa laporan keuangan salah saji (misalnya, PCAOB, 2014). Untuk mengambil contoh ekstrim, anggaplah bahwa auditor tidak melakukan pekerjaan apapun dan menandatangani opini audit wajar tanpa pengecualian. Auditor bisa beruntung jika laporan keuangan pra-audit emiten bebas dari salah saji dan menunjukkan kualitas pelaporan keuangan yang tinggi. Ukuran akademis kualitas audit akan menunjukkan kualitas yang sangat tinggi, tetapi praktisi akan menganggap audit ini tidak memadai karena kurangnya pekerjaan. Sebaliknya, suatu audit bermaksud untuk memberikan keyakinan yang wajar, tidak mutlak, bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material (AU 110). Dengan demikian, audit dapat dilaksanakan secara memadai dari sudut pandang praktisi, tetapi beberapa ukuran akademis kualitas audit, seperti kemungkinan penyajian kembali, masih dapat menunjukkan kualitas audit yang rendah. Kedua, PCAOB menghabiskan banyak upaya untuk melakukan inspeksi, menunjukkan bahwa Temuan Bagian I bisa menjadi sinyal yang tepat dari kualitas proses audit yang buruk (Aobdia, 2018). Selain itu, Mohapatra et al., (2022) mendokumentasikan bahwa perusahaan audit yang mendaftar dengan PCAOB menunjukkan kualitas audit yang lebih tinggi. Kami berpendapat bahwa pendaftaran dapat mengakibatkan perusahaan audit meningkatkan pengetahuan dan keahlian mereka untuk mematuhi kontrol kualitas internasional. 2.3. Upaya Audit Partner Perikatan Upaya audit mempengaruhi kemungkinan auditor mendeteksi masalah yang ada, sedangkan independensi auditor mempengaruhi kemungkinan auditor melaporkan masalah yang terdeteksi (Caramanis dan Lennox 2008). Statement ini merupakan perluasan dari definisi kualitas audit. Pada studinya juga disebutkan bahwa masih kurangnya bukti atas upaya audit terutama disebabkan oleh tidak tersedianya kumpulan data jam audit. Tetapi (Caramanis dan Lennox 2008) mengambil settingan untuk studinya di Yunani, karena disana firma audit diharuskan untuk mengungkapkan jam kerja kepada lembaga akuntansi profesional, SOEL (SOEL adalah singkatan dari Institute of Certified Auditors-Accountants of Greece), tentu saja ini bisa menjadi data yang berguna untuk tujuan penelitian akademis. Selain itu, pada Mei 2014, Undang-Undang Audit Eksternal di Korea Selatan diamandemen untuk mewajibkan auditor eksternal untuk mengungkapkan dokumen tambahan yang menjelaskan rincian pekerjaan auditor. Perubahan ini dilakukan sebagai tanggapan atas meningkatnya jumlah permintaan informasi tentang berbagai aspek proses auditor eksternal. Secara rinci, berdasarkan Undang-Undang Audit Eksternal yang diubah, jam audit partner perikatan diungkapkan dalam laporan audit, sehingga memungkinkan untuk menyelidiki apakah upaya partner perikatan meningkatkan kualitas audit. Peran partner sangat penting dalam proses audit karena partner perikatan bertanggung jawab untuk mengawasi keseluruhan audit yang mengarah pada kualitas audit, Kim (2021). Partner memainkan peran penting dalam melakukan tugas-tugas yang membutuhkan keahlian dan pengalaman, seperti menganalisis dan memahami industri, dan mengawasi proses audit secara keseluruhan. Secara rinci, para partner membuat rencana audit, menentukan waktu audit secara keseluruhan, memberikan rasio masukan audit dari tim perikatan, dan meninjau laporan audit. Partner juga memainkan peran penting dalam pembentukan opini audit, dan dengan demikian, jika gugatan diajukan terhadap perusahaan audit, partner yang biasanya bertanggung jawab. Terlepas dari pentingnya partner dan peran mereka dalam audit, sedikit yang diketahui tentang bagaimana waktu partner berhubungan dengan kualitas audit dalam praktiknya. Hal ini karena sulitnya menentukan waktu rekanan, karena berasal dari data internal perusahaan audit. Pada saat yang sama, Dewan Pengawas Akuntansi Perusahaan Publik AS (PCAOB) telah menekankan peran Partner perikatan dengan memaksa nama mereka muncul di laporan audit. Selain itu, PCAOB menyarankan agar menghitung jam yang dicurahkan oleh partner dan manajer untuk suatu perikatan dan bagaimana mereka menghabiskan waktu tersebut, sebagai persentase dari total jam perikatan, dimana ini dapat berfungsi sebagai ukuran upaya personel kunci, serta jumlah pengawasan yang diberikan kepada staf. Hal ini menunjukkan bahwa peran partner perikatan sangat penting dalam memberikan kualitas audit yang lebih tinggi. Becker et al (1998) membuktikan bahwa firma audit Big Five (Arthur Andersen, Deloitte & Touche, Ernst & Young, KPMG, dan Pricewaterhouse Coopers) bekerja lebih lama daripada firma non-Big Five, yang menguatkan pandangan bahwa Big Five memberikan kualitas audit yang lebih tinggi. Temuan ini memberikan beberapa jaminan bahwa jam audit adalah proxy yang masuk akal untuk upaya audit. Selain itu, studi Kim (2021) juga menganalisis kegunaan upaya partner perikatan untuk mempengaruhi kualitas audit secara positif. Pada Penelitiannya dikumpulkan 6340 data jam partner perikatan, dan menemukan bahwa upaya audit partner perikatan meningkatkan kualitas audit. Dengan demikian, kualitas audit meningkat jika partner perikatan yang berpengalaman atau ahli melakukan lebih banyak upaya dengan menghabiskan lebih banyak waktu. Tapi ternyata menurut Bosman (2021) terdapat kelemahan dari menggunakan upaya audit, karena upaya audit juga bisa menjadi sinyal inefisiensi. Ini terlihat pada studi yang dilakukan (Caramanis dan Lennox 2008) yang berjudul “Audit effort and earnings management”, dimana disebutkan bahwa auditor mungkin bekerja lebih keras jika mereka percaya bahwa klien mereka berusaha untuk mengelola pendapatan. Di sisi lain, klien yang ingin mengelola pendapatan dapat mengantisipasi auditor pekerja keras yang mungkin ingin menggagalkan upaya manajemen laba mereka, sehingga terdapat kontrak antara klien dengan auditor yang menyebutkan untuk mengerahkan sedikit upaya saja. 2.4. Penelitian Terdahulu Gambar diatas diperoleh dari jurnal Olivia (2019), dimana disebutkan bahwa dari 73 penelitian yang ada terkait kualitas audit, terdapat 29 faktor-faktor yang menjadi pengukuran dalam penelitian mengenai kualitas audit. Faktor-faktor tersebut adalah struktur kepemilikan, tata kelola perusahaan, karakteristik perusahaan, ukuran perusahaan, rotasi auditor/ audit/ KAP, independensi auditor, audit tenure/ masa kerja audit, hubungan auditor, biaya audit/ auditor, fee pressure (tekanan biaya), ukuran auditor/ KAP, indikator kualitas audit (seperti : profesional audit, proses audit, hasil audit), komitmen profesional, beban kerja, kompetensi, akses pemeriksaan Public Company Accounting Oversight Board (PCAOB), spesialisasi auditor, layanan non audit, akuntabilitas, integritas, objektivitas akuntan publik, umur publikasi, pergantian manajemen, etika profesional/ auditor, tipe auditor, pengalaman kerja/ auditor, due professional care, reputasi KAP, dan tekanan anggaran waktu. Dari 29 faktor yang mempengaruhi kualitas audit dapat disimpulkan bahwa rotasi Auditor/ Audit/ KAP dan independensi auditor merupakan faktor yang paling dominan. Hal ini menunjukan pentingnya rotasi auditor dan rotasi KAP. Dengan adanya rotasi tersebut, akan membuat independensi auditor terjaga yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas audit. Selanjutnya faktor yang dominan lainnya adalah biaya audit, kompetensi dan audit tenure/ masa kerja audit 3. PENUTUP Kualitas audit memberikan keyakinan memadai atas laporan keuangan dan informasi yang bersifat kredibel bagi pengguna. Namun, pada praktiknya masih terdapat auditor yang melakukan pelanggaran–pelanggaran standar audit dan SPAP yang menyebabkan penurunan kualitas audit. Auditor yang melanggar peraturan dari Menteri Keuangan bisa terkena sanksi administratif, yakni peringatan tertulis, pembekuan izin, dan pencabutan izin. Sanksi administrasi yang masih banyak diterima oleh akuntan publik mendorong IAPI mengeluarkan pedoman kualitas audit melalui Keputusan Dewan Pengurus Institut Akuntan Publik No.4 Tahun 2018. Makalah ini mengeksplor literature-literature yang ada terkait tiga indikator kualitas audit, yakni fee audit (kebijakan imbalan jasa), reviu mutu, dan upaya partner perikatan (penggunaan waktu personil kunci perikatan). Auditor bertanggung jawab untuk mengidentifikasi dan melaporkan kesalahan kritis dalam kesesuaian penyusunan laporan keuangan yang mungkin telah dilakukan oleh perusahaan klien, inilah yang dinamakan kualitas audit. Sudah banyak yang meneliti mengenai hubungan antara fee audit dan kualitas audit hingga muncul berbagai macam pandangan yang berbeda mengenai hubungan keduanya. Begitu pula dengan dua indikator lainnya. Untuk penelitian kedepan bisa melihat bagaimana akuntabilitas dari indikator kualitas audit. Hal ini dikarenakan masih sedikitnya penelitian tentang indikator beberapa kualitas audit di Indonesia. 4. REFERENSI Abbott, L., K. Gunny, and T. Zhang. 2013. When the PCAOB talks, who listens? Evidence from stakeholder reaction to GAAP-deficient PCAOB inspection reports of small auditors. Auditing: A Journal of Practice & Theory 32 (2): 1–31. doi:10.2308/ajpt-50374 Abdul-Rahman et al., 2017. Effect of audit fees on audit quality: Evidence from cement manufacturing companies in Nigeria. European Journal of Accounting, Auditing and Finance Research, 5 (1) (2017), pp. 6-17 Aobdia, D. (n.d.). Do Practitioner Assessments Agree with Academic Proxies for Audit Quality? Evidence from PCAOB and Internal Inspections. https://ssrn.com/abstract=2629305 BECKER, C.L., DEFOND, M.L., JIAMBALVO, J. and SUBRAMANYAM, K. (1998), The Effect of Audit Quality on Earnings Management. Contemporary Accounting Research, 15: 1-24. https://doi.org/10.1111/j.1911-3846.1998.tb00547.x Bell, T. B., Doogar, R., & Solomon, I. (2008). Audit labor usage and fees under business risk auditing. Journal of Accounting Research, 46(4), 729–760. Bosman, T. (2021). The measurement of audit quality in the Netherlands: a practical note. Maandblad Voor Accountancy En Bedrijfseconomie, 95(1/2), 17–31. https://doi.org/10.5117/mab.95.56820 Caramanis, C., & Lennox, C. (2008). Audit effort and earnings management. Journal of Accounting and Economics, 45(1), 116–138. https://doi.org/10.1016/j.jacceco.2007.05.002 Choi, J.H., .Kim, J.B., .& Zang, Y. (2006). The association between audit quality and abnormal audit fees. doi: 10.2139/ssrn.848067 Coram, Paul, Ng, Juliana and Woodliff, David. 2003. A Survey of Time Budget Pressure and Reduced Audit Quality Among Australia Auditors. Australia Accounting Review, 13(1), pp: 38-44 DeAngelo, 1981. Auditor independence, “low-balling”, and disclosure regulation. Journal of Accounting and Economics, 3 (2) (1981), pp. 113-127, 10.1016/0165-4101(81)90009-4 DeFond and Zhang, 2014. A review of archival auditing research. Journal of Accounting and Economics, 58 (2) (2014), pp. 275-326, 10.1016/j.jacceco.2014.09.002 de Fuentes, C., Illueca, M., & Pucheta-Martinez, M. C. (2015). External investigations and disciplinary sanctions against auditors: the impact on audit quality. SERIEs, 6(3), 313–347. https://doi.org/10.1007/s13209-015-0127-0 Eshleman and Guo, 2014. Abnormal audit fees and audit quality: The importance of considering managerial incentives in tests of earnings management. Auditing: A Journal of Practice & Theory, 33 (1) (2014), pp. 117-138, 10.2308/ajpt-50560 Ghafran, C., & O’Sullivan, N. (2017). The impact of audit committee expertise on audit quality: evidence fromUK audit fees. British Accounting Review, 49(6), 578–593. https://doi.org/10.1016/j.bar.2017.09.008 Gunny, K. A., and T. C. Zhang. 2013. PCAOB inspection reports and audit quality. Journal of Accounting and Public Policy 32 (2): 136– 160. doi:10.1016/j.jaccpubpol.2012.11.002 Halim, A. (2015). Auditing I: dasar-dasar audit laporan keuangan. Yogyakarta: UPP STIM YKPN Higgs and Skantz, 2006. Audit and non-audit fees and the market's reaction to earnings announcements. Auditing: A Journal of Practice & Theory, 25 (1) (2006), pp. 1-26, 10.2308/aud.2006.25.1.1 Kim, Suyon. 2021. Does Engagement Partners’ Effort Affect Audit Quality? With a Focus on the Effects of Internal Control System. Risks 9: 225. https://doi.org/ 10.3390/risks9120225 Laitinen, E. K., & Laitinen, T. (2015). A probability tree model of audit quality. European Journal of Operational Research, 243(2), 665–677. https://doi.org/10.1016/j.ejor.2014.12.021 Mawutor et al., 2019. Assessment of factors affecting audit quality: a study of selected companies listed on the Ghana Stock Exchange. International Journal of Accounting and Financial Reporting, 9 (2) (2019), pp. 436-449, 10.5296/ijafr.v9i2.14692 Mohapatra, P. S., Elkins, H., Lobo, G. J., & Chi, W. (2022). The impact of PCAOB international registration on audit quality and audit fees: Evidence from China. Journal of Accounting and Public Policy, 106947. https://doi.org/10.1016/J.JACCPUBPOL.2022.106947 Nazmi et al., 2017. The factors affect business risk audit and their impact on the external auditing quality in Jordanian commercial banks (Case study). European Journal of Accounting, Auditing and Finance Research, 5 (5) (2017), pp. 1-17 Olivia, T., Setiawan, T., Studi Akuntansi, P., Bunda Mulia, U., Lodan Raya no, J., & Utara, J. (2019). ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS AUDIT. In Journal of Business and Applied Management (Vol. 12, Issue 2). http://journal.ubm.ac.id/ Prasad, A. L., & Webster, J. C. (2020). What Are the Trends in PCAOB Inspections and the Reported Audit Deficiencies? Journal of Accounting, Auditing and Finance. https://doi.org/10.1177/0148558X20934945 Shintya, A., Nuryatno, M., & Oktaviani, AA (2016). Pengaruh kompetensi, independensi, dan tekanan anggaran waktu terhadap kualitas audit. Dalam Seminar Nasional Cendekiawan ke 2 (hlm. 1–19). Jakarta: Lembaga Penelitian Universitas Trisakti. Tobi et al., 2016. Auditor's independence and audit quality: A study of selected deposit money banks in Nigeria. International Journal of Finance and Accounting, 5 (1) (2016), pp. 13-21, 10.5923/j.ijfa.20160501.02 Triani, N. N. A., Hidayat, W., & Ardianto, A. (2020). Akuntabilitas Akuntan Publik Dalam Memenuhi Kualitas Audit. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 11(1). https://doi.org/10.21776/ub.jamal.2020.11.1.13