Uploaded by handeri.mattjik

01. Gas Metana Batubara (Lemigas)

advertisement
ISBN : 978-979-8218-26-2
2012
Gambar Sampul
Pilot Project Sumur GMB Lapangan Rambutan, Sumatera Selatan
ISBN : 978-979-8218-26-2
PENGANTAR
Saat ini pemerintah Indonesia terus berupaya untuk memenuhi
kebutuhan akan energi gas nasional yang terus meningkat secara
signifikan. Peningkatan ini terutama disebabkan oleh tingginya
permintaan di sektor industri, serta tuntutan untuk menggunakan energi
ramah lingkungan manjadikan gas sebagai sumber energi yang paling
kompetitif. Kenyataan ini mendorong pemerintah secara intensif mencari
dan mengembangkan sumber gas alternatif. Salah satu potensi sumber
gas alternatif adalah Gas Metana Batu bara (GMB) atau yang lebih
populer dikenal sebagai Coalbed Methane (CBM).
GMB tersebut memainkan peranan penting dalam bauran energi (Energy
Mix) Nasional sebagai sumber energi andalan dan bahan bakar fosil
yang bersih. Ke depan, GMB sebagai sumber energi baru diharapkan
dapat menjadi solusi alternatif terhadap kemungkinan kekurangan
pasokan energi listrik, karena keberadaannya yang cukup menjanjikan
khususnya di Sumatera dan Kalimantan. Sejalan dengan pengembangan
pengusahaan dan pemanfaatan GMB baik dalam penelitian maupun
lapangan, tentu tidak akan terlepas dengan kebutuhan informasi GMB
sebagai rujukan. Pengalaman dan pengetahuan LEMIGAS dalam
melaksanakan Pilot Project GMB di lapangan Rambutan yang disusun
menjadi buku "Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat"
diharapkan dapat menjadi sumber informasi.
Dengan tersusunnya buku ini, saya menyampaikan penghargaan
dan ucapan terima kasih atas jerih payah yang telah dilakukan oleh
Bidang Afiliasi dan Informasi serta pihak terkait, semoga karya ini dapat
memberikan pemahaman mengenai potensi dan pemanfaatan GMB di
Indonesia.
Jakarta, Desember 2012
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan
Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”
Dra. Yanni Kussuryani, M.Si.
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
i
PRAKATA
CBM (Coal Bed Methane) atau Gas Metana Batubara merupakan famili
gas alam dengan dominasi gas metana yang dihasilkan selama proses
pembatubaraan dan juga terperangkap dalam batubara. Gas metana
memiliki kadar kalori yang paling rendah dibandingkan gas alam lainnya
dan karena memiliki rantai atom tunggal sehingga menghasilkan gas
buang atau asap yang lebih sedikit. Dengan demikian lebih ramah
lingkungan dibandingkan gas lainnya.
Penelitian potensi GMB di Indonesia diawali dari studi kelayakan
dan potensi di cekungan Sumatera Selatan yang kemudian menjadi
proyek percontohan GMB di Lapangan Rambutan, Kabupaten Muara
Enim, Sumatera Selatan. Dengan jumlah cadangan sebesar 183 Tcf di
Cekungan Sumatera Selatan maka layak untuk dikaji sebagai proyek
percontohan dan unggulan serta diharapkan dapat menjadi inisiator
bisnis pengusahaan GMB di Indonesia. Penelitian kemudian difokuskan
pada penyelesaian sumur dan pelaksanaan dewatering. Kegiatan ini
merupakan pionir pengusahaan pengembangan GMB di Indonesia.
Proyek tersebut terus dilanjutkan dengan melakukan pemboran 5 sumur
uji CBM.
Dengan potensi GMB yang ada, maka produksi GMB dapat dimanfaatkan
menjadi energi listrik. Pada tahun 2010, Pemerintah mengeluarkan satu
kebijakan yang kemudian direspon oleh Dirjen Migas dengan GMB to
Power. Kebijakan ini sejalan dengan tujuan awal, yaitu pengembangan
GMB di Indonesia untuk meningkatkan rasio elektrifikasi nasional.
Pada tahun 2011, Puslitbangtek Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS” telah
menguji pemanfaatan gas untuk pembangkit listrik di sumur GMB 3 dan
4 dengan memasang generator berkapasitas 12 KVA dan listrik yang
dihasilkan sementara ini dipergunakan untuk penerangan lokasi. Hal ini
membuktikan juga bahwa GMB sudah siap untuk dimanfaatkan menjadi
energi listrik. Keberhasilan pembuktian gas dari proyek percontohan
GMB telah mendorong bergeraknya industri untuk mengembangkan
sumber daya GMB.
ii
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS BUMI “LEMIGAS”
Heribertus Joko Kristadi
Gas metana batu bara : energi baru untuk rakyat/penulis, Heribertus Joko
Kristadi, Destri Wahyu Dati; penyunting Daru Siswanto. -- Jakarta : Pusat
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi
LEMIGAS, 2012.
129 hlm. ; 24 cm.
Bibliografi: hlm. 129
ISBN 978-979-8218-26-2
1. Metana batu bara
Siswanto
II. Judul.
II. Destri Wahyu Dati
III. Daru
665.772
Hak Cipta @ 2012 Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi
Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
iii
PENGARAH
Dra. Yanni Kussuryani, M.Si.
Penyunting
Ir. Daru Siswanto
Penulis
Drs. Heribertus Joko Kristadi, M.Si.
Destri Wahyu Dati,S.Sos.
Narasumber
Ir. Eko Susanto
Ir. Panca Wahyudi S.
Ika Kaifiah, ST., MT.
Wiwien Winarsih, SH., M.Hum.
Ika Dianingtyas, SH.
iv
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................
i
PRAKATA ...................................................................................
ii
ISBN ............ ...............................................................................
iii
PENGARAH ................................................................................
iv
DAFTAR ISI ..................................................................................
v
BAB 1. PENDAHULUAN .............................................................
1
BAB 2. GAS METANA BATUBARA SEBAGAI ENERGI
BARU ...............................................................................
5
2.1. Mengenal Gas Metana Batu bara .............................
5
2.2. Reservoir Gas Metana Batu bara..............................
7
2.3. Rekahan Batubara ....................................................
9
2.4. Produksi Gas Metana Batu bara ...............................
11
2.5. Kandungan Gas dalam Batu bara ............................
15
BAB 3. PENGEMBANGAN GAS METANA BATU BARA ..........
19
3.1. Eksplorasi Gas Metana Batu bara ............................
19
3.2. Perhitungan Cadangan Gas Metana Batu bara ........
21
BAB 4. PENGEMBANGAN GAS METANA BATU BARA
DI BEBERAPA NEGARA.................................................
25
4.1. Kanada . ....................................................................
25
4.2. Amerika Serikat. ........................................................
26
4.3. Cina ..........................................................................
27
4.4. India ..........................................................................
28
BAB 5. PENGEMBANGAN GAS METANA BATU BARA
DI INDONESIA ................................................................
31
5.1. Kajian Potensi GMB Cekungan Sumatera . ..............
32
5.2. Pilot Project Sumur GMB Lapangan Rambutan .......
40
5.3. Pelaksanaan Proses Uji Produksi . ...........................
43
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
v
5.4. Pemanfaatan GMB untuk Listrik ...............................
51
5.5. Hasil Pengamatan Air Terproduksi ............................
54
BAB 6. KAJIAN KEEKONOMIAN PENGELOLAAN
GAS METANA BATU BARA............................................
61
6.1. Model Fiskal .............................................................
61
6.2. Pemanfaatan GMB....................................................
68
6.3. Perbandingan Harga GMB ........................................
77
BAB 7. REGULASI PENGUSAHAAN GMB ................................
85
7.1. Peraturan Perundangan Terkait . ..............................
85
7.2. Pengusahaan GMB ..................................................
88
7.3. Tata Cara Penetapan dan Penawaran Wilayah
Kerja GMB.................................................................
89
BAB 8. PEMANFAATAN GMB UNTUK PEMBANGKIT
LISTRIK RUMAH TANGGA ............................................. 91
8.1. Biaya Investasi Peralatan Pembangkitan
Listrik Berbasis GMB.................................................
93
8.2. Keekonomian Pembangkit Listrik berbasis GMB ......
95
8.3. Perbandingan dan Evaluasi Harga Listrik
berbasis GMB ...........................................................
98
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 101
DAFTAR FOTO ............................................................................. 103
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................... 109
vi
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Tahapan Proses Pembentukan Batu bara ..............
5
Gambar 2.2 Reservoir Gas Metana Batu bara ............................
8
Gambar 2.3 Batuan Reservoir ....................................................
9
Gambar 2.4 Jenis dan Orientasi Cleat pada Batu bara ..............
10
Gambar 2.5 Skema Proses Keluarnya Gas Metana
dari Batubara ...........................................................
12
Gambar 2.6 Tiga Phase Kurva Produksi Air dan Gas .................
13
Gambar 2.7 Diagram Sumur CBM ..............................................
14
Gambar 2.8 Volume Gas pada Batu bara Sebagai
Fungsi dari Rank Batu bara ....................................
16
Gambar 2.9 Mekanisme Aliran Gas pada Reservoir
GMB ........................................................................
17
Gambar 3.1 Kerapatan Titik Sumur pada Setiap
Tahapan Pengembangan GMB ..............................
21
Gambar 3.2 Bagan Pengukuran Kandungan Gas
Metana ...................................................................
22
Gambar 5.1 Potensi Cadangan GMB di Indonesia .....................
31
Gambar 5.2 Peta Geologi Sumatera Selatan .............................
33
Gambar 5.3 Peta Fisiografi Cekungan Sumatera
Selatan ....................................................................
33
Gambar 5.4 Peta Struktur Regional Sumatera Selatan
(Hutchinson, 1996; Williams and others,
1995; Moulds, 1989; an Bemmelen, 1949) ..............
35
Gambar 5.5 Stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan
(Shell Team 1978) ...................................................
38
Gambar 5.6 Stratigrafi Daerah Muaraenim dan
Sekitarnya (Sojitz , 2007) ........................................
39
Gambar 5.7 Model Multy Layer Seam Sumur GMB ....................
41
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
vii
Gambar 5.8 Peta Lokasi Sumur GMB dengan Pola
Five Spot .................................................................
42
Gambar 5.9 Pemboran Sumur GMB Lapangan
Rambutan ................................................................
43
Gambar 5.10 Skema Proses Uji Produksi GMB ...........................
44
Gambar 5.11 Fasilitas Produksi Sumur CBM-1 ............................
45
Gambar 5.12 Fasilitas Sumur CBM 2 ...........................................
46
Gambar 5.13 Fasilias Sumur CBM 3 ............................................
48
Gambar 5.14 Fasilitas Sumur CBM-4 ..........................................
49
Gambar 5.15 Fasilitas Sumur CBM-5 ...........................................
50
Gambar 5.16 Generator Gas di Sumur CBM-3 dan 4 ...................
53
Gambar 5.17 Separator Sederhana di Sumur GMB .....................
54
Gambar 6.1 Profil Biaya Investasi ...............................................
63
Gambar 6.2 Profil Biaya O&M .....................................................
64
Gambar 6.3 Profil Produksi GMB ................................................
64
Gambar 6.4 Profil NPV terhadap Tingkat Diskonto .....................
66
Gambar 6.5 Sensitivitas IRR .......................................................
66
Gambar 6.6 Sensitivitas NPV ......................................................
67
Gambar 6.7 Biaya Transportasi Gas Bumi dengan
Menggunakan Pipa dan Tanker LNG ......................
75
Gambar 6.8 Diargram Sensitivitas untuk Proses LNG ................
79
Gambar 6.9 Diagram Sensitivitas untuk Transportasi
LNG .........................................................................
79
Gambar 6.10 Diargram Sensitivitas untuk Proses CNG ...............
81
Gambar 6.11 Diagram Sensitivitas untuk Transportasi
CNG ........................................................................
81
Gambar 6.12 Diagram Sensitivitas untuk Proses Gas
Pipa ........................................................................
82
Gambar 8.1 Perkembangan Konsumsi Listrik
Sumatera Selatan ..................................................
viii
92
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
Gambar 8.2 Alur Proses Pembangkitan Listrik dari
Gas GMB ...............................................................
93
Gambar 8.3 Persentase biaya ISBL ...........................................
94
Gambar 8.4 Analisis Sensitivitas terhadap Nilai IRR .................
97
Gambar 8.5 Analisis Sensitivitas terhadap Nilai NPV ................
98
Gambar 8.6 Perbandingan Harga Jual Listrik GMB
dengan Pasar dan Teknologi Lainnya ....................
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
99
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1
Komposisi Gas dari Seam 2 .......................................
51
Tabel 5.2
Komposisi Gas dari Seam 3 .......................................
52
Tabel 5.3
Komposisi Gas dari Seam 5 .......................................
52
Tabel 5.4
Analisis Kimia Air Sumur CBM 1 .................................
55
Tabel 5.5
Monitoring Produksi Sumur CBM 3.............................
56
Tabel 5.6
Analisis Kimia Air Sumur CBM 3 .................................
57
Tabel 5.7
Monitoring Produksi Sumur CBM 4.............................
58
Tabel 5.8
Analisis Kimia Air Sumur CBM 4 .................................
58
Tabel 5.9
Monitoring Produksi Sumur CBM 5.............................
59
Tabel 5.10 Analisis Kimia Air Sumur CBM 5 .................................
59
Tabel 5.11 Hasil Pengujian Logam Berat Sumur GMB
Lapangan Rambutan ..................................................
60
Tabel 6.1
Hasil Simulasi pada Beberapa Model Fiskal...............
65
Tabel 6.2
Indikator Keekonomian Proses dan
Transportasi LNG ........................................................
71
Tabel 6.3
Asumsi Perhitungan CNG Plant..................................
73
Tabel 6.4
Indikator Keekonomian Proses CNG Plant .................
74
Tabel 6.5
Indikator Keekonomian Transportasi CNG .................
74
Tabel 6.6
Asumsi Perhitungan untuk Jaringan
Perpipaan....................................................................
76
Tabel 6.7
Indikator Keekonomian Proses Gas Pipa ...................
77
Tabel 6.8
Harga Jual Gas Tingkat Konsumen Akhir
untuk Masing-masing Opsi Moda
Transportasi Gas.........................................................
Tabel 8.1
Estimasi Biaya ISBL untuk Pembangkit
Microturbine ................................................................
Tabel 8.2
95
Input Asumsi dan Hasil Simulasi Model
Keekonomian .............................................................
x
94
Estimasi Biaya OSBL untuk Pembangkit
Microturbine ................................................................
Tabel 8.3
78
96
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
BAB 1
PENDAHULUAN
Pengelolaan kekayaan alam yang dimiliki Indonesia khususnya sumber
energi harus dilakukan secara tepat dan efisien untuk kelangsungan
persediaan energi nasional dalam jangka panjang. Minyak, gas bumi
dan batu bara merupakan energi fosil yang tidak terbarukan, oleh sebab
itu pemanfaatannya harus dilakukan secara hemat, sedangkan untuk
potensi energi terbarukan dan energi alternatif perlu dikembangkan dan
dioptimalkan pemanfaatannya. Sumber energi alternatif yang sudah
dikembangkan antara lain panas bumi (geothermal) untuk pembangkit
tenaga listrik dan biofuel yang berasal dari minyak nabati untuk bahan
bakar kendaraan bermotor.
Hingga saat ini, pemakaian energi minyak dan gas bumi masih menjadi
andalan untuk menggerakkan roda ekonomi baik pada skala industri
maupun rumah tangga. Namun demikian tingkat produksi minyak dan
gas bumi di Indonesia secara bertahap sudah mengalami penurunan,
sedangkan eksplorasi yang dilakukan untuk mendapatkan sumber
lapangan baru belum memperoleh hasil yang memuaskan. Sementara
itu, cadangan batu bara sebagai salah satu sumber energi fosil yang
lain masih cukup melimpah, akan tetapi pemakaiannya masih terbatas
di kalangan industri. Di masa mendatang, kiranya tidak diragukan
lagi bahwa peran batu bara sebagai sumberdaya energi akan terus
meningkat sebagai konsekuensi makin meningkatnya pemakaian energi
baik untuk keperluan industri maupun rumah tangga.
Penambangan batu bara oleh perusahaan-perusahaan tambang batu
bara selama ini hanya dilakukan pada lapisan batu bara dipermukaan
(Open Pit Mining), sedangkan lapisan batu bara dalam (sub-surface
coal seams) masih belum termanfaatkan. Hal tersebut disebabkan
karena biaya penambangan batu bara dalam sangat mahal dan beresiko
tinggi. Oleh karena itu, perlu dikembangkan metode lain, yaitu dengan
mengekstrak gas metana yang terkandung di dalamnya yang disebut
Coalbed Methane (CBM) atau Gas Metana Batu bara (GMB) menjadi
sumber energi alternatif dan sebagai bahan baku industri.
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
1
Hasil studi kelayakan yang dilakukan oleh Advanced Resources
International, Inc, suatu perusahaan jasa konsultan dari Amerika Serikat,
menyatakan bahwa Indonesia memiliki potensi GMB cukup besar dengan
perkiraan cadangan 450 Tcf yang tersebar di dalam sebelas cekungan
batu bara yang sudah diketahui. Berdasarkan hasil studi tersebut,
tidak semua lapisan batu bara memiliki potensi GMB yang baik untuk
diproduksikan, akan tetapi dari tiga stimulasi hidrolika di sumur-sumur
CBM diperkirakan ketebalan rata-rata lapisan batu bara yang memiliki
potensi GMB mencapai 40 meter. Hal itu merupakan lapisan yang paling
tebal dan paling luas di dunia sebagai sasaran untuk pengembangan
GMB. Hasil studi tersebut masih perlu pembuktian dengan melakukan
eksplorasi yang lebih intensif di daerah-daerah di seluruh Indonesia
yang memiliki cekungan batu bara.
Penelitian dan pengembangan untuk pemanfaatan GMB dimaksudkan
untuk meningkatkan cadangan energi nasional, disamping sumber
energi lain. Dalam jangka pendek penelitian potensi GMB di Indonesia
bertujuan untuk inventarisasi potensi cadangan dan peningkatkan
kemampuan sumber daya manusia, sehingga diharapkan menguasai
teknologi eksplorasi maupun produksinya. Sedangkan dalam jangka
panjang setelah produksi secara komersial, dapat menarik para investor
untuk penambangan GMB sehingga menjamin ketersediaan energi
nasional. Sebagai contoh, pengembangan GMB di Amerika Serikat yang
telah dilakukan sejak 25 tahun yang lalu, produksinya sekarang sudah
mencapai kurang lebih 10% dari total produksi gas negara tersebut yang
berasal lebih dari 12.000 sumur.
Berbeda dengan sumur-sumur migas konvensional yang memproduksi
minyak atau gas bumi dari lapisan batuan pasir atau karbonat yang
permeabilitasnya cukup besar. Gas metana yang diproduksikan dari
lapisan batu bara kemungkinan besar akan menghadapi banyak kendala
karena disamping permeabilitas batuannya yang kecil juga tekanan
gasnya rendah. Berdasarkan hasil penelitian Advanced Resources
International, Inc., permeabilitas batuan batu bara pada cekungancekungan di Indonesia sangat rendah, yaitu antara 1 hingga 10 mili
Darcy, berbeda jauh dengan cekungan Powder River di Amerika Serikat
yang mencapai 100 hingga 1.000 mili Darcy. Kendala yang bersifat
alamiah tersebut tidak boleh menjadi hambatan dalam pengembangan
2
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
GMB di Indonesia, tetapi harus dijadikan sebagai tantangan yang
harus diatasi. Memang tidak mudah dan memerlukan waktu panjang
untuk dapat mengatasi berbagai kendala dalam pengembangan GMB,
namun dengan melibatkan berbagai disiplin ilmu yang saling berkaitan
diharapkan semua dapat teratasi.
Tidak hanya di Indonesia, di negara-negara lain yang sudah lebih dahulu
mengembangkan GMB tentu pada awalnya mereka juga menghadapi
banyak masalah sesuai dengan kondisi alam di masing-masing negara.
Namun, dengan tetap bekerja mengerahkan semua kemampuan yang
dimiliki, semua atau sebagian masalah sudah dapat diatasi. Oleh karena
itu, kita harus berusaha menyerap teknologi eksplorasi dan eksploitasi
GMB dari negara lain yang lebih maju dan menerapkannya sesuai
dengan kondisi Indonesia.
Proyek pengembangan GMB adalah salah satu dari beberapa proyek di
lingkungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang
dinilai strategis untuk dilaksanakan sesuai dengan program pemerintah
untuk mendorong peningkatan ekonomi makro. Kebijakan pemerintah
yang menetapkan bahwa pada tahun 2011 di Indonesia sudah harus
mengalir gas metana yang ditindaklanjuti dengan Pilot Project GMB di
Lapangan Rambutan, Sumatera Selatan. Proyek ini selain diharapkan
dapat membantu pusat keunggulan di kawasan regional, juga sebagai
inisiator bisnis pengusahaan GMB di Indonesia. Terselenggaranya
proyek pengembangan GMB dengan baik akan tercapai dengan salah
satu sasaran strategi yakni meningkatkan litbang GMB yang berorientasi
pasar dan penguasaan iptek GMB yang pada dasarnya akan dapat
terciptanya kontribusi maksimal Badan Penelitian dan Pengembangan
ESDM dalam mendukung kebijakan sektor energi.
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
3
4
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
BAB 2
GAS METANA BATU BARA SEBAGAI ENERGI BARU
2.1. Mengenal GMB
Gas Metana Batu bara (GMB) atau Coalbed methane (CBM) adalah
gas bumi (hidrokarbon) dengan gas metana merupakan komposisi
utamanya yang terjadi secara alamiah dalam proses pembentukan
batu bara (coalification) dalam kondisi terperangkap dan terserap
pada lapisan batu bara. Proses terbentuknya GMB berasal dari
material organik tumbuhan tinggi, melalui beberapa proses kimia
dan fisika (dalam bentuk panas dan tekanan secara menerus) yang
berubah menjadi gambut dan akhirnya terbentuk batu bara.
Selama berlangsungnya proses pemendaman dan pematangan,
material organik akan mengeluarkan air, CO2, gas metana dan
gas lainnya (Gambar 2.1). Selain melalui proses kimia, GMB dapat terbentuk dari aktivitas bakteri metanogenik dalam air yang
terperangkap dalam batu bara khususnya lignit. Kandungan gas
pada GMB sebagian besar berupa gas metana dengan sedikit gas
hidrokarbon lainnya dan gas non-hidrokarbon.
Gambar 2.1
Tahapan Proses Pembentukan Batu bara
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
5
Reaksi kimia pembentukan batu bara adalah sebagai berikut:
Keberadaan gas metana pertama kali dikenal pada tambang batu
bara bawah tanah yang mengeluarkan gas berbahaya. Sebelum
tahun 1980-an, gas metana yang dihasilkan dari tambang batu
bara dikenal sebagai salah satu bahaya yang paling ditakuti oleh
para pekerja tambang bawah permukaan, karena jika terakumulasi
dan terbakar dapat menimbulkan ledakan yang membahayakan
keselamatan jiwa para pekerja tambang. Untuk menanggulangi
bahaya tersebut dilakukan pengaliran gas metana dari dalam
tambang ke udara bebas dengan sistem pipa ventilasi dan
pemompaan udara. Dalam sejarah dunia tambang batu bara,
penggunaan lubang pemboran vertikal untuk mengalirkan gas
metana dilakukan pertama kali pada tahun 1943 di daerah tambang
batu bara Mansfield Colliery.
Pengaliran gas metana ke udara bebas dapat meningkatkan
pemanasan global akibat gas rumah kaca selain terbuangnya
potensi energi gas secara percuma. Walaupun volume emisi gas
metana 3 kali lebih kecil dari gas karbon dioksida (CO2), namun
memiliki efek gas rumah kaca 21 kali lebih besar (Seinfeld and
Pandis, 2006). Penambangan batu bara diperkirakan menyumbang
9% dari emisi gas metana yang ada di udara.
Penelitian pemanfaatan dan produksi GMB pertama kali dilakukan
oleh Amerika Serikat pada tahun 1970-an dengan lokasi pilot
project di Cekungan Black Warrior Basin Alabama. Gas metana
yang diambil dari lapisan batu bara ini dapat digunakan sebagai
energi. Eksploitasi GMB tidak merubah kualitas matrik batu bara
bahkan menguntungkan para penambang batu bara, karena lapisan
betubara tersebut menjadi aman untuk ditambang.
6
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
Dalam beberapa dekade terakhir pemanfaatan GMB telah
menjadi sumber energi yang penting di Amerika Serikat, Kanada,
dan negara-negara lain. Pada tahun 1980-an Gas Research
Institute memulai kegiatan eksplorasi GMB yang meliputi studi
sumuran, analisis keteknikan reservoir, serta perekahan buatan
reservoir (fracturing) dan aplikasi pekerjaan komplesi sumur
(well completion) sebagai upaya peningkatan kualitas reservoir.
Dari hasil studi tersebut menunjukkan bahwa GMB memiliki nilai
keekonomian sebagai sumber energi baru yang ditunjukkan dengan
meningkatnya produksi GMB. Saat ini energi yang bersumber dari
GMB telah menyumbang lebih kurang 10% suplai energi negara
Amerika Serikat.
Pada saat ini GMB telah banyak dikembangkan (umumnya
digunakan untuk menggerakkan turbin pembangkit listrik) oleh
beberapa negara seperti Amerika, Rusia, China dan Australia.
Walaupun dari energi fosil yang tidak terbaharukan, tetapi gas
metana terus terproduksi selama lapisan batu bara tersebut masih
ada. GMB merupakan sumber energi yang relatif masih baru yang
merupakan salah satu energi alternatif yang dapat diperbaharui
penggunaannya. Selain itu, GMB ini termasuk salah satu sumber
energi yang ramah lingkungan.
Berbeda dengan gas bumi konvensional yang kita kenal saat
ini, GMB berasosiasi dengan batu bara sebagai source rock
dan reservoirnya, sedangkan gas bumi yang kita kenal saat ini
berasosiasi dengan reservoir pasir, gamping maupun rekahan
batuan beku. Hal lain yang membedakan keduanya adalah cara
penambangannya, yaitu reservoir GMB harus direkayasa terlebih
dahulu sebelum gasnya dapat diproduksikan, sedangkan gas bumi
konvensional begitu dibor langsung dapat diproduksikan.
2.2. Reservoir Gas Metana Batu bara
Gas Metana Batu bara (GMB) merupakan gas hidrokarbon nonkonvesional yang bersumber dari batu bara dan tersimpan dalam
reservoir batu bara (Gambar 2.2). Reservoir GMB sangat berbeda
dengan reservoir minyak pada umumnya. GMB atau coalbed gas
adalah gas yang tersimpan karena adsorpsi dalam micropore batu
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
7
bara. Gas tersebut juga disebut dengan sweet gas karena tidak ada
kandungan H2S. GMB tersimpan dalam batuan melalui proses yang
disebut adsorption. Gas metana menempel pada micropore batu
bara (matrix). Fracture atau rekahan pada batu bara (cleats) dapat
juga berisi gas bebas atau gas yang tersaturasi oleh air. Sistem ini
disebut dengan Dual Porosity Reservoirs.
Gambar 2.2
Reservoir Gas Metana Batu bara
Karakteristik reservoir GMB memiliki perbedaan yang mendasar
dibandingkan dengan sistem gas konventional. Pada sistem GMB,
batu bara berfungsi sebagai batuan sumber (source rock) sekaligus
sebagai reservoir gas. Batu bara merupakan media berpori yang
anisotropic dan heteregenous yang dicirikan oleh adanya dua
sistem porositas yang berbeda (dual-porosity) yaitu macropores
dan micropores. Macropores yang dikenal juga sebagai cleat yang
umum dijumpai pada lapisan batu bara, sedangkan micropore atau
matrik adalah sebagai ruang simpan utama gas. Karakteristik yang
unik tersebut membuat GMB diklasifikasikan sebagai tipe sumber
gas nonkonvensional. Gambar 2.3 memperlihatkan perbedaan
antara reservoir CBM dan reservoir konvensional gas.
8
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
Reservoir CBM
Reservoiir Conventioonal Gas
Gambar 2.3
Batuan reservoir
2.3. Rekahan Batu bara
Sistem cleat adalah jejaring rekahan alami yang terbentuk pada
batu bara yang disebabkan oleh sifat kerapuhan batu bara terhadap
tekanan. Pembentukan rekahan pada batu bara dipengaruhi
oleh beberapa faktor yang meliputi proses litifikasi, dessication,
pembatu baraan dan paleotectonic stress (Close, 1993; in Ayers
Jr. 2002). Di dalam batu bara berkembang dua jenis rekahan yang
berpasangan dalam posisi orthogonal (berpotongan), yaitu face
cleat dan butt cleat (Gambar 2.4). Secara umum keduanya berarah
tegak lurus (perpendicular) terhadap bidang lapisan. Kenampakan
face cleat dicirikan oleh bidang panjang yang sejajar dan menerus
secara lateral, arah bidang tersebut sejajar dengan gaya tekanan
maksimum serta tegak lurus dengan sumbu lipatan. Sedangkan
butt cleats terbentuk kemudian sebagai akibat pelepasan gaya
sesudah terbentuknya face cleat, dengan kenampakan bidangnya
berpotongan secara tegak lurus dan menghubungkan bidang face
cleat.
Kerapatan cleat berhubungan dengan tingkat kematangan batu
bara (rank), ketebalan lapisan, komposisi maceral dan kadar abu.
Secara umum kerapatan cleat meningkat sesuai dengan tingkat
kematangan batu bara. Kerapatan cleat rata-rata dalam batu bara
dapat digolongkan menjadi 3 bagian, yaitu subbituminous (2 to
15cm), high-volatile bituminous (0.3 to 2cm), dan medium - to low Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
9
Gambar 2.4
Jenis dan Orientasi Cleat pada Batu bara
volatile bituminous (<1 cm) (Cardott, 2001). Namun kerapatan cleat
juga meningkat pada batu bara dengan ketebalan yang tipis, batu
bara yang kaya vitrinite dan batu bara dengan kandungan abu yang
rendah. Dalam pengukuran cleat selain parameter kerapatan juga
dihitung lebar bukaan (aperture) dan konektivitas masing-masing
face cleat. Pengamatan dan pengukuran cleat dalam batu bara
dilakukan dengan cara megaskopik (macro cleats) dan mikroskopik
analisis (micro cleats and micropores). Cleat memiliki pengaruh
yang besar pada permeabilitas berarah (directional permeability)
dari batu bara yang sangat penting dalam eksploitasi GMB dalam
rangka penentuan titik dan kerapatan sumur.
10
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
2.4. Produksi Gas Metana Batu bara
Gas Metana Batu bara (GMB) diproduksi dengan cara terlebih
dahulu merekayasa batu bara sebagai reservoir agar diperoleh
cukup ruang sebagai jalan keluar gas metana. Proses rekayasa
diawali dengan memproduksi air (dewatering) agar terjadi
perubahan keseimbangan mekanika. Setelah tekanan turun, gas
batu bara akan keluar dari matrik batu bara. Gas metana kemudian
mengalir melalui rekahan batu bara dan akhirnya keluar menuju
lubang sumur. Puncak produksi GMB bervariasi antara 2 minggu
sampai dengan 7 tahun. Sedangkan periode penurunan produksi
lebih lambat dari gas bumi konvensional. Produksi GMB mempunyai
multiguna antara lain dapat dijual langsung sebagai gas bumi,
dijadikan energi dan sebagai bahan baku industri.
Produksi GMB sangat dipengaruhi oleh fracture system, fracture
spacing dan fracture connection. Porositas dan permeabilitas dari
fracture menyebabkan gas terproduksi ke lubang sumur. Pada
awalnya sistem berada dalam kesetimbangan (equilibrium), pada
cleat biasanya tersaturasi oleh 100% air kemudian gas tersimpan di
dalam matrik yang airnya tidak dapat masuk ke dalamnya, kalaupun
ada biasanya di dalam matrik berupa embun 1-5% (Nikola Marinic
thesis, 2004). Jadi untuk dapat memproduksi gas, maka air harus
diproduksikan dari dalam batu bara untuk menurunkan tekanan
reservoir.
Suatu lapisan batu bara (seam) dapat dimodelkan sebagai
sebuah sistem fracture yang memiliki gas metana yang terserap
di dalam matrik batu bara tersebut, seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2.5.
Untuk memproduksikan gas metana dilakukan dengan menurunkan
tekanan pada fracture melalui proses dewatering yang menyebabkan
terjadinya proses desorbtion gas metana dari permukaan fracture
batu bara menuju ke dalam rongga fracture. Gas tersebut berasal
dari matrik batu bara yang telah ter-diffuse menuju permukaan
fracture. Selama memproduksikan gas dari dalam batu bara, ada
3 phase yang terjadi atau dilalui oleh gas metana.
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
11
Gambar 2.5
Skema Proses Keluarnya Gas Metana dari Batu bara
Perlu diketahui, kelakuan kurva produksi GMB sangatlah berbeda
dengan kurva produksi reservoir konvensional. Pada tahap awal
produksi gas sangat dipengaruhi oleh produksi air yang berada di
fracture di dalam reservoir yang juga mengontrol aliran fluida ke
dalam sumur. Air di dalam reservoir harus diproduksikan terlebih
dahulu untuk menurunkan tekanan reservoir agar terjadi perbedaan
tekanan antara matrix dan fracture. Berikut adalah kurva produksi
gas dan air yang terlihat pada Gambar 2.6.
Phase I:
dicirikan oleh laju produksi air konstan dan tekanan
reservoir mulai menurun. Selama phase ini, sumur
dalam kondisi dipompakan untuk meningkatkan laju
produksi gas. Biasanya laju gas akan meningkat,
tergantung permeabilitas relatif di sekitar lobang bor.
Phase II: dicirikan oleh negative decline atau penurunan secara
drastis laju produksi air. Pada phase ini alirannya berada
pada kondisi dinamis (selalu berubah-ubah) tergantung
dari:
• Penurunan permebilitas relatif air
• Kenaikan permeabilitas relatif gas
12
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
Gambar 2.6
Tiga Phase Kurva Produksi Air dan Gas
• Efek Outer boundary sudah mulai terasa (alirannya
Preudo steady state)
• Laju produksi gas berubah menjadi dinamis.
Phase III: dimulai pada saat kondisi aliran di dalam reservoir
mulai stabil, sumur telah mencapai peak gas rate, dan
produksi gas menunjukkan tren penurunan (decline).
Selama phase ini produksi air rendah dan permeabilitas
air dan gas berubah menjadi kecil, alirannya tetap
Preudo steady state.
Sumur GMB mempunyai karakteristik yang hampir sama dengan
sumur migas maupun geothermal. Karakteristik itu meliputi sumuran
dan komplesinya maupun model produksinya. Kebanyakan
sumur-sumur GMB di dunia mempunyai kedalaman yang dangkal,
namun ada juga yang mempunyai kedalaman di atas 4.000 ft.
Biasanya lapisan batu bara terdapat di kedalaman kurang dari
4.000 ft, sehingga pengeboran untuk sumur-sumur GMB relatif
lebih mudah.
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
13
Gambar 2.7
Diagram Sumur GMB
Secara umum tipe dan model sumur serta komplesi sumur
GMB sama saja dengan sumur migas seperti pada Gambar 2.7.
Perbedaan mendasar sumur GMB hanyalah pada reservoir.
Untuk bottom hole equipmentnya hampir sama, hanya mungkin
spesifikasinya yang agak berbeda tergantung dari sifat fisik dan
kimia fluida air.
Setelah sumur GMB dibor dan diselesaikan dengan komplesi
sumur, langkah selanjutnya adalah memproduksikan GMB dari
sumur tersebut. Untuk memproduksikan GMB, diperlukan teknik
produksi yang khas dan persyaratan tertentu. Syarat-syarat tersebut
adalah:
1. Umumnya mempunyai kandungan gas yang tinggi, yakni dalam
kisaran 15 - 30 m3
2. Mempunyai permeabilitas yang bagus, umumnya dalam kisaran
30 - 50 mD
3. Dangkal, coal seams biasanya mempunyai kedalaman kurang
dari 1.000 m atau 4.000 ft. Tekanan pada lapisan yang lebih
dalam biasanya terlalu tinggi untuk dapat membuat gas
14
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
mengalir sekalipun seam telah selesai diproduksi airnya. Karena
tekanan tinggi menyebabkan struktur cleat menutup sehingga
menyebabkan permeabilitas turun
4. Coal Rank, umumnya proyek pengembangan GMB diproduksi
dari batu bara bituminous, akan tetapi tidak tertutup kemungkinan
untuk memproduksi gas dari batu bara anthracite.
2.5. Kandungan Gas dalam Batu bara
Gas metana yang terbentuk pada lapisan batu bara merupakan
hasil proses pembatu baraan yang terjadi akibat adanya aktivitas
geologi berupa tekanan pembebanan (burial pressure) dan pemanasan oleh gradient temperature serta diperkuat oleh adanya aliran
panas dari aktivitas vulkanisme yang mengubah materi sellulosa
menjadi batu bara. Volume metana yang terbentuk dalam batu
bara akan meningkat sesuai dengan tingkat kematangannya (coal
rank). Nilai kematangan tersebut tercermin dari nilai pengukuran
Relectance Virinite (Ro) dan nilai kalori batu bara.
Secara umum ada 3 tipe gas metana, yaitu tipe thermogenic,
biogenic dan campuran keduanya. Kedua tipe tersebut dapat
dihasilkan dalam proses pembatu baraan. Secondary biogenic
methane kemungkinan juga terbentuk sebagai akibat hasil reaksi
aktivitas bakteri pada air tanah dalam cleat dengan batu bara
tingkat rendah (low-rank coal). Gas yang terbentuk kemudian
tersimpan dalam batu bara dengan beberapa cara sesuai dengan
karakteristiknya (Yee et al., 1993, in Montgomery, 1999) yaitu:
1) Sebagai gas bebas terbatas (limited free gas) yang tersimpan
pada batu bara di dalam mikroporositas dan cleats,
2) sebagai gas larut dalam air yang terkandung dalam batu
bara,
3) sebagai gas serapan dan terikat secara molekuler pada partikel
batu bara,
4) mikroporositas, dan permukaan cleat,
5) sebagai gas serapan dalam struktur molekul batu bara.
Batu bara mempunyai kemampuan menampung gas lebih besar
3 - 4 kali dari pada reservoir konvensional. Hal tersebut disebabkan
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
15
karena batu bara mempunyai luas permukaan yang besar, yaitu
2.150 - 3.150 ft2/gr. Gas yang tersimpan pada batu bara teradsorbsi
pada luasan permukaan molekul batu bara dan pada cleat batu
bara. Kandungan gas pada batu bara merupakan volume gas
yang tersimpan dalam batu bara untuk tiap satuan massa batu
bara. Kandungan gas analogi dengan saturasi gas pada reservoir
gas konvensional yang terimplementasi pada rumus perhitungan
volume gas. Gas yang terkandung dalam batu bara merupakan
hasil dari coalification dan merupakan fungsi dari rank batu bara
yang diilustrasikan pada Gambar 2.8 yang menunjukkan bahwa
rank batu bara bituminous merupakan rank batu bara yang paling
tinggi volume pembentukan gasnya.
Ilustrasi transportasi gas pada reservoir GMB ditunjukkan pada
Gambar 2.9 yang dimulai terlepasnya gas dari permukaan dengan
kondisi terserap pada partikel batu bara akibat terjadinya penurunan
tekanan kemudian berdifusi pada pori mikro dan diteruskan dengan
aliran laminer pada sistem cleat.
Gambar 2.8
Volume Gas pada Batu bara sebagai fungsi dari Rank Batu bara
16
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
Gambar 2.9
Mekanisme Aliran Gas pada Reservoir GMB
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
17
18
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
BAB 3
PENGEMBANGAN GAS METANA BATU BARA
3.1. Eksplorasi Gas Metana Batu bara
Eksplorasi Gas Metana Batu bara (GMB) adalah kegiatan yang
bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi geologi
untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan GMB.
Pada tahap awal kegiatan eksplorasi GMB adalah mendeliniasi
keberadaan batu bara berdasarkan data yang sudah ada seperti
peta geologi regional. Ada beberapa tahapan dalam kegiatan
eksplorasi GMB, yaitu:
• Tahap 1: Studi Geologi dan Geofisika
• Tahap 2: Pengeboran Eksplorasi
• Tahap 3: Pilot or Feasibility Drilling
• Tahap 4: Pilot Production Testing
• Tahap 5: Pengembangan Produksi Komersial.
Studi Geologi dan Geofisika
Pengetahuan mengenai cekungan batu bara sangat diperlukan
untuk mendeliniasi wilayah yang memiliki prospek GMB. Indonesia
memiliki banyak cekungan yang mengandung batu bara, namun
tidak setiap cekungan tersebut memiliki prospek yang bagus
untuk pengembangan GMB. Deliniasi kemungkinan prospek GMB
dilakukan dengan mengkaji beberapa aspek di antaranya luas
daerah endapan batu bara, ketebalan, kedalaman lapisan dan
karakter mikroskopis batu bara.
Selain kajian geologi untuk mengetahui penyebaran batu bara dapat
digunakan juga penelitian geofisika bawah permukaan berupa
interpretasi data seismik untuk memetakan struktur batu bara
dan distribusi ketebalan secara lateral. Pada penelitian geofisika
menggunakan data atribut seismik analisis untuk mengetahui
distribusi ketebalan (isopach map). Kegiatan tersebut merupakan
langkah awal untuk eksplorasi GMB yang lebih terarah.
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
19
Pengeboran Eksplorasi
Dari kajian geologi dan geofisika dapat dihasilkan lokasi sweetness
untuk menentukan titik pemboran. Kegiatan pengeboran dilakukan
untuk mengetahui data-data parameter reservoir dan karakter batu
bara di wilayah pengembangan GMB. Kegiatan yang dilakukan
pada tahap ini antara lain pengumpulan inti bor, pengukuran
kandungan gas in place, serta analisis karakter batu bara baik
megaskopis maupun mikroskopis (laboratory analysis). Dari hasil
pengeboran eksplorasi dapat diketahui permeabilitas reservoir, gas
compressibility factor, desorbtion-isotherm, initial water saturation
dan ketebalan net batu bara.
Pilot or Feasibility Drilling
Berdasarkan hasil analisis parameter reservoir dan karakter batu
bara dapat dilanjutkan pemboran 4 - 5 sumur dalam pola drainage
untuk melakukan uji produksi lanjutan. Kegiatan ini dimaksudkan
untuk menentukan potensi produksi gas.
Pilot Production Testing
Pada tahap production testing dilakukan pemboran yang lebih
banyak dibandingan dengan tahap feasibility drilling. Pada awalnya,
10-25 sumur dibuat di sekitar feasibility project dengan beberapa
fasilitas sementara untuk mengevaluasi aspek komersil dan
optimalisasi spasi antar sumur.
Pengembangan produksi komersial
Tahapan terakhir adalah pengembangan produksi secara komersial,
pada tahap ini dilakukan produksi komersial dengan fasilitas
yang permanen. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah
melakukan pengeboran 4 - 8 sumur per 1 mil2 di daerah prospek.
Setidaknya diperlukan 3 - 5 tahun sejak pengeboran sumur evaluasi
pertama sampai dengan produksi dengan kemungkinan project
dapat diterminasi pada setiap tahapannya tergantung pada hasil
setiap tahapan tersebut. Gambaran mengenai kerapatan titik
informasi (bor) untuk setiap tahapan eksplorasi dapat dilihat pada
Gambar 3.1.
20
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
Gambar 3.1
Kerapatan Titik Sumur pada Setiap Tahapan Pengembangan GMB
3.2. Perhitungan Cadangan Gas Metana Batu bara
Beberapa parameter yang diperlukan untuk perhitungan cadangan
GMB adalah sebagai berikut:
Gas Content
Kandungan gas dalam lapisan batu bara merupakan data yang
sangat penting untuk mengetahui potensi GMB di suatu wilayah.
Pengukuran kandungan gas dilakukan untuk mengetahui jumlah
kandungan gas yang dilepaskan dari batu bara pada waktu tertentu.
Terdapat 2 metode pengukuran, yaitu pengukuran langsung
(direct method) dan pengukuran tidak langsung (indirect method).
Pengukuran langsung dilakukan di lapangan dengan memasukkan
contoh batu bara ke dalam canister, yaitu alat berbentuk silinder
terbuat dari bahan stainless yang betul-betul kedap udara, dengan
panjang dan diameter canister dibuat sesuai kebutuhan.
Penghitungan kandungan gas dan pengukuran langsung mencakup
Lost Gas (Qi), Measured Gas (Q2) dan Crushed Sample (Q3).
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
21
Measured Gas (Q2) adalah pengukuran gas yang dilakukan secara
periodik. Lost Gas (Qi) merupakan hasil ekstrapolasi pengukuran
awal Q2 dengan menggunakan persamaan regresi linear (Gambar
3.2). Sedangkan Q3 diukur setelah contoh batu bara tersebut
selesai dengan pengukuran Q2 kemudian dihancurkan (crushing)
dan dicatat jumlah gas yang keluar setelah dthancurkan. Kandungan
Gas in Place merupakan penjumlahan Q1 dan Q2.
Gambar 3.2
Bagan Pengukuran Kandungan Gas Metana
Permeability-pore prossure
Permeability test dapat dilakukan di lapangan ataupun di
laboratorium. Pengujian lapangan menggunakan packer test (IFO
Test) yang dilakukan dengan menginjeksikan air pada lapisan batu
bara dalam lubang bor untuk mengetahui sifat kelulusan fluida pada
lapisan batu bara. Permeability itu memegang peran penting dalam
produksi GMB karena akan menentukan kemampuan kandungan
gas yang dapat dikeluarkan dari lapisan batu bara.
22
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
Komposisi gas
Analisis komposisi gas (Gas Composition) dilakukan untuk
mengetahui komposisi gas batu bara secara kuantitatif. Komposisi
gas dalam batu bara dapat terdiri dari beberapa fraksi, yaitu metana
(CH4), etana (C2H6), nitrogen (N2), carbon monoksida (CO) serta
oksigen (O2). Potensi gas metana dalam batu bara akan bernilai
ekonomis apabila kandungan metana dalam batu bara setidaknya
lebih dari 80% dibandingkan dengan fraksi lainnnya.
Analisis desorbtion-isotherm
Fast desorpt dilakukan dengan cara menghancurkan contoh batu
bara di dalam canister (crushing) dan mengukur kandungan gas
yang dipaksakan terlepas dari batu bara. Pengukuran ini dilakukan
dengan asumsi bahwa gas dalam batu bara bersifat sangat reaktif
sehingga perlu dilakukan pengukuran secara cepat. Metode ini
biasa diterapkan untuk kepentingan bisnis yang memerlukan hasil
yang cepat.
Pengukuran tidak langsung dilakukan sebagai upaya mengukur
kandungan gas batu bara dengan cara simulasi laboratorium.
Pengukuran ini disebut juga Isotherm Analysis. Simulasi
laboratorium ini dilakukan untuk mengetahui kapasitas serapan gas
metana pada batu bara dengan cara menginjeksikan gas metana
pada kondisi tekanan tertentu serta temperatur yang dikondisikan
sama dengan temperatur air formasi.
Permeability test dapat dilakukan di lapangan ataupun di
laboratorium. Pengujian lapangan menggunakan packer test yang
dilakukan dengan menginjeksikan air pada lapisan batu bara
dalam lubang bor untuk mengetahui sifat kelulusan fluida pada
lapisan batu bara. Permeability itu memegang peran penting dalam
produksi GMB karena akan menentukan kemampuan kandungan
gas yang dapat dikeluarkan dari lapisan batu bara.
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
23
24
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
BAB 4
PENGEMBANGAN GAS METANA
BATU BARA DI BEBERAPA NEGARA
4.1. Kanada
Kemunculan GMB di Kanada baru dimulai setelah 20 tahun masa
eksplorasi, testing, dan trial production. Menurut Canadian Society
of Unconventional Gas (CSUG), lebih dari 3.000 sumur GMB telah
dibor sepanjang tahun 2005 dan 3.500 sumur lainnya dibor pada
2006 dengan produksi diperkirakan mencapai 700 mmcfd pada
tahun 2007. EIA baru-baru ini mengutip bahwa produksi GMB
Kanada rata-rata diperkirakan mencapai lebih dari 1.400 mmcfd
pada tahun 2010.
Potensi dan aktivitas GMB Kanada saat ini paling banyak berada di
negara bagian Alberta, yang diperkirakan cadangannya mencapai
700 tcf (put in-place). Adanya tambahan 90 tcf diharapkan berada
di negara bagian British Columbia; dan recovery atas cadangan
tersebut paling banyak terdapat di negara bagian Alberta, yaitu
75 tcf.
Produksi GMB non komersial telah dilakukan di negara bagian
British Columbia yang mulai produksi komersial pada tahun
2002 dan telah mempunyai satu proyek GMB. British Columbia
mempunyai cadangan GMB (Projected In Place) terbesar kedua
di Kanada yang diperkirakan mencapai 90 tcf. Melonjaknya harga
minyak membuat pemerintah Kanada lebih fokus pada usaha
pencarian sumber GMB yang baru dan pengembangannya.
Dukungan pemerintah Kanada dalam pengembangan GMB terlihat
dengan diambilnya langkah-langkah untuk mendorong proses
eksplorasi (testing), di antaranya melalui:
1. Tingkat royalti/regime tax credit yang atraktif pada permohonan
konsesi untuk sumur-sumur GMB;
2. Revisi Undang-undang mengenai sumur uji yang memungkinkan
pengujian GMB lebih fleksibel;
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
25
3. Review mengenai peraturan minyak dan gas untuk
menyederhanakan perizinan dan persyaratan operasi;
4. Regulasi yang lebih fleksibel bagi pembuangan air yang
dihasilkan dari proses dewatering.
Manfaat utama adanya eksplorasi dan produksi GMB yang diterima
negara bagian antara lain:
1. Penerimaan dari hak penjualan gas bumi, bonus dari kontrak
harga yang dibayar untuk lisensi pengeboran dan sewa tanah
memberikan pendapatan besar bagi negara bagian.
2. Royalti produksi atas penjualan GMB. Tunjangan produksi
untuk GMB akan menghambat pendapatan dari royalti
selama beberapa tahun pertama proyek. Setelahnya, royalti
produksi mulai akan dibayar berdasarkan perhitungan untuk
setiap proyek. Kementerian Energi dan Pertambangan telah
mengembangkan perkiraan angka rata-rata royalti dengan
mempertimbangkan semua potongan dan kredit dengan nilai
berkisar antara 10 - 12% dari penjualan harga gas.
4.2. Amerika Serikat
Pada tahun 1994, West Virginia telah mengadopsi sebuah kebijakan
GMB untuk menjadi pedoman hukum dalam pengembangannya.
Pada saat ini produksi GMB merupakan sumber gas terbesar di
West Virginia, yaitu sebesar 66% dari produksi gas total.
Kongres Amerika Serikat menggunakan perundang-undangan
Virginia sebagai dasar bagi undang-undang GMB pada National
Energy Policy Act (EPACT) tahun 1992. Pemerintah Federal
dibatasi oleh EPACT Section 1339, dengan judul Kepemilikan
GMB, untuk Affected States dimana pemerintah Amerika Serikat
memiliki sejumlah besar sumber daya batu bara atau GMB.
EPACT menunjuk Illinois, Indiana, Kentucky, Ohio, Pennsylvania,
Tennessee, dan West Virginia sebagai Affected States.
EPACT mengizinkan negara-negara bagian tersebut untuk
mengembangkan regulasi GMB selama 3 tahun di daerahnya.
Sebaliknya, ketentuan GMB dari Hukum Federal menjadi efektif
di Affected States. Jadi, EPACT membuat sebuah program default
26
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
undang-undang GMB yang dibentuk negara. Pada tahun 1995,
Indiana, Ohio, dan Pennsylvania menggunakan opsi ketentuan
untuk meminta penghapusan mereka dari daftar Affected States
sebelum pemerintah Federal menerapkan hukum tersebut.
Pedoman hukum GMB menciptakan kerangka hukum untuk
pengembangan GMB sehingga memberikan dasar jalur hukum
bagi para pengembang. Adanya ketentuan dari jarak sumur,
perlindungan dari pengoperasian batu bara, aspek keselamatan
tambang batu bara, perlindungan lingkungan, dan juga well plugging
menunjukkan bahwa recovery mineral secara teknis dan masalah
sumber daya merupakan hal yang penting dalam pengembangan
GMB.
4.3. Cina
Sebagai produsen batu bara terbesar di dunia, Cina mempunyai
cadangan GMB yang diperkirakan mencapai 1.000 tcf. Pemerintah
Cina telah menetapkan target optimistik untuk meningkatkan
produksi GMB dari 1 miliar meters (bcm) - 10 bcm pada tahun
2015. Cina mempunyai beberapa proyek GMB yang sudah dalam
tahap produksi (dengan lebih dari 2.000 sumur) dan berencana
untuk membangun dua pipa dengan panjang hampir mencapai
1.400 km untuk mengangkut GMB ke pasar di bagian timur negara
Cina. Cina United Coalbed Methane Corporation (CUCBM) telah
bekerja sama (joint venture) dengan perusahaan asing di 27 blok
GMB, sehingga diharapkan keterlibatan pihak asing pada sektor
GMB di negara Cina akan meningkat.
Pemerintah Cina menyusun peraturan GMB sejak akhir tahun 1990an dengan tujuan mendorong pengembangan sumber daya GMB
Cina. CUCBM didirikan pada tahun 1996 dan awalnya memiliki hak
monopoli untuk melakukan semua proyek GMB yang melibatkan
kolaborasi pihak asing. Monopoli ini berakhir pada tahun 2007.
Saat ini belum ada perusahaan Cina lainnya yang telah mengambil
hak untuk menjadi “perusahaan yang ditunjuk” dengan hak yang
sama seperti CUCBM, meskipun PetroChina diharapkan untuk
melakukannya tahun ini.
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
27
Apabila terdapat entitas asing yang terlibat, proses pengembangan
GMB di Cina memerlukan mitra kerja untuk melakukan survei
sumber daya dan membuat pengajuan kepada Ministry of Land and
Resources untuk mandapatkan hak eksplorasi mineral dan Ministry
of Commerce untuk mandapatkan hak pembukaan lahan. CUCBM
(atau perusahaan lainnya yang ditunjuk) akan masuk ke dalam PSC
dengan entitas asing. Term utama dari PSC Cina meliputi:
1. Eksplorasi dan risiko pembangunan ditanggung pihak entitas
asing;
2. Pemerintah Cina memiliki sekurangnya 30% participating
interest;
3. Secara umum cost recovery 70% masih diperbolehkan;
4. Royalti tidak lebih besar dari 3% dari pendapatan tahunan,
dan
5. Pembagian (split) produksi dapat dinegosiasikan.
Pemerintah Cina menawarkan sejumlah insentif fiskal untuk
mendorong keterlibatan asing dalam pengembangan GMB
misalnya pembebasan pajak barang impor; terdapat tax holiday
(tidak dikenai pajak) selama 2 tahun, dan pajak pertambahan nilai
sebesar 5% setelah dimulainya produksi gas. Selain itu, harga GMB
di Cina juga tidak ditetapkan oleh negara.
4.4. India
India memiliki cadangan batu bara yang besar dan diperkirakan
memiliki cadangan GMB sebesar 300 tcf. Saat ini terdapat 1 proyek
GMB yang sudah beroperasi di India, yaitu di wilayah Bengal Barat.
Di antara tahun 2001 dan 2006, pemerintah India menawarkan
26 blok GMB yang prospektif untuk dieksplorasi, yang kemudian
diberikan kepada Reliance Industries, Essar Oil dan ONGC. Luas
blok tersebut mencapai 14.000 km2 dan diperkirakan mengandung
50 tcf GMB. Puncak produksi blok ini diperkirakan mencapai 1.400
mmcfd; sehingga menarik minat sejumlah perusahaan asing untuk
sektor GMB di India.
Otoritas regulasi pemerintah untuk GMB di India adalah Ministry
of Petroleum and Natural Gas dan The Directorate General of
28
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
Hydrocarbons. Pemerintah India mengeluarkan kebijakan GMB pada
tahun 1997 dalam rangka mengatur dan mendorong pengembangan
GMB. Kebijakan tersebut menyatakan pengembangan GMB harus
melalui proses tender terbuka, baik untuk perusahaan nasional
maupun kontraktor asing untuk area potensi GMB yang belum
dilakukan penambangan batu bara. Sedangkan untuk potensi
GMB yang sudah terdapat penambangan batu bara, maka hak
khusus pengembangan GMB terlebih dahulu diberikan kepada
para perusahaan penambang batu bara.
Pemerintah India mengeluarkan regulasi GMB pada bulan Juli 1997.
Perjanjian Kerja Sama GMB harus memasukkan pihak-pihak yang
terlibat, seperti pemerintah India dan para kontraktor/pengembang
dengan butir-butir utama isi perjanjian sebagai berikut:
• Royalti yang dibayarkan kepada pemerintah India adalah sebesar
10%;
• Produksi dan pembayaran seperti yang tertera dalam kontrak;
• Bonus komersial yang dibayarkan pada Declaration of
Commerciality;
• Cost recovery sebesar 100%;
• Kebebasan untuk menjual dengan harga pasar di pasar
domestik yang telah ditentukan (tetapi bila ada kelebihan gas
dari permintaan domestik, maka dapat dijual di luar India), dan
• Pajak penghasilan 35% untuk perusahaan India dan 48% untuk
perusahaan asing.
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
29
30
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
BAB 5
PENGEMBANGAN GAS METANA BATU BARA
DI INDONESIA
Indonesia memiliki potensi Gas Metana Batu bara (GMB) yang signifikan
dengan perkiraan cadangan mencapai 450 tcf (Gambar 5.1). Potensi
tersebut terutama tersebar di daerah Sumatera dan Kalimantan.
Besarnya perkiraan cadangan GMB di Indonesia telah mendorong
beberapa pihak terkait untuk melakukan kegiatan pengembangan
sebagai bahan bakar alternatif. Terkait hal tersebut pemerintah
telah mendorong pelaksanaan pilot project GMB di Indonesia. Pilot
Project GMB di Lapangan Rambutan, Pendopo, Sumatera Selatan
merupakan kerja sama antara Badan Litbang ESDM yang diwakili
oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknolgi Minyak dan Gas
Bumi “LEMIGAS” dengan Medco Eksplorasi dan Produksi Indonesia
(MEPI).
Gambar 5.1
Potensi Cadangan GMB di Indonesia
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
31
Pilot Project GMB Rambutan merupakan pilot project GMB pertama
di Indonesia yang bertujuan untuk meyakinkan kepada investor
dan membuktikan bahwa GMB di Indonesia memiliki prospek untuk
dikembangkan. Proyek penelitian ini dimulai sejak tahun 2004, dan
sampai dengan tahun 2008 telah dilakukan pengeboran sebanyak 5
sumur percontoh dengan pola five spot. Pilot project GMB Rambutan
merupakan Pilot GMB pertama yang menghasilkan gas metana batu
bara pada tahun 2008 dan pemanfaatan gas metana terproduksi untuk
listrik pada tahun 2011.
5.1 Kajian Potensi GMB Cekungan Sumatera Selatan
Pulau Sumatera yang terletak di Indonesia bagian barat terdiri dari
3 blok basin back arc yaitu, Basin Sumatera Utara, Basin Sumatera
Tengah dan Basin Sumatera Selatan. Basin-basin tersebut
berorientasi barat laut – tenggara, dibatasi oleh Bukit Barisan di
barat daya dan Selat Malaka, di sebelah timur laut dan timur oleh
Selat Karimata dan Laut Jawa.
Singkapan batuan Tersier banyak dijumpai di Pulau Sumatera,
tapi ada juga beberapa blok batuan berumur pre Tertiary, yaitu di
Bukit Tigapuluh, Bukit Duabelas. Penampakan di Bukit Barisan
adalah batuan metamorf dan batuan beku dengan umur Paleozoic
dan Mesozoic, batuan Tersier dan deposit vulkanik. Gambar 5.2
memperlihatkan Peta Geologi Regional Sumatera Selatan.
Menurut Sukendar Asikin (1988), fisiografi Sumatera bagian Selatan
dibagi menjadi 4 bagian, yaitu:
1. Cekungan Sumatera Selatan
2. Bukit Barisan dan Tinggian Lampung
3. Cekungan Bengkulu, yaitu meliputi lepas pantai Sumatera
4. Rangkaian kepulauan di sebelah barat pulau Sumatera.
Cekungan Sumatera Selatan merupakan bagian dari cekungan
Sumatera Timur (De Coster, 1974 dalam M. Irlan, 1994) yang
dipisahkan dari cekungan Sumatera Tengah oleh Tinggian Asahan
(Pegunungan Tigapuluh) di barat laut membentang ke selatan dan
dibatasi oleh Pegunungan Bukit Barisan dan Daratan Pra-Tersier
di sebelah timur lautnya.
32
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
Gambar 5.2
Peta Geologi Sumatera Selatan
Gambar 5.3
Peta Fisiografi Cekungan Sumatera Selatan
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
33
Cekungan Sumatera Selatan dapat dibagi menjadi 3 sub-cekungan,
yaitu Sub-Cekungan Jambi, Sub-Cekungan Palembang Tengah
dan Sub-Cekungan Palembang Selatan (Gambar 5.3).
Sub-cekungan Palembang Selatan merupakan bagian selatan
dari cekungan Sumatera Selatan, di utara berbatasan dengan
Sub-cekungan Palembang Tengah, di timur berbatasan dengan
Paparan Sunda di selatan berbatasan dengan Tinggian Lampung
dan di barat berbatasan dengan Pegunungan Barisan, dan bentuk
cekungan ini hampir membulat (Sub-circle).
Menurut Pulunggono (1986), lipatan-lipatan di Sumatera Selatan
dapat dikelompokkan menjadi 3 antiklinorium besar, yaitu
Antiklinorium Muaraenim, Antiklinorium Pendopo-Limau, dan
Antiklinorium Palembang Utara. Antiklinorium Muarenim terdapat
di Sub-cekungan Palembang Selatan, dengan arah barat lauttenggara sampai barat-timur, ditempati oleh Formasi Muaraenim
yang kaya akan lapisan-lapisan batu bara. Sedangkan Antiklinorium
Pendopo-Limau termasuk ke dalam Sub-cekungan Palembang
Selatan dan Sub-cekungan Palembang Tengah dengan arah barat
laut-tenggara (Gambar 5.4).
Cekungan Sumatera Selatan terbentuk sebagai akibat hasil tektonik
yang berkaitan erat dengan aktivitas penunjaman, lempeng IndiaAustralia, yang bergerak ke arah utara hingga timur laut terhadap
lempeng Eurasia yang relatif diam. Beberapa lempeng kecil
(micro-plate) yang berada di antara Zona interaksi tersebut turut
bergerak dan menghasilkan Zona konvergensi dalam berbagai
bentuk dan arah. Penunjaman lempeng India-Australia tersebut
mempengaruhi keadaan batuan, morfologi, tektonik dan struktur di
Sumatera Selatan. Tumbukan tektonik lempeng di Pulau Sumatera
menghasilkan jalur busur depan, magmatik, dan busur belakang.
Ketebalan batuan sedimen di cekungan Sumatera Selatan ini
diperkirakan sekitar 6.000 meter, pada umumnya diendapkan
secara tidak selaras di atas batuan pra-tersier. Satuan batuan
pengisi cekungan ini kemudian mengalami proses tektonik
yang mengakibatkan terjadinya pengangkatan, perlipatan dan
pensesaran. Sedimentasi dalam cekungan Sumatera Selatan ini
34
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
terjadi pada zaman tersier dan mengalami perlipatan pada Tersier
Akhir (Koesoemadinata, 1978).
Gambar 5.4
Peta Struktur Regional Sumatera Selatan
(Hutchinson, 1996; Williams and others, 1995;
Moulds, 1989; an Bemmelen, 1949)
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
35
Cekungan Sumatera Selatan terbentuk dari hasil penurunan
(depression) yang dikelilingi oleh tinggian-tinggian batuan pratersier. Pengangkatan pegunungan Barisan terjadi di akhir Kapur
disertai terjadinya sesar-sesar bongkah (block faulting) yang
mempengaruhi proses sedimentasi dan terbentuknya unit batuan.
Cekungan Sumatera Selatan telah mengalami tiga kali proses
orogenesis, yaitu yang pertama adalah pada Mesozoikum Tengah,
kedua pada Kapur Akhir sampai Tersier Awal dan yang ketiga pada
Plio-Plistosen. Orogenesis Plio-Plistosen menghasilkan kondisi
struktur geologi seperti terlihat pada saat ini.
Tektonik dan struktur geologi daerah cekungan Sumatera Selatan
dapat dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu zona sesar Semangko,
zona perlipatan yang berarah barat laut-tenggara dan zona sesarsesar yang berhubungan erat dengan perlipatan serta sesar-sesar
pra-tersier yang mengalami peremajaan. Secara struktur regional
dijumpai adanya Pendopo-Limau Antiklinorium yang memperlihatkan
arah sumbu umum yang berarah barat laut-tenggara.
Lapangan GMB adalah salah satu struktur closure yang dibentuk
oleh dorongan patahan sebagai akibat dari bagian ketiga tektonik.
Pada bagian pertama tektonik, struktur ini patahan normal, untuk itu
lapangan GMB merupakan hasil dari perubahan struktur (Harding,
1983).
Stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan
Stratigrafi cekungan Sumatera Selatan dari bawah ke atas disusun
dimulai dari terbentuknya batuan tertua di cekungan Sumatera
Selatan berupa batuan alas yang berumur pra-tersier, terdiri dari
batuan beku dan batuan ubahan derajat rendah. Batuan alas
tersebut ditutupi secara tidak selaras oleh Formasi Lahat yang
berumur Eocene-Oligocene yang terdiri dari tuff yang berwarna
kemerahan dan keunguan, lempung tufaan, andesit, breksi dan
konglomerat.
Berikutnya Formasi Lahat ditutupi secara tidak selaras oleh Formasi
Talangakar yang berumur Oligosen-Miosen yang terdiri dari Batu
pasir berukuran sedang sampai kasar dan lapisan batu bara di
bagian bawahnya, dan serpih abu-abu gampingan dan batu bara
36
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
di bagian atasnya. Batu bara pada Formasi ini memiliki derajat
kematangan bituminous, terletak cukup dalam dan tidak terlalu
tebal. Formasi Talangakar diendapkan pada lingkungan Terrestrial
sampai lingkungan Paralic. Formasi Talangakar ditutupi secara
selaras oleh Formasi Baturaja yang terdiri dari serpih karbonat
dan Batu gamping.
Formasi Baturaja ditutupi secara selaras atau menjemari dengan
lapisan batuan Formasi Gumai yang disusun oleh batuan napal,
batu lempung, serpih, dan serpih lanauan, dan sedikit lapisan tipis
batu gamping dan batu pasir, yang diendapkan pada lingkungan
laut terbuka yang lebih dalam. Formasi Gumai ditutupi secara
selaras oleh batuan Formasi Air Benakat yang diendapkan pada
lingkungan littoral sampai laut dangkal, yang terdiri dari Batu pasir
dan lempung napalan, glaukonitan dan karbonatan. Pengendapan
Formasi Talangakar sampai Formasi Air Benakat diendapkan
selama waktu Oligo-Miosen.
Formasi yang kaya batu bara diperoleh pada Formasi Muaraenim
yang berumur Miosen Akhir – Pliosen, yang secara selaras
menutupi Formasi Air Benakat (Shell 1978) seperti ditunjukkan
oleh Gambar 5.5, Formasi ini dinamakan juga Formasi Palembang
Tengah (Decoster 1974).
Berikut pembahasan Formasi Muaraenim dengan lapisan batu bara
sebagai obyek penelitian GMB termasuk dalam formasi batuan ini.
Formasi Muaraenim terletak selaras di atas Formasi Air Benakat
yang litologinya terdiri dari batu pasir, batu lanau, batu lempung dan
batu bara. Lingkungan pengendapan formasi ini adalah paparan
delta-laguna. Ketebalan batuan pada formasi ini bervariasi antara
200 – 800 meter, umur Miosen Akhir sampai Pliosen dan kaya akan
batu bara. Endapan batuan antar lapisan batu bara menunjukkan
adanya pengaruh lingkungan laut, tetapi tidak ditemukan adanya
fosil foraminifera, kecuali fosil-fosil keluarga Lamelibranchiata/
pelycypoda yang dijumpai di beberapa tempat.
Dapat teridentifikasi bahwa di dalam Formasi Muaraenim terdapat
paling tidak 12 lapisan batu bara utama, dari bawah ke atas yaitu
lapisan batu bara Kladi, Merapi, Petai (C), Suban (B), Mangus (A),
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
37
Gambar 5.5
Stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan (Shell Team 1978)
Burung, Benuang, Kebon, Benakat/Jelawatan, Lematang, Niru.
Pengendapan batu bara di formasi ini dipengaruhi saat susut laut
pada peristiwa perubahan muka air laut yang terjadi pada kala
Miosen (Taupitz, 1987, Pujobroto, 1996).
Berdasarkan fasiesnya, Shell Mijnbouw (1978) membagi Formasi
Muaraenim menjadi 4 unit (Gambar 5.6), yaitu:
38
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
Gambar 5.6
Stratigrafi Daerah Muaraenim dan Sekitarnya (Sojitz, 2007)
• Unit M1 merupakan bagian paling bawah dari Formasi batu
bara Muaraenim, dibatasi bagian bawahnya oleh lapisan batu
bara Kladi dan Petai di bagian paling atas, dengan ketebalan
keseluruhan 170 - 210 meter, terdiri dari batu pasir halus berwarna
abu-abu terang, lanau-batu pasir lanauan berwarna abu-abu,
batu pasir masif abu-abu kebiruan, batu pasir halus berwarna
abu-abu, dan lanau abu-abu gelap. Banyak juga ditemukan
lensa-lensa napal dalam runutan batuan, serta didapatkan 2
lapisan batu bara dalam unit ini, yang berkembang secara tidak
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
39
teratur, yaitu lapisan Merapi dan Kladi dengan ketebalan berkiar
1 - 8 meter.
• Unit M2, pada runtunan batuan unit ini dijumpai 3 lapisan batu
bara yaitu Petai, Suban dan Mangus. Lapisan Mangus ini berada
di bagian atas unit M2 dan berbatasan dengan unit M3 di atasnya,
dicirikan oleh sisipan batu lempung tufaan dengan kandungan
biotit, sedang batas bawahnya adalah lapisan Petai. Litologinya
terdiri dari perselingan batu lanau berwarna keabu-abuan,
laminasi batu lanau berwarna abu-abu gelap, dan sisipan tipis
batu bara, mengandung sedikit sideritik napal, setempat lapisan
batu bara mengalami splitting.
• Unit M3 terdapat 2 lapisan utama, yaitu Lapisan Burung dan
Lapisan Binuang. Batas atas adalah Lapisan Kebon (Unit M4)
dan batas bawah adalah Lapisan Mangus (Unit M2). Litologi
terdiri dari batu pasir halus sampai kasar berwarna abu-abu
keputihan dan bersifat tufaan, berselingan dengan batu lanau
abu-abu, batu lempung dan sisipan batu bara, penyebaran batu
bara secara lateral umumnya buruk.
• Unit M4 adalah runtunan batuan di antara bagian bawah Lapisan
Enim dan dasar dari Formasi Kasai, dengan total ketebalan
berkisar 124 - 185 meter. Lapisan batu bara Enim memiliki
ketebalan sekitar 10 - 20 meter dan memiliki penyebaran yang
luas. Lapisan batu bara ini umumnya berupa satu lapisan dengan
pengotoran bercirikan adanya fragmen resin yang cukup banyak.
Lapisan antara Enim seam dan Jelawatan seam umumnya
terdiri dari perselingan dari batu pasir abu-abu terang dan batu
lanau yang berwarna abu-abu gelap sampai abu-abu, dengan
sebagian berupa materi tufaan dan 3 – 5 lapisan batu bara
dengan ketebalan kurang dari 3 m, setempat dengan penerusan
lapisan yang buruk.
5.2. Pilot Project Sumur GMB Lapangan Rambutan
Dari hasil kajian potensi GMB, cekungan Sumatera Selatan
diperkirakan memiliki cadangan sebesar 183 Tcf. Berdasarkan
hasil kajian tersebut kemudian dilanjutkan dengan pengembangan
Pilot Project GMB yang terletak di lapangan Rambutan, Kecamatan
Benakat, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan.
40
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
Berdasarkan data yang diperoleh, di lokasi tersebut pada selang
kedalaman antara 1.520 - 3.100 ft terdapat 5 lapisan batu bara
yang mempunyai ketebalan yang cukup bagus sekitar 30 meter,
yaitu seam-1, seam-2, seam-3, seam-4 dan seam-5. Dari ke 5
lapisan tersebut, 3 lapisan (seam) yang akan menjadi sasaran
dalam penelitian ini adalah seam-2, seam-3 dan seam-5. Pada
seam-seam yang dipilih tersebut diperkirakan memiliki prospek
kandungan gas metana yang besar. Gambar 5.7 memperlihatkan
Model Multy Layer Seam Sumur CBM.
Gambar 5.7
Model Multy Layer Seam Sumur GMB
Dari lapisan-lapisan tersebut kemudian dilaksanakan uji coba
pengeboran untuk memproduksikan gas metana yang terkandung
dalam batu bara. Pilot Project 5 sumur GMB yang dibuat memiliki
pola geometri five spot dimana sumur GMB-3 berada di bagian
tengah dan sumur-sumur lainnya berada pada sisi segi empat,
dengan jarak berkisar antara 530 hingga 690 meter sebagaimana
diperlihatkan pada Gambar 5.8.
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
41
Gambar 5.8
Peta Lokasi Sumur GMB dengan Pola Five Spot
Kelima sumur GMB yang telah dibuat menempati area di samping
sumur Rambutan yang telah ada dan berjaran sekitar 15 meter.
Untuk Sumur CBM-1 di lapangan Rambutan 13, CBM-2 di lapangan
Rambutan 23, CBM-3 di lapangan Rambutan 5, CBM-4 di lapangan
42
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
Rambutan 9, dan sumur uji CBM-5 di lapangan Rambutan 19.
Lima Sumur CBM yang telah selesai dibuat merupakan sumur uji
produksi gas methan yang kemudian dilakukan proses dewatering
untuk mengurang tekanan pori batubara (Gambar 5,9).
CBM3,4,5
2006
CBM1
2004
CBM2
CBM
2
2005
Gambar 5.9
Pemboran Sumur GMB Lapangan Rambutan
5.3. Pelaksanaan Proses Uji Produksi
Pelaksanaan lanjutan proses uji produksi (dewatering) dirasa sangat
penting guna keperluan untuk mempercepat proses produksi gas
metana dan mengevaluasi kemampuan produksi gas dari lapisan
batu bara yang ada serta upaya penanganan air terproduksi dengan
benar. Proses dewatering ini dilakukan untuk memproduksikan air
agar terjadi perubahan kesetimbangan mekanik di dalam clead batu
bara (rekahan) sehingga bila tekanan turun, GMB dapat keluar dari
matrik batu bara melalui bidang rekah. GMB akan mengalir melalui
rekahan batu bara dan akhirnya keluar menuju lubang sumur seperti
ditunjukkan pada Gambar 5.10.
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
43
Gambar 5.10
Skema Proses Uji Produksi GMB
Pada tahap dewatering sumur GMB telah dilakukan dengan
menggunakan beberapa tipe pompa. Beberapa tipe pompa
disesuaikan dengan produksi air dan tekanan dalam sumur untuk
optimalisasi pemompaan air. Pada pelaksanaan dewatering di
sumur GMB lapangan Rambutan pada awalnya menggunakan
pompa Sucker Rod dan sekarang telah diubah menggunakan
pompa PCP. Pergantian pompa ini dilakukan berkenaan produksi
air dari kegiatan dewatering semakin menurun sehingga diperlukan
kapasitas pompa yang lebih kecil agar produksi air yang kontinyu
dapat terlaksana.
44
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
Program pelaksanaan dewatering dari ke 5 sumur GMB dimulai
kembali pada awal bulan Juli 2008. Pelaksanaan dewatering dari ke
5 sumur GMB menggunakan pompa Sucker Rod dengan memantau
laju produksi dan pencatatan terhadap perubahan tekanan anulus
casing setiap harinya. Gas yang terakulasi kemudian dibakar agar
tidak mengganggu proses dewatering yang sedang dilakukan.
1. Sumur CBM-1
Sumur CBM-1 selesai dibor pada tanggal 2 Desember 2004 sampai
kedalaman 2.015 ft. Terletak di lokasi yang sama dan berjarak 10
meter dari sumur RBT#13. Berdasarkan data laporan pemboran
terdapat beberapa lapisan batu bara pada sumur tersebut mulai
dari kedalaman 1.570 - 2.003 ft. Jenis penyelesaian sumur yang
sudah dikerjakan yaitu dengan pemasangan liner screen 4-1/2” dari
kedalaman puncak liner di 1.543 ft sampai dasar lubang di 2.008 ft.
Screen liner dipasang tanpa disemen sehingga sepanjang selang
kedalaman 1.543 - 2008 ft merupakan lubang terbuka.
Gambar 5.11
Fasilitas Produksi Sumur CBM-1
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
45
2. Sumur CBM-2
Sumur GMB-2 selesai dibor pada tanggal 28 Februari 2006 sampai
kedalaman 3.140 ft. Terletak di lokasi yang sama dan berjarak 15
meter dari sumur RBT#23. Berdasarkan data dari laporan pemboran,
sampai kedalaman 3.100 ft terdapat 3 lapisan batu bara yang
berpotensi menghasilkan gas metana yang cukup besar, yaitu lapisan
2 pada selang kedalaman 1.690 – 1.720 ft, lapisan 3 pada selang
kedalaman 1.750 – 1.780 ft dan lapisan P pada 2.940 – 2.980 ft.
Ketiga lapisan tersebut masih dalam kondisi tertutup oleh casing
(Case Hole).
Sumur CBM-2 ini telah dipasang fasilitas produksi yaitu separator
kecil sederhana dan tanki timbun untuk proses dewatering dengan
kapasitas 300 bbl. Sampai dengan tahun 2008 sumur CBM-2 belum
berproduksi karena menunggu kesiapan peralatan downhole dan
terdapat sedikit masalah dengan kondisi lubang sumurnya. Pada
bulan Maret 2008 dilakukan running Impression Block 3.1” untuk
memverifikasi kondisi downhole dan untuk membuktikan adanya
fish di sumur tersebut dan ditemukan adanya goresan dipermukaan
Impression Block yang mengindikasikan adanya pipa yang jatuh
atau mungkin casing yang mengalami pergesaran di dalam sumur
CBM-2.
Gambar 5.12
Fasilitas Sumur CBM-2
46
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
3. Sumur CBM-3
Sumur CBM-3 selesai dibor pada tanggal 13 Desember 2006 sampai
kedalaman 2.977 ft. Terletak di lokasi yang sama dan berjarak 15 meter
dari sumur RBT#9. Berdasarkan data laporan pemboran, sampai
kedalaman 2.977 ft terdapat 3 lapisan batu bara yang berpotensi
menghasilkan gas metana yang cukup besar, yaitu seam 2 pada
selang kedalaman 1.642–1.670 ft, seam 3 pada selang kedalaman
1.70–1.732 ft dan seam P pada 2.947–2.977 ft. Seam P merupakan
lubang terbuka sedangkan seam 2 dan 3 sudah diperforasi setelah
pemboran sumur selesai dikerjakan. Sumur CBM-3 ini telah terpasang
1 unit pompa PCP dan fasilitas produksi lainnya yaitu Vassel dan
tanki timbun untuk menampung air dari proses dewatering dengan
kapasitas 300 bbl.
Sumur CBM-3 sempat mengeluarkan gas GMB dengan volume yang
masih kecil sekitar 0.5 mscf/hari dan merupakan salah satu sumur
dengan prospek kandungan GMB yang cukup tinggi. Pada sumur
CBM-3 sering dilakukan pengujian tekanan baik dengan electric
memory recorder (EMR) maupun dengan peralatan Acoustic Well
Sounder (AWS). Running EMR dilakukan tahun 2008 dengan run
gauge di depan seam 3 di kedalaman 1.718 ft dengan melakukan
shut in well selama 24 jam (rencana awal 72 jam) tekanan mencapai
290 psi.
Pada pelaksanaan kerja ulang tahun 2010 kembali dilakukan
pengujian terhadap tekanan di masing-masing seam pada sumur
CBM 3 dengan menggunakan EMR. Pelaksanaan pengujiannya
diawali dengan melakukan pengujian injection test terlebih dahulu
baru kemudian sumur ditutup selama 32 jam. Hasil dari pengujian
menunjukkan bahwa tekanan dari masing-masing seam setara
dengan besarnya tekanan hidrostatik dari kolom fluida (air) hingga
di permukaan sumur. Dengan melihat lambatnya penurunan tekanan
injeksi menggambarkan begitu kecilnya permeabilitas dari masingmasing seam yang diuji.
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
47
Gambar 5.13
Fasilitas Sumur CBM-3
4. Sumur CBM-4
Sumur CBM-4 selesai dibor pada tanggal 12 Desember 2006 sampai
kedalaman 3.072 ft. Terletak di lokasi yang sama dan berjarak 15
meter dari sumur RBT#9. Berdasarkan data laporan pemboran,
sampai kedalaman 3.072 ft terdapat tiga lapisan batu bara yang
berpotensi menghasilkan gas metana yang cukup besar, yaitu seam
2 pada selang kedalaman 1.742 – 1.770 ft, seam 3 pada selang
kedalaman 1.804 – 1.834 ft dan seam P pada 3.038 – 3.072 ft.
Seam P merupakan lubang terbuka sedangkan seam 2 dan 3 sudah
diperforasi setelah pemboran sumur selesai dikerjakan. Sumur
CBM-4 ini telah terpasang 1 unit pompa PCP dan fasilitas produksi
lainnya yaitu Vassel dan tanki timbun untuk menampung air dari
kegiatan proses dewatering dengan kapasitas 300 bbl.
48
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
Sumur CBM-4 pada tahun 2008 telah mengeluarkan GMB dengan
volume yang masih kecil sekitar 0,041 mscf/hari dan juga diperkirakan
merupakan salah satu sumur dengan prospek kandungan GMB cukup
besar. Dari hasil analisis memperlihatkan bahwa tidak optimumnya
produksi dari seam 2 dan 3 tidak dikarenakan adanya lapisan semen
yang cukup tebal di belakang dinding casing, sehingga perforasi
yang dilakukan tidak dapat membuka lapisan semen tersebut
secara maksimal. Salah satu upaya yang dilakukan tahun 2010 yaitu
membuka lapisan semen pada seam 3 yaitu dengan menerapkan
metode Radial Jetting. Pada pelaksanaannya di lapisan seam 3 dan
seam 5 pada lapisan open holenya telah dibor secara horisontal ke
samping sepanjang 20 meter dengan jumlah lubang sekitar 20 buah.
Hasil yang diperoleh cukup meningkatkan produksi GMB dari sumur
CBM-4 menjadi sekitar 10 mscf/hari.
Gambar 5.14
Fasilitas Sumur CBM-4
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
49
5. Sumur CBM-5
Sumur CBM-5 selesai dibor pada tanggal 11 November 2006 sampai
kedalaman 3.100 ft. Terletak di lokasi yang sama dan berjarak 15
meter dari sumur RBT#19. Berdasarkan data laporan pemboran
sampai kedalaman 3.100 ft terdapat 3 lapisan batu bara yang
berpotensi menghasilkan gas metana yang cukup besar, yaitu lapisan
2 pada selang kedalaman 1.754 – 1.782 ft, lapisan 3 pada selang
kedalaman 1.812 – 1.838 ft dan lapisan P pada 3.048 – 3.100 ft.
Seam P merupakan lubang terbuka sedangkan seam 2 dan 3 sudah
diperforasi setelah pemboran sumur selesai dikerjakan. Sumur
CBM-5 ini telah terpasang 1 unit pompa PCP dan fasilitas produksi
lainnya yaitu Vassel dan tanki timbun untuk menampung air dari
kegiatan proses dewatering dengan kapasitas 300 bbl.
Pada pelaksanaan kerja ulang tahun 2010, dilakukan pengujian
terhadap tekanan di masing-masing seam pada sumur CBM-3
dengan menggunakan EMR. Pelaksanaan pengujiannya diawali
dengan melakukan uji injection test terlebih dahulu baru kemudian
sumur ditutup selama 32 jam.
Gambar 5.15
Fasilitas Sumur CBM-5
50
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
5.4. Pemanfaatan GMB untuk Listrik
Pada tahap lanjutan dewatering yang dilakukan terhadap ke 3
sumur uji GMB memperlihatkan bahwa baru 2 sumur yang telah
mulai mengeluarkan gas metananya sehabis dilakukan operasi
kerja ulang. Untuk sumur CBM-3, GMB telah keluar hampir kontinyu
dengan perkiraan produksi perharinya baru sekitar 5 m3/hari (0,176
mscf/hari) setelah 17 hari dewatering dilakukan. Sedangkan untuk
sumur CBM-4, gas telah keluar baru mencapai 5,5 m3/hari (0,194
mscf/hari) setelah 10 hari dewatering berjalan.
Dari analisis gas yang pernah dilakukan sebelumnya memperlihatkan
bahwa komposisi GMB didominasi hampir di atas 96% merupakan
metana (CH4). Pengujian yang dilakukan di laboratorium terhadap
GMB yang keluar dari masing-masing seam yang diproduksikan
yaitu seam 2, 3, dan 5 (lihat Tabel 51, 52 dan 53).
Uji coba awal pemanfaatan gas untuk menggerakkan generator
listrik berkapasitas 12 KVA sudah dilakukan di sumur CBM-3 dan
CBM-4 dengan menghidupkan 4 lampu penerangan yang ada di
sumur CBM-4 berkapasitas masing-masing 400 watt. Generator
yang digunakan merupakan generator gas mini dari Kubota dengan
kapasitas daya 25 KVA 220 volt.
Tabel 5.1
Komposisi Gas dari Seam 2
Component
Hydrogen Sulfide
Carbon Dioxide
Nitrogen
Methane
Ethane
Propane
Iso-Butane
n-Butane
Iso-Pentane
n-Pentane
Hexanes
Heptanes plus
Mol Percent
H2S
CO2
N2
CH4
C2H6
C3H8
i-C4H10
n-C4H10
i-C5H12
n-C5H12
C6H14
C7+
GPM
0
0.13
1.39
98.25
0.16
0.04
0.03
0
0
0
0
0
100.00
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
0.0428
0.0111
0.0096
0
0
0
0
0
0.0635
51
Tabel 5.2
Komposisi Gas dari Seam 3
Component
Hydrogen Sulfide
Carbon Dioxide
Nitrogen
Methane
Ethane
Propane
Iso-Butane
n-Butane
Iso-Pentane
n-Pentane
Hexanes
Heptanes plus
Mol Percent
H2S
CO2
N2
CH4
C2H6
C3H8
i-C4H10
n-C4H10
i-C5H12
n-C5H12
C6H14
C7+
GPM
0
0.03
2.37
96.57
0.75
0.21
0.07
0
0
0
0
0
100.00
0.2007
0.0580
0.0225
0
0
0
0
0
0.2812
Tabel 5.3
Komposisi Gas dari Seam 5
Component
Hydrogen Sulfide
Carbon Dioxide
Nitrogen
Methane
Ethane
Propane
Iso-Butane
n-Butane
Iso-Pentane
n-Pentane
Hexanes
Heptanes plus
52
H2S
CO2
N2
CH4
C2H6
C3H8
i-C4H10
n-C4H10
i-C5H12
n-C5H12
C6H14
C7+
Mol Percent
GPM
0
1.01
0.15
98.26
0.26
0.31
0.01
0
0
0
0
0
0.0696
0.0856
0.0032
0
0
0
0
0
100.00
0.1584
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
Gambar 5.16
Generator Gas di Sumur CBM-3 dan 4
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
53
5.5. Hasil Pengamatan Air Terproduksi
Pada tahap lanjutan dewatering yang dilakukan di sumur uji
GMB memperlihatkan bahwa jumlah air yang diproduksikan dari
masing-masing sumur sangat bervariasi hanya pada sumur CBM-1
yang memiliki jumlah air paling banyak dibandingkan dengan
sumur lainnya. Pelaksanaan monitoring terhadap jumlah air yang
terproduksi dilakukan secara kontinyu setiap harinya. Sedangkan
untuk monitoring komposisi kimia dari air yang terproduksi dilakukan
setiap 1 bulan sekali untuk masing-masing sumur yang diamati.
Pengambilan sampel air diambil pada mini separator yang telah
dipasang (Gambar 5.17).
Gambar 5.17
Separator Sederhana di Sumur GMB
54
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
1. Sumur CBM-1
Pada tahap dewatering yang dilakukan di sumur CBM-1, jumlah air
yang telah diproduksikan dalam kurun waktu bulan November hingga
Desember 2010 berkisar 3.000 bbl, dengan produksi sekitar 35 bbl/
hari. Produksi air yang dihasilkan memperlihatkan adanya penurunan
walaupun belum begitu besar.
Pengamatan terhadap komposisi kimia dari air yang diproduksi
mempelihatkan bahwa kandungan logam berat yang terkandung
di dalam air produksi sumur CBM-1 (As, Ba, Cd, Cr, Cu, Pb, Hg,
Se, Ag dan Zn) menunjukkan masih di bawah ambang batas yang
dipersyaratkan dalam Permen Lingkungan Hidup No. 85 th 1999.
Sedangkan salinitas air yang diproduksikan masih tergolong dalam
kondisi di bawah payau.
Tabel 5.4
Analisis Kimia Air Sumur CBM-1
WATER PATTERNS - me/l
-
+
Cl
++
HCO3
++
SO4
Na
Ca
Mg
++
=
CO3
Fe
1000
100
10
1
0.1
1
10
100
-
=
1000
DISSOLVED SOLIDS
CATION
+
Sodium, Na (calc.) =
++
=
Calcium, Ca
++
Magnesium, Mg
++
Barium, Ba
++
Iron, Fe
(total)
Strontonium, Sr
++
mg/l
822.8
me/l
35.79
ANION
-
31.28
1.56
Cloride, Cl
=
Sulfate, SO4
=
5.69
0.47
Carbonate, CO3
=
0.51
0.004
=
0.52
0.02
=
0.43
0.01
=
me/l
=
mg/l
260.0
7.33
=
0.00
0.00
=
0.00
0.00
1,861.60
30.51
Bicarbonate, HCO3 =
OTHER PROPERTIES
o
Specific Gravity, 60/60 F =
o
=
1.000
7.74
pH @ 77 F
Salinity
=
0.93
Conductivity
=
2.19
TDS (Total Dissolved Solids)
=
TSS (Total Suspended Solid)
=
mS/cm
1,109.00 mg/l
0.49 mg/l
Turbidity
=
8.9
FTU
Resistivity (ohm-mater)
=
2.69
DO
CO2
Oil Content
=
22.20
:meter @ 76.0 F
mg/l
=
0.00
mg/l
=
0.00
mg/l
O
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
55
2. Sumur CBM-3
Pada tahap awal dimulainya dewatering yang dilakukan di sumur
CBM-3, produksi airnya sekitar 8,55 bbl/hari. Sedangkan produksi
gasnya baru sekitar 5 m3/hari (0.176 mscf/hari) setelah 17 hari dewatering dilakukan.
Pengamatan terhadap komposisi kimia dari air yang diproduksikan
mempelihatkan bahwa kandungan logam berat yang terkandung
di dalam air produksi sumur GMB 3 (As, Ba, Cd, Cr, Cu, Pb, Hg,
Se, Ag dan Zn) menunjukkan masih di bawah ambang batas yang
dipersyaratkan dalam Permen Lingkungan Hidup No. 85 th 1999.
Sedangkan salinitas dari air yang diproduksikan masih tergolong
dalam kondisi di bawah payau.
Tabel 5.5
Monitoring Produksi Sumur CBM-3
Produksi Air
No.
56
Tanggal
Gas/Liquid
RPM
Pompa
(fluid level)
psi
rpm
ft
Pukul
detik/600cc
bbl/hari
Sonolog
1
6-Dec-12
17.15
25.00
13.04
57
777.40
2
7-Dec-12
10.15
29.84
10.93
57
491.63
3
8-Dec-12
10.40
50.20
6.49
57
639.80
4
9-Dec-12
10.03
28.00
11.64
58
606.49
5
10-Dec-12
9.56
33.00
9.88
57
692.96
6
11-Dec-12
9.35
55.00
5.93
57
675.25
7
12-Dec-12
9.14
86.00
3.79
57
666.74
8
13-Dec-12
11.16
44.75
7.29
57
646.88
9
14-Dec-12
8.40
25.29
12.89
57
540.50
10
15-Dec-12
10.47
25.69
12.69
57
613.24
11
16-Dec-12
9.45
42.35
7.70
57
631.23
12
17-Dec-12
11.26
50.50
6.46
57
645.69
13
18-Dec-12
17.15
42.44
7.68
57
640.84
14
19-Dec-12
9.50
70.00
4.66
5.75
57
688.56
15
20-Dec-12
8.55
24.31
13.41
4.80
57
645.71
16
21-Dec-12
9.35
57.94
5.63
2.15
61
1155.72
17
22-Dec-12
3:36
62.45
5.22
5.12
61
1243.21
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
Tabel 5.6
Analisis Kimia Air Sumur CBM-3
WATER PATTERNS - me/l
-
+
Cl
++
HCO3
++
SO4
Na
Ca
Mg
++
=
CO3
Fe
1000
100
10
1
0.1
1
10
100
-
=
1000
DISSOLVED SOLIDS
CATION
+
Sodium, Na (calc.) =
++
=
Calcium, Ca
Magnesium, Mg
++
++
Barium, Ba
++
Iron, Fe
(total)
Strontonium, Sr
++
mg/l
1,007.7
me/l
ANION
43.83
20.27
1.01
Cloride, Cl
=
Sulfate, SO4
5.82
0.48
Carbonate, CO3
=
=
1.89
0.014
=
0.65
0.02
=
0.33
0.01
-
=
-
me/l
=
mg/l
550.0
15.51
=
0.00
0.00
=
0.00
0.00
1,821.60
29.85
Bicarbonate, HCO3 =
OTHER PROPERTIES
o
Specific Gravity, 60/60 F =
o
=
1.000
7.75
pH @ 77 F
Salinity
=
0.75
Conductivity
=
2.02
TDS (Total Dissolved Solids)
=
TSS (Total Suspended Solid)
=
mS/cm
1,159.00 mg/l
5.52 mg/l
Turbidity
=
15.9
FTU
Resistivity (ohm-mater)
=
2.42
DO
CO2
Oil Content
=
2.90
:meter @ 76.2 F
mg/l
=
0.00
mg/l
=
0.00
mg/l
O
4. Sumur CBM-4
Pada tahap awal dimulainya dewatering yang dilakukan di sumur
CBM-4, produksi airnya sekitar 9,11 bbl/hari. Sedangkan produksi
gasnya baru mencapai sekitar 5,5 m3/hari (0,194 mscf/hari) setelah
10 hari dewatering.
Pengamatan terhadap komposisi kimia dari air yang diproduksikan
mempelihatkan bahwa kandungan logam berat yang terkandung
di dalam air produksi sumur GMB 4 (As, Ba, Cd, Cr, Cu, Pb, Hg,
Se, Ag dan Zn) menunjukkan masih di bawah ambang batas yang
dipersyaratkan dalam Permen Lingkungan Hidup No. 85 th 1999.
Sedangkan salinitas dari air yang diproduksikan masih tergolong
dalam kondisi di bawah payau.
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
57
Tabel 5.7
Monitoring Produksi Sumur CBM-4
Produksi Air
No.
Tanggal
Gas/Liquid
RPM
Pompa
Sonolog
(fluid level)
psi
rpm
ft
Pukul
detik/600cc
bbl/hari
1
13-Dec-12
19:43
33.00
9.88
50
2
14-Dec-12
10.40
36.00
9.06
54
725.43
3
15-Dec-12
9.45
34.24
9.52
54
692.54
4
16-Dec-12
8.35
33.00
9.88
56
606.65
5
17-Dec-12
10.46
25.68
12.70
65
782.29
6
18-Dec-12
17.05
25.62
12.73
66
840.22
7
19-Dec-12
9.16
40.03
8.14
61
942.91
8
20-Dec-12
11.15
32.94
9.90
4.10
61
1082.99
9
21-Dec-12
14.05
51.41
6.34
4.80
61
1186.55
10
22-Dec-12
10.35
111.00
2.94
0.75
61
1218.43
Tabel 5.8
Analisis Kimia Air Sumur CBM-4
WATER PATTERNS - me/l
-
+
Cl
++
HCO3
++
SO4
Na
Ca
Mg
-
=
=
++
CO3
Fe
1000
100
10
1
0.1
1
10
100
1000
DISSOLVED SOLIDS
CATION
+
Sodium, Na (calc.) =
++
=
Calcium, Ca
++
Magnesium, Mg
++
Barium, Ba
++
Iron, Fe
(total)
Strontonium, Sr
++
mg/l
1,013.2
me/l
ANION
44.07
-
39.27
1.96
Cloride, Cl
=
Sulfate, SO4
=
5.62
0.46
Carbonate, CO3
=
2.88
0.021
=
0.99
0.04
=
0.33
0.01
=
me/l
=
mg/l
560.0
15.80
=
0.00
0.00
=
0.00
0.00
1,877.60
30.77
Bicarbonate, HCO3 =
OTHER PROPERTIES
o
Specific Gravity, 60/60 F =
o
=
pH @ 77 F
58
1.000
7.70
Salinity
=
0.81
Conductivity
=
1.95
TDS (Total Dissolved Solids)
=
TSS (Total Suspended Solid)
=
mS/cm
1,219.00 mg/l
8.52 mg/l
Turbidity
=
25.9
FTU
Resistivity (ohm-mater)
=
2.32
DO
CO2
Oil Content
=
5.90
:meter @ 76.0 F
mg/l
=
0.00
mg/l
=
0.00
mg/l
O
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
5. Sumur CBM-5
Pada tahap awal dimulainya dewatering yang dilakukan di sumur
CBM-5, produksi airnya sekitar 9,78 bbl/hari.
Tabel 5.9
Monitoring Produksi Sumur CBM-5
Produksi Air
Gas/Liquid
RPM
Pompa
(fluid level)
psi
rpm
ft
Sonolog
No.
Tanggal
Pukul
detik/600cc
bbl/hari
1
20-Dec-12
19.50
31.69
10.29
54
2
21-Dec-12
10.20
33.25
9.81
54
756.25
3
22-Dec-12
09:15
35.23
9.25
54
852.36
Tabel 5.10
Analisis Kimia Air Sumur CBM-5
WATER PATTERNS - me/l
-
+
Cl
++
HCO3
++
SO4
Na
Ca
Mg
Fe
++
=
CO3
1000
100
10
1
0.1
1
10
100
=
1000
DISSOLVED SOLIDS
CATION
+
Sodium, Na (calc.) =
++
=
Calcium, Ca
Magnesium, Mg
Barium, Ba
++
Iron, Fe
++
++
(total)
Strontonium, Sr
++
mg/l
933.1
me/l
ANION
40.59
-
37.27
1.86
Cloride, Cl
=
Sulfate, SO4
=
5.52
0.45
Carbonate, CO3
=
1.88
0.014
=
0.94
0.03
=
0.23
0.01
=
me/l
=
mg/l
490.0
13.82
=
0.00
0.00
=
0.00
0.00
1,777.60
29.13
Bicarbonate, HCO3 =
OTHER PROPERTIES
o
Specific Gravity, 60/60 F =
o
=
1.000
7.65
pH @ 77 F
Salinity
=
0.80
Conductivity
=
1.94
TDS (Total Dissolved Solids)
=
TSS (Total Suspended Solid)
=
Turbidity
=
25.9
FTU
Resistivity (ohm-mater)
=
2.12
DO
CO2
Oil Content
=
4.90
:meter @ 76.0 F
mg/l
=
0.00
mg/l
=
0.00
mg/l
mS/cm
1,215.00 mg/l
7.52 mg/l
O
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
59
Hasil Pengujian Unsur Logam Berat Sumur GMB Lapangan
Rambutan
Air yang terproduksi dari ke 4 sumur GMB rata-rata perharinya adalah
46 bbl, jumlah produksi air sebesar itu dominan berasal dari sumur
CBM-1. Karena dari hasil pengujian di laboratorium memperlihatkan
adanya salinitas pada air yang terproduksikan, walaupun masih
dapat dikatakan di bawah air payau mendekati air tawar, akan tetapi
penelitian untuk tujuan penanganan terhadap air terproduksi tetap
dilakukan dengan berbagai alternatif penanganannya. Dari hasil
pengujian terhadap kandungan unsur logam berat memperlihatkan
bahwa dari ke 5 air yang terproduksikan masih di bawah ambang
yang dipersyaratkan dalam Permen Lingkungan Hidup No. 85 Tahun
1999.
Tabel 5.11
Hasil Pengujian Logam Berat Sumur GMB Lapangan Rambutan
No Unsur Logam Berat
60
Air Produksi dari Sumur CBM
CBM 1
CBM 3
CBM 4
CBM 5
PP No. 85 Th 1999
1
Arsenic (As), mg/l
0.0666
0.3966
0.4066
0.4051
5.0, maksimum
2
Barium (Ba), mg/l
0.5092
1.8892
1.4992
1.4872
100, maksimum
3
Cadmium (Cd), mg/l
0.8276
0.9176
0.4976
0.9176
1.0, maksimum
4
Chromium (Cr), mg/l
0.0000
0.0000
0.0009
0.0009
5.0, maksimum
5
Copper (Cu), mg/l
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.2, maksimum
6
Lead (Pb), mg/l
1.5234
1.9834
1.9885
1.5485
5.0, maksimum
7
Mercury (Hg), mg/l
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.2, maksimum
8
Selenium (Se), mg/l
0.0759
0.5659
0.5622
0.6672
1.0, maksimum
9
Silver (Ag), mg/l
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
5.0, maksimum
10
Zinc (Zn), mg/l
0.0145
0.2545
0.7845
0.5845
50.0, maksimum
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
BAB 6
KAJIAN KEEKONOMIAN PENGELOLAAN
GAS METANA BATU BARA
Pada prakteknya, biaya operasional produksi GMB pada tahap awal
ternyata sedikit lebih besar dibandingkan dengan biaya operasional
produksi gas konvensional. Hal ini terjadi karena proses produksi GMB
harus melewati dewatering stage yang lebih lama, sementara tahapan
dewatering dalam proses produksi gas konvensional lebih cepat. Sampai
saat ini, “biaya puncak” produksi GMB diperkirakan memakan waktu
5 - 7 tahun, sedangkan untuk gas konvensional hanya membutuhkan
waktu 1 tahun. Setelah melewati tahap awal tersebut, biaya produksi
GMB diperkirakan lebih murah US$ 0,03 million cubic ft (mmcf) dibanding
biaya produksi gas konvensional.
Biaya eksplorasi satu “kepala sumur” GMB diperkirakan US$ 400.000,
lebih rendah dari minyak atau gas yang rata-rata 1 - 2 juta US$.
Sementara itu, biaya kompresi dan bahan bakar pembangkit diperkirakan
mencapai sekitar 7 - 13% dari total volume produksi kotor, dengan
“rincian hilang” yaitu 5% untuk pembangkit dan 2 - 8% karena adanya
kompresi/pemampatan gas, sehingga total volume GMB yang bisa
dijual hanya sekitar 87 - 93% (Gregory C Bank dan Vello A. Kuuskraa,
2006). Sedangkan biaya transportasi dan distribusi merupakan fungsi
dari volume penyaluran atau harga gas dan jarak, sehingga biaya yang
harus ditanggung oleh konsumen akhir (end user) adalah penjumlahan
dari harga gas di “kepala sumur” ditambah dengan biaya proses, biaya
transportasi dan biaya distribusi (tergantung dari jenis pasar dan volume
penyaluran/harga gas). Dalam menentukan model keekonomian GMB,
harus selalu mengkaitkannya dengan harga GMB di “kepala sumur”,
royalty, pajak produksi dan faktor lain yang berdampak pada biaya
pengelolaan GMB.
6.1. Model Fiskal
Saat ini bentuk Kontrak Kerja Sama (KKS) GMB secara garis besar
terbagi dalam 2 jenis model kontrak, yaitu model Production Sharing
Contract (PSC) sesuai yang lazim dipakai di sektor minyak dan
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
61
gas bumi, dan model Gross Production Sharing Contract (GPSC)
yang merupakan usulan terbaru yang ditawarkan pada investor
oleh Kementerian ESDM. Perbedaan prinsip dasar antara kontrak
PSC dan GPSC adalah terletak pada ada tidaknya cost recovery.
Dalam kontrak PSC pemerintah akan merecovery semua investasi
investor apabila GMB berhasil diangkat. Sementara dalam model
GPSC tidak ada lagi istilah cost recovery, semua investasi investor
adalah murni modal usahanya sendiri, mendapatkan gas atau tidak
adalah resiko usaha investor.
Sebelum membahas lebih dalam mengenai model PSC dengan
FTP 20% berikut akan dijelaskan poin-poin penting tentang
model kontrak tersebut. Kontrak bagi hasil (PSC) pertama kali
diperkenalkan oleh pemerintah Indonesia pada bulan Agustus
1966 pada saat pemberian kontrak antara IIAPCO dengan Permina
(sekarang Pertamina). Kontrak bagi hasil minyak yang diterapkan
pemerintah saat ini sebagian besar adalah 85% untuk Pemerintah
dan 15% untuk Kontraktor, sedangkan untuk gas adalah 70% untuk
Pemerintah dan 30% untuk Kontraktor.
Model Fiskal yang digunakan untuk menghitung keekonomian
pengembangan GMB menggunakan data profil biaya investasi,
biaya operasi dan profil produksi seperti ditunjukkan pada Gambar
6.1; 6.2; dan 6.3. Penghitungan keekonomian pengembangan GMB
dilakukan dengan model skenario sebagai berikut:
1. Total biaya investasi adalah 248,2 juta US$, dengan pengeluaran
terbesar adalah pemboran untuk 370 sumur mencapai 155,7 juta
US$. Pemboran tersebut dilakukan bertahap selama 23 tahun,
dan pemboran terbanyak dilakukan pada kurun waktu tahun
ke-2 sampai dengan tahun ke-6 dengan rata-rata pemboran 36
sumur per tahun. Biaya fasilitas untuk memproduksi gas dengan
puncak produksi pada 80 mmscfd adalah 92,4 juta US$.
2. Biaya operasi terdiri dari pemeliharaan sumur yang ada, biaya
produksi, unit pemrosesan, penanganan air, dan kompresi/
transportasi gas. Total biaya O&M sesuai kebutuhan operasional
di atas adalah 465,0 juta US$.
62
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
3. Pada skenario produksi ini awal puncak produksi yaitu pada
tahun ke-15 didapatkan dengan jumlah sumur sudah mencapai
232. Selanjutnya, pemboran setelah tahun ke-15 dilakukan untuk mempertahankan peak plateau produksi. Jumlah kumulatif
produksi yang dihasilkan adalah 616 bcf, dan angka ini pula yang
menjadi basis produksi untuk keseluruhan model keekonomian
yang akan disimulasikan.
Hasil evaluasi keekonomian GMB menunjukkan bahwa dengan
asumsi harga gas adalah 5 US$/mmbtu, terlihat pada kontrak PSC
FTP 10% non-shareable menghasilkan IRR pada rentang 37 - 39%
untuk setiap perubahan nilai DMO fee. Hasil perhitungan menggunakan model PSC ini disajikan pada Tabel 6.1.
Analisis perubahan tingkat diskonto, sensitivitas terhadap IRR dan
sensitivitas terhadap NPV dilakukan pada pengembangan GMB
dengan skema fiskal PSC baru yaitu 10% FTP non shareable dan
DMO fee 25%.
40
40,000
35
35,000
30
30,000
FacilityCost(MUS$)
DrillingCost(MUS$)
25,000
WellNumber
20
20,000
15
15,000
10
10,000
5
5,000
0
CAPEX(MUS$)
WellNumber
25
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Years
Gambar 6.1
Profil Biaya Investasi
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
63
500,000
30,000
450,000
25,000
400,000
AnnualOPEX(MUS$)
Cumm.OPEX(MUS$)
350,000
300,000
15,000
250,000
200,000
Cumm.OPEX(MUS$)
AnnualOperatingExpenditure
20,000
10,000
150,000
100,000
5,000
50,000
0
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Years
35,000
700,000
30,000
600,000
25,000
500,000
20,000
400,000
15,000
300,000
10,000
200,000
5,000
100,000
0
Prod.Cummulative(MMSCF)
AnnualProd.(MMSCF)
Gambar 6.2
Profil Biaya O&M
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Years
Production,MMSCF
Prod.Cummulative,MMSCF
Gambar 6.3
Profil Produksi GMB
64
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
Tabel 6.1
Hasil Simulasi pada Beberapa Model Fiskal
PARAMETERS
UNIT
FTP
NetSplit
DMO
DMOFee
Tax
CummulativeProd.
GasPrice
GrossRevenue
Expenditure
PreͲops.
CapexTangible
CapexIntangible
O&M
Project'sIRR
Rec.ofOp.Cost
ContractorEntitlement
Contractor'sIRR
Contractor'sNPV
Contractor'sNPV(@10%)
Cont.NCFtoGR
GOIEntitlement
Government'sPV
GOIPV(@10%)
GOITaketoGR
%
%
%
%
%
MMSCF
US$/MCF
US$M
FiskalKontrakCBM
PSC(Old)
20%Share
55:45
55:45
25%
25%
25%
100%
44%
44%
612,000
612,000
5
5
3,060,000 3,060,000
FiskalKontrakCBM
PSC(New)
10%NonShare
55:45
55:45
25%
25%
25%
100%
44%
44%
612,000
612,000
5
5
3,060,000 3,060,000
FiskalKontrakCBM
GPSC
0%
30:70
10:90
25%
25%
100%
100%
44%
44%
612,000
612,000
5
5
3,060,000 3,060,000
US$M
US$M
US$M
US$M
%
%
10,000
131,338
116,813
465,000
59%
24%
10,000
131,338
116,813
465,000
59%
24%
10,000
131,338
116,813
465,000
59%
24%
10,000
131,338
116,813
465,000
59%
24%
10,000
131,338
116,813
465,000
59%
24%
10,000
131,338
116,813
465,000
59%
24%
%
US$M
US$M
%
39%
851,750
127,055
28%
42%
1,046,083
156,818
34%
37%
739,236
107,819
24%
39%
908,383
133,511
30%
22%
476,370
48,232
16%
33%
819,090
106,319
27%
US$M
US$M
%
1,485,100
236,506
49%
1,290,768
206,743
42%
1,597,614
255,742
52%
1,428,468
230,049
47%
1,860,480
315,328
61%
1,517,760
257,241
50%
Pada tingkat diskonto yang digunakan yaitu 10%, skenario ini
memberikan NPV untuk kontraktor yaitu 107,8 MM$, sedangkan PV
untuk GOI adalah 255,7 MM$. Jika tingkat diskonto yang dipakai
oleh kontraktor sudah mengakomodasi nilai resiko sebesar 5%,
sehingga MARR kontraktor ditetapkan 15%, maka NPV kontraktor
yang diperoleh masih pada 46,4 MM$ dan PV bagi pemerintah
adalah 120,7 MM$ (Gambar 6.4 dan 6.5).
Analisis sensitivitas terhadap NPV kontraktor dan IRR kontraktor
dilakukan berdasarkan perubahan 4 parameter, yaitu jumlah
produksi, harga dasar pada 5,0 US$/mmbtu, biaya kapital dan biaya
operasi. Analisis sensitivitas telah dilakukan dengan varian 30%.
Setiap perubahan 10% parameter volume atau harga dari nilai
dasar menyebabkan pergeseran kontraktor IRR sebesar 2,5%.
Sedangkan setiap perubahan 10% biaya kapital atau biaya operasi,
memberikan pergeseran kontraktor IRR masing-masing 0,8% atau
0.4%.
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
65
Gambar 6.4
Profil NPV terhadap Tingkat Diskonto
Gambar 6.5
Sensitivitas IRR
66
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
Perubahan jumlah produksi dan harga lebih sensitif terhadap
kontraktor NPV, kemudian disusul biaya kapital dan biaya operasi.
Setiap perubahan 10% parameter volume atau harga dari nilai
dasar menyebabkan pergeseran NPV kontraktor sebesar 17,2 juta
US$. Sedangkan setiap perubahan 10% biaya kapital atau biaya
operasi, memberikan pergeseran NPV kontraktor 2,3 – 2,8 juta
US$ (Gambar 6.6).
Gambar 6.6
Sensitivitas NPV
Model telah diuji dengan menggunakan asumsi biaya-biaya
pengembangan GMB di Indonesia dengan skenario produksi yang
OPTIMIS. Dari beberapa hasil simulasi di atas, kondisi terbaik
fiscal term untuk pengembangan GMB adalah dengan bagi hasil
antara pemerintah dan kontraktor, yaitu 55 : 45 dengan tetap
mencantumkan faktor FTP 10% non shareable. Pada kondisi
tersebut keekonomian pengembangan GMB dapat tercapai oleh
kontraktor dengan tingkat yang wajar dan memberikan pendapatan
pemerintah yang optimum. Untuk mengetahui kondisi tersebut
dilakukan penggambaran sensitivitas jika share divariasikan pada
rentang 30 – 45% dengan interval 5%.
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
67
Hasil evaluasi keekonomian GMB menunjukkan bahwa dengan
asumsi harga gas adalah 5 US$/mmbtu, terlihat pada kontrak PSC
FTP 10% non shareable menghasilkan IRR pada rentang 32 – 39%
untuk setiap perubahan nilai share.
Sensitivitas terhadap IRR dan sensitivitas terhadap NPV dilakukan
pada pengembangan Gas Metana Batu bara dengan skema fiskal
PSC baru, yaitu 10% FTP non shareable dan DMO fee 100% pada
variasi harga gas.
Hasil simulasi model fiskal di atas menunjukkan pengaruh harga
jual gas terhadap perubahan IRR kontraktor pada variasi split yang
digunakan. Analisis menggunakan harga moderat 5 US$/mmbtu,
menunjukkan bahwa IRR yang diperoleh kontraktor berada di atas
35% pada bagi hasil kontraktor di atas 40%. Kondisi IRR tersebut
dapat dianggap wajar mengingat risiko pengusahaan GMB belum
dapat terkuantifikasi secara detil. Dengan bagi hasil untuk kontraktor
berada pada rentang 40 – 45%, pendapatan pemerintah masih
terjaga dengan rasio GOI take terhadap GR, yaitu 45 – 50%.
GOI Take terhadap GR untuk kondisi base berada pada rentang
38 – 50%. Hal ini menunjukkan dari sisi penawaran pengembangan
proyek GMB berada pada posisi yang adil bagi kontraktor dengan
ditunjukkan nilai maksimal GOI Take/GR ≤ 50% yang berarti sisanya
adalah porsi cost recovery dan pendapatan kontraktor.
6.2. Pemanfatan GMB
Dalam pemanfaatan lapangan GMB di sisi hilir sampai ke konsumen
dilakukan analisis beberapa moda transportasi GMB ke konsumen
ditinjau dari tingkat keekonomiannya sehingga didapatkan opsi yang
dapat memberikan return yang baik bagi badan usaha. Beberapa
moda transportasi yang akan ditinjau antara lain mini LNG plant,
CNG mother dan CNG daughter, dan jaringan perpipaan. Pemilihan
moda transportasi sangat dipengaruhi oleh jumlah cadangan,
proyeksi produksi gas serta kontur wilayah geografi lapangan GMB
itu sendiri. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan data GMB
lapangan Rambutan.
68
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
1. Mini LNG Plant
Opsi pertama perhitungan keekonomian hilir GMB dengan
menggunakan moda transportasi LNG. Untuk dapat melakukan
perhitungan keekonomian, maka terlebih dahulu dikembangkan/
dibuat suatu model Cash Flow yang akan menghasilkan indikator
keekonomian. Model keekonomian ini memuat serangkaian
perhitungan dengan data investasi (Capex) dan biaya-biaya operasi
(Opex) menjadi input yang akan menghasilkan parameter indikator
ekonomi.
Biaya Investasi
Mini LNG Plant direncanakan dibangun dengan kapasitas 18 mmscfd,
dengan investasi sebesar 73,736,527 US$ dan komponen biaya investasinya sebagai berikut:
• Biaya Langsung:
1. Biaya Total Bare Modul
2. Biaya pembelian lahan
3. Biaya fasilitas pelayanan/servis
4. Biaya pengembangan lahan
• Biaya Tidak Langsung:
1. Biaya tak terduga
2. Biaya kontraktor
3. Biaya engineering, supervisi dan start-up.
Sedangkan untuk transportasi Mini LNG plant menggunakan truk yang
digunakan untuk menyimpan, mengirim dan mengeluarkan LNG ke
konsumen.
Biaya Operasional
Biaya Operasional terdiri dari biaya bahan langsung dan utilitas,
biaya tenaga kerja dan peralatan perkantoran, asuransi, serta beban
pemasaran dan administrasi, yang terbagi menjadi:
• Fixed Cost:
Biaya bahan langsung (adsorbent, biaya operasi gas turbine)
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
69
• Variable Cost:
1. Biaya asuransi
2. Biaya beban pemasaran dan administrasi
3. Biaya tenaga kerja dan operasional kantor
Besarnya biaya operasional pada perhitungan ini adalah sebesar
1.084.495,37 US$ untuk Fixed Cost dan 2.610.182,03 US$ untuk
Variable Cost.
Analisis Keekonomian LNG
Mini LNG Plant direncanakan dibangun dengan kapasitas 18 mmscf
dengan investasi sebesar 73.736.527 US$ dan masa operasi pabrik
selama 17 tahun. Dalam perhitungan ini harga dasar diperoleh dari
perhitungan keekonomian hulu sebesar 3,89 US$/mmbtu.
Data dan asumsi yang digunakan dalam perhitungan keekonomian
LNG adalah sebagai berikut:
• Life time: 17 tahun
Lamanya waktu dalam perhitungan keekonomian LNG didasarkan
pada hasil simulasi laju produksi GMB.
• Pajak: 30%
Besarnya nilai pajak ini adalah tarif pajak tertinggi yang diatur pada
UU Pajak Penghasilan Pasal 17 Ayat 1(b), 2(a), 3 dan 7, dengan tarif
Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Badan Usaha Dalam Negeri
dan Perusahaan Asing yang mengacu perundangan di Indonesia
dalam bentuk usahanya dikenakan tarif pajak, yaitu tarif tunggal
(28%) dan akan ada ketentuan baru tahun 2010, yaitu 25%. Nilai
tarif tersebut masih dapat berubah lagi dengan tarif pajak tersendiri
atas penghasilan tertentu selama tidak melebihi tarif pajak tertinggi,
yaitu 30%.
• Depresiasi: Straight Line
Depresiasi adalah penurunan nilai aset seiring dengan berjalannya
waktu. Salah satu metode perhitungan depresiasi adalah metode
straight line (metode penyusutan garis lurus). Dalam metode garis
lurus ini, lebih melihat aspek waktu daripada aspek kegunaan.
Metode ini paling banyak diterapkan oleh perusahaan-perusahaan
70
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
karena paling mudah diaplikasikan dan lebih mudah dalam
menentukan besarnya penyusutan, dengan beban penyusutan
untuk tiap tahun nilainya sama besar dan tidak dipengaruhi dengan
hasil atau output yang diproduksi.
• Target IRR: 20%
Internal Rate of Return (IRR) adalah suatu tingkat bunga yang bila
dipakai mengkonversikan semua penghasilan dan pengeluaran
dan kemudian menjumlahkannya, maka akan diperoleh nilai
NOL. Jadi suatu proyek dianggap layak apabila IRR lebih besar
daripada cost of capital (bunga bank) ditambah faktor risiko yang
mencerminkan tingkat risiko dari proyek tersebut serta ditambah
tingkat keuntungan yang diharapkan oleh suatu badan usaha. Untuk
memenuhi kepentingan stakeholders atau badan usaha, maka
model keekonomian dimodifikasi Target IRR sebesar 20%.
Dari hasil perhitungan keekonomian diperoleh indikator ekonomi
untuk proses dan transportasi LNG sampai ke konsumen sebagai
berikut:
Tabel 6.2
Indikator Keekonomian Proses dan Transportasi LNG
LNG Processing Fee
POT (PBP)
IRR
NPV
PI (BCR)
Gas Sold Prices (LNG)
7.68 US$/mmbtu
6.9 years
20.00%
US$ 64,300,095
1.94
11.57 $/mmbtu
Transportation Fee
POT (PBP)
IRR
NPV
PI (BCR)
Gas Sold Prices
0.50 US$/mmbtu
7.0 years
20.01%
US$ 5,841,614
2.09
12.07 US$/mmbtu
Dari tabel di atas diketahui dengan harga hulu awal sebesar 3,89
US$/mmbtu (dan mengalami eskalasi 3% per tahun) diperoleh
harga LNG sampai ke konsumen sebesar 12,07 US$/mmbtu,
dengan proyeksi cash flow terlihat pada Tabel 6.2 dan Tabel 6.3
2. CNG Plant
Opsi kedua dari pemanfaatan GMB yang berlokasi di lapangan
Rambutan, Palembang, Sumatera Selatan adalah dengan
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
71
menggunakan moda transportasi CNG. Skenario dari moda
transportasi ini adalah mengalirkan GMB dari stasiun pengumpul
utama ke industri-industri yang berada di Palembang dan sekitarnya
(sebagai contoh adalah PT. Pusri) melalui moda transportasi CNG
Terresterial menggunakan trailer CNG.
CNG adalah gas bumi yang dimanfaatkan pada tekanan tinggi
sehingga volumenya menjadi sekitar 1/300 dari volume gas bumi
pada keadaan standar (LNG = 1/600). Tujuan pemampatan gas
bumi itu adalah agar diperoleh lebih banyak gas yang dapat
ditransportasikan per satuan volume vessel. Tekanan pemampatan
CNG dapat mencapai 250 bar dan temperatur -30oC, tergantung
pada komposisi dan teknologi pengangkutannya. Komposisi gas
bumi yang akan dikirim ke konsumen berupa CNG harus sudah
memenuhi spesifikasi gas komersial seperti batasan maksimum
kandungan air, CO2 dan hidrokarbon berat. Selain itu, penyimpanan
gas pada tekanan yang sangat tinggi mensyaratkan batasan yang
ketat terhadap kandungan air dan hidrokarbon berat untuk mencegah
terjadinya kondensasi dan pembentukan hidrat.
Kapasitas terpasang untuk CNG plant ini adalah sebesar 18 mmscfd.
Angka tersebut diasumsikan dapat mengakomodir laju produksi GMB
dari lapangan Rambutan, termasuk di dalamnya terdapat swing
production rate hingga 130%. Produksi gas CNG adalah sebesar
95% dari total produksi GMB dengan asumsi konsumsi penggunaan
bahan bakar proses maksimal adalah sebesar 5%.
Setelah harga beli GMB dari hulu diketahui dari hasil simulasi model
keekonomian hulu, maka langkah selanjutnya adalah membuat
model keekonomian hilir, yaitu dengan menggunakan opsi kedua
pembangunan CNG Plant. Sama halnya dengan perhitungan
keekonomian LNG, harga gas hulu untuk CNG Plant ini juga
dieskalasi sebesar 3% per tahun hingga akhir masa proyek. Asumsiasumsi yang digunakan dalam pengembangan model hilir tersebut
adalah seperti yang tertera pada Tabel 6.3.
Dari hulu, GMB kemudian akan mengalami proses sweetening dan
akan dimampatkan hingga tekanan mencapai 200 bar. CNG tersebut
kemudian akan ditransportasikan ke konsumen pertama terdekat,
yakni industri yang berlokasi di sekitar Palembang.
72
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
Tabel 6.3
Asumsi Perhitungan CNG Plant
ASSUMPTION
Harga Beli Gas (dari hulu)
3.89 USD/mmbtu (eskalasi 3%/tahun)
Construction Time
Plant Lifetime (18 MMSCFD)
1 year
17 years
Equity
30%
Tax
30%
Depreciation Methode
Loan Period
Straight Line
6 years
• Proses
Nilai Capex atau biaya investasi pembangunan proses CNG Plant
adalah sebesar 8,10 MMUS$. Biaya Capex CNG untuk proses
tersebut meliputi investasi komponen total, metering, tanah
dan biaya contingency (biaya tak terduga) sebesar 5%. Biaya
operasionalnya (Opex) adalah sebesar 1,47 MMUS$, mencakup
biaya operasional, pekerja dan perawatan (O&M).
Simulasi model keekonomian bagian proses CNG menghasilkan
processing fee sebesar 1,81 US$/mmbtu, dengan demikian harga
jual gas CNG (keluar dari proses) adalah sebesar 5,70 US$/mmbtu.
Berikut disajikan besaran indikator keekonomian dan harga CNG
saat keluar dari proses (Tabel 6.4).
• Transportasi
Nilai Capex atau biaya investasi transportasi CNG melalui jalur darat
(trailer) adalah sebesar 10,20 MMUS$. Biaya investasi transportasi
ini merupakan biaya pembelian trailer-trailer CNG dengan kapasitas 18 mmscfd sehingga besarnya sangat dipengaruhi oleh harga
beli trailer tersebut. Trailer yang digunakan berkapasitas 133 mscf,
sehingga diperlukan kurang lebih 68 trailer dengan asumsi RTD
yang digunakan adalah 12 jam. Biaya operasional (Opex) dari transportasi CNG menggunakan trailer adalah sebesar 0,51 MMUS$,
meliputi biaya operasional dan perawatan (O&M) trailer.
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
73
Tabel 6.4
Indikator Keekonomian Proses CNG Plant
ECONOMIC INDICATORS
Processing Fee
1.81 US$/mmbtu
6.0 years
POT (PBP)
IRR
20.02%
US$ 4,827,038
NPV
1.64
PI (BCR)
Gas Sold Prices
5.70 US$/mmbtu
Simulasi model keekonomian bagian transportasi CNG menghasilkan
transport fee sebesar 0,75 US$/mmbtu, sehingga harga jual CNG
hingga ke industri terdekat adalah sebesar 6,45 US$/mmbtu. Berikut
merupakan indikator keekonomian transportasi CNG (Tabel 6.5).
Tabel 6.5
Indikator Keekonomian Transportasi CNG
ECONOMIC INDICATORS
Transport Fee
POT (PBP)
IRR
NPV
PI (BCR)
Gas Sold Prices
0.75 US$/mmbtu
7.0 years
20.02 %
US$ 10,345,017
2.09
6.45 US$/mmbtu
Dari hasil simulasi model keekonomian hilir CNG dapat dikatakan
bahwa opsi moda transportasi GMB dengan menggunakan
transportasi CNG layak dari segi keekonomian sehingga
dimungkinkan untuk dikembangkan. Hal ini dapat dilihat dari
74
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
nilai IRRnya yang mencukupi (20%) dan menghasilkan nilai PI
(Profitability Index) yang tinggi (di atas 1,5). Nilai PI ini merupakan
nilai rasio NPV dengan investasi awal. Nilai PI dianggap layak dari
segi keekonomian bila bernilai di atas 1. Berikut disajikan proyeksi
cash flow pada model keekonomian hilir CNG.
3. Jaringan Perpipaan
Transportasi gas bumi dengan menggunakan pipa adalah opsi ketiga
yang paling umum dan paling banyak digunakan. Hal ini dikarenakan
fleksibilitas yang tinggi dari segi kapasitas dan jarak dan juga biaya
investasinya. Biaya pembangunan pipa untuk daerah offshore lebih
mahal dibandingkan dengan biaya pembangunan pipa untuk daerah
onshore, sehingga untuk daerah onshore dengan jarak yang cukup
jauh, moda transportasi dengan menggunakan LNG lebih cenderung
dipilih. Gambar 6.7 berikut memperlihatkan biaya transportasi gas
bumi dengan menggunakan pipa dan tanker LNG.
Dari gambar tersebut terlihat bahwa biaya transportasi gas bumi
dengan pipa onshore akan lebih murah dibandingkan dengan tanker
LNG jika jarak dari sumber gas ke konsumen kurang dari 2.200 km,
Gambar 6.7
Biaya Transportasi Gas Bumi dengan Menggunakan
Pipa dan Tanker LNG
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
75
sedangkan biaya transportasi gas bumi dengan pipa offshore akan
lebih murah dibandingkan dengan tanker LNG jika jarak dari sumber
gas ke konsumen kurang dari 700 km.
Opsi ketiga dari pemanfaatan GMB adalah dengan langsung
mendistribusikannya melalui jaringan perpipaan (pipeline). Skenario
ini ditambahkan mengingat bahwa pada lokasi GMB terdapat ruas
jaringan transmisi gas bumi milik PT. Pertamina Gas (PT. Pertagas).
Sama halnya dengan CNG, pada model keekonomian hilir jaringan
perpipaan telah ditentukan asumsi-asumsi perhitungan Tabel 6.6.
Tabel 6.6
Asumsi Perhitunganguntuk Jaringan Perpipaan
g
ASSUMPTION
Harga Beli Gas (dari hulu)
Construction Time
3.89 US$/mmbtu
1 year
Plant Lifetime (18 MMSCFD)
17 years
Equity
30%
Tax
30%
Depreciation Methode
Loan Period
Straight Line
5 years
Setelah harga gas hulu dari GMB diketahui, maka akan dihitung nilai
akhir harga jual gas pipa hingga industri terdekat. Khusus untuk moda
transportasi ini hanya akan digunakan 1 jenis aliran kas saja, yaitu
untuk menghitung processing fee. Sedangkan untuk perhitungan
transport fee akan ditentukan langsung berdasarkan tarif (toll fee).
• Proses
Nilai Capex atau biaya investasi untuk gas pipa (pipeline) adalah
sebesar 6,32 MMUS$. Biaya operasionalnya (Opex) adalah sebesar
0,15 MMUS$, mencakup biaya operasional pekerja dan perawatan
(O&M).
76
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
Simulasi model keekonomian untuk proses gas pipa menghasilkan
processing fee sebesar 1,35 US$/mmbtu, dengan demikian harga jual
gas pipa (keluar dari proses) adalah sebesar 5,24 US$/mmbtu. Pada
Tabel 6.7 terlihat indikator keekonomian dari proses gas pipa.
Tabel 6.7
Indikator Keekonomian Proses Gas Pipa
ECONOMIC INDICATORS
Processing Fee
POT (PBP)
IRR
NPV
PI (BCR)
Gas Sold Prices
1.35 US$/mmbtu
5.3 years
20.01%
US$ 1,172,271
1.20
5.24 US$/mmbtu
• Transportasi
Khusus untuk gas pipa, karena telah adanya ruas jaringan transmisi
gas milik PT. Pertagas, maka biaya transportasi pipa dihitung
berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas
Bumi Nomor: 167/Tarif/BPH Migas/Kom/II/2009 tentang Penetapan
Tarif Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa Pada 32 (Tiga Puluh Dua)
Ruas Transmisi Kepada PT. Pertagas. Asumsi yang digunakan adalah
gas pipa ini akan langsung dialirkan ke PT. Pusri Palembang, sehingga
biaya toll fee dari lapangan Rambutan hingga PT. Pusri adalah sebesar
0,72 US$/mmbtu untuk pipa transmisi total sepanjang ± 159,11 km.
Dengan demikian harga jual gas pipa hingga ke PT. Pusri adalah
sebesar (5.24 + 0.72) US$/mmbtu = 5.96 US$/mmbtu.
6.3. Perbandingan Harga GMB
Dari hasil perhitungan keekonomian ketiga opsi moda transportasi
pemanfaatan GMB, dapat dilihat pada Tabel 6.8 yang berisikan
biaya Capex, Opex serta harga akhir jual gas.
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
77
Tabel 6.8
Harga Jual Gas Tingkat Konsumen Akhir untuk Masing-masing
Opsi Moda Transportasi Gas
Process
Transportation
Process
Capex(MMUS$)
73.73
5.77
8.09
Opex(US$/year)
30,936,162
(total)
288,470
1,467,946
7.68
0.50
11.57
12.07
Fee(US$/mmbtu)
HargaJualGasͲEnd
User(US$/mmbtu)
Transportation
Process
Transportation
6.3
*)
510,000
158,070
*)
1.81
0.75
1.35
0.72(sepanjang±
159.11km)
5.70
6.45
5.24
5.96
Keterangan: *) Toll Fee untuk Pipeline dihitung dari biaya tieͲin ke jaringan transmisi PT Pertamina Gas sesuai
keputusan Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi Nomor: 167/Tarif/BPH
Migas/Kom/II/2009
Dari Tabel tersebut terlihat jelas bahwa harga gas keluaran dari pipa
memiliki tingkat harga yang paling rendah dibandingkan dengan
LNG dan CNG. Hal ini disebabkan bahwa untuk transportasi gas
keluaran pipa dihubungkan ke dalam jaringan pipa transmisi gas
milik PT. Pertagas yang sudah ada, sehingga tidak diperlukan
investasi pembangunan pipa yang baru. Dari ketiga opsi moda
transportasi di atas, biaya proses LNG merupakan biaya yang paling
mahal dibandingkan dengan biaya-biaya lainnya karena mengingat
peralatan-peralatan utama dalam proses LNG lebih kompleks
dibandingkan dengan proses pada CNG maupun pipa.
• Analisis Sensitivitas
Analisis Sensitivitas digunakan untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh perubahan parameter ekonomi yang telah ditentukan
terhadap nilai salah satu indikator ekonomi (misalnya nilai IRR
atau NPV). Biasanya parameter ekonomi yang ingin diketahui
kesensitivannya adalah biaya investasi (Capex), operasional
(Opex), dan volume produksi. Di bawah ini akan disajikan grafik
sensitivitas dari ketiga parameter ekonomi tersebut untuk masingmasing opsi moda transportasi (hilir GMB).
78
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
1. LNG
Penentuan harga akhir LNG (hingga industri) diperoleh dari
perhitungan dua macam model keekonomian hilir, yaitu proses
dan transportasinya. Maka dari itu, analisis sensitivitas dilakukan
terhadap kedua macam aliran kas tersebut. Gambar 6.8 dan 6.9 di
bawah berturut-turut menyajikan diagram sensitivitas untuk proses
dan transportasi LNG.
LNGPROCESSSENSITIVITYDIAGRAM
28.00%
26.00%
24.00%
22.00%
I 20.00%
R 18.00%
R 16.00%
14.00%
12.00%
10.00%
8.00%
80
85
90
95
100
105
110
115
120
PercentCase
CAPEX
OPEX
VOLUME
Gambar 6.8
Diargram Sensitivitas untuk Proses LNG
LNGTRANSPORTSENSITIVITYDIAGRAM
26.00%
24.00%
I
R
R
22.00%
20.00%
18.00%
16.00%
14.00%
80
85
90
95
100
105
110
115
120
PercentCase
CAPEX
OPEX
VOLUME
Gambar 6.9
Diagram Sensitivitas untuk Transportasi LNG
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
79
Kedua diagram di atas masing-masing menggambarkan pengaruh
perubahan biaya Capex, Opex, dan volume produksi gas terhadap
nilai IRR pada proses dan transportasi LNG.
Base case dari Gambar 6.8 di atas adalah pada saat nilai Capex
(proses) sebesar 73,73 MMUS$; Opex (proses) total masa proyek
sebesar 30.936.162 US$ dengan volume produksi LNG total (17
tahun masa proyek) sebesar 207,08 mmscfd sehingga dihasilkan
nilai IRR 16%.
Dari diagram di atas terlihat bahwa parameter yang paling sensitif
terhadap perubahan nilai IRR pada proses LNG adalah angka volume
produksi GMB. Setiap perubahan angka volume produksi sebesar
5% akan menghasilkan perubahan nilai IRR rata-rata ± 2,25%.
Base case dari Gambar 6.9 di atas adalah pada saat nilai Capex
(transportasi) sebesar 5,77 MMUS$; Opex (transportasi) sebesar
288,470 MMUS$ per tahunnya dengan volume produksi LNG total
yang sama sebesar 207,08 mmscfd sehingga dihasilkan nilai IRR
16%. Dari diagram di atas terlihat bahwa angka Capex dan volume
produksi gas mempunyai tingkat kesensitivan yang sama terhadap
perubahan nilai IRR pada transportasi LNG. Setiap perubahan
5% angka Capex dan volume produksi LNG akan menghasilkan
perubahan nilai IRR rata-rata ± sebesar 1,05%.
2. CNG
Sama dengan perhitungan sebelumnya, penentuan harga akhir
CNG (hingga industri) diperoleh dari perhitungan 2 macam model
keekonomian hilir, yaitu proses dan transportasinya. Berikut disajikan
Gambar 6.10 dan 6.11 yang menunjukkan pola kecenderungan
sensitivitas dari parameter ekonomi untuk proses dan transportasi
CNG.
Kedua diagram di atas masing-masing menggambarkan pengaruh
perubahan biaya Capex, Opex, dan volume produksi gas terhadap
nilai IRR pada proses dan transportasi LNG.
Base case dari Gambar 6.10 di atas adalah pada saat nilai Capex
(proses) sebesar 8,09 MMUS$; Opex (proses) sebesar US$ 1.467.946
US$ per tahunnya dan volume produksi CNG total (selama 17 tahun
80
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
CNGProcessSensitivityDiagram
29.00%
26.00%
I
R
R
23.00%
20.00%
17.00%
14.00%
11.00%
8.00%
80
85
90
95
100
105
110
115
120
PercentCase
CAPEX
OPEX
VOLUME
Gambar 6.10
Diargram Sensitivitas untuk Proses CNG
CNGTransportSensitivityDiagram
25.00%
23.00%
I 21.00%
R
R 19.00%
17.00%
15.00%
80
85
90
95
100
105
110
115
120
PercentCase
CAPEX
OPEX
VOLUME
Gambar 6.11
Diagram Sensitivitas untuk Transportasi CNG
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
81
proyek) sebesar 241,39 mmscfd sehingga dihasilkan nilai IRR 16%.
Dari diagram di atas terlihat bahwa parameter yang paling sensitif
terhadap perubahan nilai IRR pada proses CNG adalah angka volume
produksi CNG. Setiap perubahan angka volume produksi sebesar
5% akan menghasilkan perubahan nilai IRR rata-rata ± 2,00%.
Begitu juga halnya dengan Gambar 6.11 yang menunjukkan bahwa
parameter volume produksi gas CNG yang paling berpengaruh
terhadap perubahan nilai IRR pada transportasi CNG. Setiap
perubahan angka volume produksi sebesar 5% akan menghasilkan
perubahan nilai IRR rata-rata ± 1,05%.
3. Jaringan Perpipaan (Pipeline)
Berbeda dari dua perhitungan sebelumnya, untuk penentuan harga
akhir gas pipa (pipeline) dilakukan dengan satu jenis aliran kas
saja, yakni pada perhitungan proses gas pipa, selebihnya kemudian
ditambahkan dengan tarif (toll fee) milik PT. Pertagas. Dengan
demikian pada moda transportasi jenis ini hanya menghasilkan satu
diagram sensitivitas saja (Gambar 612).
PipelineProcessSensitivityDiagram
30.00%
26.00%
I
22.00%
R
R
18.00%
14.00%
10.00%
85
90
95
100
105
110
115
120
PercentCase
CAPEX
OPEX
VOLUME
Gambar 6.12
Diagram Sensitivitas untuk Proses Gas Pipa
82
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
Gambar tersebut menunjukkan besarnya pengaruh perubahan
biaya Capex, Opex, dan volume produksi gas terhadap nilai IRR
pada proses gas pipa (pipeline). Base casenya adalah pada saat
nilai Capex (proses) sebesar 6,3 MMUS$; Opex (proses) sebesar
158.070 US$ dengan volume produksi gas pipa sebesar 241,9
mmscfd sehingga dihasilkan nilai IRR 16%.
Dari diagram di atas terlihat bahwa parameter yang paling sensitif
terhadap perubahan nilai IRR pada proses gas pipa (pipeline) adalah
angka volume produksi pipa yang berasal dari GMB, walaupun tingkat
sensitivitasnya tidak jauh berbeda dengan angka Capex. Setiap
perubahan angka volume produksi sebesar 5% akan menghasilkan
perubahan nilai IRR rata-rata ± 2,25%. Asumsi pembentukan gas
pipa sama dengan produksi CNG, yakni dapat menghasilkan gas
sebesar 95% dari produksi GMB per tahunnya.
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
83
84
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
BAB 7
REGULASI PENGUSAHAAN GMB
Sampai saat ini pengembangan Gas Metana Batu bara (GMB) di
Indonesia masih dalam tahap inisiasi. Kepastian hukum bagi pemerintah
dalam mengatur pengusahaan GMB dapat menciptakan iklim yang
kondusif bagi para investor yang akan menanamkan modalnya di
Indonesia. Maka berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 36
tahun 2008, Wilayah Kerja GMB adalah daerah tertentu yang diberikan
kepada Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap di Wilayah Hukum
Indonesia untuk melaksanakan pengusahaan GMB yang meliputi
Wilayah Terbuka, Wilayah Kerja Migas, Wilayah Perjanjian Karya
Pengusahaan Pertambangan Batu bara (PKP2B), dan atau di wilayah
Kuasa Pertambangan (KP) batu bara. Peraturan Menteri ESDM tersebut
adalah tentang Pelaksanaan Pengusahaan Gas Metana Batu bara yang
berada di Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi dan Wilayah Kerja Batu
bara.
7.1. Peraturan Perundangan Terkait
Berikut Perundang-undangan yang terkait dengan Keputusan
Menteri ESDM mengenai GMB di Indonesia:
(1) UU No. 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi
UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi merupakan
induk dari penyusunan perundang-undangan lapangan minyak
dan gas bumi, sehingga semua peraturan perundangan di
bawahnya mengacu pada perundangan induk tersebut.
Sehubungan dengan terbitnya Peraturan Menteri yang
menyatakan bahwa GMB berada dalam lapangan minyak
dan gas bumi, maka peraturan perundangan yang berkaitan
dengan GMB akan mengacu pula pada UU Migas di atas. Halhal umum (lex generalist) mengenai kegiatan hulu maupun
hilir kegiatan migas berlaku pula untuk kegiatan pengusahaan
GMB, sedangkan hal-hal khusus tentang pengusahaan GMB
(lex specialist) akan diatur dalam Rancangan Keputusan Menteri
ESDM tentang Pedoman Pengusahaan Gas Metana Batu
bara.
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
85
(2) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 sebagaimana
telah beberapa kali diubah, terakhir dengan PP 55 Tahun 2009
tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
Dalam Pasal 103 PP No. 35 Tahun 2004 telah diatur mengenai
ketentuan pengusahaan Gas Metana Batu bara, yang
menyebutkan bahwa pengusahaan Gas Metana Batu bara
termasuk bentuk dan ketentuan-ketentuan Kontrak Kerja
Samanya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
Rancangan Keputusan Menteri tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengusahaan Gas Metana Batu bara mengacu dan berpedoman
pada PP No. 35 Tahun 2004 terutama pengaturan tentang
Wilayah Kerja dan pelaksanaan Kontrak Kerja Sama, dengan
asumsi bahwa pengusahaan Gas Metana Batu bara masih
termasuk dalam bagian kegiatan minyak dan gas bumi, sehingga
ketentuan mengenai eksplorasi maupun eksploitasinya tetap
berpedoman pada PP No. 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan
Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
(3) Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1669/30/
MPE/1998 tentang Pelaksanaan Pengembangan Coalbed
Methane (CBM/GMB)
Embrio peraturan pengusahaan GMB dan ketentuan mengenai
domain kegiatan GMB yang termasuk dalam kegiatan minyak
dan gas bumi pertama kali diatur dalam Keputusan Menteri
Pertambangan dan Energi No. 1669/30/MPE/1998. Dalam Surat
Keputusan Menteri tersebut pertama kali didefinisikan tentang
pengusahaan GMB. Dalam Pasal 1 disebutkan bahwa Coalbed
Methane” adalah gas alam (hidrokarbon) yang terjadi secara
alamiah dari hasil samping proses pembentukan batu bara
(coalification) yang terperangkap dan terserap (terabsorpsi) di
dalam batu bara, dengan gas metana merupakan komponen
utamanya.
(4) Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor
1636 K/13/MEM/2002 tentang Pengelolaan Data Sektor Energi
dan Sumber Daya Mineral
86
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
Konsideran Menimbang dalam Keputusan Menteri tersebut
dinyatakan tentang pentingnya pengelolaan data di sektor
energi dan sumber daya mineral. Data yang diperoleh dari
kegiatan di sektor energi dan sumber daya mineral antara lain
meliputi data minyak dan gas bumi, data geologi dan sumber
daya mineral, dan data yang terkait dengan kegiatan sektor
energi dan sumber daya mineral.
Sedangkan yang dimaksud data dalam sektor energi dan
sumber daya mineral adalah semua fakta, petunjuk, indikasi dan
informasi baik dalam bentuk tulisan (karakter), angka (digital),
media magnetik, dokumen, percontoh batuan, fluida, dan bentuk
corak apapun yang didapat dari hasil kegiatan di sektor energi
dan sumber daya mineral.
Dalam kegiatan pengusahaan GMB, data sangat dibutuhkan
untuk mengetahui seberapa besar potensi GMB di suatu daerah,
sehingga dapat diajukan permohonan wilayah kerjanya.
Data yang dimaksud dalam pengusahaan GMB dapat berasal
dari data yang dimilki oleh sektor minyak dan gas bumi, maupun
oleh penambangan batu bara. Data dapat diperoleh oleh suatu
kegiatan pengusahaan pertambangan adalah milik negara dan
dikuasai pemerintah, sehingga apabila pengusahaan GMB
membutuhkan data yang berasal dari sektor lain, maka data
tersebut dapat diperoleh dengan izin Menteri ESDM.
(5) Keputusan Menteri ESDM No. 1088 K/20/MEM/2003 tentang
Pedoman Pelaksanaan Pembinaan, Pengawasan, Pengaturan
dan Pengendalian Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi
dan Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi.
Dalam Keputusan Menteri ESDM tersebut pada dasarnya hanya
mempertegas pembagian tugas dan fungsi pembinaan dan
pengawasan pemerintah di bidang minyak dan gas bumi.
Pengusahaan GMB termasuk dalam bidang pembinaan dan
penetapan kebijakan usaha minyak dan gas bumi di bawah
koordinasi Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi.
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
87
(6) Keputusan Menteri ESDM No. 1480 Tahun 2004 Tentang Tata
Cara Penetapan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi.
Penetapan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi sangat
relevan untuk menjadi acuan bagi penetapan Wilayah Kerja
pengusahaan GMB yang merupakan domain kegiatan minyak
dan gas bumi.
7.2. Pengusahaan GMB
Secara umum, pengusahaan GMB di Indonesia mengacu pada rejim
Migas. Karenanya, UU No 22 Tahun 2001 dan PP No.35 Tahun 2004
masih menjadi acuan umum, terutama mengenai bentuk dan pola
PSC, dengan masing-masing blok GMB harus dikelola oleh satu
badan hukum usaha. Hal tata cara penawaran wilayah kerja pun
mengacu pada Peraturan Menteri ESDM No.35 tahun 2008 tentang
tata cara penawaran Wilayah Kerja Migas. Berikut regulasi yang
khusus terkait dengan bisnis GMB di Indonesia:
1. Peraturan Menteri ESDM No. 5 Tahun 2012
2. Peraturan Menteri ESDM No. 36 Tahun 2008
3. Peraturan Menteri ESDM No. 35 Tahun 2008
4. Peraturan Menteri ESDM No. 27 Tahun 2006
5. Peraturan Menteri ESDM No. 28 Tahun 2006
Pada pertengahan tahun 2000, pemerintah Indonesia
mengembangkan kerangka kerja legislatif bagi pembangunan GMB.
Regulasi tersebut dapat berjalan dengan baik dan sebagian besar
didasarkan pada peraturan minyak dan gas bumi yang ada. Peraturan
Menteri ESDM Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pengusahaan Bisnis
GMB, saat ini menjadi peraturan utama bila hendak berurusan
dengan GMB. Salah satu isu kunci dalam pengembangan GMB
adalah adanya pengelolaan hak yang tumpang tindih antara kuasa
pertambangan batu bara, minyak dan gas bumi, serta sumber daya
GMB bila ada di daerah yang sama. Sebelum adanya Peraturan
Menteri Nomor 36 Tahun 2008, penambang minyak dan gas bumi
dan kontraktor batu bara diberikan hak yang sama (gabungan)
88
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
untuk mengajukan PSC GMB bila wilayah kerjanya tumpang tindih;
tetapi saat ini prioritas diberikan kepada kontraktor minyak dan gas
bumi di daerah tumpang tindih. Namun demikian, adanya ketetapan
transisi di peraturan baru; yang berarti bisa saja terdapat aplikasi
pre-existing, maka akan diperlakukan seperti peraturan mereka
yang lama. Di daerah terbuka, tidak ada hak istimewa yang diberikan
dan di daerah dengan hanya ada operasi minyak dan gas bumi
atau pertambangan batu bara saja, maka prioritas utama diberikan
kepada kontraktor yang bertugas saat itu.
7.3. Tata Cara Penetapan dan Penawaran Wilayah Kerja GMB
Sedangkan mengenai kebijakan penyiapan, penetapan dan
penawaran Wilayah Kerja GMB telah ditetapkan oleh Menteri
ESDM berdasarkan pertimbangan teknis, ekonomi, tingkat risiko,
efisiensi, dan berasaskan keterbukaan, keadilan, akuntabilitas,
dan persaingan usaha yang wajar. Penyiapan, penetapan dan
penawaran Wilayah Kerja GMB tersebut diselenggarakan oleh
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi dengan memperhatikan
pertimbangan dari Badan Pelaksana. Penyiapan, penetapan dan
penawaran Wilayah Kerja GMB, wajib mengutamakan pemanfaatan
data dan informasi yang berada pada Kementrian ESDM.
Peraturan Menteri ESDM No.36 Tahun 2008 merupakan revisi dari
Peraturan Menteri No.33 Tahun 2006. Permen tersebut direvisi
menyusul adanya berbagai persoalan terkait dengan tumpang tindih
antara Wilayah Kerja (WK) Migas dengan Kuasa Pertambangan
(KP) Batu bara. Perubahan signifikan dari Permen ESDM No. 33
ke No. 36 adalah menyangkut persyaratan KP Batu bara yang
mendapatkan prioritas pertama dalam pengusahaan GMB di wilayah
kerja yang tumpang tindih.
Dalam Permen ESDM No.36 Tahun 2008 dinyatakan dengan tegas
bahwa hanya KP Batu bara yang statusnya sudah eksploitasi selama
3 tahun yang mendapatkan prioritas pengusahaan GMB di wilayah
tumpang tindih. Untuk KP yang statusnya masih penyelidikan umum
atau pun eksplorasi, tidak mendapatkan kesempatan pertama dalam
pengusahaan GMB tersebut.
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
89
Namun demikian, dalam pasal peralihan dinyatakan bahwa KP yang
sudah mengajukan Evaluasi Bersama wilayah kerja GMB sebelum
Permen 36 lahir, masih mendapat kesempatan pertama (meskipun
statusnya belum eksploitasi). Hal ini membuat persoalan yang telah
muncul sebelumnya menjadi tidak mudah untuk diselesaikan. WK
Migas yang areanya tumpang tindih dengan WK GMB, masih harus
mengakomodir KP-KP Batu bara tersebut. Persoalan bertambah
runyam ketika melihat prosedur perijinan dan perpanjangan KP
Batu bara, sebelum UU Minerba No.4 Tahun 2009 lahir, berada
di tingkat Kabupaten/Kota. Perpanjangan ijin KP di tingkat
Kabupaten/Kota tersebut dilakukan dengan sangat mudah seolah
tanpa kontrol dari aparat pemerintah Daerah setempat. Untuk
menghindari permasalahan tersebut, maka ditetapkan Perjanjian
Karya Pengusahaan Pertambangan Batu bara (PKP2B) dan Kuasa
Pertambangan Batu bara (KP Batu bara).
90
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
BAB 8
PEMANFAATAN GMB UNTUK PEMBANGKIT
LISTRIK RUMAH TANGGA
Pengembangan GMB di Indonesia dilakukan atas kebijakan Pemerintah
yang sudah dikeluarkan oleh Menteri ESDM sebagai terobosan atas
menurunnya jumlah produksi minyak di Indonesia. Pilot Project GMB
Rambutan merupakan pilot project GMB pertama di Indonesia yang
bertujuan untuk meyakinkan kepada investor dan membuktikan bahwa
GMB di Indonesia memiliki prospek untuk dikembangkan. Proyek
penelitian ini dimulai sejak tahun 2004, dan sampai dengan tahun 2008
telah dilakukan pengeboran sebanyak 5 sumur percontoh. Pilot project
GMB Rambutan merupakan Pilot GMB pertama yang menghasilkan
gas metana batu bara pada tahun 2008 dan pemanfaatan gas metana
terproduksi untuk listrik pada tahun 2011.
Optimalisasi yang dilakukan dalam pelaksanaan pilot proyek CBM
Rambutan meliputi penentuan pola five spot dimaksudkan agar
dewatering dapat berlangsung efektif. Dengan pola ini, sumur CBM 3
yang letaknya ditengah pertama kali produksi gas setelah dewatering
dilakukan selama 4 bulan.Pompa PCP dinilai paling ekonomis dibanding
dengan jenis pompa yang lain untuk digunakan dalam pelaksanaan
dewatering.
Salah satu cara untuk mempercepat dan memperbesar produksi gas
metana dari sumur GMB adalah dengan memperbesar permeabilitas dan
memperlebar area kontak antara seam baru bara dengan lubang sumur.
Salah satu metode yang telah diuji coba untuk tujuan tersebut adalah
Radial jetting yang dilakukan pada seam 3, sumur CBM 4 pada daerah
case hole dan seam 5 pada daerah open hole. Hasil yang diperoleh
dapat meningkatkan produksi gas dari sumur tersebut dari 0.15 mscf/
hari menjadi 10 mscf/hari.
Gas yang terproduksi sudah dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan
listrik dengan kapasitas generator 12 KVA di masing masing sumur yaitu
sumur CBM 3 dan sumur CBM 4. Pemanfaatan pembangkit listrik ini
didasari oleh keinginan untuk meningkatkan rasio elektrifikasi di sekitar
lapangan GMB Rambutan.
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
91
Seperti terlihat pada grafik berikut, konsumsi listrik di Sumatera Selatan
pada periode tahun 2003 - 2006 mengalami peningkatan yang cukup
signifikan, yaitu rata-rata sebesar 22,2% per tahun dengan dominasi
sektor rumah tangga yang meningkat sebesar 19,1% per tahun (Gambar
8.1). Ke depannya kebutuhan listrik diproyeksikan akan semakin
meningkat, hal ini akan berdampak terhadap energi yang dibangkitkan
di wilayah Sumatera Selatan.
PERKEMBANGANKONSUMSILISTRIKSUMATERASELATAN
1000
900
800
700
GWH
600
RumahTangga
500
Industri
Bisnis
400
Sosial
Lainnya
300
200
100
0
2003
2004
2005
2006
Tahun
Sumber : Statistik PLN 2003 - 2006
Gambar 8.1
Perkembangan Konsumsi Listrik Sumatera Selatan
Lokasi sumber daya GMB di lapangan Rambutan berpotensi untuk
dijadikan sumber tenaga listrik mikro. Jarak antara lapangan Rambutan
dengan pemukiman terdekat yang berkisar ±16 km menjadi faktor
pertimbangan terpenting, mengingat tidak tersedianya jaringan transmisi
maupun distribusi listrik yang menghubungkannya. Pengembangan
listrik dari lapangan GMB memiliki alur pola seperti terlihat pada
Gambar 8.2.
92
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
Gambar 8.2
Alur Proses Pembangkitan Listrik dari Gas GMB
8.1. Biaya Investasi Peralatan Pembangkitan Listrik berbasis
GMB
Dalam perhitungan biaya investasi fasilitas produksi, biaya flow
line diasumsikan diabaikan karena dianggap pembangkit listrik
dilokasikan dekat dengan sumur sehingga untuk perhitungan
ditujukan pada peralatan utama saja. Biaya peralatan tersebut
diperoleh dari beberapa sumber, yaitu:
• Separator
: 47.848 US$
• Scrubber
: 74.400 US$
• Cooler
: 62.698 US$
• Compressor
: 312.500 US$
• Dehidrasi Unit : 1,1 juta. US$
Dengan demikian, total biaya peralatan untuk fasilitas lapangan
produksi GMB adalah 1.597.446 US$
Gas Turbine: 2.217.600 US$
Dengan demikian biaya fasilitas produksi dan gas turbine secara
keseluruhan adalah:
Capex ISBL (Main Process) = 1.597.446 + 2.217.600
= 3.815.046 US$
= Rp. 34.335.414.000
(1 US$ = Rp.9.000)
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
93
Untuk menghitung biaya fasilitas pembangkit, diketahui jarak dari
lapangan Rambutan ke fasilitas jaringan transmisi terdekat dengan
rumah penduduk di wilayah pemukiman Kecamatan Benakat sejauh
± 16 km. Biaya pemasangan jaringan transmisi di atas permukaan
adalah sebesar Rp. 296.000.000,-/km, jadi besarnya investasi yang
diperlukan apabila dibangun jaringan transmisi adalah sebesar =
Rp. 296.000.000,-/km x 16 km = Rp. 4.736.000.000,00.
Pengadaan unit main process merupakan biaya yang paling
signifikan yang mencapai 51% untuk microturbine ditambahkan
dengan 36% untuk gas pre-treatment unit terhadap total biaya Inside
Battery Limits.
Tabel 8.1
Estimasi Biaya ISBL untuk Pembangkit Microturbine
BUDGET ESTIMATION FOR IBL MICROTURBINE (4 x 600 kW)
1
Engineering Design and Know-How
2
Main process
Separator Unit
Scrubber Unit
Cooler Unit
Compressor Unit (1000 - 1500 $/HP; 1250 $/HP)
Dehydration Plant Unit
Microturbine Unit (900 - 1000 $/kW; 925 $/kW)
3
USD
55,556
Rp.
500,000,000
47,848
74,400
62,698
312,500
1,100,000
2,217,600
430,632,000
669,600,000
564,282,000
2,812,500,000
9,900,000,000
19,958,400,000
Transmission (transmisi di atas permukaan Rp. 296.000.000,-/km)
TOTAL
C600 600kW Power Package High-pressure Natural Gas
526,222
4,736,000,000
4,396,824
39,571,414,000
1%
12%
EngineeringDesignandKnowͲHow
36%
PreͲtreatmentUnit
MicroturbineUnit
Transmission
51%
Gambar 8.3
Persentase Biaya ISBL
94
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
Sedangkan biaya-biaya fasilitas yang tercakup dalam komponen
Outside Battery Limits yaitu utilities, waste water treatment plant,
electrical, instrument & piping, civil, structure & construction,
engineering design. Total biaya tersebut adalah 323,233 US$ atau
Rp. 2,90 milyar. Tabel berikut menjelaskan secara detil biaya-biaya
OSBL
Tabel 8.2
Estimasi Biaya OSBL untuk Pembangkit Microturbine
BUDGET ESTIMATION FOR OBL MICROTURBINE (4 x 600 kW)
Description Outside Battery Limit
Price
Estimation
(USD)
Price Estimation
(Rp.)
Utilities
Total
Waste Water Treatment Unit
Electrical, Instrument Control & Piping
Total
52,762
474,856,968
35,175
316,571,312
131,905
1,187,142,420
Civil, Stucture & Contruction
Plant & Building
Office, Laboratory and Operating Room
Total
65,952
593,571,210
Engineering Design
16,862
151,756,373
Project Management (2.5%)
13,432
120,890,670
Contingency 2.5%
7,145
64,303,548
TOTAL OBL Cost
323,233
2,909,092,500
4,396,824
4,720,056
39,571,414,000
42,480,506,500
ISBL
TOTAL (IBL + OBL)
8.2. Keekonomian Pembangkit Listrik berbasis GMB
Pada bagian hilir pengusahaan GMB yaitu akan dibangun fasilitas
pembangkitan berbasis microturbine yang secara keseluruhan
membutuhkan biaya yang sangat mahal untuk sebuah pembangkit
skala kecil yaitu membutuhkan dana investasi sebesar Rp. 42,48
milyar. Biaya terbesar dari pengadaan fasilitas pembangkitan ini
yaitu untuk microturbine sebesar Rp. 19,95 milyar setara dengan
47% total biaya. Kemudian disusul oleh pengadaan unit peralatan
utama lainnya yang menyatu dalam sistem pre-treatment gas
bumi mencakup separator, scrubber, cooler unit, compressor
dan dehydration plant yang mengambil porsi biaya 34% atau Rp.
14,37 milyar. Sedangkan biaya penyaluran yaitu kabel transmisi
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
95
mengambil biaya Rp. 4,73 milyar atau 11% dari total biaya investasi.
Dari informasi harga hulu GMB, biaya investasi pengembangan
pembangkit listrik skala kecil GMB dan beberapa parameter
keekonomian yang didasarkan dari sumber Rule of Thumb seperti
asumsi biaya O&M, kurs, discount factor, equity to debt ratio. Maka
keseluruhan informasi tersebut diolah untuk mendapatkan informasi
harga listrik per kWh dan keekonomian pembangkitan tersebut
dalam sebuah model spread sheet keekonomian berbasis macro
excel.
Perhitungan keekonomian dengan harga beli gas hulu sebesar
4,7 US$ dan umur proyek yaitu 15 tahun memberikan hasil bahwa
untuk mencapai keekonomian proyek dengan target IRR 15% maka
harga listrik berada pada level Rp. 1.539 per kWh. Pada level harga
tersebut, NPV yang diperoleh mencapai Rp. 2,65 milyar, masa
pengembalian modal (POT) 6,15 tahun dan Profitability Index (PI)
1,06.
Tabel 8.3
Input Asumsi dan Hasil Simulasi Model Keekonomian
ASSUMPTION
OPERATING HOURS PER DAY
OPERATING DAYS PER YEARS
CAPACITY
Operating Capacity
FINANCING :
Debt Equity Ratio
Interest
- Inves tment
- Working Capital
Re Payment
- Inves tment
- Working Capital
Depreciation
RAW MATERIAL
Raw Gas
OTHER COST
Fixed O&M
PRODUCT PRICE
Electricity
24 hours
365 days
2,127 kW
70%
30.00%
12.00% per year
12.00% per year
5 years
3 years
15 Years (s traight line)
42,300 Rp/mmbtu
952,540,450 Rp/Tahun
1,540 Rp/kWh
RESULT :
IRR
NPV
POT
PI
96
15.00%
2,657,925,657 Rupiah
6.15 YEAR
1.06
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
Analisis sensitifitas dilakukan untuk melihat parameter Capex, Opex,
harga gas GMB dan harga listrik terhadap indikator IRR. Harga jual
listrik merupakan parameter yang paling signifikan mempengaruhi
IRR. Setiap perubahan 5% harga listrik mempengaruhi nilai IRR
yang bergeser sebesar ± 2%. Sebagai contoh pada saat harga jual
listrik Rp. 1.462 per kWh, IRR yang dihasilkan hanya 12,8% yang
mendekati nilai discount rate yang digunakan yaitu 12%. Sedangkan
jika harga naik 5% terhadap harga basis yaitu dari Rp. 1.539 per
kWh manjadi Rp. 1.616 per kWh maka indikator IRR meningkat dari
15% menjadi 17,1%.
30%
25%
IRR
20%
15%
10%
5%
0%
Ͳ30%
Ͳ25%
Ͳ20%
Ͳ15%
Ͳ10%
Ͳ5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
Sensitivitas
CAPEX
OPEX
HARGALISTRIK
HARGAGASCBM
Gambar 8.4
Analisis Sensitivitas terhadap Nilai IRR
Pada kondisi base case dengan harga jual listrik Rp. 1.539 per kWh
memberikan nilai NPV sebesar Rp. 2,63 milyar. Harga jual listrik
juga merupakan parameter yang paling signifikan mempengaruhi
NPV. Setiap perubahan 5% harga listrik mempengaruhi nilai NPV
yang bergeser sebesar ± Rp. 5,8 milyar. Sebagai contoh pada saat
harga jual listrik Rp. 1.462 per kWh, NPV yang dihasilkan hanya
Rp. 3,19 milyar sudah memberikan nilai (-) NPV, artinya pada harga
jual tersebut keekonomian proyek sudah tidak berjalan. Sedangkan
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
97
jika harga naik 5% terhadap harga basis yaitu dari Rp. 1.539 per
kWh manjadi Rp. 1.616 per kWh maka indikator NPV meningkat
menjadi Rp. 8,45 milyar.
50,000
40,000
30,000
NPV(Juta,Rp)
20,000
10,000
0
Ͳ30%
Ͳ25%
Ͳ20%
Ͳ15%
Ͳ10%
Ͳ5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
Ͳ10,000
Sensitivitas
Ͳ20,000
Ͳ30,000
Ͳ40,000
CAPEX
OPEX
HARGALISTRIK
HARGAGASCBM
Gambar 8.5
Analisis Sensitivitas terhadap Nilai NPV
8.3. Perbandingan dan Evaluasi Harga Listrik berbasis GMB
Biaya pembangkitan listrik yang dihasilkan oleh sumber yang
berbeda diukur berdasarkan biaya investasi awal, pengembalian
investasi, serta biaya operasi yang terus menerus, bahan bakar,
dan pemeliharaan.
Pada saat penentuan harga listrik, beberapa faktor biaya internal
harus dipertimbangkan:
• Biaya modal (termasuk pembuangan limbah dan biaya
decommisioning):
- cenderung rendah untuk pembangkit listrik berbahan bakar fosil
termasuk GMB; tinggi untuk energi dari nuklir; sangat tinggi
hydro power, PV dan solar cells.
• Biaya operasi dan pemeliharaan:
98
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
- cenderung tinggi untuk nuklir, batu bara, dan rendah untuk
energi terbarukan, minyak dan gas termasuk GMB.
• Biaya Bahan Bakar:
- tinggi untuk bahan bakar fosil, sangat rendah untuk nuklir dan
energi terbarukan.
Ditinjau dari teknologi yang dipakai untuk membangkitkan listrik dari
GMB melalui micro turbine, yaitu masuk dalam kategori advanced
combustional turbine. Sistem microturbine memiliki banyak
keunggulan dibandingkan reciprocating generator mesin, yaitu
menghasilkan power-to-weight ratio yang lebih tinggi, emisi rendah.
Micro turbine dapat dioperasikan dengan bermacam bahan bakar
komersial seperti bensin, gas bumi (GMB), propana, diesel, dan
minyak tanah serta bahan bakar terbarukan seperti E85, biodiesel
dan biogas.
Dengan asumsi dari tabel di atas, maka biaya pembangkitan
khususnya di Indonesia dapat dibandingkan sebagai berikut.
1600
CeilingPrice
1400
1200
Rp/kWh
1000
FloorPrice
800
600
400
200
0
BaseonRegion
BaseonTechnology
Gambar 8.6
Perbandingan Harga Jual Listrik GMB dengan Pasar dan Teknologi Lainnya
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
99
Dari Gambar 8.6 di atas diketahui bahwa pembangkitan listrik
menggunakan GMB dengan teknologi micro turbine, untuk
memberikan kelayakan proyek GMB untuk kelistrikan maka harga
listrik di tingkat konsumen rumah tangga atau pengguna kecil berada
pada level harga Rp. 1.100 per kWh, sedangkan hasil simulasi
keekonomian pembangkitan berbasis GMB di Indonesia khususnya
wilayah lapangan Rambutan masih berada pada level harga Rp.
1.539 per kWh. Harga tersebut sangat mahal, secara internal untuk
kajian ini perlu ditinjau kembali keakuratan informasi data biaya
investasi pembangkit skala kecil micro turbine. Ditinjau dari jenis
teknologi yang digunakan, maka pembangkitan listrik berbasis GMB
sangat kompetitif meskipun relatif lebih mahal harga listrik yang
diproduksinya jika dibandingkan dengan harga listrik dengan teknologi
geothermal yaitu Rp. 1.040 per kWh. Akan tetapi harga listrik dengan
micro turbine GMB masih sangat kompetitif jika dibandingkan dengan
harga jual listrik PLN non-subsidi yaitu Rp. 1.380 per kWh, meskipun
masih di atas harga pasar regional ASEAN yaitu Rp. 800 per kWh
sebagai floor price. Meskipun demikian, pengembangan kelistrikan
berbasis GMB tetap perlu dikaji optimasinya baik dari sisi kapasitas
produksi, teknologi maupun mekanisme pasarnya agar di kemudian
hari GMB dapat dikembangkan lebih ekonomis dan mampu menjaga
keamanan energi nasional melalui deversifikasi energi di sektor
pembangkitan.
100
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
DAFTAR PUSTAKA
1. Australia Standard AS 3980-1999, 1999, Guide to the determination
of gas content of coal – Direct desorption method, Standards
Association of Australia, 36 p
2. De Coster, G.L., 1974, ”The Geologi of Central Sumatera and South
Sumatera Basin”, Proceeding Indonesia Petroleum Association, 4th
Annual Convention.
3. Gathuk Widiyanto, S.T., dkk., 2009, “Optimasi Pompa Untuk
Dewatering Sumur GMB”, Laporan kegiatan DIPA, PPPTMGB
“LEMIGAS”.
4. Imam B. Sosrowidjojo, 2006, " On Going Coalbet Methane (CBM)
Development in the South Sumatera Basin", June LEMIGAS
Scientific Contributions (LSC) Vol 23 (3), p.15 - 29
5. Imam B. Sosrowidjojo, 2008, "Regulasi Teknis Implikasinya
terhadap Keekonomian CBM", Jurnal Mineral dan Energi 6, (3),
hlm 40 - 45.
6. Koesoemadinata, R.P., dan Haryono, 1977, ”Kerangka Sedimenter
Endapan Batu bara Tersier Indonesia”, PIT IAGI, ke VI.
7. ”Multi-Seam Well Completion Technology: Implications for
Powder River Basin Coalbed methane Production”, 2003, U.S.
Departement of Energy, National Energy Technology Laboratory
(NETL), Strategic Center for Natural Gas, September.
8. Panca Wahyudi S., Ir., dkk., 2008, “Lanjutan Proses Uji Produksi
(Dewatering) Untuk Menghasilkan Gas Methane dari Sumur Batu
bara”, Laporan kegiatan DIPA, PPPTMGB “LEMIGAS”.
9. Panca Wahyudi S., Ir., dkk., 2008, “Lanjutan Proses Uji Produksi
(Dewatering) Untuk Menghasilkan Gas Methane dari Sumur Batu
bara”, Laporan kegiatan DIPA, PPPTMGB “LEMIGAS”.
10. Panggabean, H., Mangga, S.A., Sofyan Suwardi, I., 2007, ”Atlas
Cekungan Batuan Sedimen Di Cekungan Sumatera Bagian Selatan”,
Program Dinamika Cekungan –Klaster Atlas Cekungan, website
Pusat Survei Geologi.
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
101
11. Subiyanto dan Panggabean, H., 2003, ”Batuan Terobosan dan
Pengaruhnya Terhadap Pematangan Batu bara di daerah Bukit
Kendi, Tanjungenim, Sumatera Selatan”, Jurnal Geologi dan
Sumberdaya Mineral vol. XIII. Pp. 18-50.
102
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
DAFTAR FOTO
Area Sumur CBM 3 Gas Metana Batu bara
Lapangan Rambutan Sumatera Selatan
Kepala Badan Litbang ESDM Bambang Dwiyanto
Meninjau Sumur CBM 3 Sumatera Selatan
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
103
Kepala Badan Litbang ESDM membuka Valve generator untuk
mengalirkan Gas Metana Batu bara (GMB) ke generator listrik
Generator pembangkit listrik berkapasitas 11 KVA
yang bersumber dari GMB
104
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
Star-up generator pembangkit listrik
oleh Kepala Badan Litbang ESDM
Lampu penerangan yang dihasilkan oleh GMB
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
105
Flare GMB
Foto bersama di Area Sumur CBM 3
106
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
Kepala Badan Litbang ESDM beserta jajarannya
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
107
108
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
DAFTAR LAMPIRAN
MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMEIER DAYA MINERAL
NOMOR 36 TAHUN 2008
TENTANG
PENGUSAHAAN GAS METANA BATU BARA
MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL,
Menimbang : a. bahwa Gas Metana Batu bara merupakan salah satu
sumber daya alam strategis yang cukup potensial
untuk memasok kebutuhan energi nasional, sehingga
dalam rangka diversifikasi energi, Gas Metana Batu
bara perlu dikembangan secara optimal;
b. bahwa untuk meningkatkan pengusahaan Gas Metana
Batu bara sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 033 Tahun 2006 perlu mengatur kembali pengusahaan Gas
Metana Batu bara dan mencabut Peraturan Menteri
Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 033 Tahun
2006 dimaksud;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
tentang Pengusahaan Gas Metana Batu bara;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran
Negara Republik lndonesia Tahun 1967 Nomor 22,
Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia
Nomor 831);
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
109
2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak
dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik lndonesia
Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara
.Republik lndonesia Nomor 4152);
3. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi
(Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2007
Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik
lndonesia Nomor 4776);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor I I Tahun 1967
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan
(Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 1969
Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2916) sebagaimana telah dua kali
diubah terakhir dengan Peraturan Pemeriniah Nomor
75 Tahun Tahun 2001 (Lembaran Negara Republik
lndonesia Tahun 2001 Nomor 141, Tambahan
Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 41 54);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2002 tentang
Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan
Gas Bumi (Lembaran Negara Republik lndonesia
Tahun 2002 Nomor 81, Tambahan Lembaran Negara
Republik lndonesia Nomor 4216);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004
tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi
(Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2004
Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik
lndonesia Nomor 4435) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2005
(Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2005
Nomor 81, l'ambahan Lembaran Negara Republik
lndonesia Nomor 4530);
7. Keputusan Presiden Nonior 187/M Tahun 2004 tanggal
20 Oktober 2004 sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nornor
77/P Tahun 2007 tanggal 28 Agustus 2007;
110
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
8. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Nomor 0030 Tahun 2005 tanggal 20 Juli 2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Energi dan
Sumber Daya Mineral;
9. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Nomor 35 Tahun 2008 tanggal 12 November 2008
tentang Tata Cara Penetapan dan Penawaran Wilayah
Kerja Minyak dan Gas Bumi;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN MENTERI ENERGl DAN SUMBER DAYA
MINERAL TENTANG PENGUSAHAAN GAS METANA
BATU BARA.
BAB l
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Gas Metana Batu bara (Coalbed Methane) yang
selanjutnya disebut Gas Metana Batu bara adalah gas
bumi (hidrokarbon) dimana gas metana merupakan
komponen utamanya yang terjadi secara alamiah
dalam proses pembentukan Batu bara (coalification)
dalam kondisi terperangkap dan terserap (terabsorbsi)
di dalam batu bara dan/atau lapisan batu bara.
2. Wilayah Kerja Gas Metarla Batu bara dalah daerah
tertentu di dalam Wilayah Hukum Pertambangan
lndonesia untuk melaksanakan eksplorasi dan
eksploitasi Gas Metana Batu bara.
3. Wilayah Hukum pertambangan lndonesia adalah
seluruh wilayah daratan, perairan, dan landas kontinen
Indonesia.
4. Eksplorasi Gas Metana Batu bara adalah keglatan yang
bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi
geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan
cadangan Gas Metana Batu bara di Wilayah Kerja Gas
Metana Batu bara.
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
111
5. Eksploitasi Gas Metana Batu bara adalah rangkaian
kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan
Gas Metana Batu bara dari Wilayah Kerja Gas
Metana Batu bara, yang terdiri atas pengeboran
dan penyelesaian sumur, pembangunan sarana
pengangkutan,pengolahan untuk pemisahan dan
pemurnian Gas Metana Batu bara di lapangan, serta
kegiatan lain yang mendukungnya.
6. Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi adalah daerah
tertentu di dalam Wilayah Hukum Pertambangan
lndonesia untuk melaksanakan eksplorasi dan
eksploitasi Minyak dan Gas Bumi.
7. Wilayah Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan
Batu bara yarig selanjutnya disebut Wilayah PKP2B
adalah suatu wilayah yang telah ditetapkan Penierintah
dalam lampiran Perjanjian Karya Pengusahaan
Pertambangan Batu bara, yang dapat diubah melalui
pengurangan-pengurangan dan perluasan-perluasan
sebagaimana dimaksud dalam Perjanjian Karya
Pengusahaan Pertambangan Batu bara.
8. Wilayah Kuasa Pertambangan Batu bara yang
selanjutnya disebut Wilayah KP Batu bara adalah
suatu wilayah yang ditetapkan oleh Menteri, Gubernur,
dan Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya
sebagaimana dimaksud dalam lampiran Kuasa
Pertambangan Batu bara.
9. Wilayah Terbuka Gas Metana Batu bara adalah bagian
dari Wilayah Hukum Pertambangan lndonesia yang
belum ditetapkan sebagai Wilayah Kerja Gas Metana
Batu bara, Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi,
Wilayah PKP2B atau Wilayah KP Batu bara.
10. Kontraktor Minyak dan Gas Bumi adalah Badan
Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang melaksanakan
eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi pada
suatu Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi berdasarkan
Kontrak Kerja Sama dengan Badan Pelaksana.
112
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
11. K o n t r a k t o r P e r j a n j i a n K a r y a P e n g u s a h a a n
Pertambangan Batu bara yang selanjutnya disebut
Kontraktor PKP2B adalah perusahaan swasta yang
melaksanakan pengusahaan pertambangan batu bara
di wilayah PKP2B.
12. Pemegang Kuasa Pertambangan Batu bara yang
selanjutnya disebut Pemegang KP Batu bara adalah
perusahaan swasta nasional atau perorangan yang
diberi Kuasa Pertambangan untuk rnelakukan usaha
pertambangan Batu bara di suatu Wilayah KP Batu
bara.
13. Badan Pelaksana adalah suatu badan yang dibentuk
untuk melakukan pengendalian Kegiatan Usaha Hulu
di bidang Minyak dan Gas Bumi.
14. Badan Usaha adalah perusahaan berbentuk badan
hukum yang menjalankan jenis usaha bersifat tetap,
terus-menerus dan didirikan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, yang berlaku serta bekerja
dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
15. Bentuk Usaha Tetap adalah badan usaha yang
didirikan dan berbadan hukum di luar wilayah Negara
Kesatuan Republik lndonesia yang melakukan
kegiatan di wilayah Kesatuan Republik lndonesia dan
wajib mematuhi peraturan perundang-undangan yang
berlaku di Republik Indonesia.
16. Studi Bersama (Joint Study) yang selanjutnya disebut
Studi Bersama adalah kegiatan yang dilakukan bersama antara Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap
dengan Direktorat Jenderal dalam rangka Penawaran
Langsung Wilayah Kerja Gas Metana Batu bara untuk
melakukan inventarisasi, pengolahan dari interpretasi
Data di Wilayah Terbuka Gas Metana Batu bara atau
di Wilayah Kerja Available untuk mengetahui potensi
dan keekonomian Gas Metana Batu bara.
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
113
17. Evaluasi Bersama (Joint Evaluation) yang selanjutnya
disebut Evaluasi Bersama adalah kegiatan yang
dilakukan oleh Kontraktor Minyak dan Gas Bumi atau
Kontraktor PKP2B atau Pemegang KP Batu bara
dengan Direktorat Jenderal dalam rangka Penawaran
Langsung Wilayah Kerja Gas Metana Batu bara untuk
melakukan inventarisasi, pengolahan dan interpretasi
Data yang tersedia di wilayah kerjanya untuk
mengetahui potensi dan keekonomian Gas Metana
Batu bara.
18. Data adalah semua fakta, petunjuk, indikasi, dan
informasi baik dalam bentuk tulisan (karakter), angka
(digital), gambar (analog), media rnagnetik, dokumen,
percontobatuan, fluidal dan bentuk lain yang didapat
dari hasil Survei Umum, Eksplorasi dan Eksploitasi
Minyak dan Gas Bumi.
19. Kontrak Kerja Sama adalah Kontrak Bagi Hasil atau
bentuk kontrak kerja sama lain dalam kegiatan Eksplorasi
dan Eksploitasi yang lebih menguntungkan Negara
dan hasitnya dipergunakan urituk sebesarbesarnya
kemakmuran rakyat.
20. Menteri adalah menteri yang bidang tugas dan
tanggung jawabnya meliputi kegiatan usaha Minyak
dan Gas Bumi.
21. Lembaga Penelitian adalah instansi Pemerintah di
lingkungan Departemen Energi dan Sumber Daya
Mineral yang bidang tugas dan tanggung jawabnya
meliputi penelitian dan pengembangan di bidang
Minyak dan Gas Bumi.
22. lnstitusi Tertentu adalah lnstansi Pemerintah lain,
institusi atau lembaga yang melakukan penelitian,
pengkajian, dan pengembangan Gas Metana Batu
bara.
23. Departemen adalah Departemen yang bidang tugas
dan tanggung jawabnya di bidang Minyak dan Gas
Bumi.
114
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
24. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang bidang
tugas dan tanggung jawabnya di bidang Minyak dan
Gas Bumi.
25. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal yang
bjdang tugas dan kewenangannya di bidang Minyak
dan Gas Bumi.
26. Tim Penawaran Wilayah Kerja Gas Metana Batu bara
yang selanjutnya disebut Tim Penawaran adalah Tim
yang bertugas untuk memberikan pertimbangan dalam
rangka pelaksanaan Penawaran Wilayah Kerja Gas
Metana Batu bara.
BAB ll
PENGUASAAN DAN PENGUSAHAAN
GAS METANA BATUBAKA
Pasal 2
(I) Gas Metana Batu bara sebagai sumber daya alam strategis tak
terbarukan yang terkandung di dalam Wilayah Hukum Pertambangan
Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh
negara.
(2) Penguasaan Gas Metana Batu bara oleh negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah sebagai
Pemegang Kuasa Pertambangan.
Pasal 3
(1) Pengusahaan Gas Metana Batu bara tunduk dan berlaku ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang Kegiatan Usaha Minyak
dan Gas Bumi.
(2) Pembinaan dan pengawasan serta penatausahaan pengusahaan
Gas Metana Batu bara dipusatkan pada Direktorat Jenderal.
Pasal 4
(1) Menteri menetapkan kebijakan penyiapan, penetapan dan
penawaran Wilayah Kerja Gas Metana Batu bara berdasarkan
pertimbangan teknis, ekonomi, tingkat risiko, efisiensi, dan
berasaskan keterbukaan, keadilan, akuntabilitas, dan persaingan
usaha yang wajar.
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
115
(2) Penyiapan, penetapan dan penawaran Wilayah Kerja Gas Metana
Batu bara sebagaimana dimaksud pada ayat (I)d,is elenggarakan
oleh Direktur Jenderal dengan memperhatikan pertimbangan dari
Badan Pelaksana.
(3) Direktur Jenderal dalam penyiapan, penetapan dan penawaran
Wilayah Kerja Gas Metana Batu bara, wajib mengutamakan
pemanfaatan data dan informasi yang berada pada Departemen.
(4) Dalam rangka pelaksanaan penyiapan, penetapan dan penawaran
Wilayah Kerja Gas Metana Batu bara, Direktur Jenderal membentuk
Tim Penawaran Wilayah Kerja, Tim Lelang dan Tim Penilai yang
keanggotaannya dapat' terdiri atas wakil dari unit-unit di lingkungan
Departemen, Badan Pelaksana, Perguruan Tinggi, dan lnstansi
terkait.
(5) Tim Penawaran Wilayah Merja, Tim Lelang, dan Tim Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mempunyai tugas dan fungsi
sebagairr~ana diatur dalam Peraturan Menteri rnengenai Tata Cara
Penetapan darl Penawarari Wilayah Ker!a Minyak dan Gas Bumi.
Pasal 5
(1) Pengusahaan Gas Metana Batu bara meliputi kegiatan Eksplorasi
Gas Metana Batu bara dan kegiatan Eksploitasi Gas Metana Batu
bara.
(2) Pengusahaan Gas Metana Batu bara dilaksanakan oleh Badan
Usaha atau Bentuk IJsaha Tetap berdasarkan Kontrak Kerja Sama
dengan Badan Pelaksaria.
(3) Pengawasan atas pelaksanaan Kontrak Kerja Sama pengusahaan
Gas Metana Batu bara dilakukan oleh Badan Pelaksana.
Pasal 6
(1) Menteri menetapkan bentuk dan ketentuan-ketentuan pokok (terms
and conditions) Kontrak Kerja Sama berdasarkan pertimbangan
teknis dan keekonomian Wilayah Kerja Gas Metana Batu bara yang
bersangkutan.
116
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
(2) Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
memuat paling sedikit ketentuari-ketentuan pokok yaitu:
a. penerimaan negara;
b. Wilayah Kerja Gas Metana Batu bara dan pengembaliannya;
c. kewajiban pengeluaran dana;
d. perpindahan kepemilikan hasil produksi Gas Metana Batu
bara;
e. jangka waktu kontrak dan kondisi perpanjangan kontrak;
f. penyelesaian perselisihan;
g. kewajiban pemasokan Gas Metana Batu bara untuk pemenuhan
kebutuhan dalam negeri;
h. berakhirnya kontrak;
i.
kewajiban pasca operasi pertambangan;
j.
keselamatan dan kesehatan kerja;
k. pengelolaan lingkungan hidup;
I. pengalihan hak dan kewajiban;
m. pelaporan yang diperlukan;
n. rencana pengembangan lapangan;
o. pengutamaan pemanfaatan barang dan jasa dalam negeri;
p. pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak
masyarakal adat;
q. pengutamaan penggunaan tenaga kerja Indonesia;
r. Gas Metana Batu bara hasil ikutan pengurasan air (dewatering);
dan
s. Proyek Percontohan (Pilot Project).
(3) Dalam ha1 Kontrak Kerja Sama berbentuk Kontrak Bagi Hasil,
wajib mencantumkan ketentuan mengenai pengembalian biaya
operasi.
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
117
BAB Ill
TATA CARA PENETAPAN DAN PENAWARAN WILAYAH KERJA
GAS METAMA BATU BARA
Pasal 7
Pengusahaan Gas Metana Batu bara dapat dilakukan di Wilayah Terbuka
Gas Metana Batu bara, Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi, Wilayah
PKP2B, dan/atau di Wilayah KP Batu bara dengan luas maksimal 3.000
km2 (tiga ribu kilometer persegi).
Pasal 8
Tata cara penyiapan, penetapan dan penawaran Wilayah Kerja
Gas Metana Batu bara di Wilayah Terbuka Gas Metana Batu bara,
Wilayah
Kerja Minyak dan Gas Bumi, Wilayah PKP2B, dan/atau di Wilayah KP
Batu bara berlaku ketentuan Peraturan Perundang-undangan mengenai
Tata Cara Penetapan dan Penawarari Wilayah Kerja Minyak dan Gas
Bumi, kecuali ditetapkan lain dalam Peraturan Menteri ini.
Pasal 9
(1) Untuk penawaran Wilayah Kerja Gas Metana Batu bara dari Wilayah
Terbuka Gas Metana Batu bara, Wilayah Kerja Minyak dan Gas
Bumi, Wilayah PKP2B dan/atau Wilayah KP Batu bara, Menteri
terlebih dahulu menetapkan Wilayah Kerja Gas Metana Batu
bara.
(2) Dalam menetapkan Wilayah Kerja Gas Metana Batu bara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri terlebih dahulu
melakukan konsultasi dengan Gubernur yang wilayah administrasinya
meliput~ Wilayah Kerja Gas Metana Batu bara yang akan
ditetapkan.
(3) Terhadap Wilayah Kerja Gas Metana Batu bara yang telah
ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (I), Direktorat Jenderal
melaksanakan penawaran Wi!ayah Kerja melalui Lelang Wilayah
Kerja atau lelang Penawaran Langsung Wilayah Kerja sesuai
dengan Tata Cara Penetapan dan Penawaran Wilayah Kerja
Minyak dan Gas Bumi.
118
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
Pasal 10
Gas Metana Batu bara yang terdapat di Wilayah Terbuka Gas Metana
Batu bara atau di Wilayah Kerja Available, dapat diusulkan oleh Badan
Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dengan mengajukan usulan Penawaran
Langsung melalui Studi Bersama kepada Direktur Jenderal sesuai
dengan ketentuan peratul-an perundang-undangan ,mengenai Tata Cara
Penetapan dan Penawaran Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi.
Pasal 11
(1) Gas Metana Batu bara yang terdapat di dalam Wilayah Kerja Minyak
dan Gas Bc~mi dapat diusahakan oleh Kontraktor Minyak dan Gas
Bumi yang telah merrlenuhi komitmen pasti 3 (tiga) tahun pertama
masa Eksplorasi di Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi tersebut.
(2) Korrtraktor Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan kesempatan pertama untuk mengajukan usulan
Penawaran Langsung melalui Evaluasi Bersama kepada Direktur
Jenderal.
Pasal 12
(1) Terhadap Kontraktor Minyak dan Gas Bumi, Kontraktor PKP26,
atau Pemegang KP Batu bara yang kontraknya ditandatangani
atau ijinnya dikeluarkan setelah adanya usulan Studi Bersama
yang akanditindaklanjuti dengan pengusahaan Gas Metana Batu
bara, Kontraktor Minyak dan Gas Bumi, Kontraktor PKP2B, atau
Pemegang KP Batu bara tidak mendapatkan hak kesempatan
pertama untuk mengajukan usulan Penawaran Langsung atas
pengusahaan Gas Metana Batu bara pada wilayah tersebut.
(2) Dalam ha1 di wilayah PKP2B atau wilayah KP Batu bara telah
diajukan untuk dilakukan Evaluasi Bersama dan kemudian wilayah
tersebut ditetapkan sebagai Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi,
Kontraktor Minyak dan Gas Bumi pada Wilayah Kerja tersebut tidak
mendapatkan hak atas kesempatan pertama untuk mengajukan
usulan Penawaran Langsung atas pengusahaan Gas Metana Batu
bara pada wilayah tersebut.
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
119
Pasal 13
(1) Gas Metana Batu bara yang terdapat di Wilayah PKP2B atau
Wilayah KP Batu bara dapat diusahakan oleh Kontraktor PKP2B
atau Pemegang KP Batu bara yang telah melakukan kegiatan
eksploitasi Batu bara paling sedikit 3 (tiga) tahun di Wilayah PKP2B
atau Wilayah KP Batu bara tersebut.
(2) Kontraktor PKP2B atau Pemegang KP Batu bara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberikan kesempatan pertama untuk
mengajukan usulan Penawaran Langsung melalui Evaluasi
Bersama kepada Direktur Jenderal.
Pasal 14
(1) Dalam ha1 Gas Metana Batu bara terdapat di Wilayah Kerja Minyak
dan Gas Bumi dan Wilayah PKP2B atau di Wilayah KP Batu bara,
Kontraktor Minyak dan Gas Bumi diberikan kesempatan pertama
untuk mengajukan usulan Penawaran Langsung melalui Evaluasi
Bersama kepada Direktur Jenderal.
(2) Kontraktor Minyak dan Gas Bumi yang berminat mengusahakan
Gas Metana Batu bara di Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), wajib mengajukan usulan pengusahaan Gas Metana
Batu bara kepada Direktur Jenderal.
(3) Berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Direktur Jenderal memberitahukan kepada Kontraktor PKP2B atau
Pernegang UP Batu bara mengenai rencana pengusahaan Gas
Metana Batu bara oleh Kontraktor Minyak dan Gas Bumi.
Pasal 15
(1) Kontraktor PKP2B atau Pemegang KP Batu bara yang berminat
mengusahakan Gas Metana Batu bara di Wilayah Kerja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), dapat mengajukan
usulan pengusahaan Gas FJletana Batu bara kepada Direktur
Jenderal.
(2) Berdasarkan usulan sebagaimana dirnaksud pada ayat (1) Direktur
Jenderal memberitahukan kepada Kontraktor Minyak dan Gas
Bumi rencana pengusahaan Gas Metana Batu bara oleh Kontraktor
PKP2B atau Pemegang KP Batu bara, dan meminta klarifikasi
kepada Kontraktor Minyak dan Gas Bumi mengenai minat untuk
mengusahakan Gas Metana Batu bara.
120
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
(3) Dalam ha1 Kontraktor Minyak dan Gas Bumi tidak mengajukan
usulan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal
pemberitahuan sebagaimaiia dimaksud pada ayat (2), kesempatan
pertama Kontraktor Minyak dan Gas Bumi dinyatakan tidak berlaku
dan usulan Kontraktor PKP2B atau Pemegang KP Batu bara dapat
diproses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan.
Pasal 16
Direktur Jenderal memberikan persetujuan Studi Bersama sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 atau Evaluasi Bersama sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 13, dan Pasal 14, setelah melakukan
klarifikasi kepada Pemerintah Daerah danlatau unit terkait untuk
rnenginventarisasi titik-titik koordiriat batas Wilayah Kerja Minyak dan
Gas Bumi, Wilayah PKP2B danlatau Wilayah KP Batu bara serta status
pengusahaannya yang berada dalam wilayah usula Studi Bersama atau
Evaluasi Bersama.
Pasal 17
Kontraktor Minyak dan Gas Bumi danlatau Kontraktor PKP2B atau
Pemegang KP Batu bara yang melakukan pengusahaan Gas Metana
Batu bara wajib mendirikan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap
tersendiri.
Pasal 18
(1) Dalam hal Pemerintah akan mengembangkan pengusahaan
Gas Metana Batu bara di Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi,
Wilayah PKP2B atau Wilayah KP Batu bara, Direktur Jenderal
memberitahukan rencana pengembangan pengusahaan Gas
Metana Batu bara kepada Kontraktor Minyak dan Gas Bumi,
Kontraktor PKP2B atau Pemegang KP Batu bara di wilayah yang
bersangkutan.
(2) Kontraktor Minyak dan Gas Bumi, Kontraktor PKP2B atau Pemegang KP Batu bara yang berminat mengusahakan Gas Metana Batu
bara di wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib mengajukan usulan Penawaran Langsung melalui Evaluasi Bersama
paling lama 60 (enam puiuh) hari kalender terhitung sejak tanggal
diterimanya surat pemberitahuan dari Direktur Jenderal.
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
121
(3) Kontraktor Minyak dan Gas Bumi, Kontraktor PKP2B atau Pemegang
KP Batu bara yang tidak mengajukan usulan Penawaran Langsung
melalui Evaluasi Bersama dalam jangka waktu paling lama 60
(enam puluh) hari kalender sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), dianggap tidak berminat dan kesempatan pertama dinyatakan
tidak berlaku, 'selanjutnya Direktur Jenderal menetapkan kebijakan
pengusahaannya melalui Lelang.
Pasal 19
(1) Dalam hal Pemerintah akan mengembangkan pengusahaan Gas
Metana Batu bara di Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi dan
Wilayah PKP2B, atau Wilayah KP Batu bara, Direktur Jenderal
memberitahukan rencana pengembangan pengusahaan Gas
Metana Batu bara kepada Kontraktor Minyak dan Gas Bumi sebagai
pihak yany diberikan kesempatan pertama untuk mengajukan usulan
Penawaran Langsung melalui Evaluasi Bersama, dengan tembusan
kepada Kontraktor PKP2B atau Pemegang KP Batu bara di wilayah
yang bersangkutan.
(2) Dalam hal Kontrahtor Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berminat mengusahakan Gas Metana Batu bara
wajib mengajukan usulan Penawaran Langsung melalui Evaluasi
Bersama paling lama 60 (enam puluh) hari kalender terhitung sejak
tanggal diterimanya surat pemberitahuan dari Direktur Jenderal.
(3) Kontraktor Minyak dan Gas Bumi yang tidak mengajukan usulan
Penawaran Langsung melalui Evaluasi Bersama dalam jangka
waktu; paling lama 60 (enam puluh) hari kalender sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), dianggap tidak berminat dan kesempatan
pertama dinyatakan tidak berlaku, selanjutnya Direktur Jenderal
memberitahukan Kontraktor PKP2B atau Pemegang KP Batu
bara.
(4) Dalam hal Kontraktor PKP2B atau Pemegang KP Batu bara tidak
mengajukan usulan dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari
kalender terhitung sejak tanggal pemberitahuan, Kontraktor PKP2B
atau Pemegang KP dianggap tidak berminat atas Wilayah Kerja
tersebut dan selanjutnya Direktur Jenderal menetapkan kebijakan
pengusahaannya melalui Lelang.
122
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
Pasal 20
(1) Apabila hasil Evaluasi Bersama sebagaimana dilnaksud dalam Pasal
11 , Pasal 13, dan Pasal 14 akan ditindaklanjuti pengusahaannya,
terhadap Wilayah Kerja dimaksud dilakukan lelang Penawaran
Langsung dan pelaksana Evaluasi Bersama diberikan hak untuk
melakukan perubahan penawaran (right to match) dengan ketentuan
sekurang-kurangnya menyamai penawaran tertinggi sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan mengenai Tata Cara
Penetapan dan Penawaran Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi.
(2) Pelaksanaan Evaluasi Bersama sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11, Pasal 13 dan Pasal 14 diberikan dalam jangka waktu
paling lama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali
paling lama 4 (empat) bulan.
Pasal 21
Ketentuan mengenai Studi Bersama berlaku ketentuan sebagaimana
diatur dalam Peraturan Menteri mengenai Tata Cara Penetapan dan
Penawaran Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi.
Pasal 22
Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dalam jangka waktu paling
lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal persetujuan
Penawaran Langsung Wilayah Kerja diterbitkan wajib menyerahkan
jaminan pelaksanaan Evaluasi Bersama dari bank utama (Prime Bank)
yang berkedudukan di Jakarta, sebesar US$ 1.000.000 (satu juta Dollar
Amerika Serikat).
Pasal 23
(1) Dalam rangka memperoleh hasil Evaluasi Bersama yang optimal
yang didasarkan atas kaidah keteknikan yang baik dan dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah, Direktorat Jenderal dapat
menyertakan unit di lingkungan Departemen dan pihak lain yang
memiliki kemampuan dan keahlian danlatau Data.
(2) Seluruh biaya dan risiko yang diperlukan dalam pelaksanaan
Evaluasi Bersama menjadi beban dan tanggung jawab Badan Usaha
atau Bentuk Usaha Tetap pelaksana Evaluasi Bersama dan tidak
dapat dibebankan sebagai biaya operasi Kontrak Kerja Sama.
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
123
(3) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dan pihak lain yang
melakukan Evaluasi Bersama wajib menjaga kerahasiaan Data
yang dihasilkan dan digunakan sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan yang dituangkan dalam surat pernyataan
kerahasiaan.
Pasal 24
(1) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap pelaksana Evaluasi
Bersama yang tidak dapat menyelesaikan Evaluasi Bersama karena
mengundurkan diri atau tidak dapat memenuhi ketentuan yang
tercantum dalam surat persetujuan Penawaran Langsung Wilayah
Kerja, maka surat persetujuan Penawaran Langsung Wilayah
Kerja yang telah diterbitkan tersebut diriyatakan tidak berlaku
dan Direktorat Jenderal berhak mencairkan jaminan pelaksanaan
Evaluasi Bersama dan wajib disetor ke Kas Negara sebagai
Penerimaan Negara Bukan Pajak.
(2) Dalam pelaksanaan Evaluasi Bersama, Badan Usaha atau Bentuk
Usaha Tetap wajib menyampaikan iaporan secara berkala dan
laporan akhir kepada Direktur Jenderal.
BAB IV
PEMANFAATAN DATA DAN INFORMASI
SERTA PENGGUNAAN SARAWA DAN FASlLlTAS
Pasal 25
Kontraktor yang melakukan pengusahaan Gas Metana Batu bara dalam
melakukan kegiatannya dapat memanfaatkan data dan informasi yang
dikuasai oleh Kontraktor Minyak dan Gas Bumi, Kontraktor PKP2B, dan
Pemegang KP Batu bara sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan.
Pasal 26
(1) Kontraktor yang melakukan pengusahaan Gas Metana Batu bara
dapat menggunakan sarana dan fasilitas untuk kegiatan operasional
yang dimiliki oleh Kontraktor Minyak dan Gas Bumi, dengan
tetap mempertimbangkan efisiensi, keselamatan, dan kelancaran
pelaksanaan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi.
124
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
(2) Penggunaan sarana dan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) wajib dilakukan untuk kegiatan yang terkait langsung dengan
pengusahaan Gas Metana Batu bara dengan prinsip pembebanan
biaya operasi secara proporsional dan tidak ditujukan untuk memperoleh keuntungan dan/atau laba.
(3) Penggunaan sarana dan fasilitas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari Badan
Pelaksana.
Pasal 27
(1) Kontraktor yang melakukan pengusahaan Gas Metana Batu bara
dapat menggunakan sarana untuk kegiatan operasional yang dimiliki
Kontraktor PKP2B dan/atau Pemegang KP Batu bara dengan
tetap mempertimbangkan efisiensi, keselamatan, dan kelancaran
pelaksanaan kegiatan Kontraktor PKP2B dan Pemegang KP Batu
bara.
(2) Penggunaan sarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
dilakukan untuk kegiatan yang terkait langsung dengan pengusahaan
Gas Metana Batu bara berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak
dan tetap menjadi tanggung jawab sepenuhnya Kontraktor PKP25
atau Pemegang KP Batu bara.
BAB V
PENELITIAN, PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN
GAS METANA BATU BARA
Pasal 28
(1) Lembaga Penelitian atau lnstitusi Tertentu yang terkait dapat melakukan penelitian, pengkajian dan pengembangan Gas Metana Batu
bara pada Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia.
(2) Pelaksanaan penelitian, pengkajian dan pengembangan yang
dilakukan oleh lnstitusi Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) wajib terlebih dahulu mendapatkan izin Direktur Jenderal.
(3) Terhadap penelitian, pengkajian dan pengembangan yang dilakukan
oleh Lembaga Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan lebih lanjut oleh Direktur Jenderal setelah mendapat
pertimbangan dari Lembaga Penelitian.
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
125
(4) Hasil pelaksanaan penelitian, pengkajian dan pengembangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dilaporkan kepada
Direktur Jenderal paling lambat 15 (lima belas) hari kerja setelah
berakhirnya pelaksanaan penelitian.
(5) Dalam hal hasil penelitian, pengkajian dan pengembangan Gas
Metana Batu bara oieh Lembaga Penelitian dan lnstitusi Tertentu
ditindaklanjuti pengusahaannya, maka wajib berpedoman pada
Peraturan Menteri ini.
(6) Hak dan kewajiban yang timbul dalam pengusahaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.
BAB VI
PENYELESAIAN PERSELISIHAN
Pasal 29
(1) Dalam hal terjadi perselisihan antara Kontraktor Gas Metana Batu
bara dengan Kontraktor Minyak dan Gas Bumi atau Kontraktor
PKP2B atau Pemegang KP Batu bara, perselisihan diselesaikan
dengan musyawarah untuk mufakat.
(2) Dalam hal musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, Menteri dapat
memfasilitasi penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
(3) Dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) tidak tercapai, penyelesaian perselisihan
diselesaikan melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia.
BAB VII
KETENTUAN GASMETANABATU BARA
SEBAGAI SUMBER DAYA IKUTAN
Pasal 30
(1) Dalam ha1 Perusahaan atau Perseorangan yang melakukan pengusahaan Batu bara di Wilayah PKP2B atau Wilayah KP Batu bara
terdapat Gas Metana Batu bara sebagai sumber daya ikutan (Gas
Metana Batu bara yang berasal dari pertambangan bawah tanah)
dan akan diusahakan secara komersial, tunduk pada Peraturan
Menteri ini.
126
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
(2) Dalam hal Perusahaan atau Perseorangan yang melakukan
pengusahaan Batu bara di Wilayah PKP2B atau Wilayah KP Batu
bara terdapat Gas Metana Batu bara sebagai sumber daya ikutan
(Gas hletana Batu bara yang berasal dari pertambangan bawah
tanah) dan akan digunakan sendiri, wajib melaporkan kepada
Menteri.
(3) Dalam hal Perusahaan atau Perseorangan yang melakukan
pengusahaan Batu bara di Wilayah PKP2B atau Wilayah KP Batu
bara terdapat Gas Metana Batu bara sebagai sumber daya ikutan
(Gas Metana Batu bara yang berasal dari pertambangan bawah
tanah) dan dibakar (flared), wajib mendapatkan persetujuan
Menteri.
(4) Dalam hal Perusahaan atau Perseorangan yang melakukan
pengusahaan Batu bara di Wilayah PKP2B atau Wilayah KP Batu
bara terdapat Gas Metana Batu bara sebagai sumber daya ikutan
(Gas Metana Batu bara yang berasal dari pertambangan bawah
tanah) dan akan dimanfaatkan untuk pengembangan rnasyarakat
setempat, wajib mendapat persetujuan Menteri rnengenai
perencanaannya.
BAB Vlll
PEMANFAATAN GAS METANA BATU BARA
UNTUK KEBUTUHAN DALAM NEGERI
Pasal 31
Gas Metana Batu bara yang merupakan hasil dari kegiatan pengusahaan
Gas Metana Batu bara, pemanfaatannya diprioritaskan untuk memenuhi
kebutuhan energi dalam negeri.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 32
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku :
a. terhadap permohonan Evaluasi Bersama atau Studi Bersama yang
telah diajukan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dan telah
memenuhi persyaratan, diproses sesuai dengan ketentuan Peraturan
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 033 Tahun 2006
tentang Pengusahaan Gas Metana Batu bara;
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
127
b. terhadap permohonan Evaluasi Bersama atau Studi Bersama yang
telah diajukan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dan belum
memenuhi persyaratan, Pemohon wajib mengajukan permohonan
baru sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini;
c. terhadap Kontraktor Minyak dan Gas Bumi yang kontraknya
ditandatangani setelah adanya usulan Evaluasi Bersama oleh
Kontraktor PKP2B atau Pemegang KP Batu bara, Kontraktor Minyak
dan Gas Bumi tidak mendapat hak kesempatan pertama atas
pengusahaan Gas Metana Batu bara.
Pasal 33
(1) Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku terhadap permohonan atau
pelaksanaan Evaluasi Bersama pada Wilayah Kerja Minyak dan Gas
Bumi dan Wilayah PKP2B atau Wilayah KP Batu bara yang belum
dicapai kesepakatan pengulsahaannya antara Kontraktor Minyak
dan Gas Bumi dan Kontraktor PKP2B atau Pemegang KP Batu bara,
kepemilikan interest (hak dan kewajiban) bagi Kontraktor Minyak
dan Gas Bumi dan Kontraktor PKP2B atau Pemegang KP Batu bara
pada Wilayah Kerja tersebut ditetapkan masing-masing sebesar
50% (lima puluh persen) sesuai kelaziman bisnis (business to
business), dan diproses sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 033 Tahun 2006
tentang Pengusahaari Gas Metana Batu bara.
(2) Apabila dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung
sejak tanggal berlakunya Peraturan Menteri ini, kesepakatan
pengusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
tercapai, maka Menteri meminta Kontraktor Minyak dan Gas
Bumi, dan Kontraktor PKP2B, atau Pemegang KP Batu bara untuk
menyampaikan jaminan kesungguhan masing-masing sebesar US$
1.000.000 (satu juta dollar Amerika Serikat).
(3) Apabila setelah jangka waktu 1 (satu) bulan sejak Menteri meminta
jaminan kesungguhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), hanya
salah satu dari Kontraktor Minyak dan Gas Bumi dan Kontraktor
PKP2B atau Pemegang, KP Batu bara yang menyampaikan
jaminan kesungguhan, maka Kontraktor Minyak dan Gas Bumi dan
Kontraktor PKP2B atau Pemegang KP Batu bara yang menyerahkan
jaminan kesungguhan mendapatkan hak untuk mengajukan usulan
pengusahaannya.
128
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
(4) Dalam hal Kontraktor Minyak dan Gas Bumi dan Kontraktor PKP2B
atau Pemegang KP Batu bara belum atau telah menyampaikan
jaminan kesungguhan sebagaimana dimaksud pada-pada ayat
(3) dan masih belum tercapai kesepakatan dalam jangka waktu
paling lama 6 (enam) bulan sejak kewajiban penyampaian jaminan
kesungguhan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), jaminan
kesungguhan tersebut dikembalikan kepada pembayar jaminan
dan Wilayah Kerja dilelang.
(5) Dalam ha1 tercapai kesepakatan pengusahaan antara Kontraktor
Minyak dan Gas Bumi dan Kontraktor PKP2B atau Pemegang KP
Batu bara, maka jaminan kesungguhan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dikembalikan kepada pembayar jaminan.
Pasal 34
Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku terhadap pelaksanaan
penelitian, pengkajian dan pengembangan Gas Metana Batu bara
yang telah dilaksanakan oleh Lembaga Penelitian dan Institusi Tertentu
sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri irli dapat tetap dilaksanakan
dan wajib melaporkan hasilnya kepada Menteri dengan tembusan
kepada Direktur Jenderal.
BAB X
KETENTUANPENUTUP
Pasal 35
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Energi
dan Sumber Daya Mineral Nomor 033 Tahun 2006 tentang Pengusahaan
Gas Metana Batu bara, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 36
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Gas Metana Batu bara Energi Baru untuk Rakyat
129
Download