Uploaded by Tasafima Tesari

Study Kasus 1

advertisement
Study Kasus 1. Pelaksanaan Uji Klinis dan Monitoring Efisiensi Vaksin pada Kesehatan
Masyarakat yang Terkena Wabah Ebola
Wabah Ebola yang terjadi di Afrika Barat dimana bermula pada tahun 2014 adalah wabah
yang mencatat ang.ka penularan dan kematian yang tinggi. WHO dan pemerintah Guinea
melakukan uji coba klinis dan monitoring di lapangan mengenai efektifitas vaksin ebola,
dengan studi imunogenisitas paralel pada pekerja medis dalam wabah ebola di Afrrika Barat.
Akan tetapi, di tengah situasi wabah tersebut, kendala yang dihadapi yakni kurangnya tenaga
medis untuk pelaksanaan uji klinis yang baik.
Untuk itu, diperlukan para volunteer lapang yang sebelumya belum pernah berpartisipasi
dalam penelitian uji klinis vaksin tersebut. Tantangan yang kedua yakni melakukan
monitoring dan pengawasan terkait penggunaan vaksin bagi pasien ebola, yang mana menjadi
kualitas dan validitas data untuk riset masa depan. Monitoring ini sangat penting untuk
mendukung lisensi vaksin kedepannya. Terdapat 251 anggota volunteer medis yang terlibat
dalam pelatihan uji klinis di lapangan. Selanjutnya dilanjutkan dengan monitoring efektifias
vaksin ebola terhadap pasien.
Penelitian ini memaparkan data penelitian bagaimana model peltihan dan uji klinis vaksin
selama di lapangan dan monitoring vaksinasi selama wabah penyakit dalam skala yang besar
di dalam kondisi yang darurat.
Slide 2 Tahun 2014 selama wabah berlangsung, para peneliti melakukan penelitian vaksin
terhadap virus stomatitis vesikular (VSV) dan adenovirus tipe 3 (ChAd3), masing-masing
mengekspresikan glikoprotein Zaire ebolavirus dan telah diuji secara ekstensif pada primata,
serta menunjukkan hasil yang memuaskan. Akan tetapi belum dilakukan uji coba lapangan ke
manusia. Untuk itu, WHO bersama dengan pemerintah Guinea melakukan monitoring
percobaan immunogenisitas vaksin tersebut di lapangan.
Uji klinis vaksin mengacu pada peraturan dan pedoman komprehensif meliputi desain
protokol, pelaporan data, prosedur operasi standar laboratoirum untuk melakukan uji klinis
oleh badan pengawas nasional. Untuk pelatihan uji klinis di lapangan dan volunteer uji coba
vaksin dilakukan oleh para tenaga medis dan masyarakat terkait.
Monitoring di lapangan terhadap pasien yang sudah divaksin
Monitoring ini dilakukan oleh Site Clinical Monitors from West African Contract Research
Organization, L’Agence Africaine de Recherche en Sante Humaine (AARSH)
Tabel. Berikut merupakan Bentuk kegiatan pelatihan terhadap 251 anggota medis baru
sebagai upaya yang terlibat dalam pelatihan uji klinis di lapangan. Pelatihan ini tersusun
dalam bentuk kegiatan seperti mempelajari teori peran pentingnya good clinical practical di
dalam uji coba lapang,
prosedur operasi standar praktik klinis yang baik di lapangan,
menghubungkan teori good clnical practical dengan studi kasus lapang disana, melakukan
koreksi dokumen seperti dokumen informed consent pasien vaksin sesuai dengan aturan good
clinical practical.
Pelatihan praktis dan penerapan teori yang sudah dipaparkan fasilitator selama 3 hari
Tabel 2. Indikator monitoring uji coba klinis di lapang yang dilakukan oleh para anggota tim uji
klinis WHO, environmental health service, human research protection office.
Tinjau dokumentasi pelatihan untuk memastikan peserta telah menyelesaikan semua pelatihan
sesuai dengan protokol good clinical practical
Proses logistik meliputi penyimpnaan produk dan spesimen
Penilaian keamanan spesimen
Hingga monitoring laporan kasus yang baru di lapang
Tahun 2016, monitoring yang dilakukan oleh L’Agence Africaine de Recherche en Sante
Humaine (AARSH) telah selesai dilakukan. Uji coba keamanan immunogenisitas vaksin dan
monitoring dimulai pada awal proses penyutikan vaksin. Volunteer vaksin merupakan orangorang bersedia dan memberikan persetujuan divaksinasi dan dilakukan monitoring selama 21
hari di bawah uji coba klinis.
Di lapang diperoleh data bahwa, banyak terjadi kesalahan pada saat uji coba lapang, akan
tetapi dapat segera termonitor dengan baik. Umumnya, kesalahan tersebut seperti
dokumentasi informed consent, review kelayakan, dokumentasi dan waktu kunjungan studi,
dan prosedur penilaian.
Sedangkan selama proses logistik dan penyimpanan vaksin tidak terjadi masalah. Hal tersebut
dimungkinan bahwa pihak WHO memiliki proses serta prosedur penyimpanan yang baik dan
berpengalaman untuk menyimpan vaksin di dalam kondisi lingkungan yang sesuai.
Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa, Rekombinan vesikular stomatitis virus -Zaire
Ebola virus (rVSV-ZEBOV), juga dikenal sebagai vaksin Ebola Zaire berhasil dilisensikan
oleh European Medicines Agency pada 2019. Hal tersebut berhasil dilakukan dengan data uji
klinis yang sudah dilakukan di Geunie pada penelitian yang sudah dijelaskan di atas.
Pelatihan uji klinis hingga monitoring uji coba vaksin di lapangan ini, berhasil membuktikan
bahwa (rVSV-ZEBOV) atau vaksin ebola zaire layak untuk diaplikasikan selama wabah
ebola, terlepas dari kendala waktu dan minimnya tenaga kesahatan pada saat wabah
berlangsung.
Download