TUGAS MATA KULIAH ISU DAN KONTROVERSI GIZI RESUME JURNAL “ULTRA-PROCESSED FOOD INTAKE AND OBESITY: WHAT REALLY MATTERS FOR HEALTH – PROCESSING OR NUTRIENT CONTENT?? Dosen Pengampu: Dr. Etika Ratna Noer, S.Gz., M.Si. Prof. dr. H. Mohammad Sulchan, M.Sc, DANutr.Sp.GK(K) Rachma Purwanti, S.KM., M.Gizi Disusun oleh: Sherly Canely 22030119130052 PROGRAM STUDI GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2021 Identitas Artikel Ilmiah Judul : Ultra-processed Food Intake and Obesity: What Really Matters for Health – Processing or Nutrient Content? Penulis : Jennifer M. Poti, Bianca Braga, Bo Qin Jurnal : Current Obesity Reports Penerbit : Springer Science Volume :6 Halaman : 420 – 431 Tahun : 2017 Jenis artikel : Review Latar Belakang Pada perkembangan zaman saat ini, tentunya industri makanan tidak lepas dari makanan yang diproses yang sangat bervariasi dari segi availabilitas, keterjangkauan, dan penjualannya. Adapun metode pengolahan yang semakin canggih telah mengubah struktur, kandungan zat gizi, dan rasa dari makanan. Hal ini juga akan memengaruhi status gizi dan kesehatan dari konsumen. Guna mempelajari pengaruh pengolahan makanan terhadap kualitas zat gizi dan kesehatan, terdapat klasifikasi makanan yang membedakan tingkat pengolahan yang berbeda. Sistem yang umum digunakan untuk mempelajari pemrosesan makanan adalah sistem klasifikasi NOVA yang telah diakui sebagai kerangka kerja yang spesifik, koheren, dan komprehensif untuk mengklasifikasikan makanan menjadi empat kelompok berdasarkan sifat, luas, dan tujuan produksi dari industri pengolahan makanan. 1. Makanan yang tidak diproses/diproses minimal Makanan yang merupakan bagian dari tumbuhan atau hewan yang belum diproses secara industrial atau makanan yang diolah dengan menghilangkan beberapa bagian, namun tidak ditambahkan dengan substansi lain, seperti lemak, gula, atau garam. Contohnya adalah buah-buahan, sayuran, daging segar atau beku, telur, susu, nasi. 2. Komponen makanan olahan Substansi yang diekstraksi dari makanan yang tidak diproses, seperti minyak dan gula, atau diperoleh dari alam, seperti garam. Komponen makanan olahan biasanya tidak dikonsumsi sendiri tetapi digunakan dalam kombinasi dengan makanan yang tidak diproses dan diproses minimal dalam memasak untuk membuat hidangan dan makanan. 3. Makanan olahan Makanan olahan merupakan makanan yang diproduksi dengan penambahan garam, minyak, gula, atau bahan lainnya ke dalam makanan dan melalui pemrosesan secara minimal. Makanan olahan juga dapat berupa modifikasi dari makanan yang tidak diproses atau diproses secara minimal. Contohnya adalah buah-buahan atau sayuran kaleng, daging yang diawetkan atau diasap, keju. 4. Makanan ultra-proses Makanan ultra-proses didefinisikan sebagai makanan yang diproduksi oleh industri makanan dengan formulasi berbagai macam bahan. Contoh makanan ultra-proses adalah sugar sweetened beverages (SSB), roti kemasan, kue kering, camilan gurih, permen, es krim, sereal, makanan siap saji, makanan beku. Adapun konsumsi makanan ultra-proses saat ini cukup tinggi, khususnya pada negara berpenghasilan tinggi (49-62%). Pada 10 negara di Eropa, ditemukan pembelian makanan ultra-proses pun cukup tinggi. Negara dengan penghasilan mengenah ke bawah memiliki tingkat konsumsi makanan ultra proses yang lebih rendah, namun tetap cukup tinggi (18-33%). Pada negara dengan penghasilan rendah, pembelian makanan ultraproses pada Indonesia berada pada 16% dan Kenya sebesar 10%. Metode Penelitian ini disusun dengan meninjau berbagai studi berbahasa Inggris yang membahas mengenai hubungan asupan makanan ultra-proses dengan obesitas atau cardiometabolic outcome yang diterbitkan dalam jurnal peer-review hingga Agustus 2017 dari database PubMed dan Scopus, daftar referensi artikel yang dicari secara manual, dan kutipan artikel yang diidentifikasi menggunakan Google Scholar. Studi yang digunakan adalah mengenai konsumsi makanan serta pembelian makanan, dan tidak ada batasan pada usia populasi atau lokasi geografis penelitian. Dalam penelitian ini, terdapat total 10 artikel yang digunakan. Makanan Ultra-Proses dan Obesitas Terdapat lima studi yang meneliti hubungan antara konsumsi makanan ultraproses dan obesitas, dimana sebagian besar studi menunjukkan adanya peningkatan konsumsi dan/atau pembelian makanan ultra-proses yang berhubungan dengan peningkatan IMT dan potensi kelebihan berat badan ataupun obesitas. Terdapat satu studi yang tidak menunjukkan adanya hubungan antar kedua variabel, namun dapat dikarenakan perbedaan klasifikasi makanan yang diolah. Makanan Ultra-Proses dan Cardiometabolic Outcomes Lima studi telah menyelidiki hubungan antara konsumsi makanan ultra-proses dengan cardiometabolic outcomes, seperti obesitas, sindrom metabolik, profil lipid, dan hipertensi. Secara keseluruhan, tidak ditemukan kesimpulan yang konklusif terkait hubungan makanan ultra-proses dengan cardiometabolic outcomes. Pengolahan Makanan dengan Kandungan Gizi Mekanisme yang dihipotesiskan terkait kandungan zat gizi Para peneliti mengusulkan beberapa mekanisme potensial yang mungkin menjelaskan hubungan antara konsumsi makanan ultra-proses dan risiko kenaikan berat badan serta obesitas yang terdapat pada Gambar 1. Produk ultraproses Padat energi, tinggi lemak jenuh dan lemak trans, tambahan gula, dan natrium Peningkatan asupan energi berlebih Perubahan respon insulin Pemindahan kelebihan asupan pada jaringan adiposa Perubahan dalam sirkuit saraf Kecenderungan ketagihan & konsumsi makanan tersebut secara berlebih Gambar 1. Hubungan Konsumsi Makanan Ultra-Proses dengan Risiko Kelebihan BB dan Obesitas Beberapa studi dari berbagai negara menunjukkan bukti yang konsisten mengenai hubungan produk makanan dan minuman ultra-proses dengan kualitas kandungan gizi yang rendah dibandingkan makanan yang diolah secara minimal. Makanan ultra-proses ditemukan memiliki kepadatan energi dan kandungan lemak jenuh, lemak trans, gula (bebas dan tambahan), natrium, kalium, serta vitamin D yang jauh lebih tinggi dibandingkan makanan yang diproses secara minimal. Makanan tesebut pun memiliki kandungan serat yang lebih rendah dan kepadatan magnesium yang lebih tinggi. Saat ini penelitian terkait perbandingan secara langsung terkait proses pengolahan makanan dan kandungan gizi terhadap risiko obesitas masih terbatas. Penelitian lebih lanjut terkait jenis pengolahan yang lebih menguntungkan dari indeks kualitas makanan atau kandungan zat gizi diperlukan. Selain itu, diperlukan studi yang membandingkan secara langsung konsumsi makanan ultra-proses dan konsumsi produk yang memiliki kandungan zat gizi yang buruk terhadap kondisi obesitas. Potensi mekanisne lainnya memengaruhi kondisi obesitas Beberapa faktor non-gizi dari makanan ultra-proses ditemukan memiliki potensi unik membentuk hubungan mekanistik dalam meningkatkan risiko obesitas terlepas dari kandungan gizi dalam produk. Faktor non-gizi yang memengaruhi produk makanan tersebut adalah berikut. 1. Rasa makanan yang sangat lezat, dan cenderung dikemas dalam porsi besar. 2. Produk makanan dipasarkan secara persuasif, dan mendorong konsumsi berlebihan produk. 3. Karakteristik fisik dan struktural makanan ultra-proses mampu menghasilkan rasa kenyang yang lebih rendah dan respons glikemik yang lebih tinggi. 4. Cenderung nyaman dan siap dikonsumsi secara instan (persiapan yang minim). 5. Mampu mengubah pola makan dengan mendorong kecenderungan mengemil dan makan sambil melakukan aktivitas lain (misalnya, sambil menonton televisi). Pada penelitian yang ada, didapatkan makanan ultra-proses mampu menimbulkan kondisi merugikan pada kesehatan, terlepas dari kandungan zat gizi pada produk makanan. Namun, perlunya studi lebih lanjut untuk mengevaluasi hipotesis yang berkaitan dengan kelezatan, potensi kenyang, kenyamanan, dan faktor non-gizi lainnya pada makanan olahan ultra dalam mempengaruhi kesehatan. Keterbatasan Artikel 1. Definisi universal dari makanan ultra-proses Definisi saat ini terkait tingkat pengolahan makanan belum dapat diterapkan secara universal karena membatasi bukti epidemiologi prospektif yang meneliti peran pengolahan makanan dengan perkembangan obesitas. Sistem klasifikasi NOVA berdasarkan tingkat pemrosesan yang berubah dalam waktu ke waktu menimbulkan misintrepetasi dalam penelitian. 2. Metode penilaian diet Salah satu keterbatasan dalam penelitian ini adalah belum adanya instrumen yang dirancang khusus untuk menilai pengolahan makanan. Adapun metode FFQ memiliki spesifitas yang kurang sehingga menyebabkan kesalahan klasifikasi makanan (menimbulkan bias asosiasi). Selain itu, metode recall 24 jam terbatas dalam memberikan informasi terkait pengolahan makanan yang juga dapat menimbulkan kesalahan klasifikasi. 3. Desain studi Penelitian yang ada terbatas dalam menunjukkan kausalitas antara obesitas terhadap konsumsi makanan ultra-proses. Seluruh penelitian pun bersifat observasional, karena obesitas merupakan kondisi multifaktorial dengan faktor confounfing yang tinggi. Beberapa penelitian pun tidak memperhitungkan aktivitas fisik, merokok, asupan alkohol, preferensi rasa yang berbeda dari responden, pengetahuan gizi, kesadaran akan kesehatan, atau kendala keuangan dan waktu individu. Variabilitas kandungan zat gizi pun cukup tinggi pada produk ultra-proses. Perlunya meneliti lebih lanjut mengenai pengaruh pengolahan makanan ultra-proses terhadap kualitas zat gizi produk, beserta faktor yang memengaruhi, seperti jenis makanan dan bahan-bahan yang digunakan. Terakhir, perlunya merancang penelitian eksperimental serta uji coba terkontrol secara acak untuk menguji efek kausal dari konsumsi makanan ultra-proses terhadap penambahan berat badan, terlepas dari perbedaan kandungan zati gizi atau jenis makanan yang dikonsumsi. Kesimpulan Konsumsi makanan ultra-proses dapat dikaitkan dengan peningkatan risiko obesitas serta prevalensi sindrom metabolik, dimana ditandai dengan peningkatan kolesterol total dan LDL, serta risiko hipertensi. Namun, terbatasnya jumlah studi prospektif dan terbatasnya jumlah studi yang ada membatasi penguatan kesimpulan yang ada. Perlunya studi lebih lanjut dengan menyertakan faktor confounding yang ada dalam menguji hubungan konsumsi makanan ultra-proses dan obesitas. Adanya desain penelitian yang kuat, diharapkan dapat memberikan gambaran baru mengenai etiologi obesitas, serta mengembangan kebijakan kesehatan baru untuk mengontrol dan menangani obesitas.