Uploaded by Dara Mutiara

New Text Document

advertisement
There is an old saying that "Using language is a human right, but preserving local languages is the responsibility of every nation." Modernitas dan globalisasi dengan berbagai macam kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan telah banyak mengubah jalan hidup banyak orang, khususnya para generasi muda dalam berkomunikasi satu dengan yang lainnya. Penggunaan Bahasa daerah di tengah-tengah masyarakat semakin berkurang bahkan tidak jarang penggunaan bahasa daerah semakin tidak ada lagi kita dengar dalam percakapan sehari-hari, terlebih oleh generasi muda.. sejatinya, bahasa merupakan symbol dan identitas dari suatu bangsa. Sejauh ini, bahasa daerah dijadikan bahasa sehari-hari masyarakat, namun dengan catatan bahwa yang menggunakan bahasa daerah adalah masyarakat usia dewasa. Sedangkan anak-anak sampai muda-mudi telah banyak yang menggunakan bahasa Indonesia dalam keseharian. Bahasa daerah juga adalah sebuah warisan yang sangat berharga, kekayaan yang tidak ternilai harganya. Bahasa daerah menunjukkan keberadaban dan intelektual masyarakat di kehidupan yang lalu. Oleh karena itu, sudah sepatutnya kita menunjukkan kekayaan bahasa daerah masing-masing dengan rasa bangga.
Cara yang paling efektif untuk melestarikan bahasa daerah adalah dengan menggunakan bahasa daerah tersebut dalam keseharian, terutama bagi kaum muda. Melestarikan bahasa daerah tidak cukup hanya dengan mempelajarinya di sekolah. Juga tidak cukup dengan hanya berkomunikasi bersama keluarga atau teman menggunakan bahasa daerah.
Bahasa daerah harus memiliki fungsi yang lebih daripada sekedar menjadi alat komunikasi lisan. Selain edukasi dan alat komunikasi, bahasa daerah juga harus memiliki fungsi etika dan estetika agar masyarakat dapat melestarikan bahasa daerah dengan rasa tanggung-jawab.
Untuk fungsi etika, masyarakat dapat mendidik generasi mudanya untuk menggunakan bahasa daerah yang paling sempurna dan tingkat tinggi. Seperti tercatat dalam sejarah bahwa bahasa daerah memiliki tingkatan khusus untuk membedakan tutur kata kelas-kelas masyarakat. Ada bahasa tingkat Raja dan ada tingkat rakyat jelata. Masyarakat dapat mengharuskan generasi mudanya untuk bertutur kata dalam lingkungan keluarga menggunakan bahasa daerah tingkat tinggi disertai dengan nilai kesantunan dan etika yang tinggi pula.
Tidak bisa dipungkiri bahwa pelestarian bahasa daerah mutlak dilakukan. Apabila hal ini tidak dilakukan, maka bahasa-bahasa daerah di Indonesia bakal mengalami kepunahan. Terlebih lagi sudah ada indikasi adanya kepunahan bahasa daerah di Indonesia. Badan dunia di bawah Perserikatan Bangsa-bangsa yang mengurusi masalah pendidikan, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan, Unesco, memperkirakan bahwa separuh dari 6 ribu bahasa yang ada di dunia saat ini berada dalam ancaman kepunahan. Hal ini diungkapkan dalam siaran pers lembaga bahasa itu dalam rangka Hari Bahasa Ibu Sedunia di Jakarta Tempo, 21 Februari 2007. Sejalan dengan hal tersebut, berdasarkan data yang terhimpun dalam buku Atlas of The Worl’s Language in Danger of Dissapearing, karya Stepen A. Wurm yang diterbitkan Unesco pada tahun 2001 disebutkan bahwa potensi kepunahan bahasa-bahasa daerah tersebut terjadi sangat cepat. Kepunahan bahasa tersebut terjadi di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Arief Rahman dalam beberapa kesempatan di mana dia terlibat perbincangan mengenai bahasa daerah, yang mengejutkan dari beberapa sumber menyatakan bahwa bahasa daerah di Indonesia setiap saat mengalami proses kepunahan www.depkominfo.go.id. Kepunahan bahasa yang diawali dengan pergeseran bahasa ini tidak hanya terjadi pada bahasa daerah yang jumlah penuturnya sedikit, tetapi juga pada bahasa daerah yang penuturnya banyak, misalnya bahasa Jawa dengan jumlah penuturnya kurang lebih delapan puluh juta orang di dunia www.Suara- pembaharuan.com. Fenomena ini tentunya sangat memprihatinkan bila dikaitkan dengan proses kepunahan bahasa daerah yang pada saatnya akan diikuti dengan kepunahan budaya daerah tertentu. Padahal, dengan punahnya suatu bahasa berarti hilang pula salah satu alat pengembang serta pendukung utama kebudayaan tersebut. Lebih dari itu, berarti hilang pula salah satu warisan budaya dunia yang tak ternilai harganya dan berarti pula membunuh sejarah peradaban dan eksistensi masyarakat pemakainya.
Hal tersebut dikarenakan bahasa merupakan refleksi dan identitas yang paling kokoh dari sebuah budaya, bahasa menjadi alat pengikat yang sangat kuat untuk mempertahan- kan eksistensi suatu budaya masyarakat yang menjadi tonggak kekokohan bhineka tunggal ika. Salah satu hal penting yang dapat dilakukan untuk melestarikan bahasa daerah di Indonesia ialah dengan menumbuhkan kesadaran tiap warga etnik tertentu akan pentingnya bahasa daerah mereka. Kesadaran akan bahaya kepunahan bila bahasa daerah mereka sudah tidak digunakan dalam kehidupan mereka perlu dimunculkan. Punahnya bahasa mereka akan menyebabkan hilangnya budaya yang mereka miliki. Kesadaran ini tidak hanya dibutuhkan oleh warga etnik dengan jumlah penutur yang 8 sedikit, tetapi juga penutur bahasa yang jumlahnya banyak, seperti bahasa Jawa. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa kepunahan ini tidak hanya terjadi pada bahasa yang jumlah penuturnya sedikit, tetapi juga pada bahasa dengan penutur yang banyak. Bila perlu kampanye pelestarian bahasa daerah dapat dilakukan, tidak hanya kampanye politik saja. Pelestarian bahasa daerah ini juga dapat dilakukan melalui media cetak maupun elektronik. Perlunya media cetak dan elektronik memunculkan berita, artikel, atau acara budaya dengan bahasa daerah tertentu. Saat ini sebenarnya sudah banyak televisi lokal yang menampilkan identitas budaya daerah dan juga menggunakan bahasa daerah dalam acara-acara tertentu. Surat kabar tertentu juga sudah ada yang pada hari tertentu menggunakan beberapa halaman untuk menampilkan berita-berita atau artikel dalam bahasa daerah. Di Yogyakarta bahkan ada suatu instansi yang pada hari tertentu menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa komunikasi antarpegawai. Seharusnya disekolah-sekolah juga perlu menggunakan bahasa daerah pada hari-hari tertentu seperti yang pernah dilakukan oleh salah satu sekolah di Yogyakarta. Tentunya masih banyak lagi usaha yang bisa dilakukan untuk melestarikan bahasa daerah di Indonesia. Hal ini menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dan instansi lain yang terkait dan masyarakat penutur bahasa daerah tersebut.
Di jaman sekarang ini semakin banyak yang sudah tidak tau dengan bahasa daerah. Lebih para lagi, sebagian orang tidak mempedulikan hal tersebut.
Mantan aktivis mahasiswa ’98, Sandra Rondonuwu, STh SH menilai pelestarian bahasa daerah, terutama kepada generasi muda perlu digalakkan. Karena, generasi muda jaman now kebanyakan kurang memahami, apalagi bertutur kata menggunakan bahasa daerah.
“jadi untuk menghidupkan kembali bahasa daerah, mulai saat ini kita harus galakan penggunaan bahasa daerah di masing-masing wilayah kita. Baik Tontemboan, Tolour, Tombulu, Tonsea, Pasan, Ponosakan, Tombatu, Bantik,” ujarnya kepada wartawan, di Amurang, Minahasa Selatan, Selasa (12/2/2019).
Menurut wanita yang akrab disapa Saron ini,ada beberapa pendekatan yang bisa dilakukan.
Pertama, sebut dia, penggunaan bahasa di desa bisa diwajibkan untuk setiap acara suka maupun duka, acara dibawakan dalam bahasa daerah.
Kedua, dalam setiap acara keagamaan, termasuk ibadah minggu bagi yang beragama Kristen, disediakan waktu untuk khusus minggu berbahasa daerah.
Ketiga, adalah mewajibkan bahasa daerah yang diajarkan di setiap sekolah, bukan saja sebagai muatan lokal tapi menjadi kurikulum tersendiri yang bisa dinilai dan memiliki standar kelulusannya.
“Bahasa daerah sebagai identitas budaya dan alat komunikasi harus tetap kita pertahankan jangan sampai hilang atau punah,”kata wanita yang juga Sekretaris Umum Yayasan GMIM AZR Wenas ini.
GENERASI muda diimbau untuk bangga dengan bahasa daerah masing-masing dan menggunakannya dalam berkomunikasi. Hal itu ialah salah satu langkah untuk mencegah kepunahan bahasa daerah. "Salah satu penyebab kenapa bahasa daerah punah dan penutur muda terus berkurang karena sikap masyarakat setempat terhadap bahasa daerahnya masih belum terlalu positif," kata Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Dadang Sunendar dalam Gelar Wicara dan Festival Tunas Bahasa Ibu di Jakarta, kemarin. Dadang menuturkan, banyak anak muda merasa lebih bergengsi menggunakan bahasa asing atau bahasa Indonesia daripada berbahasa daerah. Karena itu, berbagai upaya dilakukan pihaknya bersama pemerintah daerah untuk melestarikan bahasa daerah. Misalnya menjadikan pelajaran bahasa daerah sebagai muatan lokal di sekolah, merancang program yang cocok agar jumlah penutur muda tidak terus merosot, serta membuat kamus bahasa daerah. "Sikap positif dari keluarga juga perlu ditumbuhkan untuk berbahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari," ujar Dadang. Pada kesempatan itu ia menjelaskan Indonesia merupakan negara dengan bahasa daerah terbanyak nomor dua di dunia setelah Papua Nugini. "Sampai Oktober 2017, bahasa daerah yang telah diidentifikasi dan divalidasi sebanyak 652 bahasa dari 2.452 daerah pengamatan. Itu belum termasuk bahasa di wilayah Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat yang belum teridentifikasi," katanya. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik 2011 tentang profil bahasa daerah, 79,5% penduduk masih berkomunikasi sehari-hari di rumah tangga dengan menggunakan bahasa daerah. Hingga 2017, dari 652 bahasa daerah yang telah didokumentasikan dan dipetakan, baru 71 bahasa yang telah dipetakan soal vitalitasnya.
"Dari data tersebut, 19 bahasa daerah terancam punah, 2 kritis, dan 11 sudah punah," kata Dadang. Jaga kebinekaan Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid berharap peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional yang dirayakan setiap 21 Februari diharapkan menjadi momentum untuk merayakan kebinekaan bahasa daerah di Indonesia. "Pesan penting perayaan Hari Bahasa Ibu Internasional adalah pengakuan atas eksistensi bahasa daerah yang sangat beragam di Indonesia dan masing-masing memberikan karakteristik sendiri bagi kebinekaan kita serta pengingat agar tidak ada lagi diskriminasi terkait bahasa serta pengingat agar tidak ada lagi diskriminasi terkait bahasa," tuturnya. Menurut Hilmar, dengan sikap seperti itu setiap daerah bukan saja penting untuk mengembangkan khasanah bahasa daerah, melainkan juga membingkainya dalam konteks NKRI sehingga ada saling menghargai antardaerah. "Sehingga tidak ada lagi yang merasa dikucilkan karena bahasa," imbuh Hilmar. daerah
Download