Uploaded by Lusiana Faizal

PPT. Aliran Behaviorisme (Lusi)

advertisement
PRESENTASI TENTANG
“PSIKOLOGI PENDIDIKAN MENURUT ALIRAN
BEHAVIORISME”
OLEH :
1. LUSIANA, S.Si (41189901200002)
2. YUDHITA OMAYRA(41189901200014)
UNIVERSITAS ISLAM 45 BEKASI
1. PENGERTIAN BELAJAR
MENURUT TIORI BEHAVIORISME
Menurut teori behavioristik, adalah perubahan tingkah laku
sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan
respon.
Teori belajar behavioristic menjelaskan bahwa belajar itu
adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur, dan
dinilai secara konkret. Behaviorism merupakan suatu
pandangan teoritis yang beranggapan bahwa pokok
persoalan
psikologi adalah tingkah laku, tanpa
mengaitkan konsepsi-konsepsi mengenai kesadaran atau
mentalitas.
2. Latarbelakang Munculnya
Teori Behaviorisme
1. Behaviorisme adalah sebuah aliran dalam psikologi yang didirikan oleh John B. Watson
pada tahun 1913 yang berpendapat bahwa perilaku harus merupakan unsur subyek tunggal
psikologi. Behaviorisme merupakan aliran revolusioner, kuat dan berpengaruh, serta
memiliki akar sejarah yang cukup dalam. Behaviorisme lahir sebagai reaksi terhadap
introspeksionisme (yang menganalisis jiwa manusia berdasarkan laporan-laporan subjektif)
dan juga psikoanalisis (yang berbicara tentang alam bawah sadar yang tidak tampak).
2. Behaviorisme ingin menganalisis bahwa perilaku 3. Behaviorisme secara keras menolak
yang tampak saja yang dapat diukur, dilukiskan, dan unsur-unsur kesadaran yang tidak
diramalkan. Behaviorisme memandang pula bahwa nyata sebagai obyek studi dari
ketika dilahirkan, pada dasarnya manusia tidak psikologi, dan membatasi diri pada
membawa bakat apa-apa. Manusia akan studi tentang perilaku yang nyata.
berkembang
berdasarkan
stimulus
yang Dengan demikian, Behaviorisme tidak
diterimanya dari lingkungan sekitarnya. Lingkungan setuju dengan penguraian jiwa ke
yang buruk akan menghasilkan manusia buruk, dalam elemen seperti yang dipercayai
lingkungan yang baik akan menghasilkan manusia oleh strukturalism.
baik. Kaum behavioris memusatkan dirinya pada
pendekatan ilmiah yang sungguh-sungguh objektif.
3. TOKOH – TOKOH
ALIRAN BEHAVIORISME
1. Menurut Edward Lee Thorndike (1874-1949)
Edward Lee Thorndike merupakan seorang psikologi Amerika yang lahir
pada 31 Agustus 1874 (Rahyubi, 2014: 31). Menurut Thorndike belajar
merupakan proses interaksi antara stimulus yang mungkin berupa pikiran,
perasaan, atau gerakan dan respon yang juga mungkin berupa pikiran,
perasaan, atau gerakan (Andriyani, 2015: 170).
Dari definisi belajar tersebut maka menurut Thorndike perubahan tingkah
laku akibat dari kegiatan belajar itu dapat berujud kongkrit yaitu yang dapat
diamati, atau tidak kongkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike
ini disebut juga sebagai aliran Koneksionisme (Connectionism).
Dasar teori Thorndike awalnya dibuat dengan melakukan eksprimen terhadap
binatang.
Edward Lee Thorndike pada awalnya melakukan percobaan terhadap seekor kucing
dan di masukan kedalam sebuah kotak yang didalamnya terdapat banyak labirin
(Andriyani, 2015: 170), yang dilengkapi sebuah tombol pembuka yang dapat
ditekan. Kemudian pada bagian luar kerangkeng diletakkan daging. Kucing yang
ada dalam kerangkeng kemudian bergerak kesana ke mari mencari jalan keluar,
tetapi gagal. Kucing tersebut terus melakukan usaha dan gagal, keadaan ini
berlangsung terus menerus. Tak lama kemudian kucing tanpa sengaja menekan
tombol sehingga tanpa sengaja pintu kotak kerangkeng terbuka dan kucing dapat
memakan daging didepanya (Irwan, 2015: 100). Percobaan tersebut dilakukan
berulang-ulang.
Pada awalnya gerakan kucing sangat lama/lambat dalam membuka pintu
(menekan tombol pembuka), namun setelah dilakukan percobaan secara berulangulang akhirnya kucing tersebut mengalami sebuah kemajuan tinggkah laku, dan
pada akhirnya ketika kucingtersebut dimasukkan kembali kedalam box, kucing
tersebut dapat menemukan dan menekan tombol pembuka pintu dengan sekali
usaha hingga pintu terbuka (Irwan, 2015: 100).
Dari percobaan yang dilakukan, Thorndike menyatakan bahwa perilaku belajar
manusia ditentukan oleh stimulus yang ada di lingkungan sehingga dapat
menimbulkan respon secara refleks (Irwan, 2015: 101). Thorndike menyimpulkan
bahwa respons untuk keluar kandang secara bertahap diasosiasikan sebagai
stimulus dalam suatu proses coba-coba (trial and error). Kemudian respons yang
benar secara bertahap diperkuat melalui serangkaian proses coba-coba, sementara
respons yang tidak benar akan melemah dan menghilang (Winataputra dkk, 2011:
2.9).
Edward Lee Thorndike dalam hal ini mengembagkan teori connectionisme atau
trial and eroryang didasarkan atas percobaannya terhadap kucing. Belajar menurut
teori ini ditunjukkan dengan adanya proses trial and eror (Rusuli, 2014: 42). Dari
trial and eror, Throndike kemudian mengemukakan beberapa hukum yang
berkaitan dengan proses belajar, sebagai berikut:
1. Law of Readiness (Hukum Kesiapan)
2. Law of exercise (Hukum Latihan)
3. Law of effect (Hukum Akibat)
4. Law of Attitude (Hukum Sikap)
2. Menurut John Broadus Watson
John Broadus Watson lahir pada 9 Januari 1958 di South Carolina USA, dan meninggal di
New York pada 25 September 1958 (Andriyani, 2015: 171). Belajar menurut Watson
merupakan sebuah proses interaksi antara stimulus dan respons, namun stimulus dan
respons yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observabel) dan
dapat diukur(Irwan, 2015: 104). Dengan kata lain Watson mengakui adanya perubahanperubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun ia menganggap hal
tersebut sebagai faktor yang tak perlu diperhitungkan, karena hal tersebut tidak dapat
menjelaskan apakah seseorang telah belajar atau belum, dan karena hal tersebut tidak
dapat diamati (Irwan, 2015: 104).
Sarbon (stimulus and response bond theoriy) adalah teori yang memandang bahwa
belajar merupakan proses terjadinya refleks-refleks atau respons- respons bersyarat
melalui stimulus (Rusuli, 2014: 42). Menurut Watson manusia dilahirkan dengan beberapa
refleks dan reaksi-reaksi emosional seperti takut, cinta, dan marah. Semua tingkah laku
tersebut terbentuk oleh adanya hubungan antara stimulus dan respons baru melalui
conditioning, sehingga belajar dapat dipandang sebagai cara menanamkan sejumlah
ikatan antara perangsang dan reaksi dalam sistem susunan syaraf (Rusuli, 2014: 42).
Berikut gambar proses belajar dan pembelajaran menurut John Broadus Watson (Rahyubi,
2014: 19) :
3. Menurut Ivan Palov
Pada dasarnya menurut teori ini adalah perilaku dapat dibentuk dengan cara berulangulang, perilaku itu dipancing dengan sesuatu yang memang menimbulkan perilaku itu dan
siswa/siswi dapat dikondisikan untuk memiliki kesadaran sejak dini melalui pengalaman
dalam belajar.
4. Menurut B.F. Skinner
Menurut Skinner manusia adalah sekumpulan reaksi unik yang sebagian diantaranya telah ada dan secara
genetis diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pengkondisian yang kita alami dari lingkungan
sosial menentukan “pengalaman” yakni sekumpulan perilaku yang sudah ada. Jadi manusia adalah produk
dari lingkungannya (Husen, 2003: 115). Skinner percaya bahwa keperibadian dapat dipahami dengan
mempertimbangkan perkembangan tingkah laku dalam hubungannya yang terus-menerus dengan
lingkungannya. Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis,
menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya
latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar, mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang
diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Studi Skinner tentang pembelajaran berpusat pada
tingkah laku dan konsekuensi-konsekuensinya (Sagala, 2009: 16
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas
antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari
uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas
manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar perasaan, insting,
kecerdasan, bakat, dan lain-lain. Manusia dianggap sebagai produk lingkungan sehingga manusia menjadi
jahat, beriman, penurut, berpandangan kolot, serta ekstrem sebagai bentukan lingkungannya
Skinner memandang reward (hadiah) atau reinforcement
(penguatan) sebagai unsur yang paling penting dalam proses
belajar. Kita cenderung untuk belajar suatu respons jika diikuti
oleh reinforcement (penguat). Skinner lebih memilih istilah
reinforcement dari pada reward, ini dikarenakan reward
diinterpretasikan sebagai tingkah laku subjektif yang
dihubungkan dengan kesenangan, sedangkan reinforcement
adalah istilah yang netral
Download