MODUL PRAKTIKUM ENERGETIKA KIMIA (PELAKSANAAN HYBRID) Disusun oleh: Muhammad Abdul Kadir Martoprawiro, Ph.D. Dr. I Putu Mahendra, S.Si. Ahmad Anggraria Jaya Agung, S.Si., M.Sc. Idra Herlina, S.Si., M.Sc. PROGRAM STUDI KIMIA JURUSAN SAINS INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA 2022 KATA PENGANTAR Petunjuk Praktikum Energetika Kimia ini disusun dengan tujuan membantu mahasiswa melaksanakan kegiatan praktikum perkuliahan Energetika Kimia di Program Studi Kimia, Jurusan Sains, ITERA. Materi praktikum yang dimuat dalam Petunjuk Praktikum Energetika Kimia ini telah disesuaikan dengan silabus mata kuliah Energetika Kimia di Program Studi Kimia, Jurusan Sains, ITERA. Praktikum Energetika Kimia mencakup aplikasi dan atau penerapan topik perkuliahan, seperti gas ideal, termodinamika, sifat koligatif, elektrokimia, dan koloid. Tata tertib dan pelaksanaan keselamatan kerja di Laboratorium mengacu pada Petunjuk Praktikum Kimia Fisika dan Kimia Dasar ITB. Petunjuk Praktikum Energetika Kimia ini masih memerlukan perbaikan berdasarkan dengan kebutuhan mahasiswa ITERA dan perkembangan ilmu Kimia Fisika. Oleh sebab itu, saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Lampung Selatan, 22 Februari 2022 Muhammad Abdul Kadir Martoprawiro, Ph.D. Dr. I Putu Mahendra, S.Si. Ahmad Anggraria Jaya Agung, S.Si., M.Sc. Idra Herlina, S.Si., M.Sc. 1 TATA TERTIB PRAKTIKUM ENERGETIKA KIMIA Setiap praktikan yang melakukan praktikum Energetika Kimia wajib mentaati semua peraturan yang berlaku di Laboratorium Pendidikan Kimia, Program Studi Kimia ITERA. Praktikan yang tidak mentaati tata tertib praktikum ini akan dikenakan sanksi yang dapat berpengaruh pada nilai praktikum yang merupakan syarat utama kelulusan dalam mata kuliah Energetika Kimia. PENDAFTARAN 1. Pada awal semester, calon praktikan yang akan melakukan praktikum Energetika Kimia harus terdaftar sebagai peserta mata kuliah Energetika Kimia. 2. Setiap praktikan wajib mengikuti pengarahan praktikum, tata tertib,dan keselamatan kerja di laboratorium yang diberikan oleh Dosen Pengampu Energetika Kimia. 3. Keterlambatan dalam pendaftaran atau tidak hadir dalam pengarahan di atas tanpa alasan yang sah, dapat menyebabkan ditolaknya sebagai peserta. PETUNJUK PERCOBAAN Petunjuk praktikum dapat diunduh pada laman yang telah diinformasikan oleh pengampu praktikum. Praktikan harus memahami cara kerja dalam melakukan praktikum yang tertulis di dalam Petunjuk Praktikum dan harus melengkapi pengetahuannya baik teori maupun eksperimental dari bahan kuliah dan literatur Energetika Kimia. KEHADIRAN 1. Praktikan diwajibkan hadir tepat waktu di laboratorium. 2. Praktikan yang terlambat tanpa alasan yang sah dianggap absen dan tidak diizinkan melakukan praktikum. 3. Pengisian daftar kehadiran dilakukan dua kali, yaitu: a. Menjelang praktikum dimulai. b. Pada akhir periode praktikum. 4. Praktikan yang tidak mengisi daftar kehadiran dianggap tidak melakukan praktikum. 5. Kehadiran praktikum minimal 80% dari 5 modul praktikum. 2 6. Tidak ada praktikum susulan. 7. Nilai rata-rata praktikum untuk kelulusan adalah minimal 60. 8. Keikutsertaan dalam keseluruhan praktikum secara lengkap (kehadiran, pengerjaan tugas, pelaksanaan praktikum, dan pembuatan laporan) sangat menunjang kepada kelulusan praktikum. KOMPONEN PENILAIAN Kinerja praktikum 25% Tes Awal 10% Tugas Pendahuluan 10% Laporan Pendahuluan 10% Laporan Akhir 25% Ujian 20% INVENTARIS ALAT 1. Alat gelas dan pendukung praktikum lainnya tersedia di ruang alat. Peralatan praktikum yang telah disiapkan di meja praktikum harus diperiksa terlebih dahulu sebelum dipergunakan, baik jenis dan jumlahnya maupun keutuhannya dicocokkan dengan daftarnya. Bila terdapat kekurangan/ kerusakan, harus segera dilaporkan pada tenaga pendidik Laboratorium Pendidikan Kimia. 2. Peralatan yang dipergunakan selama kegiatan praktikum sepenuhnya menjadi tanggung jawab praktikan. Segala kerusakan/ ketidakutuhan peralatan yang dilaporkan sesudah praktikum berlangsung menjadi tanggung jawab praktikan, dan harus diganti sebelum akhir semester. Keterlambatan dalam penggantian peralatan ini akan menyebabkan tertahannya nilai praktikum dan mata kuliah Energetika Kimia. 3. Peminjaman peralatan dapat dilakukan secara langsung dengan menghubungi tenaga pendidik di Laboratorium Pendidikan Kimia ITERA. 3 4. Peminjaman dan pengembalian peralatan wajib disertai dengan bon peminjaman peralatan yang diparaf oleh peminjam dan tenaga pendidik Laboratorium Pendidikan Kimia ITERA. 5. Bon peminjaman peralatan tidak boleh dicoret. KEAMANAN DAN KEBERSIHAN 1. Praktikan diwajibkan menggunakan jas laboratorium berlengan panjang dari bahan katun, kacamata goggles, dan sepatu tertutup selama praktikum. 2. Praktikan yang berambut panjang diwajibkan mengikat rambutnya. Praktikan yang menggunakan kerudung wajib memasukkan kerudungnya ke dalam jas lab. 3. Praktikan dilarang merokok di dalam laboratorium. 4. Praktikan tidak diperkenankan memakai topi dan sandal selama melakukan praktikum. 5. Praktikan wajib membawa kain lap/ kertas tisu untuk mengeringkan peralatan gelas dan memelihara kebersihan laboratorium (meja praktikum, dan lainnya). 6. Praktikan harus berhemat dengan zat-zat kimia dan aqua dm. Sisa pelarut organik harus dikumpulkan dalam botol penampungan yang khusus disediakan oleh tenaga pendidik Laboratorium Pendidikan Kimia. Dilarang mengembalikan zat kimia yang telah dipakai ke dalam botol reagen dan dilarang membuang pelarut organik ke dalam bak cuci. 7. Sampah kertas dan benda-benda keras (pecahan gelas, batu didih, dll.) harus dibuang ke tempat sampah yang telah disediakan. 8. Alat-alat dengan sambungan (glass joint), kran buret, tutup Erlenmeyer, dll. harus dicuci dan dibilas bersih dan ditinggalkan dalam keadaan terlepas. 9. Alat-alat gelas harus sudah mulai dibersihkan setengah jam sebelum praktikum berakhir. 4 TUGAS SEBELUM PRAKTIKUM A. Pelaksanaan Luring a. Praktikan harus membuat Laporan Pendahuluan yang terdiri dari halaman judul, tujuan, dasar teori, diagram alir termasuk didalamnya alat, bahan, dan metode percobaan. Laporan pendahuluan ditulis tangan pada kertas A-4 bergaris ukuran A-4. Laporan Pendahuluan wajib diberi nama, NIM, kelompok, dan disampul rapi dengan warna biru. b. Menjawab pertanyaan Tugas Pendahuluan yang terdapat dalam petunjuk praktikum. Jawaban pertanyaan harus diketik dalam lembaran kertas berukuran A-4 yang terpisah dari Laporan Pendahuluan. c. Laporan Pendahuluan dan Tugas Pendahuluan harus diserahkan sebelum praktikum dimulai. Bila tidak dilakukan maka praktikan tidak diperkenankan mengikuti praktikum. B. Pelaksanaan Daring/ Hybrid a. Praktikan harus membuat Laporan Pendahuluan yang terdiri dari halaman judul, pendahuluan, landasan teori, diagram alir termasuk didalamnya alat, bahan, dan metode percobaan. Laporan pendahuluan diketik dan diunggah pada laman form (akan diinformasikan lebih lanjut). Laporan pendahuluan diberi nama dengan format NIM_Nama Belakang_Nomor Modul. b. Menjawab pertanyaan tugas pendahuluan yang terdapat dalam petunjuk praktikum. Jawaban pertanyaan harus diketik dalam lembaran kertas berukuran A-4, dan dilampirkan pada Laporan Pendahuluan. c. Bila petunjuk (a) dan (b) tidak dilakukan maka praktikan tidak diperkenankan mengikuti praktikum. 5 PELAKSANAAN PRAKTIKUM A. Pelaksanaan Luring a. Praktikan harus menjawab pertanyaan (tes awal) secara tertulis. Waktu yang tersedia untuk melaksanakan tes awal adalah 15 menit. Tes awal merupakan salah satu komponen dari nilai praktikum. b. Jawaban tes awal ditulis pada sebuah buku tulis bergaris yang diberi nama dan NIM praktikan. c. Praktikan tidak dapat mengikuti praktikum jika nilai tes awal di bawah 60. d. Jika suatu percobaan melibatkan penggunaan peralatan khusus, asisten atau petugas laboratorium akan menjelaskan cara penggunaan peralatan tersebut. e. Bila praktikan merasa ragu-ragu dalam menggunakan alat tertentu, maka praktikan harus bertanya pada asisten atau tenaga pendidik Laboratorium Pendidikan Kimia. Praktikan dilarang untuk mencoba mengoperasikan peralatan tersebut seorang diri. B. Pelaksanaan Daring/Hybrid a. Praktikan harus menjawab pertanyaan (tes awal) secara tertulis. Waktu yang tersedia untuk melaksanakan tes awal adalah 15 menit. Tes awal merupakan salah satu komponen dari nilai praktikum. b. Tes awal akan disampaikan secara lisan melalui media komunikasi seperti Google Meet dan lainnya. c. Praktikan tidak dapat mengikuti praktikum jika nilai tes awal di bawah 60. d. Khusus pelaksanaan hybrid, jika terdapat kasus seluruh peserta luring gagal mendapat nilai tes awal minimum, maka praktikum ditiadakan juga bagi peserta daring. e. Dosen pengampu dan atau asisten praktikum akan menyampaikan detail praktikum kepada praktikan melalui pemaparan teori atau mengarahkan penggunaan situs daring yang menyediakan media simulasi pelaksanaan kegiatan praktikum. 6 PENGAMATAN PRAKTIKUM A. Pelaksanaan Luring a. Data pengamatan harus dicatat pada buku catatan praktikum dan salinannya pada kertas pengamatan (rangkap dua). Poin-poin berikut harus dicantumkan pada kertas pengamatan: (a) Nama dan NIM, (b) Judul percobaan, (c) Tanggal percobaan, (d) Nama dosen pengampu dan atau asisten praktikum yang bertugas. b. Kertas pengamatan lembar ke-1 diserahkan kepada asisten yang bersangkutan sedangkan lembar ke-2 dilampirkan pada laporan akhir praktikum. c. Laporan Akhir Praktikum dibuat dengan melanjutkan penulisan Laporan Pendahuluan. B. Pelaksanaan Daring/ Hybrid a. Data pengamatan diketik dan dilampirkan pada halaman terakhir Laporan Akhir Praktikum. b. Kegiatan praktikum yang dilakukan sebagai aktivitas di rumah wajib untuk direkam oleh masing-masing kelompok, dan dipresentasikan hasil kegiatan tersebut pada pertemuan selanjutnya. c. Laporan Akhir Praktikum merupakan lanjutan dari Laporan Pendahuluan. Laporan Akhir Praktikum diunggah pada laman form (akan diinformasikan lebih lanjut). Laporan Akhir Praktikum diberi nama dengan format NIM_Nama Belakang_Nomor Modul. 7 LAPORAN PRAKTIKUM Laporan praktikum disusun berdasarkan format penulisan berikut: a. Halaman Judul (cover) b. Tujuan percobaan c. Dasar teori d. Alat dan bahan e. Cara kerja f. Data pengamatan g. Pengolahan data (opsional, berupa data tabel/ gambar yang dicetak) h. Pembahasan i. Kesimpulan j. Saran k. Daftar Pustaka l. Lampiran (Perhitungan, dll.) 8 Aturan Keselamatan (Tambahan) 1. Sebelum bekerja di laboratorium, masing-masing praktikan memahami peraturan di laboratorium dan menguasai materi praktikum dengan sebaik-baiknya, mulai dari tujuan, konsep dasar, prosedur, dan teknik-teknik pengerjaan yang akan dilakukan. 2. Jangan bekerja sendirian di laboratorium, minimal berdua, dan untuk praktikum Energetika Kimia harus disertai dosen pengampu dan atau asisten atau instruktur laboratorium, sesuai dengan jadwal praktikum. 3. Jika membuang zat cair pekat, dituangkan ke bak cuci sambil diguyur air yang banyak. Hati-hati dengan H2SO4 pekat, ada caranya sendiri. 4. Larutan yang mengandung logam berat (seperti: Pb, Cd, Cu, Cr, Hg, Ag, As, Zn, Ni) harus dibuang ke wadah/ botol tersendiri yang sudah disediakan. Jangan sekali-kali dibuang ke dalam bak cuci! 5. Apabila bekerja dengan gas-gas atau zat berasap/ pekat, bekerjalah di dalam lemari asam (fume hood), jangan sampai menghirup gas beracun. Jangan sekali-kali meninggalkan percobaan yang sedang berjalan, tunggu sampai prosesnya berhenti. 6. Praktikan dilarang berbicara hal diluar kegiatan praktikum, bercanda atau bermain selama kegiatan praktikum. 9 Menanggulangi Kecelakaan/ Kebakaran 1. Kecelakaan adalah kejadian yang tidak diharapkan. Akan tetapi laboratorium adalah tempat yang cukup berbahaya jika anda tidak disiplin dalam bekerja. Jika terjadi kecelakaan atau kebakaran, yang pertama dan utama harus dilakukan adalah: JANGAN PANIK! 2. Apabila kulit anda terkena zat kimia, segera cuci dengan menggunakan sabun cuci dan dengan kondisi air mengalir. Jika zat kimia mengenai bagian mata atau muka, berikan pertolongan pertama dengan mengalirkan air pada bagian tersebut. Jangan sekali-kali digosok dengan tangan. Secepatnya hubungi Dosen Pengampu/ tenaga pendidik Laboratorium Pendidikan Kimia/ Asisten Praktikum untuk mendapatkan pengobatan darurat. 3. Apabila zat kimia mengenai anggota badan lainnya dalam jumlah banyak, gunakan air kran yang besar, segera lepas jas laboratorium atau penutup lain di bagian yang terkena zat. Segera lapor ke petugas untuk mendapat pengobatan selanjutnya. 4. Bila terjadi kebakaran di atas meja kerja, misalnya larutan dalam gelas kimia, pertama-tama jangan panik, jangan coba memadamkan api sendiri, terlebih jangan membanting gelas yang terbakar. Menjauhlah dari meja, segera laporkan ke Dosen Pengampu/ tenaga pendidik Laboratorium Pendidikan Kimia/ Asisten Praktikum. Bila tidak ada yang menolong, tutup gelas yang terbakar dengan lap basah atau keset basah, biarkan api mati sendiri atau disemprot dengan alat pemadam kebakaran yang ada. 5. Bila tangan atau kulit terbakar (jumlah kecil), taruh air es di sekitar yang terbakar, lalu obati dengan obat analgesik, misalnya salep atau larutan rivanol. Mintalah obat-obatan tersebut pada Dosen Pengampu/ tenaga pendidik Laboratorium Pendidikan Kimia/ Asisten Praktikum. 10 Zat Kimia & Pereaksi 1. Zat kimia dan pereaksi yang diperlukan untuk Praktikum Energetika Kimia pada umumnya sudah disediakan. 2. Apabila pemakaiannya diserahkan kepada masing-masing praktikan, maka zat-zat tersebut dan pereaksi-pereaksi, akan disimpan di atas meja khusus. Biasanya zat-zat ini diletakkan di meja-meja laboratorium di dekat jendela. 3. Setiap praktikan WAJIB memelihara kebersihan meja tempat zat tersebut diletakkan, dan paling utama adalah menjaga pereaksi-pereaksi jangan sampai rusak atau terkontaminasi akibat kecerobohan pengambilan. Misalnya salah menggunakan pipet untuk mengambil zat. Setiap pereaksi dilengkapi dengan pipet (tidak boleh ditukar/ dipindahkan dari botolnya), dan jika botol reagen tidak ada pipetnya berarti pengambilan dilakukan dengan cara dituangkan ke dalam gelas ukur. 4. Bila akan melakukan tes reaksi, bawalah tabung reaksi bersih yang diletakkan dalam rak tabung reaksi ke meja pereaksi. Pencampuran dilakukan di sini juga, dengan catatan harus bekerja dengan tertib, cari tempat yang kosong, dan jangan mencampuradukan pipet tetes. 5. Setiap botol zat dan pereaksi, ada labelnya yang jelas berisi nama, rumus kimia dan konsentrasi atau identitas lain. Bacalah dengan teliti sebelum anda menggunakannya. Tidak diperbolehkan menukar tutup botol. 6. Zat kimia yang pekat, misalnya HCl, H2SO4, NaOH, harus disimpan di lemari asam. Juga apabila bekerja dengan zat-zat tersebut, lakukan di dalam lemari asam 11 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 1 TATA TERTIB PRAKTIKUM ENERGETIKA KIMIA PENDAFTARAN PETUNJUK PERCOBAAN KEHADIRAN KOMPONEN PENILAIAN INVENTARIS ALAT KEAMANAN DAN KEBERSIHAN TUGAS SEBELUM PRAKTIKUM PELAKSANAAN PRAKTIKUM 2 2 2 2 3 3 4 5 6 Aturan Keselamatan (Tambahan) 9 Menanggulangi Kecelakaan/ Kebakaran 10 Zat Kimia & Pereaksi 11 DAFTAR ISI 12 GAS IDEAL Tujuan Tugas pendahuluan Jelaskan apa yang dimaksud dengan gas ideal, dan kriterianya. Pendahuluan Alat dan bahan Prosedur Pertanyaan untuk pembahasan dan diskusi laporan Daftar pustaka Lampiran pengamatan 14 14 14 14 14 15 16 17 17 18 KOLOID Tujuan Tugas Pendahuluan Pendahuluan Alat dan Bahan Prosedur Pertanyaan untuk pembahasan dan diskusi laporan Daftar Pustaka Lampiran Pengamatan 19 19 19 19 20 21 22 22 23 TERMODINAMIKA 24 12 Tujuan Tugas Pendahuluan Pendahuluan Alat dan bahan Prosedur Pertanyaan untuk pembahasan dan diskusi laporan Daftar pustaka Lampiran pengamatan 24 24 24 25 25 26 26 27 SIFAT KOLIGATIF Tujuan Tugas Pendahuluan Pendahuluan Alat dan bahan Prosedur Pertanyaan untuk pembahasan dan diskusi laporan Daftar Pustaka Lampiran Pengamatan 28 28 28 28 30 30 31 32 33 SEL ELEKTROKIMIA Tujuan Praktikum Tugas Pendahuluan Pendahuluan Alat dan bahan Prosedur Pertanyaan untuk pembahasan dan diskusi laporan Daftar Pustaka Lampiran Pengamatan 34 34 34 34 36 36 37 38 39 13 1. GAS IDEAL 1.1. Tujuan Menentukan nilai massa molar gas, dan volume molar gas serta tetapan gas ideal. 1.2. Tugas pendahuluan 1.2.1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan gas ideal, dan kriterianya. 1.2.2. Jelaskan pada saat kapan gas ideal memiliki kemiripan sifat dengan gas nyata? 1.2.3. Jelaskan hubungan antara massa molar gas, volume molar gas, serta tetapan gas ideal. 1.3. Pendahuluan Gas ideal merupakan sebuah hipotesis yang dikembangkan oleh ilmuwan, dan hal ini akan menjadi lebih mudah untuk dipahami apabila konsep seperti interaksi antar molekul tidak berkembang. Gas ideal pada umumnya berfokus pada partikel yang bergerak dengan kecepatan tetap secara acak/ garis lurus. Sifat gas ideal merupakan pemahaman yang diperoleh dari Teori Kinetik Molekul Gas, dan sangat kontras dengan konsep gas non-ideal (gas nyata). Untuk memperoleh pemahaman yang tepat mengenai gas ideal, perlu disepakati bahwa gas yang berada pada kondisi ideal tidak dipengaruhi oleh kondisi dari lingkungan sekitar. Terdapat empat variabel dan satu tetapan yang perlu dipahami terkait dengan gas ideal, yakni tekanan (P), volume (V), jumlah zat (n), suhu (T), dan tetapan gas ideal (R). Persamaan gas ideal secara sederhana dinyatakan sebagai PV = nRT 1.1) yang diturunkan dari persamaan gas hukum Boyle, Charles dan Avogadro. Persamaan (1.1) juga dapat dinyatakan sebagai PV/nRT = 1 1.2) 14 Persamaan (1.2) merupakan faktor kompresi (Z) yang digunakan untuk menentukan sifat gas (ideal atau non-ideal) dalam suatu sistem. Ketika Z memiliki nilai deviasi yang cukup besar, gas pada sistem tersebut akan cenderung memiliki sifat seperti gas nyata. Terdapat konsep yang harus dipahami dari Persamaan (1.1), yakni: ● Nilai tekanan berbanding lurus dengan jumlah zat dan suhu (hal ini dikarenakan P berada pada sisi yang berlawanan dengan n dan T). ● Nilai tekanan berbanding terbalik dengan volume (hal ini dikarenakan P berada pada sisi yang sama dengan V). suhu dan tekanan pada kondisi standar dikenal dengan istilah STP (standard condition of temperature and pressure) merupakan suatu keadaan standar yang telah disepakati nilainya. Pada kondisi STP, nilai tekanan dan suhu adalah 1 atm dan 0oC. Pada kondisi STP, 1 mol gas akan memiliki nilai volum yang sebanding dengan 22.4 L. tetapan gas ideal (R) memiliki nilai yang cukup bervariasi, hal ini bergantung pada satuan P dan T yang digunakan pada saat proses perhitungan. Pada umumnya, nilai R bernilai 0.082 L.atm/mol.K ketika satuan P dan T yang digunakan adalah atm dan K. 1.4. Alat dan bahan 1) Alat 2) Bahan a) Ember a) Air b) Gelas ukur 100 mL b) Butana cair (korek api gas) c) Selang c) HCl 5 M d) Neraca analitik d) Lempeng besi e) Tabung 50 mL e) Kawat Cu 15 1.5. Prosedur A. Penentuan massa molar gas a. Korek api gas dengan permukaan transparan ditimbang dan dicatat sebagai M0. b. Gelas ukur dimasukkan ke dalam ember yang berisi air. Posisi gelas ukur adalah terbalik dan diharapkan tidak terdapat ruang kosong pada gelas ukur. c. Klep dari korek api gas ditekan (dengan harapan hanya gas yang keluar, dan tidak ada nyala api yang timbul) dan diposisikan di bawah mulut gelas ukur, sehingga gas yang dikeluarkan dari korek api gas tertampung pada gelas ukur. d. Apabila gas telah menggantikan keseluruhan volum air, maka gelas ukur baru perlu disiapkan. Perubahan volum air dicatat pada tiap pergantian gelas ukur. Hal ini dilakukan hingga cairan di dalam korek api gas hampir kosong. e. Korek api gas kosong ditimbang dan ditentukan sebagai M1. B. Penentuan volume molar gas dan tetapan gas ideal a. Larutan HCl 5 M dimasukkan ke dalam tabung. b. Sejumlah lempeng besi ditimbang dan dicatat sebagai M0. c. Lempeng besi dimasukkan ke dalam tabung. d. Selang dipasang pada mulut tabung, dan di arahkan ke dalam mulut gelas ukur yang telah berisi air dalam posisi dibalik 1800. e. Perubahan yang terjadi diamati dan dicatat perubahan volumenya. f. Lempeng besi dikeringkan dan ditimbang, jika tersisa. g. Langkah a-e diulangi hingga diperoleh tiga data ulangan dan hal serupa dilakukan terhadap lempeng/ kawat Cu.. 16 1.6. Pertanyaan untuk pembahasan dan diskusi laporan 1) Tentukan massa molar gas dari korek api gas yang tertampung di dalam gelas ukur pada percobaan A. 2) Tentukan volume molar dan tetapan gas H2 yang terbentuk pada percobaan B. 1.7. Daftar pustaka Atkins, P, and Paula, J. D. Atkins’ Physical Chemistry 9th Ed. Oxford University Press, 2010. Petrucci, Ralph H., William S. Harwood, F. G. Herring, and Jeffry D. Madura. General Chemistry: Principles and Modern Applications. 9th ed. Upper Saddle River: Pearson Education, Inc., 2007. 17 1.8. Lampiran pengamatan 18 2. KOLOID 2.1. Tujuan 1) Memahami karakteristik berbagai jenis material koloid. 2) Memahami pengaruh penambahan senyawa ion dan koagulan terhadap stabilitas material koloid 2.2. Tugas Pendahuluan 2.2.1. 2.2.2. 2.3. Jelaskan perbedaan campuran homogen dan heterogen, beserta pembagiannya. Bagaimana cara untuk meningkatkan dan menurunkan stabilitas koloid. Pendahuluan Teori DVLO menyatakan stabilitas sistem koloid ditentukan dari penjumlahan interaksi van der Waals dan tolakan lapisan rangkap listrik yang terdapat diantara partikel pada jarak tertentu oleh karena gerak Brownian. Teori ini menyatakan adanya sejumlah energi yang cukup tinggi (energy barrier) sebagai hasil dari gaya tolak yang timbul untuk mencegah terbentuknya agregat antara partikel koloid. Namun, jika partikel bertabrakan dengan energi yang cukup untuk melewati energy barrier, maka hal ini akan membentuk agregat. Koloid liofobik dapat distabilkan secara kinetika menggunakan metode elektrostatik dan halangan sterik. Untuk stabilisasi secara elektrostatik, tolak menolak muatan pada permukaan partikel sol menghalangi frekuensi tumbukan partikel, melalui cara ini pembentukan agregat partikel sol dapat dihindari. Muatan permukaan bergantung pada sifat dan kuantitas ion positif dan negatif di dalam larutan, hal ini dikarenakan proses adsorpsi ion pada permukaan partikel sol sangat beragam. Jika total muatan pada permukaan partikel adalah nol, maka tolakan elektrostatik akan berkurang dan berdampak pada percepatan proses koagulasi. Hal sebaliknya, jika terjadi peningkatan muatan pada permukaan (positif dan atau negatif) akan menghalau proses pembentukan agregat. Sedangkan pada stabilisasi halangan sterik, material yang terserap pada permukaan partikel koloid (umumnya makromolekul atau surfaktan) menghalangi 19 kontak langsung antar partikel sol untuk mencegah terjadinya pembentukan agregat. Jika makromolekul yang terserap pada permukaan dalam konsentrasi cukup rendah dan terhubung dengan satu atau lebih partikel sol, maka partikel sol cenderung untuk mengalami koagulasi melalui proses flokulasi. Gambar 5.1. Mekanisme stabilisasi dispersi koloid (a) elektrostatik, (b) sterik, dan (c) flokulasi 2.4. Alat dan Bahan A. Alat B. Bahan a. beker a. Susu b. Batang pengaduk b. FeCl3.6H2O c. Pemanas + magnetic stirrer c. Sodium dodesil sulfat (SDS) d. Magnetic bar d. Asam asetat e. Tawas f. NaCl g. AgNO3 h. NaOH 1% i. Sukrosa 20% 20 2.5. Prosedur A. Stabilitas sistem dispersi a. Sebanyak 2 mL susu cair disiapkan dalam tabung reaksi A1-A3. b. Sebanyak 2 mL larutan SDS 5% (b/b) disiapkan dalam tabung reaksi B1-B3. c. Pada gelas tabung reaksi 1, larutan asam asetat 5% (v/v) ditambahkan sebanyak 2 mL. Tiap penambahan 0,5 mL larutan, perubahan yang terjadi dicatat. d. Pada gelas tabung reaksi 2, larutan tawas 5% (b/b) ditambahkan sebanyak 2 mL. Tiap penambahan 0,5 mL larutan, perubahan yang terjadi dicatat. e. Pada gelas tabung reaksi 3, larutan NaCl 5% (b/b) ditambahkan sebanyak 2 mL. Tiap penambahan 0,5 mL larutan, perubahan yang terjadi dicatat. B. Stabilitas sistem sol a. Larutan jenuh FeCl3.6H2O diteteskan sebanyak 1 mL ke dalam 2 mL air DI, disiapkan dalam dua tabung reaksi A dan B. b. Pada tabung reaksi A, larutan NaCl 5% (b/b) ditambahkan sebanyak 2 mL. Tiap penambahan 0,5 mL larutan, perubahan yang terjadi dicatat. c. Pada tabung reaksi B, larutan SDS 5% (b/b) ditambahkan sebanyak 2 mL. Tiap penambahan 0,5 mL larutan, perubahan yang terjadi dicatat. C. Suspensi dan presipitasi nanopartikel Ag a. Larutan sukrosa 20% diteteskan sebanyak 5 mL ke dalam dua tabung reaksi A dan B. b. Tabung reaksi diletakkan dalam gelas beker yang telah diisi dengan air DI. Gelas beker ini kemudian dipanaskan hingga suhu air DI menjadi 70∘C. c. Sebanyak 0.025 g AgNO3 ditambahkan ke dalam tabung reaksi A, larutan ini tetap dipanaskan hingga terjadi perubahan warna larutan. d. Sebanyak 1 mL NaOH 1% ditambahkan ke dalam tabung reaksi B, dan dilanjutkan dengan penambahan 0.025 g AgNO3, larutan ini tetap dipanaskan hingga terjadi perubahan warna larutan. 21 2.6. Pertanyaan untuk pembahasan dan diskusi laporan 1) Fenomena apakah yang terjadi pada percobaan A, dan bagaimanakah keterkaitan penambahan sejumlah material tersebut terhadap stabilitas koloid sistem dispersi? 2) Fenomena apakah yang terjadi pada percobaan B, dan bagaimanakah keterkaitan penambahan sejumlah material tersebut terhadap stabilitas koloid sistem dispersi? 3) Fenomena apakah yang terjadi pada percobaan C, dan bagaimanakah keterkaitan penambahan NaOH terhadap ukuran partikel dan stabilitas Ag? 2.7. Daftar Pustaka Atkins, P, and Paula, J. D. Atkins’ Physical Chemistry 9th Ed. Oxford University Press, 2010. Petrucci, Ralph H., William S. Harwood, F. G. Herring, and Jeffry D. Madura. General Chemistry: Principles and Modern Applications. 9th ed. Upper Saddle River: Pearson Education, Inc., 2007. 22 2.8. Lampiran Pengamatan 23 3. TERMODINAMIKA 3.1. Tujuan Mahasiswa dapat menjelaskan fenomena yang terjadi di lingkungan sekitar dan keterkaitan dengan Hukum Termodinamika I dan II. 3.2. Tugas Pendahuluan 3.2.1. Jelaskan perbedaan Hukum I dan II Termodinamika, serta aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. 3.2.2. Berikan satu contoh penerapan Hukum I dan II Termodinamika yang dapat dijadikan sebagai topik praktikum. 3.3. Pendahuluan Perhitungan termodinamika memperbolehkan kita untuk menghitung dan memperkirakan kespontanan suatu reaksi. Untuk memahami bagaimana kita dapat melakukan perhitungan dan mengambil kesimpulan tentang kespontanan reaksi, pemahaman mengenai dasar termodinamika perlu ditanamkan. Terdapat dua buah postulat mengenai termodinamika mengenai kespontanan suatu reaksi. Postulat pertama (Hukum Termodinamika I) terkait dengan perubahan entalpi (∆H). Perubahan entalpi yang memberikan nilai negatif disebut dengan reaksi eksoterm atau proses yang menghasilkan/ melepaskan panas. Entalpi dengan nilai positif disebut sebagai reaksi endoterm atau proses yang memerlukan/ menyerap panas. Ambil sebuah contoh, yakni proses pembakaran - suatu reaksi pelepasan panas, dan merupakan reaksi spontan yang terus berlangsung hingga sumber pembakarannya habis (oksigen atau senyawa organik). Sebuah proses tetap dapat berlangsung spontan, walaupun ketika ∆H bernilai positif (proses endoterm). Contoh yang tepat menggambarkan proses ini adalah mencairnya es pada suhu ruang. Proses pencairan memerlukan panas dari lingkungan untuk mencairkan es, sehingga ∆H bernilai positif. Kespontanan suatu reaksi memang dipengaruhi oleh nilai entalpi, namun bukan satu-satunya yang berkontribusi terhadap kespontanan suatu reaksi. 24 Postulat kedua (Hukum Termodinamika II) berkaitan dengan perubahan entropi (S) yang berpengaruh pada kespontanan reaksi. Entropi merupakan suatu fungsi termodinamika yang menjelaskan bagaimana suatu sistem menuju tingkat homogenitas tertentu. Secara praktis, entropi dapat dibayangkan sebagai perubahan susunan partikel dalam ruang dari keadaan yang cenderung teratur berubah menjadi keadaan yang cenderung tidak teratur susunan partikelnya. Meningkatnya ketidakteraturan sistem berdampak pada meningkatnya nilai entropi (S). Ketika sistem memiliki nilai entropi positif, maka reaksi yang terjadi dalam sistem dikelompokkan sebagai reaksi spontan, begitupun sebaliknya. Seperti halnya nilai entalpi sistem, entropi sistem tidak dapat dijadikan sebagai indikator tunggal untuk menentukan kespontanan suatu reaksi. Terdapat sebuah persamaan yang menghubungkan nilai S dan H, yang dikenal sebagai persamaan energi bebas Gibbs (2.1) ∆G = ∆H - T∆S 2.1) Berdasarkan pada persamaan (2.1), reaksi spontan terjadi apabila nilai ∆G adalah negatif. Persamaan tersebut juga menunjukkan bahwa tidak semua reaksi dengan ∆H negatif adalah reaksi spontan, sebab masih bergantung pada nilai ∆S. 3.4. Alat dan bahan A. Alat a. b. c. d. 3.5. Bunsen/ spiritus Kaki tiga + kawat kasa Ember Penjepit tabung B. Bahan a. b. c. d. Air Es Kaleng minuman Balon Prosedur A. Hukum Termodinamika I a. Panaskan kaleng minuman di atas nyala bunsen/ spiritus selama 20 menit. b. Dalam keadaan panas kaleng minuman dipindahkan, ke ember yang telah diisi dengan air dan es, menggunakan penjepit tabung. c. Amati perubahan yang terjadi 25 B. Hukum Termodinamika II a. Balon ditiup hingga mengembang dengan ukuran tertentu. b. Balon diposisikan di atas nyala bunsen/ spiritus, dan perubahan yang terjadi diamati. c. Balon diisi dengan 50 mL air, dan ditiup hingga mengembang dengan ukuran tertentu. d. Balon diposisikan di atas nyala bunsen/ spiritus, dan perubahan yang terjadi diamati. 3.6. Pertanyaan untuk pembahasan dan diskusi laporan 1) Bagaimanakah keterkaitan konsep dari Hukum Termodinamika I pada fenomena yang dilakukan di percobaan A? 2) Bagaimanakah keterkaitan konsep dari Hukum Termodinamika I pada fenomena yang dilakukan di percobaan B? 3.7. Daftar pustaka Atkins, P, and Paula, J. D. Atkins’ Physical Chemistry 9th Ed. Oxford University Press, 2010. Petrucci, Ralph H., William S. Harwood, F. G. Herring, and Jeffry D. Madura. General Chemistry: Principles and Modern Applications. 9th ed. Upper Saddle River: Pearson Education, Inc., 2007. 26 3.8. Lampiran pengamatan 27 4. SIFAT KOLIGATIF 4.1. Tujuan 1) Memahami pengaruh zat terlarut pada sifat koligatif larutan, khususnya penurunan titik beku dan kenaikan titik didih, pada sistem pelarut air dan organik. 2) Memahami penggunaan faktor van Hoff pada perhitungan sifat koligatif larutan. 3) Menentukan penurunan titik beku dan kenaikan titik didih larutan. 4) Menentukan massa molar zat terlarut pada sistem pelarut tertentu. 4.2. Tugas Pendahuluan 4.2.1. Gambarkan diagram penurunan dan peningkatan suhu air akibat penambahan zat terlarut. 4.2.2. Jelaskan pengaruh perbedaan kemampuan disosiasi zat terlarut terhadap sifat koligatif larutan. 4.3. Pendahuluan Titik beku suatu cairan adalah suhu ketika fase padatan dan cairan berada pada keadaan setimbang. Fenomena titik beku pelarut adalah lebih rendah ketika dilakukan penambahan sejumlah massa zat terlarut dikenal dengan istilah penurunan titik beku (pelarut murni memiliki titik beku lebih tinggi dibandingkan larutan). Titik didih suatu cairan adalah suhu ketika nilai tekanan uapnya sebanding dengan tekanan atmosfer lingkungan. Fenomena titik didih pelarut adalah lebih tinggi ketika dilakukan penambahan sejumlah massa zat terlarut dikenal dengan istilah kenaikan titik didih (pelarut murni memiliki titik didih lebih rendah dibandingkan larutan). Kedua fenomena tersebut selalu dapat diamati ketika sejumlah larutan ditambahkan ke dalam suatu sistem pelarut. Fenomena tersebut secara umum dikenal sebagai sifat koligatif larutan - merupakan sifat yang hanya bergantung pada jumlah partikel yang ditambahkan ke dalam sistem, dan bukan jenisnya. 28 Perbedaan suhu pada penurunan titik beku dan kenaikan titik didih dinyatakan sebagai persamaan berikut: ∆Tf = To - Tt 3.1) ∆Tb = Tt - To 3.2) Yang mana ∆Tf dan ∆Tb merupakan nilai penurunan titik beku dan kenaikan titik didih larutan, To dan Tt merupakan suhu larutan sebelum dan sesudah penambahan zat terlarut. Secara matematis nilai penurunan titik beku dan kenaikan titik didih dapat ditentukan dengan persamaan berikut: ∆Tf = Kf . i . m 3.3) ∆Tb = Kb. i . m 3.4) Yang mana m merupakan kemolalan zat terlarut yang ditambahkan ke dalam sistem pelarut. Kf dan Kb merupakan tetapan molal penurunan titik beku dan kenaikan titik didih. Sedangkan i merupakan faktor van’t Hoff yang sangat bergantung pada jumlah ion dari zat terlarut yang terbentuk di dalam larutan, sebagai contoh: i = 1 pada larutan gula (tidak terionisasi) i = 2 pada larutan NaCl (terionisasi menjadi Na+ dan Cl-) i = 3 pada larutan CaCl2 (terionisasi menjadi Ca2+ dan 2Cl-) Nilai Kf dan Kb dapat diperoleh dari persamaan berikut: 2 𝐾 = 𝑅.𝑇 .𝑀 ∆𝐻 3.5) yang mana R merupakan tetapan gas ideal, dan ∆H merupakan kalor penggabungan per mol pelarut. Apabila dikaitkan dengan persamaan kenaikan titik didih dan penurunan titik beku, massa molar zat terlarut dapat dihitung dengan persamaan berikut: 𝑀𝑏 = 1000 . 𝐾. 𝑖 . 𝑊𝑏 ∆𝑇 . 𝑊𝑎 3.6) 29 yang mana Wa dan Wb adalah massa dari pelarut dan zat terlarut. 4.4. Alat dan bahan A. Alat a. Neraca analitik a. Air b. Penangas air b. Es c. Termometer c. NaCl d. Hotplate d. Sukrosa e. Beker f. Batang pengaduk 4.5. B. Bahan C. Simulasi daring di https://www.amrita.olabs.edu.in Prosedur A. Penurunan titik beku a. Beker yang telah berisi 50 mL air DI diletakkan di tengah penangas es. b. Suhu air diukur dengan termometer hingga diperoleh nilai tetap. c. Sebanyak 50 mL larutan NaCl disiapkan dalam dua konsentrasi yang berbeda, yakni 0.5 dan 5.0 M. d. Masing-masing larutan NaCl diletakkan pada beker yang berbeda, dan kemudian beker diletakkan di tengah penangas es. e. suhu larutan NaCl diukur dengan termometer hingga diperoleh nilai tetap. f. Langkah a-e diulangi hingga diperoleh tiga data ulangan. g. Langkah a-f diulangi untuk larutan sukrosa. B. Kenaikan titik didih a. Beker yang telah berisi 50 mL air DI dipanaskan dengan batuan hotplate. b. Suhu air diukur dengan termometer hingga diperoleh nilai tetap. c. Sebanyak 50 mL larutan NaCl disiapkan dalam dua konsentrasi yang berbeda, yakni 0.5 dan 5.0 M. d. Masing-masing larutan NaCl diletakkan pada beker yang berbeda, dan kemudian beker dipanaskan dengan bantuan hotplate. 30 e. Suhu larutan NaCl diukur dengan termometer hingga diperoleh nilai tetap. f. Langkah a-e diulangi hingga diperoleh tiga data ulangan. g. Langkah a-f diulangi untuk larutan sukrosa. C. Simulasi daring a. Mahasiswa melakukan simulasi daring pada situs https://www.amrita.olabs.edu.in (mahasiswa terlebih dahulu membuat akun di situs tersebut b. Pada pilihan subject, mahasiswa memilih Chemical Sciences, dan dilanjutkan dengan memilih Physical Chemistry Virtual Lab. c. Untuk topik penurunan titik beku, mahasiswa memilih Cryoscopy. d. Untuk topik kenaikan titik didih, mahasiswa memilih Ebullioscopy. e. Sistem yang digunakan untuk kedua topik tersebut adalah i. Air dengan zat terlarut CaCl2, serbuk Al, dan urea. ii. Benzena dengan zat terlarut kamfor, dan benzamida. iii. Karbon disulfida dengan zat terlarut sulfur. iv. Karbon tetraklorida dengan zal terlarut kamfor, benzamida, dan sulfur. v. Kloroform dengan zat terlarut kamfor, benzamida, dan sulfur. f. Percobaan diulangi hingga diperoleh tiga data ulangan. 4.6. Pertanyaan untuk pembahasan dan diskusi laporan 1) Bagaimanakah pengaruh konsentrasi zat terlarut terhadap sifat koligatif pada percobaan A? 2) Bagaimanakah pengaruh konsentrasi zat terlarut terhadap sifat koligatif pada percobaan B? 3) Bagaimanakah hubungan antara sifat koligatif dan jenis pelarut yang digunakan pada percobaan C? 31 4.7. Daftar Pustaka Atkins, P, and Paula, J. D. Atkins’ Physical Chemistry 9th Ed. Oxford University Press, 2010. Petrucci, Ralph H., William S. Harwood, F. G. Herring, and Jeffry D. Madura. General Chemistry: Principles and Modern Applications. 9th ed. Upper Saddle River: Pearson Education, Inc., 2007. 32 4.8. Lampiran Pengamatan 33 5. SEL ELEKTROKIMIA (Gabung Modul 3) 5.1. Tujuan Praktikum 1) Mahasiswa mampu menjelaskan kespontanan reaksi sel elektrokimia dengan menggunakan berbagai jenis elektroda. 2) Mahasiswa mampu menentukan nilai energi bebas Gibbs pada tiap susunan sel elektrokimia. 3) Mahasiswa mampu menerapkan persamaan Nernst untuk menentukan tetapan kesetimbangan. 5.2. Tugas Pendahuluan 5.2.1. Jelaskan komponen penyusun sel elektrokimia dan fungsinya. 5.2.2. Berikan satu contoh rangkaian sel elektrokimia, beserta dengan contoh katoda, anoda, dan zat elektrolit yang akan digunakan. 5.3. Pendahuluan Elektroda tempat berlangsungnya proses oksidasi disebut sebagai anoda, dan elektroda tempat berlangsungnya proses reduksi disebut sebagai katoda. Potensial diperoleh ketika sebuah logam mengalami kontak dengan larutan elektrolit yang mengandung ion logam tersebut. Potensial yang dihasilkan dari proses yang terjadi pada interfase elektrolit dan anoda dikenal sebagai potensial oksidasi, sedangkan yang terjadi pada interfase elektrolit dan katoda dikenal sebagai potensial reduksi. Beda potensial antara anoda dan katoda disebut sebagai gaya gerak listrik. Beda potensial yang diukur pada keadaan STP (1 atm dan 273 K) disebut sebagai potensial elektroda standar. Nilai dari potensial elektroda standar dapat digunakan untuk membedakan elektroda yang mengalami oksidasi atau reduksi pada sel elektrokimia. Banyak ragam sel elektrokimia dapat dirangkai dengan dari berbagai kombinasi kompartemen setengah sel. Pada setiap setengah sel disusun oleh sebuah lempeng/ batang logam yang direndam dalam larutan elektrolit. Logam dengan potensial reduksi tinggi berperan sebagai katoda, dan sebaliknya yang 34 rendah berperan sebagai anoda. Untuk menentukan nilai potensial sel yang suatu rangkaian sel elektrokimia dapat dihitung dengan: Eosel = Eokatoda - Eoanoda 4.1) Rangkaian sel elektrokimia disimbolkan dengan menyusun garis vertikal di antara fase tereduksi dan teroksidasi dari tiap spesi elektroda, seperti berikut: Zn | Zn2+ || Cu2+ | Cu Potensial sel pada konsentrasi larutan tertentu untuk reaksi a A + c Ca+ → c C + a A b+, dapat ditentukan dengan persamaan Nernst (4.3). 𝑜 𝑜 𝐸𝑠𝑒𝑙 = 𝐸𝑠𝑒𝑙 − 𝑅𝑇 𝑛𝐹 𝑎+ 𝑐 𝑙𝑛 [𝐶 ] 𝑐+ 𝑎 4.3) [𝐴 ] yang mana R adalah tetapan gas ideal, T adalah suhu, F adalah tetapan Faraday, dan n adalah jumlah elektron. Nilai n = c, jika c = a. Apabila, nilai c ≠ a, maka nilai n = c x a. Ketika sebuah reaksi sel elektrokimia berlangsung, sejumlah energi listrik akan dihasilkan yang berdampak pada menurunnya energi bebas pada sistem. Keterkaitan energi bebas pada sistem sel elektrokimia dapat ditentukan dengan persamaan (4.4) dan (4.5). ∆G = n . F . Esel 4.4) Sedangkan untuk sel standar ∆Go = n . F . Eo sel 4.5) Keterkaitan persamaan (4.3) dan (4.5) terhadap aturan van’t Hoff diturunkan menjadi persamaan (4.6) dan (4.7). 𝑜 𝐸𝑠𝑒𝑙 = 𝑅𝑇 𝑛𝐹 𝑙𝑛 𝐾 ∆Go = - RT ln K 4.6) 4.7) 35 Kespontanan suatu reaksi pada sel elektrokimia dapat ditentukan berdasarkan data pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Keterkaitan kespontanan reaksi sel elektrokimia 5.4. ∆G K Eosel Reaksi (-) >1 (+) Spontan 0 =1 0 Setimbang (+) <1 (-) Tidak spontan Alat dan bahan A. Alat 5.5. B. Bahan a. Beker a. Agar-agar b. Voltmeter b. Elektroda c. Pipa U c. Elektrolit Prosedur a. Mahasiswa melakukan simulasi daring pada situs https://www.amrita.olabs.edu.in (mahasiswa terlebih dahulu membuat akun di situs terlebih dahulu). b. Pada pilihan subject, mahasiswa memilih Chemical Sciences, dan dilanjutkan dengan memilih Physical Chemistry Virtual Lab. c. Untuk topik sel elektrokimia, mahasiswa memilih EMF measurement. d. Mahasiswa memilih lima sistem sel elektrokimia spontan dan dua sistem sel elektrokimia tidak spontan. e. Untuk tiap sistem yang dipilih, mahasiswa memilih dua suhu direntang 10-1000C. f. Berdasarkan sistem pada d dan e, mahasiswa memilih dua konsentrasi (M) direntang 0.01-10 M. g. Beda potensial yang diperoleh dicatat untuk tiap sistem. 36 5.6. Pertanyaan untuk pembahasan dan diskusi laporan 1) Bagaimanakah anda menentukan kespontanan reaksi pada sel elektrokimia berdasarkan jenis elektroda yang digunakan pada d? 2) Bagaimanakah hubungan beda potensial, konsentrasi, dan suhu terhadap tetapan kesetimbangan pada sel elektrokimia? 3) Bagaimanakah hubungan beda potensial terhadap energi bebas Gibbs? 37 5.7. Daftar Pustaka Atkins, P, and Paula, J. D. Atkins’ Physical Chemistry 9th Ed. Oxford University Press, 2010. Petrucci, Ralph H., William S. Harwood, F. G. Herring, and Jeffry D. Madura. General Chemistry: Principles and Modern Applications. 9th ed. Upper Saddle River: Pearson Education, Inc., 2007. 38 5.8. Lampiran Pengamatan 39