Uploaded by Shella Verina Putri - Celestite- ITERA

Modul Praktikum Energetika Kimia ITERA

advertisement
MODUL PRAKTIKUM ENERGETIKA KIMIA
(PELAKSANAAN HYBRID)
Disusun oleh:
Muhammad Abdul Kadir Martoprawiro, Ph.D.
Dr. I Putu Mahendra, S.Si.
Ahmad Anggraria Jaya Agung, S.Si., M.Sc.
Idra Herlina, S.Si., M.Sc.
PROGRAM STUDI KIMIA
JURUSAN SAINS
INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA
2022
KATA PENGANTAR
Petunjuk Praktikum Energetika Kimia ini disusun dengan tujuan membantu mahasiswa
melaksanakan kegiatan praktikum perkuliahan Energetika Kimia di Program Studi
Kimia, Jurusan Sains, ITERA. Materi praktikum yang dimuat dalam Petunjuk Praktikum
Energetika Kimia ini telah disesuaikan dengan silabus mata kuliah Energetika Kimia di
Program Studi Kimia, Jurusan Sains, ITERA. Praktikum Energetika Kimia mencakup
aplikasi dan atau penerapan topik perkuliahan, seperti gas ideal, termodinamika, sifat
koligatif, elektrokimia, dan koloid.
Tata tertib dan pelaksanaan keselamatan kerja di Laboratorium mengacu pada Petunjuk
Praktikum Kimia Fisika dan Kimia Dasar ITB. Petunjuk Praktikum Energetika Kimia ini
masih memerlukan perbaikan berdasarkan dengan kebutuhan mahasiswa ITERA dan
perkembangan ilmu Kimia Fisika. Oleh sebab itu, saran yang bersifat membangun
sangat penulis harapkan.
Lampung Selatan, 22 Februari 2022
Muhammad Abdul Kadir Martoprawiro, Ph.D.
Dr. I Putu Mahendra, S.Si.
Ahmad Anggraria Jaya Agung, S.Si., M.Sc.
Idra Herlina, S.Si., M.Sc.
1
TATA TERTIB PRAKTIKUM ENERGETIKA KIMIA
Setiap praktikan yang melakukan praktikum Energetika Kimia wajib mentaati semua
peraturan yang berlaku di Laboratorium Pendidikan Kimia, Program Studi Kimia ITERA.
Praktikan yang tidak mentaati tata tertib praktikum ini akan dikenakan sanksi yang
dapat berpengaruh pada nilai praktikum yang merupakan syarat utama kelulusan dalam
mata kuliah Energetika Kimia.
PENDAFTARAN
1. Pada awal semester, calon praktikan yang akan melakukan praktikum Energetika
Kimia harus terdaftar sebagai peserta mata kuliah Energetika Kimia.
2. Setiap praktikan wajib mengikuti pengarahan praktikum, tata tertib,dan keselamatan
kerja di laboratorium yang diberikan oleh Dosen Pengampu Energetika Kimia.
3. Keterlambatan dalam pendaftaran atau tidak hadir dalam pengarahan di atas tanpa
alasan yang sah, dapat menyebabkan ditolaknya sebagai peserta.
PETUNJUK PERCOBAAN
Petunjuk praktikum dapat diunduh pada laman yang telah diinformasikan oleh
pengampu praktikum. Praktikan harus memahami cara kerja dalam melakukan
praktikum yang tertulis di dalam Petunjuk Praktikum dan harus melengkapi
pengetahuannya baik teori maupun eksperimental dari bahan kuliah dan literatur
Energetika Kimia.
KEHADIRAN
1. Praktikan diwajibkan hadir tepat waktu di laboratorium.
2. Praktikan yang terlambat tanpa alasan yang sah dianggap absen dan tidak diizinkan
melakukan praktikum.
3. Pengisian daftar kehadiran dilakukan dua kali, yaitu:
a. Menjelang praktikum dimulai.
b. Pada akhir periode praktikum.
4. Praktikan yang tidak mengisi daftar kehadiran dianggap tidak melakukan praktikum.
5. Kehadiran praktikum minimal 80% dari 5 modul praktikum.
2
6. Tidak ada praktikum susulan.
7. Nilai rata-rata praktikum untuk kelulusan adalah minimal 60.
8. Keikutsertaan dalam keseluruhan praktikum secara lengkap (kehadiran, pengerjaan
tugas, pelaksanaan praktikum, dan pembuatan laporan) sangat menunjang kepada
kelulusan praktikum.
KOMPONEN PENILAIAN
Kinerja praktikum
25%
Tes Awal
10%
Tugas Pendahuluan
10%
Laporan Pendahuluan
10%
Laporan Akhir
25%
Ujian
20%
INVENTARIS ALAT
1. Alat gelas dan pendukung praktikum lainnya tersedia di ruang alat. Peralatan
praktikum yang telah disiapkan di meja praktikum harus diperiksa terlebih dahulu
sebelum dipergunakan, baik jenis dan jumlahnya maupun keutuhannya dicocokkan
dengan daftarnya. Bila terdapat kekurangan/ kerusakan, harus segera dilaporkan
pada tenaga pendidik Laboratorium Pendidikan Kimia.
2. Peralatan yang dipergunakan selama kegiatan praktikum sepenuhnya menjadi
tanggung jawab praktikan. Segala kerusakan/ ketidakutuhan peralatan yang
dilaporkan sesudah praktikum berlangsung menjadi tanggung jawab praktikan, dan
harus diganti sebelum akhir semester. Keterlambatan dalam penggantian peralatan
ini akan menyebabkan tertahannya nilai praktikum dan mata kuliah Energetika
Kimia.
3. Peminjaman peralatan dapat dilakukan secara langsung dengan menghubungi
tenaga pendidik di Laboratorium Pendidikan Kimia ITERA.
3
4. Peminjaman dan pengembalian peralatan wajib disertai dengan bon peminjaman
peralatan yang diparaf oleh peminjam dan tenaga pendidik Laboratorium Pendidikan
Kimia ITERA.
5. Bon peminjaman peralatan tidak boleh dicoret.
KEAMANAN DAN KEBERSIHAN
1. Praktikan diwajibkan menggunakan jas laboratorium berlengan panjang dari bahan
katun, kacamata goggles, dan sepatu tertutup selama praktikum.
2. Praktikan yang berambut panjang diwajibkan mengikat rambutnya. Praktikan yang
menggunakan kerudung wajib memasukkan kerudungnya ke dalam jas lab.
3. Praktikan dilarang merokok di dalam laboratorium.
4. Praktikan tidak diperkenankan memakai topi dan sandal selama melakukan
praktikum.
5. Praktikan wajib membawa kain lap/ kertas tisu untuk mengeringkan peralatan gelas
dan memelihara kebersihan laboratorium (meja praktikum, dan lainnya).
6. Praktikan harus berhemat dengan zat-zat kimia dan aqua dm. Sisa pelarut organik
harus dikumpulkan dalam botol penampungan yang khusus disediakan oleh tenaga
pendidik Laboratorium Pendidikan Kimia. Dilarang mengembalikan zat kimia yang
telah dipakai ke dalam botol reagen dan dilarang membuang pelarut organik ke
dalam bak cuci.
7. Sampah kertas dan benda-benda keras (pecahan gelas, batu didih, dll.) harus
dibuang ke tempat sampah yang telah disediakan.
8. Alat-alat dengan sambungan (glass joint), kran buret, tutup Erlenmeyer, dll. harus
dicuci dan dibilas bersih dan ditinggalkan dalam keadaan terlepas.
9. Alat-alat gelas harus sudah mulai dibersihkan setengah jam sebelum praktikum
berakhir.
4
TUGAS SEBELUM PRAKTIKUM
A. Pelaksanaan Luring
a. Praktikan harus membuat Laporan Pendahuluan yang terdiri dari halaman judul,
tujuan, dasar teori, diagram alir termasuk didalamnya alat, bahan, dan metode
percobaan. Laporan pendahuluan ditulis tangan pada kertas A-4 bergaris
ukuran A-4. Laporan Pendahuluan wajib diberi nama, NIM, kelompok, dan
disampul rapi dengan warna biru.
b. Menjawab pertanyaan Tugas Pendahuluan yang terdapat dalam petunjuk
praktikum. Jawaban pertanyaan harus diketik dalam lembaran kertas berukuran
A-4 yang terpisah dari Laporan Pendahuluan.
c. Laporan Pendahuluan dan Tugas Pendahuluan harus diserahkan sebelum
praktikum dimulai. Bila tidak dilakukan maka praktikan tidak diperkenankan
mengikuti praktikum.
B. Pelaksanaan Daring/ Hybrid
a. Praktikan harus membuat Laporan Pendahuluan yang terdiri dari halaman
judul, pendahuluan, landasan teori, diagram alir termasuk didalamnya alat,
bahan, dan metode percobaan. Laporan pendahuluan diketik dan diunggah
pada laman form (akan diinformasikan lebih lanjut). Laporan pendahuluan diberi
nama dengan format NIM_Nama Belakang_Nomor Modul.
b. Menjawab pertanyaan tugas pendahuluan yang terdapat dalam petunjuk
praktikum. Jawaban pertanyaan harus diketik dalam lembaran kertas berukuran
A-4, dan dilampirkan pada Laporan Pendahuluan.
c. Bila
petunjuk
(a)
dan
(b)
tidak
dilakukan maka praktikan tidak
diperkenankan mengikuti praktikum.
5
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
A. Pelaksanaan Luring
a. Praktikan harus menjawab pertanyaan (tes awal) secara tertulis. Waktu yang
tersedia untuk melaksanakan tes awal adalah 15 menit. Tes awal merupakan
salah satu komponen dari nilai praktikum.
b. Jawaban tes awal ditulis pada sebuah buku tulis bergaris yang diberi nama dan
NIM praktikan.
c. Praktikan tidak dapat mengikuti praktikum jika nilai tes awal di bawah 60.
d. Jika suatu percobaan melibatkan penggunaan peralatan khusus, asisten atau
petugas laboratorium akan menjelaskan cara penggunaan peralatan tersebut.
e. Bila praktikan merasa ragu-ragu dalam menggunakan alat tertentu, maka
praktikan harus bertanya pada asisten atau tenaga pendidik Laboratorium
Pendidikan Kimia. Praktikan dilarang untuk mencoba mengoperasikan peralatan
tersebut seorang diri.
B. Pelaksanaan Daring/Hybrid
a. Praktikan harus menjawab pertanyaan (tes awal) secara tertulis. Waktu yang
tersedia untuk melaksanakan tes awal adalah 15 menit. Tes awal merupakan
salah satu komponen dari nilai praktikum.
b. Tes awal akan disampaikan secara lisan melalui media komunikasi seperti
Google Meet dan lainnya.
c. Praktikan tidak dapat mengikuti praktikum jika nilai tes awal di bawah 60.
d. Khusus pelaksanaan hybrid, jika terdapat kasus seluruh peserta luring gagal
mendapat nilai tes awal minimum, maka praktikum ditiadakan juga bagi peserta
daring.
e. Dosen pengampu dan atau asisten praktikum akan menyampaikan detail
praktikum kepada praktikan melalui pemaparan teori atau mengarahkan
penggunaan situs daring yang menyediakan media simulasi pelaksanaan
kegiatan praktikum.
6
PENGAMATAN PRAKTIKUM
A. Pelaksanaan Luring
a. Data pengamatan harus dicatat pada buku catatan praktikum dan salinannya
pada kertas pengamatan (rangkap dua). Poin-poin berikut harus dicantumkan
pada kertas pengamatan: (a) Nama dan NIM, (b) Judul percobaan, (c) Tanggal
percobaan, (d) Nama dosen pengampu dan atau asisten praktikum yang
bertugas.
b. Kertas pengamatan lembar ke-1 diserahkan kepada asisten yang bersangkutan
sedangkan lembar ke-2 dilampirkan pada laporan akhir praktikum.
c. Laporan Akhir Praktikum dibuat dengan melanjutkan penulisan Laporan
Pendahuluan.
B. Pelaksanaan Daring/ Hybrid
a. Data pengamatan diketik dan dilampirkan pada halaman terakhir Laporan Akhir
Praktikum.
b. Kegiatan praktikum yang dilakukan sebagai aktivitas di rumah wajib untuk
direkam oleh masing-masing kelompok, dan dipresentasikan hasil kegiatan
tersebut pada pertemuan selanjutnya.
c. Laporan Akhir Praktikum merupakan lanjutan dari Laporan Pendahuluan.
Laporan Akhir Praktikum diunggah pada laman form (akan diinformasikan lebih
lanjut). Laporan Akhir Praktikum diberi nama dengan format NIM_Nama
Belakang_Nomor Modul.
7
LAPORAN PRAKTIKUM
Laporan praktikum disusun berdasarkan format penulisan berikut:
a. Halaman Judul (cover)
b. Tujuan percobaan
c. Dasar teori
d. Alat dan bahan
e. Cara kerja
f. Data pengamatan
g. Pengolahan data (opsional, berupa data tabel/ gambar yang dicetak)
h. Pembahasan
i.
Kesimpulan
j.
Saran
k. Daftar Pustaka
l.
Lampiran (Perhitungan, dll.)
8
Aturan Keselamatan (Tambahan)
1. Sebelum bekerja di laboratorium, masing-masing praktikan memahami peraturan di
laboratorium dan menguasai materi praktikum dengan sebaik-baiknya, mulai dari
tujuan, konsep dasar, prosedur, dan teknik-teknik pengerjaan yang akan dilakukan.
2. Jangan bekerja sendirian di laboratorium, minimal berdua, dan untuk praktikum
Energetika Kimia harus disertai dosen pengampu dan atau asisten atau instruktur
laboratorium, sesuai dengan jadwal praktikum.
3. Jika membuang zat cair pekat, dituangkan ke bak cuci sambil diguyur air yang
banyak. Hati-hati dengan H2SO4 pekat, ada caranya sendiri.
4. Larutan yang mengandung logam berat (seperti: Pb, Cd, Cu, Cr, Hg, Ag, As, Zn, Ni)
harus dibuang ke wadah/ botol tersendiri yang sudah disediakan. Jangan sekali-kali
dibuang ke dalam bak cuci!
5. Apabila bekerja dengan gas-gas atau zat berasap/ pekat, bekerjalah di dalam lemari
asam (fume hood), jangan sampai menghirup gas beracun. Jangan sekali-kali
meninggalkan percobaan yang sedang berjalan, tunggu sampai prosesnya berhenti.
6. Praktikan dilarang berbicara hal diluar kegiatan praktikum, bercanda atau bermain
selama kegiatan praktikum.
9
Menanggulangi Kecelakaan/ Kebakaran
1. Kecelakaan adalah kejadian yang tidak diharapkan. Akan tetapi laboratorium adalah
tempat yang cukup berbahaya jika anda tidak disiplin dalam bekerja. Jika terjadi
kecelakaan atau kebakaran, yang pertama dan utama harus dilakukan adalah:
JANGAN PANIK!
2. Apabila kulit anda terkena zat kimia, segera cuci dengan menggunakan sabun cuci
dan dengan kondisi air mengalir. Jika zat kimia mengenai bagian mata atau muka,
berikan pertolongan pertama dengan mengalirkan air pada bagian tersebut. Jangan
sekali-kali digosok dengan tangan. Secepatnya hubungi Dosen Pengampu/ tenaga
pendidik Laboratorium Pendidikan Kimia/ Asisten Praktikum untuk mendapatkan
pengobatan darurat.
3. Apabila zat kimia mengenai anggota badan lainnya dalam jumlah banyak, gunakan
air kran yang besar, segera lepas jas laboratorium atau penutup lain di bagian yang
terkena zat. Segera lapor ke petugas untuk mendapat pengobatan selanjutnya.
4. Bila terjadi kebakaran di atas meja kerja, misalnya larutan dalam gelas kimia,
pertama-tama jangan panik, jangan coba memadamkan api sendiri, terlebih jangan
membanting gelas yang terbakar. Menjauhlah dari meja, segera laporkan ke Dosen
Pengampu/ tenaga pendidik Laboratorium Pendidikan Kimia/ Asisten Praktikum. Bila
tidak ada yang menolong, tutup gelas yang terbakar dengan lap basah atau keset
basah, biarkan api mati sendiri atau disemprot dengan alat pemadam kebakaran
yang ada.
5. Bila tangan atau kulit terbakar (jumlah kecil), taruh air es di sekitar yang terbakar,
lalu obati dengan obat analgesik, misalnya salep atau larutan rivanol. Mintalah
obat-obatan tersebut pada Dosen Pengampu/ tenaga pendidik Laboratorium
Pendidikan Kimia/ Asisten Praktikum.
10
Zat Kimia & Pereaksi
1. Zat kimia dan pereaksi yang diperlukan untuk Praktikum Energetika Kimia pada
umumnya sudah disediakan.
2. Apabila pemakaiannya diserahkan kepada masing-masing praktikan, maka zat-zat
tersebut dan pereaksi-pereaksi, akan disimpan di atas meja khusus. Biasanya
zat-zat ini diletakkan di meja-meja laboratorium di dekat jendela.
3. Setiap praktikan WAJIB memelihara kebersihan meja tempat zat tersebut diletakkan,
dan paling utama adalah menjaga pereaksi-pereaksi jangan sampai rusak atau
terkontaminasi akibat kecerobohan pengambilan. Misalnya salah menggunakan
pipet untuk mengambil zat. Setiap pereaksi dilengkapi dengan pipet (tidak boleh
ditukar/ dipindahkan dari botolnya), dan jika botol reagen tidak ada pipetnya berarti
pengambilan dilakukan dengan cara dituangkan ke dalam gelas ukur.
4. Bila akan melakukan tes reaksi, bawalah tabung reaksi bersih yang diletakkan
dalam rak tabung reaksi ke meja pereaksi. Pencampuran dilakukan di sini juga,
dengan catatan harus bekerja dengan tertib, cari tempat yang kosong, dan jangan
mencampuradukan pipet tetes.
5. Setiap botol zat dan pereaksi, ada labelnya yang jelas berisi nama, rumus kimia dan
konsentrasi
atau
identitas
lain.
Bacalah
dengan
teliti
sebelum
anda
menggunakannya. Tidak diperbolehkan menukar tutup botol.
6. Zat kimia yang pekat, misalnya HCl, H2SO4, NaOH, harus disimpan di lemari asam.
Juga apabila bekerja dengan zat-zat tersebut, lakukan di dalam lemari asam
11
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
1
TATA TERTIB PRAKTIKUM ENERGETIKA KIMIA
PENDAFTARAN
PETUNJUK PERCOBAAN
KEHADIRAN
KOMPONEN PENILAIAN
INVENTARIS ALAT
KEAMANAN DAN KEBERSIHAN
TUGAS SEBELUM PRAKTIKUM
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
2
2
2
2
3
3
4
5
6
Aturan Keselamatan (Tambahan)
9
Menanggulangi Kecelakaan/ Kebakaran
10
Zat Kimia & Pereaksi
11
DAFTAR ISI
12
GAS IDEAL
Tujuan
Tugas pendahuluan
Jelaskan apa yang dimaksud dengan gas ideal, dan kriterianya.
Pendahuluan
Alat dan bahan
Prosedur
Pertanyaan untuk pembahasan dan diskusi laporan
Daftar pustaka
Lampiran pengamatan
14
14
14
14
14
15
16
17
17
18
KOLOID
Tujuan
Tugas Pendahuluan
Pendahuluan
Alat dan Bahan
Prosedur
Pertanyaan untuk pembahasan dan diskusi laporan
Daftar Pustaka
Lampiran Pengamatan
19
19
19
19
20
21
22
22
23
TERMODINAMIKA
24
12
Tujuan
Tugas Pendahuluan
Pendahuluan
Alat dan bahan
Prosedur
Pertanyaan untuk pembahasan dan diskusi laporan
Daftar pustaka
Lampiran pengamatan
24
24
24
25
25
26
26
27
SIFAT KOLIGATIF
Tujuan
Tugas Pendahuluan
Pendahuluan
Alat dan bahan
Prosedur
Pertanyaan untuk pembahasan dan diskusi laporan
Daftar Pustaka
Lampiran Pengamatan
28
28
28
28
30
30
31
32
33
SEL ELEKTROKIMIA
Tujuan Praktikum
Tugas Pendahuluan
Pendahuluan
Alat dan bahan
Prosedur
Pertanyaan untuk pembahasan dan diskusi laporan
Daftar Pustaka
Lampiran Pengamatan
34
34
34
34
36
36
37
38
39
13
1. GAS IDEAL
1.1.
Tujuan
Menentukan nilai massa molar gas, dan volume molar gas serta tetapan gas ideal.
1.2.
Tugas pendahuluan
1.2.1.
Jelaskan apa yang dimaksud dengan gas ideal, dan kriterianya.
1.2.2.
Jelaskan pada saat kapan gas ideal memiliki kemiripan sifat dengan gas
nyata?
1.2.3.
Jelaskan hubungan antara massa molar gas, volume molar gas, serta
tetapan gas ideal.
1.3.
Pendahuluan
Gas ideal merupakan sebuah hipotesis yang dikembangkan oleh ilmuwan, dan
hal ini akan menjadi lebih mudah untuk dipahami apabila konsep seperti interaksi
antar molekul tidak berkembang. Gas ideal pada umumnya berfokus pada partikel
yang bergerak dengan kecepatan tetap secara acak/ garis lurus. Sifat gas ideal
merupakan pemahaman yang diperoleh dari Teori Kinetik Molekul Gas, dan sangat
kontras dengan konsep gas non-ideal (gas nyata). Untuk memperoleh pemahaman
yang tepat mengenai gas ideal, perlu disepakati bahwa gas yang berada pada
kondisi ideal tidak dipengaruhi oleh kondisi dari lingkungan sekitar.
Terdapat empat variabel dan satu tetapan yang perlu dipahami terkait dengan
gas ideal, yakni tekanan (P), volume (V), jumlah zat (n), suhu (T), dan tetapan gas
ideal (R). Persamaan gas ideal secara sederhana dinyatakan sebagai
PV = nRT
1.1)
yang diturunkan dari persamaan gas hukum Boyle, Charles dan Avogadro.
Persamaan (1.1) juga dapat dinyatakan sebagai
PV/nRT = 1
1.2)
14
Persamaan
(1.2)
merupakan faktor kompresi (Z) yang digunakan untuk
menentukan sifat gas (ideal atau non-ideal) dalam suatu sistem. Ketika Z memiliki
nilai deviasi yang cukup besar, gas pada sistem tersebut akan cenderung memiliki
sifat seperti gas nyata. Terdapat konsep yang harus dipahami dari Persamaan
(1.1), yakni:
● Nilai tekanan berbanding lurus dengan jumlah zat dan suhu (hal ini dikarenakan
P berada pada sisi yang berlawanan dengan n dan T).
● Nilai tekanan berbanding terbalik dengan volume (hal ini dikarenakan P berada
pada sisi yang sama dengan V).
suhu dan tekanan pada kondisi standar dikenal dengan istilah STP (standard
condition of temperature and pressure) merupakan suatu keadaan standar yang
telah disepakati nilainya. Pada kondisi STP, nilai tekanan dan suhu adalah 1 atm
dan 0oC. Pada kondisi STP, 1 mol gas akan memiliki nilai volum yang sebanding
dengan 22.4 L. tetapan gas ideal (R) memiliki nilai yang cukup bervariasi, hal ini
bergantung pada satuan P dan T yang digunakan pada saat proses perhitungan.
Pada umumnya, nilai R bernilai 0.082 L.atm/mol.K ketika satuan P dan T yang
digunakan adalah atm dan K.
1.4.
Alat dan bahan
1) Alat
2) Bahan
a) Ember
a) Air
b) Gelas ukur 100 mL
b) Butana cair (korek api gas)
c) Selang
c) HCl 5 M
d) Neraca analitik
d) Lempeng besi
e) Tabung 50 mL
e) Kawat Cu
15
1.5.
Prosedur
A. Penentuan massa molar gas
a. Korek api gas dengan permukaan transparan ditimbang dan dicatat sebagai
M0.
b. Gelas ukur dimasukkan ke dalam ember yang berisi air. Posisi gelas ukur
adalah terbalik dan diharapkan tidak terdapat ruang kosong pada gelas ukur.
c. Klep dari korek api gas ditekan (dengan harapan hanya gas yang keluar, dan
tidak ada nyala api yang timbul) dan diposisikan di bawah mulut gelas ukur,
sehingga gas yang dikeluarkan dari korek api gas tertampung pada gelas
ukur.
d. Apabila gas telah menggantikan keseluruhan volum air, maka gelas ukur
baru perlu disiapkan. Perubahan volum air dicatat pada tiap pergantian gelas
ukur. Hal ini dilakukan hingga cairan di dalam korek api gas hampir kosong.
e. Korek api gas kosong ditimbang dan ditentukan sebagai M1.
B. Penentuan volume molar gas dan tetapan gas ideal
a. Larutan HCl 5 M dimasukkan ke dalam tabung.
b. Sejumlah lempeng besi ditimbang dan dicatat sebagai M0.
c. Lempeng besi dimasukkan ke dalam tabung.
d. Selang dipasang pada mulut tabung, dan di arahkan ke dalam mulut gelas
ukur yang telah berisi air dalam posisi dibalik 1800.
e. Perubahan yang terjadi diamati dan dicatat perubahan volumenya.
f. Lempeng besi dikeringkan dan ditimbang, jika tersisa.
g. Langkah a-e diulangi hingga diperoleh tiga data ulangan dan hal serupa
dilakukan terhadap lempeng/ kawat Cu..
16
1.6.
Pertanyaan untuk pembahasan dan diskusi laporan
1) Tentukan massa molar gas dari korek api gas yang tertampung di dalam gelas
ukur pada percobaan A.
2) Tentukan volume molar dan tetapan gas H2 yang terbentuk pada percobaan B.
1.7.
Daftar pustaka
Atkins, P, and Paula, J. D. Atkins’ Physical Chemistry 9th Ed. Oxford University
Press, 2010.
Petrucci, Ralph H., William S. Harwood, F. G. Herring, and Jeffry D. Madura.
General Chemistry: Principles and Modern Applications. 9th ed. Upper Saddle
River: Pearson Education, Inc., 2007.
17
1.8.
Lampiran pengamatan
18
2. KOLOID
2.1.
Tujuan
1) Memahami karakteristik berbagai jenis material koloid.
2) Memahami pengaruh penambahan senyawa ion dan koagulan terhadap
stabilitas material koloid
2.2.
Tugas Pendahuluan
2.2.1.
2.2.2.
2.3.
Jelaskan perbedaan campuran homogen dan heterogen, beserta
pembagiannya.
Bagaimana cara untuk meningkatkan dan menurunkan stabilitas koloid.
Pendahuluan
Teori DVLO menyatakan stabilitas sistem koloid ditentukan dari penjumlahan
interaksi van der Waals dan tolakan lapisan rangkap listrik yang terdapat diantara
partikel pada jarak tertentu oleh karena gerak Brownian. Teori ini menyatakan
adanya sejumlah energi yang cukup tinggi (energy barrier) sebagai hasil dari gaya
tolak yang timbul untuk mencegah terbentuknya agregat antara partikel koloid.
Namun, jika partikel bertabrakan dengan energi yang cukup untuk melewati energy
barrier, maka hal ini akan membentuk agregat.
Koloid liofobik dapat distabilkan secara kinetika menggunakan metode
elektrostatik dan halangan sterik. Untuk stabilisasi secara elektrostatik, tolak
menolak muatan pada permukaan partikel sol menghalangi frekuensi tumbukan
partikel, melalui cara ini pembentukan agregat partikel sol dapat dihindari. Muatan
permukaan bergantung pada sifat dan kuantitas ion positif dan negatif di dalam
larutan, hal ini dikarenakan proses adsorpsi ion pada permukaan partikel sol sangat
beragam. Jika total muatan pada permukaan partikel adalah nol, maka tolakan
elektrostatik akan berkurang dan berdampak pada percepatan proses koagulasi.
Hal sebaliknya, jika terjadi peningkatan muatan pada permukaan (positif dan atau
negatif) akan menghalau proses pembentukan agregat.
Sedangkan pada stabilisasi halangan sterik, material yang terserap pada
permukaan partikel koloid (umumnya makromolekul atau surfaktan) menghalangi
19
kontak langsung antar partikel sol untuk mencegah terjadinya pembentukan
agregat. Jika makromolekul yang terserap pada permukaan dalam konsentrasi
cukup rendah dan terhubung dengan satu atau lebih partikel sol, maka partikel sol
cenderung untuk mengalami koagulasi melalui proses flokulasi.
Gambar 5.1. Mekanisme stabilisasi dispersi koloid (a) elektrostatik, (b) sterik, dan
(c) flokulasi
2.4.
Alat dan Bahan
A. Alat
B. Bahan
a. beker
a. Susu
b. Batang pengaduk
b. FeCl3.6H2O
c. Pemanas + magnetic stirrer
c. Sodium dodesil sulfat (SDS)
d. Magnetic bar
d. Asam asetat
e. Tawas
f. NaCl
g. AgNO3
h. NaOH 1%
i.
Sukrosa 20%
20
2.5.
Prosedur
A. Stabilitas sistem dispersi
a. Sebanyak 2 mL susu cair disiapkan dalam tabung reaksi A1-A3.
b. Sebanyak 2 mL larutan SDS 5% (b/b) disiapkan dalam tabung reaksi B1-B3.
c. Pada gelas tabung reaksi 1, larutan asam asetat 5% (v/v) ditambahkan
sebanyak 2 mL. Tiap penambahan 0,5 mL larutan, perubahan yang terjadi
dicatat.
d. Pada gelas tabung reaksi 2, larutan tawas 5% (b/b) ditambahkan sebanyak 2
mL. Tiap penambahan 0,5 mL larutan, perubahan yang terjadi dicatat.
e. Pada gelas tabung reaksi 3, larutan NaCl 5% (b/b) ditambahkan sebanyak 2
mL. Tiap penambahan 0,5 mL larutan, perubahan yang terjadi dicatat.
B. Stabilitas sistem sol
a. Larutan jenuh FeCl3.6H2O diteteskan sebanyak 1 mL ke dalam 2 mL air DI,
disiapkan dalam dua tabung reaksi A dan B.
b. Pada tabung reaksi A, larutan NaCl 5% (b/b) ditambahkan sebanyak 2 mL.
Tiap penambahan 0,5 mL larutan, perubahan yang terjadi dicatat.
c. Pada tabung reaksi B, larutan SDS 5% (b/b) ditambahkan sebanyak 2 mL.
Tiap penambahan 0,5 mL larutan, perubahan yang terjadi dicatat.
C. Suspensi dan presipitasi nanopartikel Ag
a. Larutan sukrosa 20% diteteskan sebanyak 5 mL ke dalam dua tabung reaksi
A dan B.
b. Tabung reaksi diletakkan dalam gelas beker yang telah diisi dengan air DI.
Gelas beker ini kemudian dipanaskan hingga suhu air DI menjadi 70∘C.
c. Sebanyak 0.025 g AgNO3 ditambahkan ke dalam tabung reaksi A, larutan ini
tetap dipanaskan hingga terjadi perubahan warna larutan.
d. Sebanyak 1 mL NaOH 1% ditambahkan ke dalam tabung reaksi B, dan
dilanjutkan dengan penambahan 0.025 g AgNO3, larutan ini tetap
dipanaskan hingga terjadi perubahan warna larutan.
21
2.6.
Pertanyaan untuk pembahasan dan diskusi laporan
1) Fenomena apakah yang terjadi pada percobaan A, dan bagaimanakah
keterkaitan penambahan sejumlah material tersebut terhadap stabilitas koloid
sistem dispersi?
2) Fenomena apakah yang terjadi pada percobaan B, dan bagaimanakah
keterkaitan penambahan sejumlah material tersebut terhadap stabilitas koloid
sistem dispersi?
3) Fenomena apakah yang terjadi pada percobaan C, dan bagaimanakah
keterkaitan penambahan NaOH terhadap ukuran partikel dan stabilitas Ag?
2.7.
Daftar Pustaka
Atkins, P, and Paula, J. D. Atkins’ Physical Chemistry 9th Ed. Oxford University
Press, 2010.
Petrucci, Ralph H., William S. Harwood, F. G. Herring, and Jeffry D. Madura.
General Chemistry: Principles and Modern Applications. 9th ed. Upper Saddle
River: Pearson Education, Inc., 2007.
22
2.8.
Lampiran Pengamatan
23
3. TERMODINAMIKA
3.1.
Tujuan
Mahasiswa dapat menjelaskan fenomena yang terjadi di lingkungan sekitar dan
keterkaitan dengan Hukum Termodinamika I dan II.
3.2.
Tugas Pendahuluan
3.2.1.
Jelaskan perbedaan Hukum I dan II Termodinamika, serta aplikasinya
dalam kehidupan sehari-hari.
3.2.2.
Berikan satu contoh penerapan Hukum I dan II Termodinamika yang dapat
dijadikan sebagai topik praktikum.
3.3.
Pendahuluan
Perhitungan termodinamika memperbolehkan kita untuk menghitung dan
memperkirakan kespontanan suatu reaksi. Untuk memahami bagaimana kita dapat
melakukan perhitungan dan mengambil kesimpulan tentang kespontanan reaksi,
pemahaman mengenai dasar termodinamika perlu ditanamkan. Terdapat dua buah
postulat mengenai termodinamika mengenai kespontanan suatu reaksi. Postulat
pertama (Hukum Termodinamika I) terkait dengan perubahan entalpi (∆H).
Perubahan entalpi yang memberikan nilai negatif disebut dengan reaksi eksoterm
atau proses yang menghasilkan/ melepaskan panas. Entalpi dengan nilai positif
disebut sebagai reaksi endoterm atau proses yang memerlukan/ menyerap panas.
Ambil sebuah contoh, yakni proses pembakaran - suatu reaksi pelepasan
panas, dan merupakan reaksi spontan yang terus berlangsung hingga sumber
pembakarannya habis (oksigen atau senyawa organik). Sebuah proses tetap dapat
berlangsung spontan, walaupun ketika ∆H bernilai positif (proses endoterm).
Contoh yang tepat menggambarkan proses ini adalah mencairnya es pada suhu
ruang. Proses pencairan memerlukan panas dari lingkungan untuk mencairkan es,
sehingga ∆H bernilai positif. Kespontanan suatu reaksi memang dipengaruhi oleh
nilai entalpi, namun bukan satu-satunya yang berkontribusi terhadap kespontanan
suatu reaksi.
24
Postulat kedua (Hukum Termodinamika II) berkaitan dengan perubahan entropi
(S) yang berpengaruh pada kespontanan reaksi. Entropi merupakan suatu fungsi
termodinamika yang menjelaskan bagaimana suatu sistem menuju tingkat
homogenitas tertentu. Secara praktis, entropi dapat dibayangkan sebagai
perubahan susunan partikel dalam ruang dari keadaan yang cenderung teratur
berubah menjadi keadaan yang cenderung tidak teratur susunan partikelnya.
Meningkatnya ketidakteraturan sistem berdampak pada meningkatnya nilai entropi
(S). Ketika sistem memiliki nilai entropi positif, maka reaksi yang terjadi dalam
sistem dikelompokkan sebagai reaksi spontan, begitupun sebaliknya. Seperti
halnya nilai entalpi sistem, entropi sistem tidak dapat dijadikan sebagai indikator
tunggal untuk menentukan kespontanan suatu reaksi. Terdapat sebuah persamaan
yang menghubungkan nilai S dan H, yang dikenal sebagai persamaan energi
bebas Gibbs (2.1)
∆G = ∆H - T∆S
2.1)
Berdasarkan pada persamaan (2.1), reaksi spontan terjadi apabila nilai ∆G adalah
negatif. Persamaan tersebut juga menunjukkan bahwa tidak semua reaksi dengan
∆H negatif adalah reaksi spontan, sebab masih bergantung pada nilai ∆S.
3.4.
Alat dan bahan
A. Alat
a.
b.
c.
d.
3.5.
Bunsen/ spiritus
Kaki tiga + kawat kasa
Ember
Penjepit tabung
B. Bahan
a.
b.
c.
d.
Air
Es
Kaleng minuman
Balon
Prosedur
A. Hukum Termodinamika I
a. Panaskan kaleng minuman di atas nyala bunsen/ spiritus selama 20 menit.
b. Dalam keadaan panas kaleng minuman dipindahkan, ke ember yang telah
diisi dengan air dan es, menggunakan penjepit tabung.
c. Amati perubahan yang terjadi
25
B. Hukum Termodinamika II
a. Balon ditiup hingga mengembang dengan ukuran tertentu.
b. Balon diposisikan di atas nyala bunsen/ spiritus, dan perubahan yang terjadi
diamati.
c. Balon diisi dengan 50 mL air, dan ditiup hingga mengembang dengan ukuran
tertentu.
d. Balon diposisikan di atas nyala bunsen/ spiritus, dan perubahan yang terjadi
diamati.
3.6.
Pertanyaan untuk pembahasan dan diskusi laporan
1) Bagaimanakah keterkaitan konsep dari Hukum Termodinamika I pada fenomena
yang dilakukan di percobaan A?
2) Bagaimanakah keterkaitan konsep dari Hukum Termodinamika I pada fenomena
yang dilakukan di percobaan B?
3.7.
Daftar pustaka
Atkins, P, and Paula, J. D. Atkins’ Physical Chemistry 9th Ed. Oxford University
Press, 2010.
Petrucci, Ralph H., William S. Harwood, F. G. Herring, and Jeffry D. Madura.
General Chemistry: Principles and Modern Applications. 9th ed. Upper Saddle
River: Pearson Education, Inc., 2007.
26
3.8.
Lampiran pengamatan
27
4. SIFAT KOLIGATIF
4.1.
Tujuan
1) Memahami pengaruh zat terlarut pada sifat koligatif larutan, khususnya
penurunan titik beku dan kenaikan titik didih, pada sistem pelarut air dan
organik.
2) Memahami penggunaan faktor van Hoff pada perhitungan sifat koligatif larutan.
3) Menentukan penurunan titik beku dan kenaikan titik didih larutan.
4) Menentukan massa molar zat terlarut pada sistem pelarut tertentu.
4.2.
Tugas Pendahuluan
4.2.1.
Gambarkan diagram penurunan dan peningkatan suhu air akibat
penambahan zat terlarut.
4.2.2.
Jelaskan pengaruh perbedaan kemampuan disosiasi zat terlarut terhadap
sifat koligatif larutan.
4.3.
Pendahuluan
Titik beku suatu cairan adalah suhu ketika fase padatan dan cairan berada pada
keadaan setimbang. Fenomena titik beku pelarut adalah lebih rendah ketika
dilakukan penambahan sejumlah massa zat terlarut dikenal dengan istilah
penurunan titik beku (pelarut murni memiliki titik beku lebih tinggi dibandingkan
larutan).
Titik didih suatu cairan adalah suhu ketika nilai tekanan uapnya sebanding
dengan tekanan atmosfer lingkungan. Fenomena titik didih pelarut adalah lebih
tinggi ketika dilakukan penambahan sejumlah massa zat terlarut dikenal dengan
istilah kenaikan titik didih (pelarut murni memiliki titik didih lebih rendah
dibandingkan larutan).
Kedua fenomena tersebut selalu dapat diamati ketika sejumlah larutan
ditambahkan ke dalam suatu sistem pelarut. Fenomena tersebut secara umum
dikenal sebagai sifat koligatif larutan - merupakan sifat yang hanya bergantung
pada jumlah partikel yang ditambahkan ke dalam sistem, dan bukan jenisnya.
28
Perbedaan suhu pada penurunan titik beku dan kenaikan titik didih dinyatakan
sebagai persamaan berikut:
∆Tf = To - Tt
3.1)
∆Tb = Tt - To
3.2)
Yang mana ∆Tf dan ∆Tb merupakan nilai penurunan titik beku dan kenaikan titik
didih larutan, To dan Tt merupakan suhu larutan sebelum dan sesudah
penambahan zat terlarut.
Secara matematis nilai penurunan titik beku dan kenaikan titik didih dapat
ditentukan dengan persamaan berikut:
∆Tf = Kf . i . m
3.3)
∆Tb = Kb. i . m
3.4)
Yang mana m merupakan kemolalan zat terlarut yang ditambahkan ke dalam
sistem pelarut. Kf dan Kb merupakan tetapan molal penurunan titik beku dan
kenaikan titik didih. Sedangkan i
merupakan faktor van’t Hoff yang sangat
bergantung pada jumlah ion dari zat terlarut yang terbentuk di dalam larutan,
sebagai contoh:
i = 1 pada larutan gula (tidak terionisasi)
i = 2 pada larutan NaCl (terionisasi menjadi Na+ dan Cl-)
i = 3 pada larutan CaCl2 (terionisasi menjadi Ca2+ dan 2Cl-)
Nilai Kf dan Kb dapat diperoleh dari persamaan berikut:
2
𝐾 =
𝑅.𝑇 .𝑀
∆𝐻
3.5)
yang mana R merupakan tetapan gas ideal, dan ∆H merupakan kalor
penggabungan per mol pelarut. Apabila dikaitkan dengan persamaan kenaikan titik
didih dan penurunan titik beku, massa molar zat terlarut dapat dihitung dengan
persamaan berikut:
𝑀𝑏 =
1000 . 𝐾. 𝑖 . 𝑊𝑏
∆𝑇 . 𝑊𝑎
3.6)
29
yang mana Wa dan Wb adalah massa dari pelarut dan zat terlarut.
4.4.
Alat dan bahan
A. Alat
a. Neraca analitik
a. Air
b. Penangas air
b. Es
c. Termometer
c. NaCl
d. Hotplate
d. Sukrosa
e. Beker
f. Batang pengaduk
4.5.
B. Bahan
C. Simulasi
daring
di
https://www.amrita.olabs.edu.in
Prosedur
A. Penurunan titik beku
a. Beker yang telah berisi 50 mL air DI diletakkan di tengah penangas es.
b. Suhu air diukur dengan termometer hingga diperoleh nilai tetap.
c. Sebanyak 50 mL larutan NaCl disiapkan dalam dua konsentrasi yang
berbeda, yakni 0.5 dan 5.0 M.
d. Masing-masing larutan NaCl diletakkan pada beker yang berbeda, dan
kemudian beker diletakkan di tengah penangas es.
e. suhu larutan NaCl diukur dengan termometer hingga diperoleh nilai tetap.
f. Langkah a-e diulangi hingga diperoleh tiga data ulangan.
g. Langkah a-f diulangi untuk larutan sukrosa.
B. Kenaikan titik didih
a. Beker yang telah berisi 50 mL air DI dipanaskan dengan batuan hotplate.
b. Suhu air diukur dengan termometer hingga diperoleh nilai tetap.
c. Sebanyak 50 mL larutan NaCl disiapkan dalam dua konsentrasi yang
berbeda, yakni 0.5 dan 5.0 M.
d. Masing-masing larutan NaCl diletakkan pada beker yang berbeda, dan
kemudian beker dipanaskan dengan bantuan hotplate.
30
e. Suhu larutan NaCl diukur dengan termometer hingga diperoleh nilai tetap.
f. Langkah a-e diulangi hingga diperoleh tiga data ulangan.
g. Langkah a-f diulangi untuk larutan sukrosa.
C. Simulasi daring
a. Mahasiswa
melakukan
simulasi
daring
pada
situs
https://www.amrita.olabs.edu.in (mahasiswa terlebih dahulu membuat akun
di situs tersebut
b. Pada
pilihan subject, mahasiswa memilih Chemical Sciences, dan
dilanjutkan dengan memilih Physical Chemistry Virtual Lab.
c. Untuk topik penurunan titik beku, mahasiswa memilih Cryoscopy.
d. Untuk topik kenaikan titik didih, mahasiswa memilih Ebullioscopy.
e. Sistem yang digunakan untuk kedua topik tersebut adalah
i.
Air dengan zat terlarut CaCl2, serbuk Al, dan urea.
ii.
Benzena dengan zat terlarut kamfor, dan benzamida.
iii.
Karbon disulfida dengan zat terlarut sulfur.
iv.
Karbon tetraklorida dengan zal terlarut kamfor, benzamida, dan sulfur.
v.
Kloroform dengan zat terlarut kamfor, benzamida, dan sulfur.
f. Percobaan diulangi hingga diperoleh tiga data ulangan.
4.6.
Pertanyaan untuk pembahasan dan diskusi laporan
1) Bagaimanakah pengaruh konsentrasi zat terlarut terhadap sifat koligatif pada
percobaan A?
2) Bagaimanakah pengaruh konsentrasi zat terlarut terhadap sifat koligatif pada
percobaan B?
3) Bagaimanakah hubungan antara sifat koligatif dan jenis pelarut yang digunakan
pada percobaan C?
31
4.7.
Daftar Pustaka
Atkins, P, and Paula, J. D. Atkins’ Physical Chemistry 9th Ed. Oxford University
Press, 2010.
Petrucci, Ralph H., William S. Harwood, F. G. Herring, and Jeffry D. Madura.
General Chemistry: Principles and Modern Applications. 9th ed. Upper Saddle
River: Pearson Education, Inc., 2007.
32
4.8.
Lampiran Pengamatan
33
5. SEL ELEKTROKIMIA
(Gabung Modul 3)
5.1.
Tujuan Praktikum
1) Mahasiswa mampu menjelaskan kespontanan reaksi sel elektrokimia dengan
menggunakan berbagai jenis elektroda.
2) Mahasiswa mampu menentukan nilai energi bebas Gibbs pada tiap susunan sel
elektrokimia.
3) Mahasiswa mampu menerapkan persamaan Nernst untuk menentukan tetapan
kesetimbangan.
5.2.
Tugas Pendahuluan
5.2.1.
Jelaskan komponen penyusun sel elektrokimia dan fungsinya.
5.2.2.
Berikan satu contoh rangkaian sel elektrokimia, beserta dengan contoh
katoda, anoda, dan zat elektrolit yang akan digunakan.
5.3.
Pendahuluan
Elektroda tempat berlangsungnya proses oksidasi disebut sebagai anoda, dan
elektroda tempat berlangsungnya proses reduksi disebut sebagai katoda. Potensial
diperoleh ketika sebuah logam mengalami kontak dengan larutan elektrolit yang
mengandung ion logam tersebut. Potensial yang dihasilkan dari proses yang terjadi
pada interfase elektrolit dan anoda dikenal sebagai potensial oksidasi, sedangkan
yang terjadi pada interfase elektrolit dan katoda dikenal sebagai potensial reduksi.
Beda potensial antara anoda dan katoda disebut sebagai gaya gerak listrik. Beda
potensial yang diukur pada keadaan STP (1 atm dan 273 K) disebut sebagai
potensial elektroda standar. Nilai dari potensial elektroda standar dapat digunakan
untuk membedakan elektroda yang mengalami oksidasi atau reduksi pada sel
elektrokimia. Banyak ragam sel elektrokimia dapat dirangkai dengan dari berbagai
kombinasi kompartemen setengah sel. Pada setiap setengah sel disusun oleh
sebuah lempeng/ batang logam yang direndam dalam larutan elektrolit. Logam
dengan potensial reduksi tinggi berperan sebagai katoda, dan sebaliknya yang
34
rendah berperan sebagai anoda. Untuk menentukan nilai potensial sel yang suatu
rangkaian sel elektrokimia dapat dihitung dengan:
Eosel = Eokatoda - Eoanoda
4.1)
Rangkaian sel elektrokimia disimbolkan dengan menyusun garis vertikal di
antara fase tereduksi dan teroksidasi dari tiap spesi elektroda, seperti berikut:
Zn | Zn2+ || Cu2+ | Cu
Potensial sel pada konsentrasi larutan tertentu untuk reaksi a A + c Ca+ → c C
+ a A b+, dapat ditentukan dengan persamaan Nernst (4.3).
𝑜
𝑜
𝐸𝑠𝑒𝑙 = 𝐸𝑠𝑒𝑙 −
𝑅𝑇
𝑛𝐹
𝑎+ 𝑐
𝑙𝑛
[𝐶 ]
𝑐+ 𝑎
4.3)
[𝐴 ]
yang mana R adalah tetapan gas ideal, T adalah suhu, F adalah tetapan Faraday,
dan n adalah jumlah elektron. Nilai n = c, jika c = a. Apabila, nilai c ≠ a, maka nilai n
= c x a.
Ketika sebuah reaksi sel elektrokimia berlangsung, sejumlah energi listrik akan
dihasilkan yang berdampak pada menurunnya energi bebas pada sistem.
Keterkaitan energi bebas pada sistem sel elektrokimia dapat ditentukan dengan
persamaan (4.4) dan (4.5).
∆G = n . F . Esel
4.4)
Sedangkan untuk sel standar
∆Go = n . F . Eo sel
4.5)
Keterkaitan persamaan (4.3) dan (4.5) terhadap aturan van’t Hoff diturunkan
menjadi persamaan (4.6) dan (4.7).
𝑜
𝐸𝑠𝑒𝑙 =
𝑅𝑇
𝑛𝐹
𝑙𝑛 𝐾
∆Go = - RT ln K
4.6)
4.7)
35
Kespontanan suatu reaksi pada sel elektrokimia dapat ditentukan berdasarkan
data pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Keterkaitan kespontanan reaksi sel elektrokimia
5.4.
∆G
K
Eosel
Reaksi
(-)
>1
(+)
Spontan
0
=1
0
Setimbang
(+)
<1
(-)
Tidak spontan
Alat dan bahan
A. Alat
5.5.
B. Bahan
a. Beker
a. Agar-agar
b. Voltmeter
b. Elektroda
c. Pipa U
c. Elektrolit
Prosedur
a. Mahasiswa
melakukan
simulasi
daring
pada
situs
https://www.amrita.olabs.edu.in (mahasiswa terlebih dahulu membuat akun di
situs terlebih dahulu).
b. Pada pilihan subject, mahasiswa memilih Chemical Sciences, dan dilanjutkan
dengan memilih Physical Chemistry Virtual Lab.
c. Untuk topik sel elektrokimia, mahasiswa memilih EMF measurement.
d. Mahasiswa memilih lima sistem sel elektrokimia spontan dan dua sistem sel
elektrokimia tidak spontan.
e. Untuk tiap sistem yang dipilih, mahasiswa memilih dua suhu direntang
10-1000C.
f. Berdasarkan sistem pada d dan e, mahasiswa memilih dua konsentrasi (M)
direntang 0.01-10 M.
g. Beda potensial yang diperoleh dicatat untuk tiap sistem.
36
5.6.
Pertanyaan untuk pembahasan dan diskusi laporan
1) Bagaimanakah anda menentukan kespontanan reaksi pada sel elektrokimia
berdasarkan jenis elektroda yang digunakan pada d?
2) Bagaimanakah hubungan beda potensial, konsentrasi, dan suhu terhadap
tetapan kesetimbangan pada sel elektrokimia?
3) Bagaimanakah hubungan beda potensial terhadap energi bebas Gibbs?
37
5.7.
Daftar Pustaka
Atkins, P, and Paula, J. D. Atkins’ Physical Chemistry 9th Ed. Oxford University
Press, 2010.
Petrucci, Ralph H., William S. Harwood, F. G. Herring, and Jeffry D. Madura.
General Chemistry: Principles and Modern Applications. 9th ed. Upper Saddle
River: Pearson Education, Inc., 2007.
38
5.8.
Lampiran Pengamatan
39
Download