PENATALAKSANAAN PEMERIKSAAN KNEE JOINT PADA KASUS OSTEOARTHRITIS DENGAN PROYEKSI AP SUPINE DI INSTALASI RADIOLOGI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH M.A SENTOT PATROL TAHUN 2022 KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Ahli Madya Kesehatan bidang Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi STIKes CIREBON MUHAMMAD ANWAR AL BASYARI NIM. 4501.0619.A.022 SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) CIREBON PROGRAM STUDI DIII TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI CIREBON 2022 LEMBAR PERSETUJUAN JUDUL : PENATALAKSANAAN PEMERIKSAAN KNEE JOINT PADA KASUS OSTEOARTHRITIS DENGAN PROYEKSI AP SUPINE DI INSTALASI RADIOLOGI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SENTOT PATROL TAHUN 2022 PENYUSUN : MUHAMMAD ANWAR AL BASYARI NIM : 45010619A022 Cirebon, Mei 2021 Menyetujui : Pembimbing I H. Abdul Gamal, SKM., M.KKK Pembimbing II Eddo Ribuana, S.ST Ka. Prodi Radiodiagnostik dan Radioterapi Yusron Adi Utomo, S.Tr.Rad LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : PENATALAKSANAAN PEMERIKSAAN KNEE JOINT PADA KASUS OSTEOARTHRITIS DENGAN PROYEKSI AP SUPINE DI INSTALASI RADIOLOGI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SENTOT PATROL TAHUN 2022 PENYUSUN : MUHAMMAD ANWAR AL BASYARI NIM : 45010619A022 Cirebon, Mei 2022 Mengesahkan: Dosen Penguji : 1. Nama penguji i Penguji I 2. Nama penguji ii Penguji II 3. Nama penguji iii Penguji III HALAMAN PERSEMBAHAN Program Studi Diploma DIII Radiodiagnostik dan Radioterapi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Cirebon Tahun 2022 Nama: Muhammad Anwar Al Basyari NIM : 4501.0619.A.022 ABSTRAK “PENATALAKSANAAN PEMERIKSAAN KNEE JOINT PADA KASUS OSTEOARTHRITIS DENGAN PROYEKSI AP SUPINE DI INSTALASI RADIOLOGI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SENTOT PATROL” Tujuan : Penelitian deskriptif terhadap perbedaan informasi radiodiagnostik pada pemeriksaan knee joint dengan proyeksi AP Supine yang dilakukan di Instalasi Radiologi RSUD M.A Sentot Patrol dengan AP Weight Bearing pada sumber literasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan gambaran pada pemeriksaan knee joint menggunakan proyeksi AP Supine dan AP Weight Bearing. Metodologi penelitian : Metodologi penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif dan membandingkan antara praktik dengan literatur atau referensi. Hasil : hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat pengaruh posisi pasien pada teknik pemeriksaan radiografi proyeksi AP Supine dengan Ap Weight Bearing terhadap hasil gambaran radiograf. Namun dari kedua perbedaan posisi pasien tersebut terdapat kelebihan dan kekurangan masing masing. Kata Kunci : Knee Joint, AP Supine, AP Weight Bearing, Osteoarthritis. Program Studi Diploma DIII Radiodiagnostik dan Radioterapi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Cirebon Tahun 2022 Nama: Muhammad Anwar Al Basyari NIM : 4501.0619.A.022 ABSTRAK “PENATALAKSANAAN PEMERIKSAAN KNEE JOINT PADA KASUS OSTEOARTHRITIS DENGAN PROYEKSI AP SUPINE DI INSTALASI RADIOLOGI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SENTOT PATROL” Purposed : Descriptive research on differences in radiodiagnostic information on knee joint examination with AP Supine projections carried out at the Radiology Installation of M.A Sentot Patrol Hospital with AP Weight Bearing on literacy sources. The aim of this study to find out the difference in the picture on the knee joint examination using a projection AP Supine and AP Weight Bearing. Research Methodology : The research methodology used is a qualitative approach with descriptive methods and compares practice with literature or references. Hasil : The results showed that there was an effect of the patient's position on the AP Supine projection radiographic examination technique with Ap Weight Bearing on the results of the radiographic image. Keywords : Knee Joint, AP Supine, AP Weight Bearing, Osteoarthritis. KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan syukur alkhamdulillah serta memanjatkan segala puji kehadirat Allah SWT yang melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, disertai dengan usaha, doa dan kesungguhan hati, Karya Tulis Ilmiah ini yang berjudul “PENATALAKSANAAN PEMERIKSAAN KNEE JOINT PADA KASUS OSTEOARTHRITIS DENGAN PROYEKSI AP SUPINE DI INSTALASI RADIOLOGI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH M.A SENTOT PATROL TAHUN 2022” Karya Tulis Ilmiah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan Pendidikan Diploma III Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Stikes Cirebon. Penulis menyadari akan banyaknya kekurangan dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini. Karena keterbatasan pengetahuan, pengalaman, serta kemampuan yang dimiliki penulis. Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini penulis mendapat bantuan, bimbingan dan juga mendaatkan saran serta dukungan dari berbagai pihak, sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapatdi selesaikan. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada : 1. Drs. H. E. Djumhana Cholil,MM, selaku ketua yayasan RISE 2. Dr. Awis Hamid Dhani,ST.M,M.Pd. selaku ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Cirebon 3. H. Abdul Gamal S.SKM.MKKK, selaku Pengelola program studi Diploma III Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Sekolah tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Cirebon dan pembimbing 1 Karya Tulis Ilmiah di Sekolah tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Cirebon 4. Yusron Adi Utomo, S.T.Rad, selaku Ketua program studi Diploma III Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Sekolah tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Cirebon 5. Eddo Ribuana, S.ST., selaku pembimbing 2 Karya Tulis Ilmiah di Sekolah tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Cirebon 6. Seluruh dosen, staff, dan karyawan STIKes Cirebon 7. Kedua orang tua, dan keluarga tercinta yang telah memberikasn dukungan baik dari segi material maupun non material. 8. Seluruh teman-teman diploma III Teknik radiodiagnostik dan radioterapi STIKes Cirebon, yang telah memberikan semangat dan saran-saran yang membangun 9. Dan semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, masih banyak kekurangan, maka penulis mengharapkan datangnya saran dan kritik yang bersifat mmbangun dari para pembaca. Akhirnya dengan menyebut nama Allah SWT, penulis hadirkan Karya Tulis Ilmiah ini, dengan harapan semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan semua pihak. Cirebon, Mei 2022 Penulis DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................... i LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ ii HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... iii ABSTRAK .......................................................................................................... iv ABSTRACT ........................................................................................................ v KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ............................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xi BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah .................................................................................. 6 1.3. Tujuan Penulisan .................................................................................... 6 1.4. Manfaat Penulisan .................................................................................. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN DEFINISI OPERASIONAL ................................................................................................. 8 2.1. Tinjauan Pustaka .................................................................................... 8 2.2. Kerangka Pemikiran............................................................................... 32 2.3. Definisi Operasional .............................................................................. 32 BAB III METODOLOGI PENELITIAN............................................................ 35 3.1. Jenis Penelitian....................................................................................... 35 3.2. Variabel dan Subvariabel ....................................................................... 35 3.3. Populasi dan Sampel .............................................................................. 36 3.4. Instrumen Penelitian .............................................................................. 37 3.5. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 37 3.6. Teknik Analisa Data .............................................................................. 38 3.7. Waktu Penelitian .................................................................................... 41 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 42 4.1. Hasil ....................................................................................................... 42 4.2. Pembahasan............................................................................................ 57 BAB V SIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 64 5.1. Simpulan ................................................................................................ 64 5.2. Saran ...................................................................................................... 66 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bidang radiologi atau radiodiagnostik merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan yang dipergunakan untuk mengetahui anatomi dan fisiologi organ tubuh manusia. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang radiologi sangat diperlukan untuk menghasilkan gambaran radiograf yang berkualitas. Kualitas radiograf bisa dinilai baik jika radiograf dapat memberikan informasi secara jelas, sehingga dapat membantu menegakkan diagnosa dokter serta sebagai penentu langkah selanjutnya yang akan dilakukan terhadap pasien. Metode pencitraannya pula mengalami peningkatan. Sampai saat ini, pelayanan radiodiagnostik sudah diselenggarakan oleh berbagai macam sarana fasilitas pelayanan kesehatan baik di tingkatan pelayanan pemerintah ataupun swasta, dengan keahlian serta kualitas pelayanan yang terus meningkat agar bisa penuhi tuntutan kepuasan para pengguna jasa, beberapa diantaranya terdiri dari penderita atau pasien, keluarga, warga serta pihak berkepentingan yang lain. Hingga kini pelayanan pencitraan sudah mencakup 2 tipe aktivitas utama, yaitu pemeriksaan dengan menggunakan sinar- X konvensional atau lebih dikenal dengan istilah radiologi diagnostik serta pemeriksaan intervensional atau lebih dikenal dengan istilah radiologi intervensional. Pada pemeriksaan radiologi konvensional dibagi menjadi dua pemeriksaan yaitu pemeriksaan yang menggunakan kontras dan pemeriksaan yang tidak menggunakan kontras. Salah satu pemeriksaan yang tidak menggunakan kontras meliputi ekstermitas atas sertas ekstermitas bawah. Pemeriksaan ekstermitas bawah merupakan pemeriksaan radiografi anggota gerak bagian bawah, seperti pemeriksaan, tulang paha,tulang kaki, dan sendi lutut atau knee joint. Knee joint merupakan salah satu dari anggota gerak ektremitas bawah yang paling kompleks pada tubuh manusia, sendi ini dibentuk oleh tulang femur, tibia, fibula, dan patella yang disatukan dengan ligamen.7 Knee joint merupakan sendi terbesar yang menghubungkan sendi femorotibial, kondilus femur serta kondilus tibia. Sendi Patellofemoral merupakan bagian dari knee joint, Patella berartikulasi dengan permukaan anterior femur distal. Ada beberapa macam proyeksi pada pemeriksaan radiografi knee joint yang dapat dilakukan untuk memperlihatkan kelainan-kelainan yang terjadi pada knee joint seperti Osteoarthritis, Rheumatoid Arthritis, dan fraktur. Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif atau penyakit sendi noninflamasi yang ditandai dengan penurunan bertahap pada articular tulang rawan dengan pembentukan tulang hipertrofik (pembesaran pembentukan tulang atau tumbuh berlebihan) sehingga terjadi penyempitan ruang sendi yang mengakibatkan timbulnya rasa sakit. Adapun pemeriksaan radiografi Knee Joint dapat dilakukan dengan proyeksi AP supine, AP oblique, PA axial, Lateral supine, dan AP weight bearing. Hal pertama yang harus dilakukan pada setiap teknik pemeriksaan radiologi adalah bagaimana memproyeksikan objek secara baik dan tepat sehingga dapat menghasilkan gambaran radiograf yang optimal pada objek yang akan diperiksa sehingga menghasilkan diagnosa yang informatif dan akurat. Menurut Bontrager’s Textbook Of Radiographic Positioning And Related Anatomy (2018) menjelaskan bahwa pemeriksaan dengan proyeksi AP weight bearing yaitu bertujuan untuk melihat celah sendi femorotibial kemungkinan adanya degenerasi tulang rawan pada knee joint. Proyeksi ini dilakukan dengan posisi pasien berdiri dengan kedua kaki dan cenrtral ray 5100 caudad, manfaat dari proyeksi ini yaitu agar lebih memudahkan pasien yang tidak dapat meluruskan sendi lutut dengan baik,seperti pada pasien arthritis atau gangguan neuromuscular yang terjadi pada daerah tubuh bagian bawah. Sedangkan proyeksi yang digunakan di Rumah sakit paru sidawangi Provinsi Jawa Barat dalam permeriksaan knee joint adalah proyeksi AP Supine dan Lateral Supine penulis ingin mengetahui manfaat pemeriksaan knee joint dengan proyeksi AP Supine dan Lateral Supine berdasarkan diagnose dalam beberapa buku dan literatur. Dengan alasan diatas maka penulis tertarik mengkaji lebih lanjut mengenai teknik pemeriksaan radiografi knee joint dan membahasnya dalam Laporan Kasus Praktek Kerja Lapangan II dengan judul ”Teknik Pemeriksaan Radiografi Knee Joint dengan Proyeksi AP Supine Pada Kasus Osteoarthritis Di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Paru Sidawangi Provinsi Jawa Barat”. 1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang tersebut, maka penulis dapat menentukan rumusan masalah yaitu bagaimana teknik pemeriksaan radiografi dan hasil gambaran knee joint pada klinis osteoarthritis dengan proyeksi AP Supine dan Lateral Supine? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian karya tulis ilmiah ini adalah: 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui penatalaksanaan teknik pemeriksaan radiografi knee joint pada klinis osteoarthritis dengan proyeksi AP Supine 1.3.2 Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui SOP penatalaksanaan pemeriksaan knee joint dengan proyeksi AP Supine di Rumah Sakit Umum Daerah M.A Sentot Patrol b. Untuk mengetahui pelaratan apa saja yang digunakan dalam penatalaksanaan pemeriksaan knee joint di Rumah Sakit Umum Daerah M.A sentot Patrol c. Untuk mengetahui hasil gambaran radiograf knee joint yang dihasilkan dengan proyeksi AP Supine 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.3.1 Manfaat Secara Teoritis Laporan Kasus ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan khususnya dibidang pelayanan radiologi mengenai teknik pemeriksaan radiografi knee joint pada klinis osteoarthritis dengan proyeksi proyeksi AP Supine dan Lateral Supine 1.3.2 Manfaat Secara Praktis Laporan Kasus ini diharapkan menjadi bahan informasi dan masukan khususnya di bidang radiologi upaya pengembangan dan peningkatan pelayanan mengenai teknik pemeriksaan radiografi knee joint pada klinis osteoarthritis. 1.5 Ruang Lingkup Ruang lingkup penulisan ini mencakup tentang penatalaksanaan pemeriksaan knee joint dengan kasus osteoarthritis di Rumah Sakit Umum Daerah M.A Sentot Patrol yang dilaksanakan dari tanggal 1 Maret 2022 hingga 31 Maret 2022. BAB II TINAUAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEP, DAN DEFINISI OPERASIONAL 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Anatomi Knee Joint Knee joint atau sendi lutut merupakan salah satu sendi yang paling kompleks dalam tubuh manusia. Sendi ini dibentuk oleh os femur, tibia, fibula, dan patella disatukan oleh kelompok ligamen yang kompleks. Ligamen ini bekerja bersama untuk memberikan stabilitas pada sendi lutut. Gambar 2. 1 Anatomi Knee Joint Aspek Anterior (Bontrager’s, 2018) Berikut adalah tulang tulang pembentuk Knee Joint : 1. Os Femur (Tulang Paha) Os femur atau tulang paha merupakan tulang panjang yang bersendi ke atas dengan pelvis serta ke bawah dengan tulang tibia. Tulang femur terdiri dari epiphysis proksimal, diaphysis, dan epiphysis distalis. Pada tulang femur ini yang berfungsi dalam persendian lutut yaitu epiphysis distalis. Epiphysis distalis adalah bulatan panjang yang disebut condylous femoralis lateralis dan medialis. Di bagian proksimal tonjolan tersebut terdapat sebuah bulatan kecil atau biasa disebut epicondilus lateralis dan medialis. Bila dilihat dari depan, terdapat dataran sendi yang melebar ke lateral atau biasa disebut facies patelar yang nantinya bersendi dengan tulang patella. Dan bila dilihat dari belakang, di antara condylus lateralis dan medialis terdapat cekungan atau biasa disebut fossa intercondyloideal. Di bagian proksimal tonjolan tersebut terdapat sebuah bulatan kecil atau biasa disebut epicondilus lateralis dan medialis. Bila dilihat dari depan, terdapat dataran sendi yang melebar ke lateral atau biasa disebut facies patelar yang nantinya bersendi dengan tulang patella. Dan bila dilihat dari belakang, di antara condylus lateralis dan medialis terdapat cekungan atau biasa disebut fossa intercondyloideal. Gambar 2. 2 Anatomi Os Femur Aspek Anterior 2. Patella Patella yaitu tulang sesamoid terbesar dalam tubuh manusia dengan bentuk segitiga dan gepeng. Pada permukaan depan atau anterior tulang patella kasar sedangkan permukaan dalam atau dorsal memiliki permukaan sendi yang lebih besar dan facies medial yang lebih kecil. (a) Gambar 2. 3 (a) Anatomi Patella Aspek Inferior (Long, dkk,2016) (b) Gambar 2. 4 (b) Anatomi Patella Aspek Anterior Dan Lateral (Long, dkk,2016) 3. Os Tibia Os tibia yaitu salah satu tulang tungkai bawah selain tulang fibula, tibia merupakan tulang yang menghubungkan femur dan tumit kaki. Sama seperti tulang femur, tulang tibia dibagi menjadi tiga bagian, bagian ujung proksimal, corpus serta ujung distal. Bagian dari tulang tibia yang membentuk knee joint adalah bagian proksimal, yang mana pada bagian ujung proksimal terdapat condillus medialis serta tubercullum inter condiloseum lateral. Di depan dan di belakang eminentia terdapat fossa intercondilodea anterior serta posterior. Gambar 2. 5 Anatomi Os Tibia Aspek Anterior (Long, dkk,2016) 4. Os Fibula Os fibula ini berbentuk kecil panjang, terletak di sebelah lateral dari tibia juga terdiri dari tiga bagian: epiphysis proximal, diaphysis, serta epiphysis distalis. Epiphysis proximalis membulat disebut dengan capitulum fibula yang ke proximal. Keterangan : 5 1 2 1. Apex of fibula 6 3 2. Posterior border 3. Lateral surface 4. Lateral malleolar groove 5. Head of fibula 4 7 6. Anterior border 7. Lateral malleolus Gambar 2. 6 Anatomi Os Fibula Aspek Lateral (Carmine D. Clemente, 2011) 2.1.2 Patofisiologi (Osteoarthritis) Osteoarthritis adalah penyakit degeneratif yang memiliki peran utama yang dapat menyebabkan gangguan fungsional serta mengurangi kebebasan bergerak pada orang yang berusia lebih tua Kesulitan mobilisasi, yang diartikan sebagai yang membutuhkan bantuan berjalan atau naik tangga yang umum bagi para penderita Osteoarthritis Genu. Terjadinya Osteoarthritis tergantung interaksi antara beberapa faktor antara lain yaitu faktor usia lanjut, genetik, trauma, dan beban sendi karena obesitas. Keluhan yang dirasakan pasien Osteoarthritis adalah nyeri pada sendi, terutama sendi yang menyangga berat tubuh salah satu contoh seperti sendi lutut atau knee joint. Biasanya merasakan nyeri sendi yang semakin memburuk atau setelah melakukan latihan atau meletakkan beban diatas genu, hal ini disebabkan karena menipisnya bantalan sendi. Rasa sakit yang bertambah dan memburuk ketika memulai aktivitas setelah jangka waktu tidak ada aktivitas, dengan seiringnya waktu nyeri lebih sering timbul meski dalam keadaan sedang istirahat, sering timbul krepitasi saat melakukan gerakan, sendi mengalami pembengkakan, bengkak serta hangat adalah salah satu gejala dari setiap jenis arthritis, pembengkakan sendi dapat timbul karena terjadi efusi pada sendi yang biasanya tidak banyak (<100 cc) atau karena adanya osteofit , sehingga bentuk permukaan sendi berubah, lingkup gerak sendi terbatas, dan gejala lain bisa menyebabkan otototot genu atau knee joint menjadi lemah dalam artian struktur sendi kurang stabil, genu tidak bergerak sebebas atau sejauh biasa, genu bengkok, serta otot-otot di sekitar sendi menjadi tipis atau hipotropi Informasi yang dibutuhkan untuk membantu mendiagnosa osteoartritis meliputi deskripsi gejala, rincian tentang kapan serta bagaimana rasa sakit atau gejala lainnya mulai, lokasi nyeri ,kekakuan atau gejala lainya, rincian tentang masalah medis lainnya yang ada, bagaimana gejala mempengaruhi kegiatan sehari-hari, sampai daftar obat-obatan yang saat itu dikonsumsi oleh pasien. Untuk memperkuat diagnosis osteoartritis dapat dilakukan dengan pemeriksaan sinar x-ray. Sinar x-ray bisa menunjukkan taji tulang di area sendi. Salah satu karakteristik utama dari Osteoarthritis adalah perubahan tulang subchondral. Keunggulan Radiografi pada Osteoarthritis primer meliputi: dapat memperlihatkan adanya penyempitan ruangan, subchondral sclerosis (peningkatan pembentukan tulang di area sendi), subchondral pembentukan kista dan osteofit.13 Menurut Lespasio dkk., (2017) dalam jurnal yang berjudul Knee Osteoarthritis memaparkan bahwa metode grading osteoarthritis secara radiologi dapat diklasifikasikan menjadi empat : 1. Grade 1 : tulang rawan tampak normal, dengan minimal osteophyte di satu titik dan pembentukan cysts. Radiografi kiri AP dengan osteoarthritis ringan bisa ditunjukan pada gambar 2.7 Gambar 2. 7 Radiografi AP Lutut Kiri Dengan OA Ringan (Lespasio dkk.,2017) 2. Grade 2 : osteophyte minimal di dua titik, terjadi subchondral sclerosis,tampak cysts,namun tidak terjadi kelainan bentuk. Radiografi lutut kiri AP dengan OA sedang dapat ditunjukan pada gambar 2.8 Gambar 2. 8 Radiografi AP Lutut Kiri Dengan OA Sedang (Lespasio dkk.,2017) 3. Grade 3 : osteophyte dibanyak titik,terjadi subchondral sclerosis,daerah tulang tampak geser, serta terjadi kelainan bentuk. Radiografi lutut kiri AP dengan OA sedang hingga berat dapat ditunjukan pada gambar 2.9 Gambar 2. 9 Radiografi AP Lutut Kiri Dengan OA Sedang Hingga Berat (Lespasio dkk., 2017) 4. Grade 4 : osteophyte menyeluruh,pengurangan massa tulang rawan, tampak cysts, sclerosis, serta terjadi kelainan bentuk. Radiografi lutut kiri AP dengan OA parah dapat ditunjukan pada gambar 2.10 Gambar 2. 10 Radiografi AP Lutut Kiri Dengan OA Parah (Lespasio dkk., 2017) 2.1.3 Teknik Pemeriksaan Knee Joint Teknik pemeriksaan radiografi sendi lutut atau knee joint adalah teknik penggambaran sendi lutut dengan menggunakan sinar – X untuk memperoleh radiograf atau hasil gambaran dari sendi lutut guna membantu menegakan diagnosa. Hal pertama yang harus dilakukan pada setiap teknik pemeriksaan radiologi adalah bagaimana memproyeksikan objek secara baik dan tepat sehingga dapat menghasilkan gambaran radiograf yang optimal pada objek yang akan diperiksa sehingga menghasilkan diagnosa yang informatif dan akurat. 1. Teknik Pemeriksaan Knee Joint Menurut Buku “Bontrager’s Textbook Of Radiographic Positioning And Related Anatomi, Ninth Edition”, 2018. Adapun pemeriksaan radiografi Knee Joint dapat dilakukan dengan beberapa proyeksi diantaranya proyeksi AP supine, AP oblique, PA axial, Lateral supine, dan AP weight bearing. a) Proyeksi Antero-Posterior (AP Supine) Proyeksi ini digunakan pada klinis atau indikasi fraktur atau perubahan tulang yang berkaitan dengan penyakit sendi degeneratif yang melibatkan distal,tibia,fibula,patella dan knee joint. tulang paha Posisi Pasien (PP) : Posisikan pasien supine atau terlentang tanpa rotasi panggul Gambar 2.11 Posisi Pasien Knee Joint Proyeksi AP Supine (Bontrager’s, 2018) Posisi Objek (PO) : Atur kaki sepenuhnya diluruskan. Putar kaki ke arah internal 3-50 supaya lutut true AP. (atau sampai interepicondylar sejajar dengan bidang film), tempatkan sanbag pada pergelangan kaki agar tidak bergerak, berikan bantal untuk kepala pasien. Central Point (CP) : 1,5 inci (1,25 cm) distal dari apex patella Central Ray (CR) : Tegak lurus terhadap kaset FFD : 100 cm Kriteria Gambar : Tampak os femur bagian distal dan proksimal dari os tibia dan os fibula, terbukanya space sendi femorotibial, articulatio genu bedara di pertengahan film. Gambar 2.12 Radiograf Knee Joint Proyeksi AP Supine (Bontrager’s, 2018) b) Proyeksi AP Oblique (Rotasi Medial) Proyeksi ini bertujuan untuk melihat patologi yang berhubungan dengan proksimal dari tibiofibular dan femorotibial, contohnya fraktur, lesi, serta perubahan pada tulang yang berhubugan dengan penyakit sendi degeneratif. Posisi Pasien (PP) : Pasien diposisikan supine diatas meja pemeriksaan dan beri ganjalan pada pinggul serta berikan bantalan pada kepala Gambar 2.13 Proyeksi AP Oblique (Rotasi Medial) (Bontrager’s, 2018) Posisi Objek (PO) : Atur kaki dan lutut lurus pada pertengahan kaset atau meja pemeriksaan, rotasikan tungkai 450 kearah medial, berikan fiksasi pada ankle joint. Central Point (CP) : 1,5 inci (1,25 cm) distal dari apex patella Central Ray (CR) : Tegak lurus terhadap kaset FFD : 100 cm Kriteria Gambar : Tampak distal os femur, proksimal os tibia dan os fibula superposisi dengan condyles femoralis medial,condyles lateral os femur dan os tibia tampak baik. Gambar 2.14 Radiograf Knee Joint Proyeksi AP Oblique (Rotasi Medial) (Bontrager’s, 2018) c) Proyeksi AP Oblique (Rotasi Lateral) Proyeksi ini bertujuan untuk melihat patologi yang berhubungan dengan proksimal dari tibiofibular dan femorotibial, contohnya fraktur, lesi, serta perubahan pada tulang yang berhubugan dengan penyakit sendi degeneratif. Posisi Pasien (PP) : Pasien diposisikan supine diatas meja pemeriksaan dan beri ganjalan pada pinggul serta berikan bantalan pada kepala Gambar 2.13 Proyeksi AP Oblique (Rotasi Lateral) (Bontrager’s, 2018) Posisi Objek (PO) : Atur kaki dan lutut lurus pada pertengahan kaset atau meja pemeriksaan, rotasikan tungkai 450 kearah lateral, berikan fiksasi pada ankle joint. Central Point (CP) : 1,5 inci (1,25 cm) distal dari apex patella Central Ray (CR) : Tegak lurus terhadap kaset FFD : 100 cm Kriteria Gambar : Tampak distal os femur dan proksimal os tibia dan os fibula, tampak condyles femoralis lateral, tampak condyles medial os femur dan os tibia terlihat. Gambar 2.14 Radiograf Knee Joint Proyeksi AP Oblique (Rotasi Lateral) (Bontrager’s, 2018) d) Proyeksi Lateral (Medio-Lateral) Posisi Pasien (PP) : Atur posisi pasien tidur miring diatas meja pemeriksaan Gambar 2.13 Proyeksi Lateral (Bontrager’s, 2018) Posisi Objek (PO) : Atur tubuh dan kaki sampai lutut dalam posisi lateral, tekuk lutut 200-300, posisikan kaki dan lutut pada pertengahan kaset. Central Point (CP) : 1,5 inci (1,25 cm) inferior dari epikondilus meedialis Central Ray (CR) : arah sinar disudutkan 50-70 ke arah cephalad atau sinar dari arah kaki ke kepala FFD : 100 cm Kriteria Gambar : Tampak distal os femur, proksimal os tibia dan os fibula, patella terlihat dengan proyeksi lateral, terbukanya femoropatellar joint. Gambar 2.14 Radiograf Knee Joint Proyeksi Lateral (Bontrager’s, 2018) e) Proyeksi AP Oblique (Rotasi Medial) Proyeksi ini digunakan untuk melihat celah sendi femorotibial kemungkinan adanya degenerasi tulang rawan pada knee joint. Proyeksi ini juga digunakan sebagai perbandingan. Posisi Pasien (PP) : Posisikan pasien tegak dan berdiri diatas anak tangga yang terpasang atau diatas bangku kecil untuk menempatkan pasien cukup tinggi untuk arah sinar horizontal terhadap tabung sinar-x Posisi Objek (PO) : Posisikan kaki lurus ke depan dengan beban merata pada kedua kaki, berikan pegangan penyangga untuk stabilitas pasien. Posisikan kaki dan lutut sejajar dan diletakan dipertengahan IR yang sudah disesuaikan dengan CR. Gambar 2.13 Proyeksi AP Weight Bearing (Bontrager’s, 2018) Central Point (CP) : Titik tengah antara sendi lutut pada ketinggian ½ inchi (1,25 cm) dibawah puncak patella. Central Ray (CR) : Tegak lurus terhadap kaset (pasien berukuran rata-rata). Atau 5°-10° caudad pada pasien kurus atau sinar dari arah kepala ke kaki. FFD : 100 cm Kriteria Gambar : Tampak distal os femur, proksimal os tibia dan os fibula, terbukanya space sendi femorotibia bilateral.. Gambar 2.14 Radiograf Knee Joint Proyeksi AP Weight Bearing (Bontrager’s, 2018) 2.1.4 Processing Film Pengolahan film radiografi adalah sebuah kegiatan yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran nyata yang permanen pada film dan dapat dilihat oleh mata pada kondisi umum. Sebuah film yang terkena eksposi belum dapat dilihat hasilnya jika belum diproses. Proses pengolahan film dilakukan dengan teknik manual maupun automatic processing melalui beberapa tahapan yaitu pembangkitan (developing), pencucian (rinshing), penetapan (fixing), pembilasan (washing), dan pengeringan (drying) (Ary Kurniawati dkk, ). 1. Pengolahan Film Radiografi Secara Manual Proses pencucian film radiografi terdiri dari pembasahan (wetting), pembangkitan (developing), pembilasan (rinsing), penetapan (fixing), pencucian (washing), dan pengeringan (drying). Wetting merupakan tahap pertama dalam proses pencucian film radiografi. Proses wetting dilakukan dengan menggunakan air yang berguna untuk memperbesar emulsi pada film radiografi. Dalam pemrosesan otomatis, proses wetting terdapat pada proses developing (Bushong, 2013). Proses developing yang dimaksud yaitu perubahan butir-butir perak halida didalam emulsi yang telah mendapat penyinaran menjadi perak metalik atau perubahan dari bayangan laten menjadi bayangan tampak. Butiran perak halida yang tidak mendapat penyinaran tidak terjadi perubahan apapun. Perubahan 8 butiran perak halida akan membentuk bayangan laten pada film. Tindakan utama developing adalah untuk mengubah ion perak dari kristal yang terkena paparan sinar-X menjadi perak (Bushong, 2013). Rinsing merupakan proses yang dilakukan setelah proses developing. Rinsing dilakukan dengan menggunakan air mengalir yang bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa larutan developer agar tidak terbawa ke proses selanjutnya. Larutan developer yang terbawa dapat menyebabkan kabut dikroik (dichroic fog) apabila sisa larutan developer pada film masuk ke proses fixing. Proses yang terjadi pada cairan rinsing yaitu memperlambat proses developing dengan membuang cairan developer dari permukaan film dengan cara merendamnya kedalam air. Proses rinsing harus dilakukan dengan air yang mengalir selama 5 detik (Jauhari, 2010). Fixing Perak halida dihilingkan dengan mengubahnya menjadi perak komplek. Senyawa tersebut bersifat larut dalam air, selanjutnya akan dihilangkan pada tahap pencucian. Tujuan dari proses fixing ini adalah untuk menghentikan aksi lanjutan yang dilakukan oleh cairan developer yang terserap oleh emulsi film. Pada proses ini diperlukan adanya pengerasan untuk memberikan perlindungan terhadap kerusakan dan untuk mengendalikan akibat penyerapan uap air. Bahan-bahan yang dipakai pada proses fixing ini adalah bahan penetap (fixing agent), bahan pemercepat, bahan penangkal, bahan pengeras (hardener), bahan penyangga (buffer), dan bahan pelarut (Jauhari, 2010). Washing Proses washing film radiografi dilakukan dengan menggunakan air mengalir sampai bau asam dari larutan fixer menghilang. Proses washing film ini bertujuan untuk menghilangkan bahan-bahan perak komplek dan garam yang terbentuk dari proses fixing. Drying Proses terakhir dalam pencucian film adalah proses drying. Proses drying dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan kandungan air dalam emulsi dan agar mudah untuk disimpan. Proses drying akan membuat emulsi lebih kuat dan mudah untuk dipegang serta menjaga visualisasi image dengan cara membatasi efek radiasi dan refleksi yang disebabkan adanya air dipermukaan emulsi. Cara yang paling umum digunakan untuk melakukan proses drying adalah dengan bantuan udara, dan ada 3 faktor yang mempengaruhi, yaitu suhu udara, kelembaban udara, dan aliran udara yang melewati emulsi. Hasil akhir dari proses pengolahan film adalah emulsi tidak rusak, bebas dari partikel debu, endapan kristal, noda, dan artefak (struktur yang tidak biasanya hadir pada radiografi) (Jauhari, 2010). 2. Pengolahan Film Radiografi Secara Otomatis Hampir sama dengan proses film secara manual, dalam proses film otomatis langkah-langkah yang dilakukan meliputi developing, fixing, washing, dan drying. Semua proses pencucian film otomatis dilakukan pada kamar gelap dengan menggunakan unit mesin. Perbedaan utama dengan proses pencucian film secara manual terletak pada konsentrasi yang digunakan cenderung lebih besar, dimana suhu untuk reaksi kimia berlangsung lebih tinggi dibanding proses manual. 12 Komponen utama dari proses otomatis adalah sistem transportasi, sistem kontrol suhu, sistem sirkulasi, sistem pengisian, dan sistem pengering (Bushong, 2013). Sistem transport mengambil film dari baki melalui suatu rangkaian penggulung kedalam tangki developer, tangki fixer, tangki washer, dan akhirnya kamar dryer. Dalam pemrosesan otomatis, suhu air cuci harus dipertahankan sekitar 3oC (5o F) dibawah suhu pembangkit (Bushong, 2013). Kecepatan putaran roller pada mesin pencuci film otomatis biasanya ditetapkan untuk pemprosesan film selama 90 detik (Fosbinder & Orth, 2012). 3. Pengolahan Film Radiografi Secara Computed Radiography (CR) Computed radiography adalah proses merubah system analog pada konvensional radiografi menjadi digital radiografi. Pada sistem Computed Radiography data analog dikonversi ke dalam data digital pada saat tahap pembangkitan energi yang terperangkap di Digital Radiography System dalam Imaging Plate dengan menggunaklan laser, selanjutnya data digital berupa sinyal-sinyal ditangkap oleh Photo Multiplier Tube (PMT) kemudian cahaya tersebut digandakan dan diperkuat intensitasnya setelah itu di ubah menjadi sinyal elektrik yang akan di konversi kedalam data digital oleh Analog Digital Converter (ADC), (Bushong, 2013). 3.1.5 Proteksi Radiasi Semua zat radioaktif dan radiasi mengandung bahaya luar dan dalam. Yang dimaksud dengan radiasi disini adalah radiasi pengion seperti sinar x, sinar gamma dan partikel bermuatan. Bahaya luar diakibatkan oleh pemaparan luar (external exposure) sedang bahaya dalam diakibatkan oleh pemaparan dari dalam (internal exposure). Ada 3 prinsip yang dapat digunakan untuk menjaga atau mengawasi/mengontrol pemaparan terhadap bahaya radiasi : 1) menghilangkan bahaya, dalam hal ini jelas tidak dapat menggunakan atau bekerja dengan radiasi, 2) mengawasi bahaya, dalam hal ini memerlukan pengetrapan disain yang tepat untuk daerah kerja dan penggunaan peralatan yang baik untuk mengurangi bahaya 3) mengawasi pekerja/orang, dalam hal ini memerlukan pengukuran secara berkala untuk mengontrol radiasi yang diterima orang dan sekelilingnya 1. Dosis Maksimum Yang Diperkenankan Manusia mendapatkan pemaparan radiasi secara kontinyu dari sumber radiasi alamiah dan sinar kosmis. Dosis rata-rata yang diterima dari radiasi alamiah ini diperkirakan 100 milirem per tahun, meskipun pada beberapa tempat radiasi alamiahnya (background radiation) ada yang 10-30 kali lebih besar. Pemaparan radiasi yang besar dapat menimbulkan berbagai kerusakan dalam tubuh manusia seperti skin erythema, catarract, rambut gugur dan tumbuh tumor. ICRP (International Commission on Radiological Protection) mendefinisikan Maximum Permissible Dose (MPD) , yaitu dosis maksimum yang diperkenankan untuk perseorangan sebagai dosis radiasi akumulasi selama jangka waktu yang lama tidak mungkin memberikan kerusakan somatik maupun genetik. 2. Dosis Maksimum Yang Diperkenankan Prinsip menghilangkan bahaya radiasi tidak mungkin dilakukan, karena berarti menghilangkan sumber radiasi. Karena itu filosofi setiap program pengawasan atau prosedur proteksi radiasi ialah mengurangi pemaparan luar maupun dalam serendah mungkin. Dalam prakteknya dosis radiasi yang diterima harus lebih rendah dari MPD. Ada tiga faktor yang menentukan pemaparan radiasi total yang diterima orang, yaitu: 1. Faktor Waktu Makin lama seseorang berada dalam medan radiasi, makin besar pemaparan dan dosis serap yang diterima. Faktor waktu ini memegang peranan dalam hal terjadi kecelakaan atau keadaan darurat di mana pekerjaan harus dilaksanakan dalam medan radiasi yang kuat. 2. Faktor Jarak Bila ukuran sumber radiasi dibandingkn dengan jarak adalah kecil hingga sumber radiasi dapat dianggap sebagai titik sumber, maka pemaparan akan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak terhadap sumber. 3. Faktor Pelindung Bila harus bekerja pada jarak yang dekat dengan sumber radiasi dan dalam waktu yang lama, pelindung atau shielding dapat mereduksi pemaparan sehingga serendah mungkin. Keefektifan pelindung ditentukan oleh interaksi radiasi dengan atom-atom pelindung dimana interaksi ini tergantung pada macam radiasi, energi radiasi dan nomor atom materi pelindung. a) Pelindung untuk radiasi alfa sangat efisien karena stoping power besar atau ionisasi spesifik radiasi alfa besar. Radiasi alfa dapat diserap oleh kertas yang tebalnya < 1/64 inci dan juga oleh lapisan aluminium. b) Dalam menggunakan pelindung untuk radiasi beta, radiasi beta lebih jauh menembus materi dibandingkan radiasi alfa. Untuk memberhentikan radiasi beta pada umumnya digunakan materi dengan Z rendah, kemudian disambung dengan materi yang mempunyai Z besar untuk mereduksi radiasi bremstrahlung. c) Materi pelindung yang digunakan dalam radiasi elektromagnetik (sinar x dan gamma) ialah bahan-bahan yang mempunyai rapat massa yang tinggi, misalnya Pb, U, Au, Fe, Cr dan Ni. Tebal pelindung dapat ditentukan dengan rumus atenuasi dan HVL. Penggunaan adukan beton efektif karena mengandung Z yang tinggi, hanya hamburan menjadi lebih banyak. d) Persoalan pelindung untuk radiasi neutron timbul karena produksi radiasi gamma akibat penyerapan neutron. Bahan yang efektif untuk atenuasi neutron pada umumnya tidak baik sebagai pelindung gamma. Unsur-unsur dengan nomor massa rendah ialah pelindung dan moderator neutron yang ideal, misalnya hidrogen dalam bentuk air, plastik atau parafin, berilium, karbon dalam bentuk grafik. Beton merupakan bahan yang baik juga karena mengandung air. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelindung radiasi neutron ialah apakah materi akan menurunkan energi neutron secara efektif dan mempunyai penampang lintang termik yang besar dan apakah juga efektif dalam atenuasi radiasi gamma yang ditimbulkannya. 2.2 Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran penulis dalam penatalaksanaan pemeriksaan Knee Joint pada kasus osteoarthritis dengan proyeksi AP Supine adlah sebagai berikut: INPUT •Data Pasien •Peralatan •Kasus •proteksi PROSES •Teknik Pemeriksaan Knee Joint dengan proyeksi AP Supine OUTPUT •gambaran radiograf •hasil expertise 2.3 Definisi Operasional Sesuai dari kerangka pemikiran di atas maka penulis akan menjelaskan unsur-unsur dalam kerangka pemikiran tersebut:\ 2.3.1 Input a. Data Pasien Data pasien adalah informasi utama mengenai pasien seperti nama, alamat, tempat tanggal lahir, no telepon, jenis kelamin dan status apakah pasien pribadi (pasien umum) atau pasien yang biaya kesehatannya ditanggung oleh perusahaan (pasien perusahaan). b. Peralatan Pelaratan adalah suatu alat ataupun bisa berbentuk tempat yang gunanya dalah untuk mendukung berjalanya suatu pekerjaan. Peralatan yang dimaksud disini adalah alat-alat yang mendukung bejalanya teknik pemeriksaan knee joint dengan proyeksi AP Supine c. Kasus keadaan yang sebenarnya dari suatu urusan atau perkara keadaan atau kondisi khusus yang berhubungan dengan seseorang atau suatu hal soal perkara. d. Proteksi Proteksi adalah upaya perlindungan pada diri yang didalamnya meliputi keuangan dan kesehatan. Pada dasarnya, proteksi sangat berguna untuk masa depan Anda dan kondisi darurat, seperti sakit, kerugian, pensiun atau meninggal dunia. 2.3.2 Proses Melakukan teknik pemeriksaan knee joint dengan kasus osteoarthritis menggunakan proyeksi AP Supine 2.3.3 Output a. Gambaran radiograf Hasil gambaran radiograf membahas tentang teknik pemeriksaaan radiografi knee joint pada klinis osteoarthritis yaitu pada hasil gambaran radiograf menampakan anatomi dari knee joint, distal os femur, proksimal os tibia dan os fibula, dan terbukanya space sendi femorotibia bilateral. b. Hasil expertise Hasil expertise adalah hasil bacaan oleh dokter radiolog dari hasil gambaran radiograf knee joint proyeksi AP Supine BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan cara mengamati dan melakukan pemeriksaan radiografi knee joint pada kasus osteoarthritis. 3.2 Variabel dan Subvariabel Peneliti menetapkan variabel dan subvariabel sebagai berikut : 3.2.1. Variabel Teknik pemeriksaan radiografi knee joint pada klinis osteosrthritis dengan proyeksi AP weight bearing 3.2.2. Subvariabel a) Persiapan pasien pemeriksaan radiografi knee joint pada klinis osteoarthritis. b) Persiapan alat dan bahan pemeriksaan radiografi knee joint pada klinis osteoarthritis.Posisi pasien pemeriksaan radiografi knee joint pada klinis osteoarthritis. c) Posisi objek pemeriksaan radiografi knee joint pada klinis osteoarthritis. d) Central point pemeriksaan radiografi knee joint pada klinis osteoarthritis. e) Central ray pemeriksaan radiografi knee joint pada klinis osteoarthritis f) Kriteria radiograf pemeriksaan knee joint pada klinis osteoarthritis. 3.3 Populasi dan Sampel Dalam penelitian ini penulis mengambil populasi dan sampel sebagai berikut: 3.3.1. Populasi Populasi dalam penelitian ini yaitu pasien dengan surat permintaan pemeriksaan radiografi knee joint dengan kasus osteoarthritis di Rumah Sakit Umum Daerah M.A Sentot Patrol. 3.3.2. Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah pemeriksaan radiografi knee joint dengan kasus osteoarthritis di Rumah Sakit Umum Daerah M.A Sentot Patrol mulai tanggal 1 Maret 2022 hingga 31 Maret 2022. 3.4 Instrumen Penelitian 3.5 Teknik Pengumpulan Data 3.6 Teknik Analisa Data 3.7 Waktu dan Tempat Penelitian