PROFIL PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN SIROSIS HATI DI RSUD ARGAMAKMUR PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH Di ajukan untuk memenuhi salah satu syarat Untuk mencapai gelar Ahli Madya Farmasi (A.Md.Farm) OLEH : JOY PRADANA SIBORO NIM : P05150219065 JURUSAN DIII FARMASI PROGRAM STUDI DIPLOMA III FARMASI POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN BENGKULU TAHUN 2021 HALAMAN PENGESAHAN Proposal Karya Tulis Ilmiah dengan Judul : PROFIL PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN SIROSIS HATI DI RSUD ARGAMAKMUR Yang Dipersiapkan dan Dipresentasikan Oleh : JOY PRADANA SIBORO P05150219065 Proposal KaryaTulis Ilmiah ini telah diperiksa dan disetujui Untuk dipresentasikan dihadapan Tim Penguji Poltekkes Kemenkes Bengkulu Prodi D III Farmasi Tanggal :............................................... Oleh : Dosen Pembimbing KaryaTulis Ilmiah Pembimbing I Avrilya Iqoranny., M.Pharm.Sci.,Apt NIP. 198204212009032008 Pembimbing II Zamharira Muslim., M.Farm., Apt NIP. 198812012014021003 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul “PROFIL PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN SIROSIS HATI DI RSUD ARGAMAKMUR”. Dalam penyelesain Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bantuan baik materil maupun moril dari berbagai pihak ,untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Eliana, S.KM,selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Bengkulu 2. Bapak Sahidan,S.Sos.,M.Kes,selaku Ketua Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Bengkulu 3. Ibu Resva Meinisasti, M.Farm.,Apt selaku Ketua Program Studi Diploma III Farmasi 4. Ibu Arilya Iqoranny S,S.Farm.Apt.,M.Pharm.Sci, Selaku Pembimbing Pertama yang telah membimbing dan memberi semangat 5. Bapak Zamharira Muslim., M.Farm., Apt selaku Pembimbing Dua yang telah membimbing dan memberi semangat 6. Ibu Krisyanella, M.Farm.,Apt Selaku Ketua Dewan Penguji 7. Ibu Heti Rais Khasanah, M.Sc., Apt Selaku Penguji Satu 8. Kedua orang tua dan keluarga tercinta yang selalu memberikan semangat dan dukungan penuh untuk penulis 9. Para Sahabat yang selalu memberikan masukan dan tetap menyemangati penulis 10. Dan lain-lain yang tidak dapat disebut satu persatu. Dalam penyusunan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun agar dapat membantu perbaikan dalam penyusunan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini. Terima kasih. Bengkulu, Oktober 2021 Penulis ii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .......................................................................................................................... i DAFTAR ISI........................................................................................................................................ iii BAB I ..................................................................................................................................................... 1 PENDAHULUAN................................................................................................................................ 1 A.Latar Belakang.................................................................................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ........................................................................................................................... 4 C. Tujuan masalah ................................................................................................................................ 4 D. Manfaat Penelitian .......................................................................................................................... 5 BAB II.................................................................................................................................................... 9 TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................................................... 9 A.Sirosis Hati ........................................................................................................................................ 9 B.Obat Sirosis Hati ............................................................................................................................ 11 C. Antibiotik Sirosis Hati .................................................................................................................. 14 BAB III ................................................................................................................................................ 16 METODOLOGI PENELITIAN ....................................................................................................... 16 A.Desain Metode ................................................................................................................................ 16 B.Variabel Penelitian ......................................................................................................................... 16 C.Populasi dan Sampel Penelitian.................................................................................................... 16 D.Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................................................................... 17 E.Instrumen dan Metode Pengumoulan Data ................................................................................. 17 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................ 19 iii BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Sirosis hati adalah stadium lanjut dari fibrosis hati yang secara histologis didefinisikan sebagai keberadaan nodul regeneratif yang dikelilingi oleh fibrosis luas (jaringan parut hati) (Jimenez et al., 2018). Sirosis hati menyebabkan cedera difus pada hati yang ditandai oleh fibrosis dan konversi arsitektur hati normal menjadi nodul abnormal secara struktural yang menghasilkan peningkatan tekanan darah portal karena perubahan fibrotik dalam sinusoid hepatik, perubahan kadar mediator vasodilator dan vasokonstriktor, serta peningkatan aliran darah ke pembuluh darah splanknik. Hasil akhirnya adalah penghancuran hepatosit dan penggantiannya oleh jaringan fibrosa (Dipiro et al., 2015) . Penyebab utama sirosis di Negara maju adalah infeksi virus hepatitis C, penyalahgunaan alkohol dan penyakit hepar nonalkohol (Tsochatzis et al., 2014). Di Indonesia penyebab utama sirosis hepatis adalah Hepatitis B (40%-50%) dan Hepatitis C (30%-40%) (Lovena et al., 2017). Penyebab utama komplikasi dan kematian pada orang dengan sirosis hati adalah karena perkembangan hipertensi portal yang signifikansecara klinis (gradien tekanan vena hepatik di timur 10 mmHg) (de Franchis, 2015). Negara Amerika Serikat mempunyai prevalesi transplatasi hati sekitar 10% -15%, dari transplantasi hati dilakukan adalah untuk pasien dengan sirosis akibat alkohol dan infeksi HCV (Ather et al., 2014). Prevalensi sirosis menempati urutan ke-14 penyebab tersering kematian pada orang dewasa di dunia (Lovena et al., 2017). Sirosis hati meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas di negara-negara maju. Keseluruhan mortalitas sirosis di dunia diperkirakan 1.030.000 penduduk per tahun. Sirosis hati merupakan penyebab keempat mortalitas di Eropa Tengah, 170. 000 penduduk per tahun di Eropa, dan 33.539 penduduk per tahun di Amerika (Tsochatzis et al., 2014). National Center for Health Statistics (NCHS) dan Centers for 1 Disease Control (CDC) memperkirakan bahwa pada tahun 2009 penyakit hati kronis dan sirosis mewakili penyebab kematian ke-12 secara keseluruhan dan penyebab kematian ke lima untuk pasien berusia 45 hingga 54 tahun (Scaglione et al., 2015). Di Indonesia, belum ada data resmi nasional tentang sirosis hepatik. Namun dari beberapa laporan rumah sakit umum pemerintah, prevalensi sirosis hepatik yang di rawat di bangsal penyakit dalam umumnya berkisar antara 3,6 - 8 4 % di Jawa dan Sumatra, sedangkan di Sulawesi dan Kalimantan di bawah 1%. Secara keseluruhan rata-rata prevalensi sirosis adalah 3,5 % dari seluruh pasien yang dirawat di bangsal penyakit dalam atau rata-rata 47,4 % dari seluruh pasien penyakit hepar yang dirawat dengan perbandingan pria dan wanita adalah 2,1 : 1 dan usia rata-rata 44 tahun (Lovena et al., 2017). Studi penelitian World Journal of Medical Sciences menyebutkan usia pasien Sirosis hepatis disertai SBP berkisar dari 51 tahun hingga 65 tahun (ratarata 58,67 ± 6,8). Jumlah laki-laki (66,7%) secara signifikan lebih tinggi daripada perempuan (33,3%) . Mengenai manifestasi klinis yang diteliti pasien, temuan klinis yang paling umum adalah nyeri perut (73,3%) ini bertepatan dengan Webster et al. yang menyatakan bahwa tanda klinis paling signifikan untuk SBP adalah nyeri tekanan perut. Mengenai organisme yang diisolasi, dari 60 pasien untuk escherichia coli didapatkan pada 36 pasien (60%), staphylococcus koagulase negatif pada 7 pasien (11,7%), citrobacter pada 7 pasien (11,7%), Klebsiella pada 4 pasien ( 6,7%) proteus pada 2 pasien ( 3,3%), enterococci pada 2 pasien (3.3%) dan staphylococcus koagulase positif pada 2 pasien (3,3%) (Zakria et al., 2016). Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum adanya gejala klinis nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaannya secara klinis. Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan 2 rutin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala yang terasakan badan terasa lemas, perut terasa kembung, mual, penurunan berat badan ,terjadi impotensi. Bila sudah lanjut maka terjadi sirosis dekompensata, gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati 2 dan hipertensi porta. Gejala klinisnya berupa gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih benvarna seperti teh pekat, muntah darah dan atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi Hal ini hanya dapat dibedakan melalui pemeriksaan biopsi hati (Nurdjanah, 2011). Antibiotik adalah obat yang berasal dari seluruh bagian tertentu dari suatu bakteri atau mikroorganisme yang di gunakan untuk mengobati infeksi suatu bakteri. Selain penggunaannya untuk melawan bakteri, penggunaanya pun juga membantu sistem pertahanan alami tubuh untuk memusnakan bakteri tersebut (Hoan, 2015). Terapi obat yang diberikan pada pasien sirosis hati dengan spontaneus bacterial peritonitis (SBP), salah satunya antibiotik golongan sefalosporin yang merupakan antibiotik untuk pencegahan infeksi dan salah satu terapi yang diperoleh pasien sirosis hati dengan spontaneus bacterial peritonitis (SBP). Sefotaksim termasuk sefalosporin generasi ketiga yang bersifat bakterisidal, membunuh bakteri dengan mengganggu pembentukan dinding sel bakteri. Memiliki aktivitas broadspectrum terhadap bakteri gram positif dan bakteri gram negatif (Pacifici dan Marchini, 2017). Memiliki penetrasi cairan asites yang sangat baik dan mencapai sterilisasi dalam 94% kasus setelah pemberian antibiotik awal. Efikasi pengobatan dan resolusi klinis dengan sefotaksim 4 g / hari berkisar antara 77% hingga 98%. Dosis yang lebih tinggi, yaitu 8 g / hari belum memberikan keuntungan terapeutik. Sefotaksim (3 x 2 g ) iv dianggap sebagai rejimen standar dan rekomendasi pedoman saat ini yang diajukan oleh AASLD (American Association for the Study of Liver Diseases) (Maeda et al., 2012). Pada penelitian yang 3 dilakukan oleh Hamdy et al (2015) pada 50 pasien yang terdiagnosa SBP diberikan terapi sefotaksim (3 x 2 g ) iv selama 5 hari pengobatan, didapatkan hasil bahwa efektifitas sefotaskim dalam mengobati SBP pada pasien di Mesir telah menurun dan tingkat kegagalan mencapai (66%) dan organisme terisolasi kebanyakan in vitro sensitif terhadap amikacin dan sefotaksim tidak sensitif terhadap organisme dalam kultur dan sensitivitas in vitro. Kegagalan sefotaksim mungkin disebabkan oleh fakta bahwa organisme yang terisolasi resisten terhadap sefotaksim atau mampu menurunkan spektrum luas sfalosporin seperti E.coli penghasil ESBL. Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Purohit et al (2014) didapatkan hasil bahwa 71 pasien yang terdiagnosa SBP diberikan terapi sefotaksim (2 x 2 g) iv selama 5 hari. Dari total 71 kasus , 66 (93%) kasus SBP sembuh sebagaimana ditentukan oleh kultur cairan asites yang dilakukan setelah 5 hari pengobatan dan evaluasi klinis harian dan perbaikan gejala. Terdapat perbedaan dalam keberhasilan terapi sefotaksim pada pasien sirosis hati dengan SBP pada penelitian yang telah dilakukan Hamdy et al (2015) dan Purohit et al (2014). Maka diperlukan melakukan penelitian tentang pola penggunaan obat antibiotik di Rumah Sakit Umum Daerah Argamakmur. Hal ini dilakukan untuk menunjang pengobatan yang rasional dan optimal terhadap pasien sirosis hati dengan SBP. Penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit Umum Daerah Argamakmur yang merupakan rumah sakit umum daerah terakreditasi milik pemerintah di Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu. B. Rumusan Masalah Bagaimana penggunaan antibiotik pada pasien sirosis hati yang menjalani rawat inap di RSUD Argamakmur? C. Tujuan masalah Untuk mengetahui tentang penggunaan antibiotik pada pasien sirosis hati yang menjalani rawat inap di RSUD Argamakmur? 4 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi atau acuan bagi penelitian yang lain yang berkaitan pada profil penggunaan antibiotik pada pasien sirosis hati yang menjalani rawat inap di rsud argamakmur. 2. Manfaat praktis a. Bagi Rumah Sakit Dapat mengetahui bagaimana profil penggunaan antibiotik pada pasien sirosis hati yang menjalani rawat inap di rumah sakit. b. Bagi Peneliti Peneltian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pengalaman belajar dalam kegiatan peneitian, dan meningkatkan pengetahuan mengenai profil penggunaan antibiotik pada pasien sirosis hati yang menjalani rawat inap di rumah sakit. c. Bagi Institusi Dapat dijadikan sebagai referensi terkait dengan profil penggunaan antibiotik pada pasien sirosis hati di rumah sakit dan dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya. E. Keaslian Penelitian Sejauh pengetahuan penulis, penelitian tentang profil penggunaan antibiotik pada pasien sirosis hati yang menjalani rawat inap. Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati ditandai dengan dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena infeksi akut dengan virus hepatitis dimana terjadi peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi ini menyebabkan terbentuknya banyak jaringan ikat dan regenerasi noduler dengan berbagai ukuran yang di bentuk oleh sel prenkim hati yang masih sehat akibatnya bentuk hati yang normal akan berubah di sertai 5 terjadinya penekanan pada pembuluh darah dan tergantungnya aliran darah vena porta yang akhirnya menyebabkan hipertensi portal. Pada sirosis dini biasanya hati membesar, teraba kenyal, tepi tumpul, dan terasa nyeri bila di tekan. Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum adanya gejala klinis nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaannya secara klinis. Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain. (Nurdjanah, 2011). N O Judul Penelitian 1. STUDI Nama Peneliti Jenis Penelitian Variabel Penelitian LAILATUL Lokasi dan Waktu Penelitian Sidoarjo Retrospekti pasien sirosis PENGGUNAAN RAMADHANIA 2020 f hati ANTIBIOTIK H dengan spontaneus SEFALOSPORI bacterial N PADA peritonitis PASIEN (SBP) SIROSIS HATI Rumah DENGAN Umum Daerah SPONTANEOUS Sidoarjo, yang BACTERIAL memenuhi PERITONITIS kriteria inklusi (SBP) DI RSUD pada periode 1 SIDOARJO Januari sampai 31 di Sakit Desember 2019. 2. STUDI PENGGUNAAN SEFOTAKSIM PADA MALANG 2019 MUHAMAD ANDRIYANTO FIRDAUS Deskriptif pasien yang didiagnosis sirosis hepatik PASIEN 6 SIROSIS HATI DENGAN dengan SBP SBP (spontaneous (Spontaneous bacteri Bacterial Peritonitis) peritoneum) (Penelitian dan melakukan Dilakukan di RSUD Dr. Saiful Anwar pengobatan di Malang). RSUD Dr. Saiful Anwar Malang Jawa Timur pada periode waktu Januari 2016 – Desember 2018 3. TUDI RIZKI NURHIDAYAH Malang, Lamonga n 2016 Deskriptif pola penggunaan antibiotik golongan sefalosporin pada pasien sirosis hati dengan SBP di Rumah Sakit Muhammadiya h Lamongan VITA WULANDARI Jember 2009 Deskriptif Penggunaan PENGGUNAAN ANTIBIOTIK GOLONGAN SEFALOSPORI N PADA PASIEN SIROSIS HATI DENGAN SPONTANEUS BACTERIAL PERITONITIS (SBP) (Penelitian di Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan) 4. STUDI PENGGUNAAN 7 Obat Pada OBAT PADA Pasien Rawat PASIEN Inap RAWAT INAP Dengan Diagnosa DENGAN Sirosis DIAGNOSA Hepatik Di SIROSIS RSD dr. HEPATIK di RSD Soebandi Dr. Jember Tahun Soebandi Jember 2009 Tahun 2009 5. POLA 1. Devi Sartika1 Pontianak PENGGUNAAN 2. M. Akib Yuswar 2019 ANTIBIOTIK 3. Ressi Susanti PADA pasien sirosis hati dengan hematemesis PASIEN SIROSIS Deskriptif melena selama HATI periode DENGAN Januari 2018- HEMATEMESIS Desember MELENA DI 2018 sebanyak RUMAH SAKIT 25 pasien yang UNIVERSITAS menjalani TANJUNGPURA rawat inap di KOTA Rumah PONTIANAK Universitas Sakit Tanjungpura kota Pontianak 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.Sirosis Hati Sirosis hati adalah stadium lanjut dari fibrosis hati yang secara histologis didefinisikan sebagai keberadaan nodul regeneratif yang dikelilingi oleh fibrosis luas (jaringan parut hati) (Jimenez et al., 2018). Sirosis hati menyebabkan cedera difus pada hati yang ditandai oleh fibrosis dan konversi arsitektur hati normal menjadi nodul abnormal secara struktural yang menghasilkan peningkatan tekanan darah portal karena perubahan fibrotik dalam sinusoid hepatik, perubahan kadar mediator vasodilator dan vasokonstriktor, serta peningkatan aliran darah ke pembuluh darah splanknik. Hasil akhirnya adalah penghancuran hepatosit dan penggantiannya oleh jaringan fibrosa (Dipiro et al., 2015) . Penyebab utama sirosis di Negara maju adalah infeksi virus hepatitis C, penyalahgunaan alkohol dan penyakit hepar nonalkohol (Tsochatzis et al., 2014). Di Indonesia penyebab utama sirosis hepatis adalah Hepatitis B (40%-50%) dan Hepatitis C (30%-40%) (Lovena et al., 2017). Penyebab utama komplikasi dan kematian pada orang dengan sirosis hati adalah karena perkembangan hipertensi portal yang signifikansecara klinis (gradien tekanan vena hepatik di timur 10 mmHg) (de Franchis, 2015). Negara Amerika Serikat mempunyai prevalesi transplatasi hati sekitar 10% -15%, dari transplantasi hati dilakukan adalah untuk pasien dengan sirosis akibat alkohol dan infeksi HCV (Ather et al., 2014). Sirosis memiliki beberapa penyebab. Secara geografis etiologi sirosis hati di negaranegara barat yang paling sering terjadi meliputi konsumsi alkohol, hepatitis C, dan penyakit hati lemak non alkoholik (NAFLD). Sedangkan untuk wilayah Asia-Pasifik utamanya disebabkan oleh hepatitis B. Etiologi lain dari sirosis hati yaitu penyakit bawaan seperti hemokromatosis dan penyakit wilson, sirosis bilier primer, primary sclerosing cholangitis, dan hepatitis autoimun. Beberapa kasus sirosis hati bersifat idiopatik atau kriptogenik (Zhou, 9 et al., 2014). Di Amerika Serikat konsumsi alkohol berlebihan, virus hepatitis kronis (jenis B dan C) adalah penyebab paling umum (Dipiro et al., 2015). Sirosis didefinisikan sebagai suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang di tandai dengan distorsi arisitektur hepar dan pembentukan nodul regeneratif. Pada pasien sirosis hati dapat mengalami berbagai komplikasi diantaranya perdarahan GI dan SBP. Perdarahan GI dapat di tandai sebagai hematemesis dengan atau tanpa melena yang merupakan salah satu faktor resiko utama infeksi bakteri pada sirosis hati. Pasien ini rentan terhadap infeksi karena gangguan barier mukosa usus. Antibiotik profilaksis yang di berikan pada pasien sirosis hepatik dengan HM secara signifikan dapat mengurangi infeksi bakteri, mortalitas karena infeksi bakteri dan lama perawatan di rumah sakit. SBP merupakan komplikasi yang serius dan umum terjadi pada pasien sirosis dan ascites. Pilihan terapi antibiotik empiris yang di berikan untuk SBP adalah sefalosporin generasi ketiga (sefatoksim, seftriakson) dan amoksisilin-asam klavulanat. Terapi antibiotik pada pasien sirosis harus digunakan dengan hati hati karena rentan terjadi resistensi bakteri dan beberapa antibiotik cenderung menyebabkan kerusakan hepar dan ginjal. Penyesuaian dosis harus di pertimbangkan pada pasien dengan gangguan hepar terutama antibiotik yang mengalami metabolisme fase 1 ikatannya dengan protein tinggi, atau yang memiliki frekuensi tinggi hepatotoksisitas. Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum adanya gejala klinis nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaannya secara klinis. Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala yang terasakan badan terasa lemas, perut terasa kembung, mual, penurunan berat badan ,terjadi impotensi. Bila sudah lanjut maka 10 terjadi sirosis dekompensata, gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati 2 dan hipertensi porta. Gejala klinisnya berupa gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih benvarna seperti teh pekat, muntah darah dan atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi Hal ini hanya dapat dibedakan melalui pemeriksaan biopsi hati (Nurdjanah, 2009). B.Obat Sirosis Hati Antibiotik adalah obat yang berasal dari seluruh bagian tertentu dari suatu bakteri atau mikroorganisme yang di gunakan untuk mengobati infeksi suatu bakteri. Selain penggunaannya untuk melawan bakteri, penggunaanya pun juga membantu sistem pertahanan alami tubuh untuk memusnakan bakteri tersebut (Hoan, 2015). Sefotaksim termasuk sefalosporin generasi ketiga yang bersifat bakterisidal, membunuh bakteri dengan mengganggu pembentukan dinding sel bakteri. Memiliki aktivitas broadspectrum terhadap bakteri gram positif dan bakteri gram negatif (Pacifici dan Marchini, 2017). Memiliki penetrasi cairan asites yang sangat baik dan mencapai sterilisasi dalam 94% kasus setelah pemberian antibiotik awal. Efikasi pengobatan dan resolusi klinis dengan sefotaksim 4 g / hari berkisar antara 77% hingga 98%. Dosis yang lebih tinggi, yaitu 8 g / hari belum memberikan keuntungan terapeutik. Sefotaksim (3 x 2 g ) iv dianggap sebagai rejimen standar dan rekomendasi pedoman saat ini yang diajukan oleh AASLD (American Association for the Study of Liver Diseases) (Maeda et al., 2012). Pada penelitian yang dilakukan oleh Hamdy et al (2015) pada 50 pasien yang terdiagnosa SBP diberikan terapi sefotaksim (3 x 2 g ) iv selama 5 hari pengobatan, didapatkan hasil bahwa efektifitas sefotaskim dalam mengobati SBP pada pasien di Mesir telah menurun dan tingkat kegagalan mencapai (66%) dan organisme terisolasi kebanyakan in vitro sensitif terhadap amikacin dan sefotaksim tidak sensitif terhadap organisme dalam kultur dan sensitivitas in vitro. Kegagalan 11 sefotaksim mungkin disebabkan oleh fakta bahwa organisme yang terisolasi resisten terhadap sefotaksim atau mampu menurunkan spektrum luas sfalosporin seperti E.coli penghasil ESBL. Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Purohit et al (2014) didapatkan hasil bahwa 71 pasien yang terdiagnosa SBP diberikan terapi sefotaksim (2 x 2 g) iv selama 5 hari. Dari total 71 kasus , 66 (93%) kasus SBP sembuh sebagaimana ditentukan oleh kultur cairan asites yang dilakukan setelah 5 hari pengobatan dan evaluasi klinis harian dan perbaikan gejala. Terdapat perbedaan dalam keberhasilan terapi sefotaksim pada pasien sirosis hati dengan SBP pada penelitian yang telah dilakukan Hamdy et al (2015) dan Purohit et al (2014). Antibiotik digunakan harus mencakup semua kuman yang umum bertanggung jawab untuk SBP. Bakteri gram negatif menjadi penyebab hampir 80%, terutama Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae. Sisanya 20% hasil dari Gram-positif aerob, terutama Streptococcus dan enterococci (Barreales et al, 2011). Sefalosporin generasi ketiga dianggap sebagai terapi antibiotik pertama pada SBP (Piano et al, 2015). Beberapa antibiotika golongan sefalosporin generasi ketiga adalah cefoperazone, cefotaxime, ceftriaxone, ceftazidime, cefdinir, ceftributen (Sweetman, 2009). Sefalosporin generasi ketiga memiliki spektrum yang luas, relatif aman dan ditoleransi dengan baik dianggap untuk pengobatan pada pasien SBP, sementara Amoksisilin /klavulanat, fluoroquinolon atau Piperacillin / Tazobactam diirekomendasikan sebagai alternatif (Bibi et al, 2015). a) Hepatik protektor digunakan untuk memperlambat kerusakan sel hati. Obat hepatik protektor yang digunakan pada pasien sirosis rawat inap adalah curcuma (8,82%), Stronger Neo Minophagen-C (SNMC) (2,11%), aminofusin hepar (0,84%), HepaMerz® (0,84%), Hepamax® (0,42%) dan Urdafalk® (0,84%). b) Urdafalk® (Ursodeoxycholic acid) digunakan sebagai hepatoprotektor sekaligus imunomodulator adalah obat yang banyak digunakan dalam pengobatan gangguan hati kolestatik. Multivitamin dan mineral digunakan sebagai terapi penunjang pada 12 pasien hepatitis dan penyakit hati lainnya. Biasanya penyakit hati menimbulkan gejala seperti malaise, lemah dan lain-lain sehingga pasien memerlukan suplemen vitamin dan mineral. c) Spontan Bacterial Peritonitis (SBP) merupakan infeksi cairan peritoneal pada pasien sirosis yang disebabkan oleh bakteri Escherichia coli atau Klebsiella sp. antibiotik yang paling banyak digunakan pada pasien sirosis dengan komplikasi SBP adalah antibiotik golongan sefalosforin generasi ketiga yaitu sefotaksim (7,14%), seftriakson (2,52%), sefiksim (0,42%), Siprofloksasin (0,42%), dan neomisin (0,42%). Sefalosporin menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan mekanisme serupa dengan penisilin. Sefotaksim atau seftriakson merupakan antibiotika pilihan pertama untuk pengobatan empiris pada pasien sirosis dengan SBP atau infeksi bakteri lainnya. d) Obat saluran pencernaan sering diberikan kepada pasien sirosis hati, bertujuan untuk mencegah komplikasi pada pasien dengan varises lambung atau perdarahan lambung. Obat tukak lambung yang sering diberikan seperti antasida, simetidin, ranitidin, Proton Pump Inhibitor (PPI), metoklopramid, dan ondansetron, efektif dalam menekan sekresi asam lambung, tetapi pada pasien tertentu seperti pasien sirosis hati dapat menyebabkan penurunan metabolisme presistemik, ketika obat masuk dalam saluran pencernaan, obat pecah terlebih dahulu dan memberikan efek sebelum dimetabolisme di hati. e) Proton Pump Inhibitor (PPI) yang diberikan pada pasien seperti omeprazol (4,20%), lanzoprazol (1,68%). PPI ini diberikan dengan tujuan untuk mencegah komplikasi esophagus. Selain PPI, untuk profilaksis stress ulcer dapat diberikan antagonis reseptor H2 seperti ranitidin (7,14%). Sebanyak (5,46%) pasien juga diberikan sukralfat. Terapi ini bertujuan untuk menyembuhkan ulkus esophagus. Proton Pump 13 Inhibitor (PPI) dan H2-Reseptor antagonists (H2RAs) yang paling umum digunakan untuk penekanan sekresi asam lambung. Metronidazol (1,68%) merupakan golongan nitroimidazol yang digunakan pada pasien sirosis. Obat ini dimetabolisme di hepar dan dapat terakumulasi pada pasien dengan gangguan hepar. Antifibrinolitik seperti Kalnex® (traneksamat acid) juga diberikan pada pasien (0,42%). Asam traneksamat dapat mengurangi perdarahan saluran cerna atas dan menstabilkan pasien sebelum perawatan endoskopik. C. Antibiotik Sirosis Hati Antibiotik yang paling banyak digunakan pada pasien sirosis hepatik adalah golongan sefalosporin yaitu sefotaksim sebesar 62,74% dan ceftriaxone sebesar 29,42%. Mekanisme kerja antibiotik golongan sefalosporin ini dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri sehingga menghambat perkembangbiakan dan menimbulkan lisis (Lisniawati, 2012). Penggunaan antibiotik ceftriaxone untuk pengobatan SBP dalam uji klinis dengan dosis yang digunakan telah baik 2 x 1 g atau 1 x 2 g diberikan secara intravena selama 3 sampai 10 hari. Ceftriaxone sering diberikan pada 1 g sehari. Adapun keunggulan ceftriaxone di bandingkan dengan golongan antibiotik lainnya adalah : ceftriaxone tergolong dalam antibiotik beta laktam merupakan antibiotik yang bermanfaat dan sering diresepkan oleh dokter, bersifat lipofilik, memiliki pasangan elektron bebas, sehingga dapat dengan mudah menembus membrane barrier, memiliki struktur umum dan mekanisme kerja yang sama yaitu menghambat sintesis peptidoglikan dinding sel bakteri, baik bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif, jarang menimbulkan resistensi, selain itu juga karena harganya relatif murah sehingga banyak digunakan untuk pengobatan SBP. Ceftriaxone merupakan golongan sefalosporin yang mempunyai spektrum luas dengan waktu paruh eliminasi panjang antara 5,8 dan 8,7 jam antara 33 dan 67 persen dosis diekskresikan dalam urin, dan sisanya disekresi dalam empedu dan akhirnya ditemukan dalam kotoran senyawa yang mikrobiologis tidak 14 aktif. Dilihat dari struktur kimianya, ceftriaxone memiliki rantai samping yang lebih aktif dan stabil dalam menghambat serta membunuh mikroorganisme gram positif dan gram negatif. Ceftriaxone juga sangat stabil terhadap enzim beta laktamase yang dihasilkan oleh bakteri. Pasien yang telah melewati episode SBP berkemungkinan besar untuk mengalami SBP kambuhan (sekitar 70% dalam 1 tahun). Pemberian norfloksasin secara oral dengan dosis 400 mg/hari memberikan hasil signifikan lebih rendah dalam rekurensi terutama dari bakteri gram-negatif. Oleh karena itu, perlu pemberian antibiotik profilaksis untuk mencegah kekambuhan SBP. Pemberian kuinolon secara mingguan tidak direkomendasikan karena kurang efektif mencegah kekambuhan SBP dan dikaitkan dengan resisten dari kuinolon itu sendiri. Profilaksis diberikan secara terus menerus sampai asites hilang, pasien melakukan transplantasi hati, atau kematian (Garcia-Tsao, 2018). Penatalaksanaan pada pasien dengan riwayat SBP yaitu diberikan norfloksasin sebagai profilaksis untuk selektif dekontaminasi usus. Profilaksis juga dapat diberikan pada pasien tanpa riwayat SBP jika kadar protein asitesnya rendah. Antibiotik digunakan harus mencakup semua kuman yang umum bertanggung jawab untuk SBP. Bakteri gram negatif menjadi penyebab hampir 80%, terutama Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae. Sisanya 20% hasil dari Gram-positif aerob, terutama Streptococcus dan enterococci (Barreales et al, 2011). Sefalosporin generasi ketiga dianggap sebagai terapi antibiotik pertama pada SBP (Piano et al, 2015). Beberapa antibiotika golongan sefalosporin generasi ketiga adalah cefoperazone, cefotaxime, ceftriaxone, ceftazidime, cefdinir, ceftributen (Sweetman, 2009). Sefalosporin generasi ketiga memiliki spektrum yang luas, relatif aman dan ditoleransi dengan baik dianggap untuk pengobatan pada pasien SBP, sementara Amoksisilin /klavulanat, fluoroquinolon atau Piperacillin / Tazobactam diirekomendasikan sebagai alternatif (Bibi et al, 2015). 15 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Metode Penelitian ini termasuk jenis penelitian observasional menggunakan rancangan studi potong lintang (cross sectional) yang bersifat deskriftip. Pengumpulan data dilakukan secara retrospektif dengan menggunakan data rekam medik pasien sirosis hati yang dirawat inap di Rumah Sakit . (Devi Sartika. 2018) Proses pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah pasien sirosis hati selama periode Januari 2021- Desember 2021 pada pasien yang menjalani rawat inap di RSUD Argamakmur. Melalui penelitian ini, hasilnya dapat menjadi sumber informasi kepada para praktisi kesehatan dan masyarakat umum serta dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan penelitian lanjutan dengan variable yang berbeda. A. Variabel Penelitian Melibatkan faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti baik segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian, atau dapat pula dinyatakan variabel penelitian merupakan pengertian dari variable penelitian (Eristyani, 2019). B. Populasi dan Sampel Penelitian 1.Populasi Keseluruhan obyek yang diteliti atau keseluruhan unit obyek yang akan diteliti (Eristyani, 2019). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh data rekam medik pasien sirosis hati yang dirawat inap di Rumah Sakit. 16 2.Sampel Peneliti ingin menggunakan teknik non probability sampling, Sugiyono (2014:122) mengatakan bahwa teknik non probability sampling adalah teknik penarikan sampel yang tidak memberikan peluang bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih untuk menjadi sampel. Dan peneliti akan menggunakan teknik total sampling. Menurut Sugiyono (2014:124) mengatakan bahwa total sampling adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Maka berdasarkan uraian diatas teknik penarikan sampel yang digunakan sebagai penelitian adalah seluruh data rekam medik pada pasien Sirosis Hati di Rumah Sakit Umum Daerah Argamakmur pada bulan Januari – Desember di tahun 2021. 3.Bahan Penelitian. Bahan Penelitian ini adalah data rekam medik kesehatan (RMK), pasien sirosis hati yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Argamakmur, yang memenuhi kriteria inklusi pada periode 1 Januari sampai 31 Desember 2021. C. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Tempat penelitian ini dilakukan di RSUD Argamakmur 2. WaktuPenelitian Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan selama bulan November sampai Desember Tahun 2021 D. Instrumen dan Metode Pengumoulan Data Lembar pengumpul data, tabel induk, lembar data klinik dan data laboratorium pasien. 1. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian merupakan alat bantu bagi peneliti dalam mengumpulkan data. Instrumen dalam penelitian ini, data kuantitatif menggunakan alat ukur daftar tilik 17 yang datanya berasal dari resep Dokter yang memuat nama obat, jumlah, jenis sediaan, dosis sediaan dan aturan pakai. Menurut Sugiono (2011: 102), “instrumen adalah alat ukur yang digunakan dalam penelitian untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati”. Dalam penelitian kualitatif intrumen utamanya aalah peneliti sendiri, namun selanjutnya setelah fokus penelitian jelas, maka kemungkinan akan dikembangkan instrumen penelitian yang lain. 2. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : 1. Dilakukan identifikasi pada semua data pasien sirosis hati dengan spontaneus bacterial peritonitis (SBP) di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Argamakmur periode 1 Januari sampai 31 Desember 2021. 2. Dari RMK pasien dilakukan pemindahan dan dimasukkan dalam lembar pengumpulan data (LPD). 3. Direkapituasi pada tabel induk yang meliputi : a. Data demografi pasien ( nama pasien, jenis kelamin, berat badan ) b. Riwayat penyakit pasien c. Diagnosis, data laboratorium dan data klinik d. Terapi obat antibiotik golongan sefalosporin dan terapi obat lain yang diterima pasien sirosis hati dengan spontaneus bacterial peritonitis (SBP) terkait dengan dosis, rute, frekuensi dan lama pemberian 18 DAFTAR PUSTAKA 19