Uploaded by Zamharira Muslim

PROFIL PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN SIROSIS HATI DI RSUD ARGAMAKMUR (1)

advertisement
PROFIL PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN SIROSIS HATI DI RSUD
ARGAMAKMUR
PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH
Di ajukan untuk memenuhi salah satu syarat
Untuk mencapai gelar Ahli Madya Farmasi (A.Md.Farm)
OLEH :
JOY PRADANA SIBORO
NIM : P05150219065
JURUSAN DIII FARMASI
PROGRAM STUDI DIPLOMA III FARMASI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN BENGKULU
TAHUN 2021
HALAMAN PENGESAHAN
Proposal Karya Tulis Ilmiah dengan Judul :
PROFIL PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN SIROSIS HATI DI
RSUD ARGAMAKMUR
Yang Dipersiapkan dan Dipresentasikan Oleh :
JOY PRADANA SIBORO
P05150219065
Proposal KaryaTulis Ilmiah ini telah diperiksa dan disetujui
Untuk dipresentasikan dihadapan Tim Penguji
Poltekkes Kemenkes Bengkulu
Prodi D III Farmasi
Tanggal :...............................................
Oleh :
Dosen Pembimbing KaryaTulis Ilmiah
Pembimbing I
Avrilya Iqoranny., M.Pharm.Sci.,Apt
NIP. 198204212009032008
Pembimbing II
Zamharira Muslim., M.Farm., Apt
NIP. 198812012014021003
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini dengan
judul “PROFIL PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN SIROSIS HATI DI
RSUD ARGAMAKMUR”.
Dalam penyelesain Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bantuan baik
materil maupun moril dari berbagai pihak ,untuk itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Ibu Eliana, S.KM,selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Bengkulu
2. Bapak Sahidan,S.Sos.,M.Kes,selaku Ketua Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes
Kemenkes Bengkulu
3. Ibu Resva Meinisasti, M.Farm.,Apt selaku Ketua Program Studi Diploma III
Farmasi
4. Ibu Arilya Iqoranny S,S.Farm.Apt.,M.Pharm.Sci, Selaku Pembimbing Pertama yang
telah membimbing dan memberi semangat
5. Bapak Zamharira Muslim., M.Farm., Apt selaku Pembimbing Dua yang telah
membimbing dan memberi semangat
6. Ibu Krisyanella, M.Farm.,Apt Selaku Ketua Dewan Penguji
7. Ibu Heti Rais Khasanah, M.Sc., Apt Selaku Penguji Satu
8. Kedua orang tua dan keluarga tercinta yang selalu memberikan semangat dan
dukungan penuh untuk penulis
9. Para Sahabat yang selalu memberikan masukan dan tetap menyemangati penulis
10. Dan lain-lain yang tidak dapat disebut satu persatu.
Dalam penyusunan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini, penulis mengharapkan adanya
kritik dan saran yang bersifat membangun agar dapat membantu perbaikan dalam
penyusunan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini. Terima kasih.
Bengkulu, Oktober 2021
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ iii
BAB I ..................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN................................................................................................................................ 1
A.Latar Belakang.................................................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................................... 4
C. Tujuan masalah ................................................................................................................................ 4
D. Manfaat Penelitian .......................................................................................................................... 5
BAB II.................................................................................................................................................... 9
TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................................................... 9
A.Sirosis Hati ........................................................................................................................................ 9
B.Obat Sirosis Hati ............................................................................................................................ 11
C. Antibiotik Sirosis Hati .................................................................................................................. 14
BAB III ................................................................................................................................................ 16
METODOLOGI PENELITIAN ....................................................................................................... 16
A.Desain Metode ................................................................................................................................ 16
B.Variabel Penelitian ......................................................................................................................... 16
C.Populasi dan Sampel Penelitian.................................................................................................... 16
D.Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................................................................... 17
E.Instrumen dan Metode Pengumoulan Data ................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................ 19
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Sirosis hati adalah stadium lanjut dari fibrosis hati yang secara histologis didefinisikan
sebagai keberadaan nodul regeneratif yang dikelilingi oleh fibrosis luas (jaringan parut hati)
(Jimenez et al., 2018). Sirosis hati menyebabkan cedera difus pada hati yang ditandai oleh
fibrosis dan konversi arsitektur hati normal menjadi nodul abnormal secara struktural yang
menghasilkan peningkatan tekanan darah portal karena perubahan fibrotik dalam sinusoid
hepatik, perubahan kadar mediator vasodilator dan vasokonstriktor, serta peningkatan aliran
darah ke pembuluh darah splanknik. Hasil akhirnya adalah penghancuran hepatosit dan
penggantiannya oleh jaringan fibrosa (Dipiro et al., 2015) . Penyebab utama sirosis di Negara
maju adalah infeksi virus hepatitis C, penyalahgunaan alkohol dan penyakit hepar nonalkohol (Tsochatzis et al., 2014). Di Indonesia penyebab utama sirosis hepatis adalah
Hepatitis B (40%-50%) dan Hepatitis C (30%-40%) (Lovena et al., 2017). Penyebab utama
komplikasi dan kematian pada orang dengan sirosis hati adalah karena perkembangan
hipertensi portal yang signifikansecara klinis (gradien tekanan vena hepatik di timur 10
mmHg) (de Franchis, 2015). Negara Amerika Serikat mempunyai prevalesi transplatasi hati
sekitar 10% -15%, dari transplantasi hati dilakukan adalah untuk pasien dengan sirosis akibat
alkohol dan infeksi HCV (Ather et al., 2014).
Prevalensi sirosis menempati urutan ke-14 penyebab tersering kematian pada orang
dewasa di dunia (Lovena et al., 2017). Sirosis hati meningkatkan angka morbiditas dan
mortalitas di negara-negara maju. Keseluruhan mortalitas sirosis di dunia diperkirakan
1.030.000 penduduk per tahun. Sirosis hati merupakan penyebab keempat mortalitas di Eropa
Tengah, 170. 000 penduduk per tahun di Eropa, dan 33.539 penduduk per tahun di Amerika
(Tsochatzis et al., 2014). National Center for Health Statistics (NCHS) dan Centers for
1
Disease Control (CDC) memperkirakan bahwa pada tahun 2009 penyakit hati kronis dan
sirosis mewakili penyebab kematian ke-12 secara keseluruhan dan penyebab kematian ke
lima untuk pasien berusia 45 hingga 54 tahun (Scaglione et al., 2015).
Di Indonesia, belum ada data resmi nasional tentang sirosis hepatik. Namun dari beberapa
laporan rumah sakit umum pemerintah, prevalensi sirosis hepatik yang di rawat di bangsal
penyakit dalam umumnya berkisar antara 3,6 - 8 4 % di Jawa dan Sumatra, sedangkan di
Sulawesi dan Kalimantan di bawah 1%. Secara keseluruhan rata-rata prevalensi sirosis adalah
3,5 % dari seluruh pasien yang dirawat di bangsal penyakit dalam atau rata-rata 47,4 % dari
seluruh pasien penyakit hepar yang dirawat dengan perbandingan pria dan wanita adalah 2,1 :
1 dan usia rata-rata 44 tahun (Lovena et al., 2017).
Studi penelitian World Journal of Medical Sciences menyebutkan usia pasien Sirosis
hepatis disertai SBP berkisar dari 51 tahun hingga 65 tahun (ratarata 58,67 ± 6,8). Jumlah
laki-laki (66,7%) secara signifikan lebih tinggi daripada perempuan (33,3%) . Mengenai
manifestasi klinis yang diteliti pasien, temuan klinis yang paling umum adalah nyeri perut
(73,3%) ini bertepatan dengan Webster et al. yang menyatakan bahwa tanda klinis paling
signifikan untuk SBP adalah nyeri tekanan perut. Mengenai organisme yang diisolasi, dari 60
pasien untuk escherichia coli didapatkan pada 36 pasien (60%), staphylococcus koagulase
negatif pada 7 pasien (11,7%), citrobacter pada 7 pasien (11,7%), Klebsiella pada 4 pasien (
6,7%) proteus pada 2 pasien ( 3,3%), enterococci pada 2 pasien (3.3%) dan staphylococcus
koagulase positif pada 2 pasien (3,3%) (Zakria et al., 2016).
Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum adanya
gejala klinis nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinis
yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan
pada satu tingkat tidak terlihat perbedaannya secara klinis. Stadium awal sirosis sering tanpa
gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan
2
rutin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala yang terasakan badan terasa lemas, perut
terasa kembung, mual, penurunan berat badan ,terjadi impotensi. Bila sudah lanjut maka
terjadi sirosis dekompensata, gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi
kegagalan hati 2 dan hipertensi porta. Gejala klinisnya berupa gangguan pembekuan darah,
perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih benvarna seperti
teh pekat, muntah darah dan atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar
konsentrasi, bingung, agitasi Hal ini hanya dapat dibedakan melalui pemeriksaan biopsi hati
(Nurdjanah, 2011).
Antibiotik adalah obat yang berasal dari seluruh bagian tertentu dari suatu bakteri atau
mikroorganisme yang di gunakan untuk mengobati infeksi suatu bakteri. Selain
penggunaannya untuk melawan bakteri, penggunaanya pun juga membantu sistem pertahanan
alami tubuh untuk memusnakan bakteri tersebut (Hoan, 2015).
Terapi obat yang diberikan pada pasien sirosis hati dengan spontaneus bacterial peritonitis
(SBP), salah satunya antibiotik golongan sefalosporin yang merupakan antibiotik untuk
pencegahan infeksi dan salah satu terapi yang diperoleh pasien sirosis hati dengan spontaneus
bacterial peritonitis (SBP).
Sefotaksim termasuk sefalosporin generasi ketiga yang bersifat bakterisidal, membunuh
bakteri dengan mengganggu pembentukan dinding sel bakteri. Memiliki aktivitas
broadspectrum terhadap bakteri gram positif dan bakteri gram negatif (Pacifici dan Marchini,
2017). Memiliki penetrasi cairan asites yang sangat baik dan mencapai sterilisasi dalam 94%
kasus setelah pemberian antibiotik awal. Efikasi pengobatan dan resolusi klinis dengan
sefotaksim 4 g / hari berkisar antara 77% hingga 98%. Dosis yang lebih tinggi, yaitu 8 g / hari
belum memberikan keuntungan terapeutik. Sefotaksim (3 x 2 g ) iv dianggap sebagai rejimen
standar dan rekomendasi pedoman saat ini yang diajukan oleh AASLD (American
Association for the Study of Liver Diseases) (Maeda et al., 2012). Pada penelitian yang
3
dilakukan oleh Hamdy et al (2015) pada 50 pasien yang terdiagnosa SBP diberikan terapi
sefotaksim (3 x 2 g ) iv selama 5 hari pengobatan, didapatkan hasil bahwa efektifitas
sefotaskim dalam mengobati SBP pada pasien di Mesir telah menurun dan tingkat kegagalan
mencapai (66%) dan organisme terisolasi kebanyakan in vitro sensitif terhadap amikacin dan
sefotaksim tidak sensitif terhadap organisme dalam kultur dan sensitivitas in vitro. Kegagalan
sefotaksim mungkin disebabkan oleh fakta bahwa organisme yang terisolasi resisten terhadap
sefotaksim atau mampu menurunkan spektrum luas sfalosporin seperti E.coli penghasil
ESBL. Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Purohit et al (2014) didapatkan hasil bahwa
71 pasien yang terdiagnosa SBP diberikan terapi sefotaksim (2 x 2 g) iv selama 5 hari. Dari
total 71 kasus , 66 (93%) kasus SBP sembuh sebagaimana ditentukan oleh kultur cairan asites
yang dilakukan setelah 5 hari pengobatan dan evaluasi klinis harian dan perbaikan gejala.
Terdapat perbedaan dalam keberhasilan terapi sefotaksim pada pasien sirosis hati dengan
SBP pada penelitian yang telah dilakukan Hamdy et al (2015) dan Purohit et al (2014).
Maka diperlukan melakukan penelitian tentang pola penggunaan obat antibiotik di Rumah
Sakit Umum Daerah Argamakmur. Hal ini dilakukan untuk menunjang pengobatan yang
rasional dan optimal terhadap pasien sirosis hati dengan SBP. Penelitian ini diharapkan
mampu meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit Umum Daerah
Argamakmur yang merupakan rumah sakit umum daerah terakreditasi milik pemerintah di
Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana penggunaan antibiotik pada pasien sirosis hati yang menjalani rawat inap di
RSUD Argamakmur?
C. Tujuan masalah
Untuk mengetahui tentang penggunaan antibiotik pada pasien sirosis hati yang menjalani
rawat inap di RSUD Argamakmur?
4
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi atau acuan bagi penelitian
yang lain yang berkaitan pada profil penggunaan antibiotik pada pasien sirosis hati yang
menjalani rawat inap di rsud argamakmur.
2. Manfaat praktis
a. Bagi Rumah Sakit
Dapat mengetahui bagaimana profil penggunaan antibiotik pada pasien sirosis hati yang
menjalani rawat inap di rumah sakit.
b. Bagi Peneliti
Peneltian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pengalaman belajar dalam kegiatan
peneitian, dan meningkatkan pengetahuan mengenai profil penggunaan antibiotik pada pasien
sirosis hati yang menjalani rawat inap di rumah sakit.
c. Bagi Institusi
Dapat dijadikan sebagai referensi terkait dengan profil penggunaan antibiotik pada pasien
sirosis hati di rumah sakit dan dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya.
E. Keaslian Penelitian
Sejauh pengetahuan penulis, penelitian tentang profil penggunaan antibiotik pada pasien
sirosis hati yang menjalani rawat inap. Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai
seluruh organ hati ditandai dengan dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan
tersebut terjadi karena infeksi akut dengan virus hepatitis dimana terjadi peradangan sel hati
yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi ini menyebabkan terbentuknya
banyak jaringan ikat dan regenerasi noduler dengan berbagai ukuran yang di bentuk oleh sel
prenkim hati yang masih sehat akibatnya bentuk hati yang normal akan berubah di sertai
5
terjadinya penekanan pada pembuluh darah dan tergantungnya aliran darah vena porta yang
akhirnya menyebabkan hipertensi portal. Pada sirosis dini biasanya hati membesar, teraba
kenyal, tepi tumpul, dan terasa nyeri bila di tekan.
Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum adanya
gejala klinis nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinis
yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan
pada satu tingkat tidak terlihat perbedaannya secara klinis. Stadium awal sirosis sering tanpa
gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan
rutin atau karena kelainan penyakit lain. (Nurdjanah, 2011).
N
O
Judul Penelitian
1.
STUDI
Nama Peneliti
Jenis
Penelitian
Variabel
Penelitian
LAILATUL
Lokasi
dan
Waktu
Penelitian
Sidoarjo
Retrospekti
pasien sirosis
PENGGUNAAN
RAMADHANIA
2020
f
hati
ANTIBIOTIK
H
dengan
spontaneus
SEFALOSPORI
bacterial
N PADA
peritonitis
PASIEN
(SBP)
SIROSIS HATI
Rumah
DENGAN
Umum Daerah
SPONTANEOUS
Sidoarjo, yang
BACTERIAL
memenuhi
PERITONITIS
kriteria inklusi
(SBP) DI RSUD
pada periode 1
SIDOARJO
Januari sampai
31
di
Sakit
Desember
2019.
2.
STUDI
PENGGUNAAN
SEFOTAKSIM
PADA
MALANG
2019
MUHAMAD
ANDRIYANTO
FIRDAUS
Deskriptif
pasien
yang
didiagnosis
sirosis hepatik
PASIEN
6
SIROSIS
HATI
DENGAN
dengan
SBP
SBP
(spontaneous
(Spontaneous
bacteri
Bacterial Peritonitis)
peritoneum)
(Penelitian
dan melakukan
Dilakukan di RSUD
Dr. Saiful Anwar
pengobatan di
Malang).
RSUD
Dr.
Saiful Anwar
Malang
Jawa
Timur
pada
periode waktu
Januari 2016 –
Desember
2018
3.
TUDI
RIZKI NURHIDAYAH
Malang,
Lamonga
n 2016
Deskriptif
pola
penggunaan
antibiotik
golongan
sefalosporin
pada
pasien
sirosis
hati
dengan SBP di
Rumah
Sakit
Muhammadiya
h Lamongan
VITA WULANDARI
Jember
2009
Deskriptif
Penggunaan
PENGGUNAAN
ANTIBIOTIK
GOLONGAN
SEFALOSPORI
N PADA
PASIEN
SIROSIS HATI
DENGAN
SPONTANEUS
BACTERIAL
PERITONITIS
(SBP) (Penelitian
di Rumah Sakit
Muhammadiyah
Lamongan)
4.
STUDI
PENGGUNAAN
7
Obat
Pada
OBAT
PADA
Pasien Rawat
PASIEN
Inap
RAWAT
INAP
Dengan
Diagnosa
DENGAN
Sirosis
DIAGNOSA
Hepatik
Di
SIROSIS
RSD
dr.
HEPATIK
di
RSD
Soebandi
Dr.
Jember Tahun
Soebandi Jember
2009
Tahun 2009
5.
POLA
1. Devi Sartika1
Pontianak
PENGGUNAAN
2. M. Akib Yuswar
2019
ANTIBIOTIK
3. Ressi Susanti
PADA
pasien sirosis
hati
dengan
hematemesis
PASIEN
SIROSIS
Deskriptif
melena selama
HATI
periode
DENGAN
Januari 2018-
HEMATEMESIS
Desember
MELENA
DI
2018 sebanyak
RUMAH SAKIT
25 pasien yang
UNIVERSITAS
menjalani
TANJUNGPURA
rawat inap di
KOTA
Rumah
PONTIANAK
Universitas
Sakit
Tanjungpura
kota Pontianak
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.Sirosis Hati
Sirosis hati adalah stadium lanjut dari fibrosis hati yang secara histologis didefinisikan
sebagai keberadaan nodul regeneratif yang dikelilingi oleh fibrosis luas (jaringan parut hati)
(Jimenez et al., 2018). Sirosis hati menyebabkan cedera difus pada hati yang ditandai oleh
fibrosis dan konversi arsitektur hati normal menjadi nodul abnormal secara struktural yang
menghasilkan peningkatan tekanan darah portal karena perubahan fibrotik dalam sinusoid
hepatik, perubahan kadar mediator vasodilator dan vasokonstriktor, serta peningkatan aliran
darah ke pembuluh darah splanknik. Hasil akhirnya adalah penghancuran hepatosit dan
penggantiannya oleh jaringan fibrosa (Dipiro et al., 2015) . Penyebab utama sirosis di Negara
maju adalah infeksi virus hepatitis C, penyalahgunaan alkohol dan penyakit hepar nonalkohol (Tsochatzis et al., 2014). Di Indonesia penyebab utama sirosis hepatis adalah
Hepatitis B (40%-50%) dan Hepatitis C (30%-40%) (Lovena et al., 2017). Penyebab utama
komplikasi dan kematian pada orang dengan sirosis hati adalah karena perkembangan
hipertensi portal yang signifikansecara klinis (gradien tekanan vena hepatik di timur 10
mmHg) (de Franchis, 2015). Negara Amerika Serikat mempunyai prevalesi transplatasi hati
sekitar 10% -15%, dari transplantasi hati dilakukan adalah untuk pasien dengan sirosis akibat
alkohol dan infeksi HCV (Ather et al., 2014).
Sirosis memiliki beberapa penyebab. Secara geografis etiologi sirosis hati di negaranegara barat yang paling sering terjadi meliputi konsumsi alkohol, hepatitis C, dan penyakit
hati lemak non alkoholik (NAFLD). Sedangkan untuk wilayah Asia-Pasifik utamanya
disebabkan oleh hepatitis B. Etiologi lain dari sirosis hati yaitu penyakit bawaan seperti
hemokromatosis dan penyakit wilson, sirosis bilier primer, primary sclerosing cholangitis,
dan hepatitis autoimun. Beberapa kasus sirosis hati bersifat idiopatik atau kriptogenik (Zhou,
9
et al., 2014). Di Amerika Serikat konsumsi alkohol berlebihan, virus hepatitis kronis (jenis B
dan C) adalah penyebab paling umum (Dipiro et al., 2015).
Sirosis didefinisikan sebagai suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang di tandai dengan distorsi arisitektur hepar
dan pembentukan nodul regeneratif. Pada pasien sirosis hati dapat mengalami berbagai
komplikasi diantaranya perdarahan GI dan SBP. Perdarahan GI dapat di tandai sebagai
hematemesis dengan atau tanpa melena yang merupakan salah satu faktor resiko utama
infeksi bakteri pada sirosis hati. Pasien ini rentan terhadap infeksi karena gangguan barier
mukosa usus. Antibiotik profilaksis yang di berikan pada pasien sirosis hepatik dengan HM
secara signifikan dapat mengurangi infeksi bakteri, mortalitas karena infeksi bakteri dan lama
perawatan di rumah sakit. SBP merupakan komplikasi yang serius dan umum terjadi pada
pasien sirosis dan ascites. Pilihan terapi antibiotik empiris yang di berikan untuk SBP adalah
sefalosporin generasi ketiga (sefatoksim, seftriakson) dan amoksisilin-asam klavulanat.
Terapi antibiotik pada pasien sirosis harus digunakan dengan hati hati karena rentan terjadi
resistensi bakteri dan beberapa antibiotik cenderung menyebabkan kerusakan hepar dan
ginjal. Penyesuaian dosis harus di pertimbangkan pada pasien dengan gangguan hepar
terutama antibiotik yang mengalami metabolisme fase 1 ikatannya dengan protein tinggi, atau
yang memiliki frekuensi tinggi hepatotoksisitas.
Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum adanya
gejala klinis nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinis
yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan
pada satu tingkat tidak terlihat perbedaannya secara klinis. Stadium awal sirosis sering tanpa
gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan
rutin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala yang terasakan badan terasa lemas, perut
terasa kembung, mual, penurunan berat badan ,terjadi impotensi. Bila sudah lanjut maka
10
terjadi sirosis dekompensata, gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi
kegagalan hati 2 dan hipertensi porta. Gejala klinisnya berupa gangguan pembekuan darah,
perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih benvarna seperti
teh pekat, muntah darah dan atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar
konsentrasi, bingung, agitasi Hal ini hanya dapat dibedakan melalui pemeriksaan biopsi hati
(Nurdjanah, 2009).
B.Obat Sirosis Hati
Antibiotik adalah obat yang berasal dari seluruh bagian tertentu dari suatu bakteri atau
mikroorganisme yang di gunakan untuk mengobati infeksi suatu bakteri. Selain
penggunaannya untuk melawan bakteri, penggunaanya pun juga membantu sistem pertahanan
alami tubuh untuk memusnakan bakteri tersebut (Hoan, 2015).
Sefotaksim termasuk sefalosporin generasi ketiga yang bersifat bakterisidal, membunuh
bakteri dengan mengganggu pembentukan dinding sel bakteri. Memiliki aktivitas
broadspectrum terhadap bakteri gram positif dan bakteri gram negatif (Pacifici dan Marchini,
2017). Memiliki penetrasi cairan asites yang sangat baik dan mencapai sterilisasi dalam 94%
kasus setelah pemberian antibiotik awal. Efikasi pengobatan dan resolusi klinis dengan
sefotaksim 4 g / hari berkisar antara 77% hingga 98%. Dosis yang lebih tinggi, yaitu 8 g / hari
belum memberikan keuntungan terapeutik. Sefotaksim (3 x 2 g ) iv dianggap sebagai rejimen
standar dan rekomendasi pedoman saat ini yang diajukan oleh AASLD (American
Association for the Study of Liver Diseases) (Maeda et al., 2012). Pada penelitian yang
dilakukan oleh Hamdy et al (2015) pada 50 pasien yang terdiagnosa SBP diberikan terapi
sefotaksim (3 x 2 g ) iv selama 5 hari pengobatan, didapatkan hasil bahwa efektifitas
sefotaskim dalam mengobati SBP pada pasien di Mesir telah menurun dan tingkat kegagalan
mencapai (66%) dan organisme terisolasi kebanyakan in vitro sensitif terhadap amikacin dan
sefotaksim tidak sensitif terhadap organisme dalam kultur dan sensitivitas in vitro. Kegagalan
11
sefotaksim mungkin disebabkan oleh fakta bahwa organisme yang terisolasi resisten terhadap
sefotaksim atau mampu menurunkan spektrum luas sfalosporin seperti E.coli penghasil
ESBL. Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Purohit et al (2014) didapatkan hasil bahwa
71 pasien yang terdiagnosa SBP diberikan terapi sefotaksim (2 x 2 g) iv selama 5 hari. Dari
total 71 kasus , 66 (93%) kasus SBP sembuh sebagaimana ditentukan oleh kultur cairan asites
yang dilakukan setelah 5 hari pengobatan dan evaluasi klinis harian dan perbaikan gejala.
Terdapat perbedaan dalam keberhasilan terapi sefotaksim pada pasien sirosis hati dengan
SBP pada penelitian yang telah dilakukan Hamdy et al (2015) dan Purohit et al (2014).
Antibiotik digunakan harus mencakup semua kuman yang umum bertanggung jawab
untuk SBP. Bakteri gram negatif menjadi penyebab hampir 80%, terutama Escherichia coli
dan Klebsiella pneumoniae. Sisanya 20% hasil dari Gram-positif aerob, terutama
Streptococcus dan enterococci (Barreales et al, 2011). Sefalosporin generasi ketiga dianggap
sebagai terapi antibiotik pertama pada SBP (Piano et al, 2015). Beberapa antibiotika
golongan sefalosporin generasi ketiga adalah cefoperazone, cefotaxime, ceftriaxone,
ceftazidime, cefdinir, ceftributen (Sweetman, 2009). Sefalosporin generasi ketiga memiliki
spektrum yang luas, relatif aman dan ditoleransi dengan baik dianggap untuk pengobatan
pada pasien SBP, sementara Amoksisilin /klavulanat, fluoroquinolon atau Piperacillin /
Tazobactam diirekomendasikan sebagai alternatif (Bibi et al, 2015).
a) Hepatik protektor digunakan untuk memperlambat kerusakan sel hati. Obat hepatik
protektor yang digunakan pada pasien sirosis rawat inap adalah curcuma (8,82%),
Stronger Neo Minophagen-C (SNMC) (2,11%), aminofusin hepar (0,84%), HepaMerz® (0,84%), Hepamax® (0,42%) dan Urdafalk® (0,84%).
b) Urdafalk® (Ursodeoxycholic acid) digunakan sebagai hepatoprotektor sekaligus
imunomodulator adalah obat yang banyak digunakan dalam pengobatan gangguan
hati kolestatik. Multivitamin dan mineral digunakan sebagai terapi penunjang pada
12
pasien hepatitis dan penyakit hati lainnya. Biasanya penyakit hati menimbulkan gejala
seperti malaise, lemah dan lain-lain sehingga pasien memerlukan suplemen vitamin
dan mineral.
c) Spontan Bacterial Peritonitis (SBP) merupakan infeksi cairan peritoneal pada pasien
sirosis yang disebabkan oleh bakteri Escherichia coli atau Klebsiella sp. antibiotik
yang paling banyak digunakan pada pasien sirosis dengan komplikasi SBP adalah
antibiotik golongan sefalosforin generasi ketiga yaitu sefotaksim (7,14%), seftriakson
(2,52%), sefiksim (0,42%), Siprofloksasin (0,42%), dan neomisin (0,42%).
Sefalosporin menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan mekanisme serupa
dengan penisilin. Sefotaksim atau seftriakson merupakan antibiotika pilihan pertama
untuk pengobatan empiris pada pasien sirosis dengan SBP atau infeksi bakteri
lainnya.
d) Obat saluran pencernaan sering diberikan kepada pasien sirosis hati, bertujuan untuk
mencegah komplikasi pada pasien dengan varises lambung atau perdarahan lambung.
Obat tukak lambung yang sering diberikan seperti antasida, simetidin, ranitidin,
Proton Pump Inhibitor (PPI), metoklopramid, dan ondansetron, efektif dalam
menekan sekresi asam lambung, tetapi pada pasien tertentu seperti pasien sirosis hati
dapat menyebabkan penurunan metabolisme presistemik, ketika obat masuk dalam
saluran pencernaan, obat pecah terlebih dahulu dan memberikan efek sebelum
dimetabolisme di hati.
e) Proton Pump Inhibitor (PPI) yang diberikan pada pasien seperti omeprazol (4,20%),
lanzoprazol (1,68%). PPI ini diberikan dengan tujuan untuk mencegah komplikasi
esophagus. Selain PPI, untuk profilaksis stress ulcer dapat diberikan antagonis
reseptor H2 seperti ranitidin (7,14%). Sebanyak (5,46%) pasien juga diberikan
sukralfat. Terapi ini bertujuan untuk menyembuhkan ulkus esophagus. Proton Pump
13
Inhibitor (PPI) dan H2-Reseptor antagonists (H2RAs) yang paling umum digunakan
untuk penekanan sekresi asam lambung. Metronidazol (1,68%) merupakan golongan
nitroimidazol yang digunakan pada pasien sirosis. Obat ini dimetabolisme di hepar
dan dapat terakumulasi pada pasien dengan gangguan hepar. Antifibrinolitik seperti
Kalnex® (traneksamat acid) juga diberikan pada pasien (0,42%). Asam traneksamat
dapat mengurangi perdarahan saluran cerna atas dan menstabilkan pasien sebelum
perawatan endoskopik.
C. Antibiotik Sirosis Hati
Antibiotik yang paling banyak digunakan pada pasien sirosis hepatik adalah golongan
sefalosporin yaitu sefotaksim sebesar 62,74% dan ceftriaxone sebesar 29,42%. Mekanisme
kerja antibiotik golongan sefalosporin ini dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri
sehingga menghambat perkembangbiakan dan menimbulkan lisis (Lisniawati, 2012).
Penggunaan antibiotik ceftriaxone untuk pengobatan SBP dalam uji klinis dengan dosis
yang digunakan telah baik 2 x 1 g atau 1 x 2 g diberikan secara intravena selama 3 sampai 10
hari. Ceftriaxone sering diberikan pada 1 g sehari. Adapun keunggulan ceftriaxone di
bandingkan dengan golongan antibiotik lainnya adalah : ceftriaxone tergolong dalam
antibiotik beta laktam merupakan antibiotik yang bermanfaat dan sering diresepkan oleh
dokter, bersifat lipofilik, memiliki pasangan elektron bebas, sehingga dapat dengan mudah
menembus membrane barrier, memiliki struktur umum dan mekanisme kerja yang sama yaitu
menghambat sintesis peptidoglikan dinding sel bakteri, baik bakteri gram positif maupun
bakteri gram negatif, jarang menimbulkan resistensi, selain itu juga karena harganya relatif
murah sehingga banyak digunakan untuk pengobatan SBP. Ceftriaxone merupakan golongan
sefalosporin yang mempunyai spektrum luas dengan waktu paruh eliminasi panjang antara
5,8 dan 8,7 jam antara 33 dan 67 persen dosis diekskresikan dalam urin, dan sisanya disekresi
dalam empedu dan akhirnya ditemukan dalam kotoran senyawa yang mikrobiologis tidak
14
aktif. Dilihat dari struktur kimianya, ceftriaxone memiliki rantai samping yang lebih aktif dan
stabil dalam menghambat serta membunuh mikroorganisme gram positif dan gram negatif.
Ceftriaxone juga sangat stabil terhadap enzim beta laktamase yang dihasilkan oleh bakteri.
Pasien yang telah melewati episode SBP berkemungkinan besar untuk mengalami SBP
kambuhan (sekitar 70% dalam 1 tahun). Pemberian norfloksasin secara oral dengan dosis 400
mg/hari memberikan hasil signifikan lebih rendah dalam rekurensi terutama dari bakteri
gram-negatif. Oleh karena itu, perlu pemberian antibiotik profilaksis untuk mencegah
kekambuhan SBP. Pemberian kuinolon secara mingguan tidak direkomendasikan karena
kurang efektif mencegah kekambuhan SBP dan dikaitkan dengan resisten dari kuinolon itu
sendiri. Profilaksis diberikan secara terus menerus sampai asites hilang, pasien melakukan
transplantasi hati, atau kematian (Garcia-Tsao, 2018). Penatalaksanaan pada pasien dengan
riwayat SBP yaitu diberikan norfloksasin sebagai profilaksis untuk selektif dekontaminasi
usus. Profilaksis juga dapat diberikan pada pasien tanpa riwayat SBP jika kadar protein
asitesnya rendah.
Antibiotik digunakan harus mencakup semua kuman yang umum bertanggung jawab
untuk SBP. Bakteri gram negatif menjadi penyebab hampir 80%, terutama Escherichia coli
dan Klebsiella pneumoniae. Sisanya 20% hasil dari Gram-positif aerob, terutama
Streptococcus dan enterococci (Barreales et al, 2011). Sefalosporin generasi ketiga dianggap
sebagai terapi antibiotik pertama pada SBP (Piano et al, 2015). Beberapa antibiotika
golongan sefalosporin generasi ketiga adalah cefoperazone, cefotaxime, ceftriaxone,
ceftazidime, cefdinir, ceftributen (Sweetman, 2009). Sefalosporin generasi ketiga memiliki
spektrum yang luas, relatif aman dan ditoleransi dengan baik dianggap untuk pengobatan
pada pasien SBP, sementara Amoksisilin /klavulanat, fluoroquinolon atau Piperacillin /
Tazobactam diirekomendasikan sebagai alternatif (Bibi et al, 2015).
15
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Metode
Penelitian ini termasuk jenis penelitian observasional menggunakan rancangan studi
potong lintang (cross sectional) yang bersifat deskriftip. Pengumpulan data dilakukan secara
retrospektif dengan menggunakan data rekam medik pasien sirosis hati yang dirawat inap di
Rumah Sakit . (Devi Sartika. 2018)
Proses pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah pasien sirosis hati selama periode
Januari 2021- Desember 2021 pada pasien yang menjalani rawat inap di RSUD Argamakmur.
Melalui penelitian ini, hasilnya dapat menjadi sumber informasi kepada para praktisi
kesehatan dan masyarakat umum serta dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan
penelitian lanjutan dengan variable yang berbeda.
A. Variabel Penelitian
Melibatkan faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti baik
segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian, atau dapat pula dinyatakan
variabel penelitian merupakan pengertian dari variable penelitian (Eristyani, 2019).
B. Populasi dan Sampel Penelitian
1.Populasi
Keseluruhan obyek yang diteliti atau keseluruhan unit obyek yang akan diteliti (Eristyani,
2019). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh data rekam medik pasien sirosis hati yang
dirawat inap di Rumah Sakit.
16
2.Sampel
Peneliti ingin menggunakan teknik non probability sampling, Sugiyono (2014:122)
mengatakan bahwa teknik non probability sampling adalah teknik penarikan sampel yang
tidak memberikan peluang bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih untuk
menjadi sampel. Dan peneliti akan menggunakan teknik total sampling. Menurut Sugiyono
(2014:124) mengatakan bahwa total sampling adalah teknik penentuan sampel bila semua
anggota populasi digunakan sebagai sampel. Maka berdasarkan uraian diatas teknik
penarikan sampel yang digunakan sebagai penelitian adalah seluruh data rekam medik pada
pasien Sirosis Hati di Rumah Sakit Umum Daerah Argamakmur pada bulan Januari –
Desember di tahun 2021.
3.Bahan Penelitian.
Bahan Penelitian ini adalah data rekam medik kesehatan (RMK), pasien sirosis hati yang
menjalani rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Argamakmur, yang memenuhi
kriteria inklusi pada periode 1 Januari sampai 31 Desember 2021.
C. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian ini dilakukan di RSUD Argamakmur
2. WaktuPenelitian
Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan selama bulan November sampai Desember Tahun
2021
D. Instrumen dan Metode Pengumoulan Data
Lembar pengumpul data, tabel induk, lembar data klinik dan data laboratorium pasien.
1. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat bantu bagi peneliti dalam mengumpulkan data.
Instrumen dalam penelitian ini, data kuantitatif menggunakan alat ukur daftar tilik
17
yang datanya berasal dari resep Dokter yang memuat nama obat, jumlah, jenis
sediaan, dosis sediaan dan aturan pakai. Menurut Sugiono (2011: 102), “instrumen
adalah alat ukur yang digunakan dalam penelitian untuk mengukur fenomena alam
maupun sosial yang diamati”. Dalam penelitian kualitatif intrumen utamanya aalah
peneliti sendiri, namun selanjutnya setelah fokus penelitian jelas, maka kemungkinan
akan dikembangkan instrumen penelitian yang lain.
2. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
1. Dilakukan identifikasi pada semua data pasien sirosis hati dengan spontaneus
bacterial peritonitis (SBP) di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah
Argamakmur periode 1 Januari sampai 31 Desember 2021.
2. Dari RMK pasien dilakukan pemindahan dan dimasukkan dalam lembar
pengumpulan data (LPD).
3. Direkapituasi pada tabel induk yang meliputi :
a. Data demografi pasien ( nama pasien, jenis kelamin, berat badan )
b. Riwayat penyakit pasien
c. Diagnosis, data laboratorium dan data klinik
d. Terapi obat antibiotik golongan sefalosporin dan terapi obat lain yang diterima
pasien sirosis hati dengan spontaneus bacterial peritonitis (SBP) terkait dengan dosis,
rute, frekuensi dan lama pemberian
18
DAFTAR PUSTAKA
19
Download