Nama : Muhammad Akbar Rafsanjani NPM : 2106654170 Program : Paralel MENINJAU INTERVENSI ASING AMERIKA SERIKAT DAN RUSIA DARI PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL ABSTRAK Pasca perang dunia kedua dan selama perang dingin bahkan hingga masa kini, negara-negara adidaya seperti Amerika Serikat dan Rusia sering melaksanakan intervensi di berbagai belahan dunia ini, dengan justifikasi melindungi kepentingan mereka di luar wilayahnya, Amerika Serikat melakukan intervensi di berbagai benua yang bisa dibilang jauh dari Amerika Serikat dengan skala yang berbedabeda, seperti intervensi di Asia, di Eropa, di Timur Tengah, bahkan dalam negaranegara Amerika Selatan dan Amerika Utara pun tidak luput dari intervensi yang dilakukan Amerika, mulai dari intervensi di perang saudara Republik Dominika, invasi Grenada serta invasi di Panama.1 sementara Rusia di zaman sekarang terlihat melaksanakan berbagai intervensi di berbagai wilayah juga, terlihat dengan Rusia yang baru baru saja mengintervensi urusan dalam negeri Ukraina dalam perkara pemisahan diri Krimea,2 serta dengan meningkat drastisnya keterlibatan pasukan militer Rusia di Suriah dan Afrika.3 4 Intervensi-intervensi yang dilakukan oleh Amerika Serikat, Rusia, maupun negara manapun pada permasalahan internal suatu negara ini perlu ditinjau secara langsung melalui perspektif Hukum Internasional, hal ini dikarenakan Intervensi merupakan pelanngaran hak masing-masing negara untuk berdaulat yang secara Hukum Internasional merupakan hal yang tidak dibenarkan kecuali terdapat pengecualian oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa.5 Dikarenakan dalam praktiknya, intervensi seringkali dilaksanakan tanpa mendapat persetujuan PBB terlebih dahulu (seperti pada kasus invasi Panama),6 maka timbul pertanyaan, bagaimana pertanggungjawaban negara-negara ini di mata Hukum Internasional. 1 Sandra W. Meditz and Dennis M. Hanratty. Panama: A Country Study. Washington: GPO for the Library of Congress, 1987 2 Britannica. “Ukraine - the Crisis in Crimea and Eastern Ukraine | Britannica.” In Encyclopædia Britannica, 2021. https://www.britannica.com/place/Ukraine/The-crisis-in-Crimea-and-easternUkraine. 3 Paul, Stronski. “Late to the Party: Russia’s Return to Africa.” Carnegie Endowment for International Peace. Carnegie Endowment for International Peace, October 16, 2019. https://carnegieendowment.org/2019/10/16/late-to-party-russia-s-return-to-africa-pub-80056. 4 Samuel, Charap, Elina Treyger, and Edward Geist. “Understanding Russia’s Intervention in Syria.” Rand.org. RAND Corporation, October 31, 2019. https://www.rand.org/pubs/research_reports/RR3180.html. 5 Ardiyah, Leatemia, “INTERVENSI PIHAK ASING DALAM PENYELESAIAN KONFLIK INTERNAL SUATU NEGARA MENURUT HUKUM INTERNASIONAL,” Lex et Societatis Volume 1, no. 4 (2013). 6 Carl T, Bogus. “The Invasion of Panama and the Rule of Law.” The International Lawyer 26, no. 3 (1992): 781–87. http://www.jstor.org/stable/40706992. A. PENDAHULUAN Sebelum Perang Dunia kedua dan Perang Dingin, baik Amerika Serikat dan Uni Soviet (sekarang Federasi Rusia) tadinya merupakan negara yang seringkali dianggap tertutup, bahkan lebih memilih untuk tidak ikut campur dalam urusan dalam negeri negara lain, kedua negara ini seakanakan berubah menjadi negara adidaya yang campur tangan dalam urusan negara lain dengan tujuan menjaga pengaruh serta kepentingan mereka di luar wilayahnya, hal ini terlihat jelas di masa-masa perang dingin, baik Amerika Serika dan Uni Soviet melaksanakan banyak intervensi dan campur tangan di berbagai wilayah dunia, intervensi yang dilaksanakannya pun bermacam-macam skalanya, mulai dari dengan mengambil advisory role, melaksanakan intelejen dan sabotase, hingga bahkan perang skala penuh dan penggulingan pemerintahan asing yang dianggap tidak pro terhadap satu pihak tertentu. Akhir-akhir ini pun Amerika Serikat juga mengeluarkan peraturanperaturan yang mendapat banyak backlash karena dianggap melanggar kedaulatan banyak negara, peraturan seperti CAATSA (Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act), CAATSA yang dikeluarkan dikarenakan intervensi Rusia dalam pemilihan umum 2016 di Amerika Serikat serta keterlibatan dan pendudukan Rusia di Krimea dianggap melanggar kedaulatan banyak negara dikarenakan mengancam negara yang ingin melaksanakan transaksi, terutama jual-beli sistem senjata dengan Federasi Rusia dengan sanksi ekonomi pada negara-negara yang memiliki hubungan sejarah yang panjang dengan Rusia seperti India, dan bahkan Indonesia. Selain daripada Amerika Serikat, Federasi Rusia pun akhir-akhir ini mulai gencar melaksanakan intervensi-intervensi mereka sendiri, mulai dari intervensinya di pemisahan dan akhirnya aneksasi terhadap Krimea, hingga sekarang dengan aktifnya pasukan Rusia mengintervensi secara militer baik di Suriah dan di Afrika, hal ini terlihat dari meningkatnya presensi Grup Wagner, suatu organisasi militer swasta milik Rusia didalam konflik-konflik internal negara lain seperti di pemisahan Krimea dari Ukraina, perang saudara di Suriah, dan di Mali. Hal-hal seperti ini membuat intervensi-intervensi harus ditinjau secara perspektif Hukum Internasional Publik, kebijakan-kebijakan asing Amerika Serikat seringkali merupakan pelanggaran terhadap hak masingmasing negara untuk berdaulat. Tulisan ini bertujuan untuk memberi pengetahuan mengenai kebijakan kebijakan intervensionis Amerika Serikat, tulisan ini selain menganalisa lebih lanjut bagaimana kebijakan-kebijakan luar negeri Amerika Serikat yang seringkali dianggap intervensionis dan tidak mengindahkan hak masing-masing negara untuk berdaulat, jika ditinjau dari perspektif Hukum Internasional, juga akan membahas dari perspektif historis tentang asal muasal kebijakan-kebijakan ini. Pada tulisan ini, setelah Pendahuluan akan dilanjutkan dengan Tinjauan Pustaka. Setelah Tinjauan Pustaka akan dilanjutkan dengan bagian pembahasan yang membahas mengenai apa yang dimaksud dengan intervensi lalu selanjutnya membahas mengenai tindakan-tindakan intervensi yang dilakukan baik oleh Amerika maupun Rusia secara lebih lanjut serta membahas aspek legalitas dari intervensi dalam urusan internal negara lain secara umum dibahas melalui perspektif Hukum Internasional, dan selanjutnya membahas bagaimana tindakan-tindakan intevensi ini merupakan pelanggaran kedaulatan serta menanyakan dan menjawab pertanyaan tentang apakah intervensi selalu merupakan hal yang buruk? dan di bagian akhir akan dirangkum bersama dengan kesimpulan dan dibubuhkannya kalimat penutup. Penulis mengambil beberapa studi serta jurnal sebagai bahan perbandingan serta evaluasi terhadap relevansi tulisan penulis, seperti Panama: A Country Study oleh Sandra W. Meditz and Dennis M. Hanratty, tulisan ini penulis ambil dikarenakan tulisan ini menggabarkan kondisi negara yang menjadi korban intervensi Amerika Serikat, penulis memilih Panama sebagai contoh dikarenakan Panama merupakan tetangga dari Amerika Serikat, hal ini menggambarkan willingness Amerika Serikat untuk melakukan segala cara untuk memaksakan kehendaknya ke negara lain sekali pun itu merupakan negara tetangganya, selain itu, dalam memahami bagaimana perkembangan bentuk intervensi yang dilakukan oleh Federasi Rusia kepada negara lain, penulis mengambil tulisan dari Britannica yang berjudul “Ukraine - the Crisis in Crimea and Eastern Ukraine” untuk mengerti bagaimana kondisi krisis di Ukraina Timur serta di Krimea terutama dengan adanya intervensi Rusia, selain daripada itu, untuk mengetahui bentuk intervensi Rusia di daerah yang jauh dari wilayahnya, penulis mengambil tulisan Paul Stronski yang berjudul “Late to the Party: Russia’s Return to Africa” serta tulisan dari Samuel Charap, Elina Treyger, dan Edward Geist yang berjudulkan “Understanding Russia’s Intervention in Syria” dalam memberikan perspektif baru dalam memahami bagaimana Rusia melaksanakan intervensinya terutama di wilayah Afrika dan Timur Tengah. Peninjauan topik intervensi membuat penulis sampai ke kesimpulan bahwa terdapat beberapa masalah yang teridentifikasi, antara lain adalah : Apa yang termasuk sebagai intervensi ? Apa intervensi selalu merupakan hal yang buruk? Peninjauan kedua masalah bertujuan untuk menjelaskan dasar-dasar dari permasalahan yang ingin ditinjau secara seksama oleh tulisan ini serta juga meninjau artikel serta jurnal yang sudah ada bertujuan membuat tulisan ini menjadi tulisan yang dapat membahas topik intervesi ini menjadi lebih konkrit serta diharapkan tinjauan pustaka ini membuat tulisan ini menjadi semakin relevan dengan kondisi yang berlaku di masa sekarang ini, dengan harapan bahwa tulisan ini bisa menjawab masalah yang telah teridentifikasi serta agar tulisan ini bisa memberikan informasi mengenai kebijakan-kebijakan intervensionis negara-negara adidaya (dalam kasus ini Federasi Rusia dan Amerika Serikat). B. PEMBAHASAN Jika mengacu kepada definisi dari intervensi oleh Dr. Wirjono Prodojodikoro intevensi adalah “suatu campur tangan negara asing yang sifatnya menekan dengan alat kekerasan atau dengan ancaman melakukan kekerasan, apabila keinginannya tidak terpenuhi”. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa intervensi meliputi segala tindakan oleh negara lain (biasanya merupakan negara adidaya) dalam memaksanakan kehendakan nya yang bersidat menekan dan memiliki ancaman kekerasan apabila keinginan dari negara adidaya tersebut terpenuhi. Kekerasan dalam hal ini dapat berbentuk sanksi, upaya-upaya pergantian pemerintahan secara paksa hingga perang skala penuh dengan negara yang menenentang kehendak negara adidaya asing tersebut. Jika membahas mengenail intervensionisme, maka ada baiknya membahas mengenai intervensionisme Rusia terlebih dahulu, hal ini dikarenakan bentuk intervensionisme Rusia sangat berubah dari yang pernah terjadi di masa lalu. Intervensionsime Rusia di masa modern mencapai puncaknya ketika Rusia melaksanakan intervensi terang-terangan di Krimea, Krimea merupakan mantan wilayah Negara Ukraina yang menyatakan diri berpisah dan bergabung ke Federasi Rusia sebagai suatu badan federal independen sebagai Republik Krimea mengikuti hasil referendum, pemisahan diri ini terjadi pada tahun 2014,7 akan tetapi banyak pihak yang mengatakan bahwa hal ini bukanlah pemisahan diri yang murni disebabkan keinginan rakyat Krimea, akan tetapi pemisahan diri ini disebabkan oleh pengaruh eksternal, spesifiknya pengaruh dari Federasi Rusia, hal ini terlihat jelas ketika terjadi pemisahan diri, pasukan dari militer tak berseragam Russia yang dijuluki “little green. men” langsung segera menduduki wilayah itu dengan dalih “pengamanan”.8 Selain daripada itu, jika ditinjau dari segi hukum, Pemisahan diri Krimea sendiri dapat dinilai sebagai pelanggaran dari berbagai jenis hukum dan peraturan, jika mengacu kepada konstitusi Ukraina sendiri, pemungutan suara referendum pemisahan diri yang dilakukan oleh Krimea seharusnya melibatkan Reuters. “Crimea Switches to Moscow Time, Finalizing Incorporation into Russia.” HuffPost. HuffPost, March 29, 2014. https://www.huffpost.com/entry/crimea-moscow-time_n_5056293. 8 Furlong, Ray, AP, Reuters, AFP, and RFE/RL's Ukrainian Service. “The Changing Story of Russia’s ‘Little Green Men’ Invasion.” RadioFreeEurope/RadioLiberty., February 25, 2019. https://www.rferl.org/a/russia-ukraine-crimea/29790037.html. 7 representatif dari segala wilayah di Ukraina, bukan hanya memperhitungkan suara dari populasi Krimea dalam referendum sepihak itu, jika mengacu pada Hukum Internasional Positif, kasus krime sangatlah mirip dengan kasus Kepulauan Åland yang menginginkan untuk memisahkan diri dari Finlandia untuk kembali bergabung menjad wilayah Kerajaan Swedia, suatu wilayah tidak bisa memisahkan diri dari suatu negara hanya karena orang-orang yang hidup di dalamnya menginginkannya. Keterlibatan Rusia disini dapat dikategorikan sebagai pelanggaran Hukum Internasional yang serius, hal ini dikarenakan dengan membantu suatu wilayah memisahkan diri dan melanggar konstitusi negara asalnya, Rusia tidak hanya telah melakukan intervensi terhadap kedaulatan hukum yang dimiliki oleh Pemerintah Ukraina terhadap wilayahnya tetapi juga serta turut serta dalam tindakan pelanggaran Hukum Internasional secara terang-terangan. Selain daripada pendudukan di wilayah Krimea, tidak hanya mengintervensi perkara Krimea di Ukraina, Rusia juga mencampuri urusan dalam negeri Ukraina dengan tuduhan-tuduhan oleh Ukraina soal Rusia yang mendukung gerakan-gerakan separatisme di wilayah-wilayah Ukraina, seperti di Donbas dan Donetsk dengan persenjataan berat, Russia juga melakukan berbagai tindakan intervensi baik di Suriah maupun di negara-negara Afrika seperti Mali, keterlibatan intervensif Rusia di Suriah bisa dibilang sangat masif, bahkan bisa dikatakan bahwa Suriah dijadikan oleh Rusia sebagai proving grounds senjata baru mereka, selain daripada penggunaan kekuatan militer konvensional, Rusia juga menggunakan pasukan non-konvensional seperti Grup Wagner yang merupakan “Militer Swasta” yang sering kali beroperasi untuk keuntungan Rusia sebagai alat intervensi di wilayah-wilayah asing seperti Suriah dan Afrika, spesifiknya di Afrika, penggunaan Grup Wagner menjadi sangat masif dimana peran mereka menggantikan peran tentara Perancis sebagai pasukan pengamanan di wilayah Mali.9 Sementara, di Suriah, Rusia membantu pemimpin diktator Moses, Rono. “Mali’s Plan for Russia Mercenaries to Replace French Troops Unsettles Sahel.” BBC News. BBC News, October 2021. https://www.bbc.com/news/world-africa-58751423. 9 Suriah, Bashar al-Assad dalam menjaga kendalinya terhadap Suriah, perlu diketahui bahwa dibawah pimpinan Assad, Suriah telah mengalami banyak kejadian pelanggaran Hak Asasi Kemanusiaan, selain itu kepemimpinan Assad telah memunculkan banyak oposisi dalam negaranya, bahkan terdapat konflik bersenjata dengan pihak insurjen yang mengiginkan Assad untuk turun. Keterlibatan intervensif militer Rusia di Suriah sendiri dijustifikasi oleh mereka sebagai operasi anti terror terhadap organisasi Islamic State atau IS yang bersarang di Suriah, akan tetapi intervensi Rusia lebih bisa dikatakan sebagai ajang menunjukkan kapabilitas Rusia sebagai a military player di kancah global.10 Sementara jika kita berbicara mengenai Intervensionisme Amerika Serikat, kita dapat melihat bahwa selama dan sesudah perang dingin, terdapat banyak jenis intervensi yang pernah dilakukan oleh Amerika Serikat, seperti yang dibahas pada abstrak dan pendahuluan bahwa Amerika Serikat telah melaksanakan intervensi dalam bentuk perang, intelejen, sabotase hingga penggulingan pemerintahan yang sah seperti halnya yang terjadi di berbagai negara Amerika Latin dan di Asia. Seperti dengan federasi Rusia, cara Amerika Serikat dalam melakukan intervensi juga berubah dan berevolusi sesuai dengan waktu. Perubahan cara intervensi Amerika Serikat dapat dilihat dari perbandingan kasus-kasus intervensi pada masa perang dingin dan pasca perang dingin, pada masa perang dingin, kita melihat Amerika Serika seringkali secara terang-terangan melakukan intervensi terhadap negara lain, mulai dari berperang di Korea dan Vietnam, lalu terdapat juga beberagai operasi yang dilakukan Amerika Serikat untuk menggulingkan pemerintahan-pemerintahan yang berlawanan dengan Amerika Serikat hal ini terlihat dari operasi seperti operasi Bay of Pigs dan percobaan pembunuhan terhadap Fidel Castro, pemimpin Kuba, hingga secara terbuka Imran, Rahman-Jones. “Why Does Russia Support Syria and President Assad?” BBC News. BBC News, April 11, 2017. https://www.bbc.com/news/newsbeat-39554171. 10 memberikan suplai senjata kepada Israel dalam operasi Nickel Grass saat konflik Yom Kippur tahun 1973 dan menginvasi Irak yang mengancam Kuwait, dapat dilihat bahwa selama perang dingin, intervensi Amerika Serikat terfokus pada memastikan bahwa kehendak dan kepentingan asing Amerika Serikat dan sekutunya terjaga. Sementara jika kita meninjau lebih lanjut bentuk intervensi yang dilakukan oleh Amerika Serikat pasca perang dingin, terutama setelah kejadian serangan teror 9/11 pada tahun 2001, kita dapat melihat bahwa bentuk intervensi Amerika Serikat telah berubah menjadi intervensi dengan dalih mengamankan suatu negara dari ancamanancaman terror yang berpotensi menjadi ancaman langsung kepada Amerika Serikat, hal ini terlihat mulai dari invasi Afghanistan dikarenakan kecurigaan A.S. tentang keberadaan Osama Bin Laden yang merupakan mastermind dibalik penyerangan 9/11, dikarenakan intelejen Amerika Serikat mencurigai keberadaannya di Afghanistan dan penolakan oleh pemerintah Afghanistan saat itu untuk menyerahkan Bin Laden, maka pemerintahan Amerika Serikat pun menjustifikasikan invasi dengan dalih self defence, ironisnya, Osama Bin Laden malah ditemukan di persembunyiannya di Pakistan dan bukan Afghanistan, sehingga selain telah melanggar kedaulatan negara Afghanistan, intervensi militer Amerika di negara timur tengah itu bisa dikatakan sebagai intervensi yang sia-sia dan bahkan hanya meninggalkan kekacauan saja. Lalu menuju intervensi A.S. di Irak yang pertama dikarenakan invasi oleh Irak terhadap sekutu AS dan intervensi kedua yang dikarenakan munculnya grup terror ISIS yang dianggap oleh AS sebagai ancaman terhadap mereka. Seperti yang telah dibahas penulis diatas bahwa Amerika Serikat juga telah melaksanakan intervensi asing dengan berbagai kebijakan-kebijakan dan undang-undang, salah satu bentuknya adalah kebijakan CAATSA (Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act), CAATSA yang dikeluarkan sebagai akibat dari campur tangan Rusia dalam pemilihan umum AS 2016 serta partisipasi dan pendudukan Rusia atas Krimea dianggap sebagai pelanggaran kedaulatan banyak negara karena Undangundang CAATSA sendiri mengintervensi negara negara yang ingin bekerjasama kepada Rusia dan negara negara yang sudah terkena CAATSA misalnya Cina yang terkena CAATSA karena membeli minyak dari Iran atau Turki dan Indonesia yang terancam akan mendapatkan sanksi CAATSA apabila membeli persenjataan dari Rusia.11 12 Kebijakan ini dapat dikatakan sebagai kebijakan interventif yang tumpang tindih dengan Hukum Internasional sehingga bisa dianggap sebagai pelanggaran Hukum Internasional dikarenakan kebijakan Amerika Serikat ini dinilai mengancam salah satu aspek dari kedaulatan negara yaitu hak untuk melaksanakan diplomasi, spesifiknya, dengan adanya kebijakan ini, Amerika Serikat telah mengancam siapapun yang ingin melaksanakan diplomasi dengan Federasi Rusia (dalam hal ini jual beli sistem senjata). Tidak hanya melakukan intervensi dalam hal-hal yang berbau militeristik saja, dalam menjaga their overseas interests, baik Amerika Serikat maupun Rusia juga seringkali melakukan intervensi terhadap kegiatan ekonomi negara lain, hal ini terlihat jelas sekali ketika Amerika Serikat melakukan sanksi terhadap perusahaan gas yang terlibat dalam proyek pipa gas Nord Stream 2 yang meliputi Rusia, Ukraina dan Jerman. Ancaman sanski ini dilakukan oleh AS dikarenakan proyek pipa gas ini diprakarsai oleh perusahaan Rusia yaitu Gazprom, karena ketakutan AS mengenai menyebar dan menguatnya influence Rusia di Eropa, AS memaksa perusahaan-perusahaan yang terlibat untuk menghentikan pengerjaan mereka jika perusahaan mereka tidak ingin diberikan sanksi ekonomi, hal ini merupakan bentuk intervensi ekonomi yang dilakukan oleh CNN Indonesia. “CAATSA, Jurus as Halangi Peminat Alutsista Rusia.” internasional. cnnindonesia.com, January 22, 2020. https://www.cnnindonesia.com/internasional/20200122064416-106-467483/caatsa-jurus-ashalangi-peminat-alutsista-rusia. 12 Stefan H., Reisinger. “US Imposes CAATSA Sanctions on Turkish SSB and Related Officers | Norton Rose Fulbright.” Nortonrosefulbright.com, 2020. https://www.nortonrosefulbright.com/en/knowledge/publications/852a1100/us-imposes-caatsasanctions-on-turkish-ssb-and-related-officers. 11 Amerika Serikat dalam upaya menjaga influence dan kepentingan overseas mereka.13 Sementara Rusia melaksanakan intervensi ekonomi yang berbeda dengan Amerika Serikat, hal ini terlihat jelas di Venezuela, dalam upaya menancapkan pengaruh mereka secara keseluruhan dalam pemerintahan Venezuela, Rusia (yang sendirinya berada dalam kondisi ekonomi yang kurang baik) memberikan banyak bantuan ekonomi kepada Venezuela dalam upaya mendapatkan keuntungan geopolitik. Tidak hanya membantu secara ekonomi, tindakan-tindakan intervensi Rusia di Venezuela juga termasuk memastikan bahwa Presiden Nicolas Maduro tetap menjadi pemimpin negara itu, hal ini juga merupakan bukti intervensionisme yang berbentuk non militer.14 Intervensi sendiri sepenuhnya melanggar nilai-nilai Hukum Internasional dikarenakan intervensi sendiri ilegal dimata Hukum Internasional, jika mengacu kepada United Nations Charter kita dapat spesifiknya melihat piagam PBB pasal 2 (4) dan 2 (7), terlihat jelas bahwa intervensi merupakan sesuatu yang dilarang dalam hubungan antar negara, akan tetapi kita dapat melihat bahwa terdapat kondisi-kondisi dimana intervensi dibenarkan, selama intervensi yang dilaksanakan itu bertujuan untuk tujuan kemanusiaan, atau jika mengacu kepada pernyataan yang dikeluarkan oleh mantan Menkum dan HAM yaitu Hamid Awaludin, ada beberapa parameter yang dijadikan sebagai alasan oleh negara lain dalam melaksanakan intervensi kemanusiaan yaitu “gagalnya pemerintahan berfungsi dalam melindungi warganya, terdapat kasus pembunuhan massal ataupun perbudakan massal maupun peledakan yang dianggap menimbulkan kematian masif serta yang terakhir adalah apabila segala usaha-usaha intervensi diplomatis yang bersifat non-militer telah gagal seperti yang terlihat pada kasus Irak tahun 1991, pada Somalia pada tahun 1992, dan intervensi secara militer pada konflik Kosovo di wilayah eks negara Yugoslavia pada tahun 1999. jika meninjau lebih lanjut UN Charter ini, kita dapat melihat bahwa intervensi yang dilakukan biasanya lebih merujuk pada intervensi diplomatis, akan tetapi terdapat pembolehan pada penggunaan kekuatan militer dalam kasus melindungi diri ataupun kaum maupun negara yang tidak dapat melindungi dirinya sendiri (seperti dalam Deutsche Welle (www.dw.com. “Nord Stream 2: US Announces More Sanctions over Pipeline | DW | 22.11.2021.” DW.COM, 2021. https://www.dw.com/en/nord-stream-2-us-announces-moresanctions-over-pipeline/a-59904460. 14 Josh K., Elliot. “Why Russia Wants Nicolas Maduro to Stay in Charge of Venezuela.” Global News. Global News, February 9, 2019. https://globalnews.ca/news/4930480/maduro-venezuelaputin-russia/. 13 contoh kasus Kuwait yang diinvasi oleh Irak dan memerlukan intervensi dari negara koalisi untuk melindungi dirinya).15 16 Akan tetapi intervensi yang dilakukan oleh baik oleh Rusia maupun Amerika Serikat sering kali tidak memenuhi syarat-syarat intervensi yang sah, bahkan bisa dikatakan bahwa intervensi-intervensi Rusia dan Amerika Serikat lebih mengarah kepada tindakan agresif yang dilaksanakan untuk menjamin kepentingannya sendiri dan bukan kepentingan kedamaian dan keamanan internasional seperti yang disebutkan dalam United Nations Charter, bahkan jika kita menggunakan pemahaman yang textbook terhadap peraturan ini, suatu tindakan militer seharusnya hanya boleh dilakukan jika mendapatkan persetujuan dari United Nations Security Council, namun seperti yang dibahas diatas bahwa Amerika Serikat dan Rusia seringkali melupakan poin ini, bahkan bisa dikatakan Amerika Serikat dan Rusia seringkali menggunakan kekuatan militernya dalam melaksanakan intervensi yang tidak disetujui. Konsekuensi dari hal ini dapat terlihat dari reaksi masyarakat internasional, negara-negara lain mengecam tindakan yang dilakukan Rusia dan Amerika Serikat, akan tetapi kecaman ini seakan menjadi angin lalu bagi kedua negara ini, mereka bertindak seakan-akan Hukum Internasional tidak berlaku bagi negara-negara ini, tindakan seperti inilah yang membuat intervensionisme negara adidaya perlu dibahas dari perspektif hukum, dikarenakan terdapat problematika dimana negara itu sendiri seperti tidak peduli pada eksistensi Hukum Internasional.17 Intervensi memang tidak selalu dapat dianggap sebagai hal yang buruk, walau betul bahwa intervensi merupakan pelanggaran terhadap kedaulatan suatu bangsa, seringkali ada kondisi-kondisi tertentu yang memaksa terjadinya intervensi, kondisi-kondisi ini biasanya merupakan kondisi yang humanitarian seperti saat perang terjadi diantara negara eks-Yugoslavia dimana terjadi banyaknya kejahatan terhadap manusia. Intervensi di konflik itu bisa dikatakan sebagai intervensi yang terjustifikasi dikarenakan terdapat alasan yang konkrit untuk Perserikatan BangsaBangsa untuk membolehkan terjadinya intevensi. 15 Ibid. Zohre Heidari Beni, Ezatollah Ezzati, Mohamadreza Hafez Nia, and Heidar Lotfi. “Humanitarian Interventions and National Interests; Iraq Case Study.” ResearchGate. Armenian Green Publishing Co., September 2018.https://www.researchgate.net/publication/328264173_Humanitarian_Interventions_and_Nati onal_Interests_Iraq_Case_Study. 17 Margot, Patterson. “How the U.S. Violates International Law in Plain Sight.” America Magazine, October 12, 2016. https://www.americamagazine.org/politics-society/2016/10/12/how-us-violatesinternational-law-plain-sight. 16 C. KESIMPULAN Mengacu pada definisi intevensi dari Dr. Wirjono Prodojodikoro, intervensi adalah “suatu campur tangan negara asing yang sifatnya menekan dengan alat kekerasan atau dengan ancaman melakukan kekerasan, apabila keinginannya tidak terpenuhi”. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa intervensi meliputi segala tindakan oleh negara lain (biasanya merupakan negara adidaya) dalam memaksanakan kehendakan nya yang bersidat menekan dan memiliki ancaman kekerasan apabila keinginan dari negara adidaya tersebut terpenuhi. Kekerasan dalam hal ini dapat berbentuk sanksi, upaya-upaya pergantian pemerintahan secara paksa hingga perang skala penuh dengan negara yang menenentang kehendak negara adidaya asing tersebut. Maka dari itu intervensi secara singkat bisa di artikan sebagai segala tindakan oleh suatu negara dalam memaksakan kehendaknya pada suatu negara lainnya dengan ancamanancaman kekerasan, kekerasan ini dapat berbentuk sanksi, embargo, hingga bahkan perang skala penuh. Dalam sejarahnya, praktik intervensi banyak sekali berubah, hal ini terlihat dari bentuk intervensi Rusia yang terlihat semakin ekstrim dan agresif Intervensionsime Rusia di masa modern mencapai puncaknya ketika Rusia melaksanakan intervensi terang-terangan di Krimea, Krimea merupakan mantan wilayah Negara Ukraina yang menyatakan diri berpisah dan bergabung ke Federasi Rusia. Rusia juga melaksanakan intervensi ekonomi, hal ini terlihat jelas di Venezuela, dalam upaya menancapkan pengaruh mereka secara keseluruhan dalam pemerintahan Venezuela, di Venezuela pun Russia juga melaksanakan intervensi dengan memastikan bahwa pemimpin Venezuela yang sekarang, Nicolas Maduro, tidak digantikan oleh lawan politik nya yang telah dipilih secara sah. Rusia pun juga membantu pemimpin diktator Suriah, Bashar al-Assad dalam menjaga kendalinya terhadap Suriah, perlu diketahui bahwa dibawah pimpinan Assad, Suriah telah mengalami banyak kejadian pelanggaran Hak Asasi Kemanusiaan, selain itu kepemimpinan Assad telah memunculkan banyak oposisi dalam negaranya, bahkan terdapat konflik bersenjata dengan pihak insurjen yang mengiginkan Assad untuk turun. Dalam hal penjualan senjata pun, Amerika Serikat melakukan intervensi dalam memastikan bahwa Amerika Serikat memiliki edge dalam segi penjualan sistem senjata, Amerika Serikat mengeluarkan peraturanperaturan yang mendapat banyak backlash karena dianggap melanggar kedaulatan banyak negara, peraturan seperti CAATSA (Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act), CAATSA yang dikeluarkan dikarenakan intervensi Rusia dalam pemilihan umum 2016 di Amerika Serikat serta keterlibatan dan pendudukan Rusia di Krimea dianggap melanggar kedaulatan banyak negara dikarenakan mengancam negara yang ingin melaksanakan transaksi, terutama jual-beli sistem senjata dengan Federasi Rusia dengan sanksi ekonomi pada negara-negara yang ingin melaksanakan pembelian sistem senjata dengan Federasi Rusia, dimana kebijakan ini telah membuat Turki terkena sanksi dikarenakan pembelian Ankara terhadap sistem pertahanan udara S-400 serta juga mengancam negara-negara seperti India yang juga ingin membeli sistem pertahanan udara S-400 serta Indonesia yang ingin membeli pesawat tempur Sukhoi Su-35 dengan ancaman sanksi ekonomi. Selain melaksankan intervensi dalam bentuk militerisktik, baik Amerika Serikat maupun Rusia juga seringkali melakukan intervensi terhadap kegiatan ekonomi negara lain, hal ini terlihat jelas sekali ketika Amerika Serikat melakukan sanksi terhadap perusahaan gas yang terlibat dalam proyek pipa gas Nord Stream 2 yang meliputi Rusia, Ukraina dan Jerman. Ancaman sanski ini dilakukan oleh AS dikarenakan proyek pipa gas ini diprakarsai oleh perusahaan Rusia yaitu Gazprom, karena ketakutan AS mengenai menyebar dan menguatnya influence Rusia di Eropa, sementara intervensionisme Russia di dalam bidang ekonomi dapat terlihat dalam kebijakan intervensi ekonominya di Venezuela, Rusia (yang sendirinya berada dalam kondisi ekonomi yang kurang baik) memberikan banyak bantuan ekonomi kepada Venezuela dalam upaya mendapatkan keuntungan geopolitik. Sementara bentuk intervensi Amerika Serikat juga berubah mengikuti waktu, terlihat perbedaan yang jelas antara intervensi-intervensi Amerika Serikat selama perang dingin dan pasca perang dingin, pada masa perang dingin, kita melihat Amerika Serika seringkali secara terang-terangan melakukan intervensi terhadap negara lain, mulai dari berperang di Korea dan Vietnam, lalu terdapat juga beberagai operasi yang dilakukan Amerika Serikat untuk menggulingkan pemerintahan-pemerintahan yang berlawanan dengan Amerika Serikat hal ini terlihat dari operasi seperti operasi Bay of Pigs dan percobaan pembunuhan terhadap Fidel Castro, pemimpin Kuba, hingga secara terbuka memberikan suplai senjata kepada Israel dalam operasi Nickel Grass saat konflik Yom Kippur tahun 1973 dan menginvasi Irak yang mengancam Kuwait. Walau memiliki foreign policy yang berbedam terdapat kesamaan pada cara intervensi Amerika Serikat dan Federasi Rusia di masa sekarang, ini terlihat dengan bagaimana keduanya menjustifikasi tindakan mereka di Timur Tengah, baik Rusia di Suriah dan Amerika Serikat di Timur Tengah menjustifikasikan kehadirannya sebagai operasi anti terror dalam upaya melindungi keamanan negara mereka dan keamanan sekutu mereka. Intervensi merupakan topik yang kontroversial dan bahkan menimbulkan berbagai pertanyaan bagi para ahli hukum internasional, hal ini dikarenakan aspek-aspek legalitas dari intervensi yang seringkali dilanggar untuk kepentingan bersama seperti pada kasus intervensi di kasus Irak tahun 1991, pada Somalia pada tahun 1992, dan intervensi secara militer pada konflik Kosovo di wilayah eks negara Yugoslavia pada tahun 1999, padahal jika kita mengacu pada pasal 2 (4) dan 2 (7), dari Piagam PBB atau United Nations Charter kita dapat melihat bahwa terdapat larangan keras terhadap intervensi dalam interaksi antar negara sehingga bahwa intervensi bukanlah sesuatu yang bisa dipandang dari hanya satu sisi saja, hal ini membuktikan bahwa dalam memandang suatu topik secara Hukum Internasional tidak bisa dengan kaku, dikarenakan dalam praktiknya, Hukum Internasional sering sekali memberikan pengecualian sehingga peninjauan secara perspektif Hukum Internasional harus dilakukan dengan pragmatisme dan dengan pemikiran yang praktis. Akan tetapi dalam membahas permasalah yang sekompleks intervensi asing oleh negara adidaya ini, terdapat suatu fakta yang tidak dapat dibantah, bahwa mayoritas dari tindakan intervensi yang dilaksanakan oleh negara-negara adidaya ini merupakan tindakan yang tidak bisa dijustifikasi secara Hukum Internasional dan Amerika Serikat dan Federasi Rusia seharusnya negara-negara yang menjadi korban dari intervensi asing mereka seharusnya berhak untuk melihat negara-negara ini di held accountable terhadap tindakan-tindakan mereka. DAFTAR PUSTAKA Meditz, Sandra W and M. Hanratty, Dennis. “Panama: A Country Study”. Washington: GPO for the Library of Congress, 1987 Britannica. “Ukraine - the Crisis in Crimea and Eastern Ukraine | Britannica.” In Encyclopædia Britannica, 2021. https://www.britannica.com/place/Ukraine/The-crisis-in-Crimea-and-easternUkraine. Paul, Stronski. “Late to the Party: Russia’s Return to Africa.” Carnegie Endowment for International Peace. Carnegie Endowment for International Peace, October 16, 2019. https://carnegieendowment.org/2019/10/16/late-to-party-russias-return-to-africa-pub-80056. Charap, Samuel, Elina Treyger, and Edward Geist. “Understanding Russia’s Intervention in Syria.” Rand.org. RAND Corporation, October 31, 2019. https://www.rand.org/pubs/research_reports/RR3180.html. Leatemia, Ardiyah. “INTERVENSI PIHAK ASING DALAM PENYELESAIAN KONFLIK INTERNAL SUATU NEGARA MENURUT HUKUM INTERNASIONAL.” Lex et Societatis Volume 1, no. 4 (2013). Bogus, Carl T. “The Invasion of Panama and the Rule of Law.” The International Lawyer 26, no. 3 (1992): 781–87. http://www.jstor.org/stable/40706992. Reuters. “Crimea Switches to Moscow Time, Finalizing Incorporation into Russia.” HuffPost. HuffPost, March 29, 2014. https://www.huffpost.com/entry/crimea-moscow-time_n_5056293. Furlong, Ray, AP, Reuters, AFP, and RFE/RL's Ukrainian Service. “The Changing Story of Russia’s ‘Little Green Men’ Invasion.” RadioFreeEurope/RadioLiberty. The Changing Story Of Russia’s “Little Green Men” Invasion, February 25, 2019. https://www.rferl.org/a/russia-ukrainecrimea/29790037.html. Rono, Moses. “Mali’s Plan for Russia Mercenaries to Replace French Troops Unsettles Sahel.” BBC News. BBC News, October 2021. https://www.bbc.com/news/world-africa-58751423. Rahman-Jones, Imran. “Why Does Russia Support Syria and President Assad?” BBC News. BBC News, April 11, 2017. https://www.bbc.com/news/newsbeat-39554171. CNN Indonesia. “CAATSA, Jurus as Halangi Peminat Alutsista Rusia.” internasional. cnnindonesia.com, January 22, 2020. https://www.cnnindonesia.com/internasional/20200122064416-106467483/caatsa-jurus-as-halangi-peminat-alutsista-rusia. DAFTAR PUSTAKA Stefan H., Reisinger. “US Imposes CAATSA Sanctions on Turkish SSB and Related Officers | Knowledge | Global Law Firm | Norton Rose Fulbright.” Nortonrosefulbright.com, 2020. https://www.nortonrosefulbright.com/en/knowledge/publications/852a1100/usimposes-caatsa-sanctions-on-turkish-ssb-and-related-officers. Deutsche Welle (www.dw.com. “Nord Stream 2: US Announces More Sanctions over Pipeline | DW | 22.11.2021.” DW.COM, 2021. https://www.dw.com/en/nord-stream-2-us-announces-more-sanctions-overpipeline/a-59904460. Elliot, Josh K. “Why Russia Wants Nicolas Maduro to Stay in Charge of Venezuela.” Global News. Global News, February 9, 2019. https://globalnews.ca/news/4930480/maduro-venezuela-putin-russia/. Wright, Quincy. “THE LEGALITY OF INTERVENTION UNDER THE UNITED NATIONS CHARTER.” Proceedings of the American Society of International Law at Its Annual Meeting (1921-1969) 51 (1957): 79–90. http://www.jstor.org/stable/25657370. Zohre Heidari Beni, Ezatollah Ezzati, Mohamadreza Hafez Nia, and Heidar Lotfi. “Humanitarian Interventions and National Interests; Iraq Case Study.” ResearchGate. Armenian Green Publishing Co., September 2018.https://www.researchgate.net/publication/328264173_Humanitarian_Interve ntions_and_National_Interests_Iraq_Case_Study. Patterson, Margot. “How the U.S. Violates International Law in Plain Sight.” America Magazine, October 12, 2016. https://www.americamagazine.org/politicssociety/2016/10/12/how-us-violates-international-law-plain-sight.