Uploaded by Muhammad Tjokroaminoto

MENINJAU INTERVENSIONISME AMERIKA SERIKAT DARI PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL

advertisement
Nama
: Muhammad Akbar Rafsanjani
NPM
: 2106654170
Program : Paralel
MENINJAU INTERVENSI ASING AMERIKA SERIKAT DAN RUSIA
DARI PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL
ABSTRAK
Pasca perang dunia kedua dan selama perang dingin bahkan hingga masa kini,
negara-negara adidaya seperti Amerika Serikat dan Rusia sering melaksanakan
intervensi di berbagai belahan dunia ini, dengan justifikasi melindungi kepentingan
mereka di luar wilayahnya, Amerika Serikat melakukan intervensi di berbagai
benua yang bisa dibilang jauh dari Amerika Serikat dengan skala yang berbedabeda, seperti intervensi di Asia, di Eropa, di Timur Tengah, bahkan dalam negaranegara Amerika Selatan dan Amerika Utara pun tidak luput dari intervensi yang
dilakukan Amerika, mulai dari intervensi di perang saudara Republik Dominika,
invasi Grenada serta invasi di Panama.1 sementara Rusia di zaman sekarang terlihat
melaksanakan berbagai intervensi di berbagai wilayah juga, terlihat dengan Rusia
yang baru baru saja mengintervensi urusan dalam negeri Ukraina dalam perkara
pemisahan diri Krimea,2 serta dengan meningkat drastisnya keterlibatan pasukan
militer Rusia di Suriah dan Afrika.3 4 Intervensi-intervensi yang dilakukan oleh
Amerika Serikat, Rusia, maupun negara manapun pada permasalahan internal suatu
negara ini perlu ditinjau secara langsung melalui perspektif Hukum Internasional,
hal ini dikarenakan Intervensi merupakan pelanngaran hak masing-masing negara
untuk berdaulat yang secara Hukum Internasional merupakan hal yang tidak
dibenarkan kecuali terdapat pengecualian oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa.5
Dikarenakan dalam praktiknya, intervensi seringkali dilaksanakan tanpa mendapat
persetujuan PBB terlebih dahulu (seperti pada kasus invasi Panama),6 maka timbul
pertanyaan, bagaimana pertanggungjawaban negara-negara ini di mata Hukum
Internasional.
1
Sandra W. Meditz and Dennis M. Hanratty. Panama: A Country Study. Washington: GPO for the
Library of Congress, 1987
2
Britannica. “Ukraine - the Crisis in Crimea and Eastern Ukraine | Britannica.” In Encyclopædia
Britannica, 2021. https://www.britannica.com/place/Ukraine/The-crisis-in-Crimea-and-easternUkraine.
3
Paul, Stronski. “Late to the Party: Russia’s Return to Africa.” Carnegie Endowment for
International Peace. Carnegie Endowment for International Peace, October 16, 2019.
https://carnegieendowment.org/2019/10/16/late-to-party-russia-s-return-to-africa-pub-80056.
4
Samuel, Charap, Elina Treyger, and Edward Geist. “Understanding Russia’s Intervention in
Syria.” Rand.org. RAND Corporation, October 31, 2019.
https://www.rand.org/pubs/research_reports/RR3180.html.
5
Ardiyah, Leatemia, “INTERVENSI PIHAK ASING DALAM PENYELESAIAN KONFLIK
INTERNAL SUATU NEGARA MENURUT HUKUM INTERNASIONAL,” Lex et Societatis
Volume 1, no. 4 (2013).
6
Carl T, Bogus. “The Invasion of Panama and the Rule of Law.” The International Lawyer 26, no.
3 (1992): 781–87. http://www.jstor.org/stable/40706992.
A. PENDAHULUAN
Sebelum Perang Dunia kedua dan Perang Dingin, baik Amerika Serikat
dan Uni Soviet (sekarang Federasi Rusia) tadinya merupakan negara yang
seringkali dianggap tertutup, bahkan lebih memilih untuk tidak ikut
campur dalam urusan dalam negeri negara lain, kedua negara ini seakanakan berubah menjadi negara adidaya yang campur tangan dalam urusan
negara lain dengan tujuan menjaga pengaruh serta kepentingan mereka di
luar wilayahnya, hal ini terlihat jelas di masa-masa perang dingin, baik
Amerika Serika dan Uni Soviet melaksanakan banyak intervensi dan
campur tangan di berbagai wilayah dunia, intervensi yang dilaksanakannya
pun bermacam-macam skalanya, mulai dari dengan mengambil advisory
role, melaksanakan intelejen dan sabotase, hingga bahkan perang skala
penuh dan penggulingan pemerintahan asing yang dianggap tidak pro
terhadap satu pihak tertentu.
Akhir-akhir ini pun Amerika Serikat juga mengeluarkan peraturanperaturan yang mendapat banyak backlash karena dianggap melanggar
kedaulatan banyak negara, peraturan seperti CAATSA (Countering
America’s Adversaries Through Sanctions Act), CAATSA yang
dikeluarkan dikarenakan intervensi Rusia dalam pemilihan umum 2016 di
Amerika Serikat serta keterlibatan dan pendudukan Rusia di Krimea
dianggap melanggar kedaulatan banyak negara dikarenakan mengancam
negara yang ingin melaksanakan transaksi, terutama jual-beli sistem
senjata dengan Federasi Rusia dengan sanksi ekonomi pada negara-negara
yang memiliki hubungan sejarah yang panjang dengan Rusia seperti India,
dan bahkan Indonesia. Selain daripada Amerika Serikat, Federasi Rusia
pun akhir-akhir ini mulai gencar melaksanakan intervensi-intervensi
mereka sendiri, mulai dari intervensinya di pemisahan dan akhirnya
aneksasi terhadap Krimea, hingga sekarang dengan aktifnya pasukan Rusia
mengintervensi secara militer baik di Suriah dan di Afrika, hal ini terlihat
dari meningkatnya presensi Grup Wagner, suatu organisasi militer swasta
milik Rusia didalam konflik-konflik internal negara lain seperti di
pemisahan Krimea dari Ukraina, perang saudara di Suriah, dan di Mali.
Hal-hal seperti ini membuat intervensi-intervensi harus ditinjau secara
perspektif Hukum Internasional Publik, kebijakan-kebijakan asing
Amerika Serikat seringkali merupakan pelanggaran terhadap hak masingmasing negara untuk berdaulat.
Tulisan ini bertujuan untuk memberi pengetahuan mengenai kebijakan
kebijakan intervensionis Amerika Serikat, tulisan ini selain menganalisa
lebih lanjut bagaimana kebijakan-kebijakan luar negeri Amerika Serikat
yang seringkali dianggap intervensionis dan tidak mengindahkan hak
masing-masing negara untuk berdaulat, jika ditinjau dari perspektif Hukum
Internasional, juga akan membahas dari perspektif historis tentang asal
muasal kebijakan-kebijakan ini.
Pada tulisan ini, setelah Pendahuluan akan dilanjutkan dengan
Tinjauan Pustaka. Setelah Tinjauan Pustaka akan dilanjutkan dengan
bagian pembahasan yang membahas mengenai apa yang dimaksud dengan
intervensi lalu selanjutnya membahas mengenai tindakan-tindakan
intervensi yang dilakukan baik oleh Amerika maupun Rusia secara lebih
lanjut serta membahas aspek legalitas dari intervensi dalam urusan internal
negara lain secara umum dibahas melalui perspektif Hukum Internasional,
dan selanjutnya membahas bagaimana tindakan-tindakan intevensi ini
merupakan pelanggaran kedaulatan serta menanyakan dan menjawab
pertanyaan tentang apakah intervensi selalu merupakan hal yang buruk?
dan di bagian akhir akan dirangkum bersama dengan kesimpulan dan
dibubuhkannya kalimat penutup.
Penulis mengambil beberapa studi serta jurnal sebagai bahan
perbandingan serta evaluasi terhadap relevansi tulisan penulis, seperti
Panama: A Country Study oleh Sandra W. Meditz and Dennis M. Hanratty,
tulisan ini penulis ambil dikarenakan tulisan ini menggabarkan kondisi
negara yang menjadi korban intervensi Amerika Serikat, penulis memilih
Panama sebagai contoh dikarenakan Panama merupakan tetangga dari
Amerika Serikat, hal ini menggambarkan willingness Amerika Serikat
untuk melakukan segala cara untuk memaksakan kehendaknya ke negara
lain sekali pun itu merupakan negara tetangganya, selain itu, dalam
memahami bagaimana perkembangan bentuk intervensi yang dilakukan
oleh Federasi Rusia kepada negara lain, penulis mengambil tulisan dari
Britannica yang berjudul “Ukraine - the Crisis in Crimea and Eastern Ukraine”
untuk mengerti bagaimana kondisi krisis di Ukraina Timur serta di Krimea
terutama dengan adanya intervensi Rusia, selain daripada itu, untuk mengetahui
bentuk intervensi Rusia di daerah yang jauh dari wilayahnya, penulis mengambil
tulisan Paul Stronski yang berjudul “Late to the Party: Russia’s Return to
Africa” serta tulisan dari Samuel Charap, Elina Treyger, dan Edward Geist
yang berjudulkan “Understanding Russia’s Intervention in Syria” dalam
memberikan perspektif baru dalam memahami bagaimana Rusia
melaksanakan intervensinya terutama di wilayah Afrika dan Timur
Tengah.
Peninjauan topik intervensi membuat penulis sampai ke kesimpulan
bahwa terdapat beberapa masalah yang teridentifikasi, antara lain adalah :


Apa yang termasuk sebagai intervensi ?
Apa intervensi selalu merupakan hal yang buruk?
Peninjauan kedua masalah bertujuan untuk menjelaskan dasar-dasar
dari permasalahan yang ingin ditinjau secara seksama oleh tulisan ini serta
juga meninjau artikel serta jurnal yang sudah ada bertujuan membuat
tulisan ini menjadi tulisan yang dapat membahas topik intervesi ini menjadi
lebih konkrit serta diharapkan tinjauan pustaka ini membuat tulisan ini
menjadi semakin relevan dengan kondisi yang berlaku di masa sekarang
ini, dengan harapan bahwa tulisan ini bisa menjawab masalah yang telah
teridentifikasi serta agar tulisan ini bisa memberikan informasi mengenai
kebijakan-kebijakan intervensionis negara-negara adidaya (dalam kasus ini
Federasi Rusia dan Amerika Serikat).
B. PEMBAHASAN
Jika mengacu kepada definisi dari intervensi oleh Dr. Wirjono
Prodojodikoro intevensi adalah “suatu campur tangan negara asing yang
sifatnya menekan dengan alat kekerasan atau dengan ancaman melakukan
kekerasan, apabila keinginannya tidak terpenuhi”. Sehingga dapat diambil
kesimpulan bahwa intervensi meliputi segala tindakan oleh negara lain
(biasanya merupakan negara adidaya) dalam memaksanakan kehendakan
nya yang bersidat menekan dan memiliki ancaman kekerasan apabila
keinginan dari negara adidaya tersebut terpenuhi. Kekerasan dalam hal ini
dapat berbentuk sanksi, upaya-upaya pergantian pemerintahan secara
paksa hingga perang skala penuh dengan negara yang menenentang
kehendak negara adidaya asing tersebut.
Jika membahas mengenail intervensionisme, maka ada baiknya
membahas mengenai intervensionisme Rusia terlebih dahulu, hal ini
dikarenakan bentuk intervensionisme Rusia sangat berubah dari yang
pernah terjadi di masa lalu. Intervensionsime Rusia di masa modern
mencapai puncaknya ketika Rusia melaksanakan intervensi terang-terangan
di Krimea, Krimea merupakan mantan wilayah Negara Ukraina yang
menyatakan diri berpisah dan bergabung ke Federasi Rusia sebagai suatu
badan federal independen sebagai Republik Krimea mengikuti hasil
referendum, pemisahan diri ini terjadi pada tahun 2014,7 akan tetapi banyak
pihak yang mengatakan bahwa hal ini bukanlah pemisahan diri yang murni
disebabkan keinginan rakyat Krimea, akan tetapi pemisahan diri ini
disebabkan oleh pengaruh eksternal, spesifiknya pengaruh dari Federasi
Rusia, hal ini terlihat jelas ketika terjadi pemisahan diri, pasukan dari militer
tak berseragam Russia yang dijuluki “little green. men” langsung segera
menduduki wilayah itu dengan dalih “pengamanan”.8 Selain daripada itu,
jika ditinjau dari segi hukum, Pemisahan diri Krimea sendiri dapat dinilai
sebagai pelanggaran dari berbagai jenis hukum dan peraturan, jika mengacu
kepada konstitusi Ukraina sendiri, pemungutan suara referendum
pemisahan diri yang dilakukan oleh Krimea seharusnya melibatkan
Reuters. “Crimea Switches to Moscow Time, Finalizing Incorporation into Russia.” HuffPost.
HuffPost, March 29, 2014. https://www.huffpost.com/entry/crimea-moscow-time_n_5056293.
8
Furlong, Ray, AP, Reuters, AFP, and RFE/RL's Ukrainian Service. “The Changing Story of
Russia’s ‘Little Green Men’ Invasion.” RadioFreeEurope/RadioLiberty., February 25, 2019.
https://www.rferl.org/a/russia-ukraine-crimea/29790037.html.
7
representatif
dari
segala
wilayah
di
Ukraina,
bukan
hanya
memperhitungkan suara dari populasi Krimea dalam referendum sepihak
itu, jika mengacu pada Hukum Internasional Positif, kasus krime sangatlah
mirip dengan kasus Kepulauan Åland yang menginginkan untuk
memisahkan diri dari Finlandia untuk kembali bergabung menjad wilayah
Kerajaan Swedia, suatu wilayah tidak bisa memisahkan diri dari suatu
negara
hanya
karena
orang-orang
yang
hidup
di
dalamnya
menginginkannya. Keterlibatan Rusia disini dapat dikategorikan sebagai
pelanggaran Hukum Internasional yang serius, hal ini dikarenakan dengan
membantu suatu wilayah memisahkan diri dan melanggar konstitusi negara
asalnya, Rusia tidak hanya telah melakukan intervensi terhadap kedaulatan
hukum yang dimiliki oleh Pemerintah Ukraina terhadap wilayahnya tetapi
juga serta turut serta dalam tindakan pelanggaran Hukum Internasional
secara terang-terangan.
Selain daripada pendudukan di wilayah Krimea, tidak hanya
mengintervensi perkara Krimea di Ukraina, Rusia juga mencampuri urusan
dalam negeri Ukraina dengan tuduhan-tuduhan oleh Ukraina soal Rusia
yang mendukung gerakan-gerakan separatisme di wilayah-wilayah
Ukraina, seperti di Donbas dan Donetsk dengan persenjataan berat, Russia
juga melakukan berbagai tindakan intervensi baik di Suriah maupun di
negara-negara Afrika seperti Mali, keterlibatan intervensif Rusia di Suriah
bisa dibilang sangat masif, bahkan bisa dikatakan bahwa Suriah dijadikan
oleh Rusia sebagai proving grounds senjata baru mereka, selain daripada
penggunaan kekuatan militer konvensional, Rusia juga menggunakan
pasukan non-konvensional seperti Grup Wagner yang merupakan “Militer
Swasta” yang sering kali beroperasi untuk keuntungan Rusia sebagai alat
intervensi di wilayah-wilayah asing seperti Suriah dan Afrika, spesifiknya
di Afrika, penggunaan Grup Wagner menjadi sangat masif dimana peran
mereka menggantikan peran tentara Perancis sebagai pasukan pengamanan
di wilayah Mali.9 Sementara, di Suriah, Rusia membantu pemimpin diktator
Moses, Rono. “Mali’s Plan for Russia Mercenaries to Replace French Troops Unsettles Sahel.”
BBC News. BBC News, October 2021. https://www.bbc.com/news/world-africa-58751423.
9
Suriah, Bashar al-Assad dalam menjaga kendalinya terhadap Suriah, perlu
diketahui bahwa dibawah pimpinan Assad, Suriah telah mengalami banyak
kejadian pelanggaran Hak Asasi Kemanusiaan, selain itu kepemimpinan
Assad telah memunculkan banyak oposisi dalam negaranya, bahkan
terdapat konflik bersenjata dengan pihak insurjen yang mengiginkan Assad
untuk turun. Keterlibatan intervensif militer Rusia di Suriah sendiri
dijustifikasi oleh mereka sebagai operasi anti terror terhadap organisasi
Islamic State atau IS yang bersarang di Suriah, akan tetapi intervensi Rusia
lebih bisa dikatakan sebagai ajang menunjukkan kapabilitas Rusia sebagai
a military player di kancah global.10
Sementara jika kita berbicara mengenai Intervensionisme Amerika
Serikat, kita dapat melihat bahwa selama dan sesudah perang dingin,
terdapat banyak jenis intervensi yang pernah dilakukan oleh Amerika
Serikat, seperti yang dibahas pada abstrak dan pendahuluan bahwa Amerika
Serikat telah melaksanakan intervensi dalam bentuk perang, intelejen,
sabotase hingga penggulingan pemerintahan yang sah seperti halnya yang
terjadi di berbagai negara Amerika Latin dan di Asia. Seperti dengan
federasi Rusia, cara Amerika Serikat dalam melakukan intervensi juga
berubah dan berevolusi sesuai dengan waktu.
Perubahan cara intervensi Amerika Serikat dapat dilihat dari
perbandingan kasus-kasus intervensi pada masa perang dingin dan pasca
perang dingin, pada masa perang dingin, kita melihat Amerika Serika
seringkali secara terang-terangan melakukan intervensi terhadap negara
lain, mulai dari berperang di Korea dan Vietnam, lalu terdapat juga
beberagai operasi yang dilakukan Amerika Serikat untuk menggulingkan
pemerintahan-pemerintahan yang berlawanan dengan Amerika Serikat hal
ini terlihat dari operasi seperti operasi Bay of Pigs dan percobaan
pembunuhan terhadap Fidel Castro, pemimpin Kuba, hingga secara terbuka
Imran, Rahman-Jones. “Why Does Russia Support Syria and President Assad?” BBC News. BBC
News, April 11, 2017. https://www.bbc.com/news/newsbeat-39554171.
10
memberikan suplai senjata kepada Israel dalam operasi Nickel Grass saat
konflik Yom Kippur tahun 1973 dan menginvasi Irak yang mengancam
Kuwait, dapat dilihat bahwa selama perang dingin, intervensi Amerika
Serikat terfokus pada memastikan bahwa kehendak dan kepentingan asing
Amerika Serikat dan sekutunya terjaga. Sementara jika kita meninjau lebih
lanjut bentuk intervensi yang dilakukan oleh Amerika Serikat pasca perang
dingin, terutama setelah kejadian serangan teror 9/11 pada tahun 2001, kita
dapat melihat bahwa bentuk intervensi Amerika Serikat telah berubah
menjadi intervensi dengan dalih mengamankan suatu negara dari ancamanancaman terror yang berpotensi menjadi ancaman langsung kepada
Amerika Serikat, hal ini terlihat mulai dari invasi Afghanistan dikarenakan
kecurigaan A.S. tentang keberadaan Osama Bin Laden yang merupakan
mastermind
dibalik penyerangan 9/11, dikarenakan intelejen Amerika
Serikat mencurigai keberadaannya di Afghanistan dan penolakan oleh
pemerintah Afghanistan saat itu untuk menyerahkan Bin Laden, maka
pemerintahan Amerika Serikat pun menjustifikasikan invasi dengan dalih
self defence, ironisnya, Osama Bin Laden malah ditemukan di
persembunyiannya di Pakistan dan bukan Afghanistan, sehingga selain
telah melanggar kedaulatan negara Afghanistan, intervensi militer Amerika
di negara timur tengah itu bisa dikatakan sebagai intervensi yang sia-sia dan
bahkan hanya meninggalkan kekacauan saja. Lalu menuju intervensi A.S.
di Irak yang pertama dikarenakan invasi oleh Irak terhadap sekutu AS dan
intervensi kedua yang dikarenakan munculnya grup terror ISIS yang
dianggap oleh AS sebagai ancaman terhadap mereka.
Seperti yang telah dibahas penulis diatas bahwa Amerika Serikat juga
telah melaksanakan intervensi asing dengan berbagai kebijakan-kebijakan
dan undang-undang, salah satu bentuknya adalah kebijakan CAATSA
(Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act), CAATSA
yang dikeluarkan sebagai akibat dari campur tangan Rusia dalam pemilihan
umum AS 2016
serta partisipasi dan pendudukan Rusia atas Krimea
dianggap sebagai pelanggaran kedaulatan banyak negara karena Undangundang CAATSA sendiri mengintervensi negara negara yang ingin
bekerjasama kepada Rusia dan negara negara yang sudah terkena CAATSA
misalnya Cina yang terkena CAATSA karena membeli minyak dari Iran
atau Turki dan Indonesia yang terancam akan mendapatkan sanksi
CAATSA apabila membeli persenjataan dari Rusia.11 12 Kebijakan ini dapat
dikatakan sebagai kebijakan interventif yang tumpang tindih dengan
Hukum Internasional sehingga bisa dianggap sebagai pelanggaran Hukum
Internasional
dikarenakan
kebijakan
Amerika
Serikat
ini
dinilai
mengancam salah satu aspek dari kedaulatan negara yaitu hak untuk
melaksanakan diplomasi, spesifiknya, dengan adanya kebijakan ini,
Amerika Serikat telah mengancam siapapun yang ingin melaksanakan
diplomasi dengan Federasi Rusia (dalam hal ini jual beli sistem senjata).
Tidak hanya melakukan intervensi dalam hal-hal yang berbau
militeristik saja, dalam menjaga their overseas interests, baik Amerika
Serikat maupun Rusia juga seringkali melakukan intervensi terhadap
kegiatan ekonomi negara lain, hal ini terlihat jelas sekali ketika Amerika
Serikat melakukan sanksi terhadap perusahaan gas yang terlibat dalam
proyek pipa gas Nord Stream 2 yang meliputi Rusia, Ukraina dan Jerman.
Ancaman sanski ini dilakukan oleh AS dikarenakan proyek pipa gas ini
diprakarsai oleh perusahaan Rusia yaitu Gazprom, karena ketakutan AS
mengenai menyebar dan menguatnya influence Rusia di Eropa, AS
memaksa perusahaan-perusahaan yang terlibat untuk menghentikan
pengerjaan mereka jika perusahaan mereka tidak ingin diberikan sanksi
ekonomi, hal ini merupakan bentuk intervensi ekonomi yang dilakukan oleh
CNN Indonesia. “CAATSA, Jurus as Halangi Peminat Alutsista Rusia.” internasional.
cnnindonesia.com,
January
22,
2020.
https://www.cnnindonesia.com/internasional/20200122064416-106-467483/caatsa-jurus-ashalangi-peminat-alutsista-rusia.
12
Stefan H., Reisinger. “US Imposes CAATSA Sanctions on Turkish SSB and Related Officers |
Norton
Rose
Fulbright.”
Nortonrosefulbright.com,
2020.
https://www.nortonrosefulbright.com/en/knowledge/publications/852a1100/us-imposes-caatsasanctions-on-turkish-ssb-and-related-officers.
11
Amerika Serikat dalam upaya menjaga influence dan kepentingan overseas
mereka.13
Sementara Rusia melaksanakan intervensi ekonomi yang berbeda
dengan Amerika Serikat, hal ini terlihat jelas di Venezuela, dalam upaya
menancapkan pengaruh mereka secara keseluruhan dalam pemerintahan
Venezuela, Rusia (yang sendirinya berada dalam kondisi ekonomi yang
kurang baik) memberikan banyak bantuan ekonomi kepada Venezuela
dalam upaya mendapatkan keuntungan geopolitik. Tidak hanya membantu
secara ekonomi, tindakan-tindakan intervensi Rusia di Venezuela juga
termasuk memastikan bahwa Presiden Nicolas Maduro tetap menjadi
pemimpin negara itu, hal ini juga merupakan bukti intervensionisme yang
berbentuk non militer.14
Intervensi sendiri sepenuhnya melanggar nilai-nilai Hukum
Internasional dikarenakan intervensi sendiri ilegal dimata Hukum
Internasional, jika mengacu kepada United Nations Charter kita dapat
spesifiknya melihat piagam PBB pasal 2 (4) dan 2 (7), terlihat jelas bahwa
intervensi merupakan sesuatu yang dilarang dalam hubungan antar negara,
akan tetapi kita dapat melihat bahwa terdapat kondisi-kondisi dimana
intervensi dibenarkan, selama intervensi yang dilaksanakan itu bertujuan
untuk tujuan kemanusiaan, atau jika mengacu kepada pernyataan yang
dikeluarkan oleh mantan Menkum dan HAM yaitu Hamid Awaludin, ada
beberapa parameter yang dijadikan sebagai alasan oleh negara lain dalam
melaksanakan intervensi kemanusiaan yaitu “gagalnya pemerintahan
berfungsi dalam melindungi warganya, terdapat kasus pembunuhan massal
ataupun perbudakan massal maupun peledakan yang dianggap
menimbulkan kematian masif serta yang terakhir adalah apabila segala
usaha-usaha intervensi diplomatis yang bersifat non-militer telah gagal
seperti yang terlihat pada kasus Irak tahun 1991, pada Somalia pada tahun
1992, dan intervensi secara militer pada konflik Kosovo di wilayah eks
negara Yugoslavia pada tahun 1999. jika meninjau lebih lanjut UN Charter
ini, kita dapat melihat bahwa intervensi yang dilakukan biasanya lebih
merujuk pada intervensi diplomatis, akan tetapi terdapat pembolehan pada
penggunaan kekuatan militer dalam kasus melindungi diri ataupun kaum
maupun negara yang tidak dapat melindungi dirinya sendiri (seperti dalam
Deutsche Welle (www.dw.com. “Nord Stream 2: US Announces More Sanctions over Pipeline |
DW | 22.11.2021.” DW.COM, 2021. https://www.dw.com/en/nord-stream-2-us-announces-moresanctions-over-pipeline/a-59904460.
14
Josh K., Elliot. “Why Russia Wants Nicolas Maduro to Stay in Charge of Venezuela.” Global
News. Global News, February 9, 2019. https://globalnews.ca/news/4930480/maduro-venezuelaputin-russia/.
13
contoh kasus Kuwait yang diinvasi oleh Irak dan memerlukan intervensi
dari negara koalisi untuk melindungi dirinya).15 16
Akan tetapi intervensi yang dilakukan oleh baik oleh Rusia maupun
Amerika Serikat sering kali tidak memenuhi syarat-syarat intervensi yang
sah, bahkan bisa dikatakan bahwa intervensi-intervensi Rusia dan
Amerika Serikat lebih mengarah kepada tindakan agresif yang
dilaksanakan untuk menjamin kepentingannya sendiri dan bukan
kepentingan kedamaian dan keamanan internasional seperti yang
disebutkan dalam United Nations Charter, bahkan jika kita menggunakan
pemahaman yang textbook terhadap peraturan ini, suatu tindakan militer
seharusnya hanya boleh dilakukan jika mendapatkan persetujuan dari
United Nations Security Council, namun seperti yang dibahas diatas bahwa
Amerika Serikat dan Rusia seringkali melupakan poin ini, bahkan bisa
dikatakan Amerika Serikat dan Rusia seringkali menggunakan kekuatan
militernya dalam melaksanakan intervensi yang tidak disetujui.
Konsekuensi dari hal ini dapat terlihat dari reaksi masyarakat internasional,
negara-negara lain mengecam tindakan yang dilakukan Rusia dan Amerika
Serikat, akan tetapi kecaman ini seakan menjadi angin lalu bagi kedua
negara ini, mereka bertindak seakan-akan Hukum Internasional tidak
berlaku bagi negara-negara ini, tindakan seperti inilah yang membuat
intervensionisme negara adidaya perlu dibahas dari perspektif hukum,
dikarenakan terdapat problematika dimana negara itu sendiri seperti tidak
peduli pada eksistensi Hukum Internasional.17
Intervensi memang tidak selalu dapat dianggap sebagai hal yang buruk,
walau betul bahwa intervensi merupakan pelanggaran terhadap kedaulatan
suatu bangsa, seringkali ada kondisi-kondisi tertentu yang memaksa
terjadinya intervensi, kondisi-kondisi ini biasanya merupakan kondisi yang
humanitarian seperti saat perang terjadi diantara negara eks-Yugoslavia
dimana terjadi banyaknya kejahatan terhadap manusia. Intervensi di
konflik itu bisa dikatakan sebagai intervensi yang terjustifikasi
dikarenakan terdapat alasan yang konkrit untuk Perserikatan BangsaBangsa untuk membolehkan terjadinya intevensi.
15
Ibid.
Zohre Heidari Beni, Ezatollah Ezzati, Mohamadreza Hafez Nia, and Heidar Lotfi.
“Humanitarian Interventions and National Interests; Iraq Case Study.” ResearchGate. Armenian
Green Publishing Co., September
2018.https://www.researchgate.net/publication/328264173_Humanitarian_Interventions_and_Nati
onal_Interests_Iraq_Case_Study.
17
Margot, Patterson. “How the U.S. Violates International Law in Plain Sight.” America Magazine,
October 12, 2016. https://www.americamagazine.org/politics-society/2016/10/12/how-us-violatesinternational-law-plain-sight.
16
C. KESIMPULAN
Mengacu pada definisi intevensi dari Dr. Wirjono Prodojodikoro,
intervensi adalah “suatu campur tangan negara asing yang sifatnya
menekan dengan alat kekerasan atau dengan ancaman melakukan
kekerasan, apabila keinginannya tidak terpenuhi”. Sehingga dapat diambil
kesimpulan bahwa intervensi meliputi segala tindakan oleh negara lain
(biasanya merupakan negara adidaya) dalam memaksanakan kehendakan
nya yang bersidat menekan dan memiliki ancaman kekerasan apabila
keinginan dari negara adidaya tersebut terpenuhi. Kekerasan dalam hal ini
dapat berbentuk sanksi, upaya-upaya pergantian pemerintahan secara
paksa hingga perang skala penuh dengan negara yang menenentang
kehendak negara adidaya asing tersebut. Maka dari itu intervensi secara
singkat bisa di artikan sebagai segala tindakan oleh suatu negara dalam
memaksakan kehendaknya pada suatu negara lainnya dengan ancamanancaman kekerasan, kekerasan ini dapat berbentuk sanksi, embargo,
hingga bahkan perang skala penuh.
Dalam sejarahnya, praktik intervensi banyak sekali berubah, hal ini
terlihat dari bentuk intervensi Rusia yang terlihat semakin ekstrim dan
agresif Intervensionsime Rusia di masa modern mencapai puncaknya
ketika Rusia melaksanakan intervensi terang-terangan di Krimea, Krimea
merupakan mantan wilayah Negara Ukraina yang menyatakan diri
berpisah dan bergabung ke Federasi Rusia. Rusia juga melaksanakan
intervensi ekonomi, hal ini terlihat jelas di Venezuela, dalam upaya
menancapkan pengaruh mereka secara keseluruhan dalam pemerintahan
Venezuela, di Venezuela pun Russia juga melaksanakan intervensi dengan
memastikan bahwa pemimpin Venezuela yang sekarang, Nicolas Maduro,
tidak digantikan oleh lawan politik nya yang telah dipilih secara sah. Rusia
pun juga membantu pemimpin diktator Suriah, Bashar al-Assad dalam
menjaga kendalinya terhadap Suriah, perlu diketahui bahwa dibawah
pimpinan Assad, Suriah telah mengalami banyak kejadian pelanggaran
Hak Asasi Kemanusiaan, selain itu kepemimpinan Assad telah
memunculkan banyak oposisi dalam negaranya, bahkan terdapat konflik
bersenjata dengan pihak insurjen yang mengiginkan Assad untuk turun.
Dalam hal penjualan senjata pun, Amerika Serikat melakukan
intervensi dalam memastikan bahwa Amerika Serikat memiliki edge dalam
segi penjualan sistem senjata, Amerika Serikat mengeluarkan peraturanperaturan yang mendapat banyak backlash karena dianggap melanggar
kedaulatan banyak negara, peraturan seperti CAATSA (Countering
America’s Adversaries Through Sanctions Act), CAATSA yang
dikeluarkan dikarenakan intervensi Rusia dalam pemilihan umum 2016 di
Amerika Serikat serta keterlibatan dan pendudukan Rusia di Krimea
dianggap melanggar kedaulatan banyak negara dikarenakan mengancam
negara yang ingin melaksanakan transaksi, terutama jual-beli sistem
senjata dengan Federasi Rusia dengan sanksi ekonomi pada negara-negara
yang ingin melaksanakan pembelian sistem senjata dengan Federasi Rusia,
dimana kebijakan ini telah membuat Turki terkena sanksi dikarenakan
pembelian Ankara terhadap sistem pertahanan udara S-400 serta juga
mengancam negara-negara seperti India yang juga ingin membeli sistem
pertahanan udara S-400 serta Indonesia yang ingin membeli pesawat
tempur Sukhoi Su-35 dengan ancaman sanksi ekonomi.
Selain melaksankan intervensi dalam bentuk militerisktik, baik
Amerika Serikat maupun Rusia juga seringkali melakukan intervensi
terhadap kegiatan ekonomi negara lain, hal ini terlihat jelas sekali ketika
Amerika Serikat melakukan sanksi terhadap perusahaan gas yang terlibat
dalam proyek pipa gas Nord Stream 2 yang meliputi Rusia, Ukraina dan
Jerman. Ancaman sanski ini dilakukan oleh AS dikarenakan proyek pipa
gas ini diprakarsai oleh perusahaan Rusia yaitu Gazprom, karena ketakutan
AS mengenai menyebar dan menguatnya influence Rusia di Eropa,
sementara intervensionisme Russia di dalam bidang ekonomi dapat terlihat
dalam kebijakan intervensi ekonominya di Venezuela, Rusia (yang
sendirinya berada dalam kondisi ekonomi yang kurang baik) memberikan
banyak bantuan ekonomi kepada Venezuela dalam upaya mendapatkan
keuntungan geopolitik.
Sementara bentuk intervensi Amerika Serikat juga berubah mengikuti
waktu, terlihat perbedaan yang jelas antara intervensi-intervensi Amerika
Serikat selama perang dingin dan pasca perang dingin, pada masa perang
dingin, kita melihat Amerika Serika seringkali secara terang-terangan
melakukan intervensi terhadap negara lain, mulai dari berperang di Korea
dan Vietnam, lalu terdapat juga beberagai operasi yang dilakukan Amerika
Serikat untuk menggulingkan pemerintahan-pemerintahan yang
berlawanan dengan Amerika Serikat hal ini terlihat dari operasi seperti
operasi Bay of Pigs dan percobaan pembunuhan terhadap Fidel Castro,
pemimpin Kuba, hingga secara terbuka memberikan suplai senjata kepada
Israel dalam operasi Nickel Grass saat konflik Yom Kippur tahun 1973 dan
menginvasi Irak yang mengancam Kuwait.
Walau memiliki foreign policy yang berbedam terdapat kesamaan
pada cara intervensi Amerika Serikat dan Federasi Rusia di masa sekarang,
ini terlihat dengan bagaimana keduanya menjustifikasi tindakan mereka di
Timur Tengah, baik Rusia di Suriah dan Amerika Serikat di Timur Tengah
menjustifikasikan kehadirannya sebagai operasi anti terror dalam upaya
melindungi keamanan negara mereka dan keamanan sekutu mereka.
Intervensi merupakan topik yang kontroversial dan bahkan
menimbulkan berbagai pertanyaan bagi para ahli hukum internasional, hal
ini dikarenakan aspek-aspek legalitas dari intervensi yang seringkali
dilanggar untuk kepentingan bersama seperti pada kasus intervensi di
kasus Irak tahun 1991, pada Somalia pada tahun 1992, dan intervensi
secara militer pada konflik Kosovo di wilayah eks negara Yugoslavia pada
tahun 1999, padahal jika kita mengacu pada pasal 2 (4) dan 2 (7), dari
Piagam PBB atau United Nations Charter kita dapat melihat bahwa
terdapat larangan keras terhadap intervensi dalam interaksi antar negara
sehingga bahwa intervensi bukanlah sesuatu yang bisa dipandang dari
hanya satu sisi saja, hal ini membuktikan bahwa dalam memandang suatu
topik secara Hukum Internasional tidak bisa dengan kaku, dikarenakan
dalam praktiknya, Hukum Internasional sering sekali memberikan
pengecualian sehingga peninjauan secara perspektif Hukum Internasional
harus dilakukan dengan pragmatisme dan dengan pemikiran yang praktis.
Akan tetapi dalam membahas permasalah yang sekompleks intervensi
asing oleh negara adidaya ini, terdapat suatu fakta yang tidak dapat
dibantah, bahwa mayoritas dari tindakan intervensi yang dilaksanakan oleh
negara-negara adidaya ini merupakan tindakan yang tidak bisa dijustifikasi
secara Hukum Internasional dan Amerika Serikat dan Federasi Rusia
seharusnya negara-negara yang menjadi korban dari intervensi asing
mereka seharusnya berhak untuk melihat negara-negara ini di held
accountable terhadap tindakan-tindakan mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Meditz, Sandra W and M. Hanratty, Dennis. “Panama: A Country Study”.
Washington: GPO for the Library of Congress, 1987
Britannica. “Ukraine - the Crisis in Crimea and Eastern Ukraine | Britannica.”
In
Encyclopædia
Britannica,
2021.
https://www.britannica.com/place/Ukraine/The-crisis-in-Crimea-and-easternUkraine.
Paul, Stronski. “Late to the Party: Russia’s Return to Africa.” Carnegie
Endowment for International Peace. Carnegie Endowment for International Peace,
October 16, 2019. https://carnegieendowment.org/2019/10/16/late-to-party-russias-return-to-africa-pub-80056.
Charap, Samuel, Elina Treyger, and Edward Geist. “Understanding Russia’s
Intervention in Syria.” Rand.org. RAND Corporation, October 31, 2019.
https://www.rand.org/pubs/research_reports/RR3180.html.
Leatemia,
Ardiyah.
“INTERVENSI
PIHAK
ASING
DALAM
PENYELESAIAN KONFLIK INTERNAL SUATU NEGARA MENURUT
HUKUM INTERNASIONAL.” Lex et Societatis Volume 1, no. 4 (2013).
Bogus, Carl T. “The Invasion of Panama and the Rule of Law.” The
International
Lawyer
26,
no.
3
(1992):
781–87.
http://www.jstor.org/stable/40706992.
Reuters. “Crimea Switches to Moscow Time, Finalizing Incorporation into
Russia.”
HuffPost.
HuffPost,
March
29,
2014.
https://www.huffpost.com/entry/crimea-moscow-time_n_5056293.
Furlong, Ray, AP, Reuters, AFP, and RFE/RL's Ukrainian Service. “The
Changing
Story
of
Russia’s
‘Little
Green
Men’
Invasion.”
RadioFreeEurope/RadioLiberty. The Changing Story Of Russia’s “Little Green
Men” Invasion, February 25, 2019. https://www.rferl.org/a/russia-ukrainecrimea/29790037.html.
Rono, Moses. “Mali’s Plan for Russia Mercenaries to Replace French Troops
Unsettles
Sahel.”
BBC
News.
BBC
News,
October
2021.
https://www.bbc.com/news/world-africa-58751423.
Rahman-Jones, Imran. “Why Does Russia Support Syria and President
Assad?”
BBC
News.
BBC
News,
April
11,
2017.
https://www.bbc.com/news/newsbeat-39554171.
CNN Indonesia. “CAATSA, Jurus as Halangi Peminat Alutsista Rusia.”
internasional.
cnnindonesia.com,
January
22,
2020.
https://www.cnnindonesia.com/internasional/20200122064416-106467483/caatsa-jurus-as-halangi-peminat-alutsista-rusia.
DAFTAR PUSTAKA
Stefan H., Reisinger. “US Imposes CAATSA Sanctions on Turkish SSB and
Related Officers | Knowledge | Global Law Firm | Norton Rose Fulbright.”
Nortonrosefulbright.com,
2020.
https://www.nortonrosefulbright.com/en/knowledge/publications/852a1100/usimposes-caatsa-sanctions-on-turkish-ssb-and-related-officers.
Deutsche Welle (www.dw.com. “Nord Stream 2: US Announces More
Sanctions over Pipeline | DW | 22.11.2021.” DW.COM, 2021.
https://www.dw.com/en/nord-stream-2-us-announces-more-sanctions-overpipeline/a-59904460.
Elliot, Josh K. “Why Russia Wants Nicolas Maduro to Stay in Charge of
Venezuela.”
Global
News.
Global
News,
February
9,
2019.
https://globalnews.ca/news/4930480/maduro-venezuela-putin-russia/.
Wright, Quincy. “THE LEGALITY OF INTERVENTION UNDER THE
UNITED NATIONS CHARTER.” Proceedings of the American Society of
International Law at Its Annual Meeting (1921-1969) 51 (1957): 79–90.
http://www.jstor.org/stable/25657370.
Zohre Heidari Beni, Ezatollah Ezzati, Mohamadreza Hafez Nia, and Heidar
Lotfi. “Humanitarian Interventions and National Interests; Iraq Case Study.”
ResearchGate.
Armenian
Green
Publishing
Co.,
September
2018.https://www.researchgate.net/publication/328264173_Humanitarian_Interve
ntions_and_National_Interests_Iraq_Case_Study.
Patterson, Margot. “How the U.S. Violates International Law in Plain Sight.”
America Magazine, October 12, 2016. https://www.americamagazine.org/politicssociety/2016/10/12/how-us-violates-international-law-plain-sight.
Download