Uploaded by Ainun Aida

PROPOSAL

advertisement
TINJAUAN HUKUM PIDANA TERHADAP PEREDARAN
PRODUK MAKANAN DAN MINUMAN KADALUARSA
BERDASARKAN UU NO.8 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN
(STUDI KASUS DIKOTA PALU)
PROPOSAL
Diajukan Sebagai Salah Satu Penulisan Skripsi Jenjang Strata Satu (S1) Ilmu
Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Tadulako
Oleh :
INTAN BERLIAN
D 101 18 373
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TADULAKO
2021
RENCANA KOMPOSISI BAB
RENCANA KOMPOSISI BAB................................................................................................iii
BAB I ........................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1
A.
LATAR BELAKANG .................................................................................................. 1
B.
Rumusan masalah ......................................................................................................... 6
C.
Tujuan penelitian .......................................................................................................... 7
D.
Manfaat penelitian ........................................................................................................ 7
E.
Metode penelitian.......................................................................................................... 8
a.
Lokasi penelitian ....................................................................................................... 8
b.
Jenis dan sumber data ada 2 yaitu ............................................................................. 8
c.
Analisis data .............................................................................................................. 9
BAB II..................................................................................................................................... 10
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................................... 10
Pengertian Hukum Pidana, Tujuan Hukum Pidana dan Sumber Hukum Pidana ........ 10
A.
1.
Pengertian Hukum Pidana....................................................................................... 10
2.
Tujuan Hukum Pidana ............................................................................................ 16
3.
Sumber Hukum Pidana Indonesia ........................................................................... 19
PENGERTIAN PANGAN .......................................................................................... 24
B.
1.
C.
Pengertian pangan ................................................................................................... 24
Pengertian konsumen .................................................................................................. 29
a. Bagaimana peran badan pengawas obat dan makanan (BPOM) terhadap makanan
yang kadalursa yang beredar dimasyarakat..................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 34
A.
BUKU-BUKU............................................................................................................. 34
B.
JURNAL ..................................................................................................................... 34
C.
UNDANG-UNDANG ................................................................................................. 35
D.
INTERNET ................................................................................................................. 35
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat diperlukan oleh
manusia, Manusia tidak bisa dipisahkan dengan makanan. Karna makanan menjadi
penopang energi untuk melakukan aktifitas sehari-hari didalam pasal 1 uu no 18
tahun 2012 tentang pangan dijelaskan bahwa pangan adalah segala sesuatu yang
berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan,
peternakan, perairan dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah sebagai makanan
dan minuman yang diperuntukan dalam kebutuhan hidup manusia termasuk bahan
tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lainnya Yang digunakan dalam
proses penyiapan pengelolaan atau pembuatan makanan dan minuman.
Banyak produsen yang berlomba-lomba untuk membuat serta memproduksi
makanan dengan modal yang sedikit dan mendapat keuntungan yang banyak,
Pemikiran yang menggunakan modal sedikit dan mendapatkan uang yang banyak
membuat produsen tidak mematuhi aturan keamanan, kemurnian dan higenis.
Produsen dalam memproduksi makanan harus mematuhi aturan perundang-undang.
1
UU no 18 tahun 2012 lembaga negara Republik Indonesia tahun 2012 No.227
tambahan lembaran republik Indonesia mengarahkan kerangka kebijakan ketahanan
pangan nasional difokuskan kepada dua hal yaitu kedaulatan pangan dan kemandirian
pangan dan tetap memperhatikan ketahanan pangan. Dari kebijakan pangan adalah
Pangan merupakan salah satu kebutuhan primer dari manusia selain sandang, pangan
dan papan, pangan memegang peran penting dalam kehidupan manusia oleh karena
itu dibutuhkan suatu jaminan bahwa pangan yang dikonsumsi sehari-hari oleh
manusia memiliki tingkat keamanan yang tinggi sehinggah manusia terbebas dari
serangan penyakit atau bahaya yang berasal dari makanan dan minuman.1
Pemerintah menyadari pentingnya keamanan pangan yang dikonsumsi oleh
manusia sehingga menetapkan undang-undang no 18 tahun 2012 yang mengatur
pangan di Indonesia. disamping itu peraturan pemerintah No.28 tahun 2004 tentang
keamanan, mutu dan gizi pangan, memberikan wewenang kepada BPOM (badan
pengawas obat dan makanan) untuk melakukan pengawasan pengamanan, mutu dan
gizi pangan yang beredar.
Peraturan yang telah ditetapkan pemerintah, salah satunya dengan mencantumkan
tanggal kadaluarsa pada kemasan produk makanan dan minuman sesuai dengan
perundang-undangan yang berlaku. Pencantuman tanggal, bulan dan tahun kadaluarsa
pada produk makanan dan minuman merupakan salah satu bentuk informasi pangan
dan produsen kepada konsumen yang wajib disertakan pada setiap produk yang akan
1
UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan
2
dipasarkan, Informasi tersebut merupakan bentuk perlindungan kesehatan bagi
konsumen.
Berdasarkan pasal 1 angka 1 undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang
perlindungan konsumen yang selanjutnya disebut UUPK, yang dimaksud dengan
perlindungan konsumen adalah segalah upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Salah satu bentuk
kepastian hukum yang dimaksud dalam UUPK tersebut adalah adanya pencantuman
tanggal kadaluarsa pada makanan maupun minuman. . Dalam pasal 28D UUD 1945
“setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum
yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum” dengan begitu makanan dan
minuman yang beredar dalam masyarakat benar-benar dapat melindungi masyarakat
dan harus ada kapastian hukum atas hal tersebut agar masyarakat tidak menjadi
korban dari mengkonsumsi yang diperoleh dari peredaran di berbagai tempat
penjualan dalam masyarakat. 2
Berbagai produk yang ditawarkan kepada masyarakat oleh pihak produsen pada
saat ini gencar dilakukan. Adanya variasi produk khususnya produk makanan dan
minuman yang telah beredar di pasaran cukup meraih minat konsumen untuk
mengkonsumsinya,
pihak
produsen
berharap
agar
pihak
konsumen
terus
mengkonsumsi produknya, Sehingga produsen mendapat keuntungan. Masalah
keamanan pangan memang menjadi isu strategis saat ini. Keamanan pangan
2
Hermanto, S. K. (2019). Tanggung Jawab Pelaku Usaha Tanpa Tanggal Kadaluarsa, 167.
3
merupakan sebuah isu yang harus diperhatikan secara seksama untuk menjaga tingkat
kesehatan dari masyarakat dalam (pasal 1 angka 5 UU No 18 tahun 2012 tentang
pangan) yang dimaksud dalam keamanan pangan adalah : Kondisi dan upaya yang
diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan pencemaran biologis, kimia
dan benda lain yang mengganggu,merugikan dan membahayakan kesehatan manusia
serta tidak bertentangan dengan agama keyakinan, dan budaya masyarakat sehinggah
aman untuk dikonsumsi.
Ketentuan mengenai keamanan pangan meliputi sanitasi pangan, bahan tambahan
pangan, genetika dan iridiasi pangan, kemasan pangan, jaminan mutu dan
pemeriksaan laboratorium dan pangan tercemar. Selain hal tersebut, didalam
peraturan yang sama disebutkan bahwa setiap orang dilarang mengedarkan pangan
yang mengandung bahan beracun, berbahaya, yang dapat merugikan atau
membahayakan kesehatan jiwa manusia. Kasus keamanan yang banyak dijumpai
adalah keracunan pangan dimana salah satu sumber pangan meyebabkan keracunan
makanan adalah jajanan pada umumnya terjadi pada anak-anak sekolah yang sangat
gemar sekali mengkonsumsi jajanan. Tidak jarang mereka menghabiskan uang jajan
dalam sehari hanya untuk membeli makanan jajanan.
Jajanan adalah makanan pertama kali yang masuk dalam pencernaan salah satu
prioritas pangan yang menjadi perhatian khusus BPOM RI ( pemeriksa obat dan
makanan republik Indonesia). Berdasarkan penelitian yang dilakukan BPOM pada
tahun 2010 masih banyak jajanan yang kurang terjamin kesehatannya menyebabkan
4
keracunan. Dengan banyaknya makanan yang mengandung zat kimia. Ini merupakan
agen penting yang membuat mengkonsumsi makanan tidak sehat tentunya negara kita
sulit berkembang jika banyak bibit-bibit generasi penerus bangsa yang kurang
berkualitas.
Berhubungan dengan pengetahuan, pembinaan, dana atau pengawasan terhadap
kegiatan atau proses produksi pangan dan peredaran pangan sampai dengan siap
dikonsumsi manusia. Dengan perkembang teknologi pengelolahan pangan, disatu
pihak memang membawa hal-hal yang positif seperti peningkatan pengawasan mutu,
perbaikan sanitasi ,standarisasi pengepakan dan lebeling serta grading. Namun disisi
lain teknologi pangan akan menyebabkan semakin tumbuhnya kekhwatiran, semakin
tinggi resiko tidak aman bagi makanan yang dikomsumsi teknologi pangan telah
mampu membuat makanan-makanan sintetis, menciptakan berbagai zat pengawet
makanan, zat additives dan zat-zat flavour. Zat-zat kimia tersebut merupakan zat-zat
yang ditambahkan pada produk-produk makanan sehingga produk tersebut lebih
awet, indah, lembut dan lezat. Produk inilah yang disukai konsumen untuk
dikomsumsi. Akan tetapi dibalik semua itu zat-zat kimia tersebut mempunyai dampak
yang tidak aman bagi kesehatan.
Pangan berkaitan dengan konsep turunannya yaitu kemandirian pangan yang
menunjukkan kapasitas suatu kawasan untuk memenuhi kebutahan pangan, semakin
besar proporsi pangan dan bahan pangan yang dipenuhi dari luar sistem masyarakat
5
maka semakin kurang derajat kemandiriannya dalam penyediaannya dan begitu
sebaliknya.
Kebutuhan pangan sangat mempengaruhi kebutuhan hidup masyarakat yang di
mana guna menjalankan kelangsungan hidup manusia, sudah seharusnya pemerintah
perlu mengoptimalkan peredaran pangan dan di sertai
pengawasan yang ketat
terhadap produksi pendistrisbusian pangan hal yang sering terjadi di tataran
masyarakat terhadap produk produk yang di dagangkan ialah sudah berakhirnya
masa penggunaan akan tetapi tidak di perhatikan oleh produsen sehingga sering
terjadi kerugian besar terhadap konsumen baik secara materil maupun non materil.
Berdasarkan uraian diatas,maka penulis bermaksud untuk mengkaji masalah
tersebut dengan mengambil judul “TINJAUAN HUKUM PIDANA TERHADAP
PEREDARAN PRODUK MAKANAN DAN MINUMAN KADALUARSA
BERDASARKAN UU NO.8 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN (STUDI
KASUS DIKOTA PALU)”
B. Rumusan masalah
Berdasakan uraian yang telah dipaparkan diatas, dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pelaksanaan pengawasan produk makanan dan minuman
yang telah kadaluarsa dikota palu ?
2. Bagaimanakah bentuk sanksi yang diberikan kepada penjual jika produk
makanan dan minuman terindikasi kadaluarsa ?
6
C. Tujuan penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini, antara lain sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui pelaksanaan pengawasan produk makanan dan minuman
yang telah kadaluarsa dikota palu
2. Untuk mengetahui bentuk sanksi yang diberikan kepada penjual jika produk
makanan dan minuman terindikasi kadaluarsa
D. Manfaat penelitian
Hasil dari penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak
yang berkepentingan baik secara teoritis maupun praktis, antara lain sebagai berikut :
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran
bagi ilmu hukum pada umumnya dan hukum pidana pada khususnya
mengenai
perlindungan
konsumen
terhadap
peredaran
makanan
kadaluwarsa serta lebih berhati-hati dalam memilih suatu produk makanan
dan minuman.
2. Secara praktis
Penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi peneliti bagi
masyarakat dalam menjalankan suatu bisnis agar sesuai dengan hukum
yang berlaku.
7
E. Metode penelitian
Metode penelitian merupakan suatu aktifitas yang mengandung prosedur tertentu
dengan cara atau langkah yang disusun secara terarah,sistematis, dan teratur.
Oleh karena itu,metode penelitian sangat penting dalam kegiatan penelitian guna
untuk mendapatkan data, kemudian menyusun, mengolah dan menganalisisnya.
Dalam penelitian ini, metode yang di gunakan oleh penulis adalah jenis
penelitian hukum empiris yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara
analisis masalah dari aturan-aturan yang berlaku dengan penerapannya dalam
kenyataan yang terjadi dimasyarakat, dan pengumpulan data yang diperoleh
berdasarkan informasi langsung dari responden.
a. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan)
Palu Sulawesi tengah, Indonesia
b. Jenis dan sumber data ada 2 yaitu
1. Data primer
Yaitu data yang diperoleh secara langsung dari penelitian lapangan, dengan
menggunakan tahnik wawancara dan responden, yaitu suatu metode
pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan yang telah disusun dalam
daftar pertanyaan sebagai pedoman dan kemungkinan timbul pertanyaan lain
yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
2. Data sekunder
8
Yaitu data yang diperoleh dari berbagai sumber literatur, melalui buku-buku,
media cetak, media elektronik, makalah, pendapat para pakar hukum, serta
sumber-sumber lain.
c. Analisis data
Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis
kualitatif, artinya data yang berhasil dikumpulkan dari penelitian dipilih
berdasarkan mutu atau kualitas dan ada kaitannya dengan permasalahan yang
dibahas.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Hukum Pidana, Tujuan Hukum Pidana dan Sumber Hukum
Pidana
1. Pengertian Hukum Pidana
Istilah hukum pidana merupakan terjemahan dari istilah bahasa Belanda
“strafrecht” , straf berarti pidana, dan recht berarti hukum, menurut Wirjono
Prodjodikoro bahwa istilah hukum pidana itu dipergunakan sejak kependudukan
jepang di Indonesia untuk pengertian strafrecht dari Bahasa belanda, dan untuk
membedakannya dari istilah hukum perdata untuk pengertian burgelijkrecht dari
Bahasa belanda.
Secara umum dapat didefenisikan bahwa pidana sebagai suatu bentuk
penderitaan yang sengaja dijatuhkan atau diberikan oleh negara kepada seseorang
atau beberapa orang sebagai akibat hukum (sanksi) baginya atas perbuatannya yang
telah melanggar larangan hukum pidana, serta khusus larangan dalam hukum pidana
ini disebut sebagai tindak pidana (stafbaarfeit).
Pada dasarnya hukum pidana memang berfokus pada pengaturan tentang
masalah kejahatan yang terjadi ditengah masyarakat. Hukum pidana menjadi penjaga
agar masyarakat terhindar dari kejahatan. Kalau mahkamah konstitusi sering disebut
sebagai The Guardian of Constitusion, maka hukum pidana dalam hubungannya
10
dengan kejahatan layak disebut sebagai The Guardian of Security yang berusaha
memberikan jaminan agar masyarakat tidak menjadi korban kejahatan.3
Penjatuhan pidana kepada para pelanggar hukum merupakan bentuk sanski
yang paling keras karena sesunggunya melanggar hak-hak asasi manusia seperti
penegakan kebebasan dalam penjara, sanski dalam hukum pidana jauh lebih keras
salah satunya adalah dengan memasukannya seseorang kedalam penjara
Perampasan barang tertentu sampai bahkan ada kalanya harus dibayar dengan
nyawa jika dijatuhkan pidana mati. Dalam hal ini Remmelink menyatakan bahwa
sanksi pidana sebagai sanksi yang paling tajam dank eras pada asasnya hanya akan
dijatuhkan apabila mekanisme penegakan hukum lain yang lebih ringan tidak berdaya
atau sebelumnya sudah dipandang tidak cocok.4
Pengertian hukum pidana, banyak dikemukakan oleh para sejarah hukum,
diantaranya adalah :
a. Soedarto
Hukum pidana memuat aturan-aturan hukum yang mengikatkan kepada
perbuatan-perbuatan yang memenuhi syarat tertentu suatu akibat yang berupa pidana.
Dan selanjutnya Soedarto menyatakan bahwa sejalan dengan pengertian hukum
pidana, maka tidak terlepas dari KUHP yang menurut dua hal pokok yakni :
3
Efendi, E. (2011). Hukum Pidana Indonesia Suatu Pengantar. Bandung: Refika Adiatma.
4
Jan Remmelink, hukum pidana, komentar atas pasal-pasal terpenting dari kitap undang-undang
hukum pidana belanda dan pidananya dalam kitap undang-undang hukum pidana Indonesia,
Gramedia pustaka utama, Jakarta, 2003, hlm 15. diakses pada tanggal 21 oktober 2021
11
1. Memuat pelukisan dari perbuatan-perbuatan orang yang diancam pidana,
artinya
KUHP
memuat
syarat-syarat
yang
harus
dipenuhi
yang
memungkinkan pengadilan menjatuhkan pidana. Jadi disini seolah-olah
negara menyatakan kepada umum dan juga kepada para penegak hukum
perbuatan-perbuatan apa yang dilarang dan siapa yang dapat dipidana.
2. KUHP menetapkan dan mengumumkan reaksi apa yang akan diterima oleh
orang yang melakukan perbuatan yang dilarang itu.
Dalam hukum pidana modern reaksi ini tidak hanya berupa pidana, tetapi juga
apa yang disebut dengan tindakan, yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari
perbuatan-perbuatan yang merugikannya
b. W.L.G Lemaire
Hukum pidana yaitu terdiri dari norma-norma yang berisi keharusan-keharusan
dan larangan-larangan yang oleh pembentuk undang-undang telah dikaitkan dengan
suatu sanksi berupa hukuman, yakni suatu penderitaan yang bersifat khusus. Dengan
demikian dapat juga dikatakan, bahwa hukum pidana ini merupakan suatu sistem
norma-norma yang menentukan terhadap tindakan-tindakan yang mana hal
melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dimana terdapat suatu keharusan
untuk melakukan sesuatu. Dan dalam keadaan-keadaan bagaimana hukum itu dapat
dijatuhkan, serta hukuman yang bagaimana dapat dijatuhkan bagi tindakan-tindakan
tersebut.
c. Van Kan
12
Hukum pidana tidak mengadakan norma-norma baru dan tidak menimbulkan
kewajiban-kewajiban yang dulunya belim ada. Hanya norma-norma yang sudah ada
saja yang dipertegas, yaitu dengan mengadakan ancaman pidana dan pemidanaan.
Hukum pidana memberikan sanksi yang bengis dan sangat memperkuat berlakunya
norma-norma hukum yang telah ada. Tetapi tidak mengadakan norma baru. Hukum
pidana sesungguhnya adalah hukum sanksi (het strafrecht is wezelijk sanctierecht).
d. Moeljatno
Menjelaskan dari pengertian hukum pidana tersebut diatas maka yang disebut
dalam kesatu adalah Mengenai perbuatan pidana (criminal act) sedang yang disebut
dalam kedua adalah, Mengenai pertanggung jawaban hukum pidana (criminal
liability atau criminal responsibility). Yang disebut dalam kesatu dan kedua
merupakan “hukum pidana materil” (substantive criminal law), oleh karena mengenai
isi hukum pidana sendiri. Yang disebut dalam ketiga adalah mengenai bagaimana
caranya atau prosedurnya untuk menuntut ke muka pengadilan orang-orang yang
disangka melakukan perbuatan pidana, oleh karena itu hukum acara pidana (criminal
procedure). Lazimnya yang disebut hukum pidana saja adalah hukum pidana materil5
Berdasarkan berbagai pendapat diatas, bahwa pidana mengandung unsur-unsur
sebagai berikut :
1. Pidana itu pada hakekatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau
nestapa atu akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan.
5
Azmi, A. (n.d.). Hukum Pidana.
13
2. Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang memiliki
kekuasaan (orang atau lembaga yang berwenang)
3. Pidana itu dikenakan kepada seseorang penanggung jawab tindak pidana
menurut undang-undang. 6
Pembagian hukum pidana dapat dibagi/dibedakan dari berbagai segi antara lain
sebagai berikut :
1. Hukum pidana obyektif (ius poenale) yaitu semua peraturan hukum yang
mengandung perintah atau keharusan dan larangan, terhadap pelanggaran atas
perintah dan larangan tersebut diancam sanski atau hukuman yang besifat
siksaan. Hukum pidana obyektif membatasi hak negara untuk menjatuhkan
hukuman/menghukum.
Hukum pidana obyektif terbagi atas :
a. Hukum pidana materil yaitu peraturan-peraturan yang menegaskan
perbuatan-perbuatan yang mana dapat dihukum siapa saja yang dapat
dihukum dengan cara hukuman apa seseorang dapat dipidana/dihukum.
Mengatur tentang apa, siapa dan bagaimana seseorang dapat dihukum.
Mengatur perumusan dari kejahatan dan pelanggaran serta syarat-syarat
bila seseorang dapat dipidana. Hukum pidana materil dibedakan atas
6
Muladi dan Barda Nawawi Arief, teori-teori dan kebijakan pidana, Alumni bandung, 2005 hlm.4
diakses pada tanggal 21 oktober 2021
14

Hukum pidana umum yaitu hukum yang berlaku terhadap setiap
orang/penduduk Indonesia kecuali anggota ketentaraan/militer.

Hukum pidana khusus yaitu hukum pidana yang berlaku terhadap
orang-orang tertentu, hukum pidana militer dan hukum pidana
pajak (fisikal).
b. Hukum pidana formal yaitu peraturan-peraturan hukum yang mengatur
cara-cara menghukum seseorang yang melanggar peraturan pidana
(merupakan pelaksanaan dari hukum pidana meteril), disebut juga hukum
acara pidana yaitu hukum yang memuat peraturan-peraturan tentang
bagaimana memelihara atau mempertahankan serta cara-cara untuk
menghukum seseorang yang melanggar peraturan pidana.
2. Hukum pidana subyektif (ius puniendi) yaitu hak negara atau alat-alat negara
untuk menghukum berdasarkan hukum pidana obyektif. Hukum pidana
subyektif baru ada setelah peraturan-peraturan hukum pidana obyektif
terlebih dahulu.
Pembagian hukum pidana juga dapat dilihat dari berbagai segi yakni :
1. Hukum pidana tertulis dan tidak tertulis
Hukum
pidana
tertulis
yaitu
peraturan-peraturan/hukum
pidana
yang
tercantum/dicantumkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan (pidana)
sedangkan tidak tertulis yaitu peraturan-peraturan pidana yang meskipun tidak tertulis
tetapi masih terus hidup dalam keyakinan masyarakat sebgai suatu aturan yang harus
dilaksanakan atau dipertahankan.
15
2. Hukum pidana terkodifikasi dan tersebar diluar kodifikasi
Hukum pidana terkodifikasi yaitu peraturan-peraturan pidana tertulis yang
dikodifikasikan/disatukan dalam buku/kitab undang-undang hukum pidana Indonesia.
Sedangkan hukum pidana tersebar yaitu peraturan-peraturan pidana yang tertulis yang
tersebar pada berbagai peraturan perundangan atau tidak terkodifikasi.
3. Hukum pidana sebagai hukum positif
Yaitu aturan-aturan pidana yang diberlakukan/dipakai pada saat sekarang ini.
4. Hukum pidana sebagai bagian dari hukum publik
Yaitu aturan-aturan pidana yang mengatur kepentingan hukum perorangan dan
sebagian besarnya/terbanyak mengatur kepentingan hukum publik/negara.

Sifat hukum pidana sebagai hukum publik
Secara umum
2. Tujuan Hukum Pidana
Tujuan hukum pidana (strafechtscholen) pada umumnya adalah untuk
melindungi kepentingan orang perseorangan (individu) atau hak-hak asasi manusia
dan
melindungi
kepentingan-kepentingan
masyarakat
dan
negara
dengan
perimbangan yang serasi,dari kejahatan/tindakan tercela disatu pihak dan dari
tindakan penguasa yang sewenang-wenang dilain pihak. Dalam proses terwujudnya
tujuan hukum pidana ini, dikenal 2 aliran yakni :
1. Aliran klasih (classieke school)
Menurut aliran klasik, tujuan susunan hukum pidana adalah melindungi
individu dari kekuasaan penguasa atau negara yang sewenang-wenang.
16
Pengikut aliran ini menganggap bahwa tujuan hukum pidana adalah
menjamin kepentingan hukum individu (perseorangan)
2. Aliran modern (modern school)
Menurut aliran modern tujuan hukum pidana adalah memberantas kejahatan
agar kepentingan hukum masyarakat terlindungi.
Adalah pengayoman semua kepentingan secara berimbang dan serasi
berdasarkan Pancasila yakni antara kepentingan negara,masyarakat dan warga negara
sebagai individu yang menjadi penduduk Indonesia.
Tujuan pemidanaan
Salah satu cara/alat untuk mencapai tujuan hukum pidana adalah memidanakan
seseorang yang telah melakukan suatu tindak pidana. Persoalannya sekarang ialah
apakah dasar dari pemidanaan? Atau apakah alasan untuk membenarkan penjatuhan
pidana oleh penguasa? (Sianturi 1986:57). Untuk menjawab pertanyaan tersebut
diatas, maka didalam ilmu hukum pidana mengenal teori-teori tujuan pemidanaan
yang dijadikan dasar atau alasan sehingga pemerintah atau pihak penguasa
menjatuhkan sanski pidana kepada seseorang yang dianggap telah melakukan suatu
pelanggaran atau kejahatan. Teori-teori tersebut adalah teori Absolut dan Teori
Mutlak, teori relatif atau teori nisbi dan teori gabungan.
1. Teori absolut atau mutlak
Teori absolut sering juga disebut dengan teori pembalasan karena
membenarkan pembalasan berupa pidana, yang mutlak harus dilakukan terhadap
seseorang yang telah melakukan suatu tindak pidana. Menurut teori ini setiap
17
kejahatan harus diikuti dengan pidana, tidak boleh tidak tanpa tawar menawar.
Seseorang mendapat pidana karena telah melakukan kejahatan tanpa melihat akibatakibat apapun yang mungkin timbul dari dijatuhkannya pidana. Pidana dijatuhkan
tanpa mempedulikan apakah masyarakat dengan demikian mungkin akan dirugikan,
sebab yang dilihat hanyalah masa lalu saat terjadinya tindak pidana. Tidak melihat
kemasa yang memberikan kesempatan atau kemungkinan kepada pelaku kejahatan
untuk memperbaiki sendiri kesalahannya, dan masa yang dimaksud itu adalah masa
depan (Prodjodikoro, 2003:23).
2. Teori relatif dan nisbi
Teori-teori yang tergabung dalam teori relatif membenarkan pemidanaan
berdasarkan atau bergantung pada tujuan pemidanaan itu sendiri, yakni perlindungan
masyarakat dan pencegahan yang terjadinya kejahatan (Sianturi 1986:61).
Menurut teori relatif, suatu kejahatan tidak mutlak harus langsung diikuti
dengan suatu pidana, karena penjatuhan pidana tersebut tidaklah cukup hanya dengan
suatu kejahatan saja. Yang menjadi pertimbangan dalam teori ini adalah manfaat
suatu pidana bagi masyarakat dan bagi sipenjahat itu sendiri, dengan pertimbangan
perbaikan kemasa depan tetapi tanpa melupakan masa lalu. Karena harus ada tujuan
lebih jauh dari pada hanya sekedar menjatuhkan pidana saja, maka teori-teori ini
dinamakan juga teori tujuan (Prodjodikoro, 2003:25).
3. Teori gabungan
Apabila terdapat dua pendapat yang diametral berhadapan satu sama lain,
biasanya ada suatu pendapat ketiga yang berada ditengah-tengah. Demikian juga
18
halnya disamping teori-teori absolut dan teori-teori relatif tentang hukum pidana,
kemudian muncul teori ketiga yang disatu pihak mengakui adanya unsur pembalasan
(vergelding), dan dipihak lain mengakui pula unsur prevensi dan unsur memperbaiki
penjahat yang melekat pada tiap penjatuhan pidana (Prodjodikoro, 2003 : 26). 7
3. Sumber Hukum Pidana Indonesia
a. KUHP (Wet Boek van Strafrecht) sebagai sumber utama hukum pidana
Indonesia terdiri dari :
 Buku I bagian umum, berupa aturan-aturan dasar hukum pidana yang
bersifat dan berlaku umum dalam hal yang berhubungan dengan
larangan perbuatan-perbuatan tertentu, baik tindak pidana dalam Buku
II tentang Kejahatan maupun Buku III tentang Pelanggaran, maupun
tindak pidana yang berada diluar KUHP. Aturan umum hukum tindak
pidana ini dapat dikatakan sebagai landasan dan mengikat ketentuan
hukum pidana perihal larangan-larangan melakukan perbuatan yang
disertai ancaman pidana bagi yang melanggar larangan tersebut.
 Memorie van Toelichting (MvT) atau Penjelasan terhadap KUHP.
Penjelasan ini tidak seperti penjelasan dalam perundang-undangan
Indonesia. Penjelasan ini disampaikan bersama rancangan KUHP pada
Tweede Kamer (Parlemen Belanda) pada tahun 1881 dan diundang
tahun 1886.
7
Takdir, S.H., M.H. mengenal hukum pidana 2013 laskar perubahan
19
b. Undang-undang di luar KUHP yang berupa tindak pidana khusus, seperti UU
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang, UU Tindak Pidana Ekonomi, UU Narkotika, UU Kekerasan
dalam Rumah tangga (KDRT)
c. Di daerah-daerah tertentu untuk perbuatan-perbuatan tertentu yang tidak
diatur oleh hukum pidana positif, hukum adat (hukum pidana adat) masih
tetap berlaku. Keberadaan hukum adat ini masih diakui berdasarkan UU No.1
tahun 1951 pasal 5 ayat 3sub b.8
Jenis-jenis hukum pidana yang lain :
1. Hukum pidana umum dan hukum pidana khusus
a. Hukum pidana umum
Makna hukum pidana umum bahwa hukum pidana tersebut berlaku secara
umum atau berlaku untuk semua orang. Contoh hukum pidana umum adalah KUHP,
berdasarkan pasal 103 KUHP disebutkan bahwa ketentuan-ketentuan dalam BAB I
sampai dengan BAB VIII buku ini juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh
ketentuan perundang-undang lainnya diancam dengan pidana, kecuali dengan
undang-undang ditentukan lain.
Hal ini mengandung makna bahwa semua undang-undang yang mengatur
tentang ketentuan-ketentuan pidana, tunduk pada ketentuan buku I BAB I sampai
dengan VIII KUHP, kecuali manakalah undang-undang tersebut mengatur tersendiri
8
Prof. Dr. I Ketut Mertha, S.H., M.Hum buku ajar hukum pidana diakses pada tanggal 19 oktober
2021
20
yang menyimpang dari ketentuan KUHP misalnya melakukan percobaan kejahatan,
maka berdasarkan pasal 53 ayat (2) KUHP, ancaman pidana terhadap percobaan
kejahatan adalah maksimum pidana pokok dapat dikurangi sepertiga.
Undang-undang pemberantas tindak pidana korupsi (UU PTPK), bagi siapapun
yang melakukan tindak pidana korupsi diancam dengan pidana penjara yang sama
dengan pelaku tindak pidana korupsi itu sendiri. Hal ini diatur dalam pasal 15 UU
PTPK, dengan demikian juga dalam UU PTPK pelaku tindak pidana percobaan
tindak pidana terorisme ancaman pidana yang sama denga pelaku tindak pidana
terorisme. Hal ini diatur dalam pasal 15 UU PTPT.
Berdasarkan ketentuan kedua undang diatas yaitu, UU PTPK dan UU PTPT
bagi siapapun yang melakukan tindak pidana korupsi maupun tindak pidana
terorisme, maka ketentuan tindak pidana dalam pasal 53 KUHP yaitu ancaman
maksimum pidana pokok dapat dikurangi sepertiga tidak berlaku. Dengan perkataan
lain bagi siapapun yang melakukan tindak pidana percobaan terorisme, akan diancam
dengan pidana sama persis dengan mereka yang melakukan tindak pidana korupsi
maupun mereka yang melakukan tindak pidana terorisme.
b. Hukum pidana khusus
Makna hukum pidana khusus, artinya dalam suatu undang-undang kentetuan
sanksi pidana berbeda atau menyimpangi apa yang sudah ditentukan dalam KUHP.
Disisi lain hukum acaranya pun berbeda dengan KUHAP. Contohnya, hukum pidana
khusus Misalnya UU PTPK dan PTPT.
21
Beberapa hal yang menunjukkan bahwa UU PTPK berbeda dengan KUHP
maupun KUHAP antara lain:
1. UU PTPK, pada hakikatnya bunyi pasal-pasalnya mengambil oper bunyi
pasal-pasal dalam KUHP Misalnya Pasal 209 KUHP dijadikan Pasal 5 UU
PTPK. Pasal 6 UU PTPK, pada hakikatnya mengambil oper bunyi Pasal 210
KUHP
2. Namun demikian ketentuan lentang ancaman pidananya berbeda dengan
KUHP baik dari segi lama maupun bentuk pidananya. Juga pengaturan
tentang tindak pidana percobaan (lihat uraian di atas), pembantuan,
permulakatan jahat, ancamannya sama persis dengan pelaku tindak pidana
korupsi itu sendiri.
3. UU PTPK juga mengenal ancaman pidana minimum bagi pelaku tindak
pidana korupsi yaitu diancam dengan pidana paling singkat 4 tahun (lihat
Pasal 2 UU PTPK). KUHP hanya mengenal pidana paling singkat adalah 1
hari (lihat Pasal 12 KUHP).
4. Dari segi hukum acaranya, UU PTPK juga mengatur tersendiri selain
mengacu kepada KUHAP Misalnya dalam UU PTPK dikenal adanya
pemblokiran atas rekening tersangka atau terdakwa, dikenal pembalikan
beban pembuktian, yang dapat melakukan penyidikan selain kepolisian, masih
ada lembaga lain yaitu kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),
22
dikenal Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, dikenal penyadapan. Kesemua hal
tersebut tidak dikenal dalam KUHAP.
Beberapa hal yang menunlukkan bahwa UU PTPT merupakan hukum pidana
khusus, oleh karena berbeda dengan KUHP dan KUHAP, antara lain dapat dilihat
hal-hal sebagar berikut:
1. Ketentuan
pidana
terhadap
tindak
pidana
percobaan,
pembantuan,
permufakatan jahat, ancamannya sama persis dengan pelaku tindak pidana
terorisme.
2. Pasal 479 a - r KUHP, diambil oper secara keseluruhan menjadi Pasal 8 UU
PTPT, namun ancaman pidananya lebih berat daripada KUHP
3. Juga dikenal ancaman pidana paling singkat, sebagaimana diatur dalam Pasal
6 UU PTPT, diancam pidana paling singkat 6 tahun
4. UU PTPT mengenal berlakunya asas retro aktif, hal ini diatur dalam Pasal 46.
KUHP melarang penggunaan asas ini.
5. Proses hukum acara pidananya, untuk penangkapan berdasarkan Pasal 28 UU
PTPI dapat dilakukan selama 7 x 24 iam (KUHAP' masa tenggang waktu
penangkapan berdasarkan Pasal 19 dapat dilakukan 1x24 jam).
6. Berdasarkan Pasal 25 UU PTPT, Penyidik dapat melakukan penahanan
terhadap tersangka pelaku tindak pidana terorisme dalam kurun waktu 6 bulan
23
((KUHAP, masa tenggang waktu penahanan yang dapat dilakukan penyidik
berdasarkan Pasal 24 dapat dilakukan 20 + 40 hari).9
a. Ruang lingkup berlakunya hukum pidana
Aturan hukum pidana berlaku bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana
sesuai asas ruang lingkup berlakunya kitap undang-undang hukum pidana. Asas
ruang lingkup berlakunya aturan hukum pidana itu ada empat ialah :
1. Asas teritorialitas ( teritorialitets beginsel)
2. Asas nasionalitas aktif (actief nationaliteitsbeginsel)
3. Asas nasionalitas pasif (pasief nationaliteitsbeginse)
4. Asas universal10
B. PENGERTIAN PANGAN
1. Pengertian pangan
Pangan merupakan kebutuhan paling dasar yang harus dimiliki oleh setiap
manusia. Oleh karena itu, terpenuhinya pangan merupakan suatu hak asasi manusia
yang paling dasar dimana sepenuhnya merupakan tanggung jawab pemerintah kepada
rakyatnya (Hariyadi, 2010). Hal tersebut juga disebutkan dalam UU No. 18 tahun
2012 pasal 1 bahwa pangan merupakan bagian hak dari manusia yang ketersediaan,
keterjangkauan dan pemenuhan konsumsi pangan harus cukup, bermutu, aman dan
bergizi seimbang dimana hal tersebut harus diwujudkan oleh negara.
9
Purwoleksono, D. E. (2014). Hukum Pidana. Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair
(AUP).
10
Prof. Dr. Teguh Prasetyo, S. M. (2014). Hukum Pidana. jakarta: PT Raja Gravindo persada
24
Pengertian pangan menurut UU No. 18 tahun 2012 pasal 1 yaitu segala
sesuatu yang berasal dari hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan,
perternakan, perairan dan air. Baik yang diolah maupun tidak diolah yang
diperuntukan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk
bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan
dalam proses penyiapan, pengolahan, dana tau pembuatan makanan dan minuman.
Pangan menurut cara perolehnya yang dimaksud dalam peraturan
pemerintah No. 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu dan gizi pangan pasal 1 dan 2
yaitu pangan segar dan pangan olahan. Pangan segar adalah pangan yang belum
mengalami pengolahan yang dapat langsung dikonsumsi atau dapat digunakan
sebagai bahan baku. Sedangkan pangan olahan adalah pangan yang merupakan hasil
proses dari cara atau metode tertentu baik dengan atau tanpa penambahan bahan
tambahan.
Pangan merupakan sumber energy bagi tubuh maka dari itu pangan yang
dikonsumsi harus dijaga kualitasnya agar gizi yang terkandung dapat digunakan oleh
tubuh dengan maksimal dan tidak diberikan dampak negatif dalam tubuh. Pangan
yang aman merupakan pangan yang terbebas dari cemaran biologis, fisik maupun
kimia yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan fisik
maupun psikologis daru manusia (Hariyadi 2017). Kadar air yang erat kaitannya
dengan aktivitas air (aw) akan mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dalam
Bahasa pangan sehingga akan berpengaruh pada kualitas bahan pangan (Herawati,
2018). Oleh karena itu, terpenuhinya pangan di masyarakat bukan hanya sebatas
25
cukup dan nikmat melainkan harus memperhatikan dari aspek kesehatan dan juga
keamanan.11
a. Sistem ketahanan pangan
Sistem ketahanan pangan diindonesia secara komprehensif meliputi empat sub
sistem yaitu :
1. Ketersedian pangan dalam jumlah dan jenis yang cukup untuk seluruh
penduduk
2. Distribusi pangan yang lancar dan merata
3. Konsumsi pangan setiap individu yang memenuhi kecukupan gizi seimbang,
yang berdampak pada
4. Staus gizi masyarakat.
Dengan demikian sistem ketahanan pangan dan gizi tidak hanya menyangkut soal
produksi, distribusi, dan penyedian pangan ditingkat makro (nasional dan regional),
tetapi juga menyangkut aspek mikro yaitu aspek pangan ditingkat rumah tangga dan
individu serta status gizi anggota rumah tangga, terutama anak dan ibu hamil dari
rumah tangga miskin. Meskipun secara konsptual pengertian ketahanan pangan
meliputi aspek mikro, namun dalam pelaksanaan sehari-hari masih sering ditekankan
pada aspek makro yaitu ketersediaan pangan. Agar aspek mikro tidak terabaikan,
maka dalam dokumen ini digunakan istilah ketahanan pangan dan gizi.
Konsep ketahanan pangan yang sempit meninjau sistem ketahanan pangan
dari aspek masukan yaitu produksi dan penyediaan pangan. Seperti banyak diketahui,
11
UU pangan No.18 tahun 2012
26
baik secara nasional maupun global, ketersediaan pangan yang melimpah melebihi
kebutuhan pangan penduduk tidak menjamin bahwa seluruh penduduk terbebas dari
kelaparan dan gizi kurang. Konsep ketahanan pangan yang luas bertolak pada tujuan
akhir dari ketahanan pangan yaitu tingkat kesejahteraan manusia. Oleh karena itu,
sasaran pertama Millenium Development Goals (MGDs) bukanlah tercapainya
produksi atau penyediaan pangan, tetapi menurunkan kemiskinan dan kelaparan
sebagai indikator kesejahteraan masyarakat. MDGs menggunakan pendekatan
dampak bukan masukan.12
Salah satu agenda utama dalam mewujudkan ketahanan pangan yaitu
pencapaian diversifikasi pangan melalui perbaikan pola konsumsi pangan
masyarakat. Pola konsumsi pangan mencakup informasi detail mengenai konsumsi
bahan pangan individu setiap hari yaitu jenis, jumlah dan frekuensi bahan pangan
(Santoso, 2004). Keanekaragaman pola konsumsi pangan dipengaruhi oleh faktor
internal dan eksternal. Faktor internal meliputi pendidikan, jumlah anggota keluarga,
pendapatan, pengeluaran pangan, preferensi, dan pengetahuan gizi. Faktor eksternal
meliputi agroekologi, produksi, ketersediaan, distribusi, dan promosi. Menurut
Sediaoetama (1999), indikator pola konsumsi pangan terlihat dari kualitas dan
kuantitas konsumsi bahan pangan. Kualitas makanan memperlihatkan komposisi dan
perbandingan zat gizi yang terkandung pada bahan pangan. Kuantitas menunjukkan
jumlah konsumsi zat gizi bagi kebutuhan tubuh individu.
12
Suharyanto, H. (2011). Ketahanan Pangan, 2-3.
27
Keseimbangan jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi merupakan hal
yang penting untuk diperhatikan karena satu jenis makanan saja tidak bisa
memberikan kebutuhan gizi yang memadai. Oleh karena itu, masyarakat disarankan
untuk mengkonsumsi pangan yang beragam untuk mencapai keseimbangan zat gizi
sesuai standar angka kecukupan yang diperlukan untuk pembentukan sumberdaya
manusia yang sehat dan berkualitas (Tejasari, 2003; Suryana, 2004). Dasar penilaian
kualitas dan kuantitas keanekaragaman konsumsi pangan masyarakat dapat dilakukan
melalui identifikasi karakteristik dan pola konsumsi pangan masyarakat yang
kemudian dilanjutkan dengan melakukan perhitungan kualitas konsumsi pangan
menggunakan konsep Pola Pangan Harapan (PPH). Informasi hasil penilaian PPH
mencerminkan mutu dan keragaman pangan yang dapat dijadikan sebagai pedoman
untuk mencapai komposisi pangan yang seimbang sesuai dengan kebutuhan gizi
masyarakat (Anwar dan Hardinsyah, 2014).13
b. Sistem pengadaan pangan
Lingkungan tempat hidup penduduk, bersama dengan hubungan-hubungan
kolektif yang terbentuk secara alam, teknologi, dan interaksi manusia, disebut system
ekologis. Kadang-kadang istilah ini dipersingkat menjadi satu kata, suatu ekosistem.
System pengadaan pangan atau lingkungan dimana pangan diproduksikan dan
didistribusikan, paling baik dipahami dalam kontek system ekologis yang meliputi
ekosistem alami maupun ekosistem buatan manusia. Bersama dengan bagian-bagian
13
Imelda. (2018). Karaokteristik dan Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga Masyarakat Kota
Pangan, 2.
28
alam lainnya, sistem alami itu meliputi kekuatan-kekuatan cuaca, jenis-jenis tanah ,
hama/penyakit, dan penyiranan dari matahari. System buatan manusia itu meliputi
komponen-komponen dasar seperti hubungan-hubungan budaya, oraganisasiorganisasi politik dan ekonomi dimana rumah tangga – rumah tangga masyarakat
pedesaan dan bangsa-bangsa memproduksi, mendistribusi, dan mengkonsumsi
pangan. Ekosistem-ekosistem yang dibuat manusia juga mengandung berbagai
bentuk teknologi dan industrialisasi yang berhubungan dengan perubahan-perubahan
dalam oraganisasi-oraganisasi politk, ekonomi dan social.14
C. Pengertian konsumen
Menurut ketentuan pasal 1 angka 2 undang-undang perlindungan konsumen,
konsumen adalah setiap orang yang memakai barang dana/jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk
hidup lainnya. Pengertian konsumen pertama kali tercantum dalam rancangan
undang-undang perlindungan konsumen yang diajukan oleh yayasan lembaga
konsumen Indonesia, yang menentukan bahwa “konsumen adalah barang atau jasa
yang tersediah dalam masyarakat, bagi kepentingan diri sendiri atau keluarganya atau
orang lain yang tidak untuk diperdagangkan kembali”. Dari sudut pandang yang lain
jika hanya berpegangan pada rumusan pengertian konsumen dalam undang-undang
perlindungan konsumen (UUPK), kemudian dikaitkan dengan pasal 45 yang
14
Suhardjo. (1986). Pangan, Gizi, dan Pertanian. jakarta : Universitas Indonesia .
29
mengatur tentang gugatan ganti rugi dari konsumen kepada pelaku usaha, maka
keluarga, orang lain dan mahkluk hidup lain, tidak dapat menuntut ganti kerugian
karena mereka tidak termasuk konsumen, tetapi kerugian yang dialaminya menjadi
alasan untuk mengadakan tuntutan ganti kerugian.
Hukum perlindungan konsumen dalam tata hukum Indonesia, hukum
konsumen hanya ranting kecil dari pohon hukum, yaitu merupakan bagian dari
jangkauan hukum dagang dengan pola pikir ini maka hukum konsumen harus diberi
kedudukan yang setara dengan bidang hukum lainnya, dan sebagai suatu cabang
penuh dari batang ilmu hukum. konsumen perlu dilindungi secara hukum dari
kemungkinan kerugian yang dialaminya karena praktek bisnis curang tersebut.
Berita-berita
yang
mengungkapkan
perbuatan
curang
pelaku
usaha
yang
menimbulkan kerugian bagi konsumen seperti berita tentang biskuit beracun,
makanan yang kadaluwarsa, dan sebagainya yang menimbulkan kerugian bagi
konsumen. Masalah perlindungan konsumen bukan semata-mata masalah orang
perorangan tetapi masalah bersama, karena pada dasarnya semua orang adalah
konsumen sebab itu melindungi konsumen adalah melindungi semua orang.15

Pelaku usaha serta dasar hukumnya
Dalam pasal 1 angka 3 UU No.8 tahun 1999 disebutkan pelaku usaha adalah
setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum,
maupun bukan, yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam
15
Saragih, S. B. (2017). Tinjauan Yuridis Terhadap Keselamatan Konsumen Mengenai Makanan
Kadaluarsa. 97.
30
wilaya hukum negara republik Indonesia, baik sendiri atau maupun secara bersamasama melalui perjanjian atau penyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai
bidang ekonomi.16
Dasar hukum perlindungan konsumen pada hakekatnya, terdapat dua instrument
hukum penting yang menjadi landasan kebijakan perlindungan konsumen di
Indonesia, yakni
 Undang-undang dasar 1945, sebagai sumber dari segala sumber hukum
diindonesia, mengamanatkan bahwa pembangunan nasional bertujuan
untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Tujuan pembangunan
nasional diwujudkan melalui sistem pembangunan ekonomi yang
demokratis sehingga mampu menumbuhkan dan mengembangkan dunia
yang memproduksi barang dan jasa yang layak dikonsumsi oleh
masyarakat.
 Undang-undang No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen
(UUPK). Lahirnya undang-undang ini memberikan harapan bagi
masyarakat Indonesia, untuk memperoleh perlindungan atas kerugian
yang diderita atas transaksi suatu barang dan jasa. UUPK menjamin
adanya kepastian hukum bagi konsumen.
Hukum perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia memiliki dasar
hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan adanya dasar hukum yang
16
Miru, A., & Yado, S. (2014). Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
31
pasti, perlindungan terhadap hak-hak konsumen bisa dilakukan dengan penuh
optimisme. Hukum perlindungan konsumen merupakan cabang dari hukum ekonomi.
Alasannya, permasalahan yang di atur dalam hukum konsumen berkaitan erat dengan
pemenuhan kebutuhan barang atau jasa.17
a. Bagaimana peran badan pengawas obat dan makanan (BPOM) terhadap
makanan yang kadalursa yang beredar dimasyarakat
Badan pengawas obat dan makanan (BPOM) merupakan lembaga pemerintah
non depertemen (LPND), yaitu sesuai keputusan presiden republik Indonesia nomor
103 tahun 2001 merupakan lembaga pemerintah pusat yang dibentuk untuk
melaksanakan tugas pemerintah tertentu dari presiden serta bertanggung jawab
kepada presiden.
Latar belakang terbentuknya badan pengawas obat dan makanan (BPOM) adalah
dengan melihat kemajuan teknologi telah membawa perubahan-perubahan yang
sangat cepat dan signifikan pada industry farmasi, obat asli Indonesia, makanan,
kosmetik, dan alat kesehatan. Dengan kemajuan teknologi tersebut maka produkproduk yang berada dalam negeri maupun luar negeri dapat tersebar cepat secara luas
dan menjangkau seluruh strata masyarakat. Semakin banyak produk yang ditawarkan
mempengatuhi gaya hidup masyarakat dalam mengkonsumsi produk, sementara itu
pengetahuan masyarakat masih belum memadai untuk dapat memilih dan
menggunakan produk secara tepat, benar dan aman.
17
Blog at wordopress.com.maryantongara. makalah perlidungan konsumen.16 april 2013 diakses pada
tanggal 19 oktober 2021.
32
Perubahan teknologi produksi, yang mana mempengaruhi sistem perdagangan
internasional dan gaya hidup konsumen tersebut pada kesehatan dan keselamatan
konsumen. Apa bila terjadi produk substandard, rusak dan terkontaminasi oleh bahan
berbahaya maka resiko yang akan terjadi berskala besar dan luas serta berlangsung
secara amat cepat.
Untuk mengatasi kendala seperti ini, yang memberikan pengaruh lebih besar
prioritas pertama yaitu dibentuknya badan perlindungan konsumen nasional (BPKN),
sebagai lembaga negara dibawah presiden, kantor ini akan dapat bergerak lebih cepay
dengan mandate yang lebih kuat dibandingkan, misalnya direktorat perlindungan
konsumen yang Cuma pada level eselon 2 pada depertemen teknis. BPKN lah yang
nantinya meneruskan upaya pelengkapan dasar hukum pelaksanaan undang-undang
konsumen. 18
18
Online, H. (2001, Juni 8). Prioritas Implementasi bagi Efektifitas UU Konsumen. Retrieved Oktober
21, 2021, from https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol2871/prioritas-implementasi-bagiefektifitas-uu-konsumen
33
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU-BUKU
Efendi, E. (2011). Hukum Pidana Indonesia Suatu Pengantar. Bandung: Refika
Adiatma.
Miru, A., & Yado, S. (2014). Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Purwoleksono, D. E. (2014). Hukum Pidana. Surabaya: Pusat Penerbitan dan
Percetakan Unair (AUP).
Takdir, S. M. (2013). Mengenal Hukum Pidana. Laskar Perubahan.
Prof. Dr. Teguh Prasetyo, S. M. (2014). Hukum Pidana. jakarta: PT Raja Gravindo
Persada.
Suhardjo. (1986). Pangan, Gizi, dan Pertanian. jakarta : Universitas Indonesia
Prof. Dr. I Ketut Mertha, S. M. (2016). Buku Ajar Pidana. Denpasar: Universitas
Udayana .
B. JURNAL
Azmi, A. (n.d.). Hukum Pidana.
Hermanto, S. K. (2019). Tanggung Jawab Pelaku Usaha Tanpa Tanggal Kadaluarsa,
167.
Imelda. (2018). Karaokteristik dan Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga
Masyarakat Kota Pangan, 2.
Suharyanto, H. (2011). Ketahanan Pangan, 2-3.
Saragih, S. B. (2017). Tinjauan Yuridis Terhadap Keselamatan Konsumen Mengenai
Makanan Kadaluarsa. 97.
34
C. UNDANG-UNDANG
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
D. INTERNET
Online, H. (2001, Juni 8). Prioritas Implementasi bagi Efektifitas UU Konsumen.
Retrieved Oktober 21, 2021, from
https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol2871/prioritas-implementasibagi-efektifitas-uu-konsumen
35
36
Download