Uploaded by ckurnia

Ketentuan tentang Sektor Ketenagakerjaan dan General Corporate yang Diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja Baru

advertisement
Ketentuan tentang Sektor
Ketenagakerjaan dan General Corporate
yang Diatur dalam Undang-Undang
Cipta Kerja Baru
Pada hari Senin, 2 November 2020, Presiden Joko Widodo akhirnya mensahkan Rancangan
Undang-Undang tentang Cipta Kerja, secara resmi menjadikannya Undang-Undang No. 11
tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU Cipta Kerja”). Versi terbaru dari UU Cipta Kerja ini
memiliki total 1.187 halaman dengan 11 klaster, 15 bagian dan 186 pasal yang secara
keseluruhan mengubah total 77 undang-undang yang berlaku. Versi final ini agak berbeda
dengan rancangan UU Cipta Kerja yang telah diserahkan Dewan Perwakilan Rakyat
sebelumnya kepada pemerintah, yang memiliki 812 halaman dan mengubah total 76 undangundang yang berlaku.
Untuk memberikan analisis terperinci dan komprehensif mengenai UU Cipta Kerja, Tim Legal
Research and Analysis telah menyusun serangkaian analisis terkait berbagai topik dalam
undang-undang baru ini, dimulai dengan membahas dan mempublikasi ketentuan mengenai
ketenagakerjaan dan general corporate. Namun, karena analisis kami terkait aspek
ketenagakerjaan dan general corporate di rancangan undang-undang dilakukan dengan
mengacu pada versi 812 halaman, edisi kali ini akan menyoroti analisis sebelumnya dan
membandingkannya dengan area-area yang diatur dalam UU Cipta Kerja yang baru.
UU Cipta Kerja: Ringkasan Sektor Ketenagakerjaan
Analisis kami sebelumnya terkait revisi yang saat ini diterapkan di sektor ketenagakerjaan terdiri
dari berbagai macam topik yang awalnya diatur dalam empat undang-undang berbeda,
khususnya:
1.
2.
3.
4.
Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
Undang-Undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional;
Undang-Undang No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosia; dan
Undang-Undang No. 18 tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
Tabel di bawah ini merupakan daftar area-area yang terpengaruh beserta penjelasan singkat
terkait revisi yang dilakukan terhadap tiap-tiap area:
Area yang Direvisi
Lembaga pelatihan kerja
Revisi Rinci
UU Cipta Kerja saat ini memberikan fleksibilitas dan
kepastian lebih kepada lembaga pelatihan kerja
swasta, dapat dilihat dari dihapuskannya formulir
yang diwajibkan untuk lembaga jenis ini dan dalam
persyaratan untuk mendapatkan izin usaha dari
pemerintah daerah di tingkat kabupaten/kota atau
dari pemerintah pusat.
Lembaga penempatan tenaga kerja
UU Cipta Kerja tidak lagi mengharuskan lembaga
penempatan tenaga kerja swasta untuk berbentuk
badan hukum, yang berarti terdapat fleksibilitas
lebih dalam ketentuan yang berlaku.
Mempekerjakan tenaga kerja asing
Persyaratan untuk mendapatkan izin untuk
mempekerjakan tenaga kerja asing saat ini telah
dihapuskan. Sebagai gantinya, pemberi kerja yang
bermaksud untuk mempekerjakan tenaga kerja
asing wajib memiliki rencana penggunaan tenaga
kerja asing yang disahkan oleh pemerintah pusat.
Secara umum, UU Cipta Kerja saat ini telah
melonggarkan kriteria dalam mempekerjakan
tenaga kerja asing.
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (“PKWT”)
Revisi terhadap area ini dibagai menjadi sebagai
berikut:
1. PKWT masih berdasarkan antara waktu
tertentu atau penyelesaian suatu pekerjaan
tertentu, yang saat ini akan ditetapkan
berdasarkan perjanjian kerja;
2. PKWT masih terbatas pada jenis pekerjaan
tertentu saja, namun, sekarang tidak ada
batasan terkait masa berlaku, perpanjangan
dan pembaruan;
3. PKWT tidak lagi dianggap PKWTT jika tidak
dituangkan dalam bentuk tertulis;
4. Pemberi
kerja
saat
ini
wajib
memberikan kompensasi kepada tenaga
kerja PKWT dalam kondisi tertentu; dan
5. PKWT masih dilarang untuk mensyaratkan
adanya masa percobaan kerja, namun,
percobaan kerja sekarang akan dianggap
sebagai masa kerja.
Penyumberluaran (outsourcing)
Ketentuan tersebut saat ini telah dihapuskan:
1. Kriteria untuk jenis pekerjaan tertentu yang
dapat dilakukan dengan alih daya;
2. Larangan
pemberi
kerja
untuk
mempekerjakan tenaga kerja dengan
pengalih dayaan untuk kegiatan utama atau
kegiatan lain yang secara langsung
berkaitan dengan proses produksi, yang
tampaknya menyiratkan bahwa saat ini
semua jenis pekerjaan dapat dilakukan
melalui alih daya.
Jam kerja, waktu istirahat dan cuti
Memperpanjang jam lembur menjadi maksimal
empat jam sehari dan 18 jam per minggu. UU Cipta
Kerja juga menetapkan bahwa istirahat mingguan
hanya satu hari per enam hari kerja. Selain itu,
karena dihapusnya ketentuan terkait cuti jangka
panjang, dapat dikatakan bahwa masa cuti tersebut
saat ini merupakan opsi dan tidak lagi menjadi
kewajiban bagi pemberi kerja.
Upah
Revisi terhadap area ini dibagai menjadi sebagai
berikut:
1. Penghapusan ketentuan yang mewajibkan
pemberi kerja untuk membayar denda jika
membayar pekerjanya dibawah upah
minimum;
2. Perhitungan upah minimum saat ini
dilakukan dengan menggunakan formula
perhitungan
upah
minimum
yang
memasukan variabel pertumbuhan ekonomi
dan inflasi;
3. Memprioritaskan pembayaran upah pekerja
dan hak-hak lainnya diatas pembayaran
utang pemberi kerja ke kreditor lainnya jika
pemberi kerja dinyatakan pailit atau
ditangguhkan
proses
kewajiban
pembayaran utangnya.
Pemutusan hubungan kerja
UU Cipta Kerja berupaya mempersingkat proses
pemutusan
hubungan
kerja
dengan
memperbolehkan pihak yang bersangkutan untuk
diberitahukan terlebih dahulu terkait pemutusan
hubungan
kerja
dan
hanya
mewajibkan
perundingan bipartit jika yang telah diberitahu
menolak pemutusan hubungan kerja. Selain itu, UU
Cipta Kerja tidak lagi secara eksplisit mewajibkan
pemberi kerja untuk terlebih dahulu mendapatkan
penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial terkait pemutusan hubungan
kerja juga menghapus semua penalti yang akan
dikenakan jika memutus hubungan kerja tanpa
penetapan ini.
UU Cipta Kerja juga menghapus ketentuan yang
memperbolehkan pekerja untuk mendapatkan
pembayaran pesangon, uang penghargaan, uang
penggantian hak dan/atau uang pisah dalam jumlah
yang berbeda terkait basis pemutusan yang
bersangkutan.
Terakhir, UU Cipta Kerja juga menghapuskan
ketentuan yang berkaitan dengan batas akhir bagi
pekerja tertentu untuk mengajukan penolakan
pemutusan hubungan kerjanya kepada lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Ketentuan pidana dan sanksi administratif
Sanksi pidana saat ini berlaku terkait pelanggaran
ketentuan
tentang
upah
minimum,
serta
pelanggaran persyaratan pembayaran pesangon
dan/atau uang penghargaan dan persyaratan untuk
mempekerjakan kembali pekerja yang tidak terbukti
melakukan
tindakan
kriminal.
Sebaliknya,
pelanggaran hak pekerja untuk melakukan aksi
mogok tidak akan lagi dikenakan sanksi pidana.
Jaminan kehilangan pekerjaan
UU Cipta Kerja saat ini memiliki konsep jaminan
kehilangan pekerjaan. Manfaat yang dapat
diberikan oleh jaminan tersebut dapat berbentuk
uang tunai, akses ke informasi terkait lapangan
kerja dan pelatihan kerja sejumlah upah bulanan
pekerja maksimal enam kali kursus atau sesi
pelatihan.
Perusahaan penempatan pekerja migran
Indonesia
UU Cipta Kerja saat ini telah mengubah rezim
perizinan untuk Surat Izin Perusahaan Penempatan
Pekerja Migran Indonesia (SIP3MI). Selain itu, UU
Cipta Kerja juga menghapus ketentuan terkait masa
berlaku dan perpanjangan/pembaruan izin tersebut.
Setelah melakukan peninjauan yang seksama pada versi terbaru UU Cipta Kerja, kami menarik
kesimpulan bahwa tidak ada perubahan inheren atau krusial yang dibuat terkait topik
ketenagakerjaan jika dibandingkan dengan versi 812 halaman rancangan undang-undang.
Maka dari itu, analisis tabel di atas masih masih menangkap elemen-elemen yang menentukan
terkait topik-topik mengenai ketenagakerjaan yang diatur dalam UU Cipta Kerja.
UU Cipta Kerja: Ringkasan Ketentuan General Corporate
Sementara terkait ketentuan general corporate, analisis kami difokuskan pada hal-hal yang
akan dijelaskan dalam tabel berikut:
Masalah
Penjelasan
Penerapan pendekatan berbasis
risiko pada perizinan berusaha
UU Cipta Kerja memperkenalkan rezim perizinan berusaha
baru yang akan menggunakan pendekatan berbasis
risiko. Tingkat risiko yang bersangkutan akan ditentukan
berdasarkan penilaian terhadap hal-hal berikut:
1. Tingkat bahaya, yang akan dinilai:
a. Berdasarkan aspek berikut: i) Kesehatan; ii)
Keselamatan; iii) Lingkungan; iv) Pemanfaatan dan
pengelolaan sumber daya; dan/atau v) Aspek lainnya
(seperti keamanan dan pertahanan), tergantung sifat
kegiatan usaha yang bersangkutan; dan
b. Dengan mempertimbangkan aspek-aspek berikut: i)
Jenis, kriteria dan/atau lokasi kegiatan usaha; ii)
Keterbatasan sumber daya; dan/atau iii) Risiko
volatilitas;
2. Potensi bahaya, yang terdiri dari tingkatan berikut: a)
Hampir tidak mungkin terjadi; b) Kemungkinan kecil
terjadi; c) Kemungkinan terjadi; atau d) Hampir pasti
terjadi.
Berdasarkan penilaian terhadap aspek-aspek yang disebutkan
di atas, tingkat risiko usaha dapat dikategorikan dalam tiga
ketegori: rendah, menengah dan tinggi.Tiap-tiap tingkat
tersebut memiliki persyaratan perizinan berusaha yang
berbeda.
Penyederhanaan
investasi
persyaratan
UU Cipta Kerja telah menyederhanakan persyaratan umum
investasi di beberapa sektor usaha yang diatur dalam UU Cipta
Kerja. Ringkasan peraturan baru tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Penerapan pendekatan yang lebih umum melalui
penghapusan frasa “investor asing” dalam kaitannya
dengan sektor bisnis yang tertutup untuk investasi;
2. Memperkecil jumlah sektor usaha yang tertutup
terhadap investasi. Hal ini diperkirakan dapat membuka
kesempatan investasi yang lebih luas;
3. Hanya melarang investasi di industri senjata kimia (oleh
karena itu dapat dikatakan bahwa pembuatan senjata,
amunisi, alat peledak dan peralatan yang berhubungan
dengan pertempuran, yang sebelumnya tertutup untuk
investasi, sekarang akan terbuka, dengan syarat bahwa
produksi tersebut tidak bersifat kimiawi);
4. Mewajibkan pemerintah untuk mengatur lebih lanjut
mengenai persyaratan investasi untuk sektor usaha
prioritas yang berhak mendapatkan insentif fiskal dan
nonfiskal;
5. Tidak lagi secara eksplisit mensyaratkan pemerintah
untuk mencadangkan bidang usaha tertentu untuk
koperasi
dan
usaha
mikro,
kecil
dan
menengah (“UMKM”).
Ketentuan tentang peningkatan
kemudahan berusaha
UU Cipta Kerja berupaya untuk meningkatkan tingkat
kemudahan berusaha Indonesia secara keseluruhan dengan
mengubah beberapa undang-undang, yaitu:
1. Undang-Undang No.
6
tahun
2011 tentang
Keimigrasian, dengan pokok perubahan yaitu: 1)
Kemudahan yang lebih besar bagi warga negara asing
secara keseluruhan; dan 2) Peningkatan kemudahan
masuk ke wilayah Indonesia bagi warga negara asing,
khususnya untuk keperluan penanaman modal;
2. Undang-Undang No. 20 tahun 2016 tentang Merek dan
Indikasi Geografis, dengan pokok perubahan yaitu: 1)
Jangka waktu pemeriksaan merek dagang kini telah
dipersingkat dan harus dimulai segera setelah akhir
periode pengumuman yang bersangkutan; dan 2)
Penghapusan jangka waktu pembatasan 18 bulan bagi
pemohon yang mengumpulkan sertifikat merek mereka;
1. Undang-Undang No. 13 tahun 2016 tentang Paten,
dengan pokok perubahan yaitu: 1) Memperluas tahapan
yang mengatur implementasi paten di Indonesia; dan 2)
Mempersingkat jangka waktu pemrosesan permohonan
paten sederhana;
2. Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas. Sejumlah keuntungan dan kemudahan saat
ini telah diberikan terkait UMKM dan secara umum
mendukung perkembangan UMKM di Indonesia;
1. Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha. Kasus
persaingan usaha tidak sehat antra pelaku usaha KPPU
saat ini wajib diselesaikan di pengadilan niaga.
Secara keseluruhan, UU Cipta Kerja yang baru ini tidak memiliki perbedaan yang signifikan
atau ketara dengan versi rancangan undang-undang 812 halaman sebelumnya mengenai topik-
topik terkait general corporate. Karenanya, analisis di atas masih berlaku untuk topik general
corporate dalam UU Cipta Kerja.
UU Cipta Kerja berlaku sejak 2 November 2020.
Download