Uploaded by dio kyungsoo

loop-reactor compress

advertisement
TEKNOLOGI BIOPROSES
LOOP REACTOR
DISUSUN OLEH
SIRRIL MUFIDAH
(1209065005)
PUTRI HANDAYANI
(1209065019)
RIDUAN SITUMORANG
(1209065029)
SARIYATI
(1209065033)
TERESIA JARI
(1209065044)
PROGRAM STUDI S1 TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2015
LOOP REACTOR
A. Pengantar Reaktor Loop
Reaktor Loop adalah sebuah tabung atau pipa baja yang kontinu, yang berhubungan
dengan keluaran dari pompa sirkulasi ke dalam masukan Reaktor Loop nya. Reaktan
diumpankan ke dalam loop, dimana reaksi terjadi, dan produk ditarik dari loop. Reaktor Loop
digunakan pada tempat dari tangki reaktor batch berpengaduk dalam sebuah varietas aplikasi
termasuk klorinasi, etoksilasi, hidrogenasi, dan polimerisasi. Reaktor Loop merupakan tipe
reaktor yang sangat kecil jika dibandingkan dengan reaktor batch yang memproduksi produk
dengan jumlah yang sama. Transfer massa sering membatasi laju tahap dalam reaksi gas-cair,
dan desain Reaktor Loop meningkatkan transfer massa, ketika mengurangi ukuran reaktor
dan meningkatkan proses yield. Contohnya bahan organik telah diklorinasi pada sebuah
tangki reaktor batch berlapis kaca berpengaduk, dengan umpan klorin melewati pipa
berlubang. Mengganti reaktor tangki berpengaduk dengan Reaktor Loop, dengan umpan
klorin untuk resirkulasi aliran cair melewati eduktor, ukuran reaktor dikecilkan, produktivitas
ditingkatkan, dan penggunaan klorin dikurangi. Tabel 1 di bawah ini membandingkan
keuntungan dari Reaktor Loop jika dibandingkan dengan reaktor batch tangki berpengaduk
(Coker, 2001).
Tabel 1. Efek dari desain reaktor dalam ukuran dan produktivitas untuk reaksi gas-cair
Tipe reaktor
Reaktor batch tangki
Reaktor Loop
Ukuran reaktor (l)
Waktu klorinasi (hr)
Produktivitas (kg/hr)
Penggunaan klorin (kg/100 kg produk)
Penggunaan tajam dalam vent
berpengaduk
8000
16
370
33
31
2500
4
530
22
5
scrubber (kg/100 kg produk)
Terdiri macam-macam reaktor yang digunakan pada umumnya yaitu:
a)
b)
c)
d)
e)
Stirred-tank reactor
bubble-column reactor
airlift loop reactor with central draft tube
propeller loop reactor
jet loop reactor
(Shuler, 2002).
Gambar 2 Tipe bioreaktor. (a) Stirred-tank reactor, (b) bubble-column reactor,
(c) airlift loop reactor with central draft tube, (d) propeller loop reactor, and (e) jet loop
reactor. Arrows indicate fluid circulation patterns (Shuler, 2002).
Gambaran dari Reaktor Loop adalah sebaga berikut :
Gambar 3. Loop Reactor (BUSS ChemTech AG, 2009).
B. Operasi Reaktor
Reaktor Loop terdisi dari sebuah reaksi autoclave, pompa sirkulasi, dan pencampur
reaksi (cair-gas ejector). Sistem ini membutuhkan element yang sama sebagai sistem wadah
berpengaduk tetapi disusun dengan cara yang lain.
1. Reaction Mixer (sebagai ganti dari sebuah semprotan atau sistem distribusi gas yang
lain) merupakan sebuah performa alat penyerangan gas beracun yang tinggi. Sebuah
ejector gas-cair terdiri dari 4 bagian utama. Sebuah perangkat lingkat opsional yang
langsung, berorientasi dan menstabilkan aliran cair yang dipompa. Lalu lewat
melalui sebuah nozzle yang menyediakan kecepatan pancaran tinggi dari fluida
untuk membuat penyedotan gas di ruang penyedot gas dan membebaskan gas ke
ejector. Di mixing tube disematkan pancaran fluida ke dinding peghasil pada mixing
tube dalam sebuah energi kinetik penghilang kecepatan. Hal ini menimbulkan zona
getaran pencampuran yang intensif
dimana turbulen yang tinggi memproduksi
gelembung dispersi yang baik. Kemampuan untuk menghasilkan gelembung gas
halus yang sangat kecil ke dalam cairan ( 30 sampai 70 µm) dengan rasio gas-cair
antara 0.5 sampai 2.0, atau lebih banyak, membuat alat ini ideal sebagai alat dispersi
primer untuk reaktor gas-cair. Dua fase campuran dibuat di reaction mixer lalu di
inject ke dalam fluida dalam reaction vessel.
2. Reaction Vessel di dalam Reaktor Loop tidak membutuhkan baffle. Ini normalnya
dibangun dengan rasio L/D yang besar daripada wadah berpengaduk dan biayanya
rendah, terutama pada reaksi bertekanan tinggi. Campuran 2 fase pancarannya di
dalam reaksi autoclave menyebabkan pencampuran intensif kedua dan laju transfer
massa yang sangat tinggi yang disebabkan oleh gelembung kecil. Yang dibuat di
dalam reaction mixer. Gelembung yang berukuran standar di dalam reaksi autoclave
berkisar antara 0.2 dan 0.7 mm (lebih besar daripada gelembung primer yang
disebabkan oleh fenmena peleburan).
3. External Heat Exchanger (terdiri dari kumparan atau penukar di dalam) dapat
dibangun sebesar yang diperlukan dan tidak terbatas oleh volume kerja reaktor. Area
full penukar panas tersedia, bahkan jika reaktor dioperasikan dengan volume kerja
dikurangi (misalnya reaktor semi batch)
4. Circulation Pump (terdiri dari agitator) memberikan masukan tenaga yang tinggi
per volume kerja (kW/m3) pada kasus dimana laju transfer massa yang tinggi harus
dicapai. Desain pompa yang terbaru tersedia yang membolehkan memompa cairan
dengan kepadatan tinggi (katalis) dengan kadar sampai 8 wt% dan muatan gas tinggi
(sampai 30 vol %)
(BUSS ChemTech AG, 2009).
Gambar 4. Prinsip Operasi Loop Reaktor (BUSS ChemTech AG, 2009).
Gambar 5. Diagram alir sederhana operasi kontinu Reaktor Loop (BUSS ChemTech AG, 2009).
C.
Mass Balance and Mass Transfer Reactor
Reaktor Loop yang digunakan ialah liquid-impelled loop reactor. Sistem dibagi
menjadi 2 subsistem yang terdisi dari fase cair yang terdiri dari air dan tetralin dan fase
organik yang terdiri dari tetralin dan pelarut. Juga dalam urutan investigasi transport massa
dari tetralin ke dalam droplet, droplet terbagi di dalam kulit berbentuk bulat yang panjang
(volume kontrol):
∆r=
R
N
...(1)
Dimana N merupakan nomor kulit dan R merupakan jari-jari dari droplet. Skema dari
sistem diberikan dalam gambar 1 dan 2 yang menunjukkan hubungan representasi dari
sistem.
a. Neraca massa mikro
dM n
=J n−J n+ 1
dt
...(2)
Dengan Jn, fluks massa tetralin dari air ke droplet pelarut; Jn+1 , fluks massa
meninggalkan kulit n (masuk n+1), fluks massa meninggalkan kulit n+1 (masuk ke
n); Mn, massa dari tetralin pada volume kontrol ke-n.
b. Persamaan konstitutif
Massa tetralin dalam kulit n diberikan sebagai :
M n=C n∗V n
...(3)
dan volume kontrol diberikan sebagai :
4
∆ V n= ∗[ ( r n +0.5∗∆ r )3 −( r n−0.5∗∆ r )3 ]
3
...(4)
Jika ∆r << R, maka:
2
V n=4∗π∗r n∗∆ r
...(5)
Dengan Vn, volume tetralin pada volume control ke-n; rn, jari-jari volume kontrol ken; Cn, konsentrasi dari tetralin pada volume kontrol ke-n.
c. Persamaan fluks
Karena perbedaan pada kelarutan tetralin di air dan pelarut organik, adanya
lompatan pada konsentrasi dalam permukaan air/pelarut. Situasi ini diartikan dalam
gambar 3 dengan hubungan diagram yang simpel pada gambar 4.
Dengan asumsi hukum Ficks, persamaan yang didapat yaitu:
R∫ ¿
i
∫ ¿=
C s , b−C s , b
¿
J¿
Ciw ,b−C w , b
J ext =
Rext
...(6)
...(7)
Dimana Jext, Jint, Rext, dan Rint adalah fluks internal, fluks eksternal, hambatan
internal, dan hambatan eksternal. Dengan Jext = Jint = Jo dan
Cis ,b =k∗Ciw , b ,
persamaan (6) dan (7) menjadi
k∗Rext + R∫ ¿ =V tot
d C s ,b
dt
...(8)
C s ,b−k∗C w , b
J o=
¿
d C s , b C s ,b −k∗C w ,b
=
dt
τ
...(9)
Integrasi persamaan (9) dengan konsentrasi tetralin dari C1 sampai Cpredav diberikan
C predav =k∗C w , b+ ( C1−k∗Cw , b )∗e
−1
r
...(10)
Dimana Cpredav, konsentrasi tetralin rata-rata yang diprediksi di dalam droplet dan C 1,
konsentrasi dalam kulit pertama = Cw,o.
Persamaan (10), solusi analitis dari persamaan neraca mikro, digunakan untuk
mengimput konsentrasi rata-rata yang diprediksi di dalam droplet sebagai fungsi dari
waktu dan membandingkan hasil daripadanya dengan solusi yang diperoleh dari
integrasi numerik.
d. Persamaan fluks dalam droplet
Mengansumsi dari hukum Ficks, persamaan diperoleh dari transfer massa dalam
droplet.
J n+1 =
D s∗An∗Cn −Cn−1 ( C n−Cn −1 )∗1
=
∆r
Rn
J n+1 =
D s∗An∗Cn −Cn−1 Cn −Cn−1
=
∆r
R n+1
R n=
...(12)
∆r
( Ds∗An )
...(13)
Rn+1 =
e. Boundary Conditions
Untuk n = 1 :
...(11)
∆r
( D s∗A n+1 )
...(14)
J 1=
k∗Cw , b−C 1
Rov 1
...(15)
Dengan
Rov 1=( 0.5∗R ( 1 )+ k∗R ext )
...(16)
Dimana Rov1, combinasi hambatan pada kulit n = 1 dan (n-1) th. Untuk n = n + 1, pada
bagian tengah droplet:
J =0
...(17)
f. Koefisien transfer massa
Koefisien transfer massa diperoleh dari menggunakan dua korelasi empiris untuk
menentukan angka Sherwood dengan koefisien transfer massa yang diperoleh.
Pendekatan ini akan membantu mengidentifikasi korelasi empiris yang baik untuk
desaign yang optimal. Korelasi empiris terdiri dari persamaan (18) dan (19).
Sh 1=2+0.95∗( Re∗Sc )0.5
...(18)
Sh 2=2+0.66∗( Re )0.5∗( S c )0.33
...(19)
Bilangan Reynold, Re, dan Bilangan Schmidt, Sc, diperoleh dengan menggunakan
persamaan (20) dan (21), masing-masing. Koefisien transfer massa dikalkulasi
dengan menggunakan persamaan (22).
ℜ=
v d−v c∗d p
μ
...(20)
Sc=
μ
ρ∗Dw
...(21)
β=
Sh∗Dw
dp
...(22)
g. Waktu analisis konstan
Substitusi persamaan (3), (11) dan (12) dalam persamaan (2) diberikan,
d C n C n−1−C n C n−C n+1
=
−
dt
V n∗R n
V n∗Rn +1
...(23)
dimana
τ n =Rn∗V n
...(24)
dan
τ n +1=Rn +1∗V n
...(25)
Dan waktu tahap untuk integrasi numerik didefinisikan sebagai
∆ t=
min ( τ n ) min ( Rn∗V n )
=
6
6
...(26)
Oleh karena itu, persamaan (24) dan (25) digunakan dalam solusi numerik dari LLR
Loop Reactor
(Daramola, 2008).
D. Kinetika Reaksi
Beberapa reaksi kimia dibawa pada kondisi dimana transfer massa dari fase gas ke
fase cair (dan/atau fase cair ke fase padat, yairu katalis heterogen) tidak membatasi sama
sekali dan dimana hanya laju konversi akan mendikte tipe dan ukuran dari sistem reaktor.
Sebenarnya, kebanyakan ahli kimia pada percobaan pertama akan memilih kondisi
sedemikian rupa di laboratorium autoklaf mereka efek merugikan akibat keterbatasan transfer
massa yang sepele (BUSS ChemTech AG, 2009).
Untuk mengembangkan sebuah kimia baru dan untuk investigasi kinetika
daripadanya, ahli kimia normalnya memilih :
1. Konsentrasi substrat rendah
2. Kecepatan pengadukan tinggi
3. Suhu rendah
4. Tekanan tinggi
5. Konsentrasi katalis tinggi
Setelah menemukan kinetika yang spesifik, mereka akan memulai merubah
parameter untuk meningkatkan ekonomis prosesnya. Ketika reaksi sangat teridentifikasi
sebagai kontrol transfer massa. Merubah parameter reaksi akan mungkin menghasilkan
masalah seperti reaksi samping yang tidak diinginkan, sulit mengontrol suhu atau deaktivasi
efek katalis. Namun ini penting untuk menemukan kondisi dimana transfer massa memulai
memainkan peran, karena transfer massa dapat membatasi faktor pada reaktor skala besar
(BUSS ChemTech AG, 2009).
Kinetika reaksi sangat kompleks dapat disederhanakan berdasarkan jumlah katalis,
jumlah konsentrasi hidrogen dan aktivitas katalis atau rate konstanitas.
Rate
( gmmols )
= kla
3
( 1s )
× ( CH2, sat
CH2, bulk )
...(27)
Rate
( gmmols )
3
= k1
( wt1%s )
× wt% × ( CH2, sat
CH2, bulk )
...(28)
Dimana,
( 1s )
kla
=
koefisien transfer massa
CH2, sat
= konsentrasi saturation hydrogen
CH2, bulk
= konsentrasi bulk hydrogen
k1
( wt1%s )
wt%
=
kinetika rate konstan, aktivitas katalis
= persen berat dari katalis
Besarnya jumlah konsentrasi hidrogen menentukan apakah reaktor loop beroperasi
di bawah perpindahan massa atau kontrol kinetika dan dapat ditentukan dengan
mensubstitusikan persamaan (27) dan (28) dan kemudian didapatkan jumlah konsentrasi
hidrogen dengan persamaan (29) sebagai berikut :
CH2, bulk
kla×C H 2, sat
k 1× wt +kla
...(29)
Kinetika kontrol :
Jika kla >> k1 × wt%, dan CH2, bulk
CH2, sat’
Tranfer massa kontrol :
Jika k1 × wt% >> kla, dan CH2, bulk
0
(Machado, 1994).
E. Keunggulan dan Kekurangan
a. Keunggulan dari Reaktor Loop ini adalah :
a. Keberadaan gas dan cairan pada sirkulasi reaktor loop memberikan
pencampuran yang sempurna di kedua fase.
b. Penukaran panas eksternal masuk secara sempurna dalam sirkulasi loop atau
lingkaran sirkulasi cair, sehingga menghilangkan kerugian dari instalasi
kumparan internal.
c. Loop reactor dapat dioperasikan pada nilai-nilai besar throughput gas,
memberikan intensitas yang besar, tidak memiliki kerugian yang kompetitif
untuk instalansi sirkulasi kompresor
d. Pemanfaatan gas lengkap dapat menghilangkan masalah kontrol keamanan
pada aliran gas, sirkulasi lingkaran juga dapat menghilangkan masalah
komponen yang mudah menguap yang tidak diinginkan dari fase gas
e. Mode sirkulasi cairan dan tingginya tingkat turbulensi skala makro dalam
bejana reaktor memberikan kondisi yang menguntungkan untuk suspensi
katalis
f. Tidak adanya bagian yang bergerak, ayng kemudian menghilangkan kerusakan
dan memungkinkan operasi lebih mudah pada tekanan tinggi
g. Menggunakan reaktor loop akan bernilai ekonomis. Hal itu dikarenakan bejana
reaksi dari reaktor loop tidak memerlukan baffle namun menggunakan L/D
sehingga biayanya lebih rendah, terutama untuk reaksi tekanan tinggi.
h. Memiliki tingkat perpindahan massa yang sangat tinggi karena gelembung
yang dihasilkan berukuran kecil saat pencampuran reaksi
i. Dengan menggunakan konsep reaksi intensifikasi, rektor loop beroperasi
dengan kinerja tinggi
j. Dibandingkan dengan reaktor lainnya, reaktor loop beroperasi dalam waktu
yang singkat karena terjadi reaksi eksotermis yang tinggi sehingga saat
pengadukan memerlukan pelarut untuk mengencerkan larutan dan mengurangi
panas yang dilepaskan
(BUSS ChemTech AG, 2009).
b. Kekurangan dari Reaktor Loop adalah:
1. Waktu reaksi yang dibutuhkan sangatlah lama (yaitu ketika reaksi kimia
lambat).
2. Penanganan slurry yang bisa pada laju alir yang rendah.
3. Mengotori material dengan cepat (misalnya bahan material yang kotor
sangatlah cepat sehingga alat harus dimatikan dan dibutuhkan pembersihan
reaktor dengan teratur).
4. Waktu hidup produk yang sangat rendah (contoh pigmen organik).
5. Produk yang dihasilkan hanya mengikuti musim (contoh fertilizer).
(Coker, 2001).
DAFTAR PUSTAKA
BUSS ChemTech AG, 2009. Advanced BUSS Loop® Reactor Technology. Kresta Industries:
Switzerland.
Coker, A. Koyde. 2001. Modelling of Chemical Kinetics and Reactor Design, Volume 1. Gulf
Publishing Company: Houston, Texas.
Daramola, M.O., Zampraka, A., Aransiola, E.F., Adeogun, G.A.. 2008. Numerical modelling
and simulation of liquid-impelled loop reactor. Balkan Society of Geometers,
Geometry Balkan Press: Netherlands.
Machado, R.M. 1994. Fundamentals of Mass Transfer and Kinetics for the Hydrogenation of
Loop Reactor. Scientific Update: England.
Shuler, Michael. L., Kargi, Fikret. 2002. Bioprocess Engineering Basic Concept Second
Edition. Pretince Hall PTR: New Jersey.
Download