Jenuh dengan lebaran tugas dengan deadline singkat? Bosan dengan deretan webinar setiap hari? Stres karena hanya mampu menatap layar monitor sepanjang hari? Inilah situasi yang sedang kita hadapi sebagai bagian dari New Normal, bekerja atau belajar dari rumah (Work from Home or Study from Home). Lantas apa yang bisa kita lakukan untuk mereduksi segala perasaan-perasaan negatif selama bekerja atau belajar dari rumah? Sejenak coba alihkan perhatian kita dari monitor yang hanya berupa benda mati berbentuk kotak dengan kursor yang bergerak ke segala arah. Selanjutnya perhatikan lingkungan sekitar anda. Apakah anda melihat sejumlah tanaman dengan warna yang indah dan Gerakan yang elok Ketika tersapu angin? Jika tidak, ciptakan sekarang juga! Dari awal pandemi hingga memasuki era new normal, para pelajar terutama mahasiswa masih menjalani belajar dari rumah atau Study from Home (SFH). Kondisi ini tentu saja cukup mengganggu Kesehatan mental para pelajar. Kegiatan bercocok tanam dianggap efektif untuk menetralkan perasaan jenuh, cemas dan tertekan selama SFH. Kegiatan atau seni bercocok tanam sayur-sayuran, buahbuahan, atau tanaman hias disebut dengan hortikultura (KBBI). Hortikultura dapat menjadi suatu program terapi bagi individu. Hortikultura terapi adalah salah satu teknik intervensi yang menggunakan media tanaman, aktivitas berkebun dan kedekatan terhadap alam yang digunakan sebagai program terapi dan rehabilitasi (Davis, 1994). Menurut Lewis (1976), penggunaan hortikultura pertama kali tercatat dalam konteks pengobatan di Mesir kuno . Kegiatan berkebun atau bercocok tanam atau yang selanjutnya disebut dengan hortikultura mampu menghubungkan kita dengan alam. Alam seringkali dikonotasikan dengan sesuatu yang menenangkan. Dewasa ini, penggunaan kekuatan penenang alam sebagai sarana penyembuhan agar lepas dari stres dan persaingan dalam kehidupan sehari-hari meningkat pesat meningkat pesat di zaman modern yang sibuk ini. Para ilmuan telah membuktikan sejumlah manfaat dari penggunaan terapi hortikultura. Pertama, hortikultura dapat memiliki manfaat emosional, seperti mengurangi stres, mengurangi gejala kejiwaan, menstabilkan suasana hati, dan meningkatkan rasa ketenangan, spiritualitas, dan kenikmatan. Kegiatan hortikutura mengharuskan kita untuk bersentuhan langsung dengan tanah, menanam benih, menyiram tanaman, menyiangi, dan mengamati tumbuh kembang tanaman dari hari ke hari. Sebuah penelitian membuktikan bahwa menyentuh tanah merangsang sekresi serotonin, yang menghasilkan perasaan bahagia, sebagai respons terhadap spesies Mycobacterium yang ada di dalam tanah. Selanjutnya, penelitian lain juga melaporkan bahwa melihat tanaman dedaunan terbukti menginduksi relaksasi fisiologis dan psikologis dengan mengurangi aktivitas korteks prefrontal, meningkatkan aktivitas saraf parasimpatis, dan memperbaiki keadaan emosi. Selain itu, sebuah penelitian juga mengemukakan bahwa program terapi hortikultura 20 sesi secara signifikan mampu menurunkan kadar kortisol, depresi, dan kecemasan pada pasien yang berpartisipasi dalam suatu program terapi hortikultura dibandingkan dengan kelompok kontrol.