Uploaded by Dheayi Dyah Paramita

UAS PADI DHEAYI DYAH PARAMITA 202111221

advertisement
SUSUNAN BADAN PERADILAN AGAMA DI INDONESIA
Dheayi Dyah Paramita
(202111221)
HES 3F
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID SURAKARTA
2021
A. Pendahuluan
Peradilan Agama adalah sebutan (titelateur) resmi bagi salah satu di
antara empat lingkungan Peradilan Negara atau Kekuasaan Kehakiman yang
sah di Indonesia.l Tiga lingkungan Peradilan Negara lainnya adalah Peradilan
Umum, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara.
Peradilan Agama adalah salah satu di antara tiga Peradilan Khusus di
Indonesia. Dua Peradilan Khusus lainnya adalah Peradilan Militer dan
Peradilan Tata Usaha Negara. Dikatakan Peradllan Khusus karena Peradilan
Agama mengadili perkara-perkara tertentu atau mengenai golongan rakyat
tertentu. Dalam hal ini Peradilan Agama hanya berwenang di bidang perdata
tertentu saja, tidak pidana dan pula tidak hanya untuk orang-orang Islam di
Indonesia, dalam perkara-perkara perdata Islam tertentu, tidak mencakup
seluruh perdata Islam.
Peradilan Agama diatur dalam UU No. 7 Tahun 1989, tentang Peradilan
Agama sebagaimana telah dirubah dengan UU No. 3 Tahun. 2006 tentang
Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama UU No. 50
Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama. Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan
kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai
perkara tertentu sebagaimana dimaksud undang-undang.
1. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah badan peradilan agama di Indonesia?
2. Bagaimana susunan badan peradilan agama di Indonesia?
3. Apa saja Asas-asas hukum dalam badan peradilan di Indonesia?
B. Pembahsan
1. Sejarah Badan Peradilan Agama
Badan-badan Peradilan Agama sejak berlakunya UU Nomor 7 tahun
1989 telah menjadi seragam, yaitu Pengadilan Agama (PA) bagi tingkat
pertama dan Pengadilan Tinggi Agama (PTA) bagi tingkat banding. Untuk
sekadar bandingan dan sejarah, sedikit akan dijelaskan titelatuer sebelumnya
sebagai berikut.
Sejarah bercerita bahwa sejak zaman jajahan Belanda, Per adilan
Agama secara nyata sudah ada dan tersebar di berbagai daerah di Indonesia,
dengan beraneka ragam sebutan namanya, seperti Rapat Ulama, Raad
Agama, Mahkamah Islam, Mahkamah Syara', Priesterraad, Pengadilan
Paderi, Godsdientige rechtspraak, Godsdienst Beamte, Mohammedansche
Godsdienst Beamte, Kerapatan Qadli, Hof voor Islamietische Zaken,
Kerapatan Qadli Besar, Mahkamah Islam Tinggi, dan sebagainya.
Pada zaman Jepang tidak banyak mengalami perubahan tetapi pada
tahun 1957 yakni setelah Indonesia merdeka, ada lagi Badan Peradilan
Agama yang dibentuk baru dengan sebutan Pengadilan Agama/Mahkamah
Syar'iyah dan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar'iyah Provinsi. Sampai
dengan awal tahun 1980, nama Badan Peradilan Agama di Indonesia itu
terdiri dari tiga kelompok, yaitu.
a. Kelompok Peradilan Agama di pulau Jawa Madura disebut Pengadilan
Agama (terjemahan dari Priesterraad) dan Mahkamah Islam Tinggi
(terjemahan dari Hof voor Islamietische Zaken).
b. Kelompok Peradilan Agama di sebagian daerah Kalimantan Selatan dan
Timur disebut Kerapatan Qadli (terjemahan dari Kadigerecht) dan
Kerapatan Qadli Besar (terjemahan dari Opper Kadigerecht).
c. Kelompok Peradilan Agama selain dari 1 dan 2 di atas (PP Nomor 45
tahun 1957) disebut Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar'iyah dan
Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar'iyah Provinsi.
Sebutan yang beraneka ragam itu dengan Keputusan Menteri Agama
(H. Alamsyah Ratu Perwira Negara) Nomor 6 tahun 1980 tanggal 28
Januari 1980 diseragamkan menjadi Pengadilan Agama (untuk tingkat
pertama) dan Pengadilan Tinggi Agama (untuk tingkat banding), tetapi tidak
menyeragamkan kompetensinya, sebab Keputusan Menteri tidak cukup kuat
untuk mengubah kompetensi Peradilan Agama yang dulunya diatur dengan
Ordonantie atau PP Sebutan seragam ini nantinya, diambil over ke dalam
UU Nomor 7 tahun 1989.
2. Susunan Badan Peradilan Agama di Indonesia
Kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan Agama dilaksanakan
oleh: Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama.Pengadilan Agama
berkedudukan di Ibukota kabupaten/kota dan daerah hukumnya meliputi
wilayah kabupaten/kota. Pengadilan Tinggi Agama berkedudukan di
Ibukota propinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah propinsi tetapi
tidak menutup kemungkinan adanya pengecualian. Pengadilan Agama
merupakan Pengadilan Tingkat Pertama dan Pengadilan Tinggi Agama
merupakan Pengadilan Tingkat Banding. Peradilan Agama sebagai
pelaksana kekuasaan kehakiman berpuncak ke Mahkamah Agung.
Peradilan Agama berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan
menyelesaikan perkara antara orang-orang yang beragama Islam sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Yang dimaksud "antara
orang yang beragama Islam" adalah orang atau badan hukum yang dengan
sendirinya menundukkan diri dengan suka rela kepada hukum Islam
mengenai haI-hal yang menjadi kewenangan Peradilan Agama.
Kewenangan Pengadilan Agama sebagaimana diatur dalam UU No. 3
Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama, yaitu: Perkawinan; Waris, Wasiat, Hibah, Wakaf, Zakat,
Infak, Shodaqoh, Ekonomi syari'ah.
Pengadilan Tinggi Agama merupakan Pengadilan Tingkat Banding
yang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara yang
diputus oleh Pengadilan Agama dan merupakan Pengadilan Tingkat
Pertama dan Terakhir. mengenai sengketa kewenangan mengadili antar
Pengadilan Agama di daerah hukumnya.
Pada lingkungan Peradilan Agama dapat dibentuk pengkhususan
pengadilan yang diatur dalam undang-undang sebagaimana tercantum dalam
Pasal 3A UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun
1989 tentang Peradilan Agama. Peradilan Syari'at Islam di Propinsi
Nanggroe Aceh Darussalam merupakan peradilan khusus dalam lingkungan
Peradilan Agama dan merupakan peradilan khusus dalam lingkungan
Peradilan Umum sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan
Peradilan Umum. Pengadilan Arbitrasi Syari’ah termasuk Pengadilan
khusus da|am lingkungan Peradilan Agama.
Pengadilan syari'ah Islam di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam
diatur dengan Undang-undang Mahkamah Syar'iyah di Propinsi Nanggroe
Aceh Darussalam yang dibentuk berdasarkan UU No. 18 Tahun 2001
tentang Otonomi Khusus bagi Propinsi Daerah Aceh sebagai Propinsi
Nanggroe Aceh Darussalam. Berdasarkan Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 11 Tahun 2003 Pengadilan Agama di Propinsi Nanggroe
Aceh Darussalam berubah menjadi Mahkamah Syar'iyah dan Pengadilan
Tinggi Agama berubah menjadi Mahkamah Syar'iyah Propinsi.
Dalam UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, Peradilan
khusus dalam lingkungan Peradilan Agama diatur dalam BAB XVIII
tentang MAHKAMAH SYAR'IYAH Pasal 128 Pasal 137. Pengadilan yang
melaksanakan kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan Agama di
Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah: Mahkamah Syar'iyah (Tingkat
Pertama); Mahkamah Syar'iyah Aceh (Tingkat Banding); Mahkamah Agung
(Tingkat Kasasi).
Kewenangan Mahkamah Syar'iyah adalah memeriksa, mengadili dan
memutuskan
perkara-perkara:
Ahwal
syahs/yah
(hukum
keluarga),
Muamalah (hukum perdata), Jinayah (hukum Pidana) yang didasarkan atas
syari'at Islam dan akan diatur dalam Qonun Aceh.
3. Asas Asas dalam Badan Peradilan
1) Pelaksana kekuasaan kehakiman Pasal 10 UU No. 4/2004, (l) Kekualaan
kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan
yang berada di bawahnya. dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. (2)
Badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi badan
peradilan dulum lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan
Militer, dun Peradilan Tata Usaha Negara.
2) Mahkamah Agung Banteng Terakhir Penegakan Hukum Pasal 11 ayat (1)
UU No. 4/2004 Mahkamah Agung merupakan pengadilan negara tertinggi
dari keempat lingkungan. peradilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
ayat (2).
3) Wewenang dan Kekuasaan Mahkamah Agung Pasal 11 ayat (2) UU No.
4/2004 (2) Mahkamah Agung mempunyai kewenangan: a. mengadili pada
tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh
pengadilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah
Mahkamah Agung; b. menguji peraturan perundang-undangan di bawah
undang undang terhadap undang undang; dan c. kewenangan lainnya yang
diberikan undang-undang. (3) Pernyataan tidak berlaku peraturan
perundang-undangan sebagai hasil pengujian sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b, dapat diambil baik dalam pemerikSaan tingkat kasasi
maupun berdasarkan permohonan langsung kepada Mahkamah Agung; (4)
Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi atas perbuatan
pengadilan dalam lingkungan peradilan yang berada di bawahnya
berdasarkan ketentuan undang undang.
4) Asas Peradilan di Bawah Satu Atap Pasal l3 ayat (1) dan (3) UU No.
4/2004 (l) Organisasi, administrasi, dan Financial Mahkamah Agung dan
badan peradilan yang berada di bawahnya berada di bawah kekuasaan
Maihkamah Agung. (3) Ketemuan mengenai organisasi. administrasi, dan
financial badan peradilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
masing masing lingkungan peradilan diatur dalam undang-undnng sesuai
dengan kekhususan lingkungan peradilan masing-masing.
5) Susunan. kekuasaan. dan hukum acara Mahkamah Agung dan badan
peradilan di bawahnya Pasal 14 ayat (1) UU. No. 4/2004 Susunan
kekuasaan. dan hukum acara Mahkamah Agung dan badan peradilan di
bawahnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 diatur dengan undangundang tersendiri.
6) Pembentukan Pengadilan Khusus dan Mahkamah Syar'iyah Pasal 15 ayat
(l) dan (2) UU. No. 4/2004 (l) Peradilan khusus hanya dapat dibentuk
dalam salah satu lingkungan peradilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10 diatur dengan undang-undang. (2) Peradilan Syariah Islam di Propinsi
Nanggroe Aceh Darussalam merupakan pengadilan khusus dalam ling»
kuncen
peradilan
agama
sepanjang
kewenangannya
menyangkut
kewenangan peradilan agama, dan merupakan peradilan khusus dalam
lingkungan peradilan umum, sepanjang kewenangannya menyang-kut
kewenangan peradilan umum.
7) Asas tidak boleh menolak perkara dengan dalih hukum tidak ada atau
hukum kurang jelas Pasal 16 ayat (1) dan (2) UU. NO. 4/2004 (1)
Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengv adili, dan
memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak
ada atau kurang jelas, melainv kan wajib untuk memeriksa dan
mengadilinya.(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) tidak
menutup usaha penyelesaian perkara perdata secara perdamaian.
8) Jumlah hakim dalam majelis Pasal 17 UU No: 4/2004, (1) Semua
pengadilan memeriksa, mengadili, dam memutus dengan sekurangkurangnya 3 (tiga) orang hakim, kecuali undang-undang menentukan lain,
(2) Di antara hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seorang
bertindak sebagai ketua dam lainnya nbxgzimana hakim anggota sidang.
(3) Sidang dibantu oleh seorang panitera atau mang yang ditugaskan
melakukan pekerjaan panitera.
9) Asas sidang terbuka untuk umum Pasal 19 ayat (1) dan (2) UU. No.
4/2004 (l) Sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum,
kecuali undang-undang menentukan lain. (2) tidak dipenuhinya ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (l) mengakibatkan putusan batal demi
hukum.
10) Asas dalam rapat musyawarah majelis hakim Pasal 19 ayat (3) dan (4) UU.
No. 4/2004 (3) Rapat musyawarah majelis hakim bersifat rahasia. (4)
Dalam siding permusyawaratan, setiap hakim wajib menyampaikan
pertimbangan atau pendapat tertulh terhadap perkara yang sedang
diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan.
11) Asas dcsenting opinion Pasal 19 ayat (5) dan (6) UU. No. 4/2004 (5)
Dalam hal siding permusyawaratan tidak dapat dicapai mufakat bulat,
pendapat hakim yang berbeda wajib dimuat dalam putusan. (6)
Pclasaksanaan lebih lanjut ketentuan lebagalmunl dimaksud pada ayat (4)
dan ayat (5) diatur oleh Mahkamah Agung.
12) Asas penentuan sahnya putusan Pasal 20 UU. No. 4/2004 Semua putusan
pengadilan hanya sah dan mempunyai kuatan hukum apabila diucapkan
dalam siding terbuka untuk Umum.
13) Asas upaya hukum banding Pasal 21 ayat (l) UU. No. 4/2004 Terhadap
putusan pengadilan tingkat pertama dapat di. mintakan banding kepada
pengadilan tinggi oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali undangundang menentukan lam
14) Asas upaya hukum asasi Pasal 33 UU. No. 4/2004 Terhadap putusan
pengadilan dalam tingkat banding dapat dimintakan kasasi kepada
Mahkamah Agung oleh pihakfpihak yang bersangkutan, kecuali undangundang menentukan lain
15) Asas upaya hukum Peninjauan Kembali Pasal 23 ayat (1) dan (2) UU. No.
4/2004 (1) Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap, pihak-pihak
yang
bersangkutan dapat
mengajukan
peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, apabila terdapat hal atau
keadaan tertentu yang ditentukan dalam undang-undang. (2) Terhadap
putusan peninjauan kembali tidak dapat dilakukan peninjauan kembali.
16) Asas substansi pertimbangan hukum putusan pengadilan Pasal 25 ayat (l)
UU. No. 4/2004 Segala putusan pengadilan selain harus memuat alasan
dan dasar putusan tersebut, memuat pula pasal tertentu dari peraturan
perundang-undang yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis
yang dijadikan dasar untuk mengadili.
17) Yang harus menandatangani putusan Pasal 25 ayat (2) UU. No. 4/2004
Tiap putusan pengadilan ditandatangani oleh ketua serta hakim yang
memutus dan panitera yang ikut serta bersidang.
18) Yang menandatangani berita acara siding, ikhtisar rapat, dan penetapan
Pasal Z5 ayat
(3) UU. No. 4/2004 Penetapan, ikhtisar rapat
permusyawaratan, dan berita acara pemeriksaan siding ditandatangani oleh
ketua majelis hakim dan panitera sidang.
19) Asas saling memberi bantuan antarpengadilan Pasal 26 UU. No. 4/2004
Untuk kepentingan peradilan semua pengadilan wajib saling memberi
bantuan yang diminta.
C. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Peradilan Agama adalah
salah satu dari Peradilan Negara Indonesia yang sah, yang bersifat Peradilan
Khusus, yang berwenang dalam jenis perkara perdata Islam tertentu, bagi
orang-orang Islam di Indonesia.
Kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan Agama dilaksanakan
oleh: Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama. Pengadilan Agama
merupakan Pengadilan Tingkat Pertama dan Pengadilan Tinggi Agama
merupakan Pengadilan Tingkat Banding. Peradilan Agama sebagai pelaksana
kekuasaan kehakiman berpuncak ke Mahkamah Agung.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Tri Wahyudi, Peradilan Agama di Indonesia, Surakarta, 2004.
Erfaniah Zuhriah, One Roof System Lembaga Peradilan Agama di Bawah
Kekuasaan Kehakiman Mahkamah Agung De Jure, Jurnal Syariah dan
Hukum, Malang, 2010
Fauzan M, Pokok Pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah
Syar’iyah di Indonesia, Prenada Media, Jakarta, 2005.
Nurfaidah Revitalisasi Lembaga Peradilan di Indonesia, Shautut Tarbiyah, Tanpa
Kota, 2008.
Tri Wahyudi Abdullah, Hukum Acara Peradilan Agama, Mandar Maju, Bandung,
2018.
Rasyid Raihan A, Hukum Acara Peradilan Agama, Raja Grafindo, Jakarta, 2015.
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Akademika Pressindo,
Cet. I, Jakarta, 1992.
Amrullah Ahmad, Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional,
Gema Insani Press. Cet. I, Jakarta, 1996.
Bustanul Arifin, Pelembagaan Hukum Islam di Indonesia, Gema Insani Press.
Cet. I, Jakarta, 1996.
Cik Hasan Bisri, Peradilan Islam dalam Tatanan Masyarakat Indonesia,
Remaja Rosdakarya. Cet. I, Bandung, 1997.
Mohammad Daud Ali, Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Hukum
Indonesia, LP3ES, Jakarta.
Wahyudi, Abdullah Tri, Peradilan Agama Di Indonesia, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2004.
Agmides, Nichilas P, Dr., Pengantar Ilmu Hukum Islam (The Packrsound
Introduction to Koharnmnedan Law), terjemahan Roesli DKB, Ramadhani,
Solo, 1984.
Ali, Daud Muhammad, Prof. S.H., Kedudukan Hukum Islam Dalam Sistem
Hukum Indonesia, Yayasan Risalah, Jakarta, 1983.
Harahap, Yahya, Kedudukan Kewenangan Dan Acara Peradilan Agama, Sinar
Grafika, Jakarta, 2007.
Ismail Saleh, Majalah Hukum Badan Pembinaan Hukum Nasional, Edisi Khusus,
no. 119. (Jakarta: Departemen Kehakiman Republik Indonesia).
Lubis, Solly, Ilmu Pengetahuan Perundang-Undangan, Mandar Maju, Bandung,
2009.
Rasjidi, Lili,dan I.B.Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Mandar Maju,
Bandung, 2003.
Marzuki, Peter Mahmud, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta, 2008.
Mas, Marwan, Pengantar Ilmu Hukum, Ghalia Indonesia, Bogor, 2004.
Peradilan Agama Islam di Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya
Download