9. KOROSI LOGAM • Korosi didefinisikan sebagai rusaknya bahan akibat reaksi dengan lingkungan, sehingga mengurangi daya guna. Definisi ini berlaku umum, tidak hanya terbatas pada logam, berhubung bahan non logam juga bisa rusak akibat interaksi dengan lingkungan. • Contoh, plastik dan karet bisa rusak karena lingkungan yang panas, atau karena sinar matahari, atau karena bahn-bahan kimia yang lain. • Bahan yang tahan korosi pada lingkungan apapun adalah platina dan gelas, tetapi pemakaiannya belum tentu bisa sesuai dengan persyaratan lain-lain yang harus dipenuhi, misalnya kekuatan, keuletan, biaya atau harga dan sebagainya. • Korosi pada besi disebut karat. Terjadinya korosi tidak dapat dihindarkan atau dicegah, tetapi dapat dikurangi atau ditekan seminimal mungkin. • Untuk itu perlu memahami dasar-dasar korosi dan penyebab terjadinya korosi • Korosi logam merupakan fenomena yang kompleks dengan beberapa macam bentuk, artinya terjadinya korosi mungkin disebabkan karena beberapa faktor yang menjadi pemicu baik secara bersamaan ataupun secara berturutan. • Lingkungan mempunyai derajat korosif yang berbeda-beda. Udara dan kelembaban, gas-gas yang terkandung di udara sebagai hasil buangan kendaraan bermotor atau industri, air yang berasal dari bermacam-macam sumber, antara lain mengandung garam atau bahan-bahan kimia lain. • Klasifikasi korosi – Korosi basah terjadi bila terdapat cairan, misalnya korosi baja dalam air atau pada lingkungan udara basah (lembab). – Korosi kering terjadi tanpa adanya fasa cair atau terjadi diatas titik embun dari lingkungan. • Uap dan gas bisa merupakan bahan korosf, misalnya rusaknya baja karena gas-gas dapur. Adanya air dalam jumlah yang sangat sedikit dapat mempengaruhi terjadinya korosi. – Contoh, gas khlor kering tidak korosif terhadap baja, tetapi khlor yang lembab atau khlor yang terlarut dalam air, sangat korosif terhadap hampir semua logam. • Bentuk korosi karena reaksi kimia atau proses elektrokimia yang terjadi secara merata pada seluruh permukaan atau pada permukaan yang luas disebut korosi umum atau general corrosion / uniform attack. Sebagai akibatnya, logam menjadi makin tipis, – contoh adalah sepotong baja atau seng yang terendam dalam larutan asam encer, akan larut dengan kecepatan merata pada seluruh permukaannya. – Korosi setempat atau localized corrosion mempunyai bermacammacam bentuk dengan proses terjadinya yang bervariasi. • Ketahanan terhadap korosi atau ketahanan kimia suatu bahan tergantung pada banyak faktor. Sehingga perlu pengetahuan tentang termodinamika, elektrokimia, metalurgi dan kimia fisika untuk mempelajari korosi. – Termodinamika meliputi pengetahuan dan perhitungan tentang arah reaksi spontan. Dalam kasus korosi, perhitungan termodinamika dapat menentukan apakah secara teori korosi akan terjadi atau tidak. – Elektrokimia berhubungan dengan potensial elektroda dan kinetika elektroda. – Dengan pengetahuan metalurgi, struktur mikro logam dapat diatur untuk mengurangi atau memperlambat korosi. – Kimia fisika mempelajari mekanisme reaksi korosi, kondisi permukaan logam dan konsep-konsep basis yang lain. Potensial Elektroda • Banyak faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya korosi logam, tetapi kebanyakan dapat dijelaskan dengan konsep elektrokimia basis. • Suatu logam dalam larutan air (larutan elektrolit) akan membentuk ion positif atau kation dalam reaksi keseimbangan : M M n+ + n e dimana M adalah logam dengan valensi n, dan e adalah elektron. • Reaksi tersebut menghasilkan potensial listrik keseimbangan yang disebut potensial elektroda. Besar-nya potensial elektroda tergantung pada jenis logam dan jenis dan kondisi larutannya; dinyatakan dengan persamaan Nernst : E = E0 + (RT / nF) ln c E adalah potensial elektroda logam dengan valensi n, yang kontak dengan ionnya sendiri, dengan konsentrasi c. E0 adalah potensial elektroda standar pada 250C dan larutan 1 mol, R konstanta gas, T suhu absolut, dan F konstanta Faraday. • Dengan memasukkan harga-harga konstanta, pada keadaan standar diperoleh persamaan : E = E0 + 0.059/n log c • Oksidasi adalah peristiwa terlepasnya elektron dari atom, dan reduksi adalah menangkap elektron, karena itu reaksi arah kekanan adalah oksidasi, sebaliknya arah kekiri adalah reaksi reduksi; karena itu potensial elektroda juga disebut potensial oksidasi-reduksi. • Harga potensial elektroda dari logam atau unsur lain tidak dapat ditentukan secara langsung, tetapi dibandingkan terhadap elektroda hidrogen standar, yang dipakai sebagai referensi, dengan diberi harga potensial sama dengan nol. • Tidak semua logam sama mudahnya mengalami oksidasi menjadi kation dan elektron. Bila suatu logam lebih mudah melepas elektron daripada hidrogen (lebih anodik), maka reaksi setengah sel yang terjadi adalah : M Mn+ + n e n H+ + n e n/2 H2 • Sebaliknya bila logam lebih katodik atau lebih mudah menangkap elektron daripada hidrogen reaksi setengah selnya adalah : n/2 H2 n H+ + n e Mn+ + n e M Tabel 5.1 Potensial Elektroda standar (250C, larutan 1 mol) Korosi yang lazim dijumpai mencakup keadaan dengan elektroda yang berlainan, membentuk pasangan galvanik. lihat gambar 6.1, dimana elektroda seng dan elektroda tembaga. Keduanya dapat teroksidasi, masing-masing : Zn Zn2+ + 2 e Cu Cu2+ + 2 e Dari tabel potensial elektroda (tabel 6.1), terlihat bahwa Zn ( E = - 0.76 V) lebih anodik daripada Cu (E = + 0.34 V), sehingga kalau kedua elektroda tersebut digabung, reaksi yang terjadi : Zn Zn2+ + 2 e Cu + 2 e Cu Elektron mengalir dari elektroda seng melalui rangkaian luar, dan tembaga akan menerima elektron dari rangkaian luar. Dengan mengalirnya elektron dari anoda, maka Zn akan teroksidasi, artinya Zn terkorosi. Gambar 6.1 Sel galvanik Zn-Cu Korosi terjadi pada salah satu elektroda suatu pasangan galvanik, khususnya anoda, harga potensial elektroda menunjukkan kecenderungan korosinya. Potensial sel tersebut diatas : Esel = Ekatoda - Eanoda E sel = + 0.34 V - ( - 0.76 ) V = + 1.10 Volt Reaksi katoda r11 Reaksi katoda adalah reaksi utama untuk korosi; akan tetapi berbagai reaksi katoda harus mendapat perhatian khusus, karena reaksi anodik selalu terjadi serentak dengan reaksi katodik. Reaksi katodik yang utama adalah : – – – – – Pelapisan elektro Generasi hidrogen Dekomposisi air Pembentukan hidroksil Pembentukan air Mn+ + n e M 2 H+ + 2 e H2 2 H2O + 2 e H2 + 2 (OH)O2 + 2 H2O + 4 e 4 OHO2 + 4 H+ + 4 e 2 H2 O Karat Mekanisme pembentukan karat besi digambarkan pada gambar 5.2. Oksiasi besi menghasilkan ion besi dan elektron, membentuk ion Fe2+ dan akan teroksidasi lebih lanjut menjadi Fe3+ bila elektronelektronnya dapat dipergunakan. Elektron bergabung dengan oksigen dan air pada katoda dan membentuk ion (OH)-. Karat merupakan kombinasi Fe3+ dan ion (OH)- Reaksi pembentukan karat Anoda : Fe Fe3+ + 3e Katoda : 3/2 H2O + ¾ O2 + 3e 3 (OH)Pengendapan : Fe3+ + 3 (OH)- Fe(OH)3 Jenis-jenis sel galvanik • Sel korosi galvanik dapat dibagi atas tiga kelompok : – sel komposisi, – sel tegangan – sel konsentrasi. • Masing-masing akan menghasilkan korosi karena sebagian dari pasangan bertindak sebagai anoda, dan bagian lainnya merupakan katoda. Hanya anoda yang terkorosi, itupun hanya bila bisa membentuk kontak dengan katoda. Sel komposisi • • • Sel komposisi dapat terbentuk bila terdapat dua jenis logam yang berlainan saling kontak. Seperti tercantum pada tabel 6.1 , logam dengan kedudukan lebih rendah merupakan anoda. Sebagai contoh lembaran besi atau baja yang digalvanisir dengan lapisan seng (gambar 6.3a). Lapisan seng akan akan merupakan anoda dan melindungi seluruh permukaan besi. Bila lapisan seng tergores, atau pada permukaannya terdapat celah, seng merupakan anoda, sedangkan besi merupakan katoda dan katoda tidak terkorosi. Selama masih ada lapisan seng, permukaan besi akan terlindung, tidak mengalami korosi. Gambar 6.3a Besi/baja digalvanisir dengan seng Gambar 6.3b Besi/baja berlapis timah putih • Bila lembaran besi dilapisi timah putih, selama seluruh permukaannya tertutup rapat timah putih mampu melindungi besi terhadap korosi. • Tetapi bila lapisan permukaannya ada yang cacat, besi menjadi anoda, sedangkan timah putih menjadi katoda. • Pasangan galvanik yang terjadi menimbulkan korosi pada besi. • Karena cacat tersebut kecil, berarti permukaan anodanya kecil, padahal harus menghasilkan sejumlah elektron untuk permukaan katoda yang luas, terjadilah korosi setempat yang sangat cepat. • Korosi jenis ini sering disebut sebagai korosi celah atau crevice corrosion , gambar 6.3b. • Contoh pasangan galvanik lainnya adalah : sekrup baja dalam perkakas yang terbuat dari kuningan, timah patri Pb-Sn disekitar kawat tembaga, poros baling-baling baja dalam bantalan perunggu dan sebagainya. • Kesemuanya dapat membentuk sel galvanik bila tidak dilindungi dengan cermat dari lingkungan korosif. Hubungan logam tidak sejenis dapat merupakan sumber terjadinya korosi galvanik. Sel tegangan • Logam jarang mempunyai komposisi atau struktur yang betul-betul seragam, baik ditinjau secara makroskopik maupun mikroskopik. • Atom-atom pada daerah batas butir mempunyai energi yang lebih besar daripada atom-atom dalam butir, sehingga dianggap bertegangan, maka terjadilah anoda dan katoda. • Batas butir berfungsi sebagai anoda, sebagai akibatnya terjadilah korosi batas butir (gambar 6.4) • Besi tuang abu-abu yang mengandung grafit dapat mengalami peluluhan selektif dari besi. • Grafit lebih katodik daripada besi,sehingga terbentuk sel galvanik. • Besi terlarut, sehingga terjadi masa yang porous yang terdiri dari grafit, ruang kosong dan karat. • Besi tuang menjadi kehilangan kekuatan dan sifat logamnya tanpa terjadi perubahan dimensi, sehingga berbahaya. • Proses ini disebut grafitisasi, dan terjadi melaui proses yang lambat. • Bila besi tuang abu-abu berada dalam lingkungan yang dapat menyebabkan terjadinya korosi dengan cepat, maka yang terjadi bukan grafitisasi melainkan korosi umum atau uniform attack. • Proses pembentukan melalui pengerjaan dingin juga berpengaruh terhadap terjadinya korosi. Bagian logam yang mengalami perubahan bentuk, mempunyai tingkat energi yang lebih tinggi, merupakan daerah bertegangan. Bagian logam yang mengalami pengerjaan dingin menjadi anoda dan bagian yang tidak mengalami perubahan bentuk menjadi katoda (gambar 6.5) Gambar 6.5 Dua contoh terjadinya sel tegangan. Sel konsentrasi • Sesuai persamaan Nernst, E = E0 + 0.059/n log c , maka elektroda dalam elektrolit cair bersifat anodik terhadap elektroda serupa dalam elektrolit yang pekat. • Sel konsentrasi mempercepat korosi didaerah dimana konsentrasi elektrolit lebih rendah. • Fenomena ini dipakai untuk menjelaskan terjadinya sel konsentrasi jenis oksidasi, sering disebut sebagai sel oksidasi. • Bila oksigen yang terdapat dalam udara dapat bersentuhan dengan permukaan logam korosi akan terjadi pada bagian yang kekurangan oksigen. • Gejala ini dapat dijelaskan dengan reaksi katodik untuk menunjukkan peran oksigen pada korosi didaerah yang bebas oksigen : • 2 H2O + O2 + 4e 4(OH)• Reaksi katoda ini hanya dapat terjadi bila ada oksigen, disamping itu juga memerlukan elektron dari logam. Elektron diambil dari logam dari bagian yang kekurangan oksigen, sehingga bagian tersebut merupakan anoda, sedang daerah yang banyak oksigennya menjadi katoda. • Hal ini terjadi pada tempat-tempat yang sukar dijangkau, seperti retak-retak atau sela, adanya kotoran. • Kejadian bisa bertambah buruk bila terjadi penumpukan karat atau kerak yang menghambat masuknya oksigen, terjadilah lubang setempat (pitting) karena korosi yang tidak merata (gambar 6.6). • Gambar 6.6 Sel oksidasi. Tempat yang tidak terjangkau (konsentrasi O2 rendah) menjadi anoda. Laju korosi • Rangkaian terbuka antara anoda besi dan katoda hidrogen standar (dengan elektroda Pt), pada keadaan standar akan menghasilkan perbedaan potensial sebesar – 0.44Volt (tabel 5.1). Seolah-olah terjadi baterai yang dapat menghasilkan arus bila kedua elektroda tersebut dihubungkan. • Potensial sel dapat dipandang sebagai kemampuan memasok arus. Bila arus mulai mengalir, kemampuan memasok arus makin berkurang. Peran termodinamika hanya menunjukkan kecenderungan suatu sistem mengalami korosi, dimana sistem harus ada dalam keadaan setimbang, berarti tidak boleh ada arus yang mengalir. Sementara yang terjadi, pada reaksi-reaksi korosi terjadi arus yang mengalir, sehingga perlu dikaji tentang laju korosi. Perhitungan laju korosi • Laju korosi dapat dinyatakan dalam beberapa cara, antara lain % kehilangan berat, mg per cm2 per hari, gram per in2 per jam dan sebagainya. Semua ini tidak menunjukkan penetrasi (kedalaman) korosi. Dari sudut pandang keteknikan, kecepatan penetrasi atau menjadi tipisnya suatu keping struktural, dapat dipakai untuk peramalan umur suatu barang. • Mils per year (mpy) merupakan cara yang paling umum untuk menyatakan laju korosi. Mpy dapat dihitung dari kehilangan berat suatu spesimen logam selama dilakukan tes korosi melalui persamaan : mpy = 534W/DAT dimana W = kehilangan berat, mg D = densitas spesimen, g/cm3 A = luas spesimen, in2 T = waktu , jam Konversi mpy ke sistem metrik menghasilkan hubungan sebagai berikut : 1 mpy = 0.0254 mm/th = 25.4 m/th = 2.90 nm/jam = 0.805 pm/det µm(mikrometer atau mikron) adalah 10-6 meter, nm(nanometer) adalah 10-9 meter dan pm(pikometer) adalah 10-12 meter.