BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan mahluk sosial karena manusia tidak bisa hidup tanpa berhubungan dengan manusia yang lain bahkan untuk urusan kecil apapun tetap membutuhkan orang lain untuk membantu.1 Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yaitu dengan cara bermu’amalah, salah satu bentuk mu’amalah adalah dengan cara jual beli. Islam memandang jual beli merupakan sarana tolong menolong antar sesama manusia. Orang yang sedang melakukan transaksi jual beli tidak dilihat hanya mencari keuntungan semata, akan tetapi juga dipandang sebagai orang yang sedang membantu saudaranya. Bagi penjual, ia sedang memenuhi kebutuhan barang yang dibuntuhkan pembeli. Sedangkan bagi pembeli, ia sedang memenuhi kebutuhan akan keuntungan yang sedang dicari oleh penjual. Atas dasar aktivitas inilah jual beli merupakan aktivitas mulia, dan Islam memperkenankannya.2 Allah mensyariatkan jual beli untuk memberikan kelapangan kepada hamba-hamba Nya. Setiap individu dari bangsa manusia memiliki kebutuhan berupa makanan, pakaian, dan lainnya yang tidak dapat dikesampingkannya selama dia masih hidup. Dia tidak dapat memenuhi 1 Muhammad Syukuri Albani Nasution, et al., Ilmu Sosial Dan Budaya (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2015), hlm. 50 2 M. Yazid Afandi, Fiqh Muamalah dan Implementasinya Dalam Lembaga Keuangan Syariah (Yogyakarta : Logung Pustaka, 2009), hlm. 55 1 2 sendiri semua kebutuhan itu karena dia terpaksa mengambilnya dari orang lain. Dan, tidak ada cara yang lebih sempurna daripada pertukaran. Dia memberikan apa yang dimilikinya dan tidak dibutuhkannya sebagai ganti apa yang diambilnya dari orang lain dan dibutuhkannya.3 Diantara dalil yang membolehkan praktik jual beli diantranya terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 275 : َّ َوأ َ َح َّل الر َبا ِّ َّللاُ ْال َب ْي َع َو َح َّر َم Artinya : dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.(qs Al-Baqarah [2]:275). 4 Ayat tersebut menjelaskan tentang dasar kehalalan (kebolehan) hukum jual beli dan keharaman (menolak) riba. Allah SWT adalah dzat yang maha mengetahui atas hakikat persoalan kehidupan. Maka, jika dalam suatu perkara terdapat kemaslahatan, maka akan diperintahkan untuk dilaksanakan.5 Rasulullah SAW bersabda: َّ صلَّى َّ ي ب ُ سلَّ َم ِّ ي ْال َك ْس َ َُّللا َ َُّللا ِّ عةَ ب ِّْن َرافِّعٍ َر َ ع ْن ِّرفَا َ َ علَ ْي ِّه َو َ ي ُّ َ أ: سئِّ َل َّ ِّع ْنهُ { أ َ َّن النَّب َ ض ْ َأ ص َّح َحهُ ْال َحا ِّك ُم ُ ط َي َّ ع َم ُل ُ ور } َر َواهُ ْال َب َّز َ : ب ؟ قَا َل ٍ َو ُك ُّل َبيْعٍ َمب ُْر، الر ُج ِّل بِّيَ ِّد ِّه َ ار َو Artinya: ketika ditanya salah seorang sahabat mengenai pekerjaan (profesi) apa yang paling baik, Rasulullah ketika itu menjawab: “usaha tangan manusia itu sendiri dan setiap jual beli yang jujur, tanpa diiringi kecurangan dan mendapat berkat dari Allah SWT. (HR: Rifa’ah bin Rafi’ al Bazar dan Hakim).6 3 Sayyid sabiq, Fiqhus sunnah, terj. Mujahidin Muhayan (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2011), hlm. 35 4 Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tadzwid dan Terjemah (Jakarta Timur: Alfatih, 2009), hlm. 47 5 Siswandi, (Jual Beli dalam Perspektif Islam) Ummul Qura, vol 3 no. 2 Agustus, 2013, hlm. 59 6 M. Yazid Afandi, Fiqh Muamalah..., hlm. 56 3 Jual beli tidak saja dilakukan sebatas memenuhi keinginan para pelakunya untuk memperoleh keuntungan, akan tetapi harus dilakukan sebagai bagian untuk mendapatkan ridha Allah SWT. Jual beli memiliki beberapa hal yang harus ada terlebih dahulu agar akadnya dianggap syah dan mengikat.7 Dalam Islam perdagangan harus dilakukan secara baik, dan sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi syariah, dalam Islam melarang keuntungan yang berlebihan, perdagangan yang tidak jujur, merugikan orang lain, harus menerapkan keadilan dan kejujuran dalam setiap kegiatan ekonomi.8 Seperti dalam firman Allah SWT dalam Qur’an Surat AL-Nisa ayat 29. ع ْن ِّ َيَا أَيُّ َها الَّذِّينَ آ َ َمنُوا َّل ت َأ ْ ُكلُوا أ َ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم ِّب ْالب َ ارة َ اط ِّل ِّإ َّّل أ َ ْن ت َ ُكونَ تِّ َج اض ِّم ْن ُك ْم ٍ ت ََر Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. (qs. AlNisa[4]: 29).9 Menurut Rachmat Syafei, harga hanya terjadi pada akad, baik lebih sedikit, lebih besar, atau sama dengan nilai barang. Biasanya harga dijadikan penukar barang yang diridhai oleh kedua belah pihak yang melakukan akad. Dari pengertian tersebut dijelaskan bahwa harga merupakan suatu kesepakatan mengenai transaksi jual beli barang atau jasa 7 Ibid., hlm. 56 Sovi Nur Aisyah, Skripsi: Analisis Mekanisme Penetapan Harga Jual Dalam Perspektif PrinsipPrinsip Ekonomi Syariah (Cirebon : IAIN SYEH NURJATI CIREBON, 2015 ), hlm. 3 9 Departemen Agama RI, Al-Qur’an..., hlm. 83 8 4 dimana kesepakatan tersebut diridhai oleh kedua belah pihak. Harga tersebut haruslah direlakan oleh kedua belah pihak dalam akad, baik lebih sedikit, lebih besar, atau sama dengan nilai barang atau jasa yang ditawarkan oleh pihak penjual kepada pembeli.10 Menurut Ibnu Taimiyah yang dikutif oleh Yusuf Qardhawi. Penentuan harga mempunyai dua bentuk, ada yang boleh dan ada yang haram. Selanjutnya Qhardhawi menyatakan jika penentuan harga dilakukan dengan memaksa penjual menerima harga yang tidak mereka ridhai, maka tindakan ini tidak dibenarkan oleh agama.11 Transaksi penentuan harga jual beli bisa dilakukan dimana dan kapan saja, termasuk dalam penentuan harga jual beli hasil pertanian yang dilakukan antara pengepul dan petani. Pengepul merupakan kegiatan ekonomi yang dilakukan seseorang, untuk menyediakan tempat, mengumpulkan atau memusatkan suatu barang atau produk.12 Dalam dunia pertanian pengepul merupakan tempat dimana para petani dapat menjual hasil pertaniannya seperti pasar atau dikebun langsung. Praktik jual beli antara pengepul dan petani banyak dilakukan di pedesaan, dimana terdapat banyak berbagai jenis hasil pertanian. Termasuk salah satunya adalah di Desa Kertasari Kabupaten Tasikmalaya, yang sebagian penduduknya merupakan petani. Diantaranya adalah petani yang 10 Birusman Nuryadin, (Harga Dalam Perspektif Islam) Mazahib, Vol. IV No. 1, Juni 2007, hlm. 93 Ibid., hlm. 93 12 “Bisikan Bisnis” http://www.bisikanbisnis.com/2018/01/tips-jadi-pengepul-hasil-pertanian.html 11 5 menjual pisang dan singkong. Dalam pelaksanaan praktik jual belinya terdapat selisih harga yang signifikan antara harga yang ditawarkan oleh pihak pengepul kepada petani dengan harga jual yang yang ada di pasaran. Misalkan harga singkong yang ditawarkan pengepul kepada petani sangat rendah, yaitu 300 rupiah per kg, sedangkan harga yang ada di pasaran berkisar antara 4.000 sampai 5.000 rupiah per kg. Untuk harga pisang sendiri harga yang ditawarkan pengepul kepada petani yaitu 1.000 rupiah per kg untuk semua jenis pisang. Sedangkan harga jual pisang di pasar berbeda-beda tergantung jenis pisang nya, berkisar antara 4.000 sampai 6.000 rupiah per kg.13 Penetapan harga beli oleh pengepul kepada petani tentunya merugikan pihak petani, karena mau tidak mau mereka harus menyetujui harga tersebut.14 Islam telah mengatur bahwa dalam pelaksanaan praktik jual beli harus saling ridha dan tidak ada unsur keterpaksaan, tetapi telah banyak budaya praktik jual beli dengan penetapan harga yang ditentukan sebelah pihak saja. Berdasarka permasalahan diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ANALISIS PENETAPAN HARGA DALAM ISLAM PADA JUAL BELI HASIL TANI DI DESA KERTASARI KABUPATEN TASIKMALAYA” 13 14 Hasil wawancara pedagang pisang dan singkong di pasar Rancabakung pada tgl 17 Maret 2018 Hasil wawancara dengan salah satu petani di Desa Kertasari Kabupaten Tasikmalaya pada tgl 15 Maret 2018 6 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan beberapa pokok permasalahan, sebagai berikut: 1. Bagaimana tinjauan harga dalam Islam terhadap penetapan harga hasil tani antara petani dan pengepul di desa Kertasari Kabupaten Tasikmalaya ? C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui tinjauan harga dalam Islam terhadap penetapan harga jual beli hasil tani antara petani dan pengepul di desa Kertasari Kabupaten Tasikmalaya. 2. Kegunaan Penelitian a. Secara Teoritis 1. Penelitian ini sebagai upaya untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman sehingga dapat memberikan sumbangan pemikiran apabila dalam praktiknya di masyarakat terdapat jual beli dengan penentuan harga yang mungkin tidak sesuai dengan hukum Islam, maka dapat dijadikan sebagai solusi untuk permasalahan tersebut. 2. Diharapkan dapat menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya sehingga proses pengkajian akan terus berlangsung. b. Secara Praktis 1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi petimbangan bagi pengepul dalam menentukan harga pada pembelian hasil tani, terutama terhadap petani masyarakat kecil. BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Jual Beli A. Pengertian Jual Beli Dalam bahasa arab jual beli adalah al-ba’i yaitu jual beli antara benda dengan benda, atau pertukaan antara benda dengan barang.15 Perkataan jual beli terdiri dari dua suku kata,yaitu “jual dan beli “. Sebenarnya kata “jual” dan “beli” mempunyai arti yang satu sama lainnya bertolak belakang. Kata jual menunjukan bahwa adanya perbuatan menjual, sedangkan beli adanya perbuatan membeli. Dengan demikian, perkataan jual beli menunjukan adanya dua perbuatan dalam satu peristiwa, yaitu satu pihak menjual dan pihak lain membeli. Dalam hal ini, terjadilah peristiwa hukum jual beli yang terlihat bahwa dalam perjanjian jual beli terlibat dua pihak yang saling menukar atau melakukan pertukaran.16 Dalam pengertian istilah syara’ terdapat beberapa definisi yang di kemukakan oleh ulama maszhab: 1. Hanafiah, sebagaimana dikemukakan oleh Ali Fikri, menyatakan bahwa jual beli memiliki dua arti: 15 16 Mardani, Hukum Sistem Ekonomi Islam (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2015), hlm. 167 Suhrawardi K. Lubis dan Farid Wajadi, Hukum Ekonomi Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), hlm. 139 7 8 a. Arti khusus, yaitu: Jual beli adalah menukar benda dengan dua mata uang (emas dan perak) dan semacamnya, atau tukar-menukar barang dengan uang atau semacamnya menurut cara yang khusus.17 b. Arti umum,yaitu Jual beli adalah tukar-menukar harta dengan harta menurut cara yang khusus, harta mencakup zat (barang) atau uang. 2. Malikiyah, seperti halnya Hanafiah, mempunyai dua arti, yaitu arti umum dan arti khusus. Pengertian jual beli yang umum adalah Jual beli adalah akad mu’awadhah (timbal balik) atas selain manfaat dan bukan pula untuk menikmati kesenangan. Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa jual beli adalah akad mu’awadhah, yakni akad yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu penjual dan pembeli, yang objeknya bukan manfaat, yakni benda, dan bukan untuk kenikmatan seksual.18 Sedangkan jual beli dalam arti khusus adalah akad mu’awadhah (timbal balik) atas selain manfaat dan bukan pula untuk menikmati kesenangan, bersifat mengalahkan salah satu imbalannya bukan emas dan bukan perak, objeknya jelas dan bukan utang. 17 18 Amad Wardi Muclich, Fiqh Muamalat (Jakarta: Amzah, 2013), hlm. 175 Ibid., hlm. 176 9 3. Syafi’iyah memberikan definisi jual beli menurut syara’ adalah suatu akad yang mengandung tukar-menukar harta dengan harta dengan syarat yang akan diuraikan nanti untuk memperoleh kepemilikan atas benda atau manfaat untuk waktu selamanya. 4. Hanabilah memberikan definisi jual beli sebagai berikut: Pengertian jual beli menurut syara’ adalah tukar-menukar harta dengan harta, atau tukar-mrnukar manfaat yang mubah dengan manfaat yang mubah umtuk waktu selamanya, bukan riba dan bukan utang. Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ulama madzhab tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. Jual beli adalah akad mu’awadhah, yakni akad yang dilakukan oleh dua pihak, dimana pihak pertama menyerahkan barang dan pihak kedua menyerahkan imbalan, baik berupa uang maupun barang. 2. Syafi’iyah dan Hanabilah mengemukakan bahwa objek jual beli bukan hanya barang (benda), tetapi juga manfaat, dengan syarat tukar-menukar berlaku selamanya, bukan untuk sementara. Dengan demikian, ijarah (sewamenyewa) tidak termasuk jual beli karena manfaat digunakan untuk sementara, yaitu selama waktu ditetapkan dalam perjanjian. Demikian pula i’arah yang dilakukan timbal-balik (saling pinjam), tidak termasuk 10 jual beli, karena pemanfaatannya hanya berlaku sementara waktu. B. Dasar Hukum Jual beli Jual beli sebagai bagian dari mu’amalah mempunyai dasar hukum yang jelas, baik dari Al-Qur’an, Al-Sunnah dan telah menjadi ijma’ ulama dan kaum muslimin. Bahkan jual beli bukan hanya sekedar mu’amalah, akan tetapi menjadi salah satu media untuk melakukan kegiatan untuk saling tolong menolong sesama manusia.19 1. Dasar dalam Al-Qur’an Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 275: َّ َوأ َ َح َّل الربَا ِّ َّللاُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم Artinya: Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.(qs Al-Baqarah[2]:275.20 Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 282: َو أ َشْ ِّه د ُوا إ ِّ ذ َ ا ت َب َ ا ي َ عْ ت ُ ْم Artinya: Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli.(qs AlBaqarah[2]:282.21 Firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 198: ض ًل ِّم ْن َر ب ِّ ك ُ ْم ْ َ ح أ َ ْن ت َب ْ ت َغ ُ وا ف ٌ ج ن َا ُ ْس ع َ ل َ يْ ك ُ ْم َ لَي “ Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagan) dari Tuhanmu.(qs Al-Baqarah[2]:198).22 19 Iman Mustofa, Fiqh Muamalah Kontemporer ( Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2016 ), hlm. 22 20 Departemen Agama RI, Al-Qur’an (Surabaya: Duta Ilmu,2010), hlm. 43 21 Ibid., hlm. 43 22 Ibid., hlm. 29 11 2. Dasar dalam Al-Sunnah Dasar hukum yang berasal dari Al-Sunnah antara lain adalah sebagai berikut: a. Hadits Rasulullah Saw, yang diriwayatkan Rifa’ah bin Rafi’ al Bazar dan Hakim: ْ َب أ َّ سو ُل الر ُج ِّل ُ َطي ُ سئِّ َل َر ُ َّ ع َم ُل ِّ ى ْال َك ْس َ : ب قَا َل ُّ َ أ-صلى هللا عليه وسلم- َِّّللا ُ ُّ ور ٍ بِّيَ ِّد ِّه َوكل بَيْعٍ َمب ُْر “Rasulullah Saw. Bersabda ketika ditanya salah seorang sahabat mengenai pekerjaan yang paling baik: Rasulullah ketika itu menjawab: pekerjaan yang dilakukan dengan tangan seseorang sendiri dan setiap jual beli yang diberkati (jual beli yang jujur tanpa diiringi kecurangan)”.( HR: Rifa’ah bin Rafi’ al Bazar dan Hakim)23 b. Rasulullah Saw. Bersabda: َّ صلَّى َّ سو ُل اض ٍ ع ْن ت ََر ُ قَا َل َر َ إِّنَّـ َما ْالبَ ْي ُع:سلَّ َم َ َُّللا َ علَ ْي ِّه َو َ َِّّللا “Rasulallah Saw. Bersabda: sesungguhnya jual beli itu harus atas dasar saling merelakan”(HR: : Rifa’ah bin Rafi’ al Bazar dan Hakim).24 Sementara legitimasi dari ijma’ adalah ulama dari berbagai kalangan madzhab telah sepakat akan disyariatkannya dan dihalalkannya jual beli. Jual beli sebagai mu’amalah melalui sistem barter telah ada sejak zaman dahulu. Islam datang dan memeberi batasan dan aturan agar dalam pelaksanaannya tidak terjadi kedzaliman atau tindakan yang dapat merugikan salah satu pihak. 23 24 Imam Mustofa, Fiqh Muamalah..., hlm. 24 Ibid., hlm. 24 12 Selain itu, dalam konteks Indonesia juga ada legitimasi dari kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) Pasal 56-115.25 C. Rukun dan Syarat Jual Beli Dalam menentukan rukun dan syarat jual beli terdapat perbedaan pendapat ulama Hanafiyah dengan jumhur ulama. Rukun jual beli menurut ulama Hanafiyah hanya satu, yaitu ijab ( ungkapan membeli dari pembeli ) dan kabul ( ungkapan menjual dari penjual). Menurut mereka, yang menjadi rukun dalam jual beli itu hanyalah kerelaan (rida/taradhin) kedua belah pihak untuk melakukan transaksi jual beli. Akan tetapi, karena unsur kerelaan itu merupakan unsur hati yang sulit diindra sehingga tidak kelihatan, maka diperlukan indikasi yang menunjukan kerelaan dua belah pihak yang melakukan transaksi jual beli menurut mereka boleh tergambar dalam ijab dan kabul, atau melalui cara saling memberikan barang dan harga barang (ta’athi).26 Menurut jumhur ulama rukun jual beli itu ada empat, yaitu: 1. Penjual 2. Pembeli 3. Shigat (Ijab dan Qabul) Pengertian ijab menurut Hanafiah adalah, menetapkan perbuatan yang khusu yang menunjukan 25 26 Ibid., hlm. 25 Abdul Rahman Ghazali, et al., Fiqh Muamalat (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), hlm. 71 13 kerelaan, yang timbul pertama dari salah satu pihak yang melakukan akad. Dari definisi tersebut bahwa ijab adalah pernyataan yang disampaikan pertama oleh satu pihak yang menunjukan kerelaan, baik dinyatakan oleh si penjual, maupun si pembeli. Adapun pengertian qabul adalah,”pernyataan yang disebutkan kedua dari pembicaraan salah satu pihak yang melakukan akad”. Dari definisi ijab dan qabul menurut Hanafiah tersebut dapat dikemukakan bahwa penetapan mana ijab dan mana qabul tergantung kepada siapa yang lebih dahulu menyatakan. Apabila yang lebih dahulu menyatakan si penjual, misalnya “saya menjual barang ini kepada anda dengan harga ...” maka pernyataan penjual itulah ijab, sedangkan pernyataan pembeli “ saya terima beli...” adalah qabul. Sebaliknya apabila yang menyatakan lebih dahulu si pembeli maka pernyataan pembeli itulah ijab, sedangkan pernyataan penjual adalah qabul. Menurut jumhur ulama,selain Hanafiah, pengertian ijab adalah “ijab adalah pernyataan yang timbul dari orang yang memberikan kepemilikan, meskipun keluarnya belakngan. Sedangkan pengertian qabul adalah “qabul 14 adalah pernyataan yang timbul dari orang yang akan menerima hak milik meskipun keluarnya pertama”.27 Dari pengertian ijab dan qabul yang dikemukakan jumhur ulama tersebut dapat dipahami bahwa penentuan ijab dan qabul bukan dilihat dari siapa yang lebih dahulu menyatakan, melainkan dari siapa yang memiliki dan siapa yang akan memiliki. Dalam konteks jual beli, yang memeiliki barang adalah penjual, sedangkan yang akan memilikinya adalah pembeli. Dengan demikian, pernyataan yang dikeluarkan oleh penjual adalah ijab, meskipun datangnya dikeluarkan belakangan, oleh sedangkan pembeli adalah pernyataan qabul, yang meskipun dinyatakan pertama kali. Shigat akad adalah bentuk ungkapan dari ijab dan qabul apabila akadnya akad iltizam yang dilakukan oleh dua pihak, atau ijab saja apabila akadnya akad iltizam yang dilakukan oleh satu pihak. Para ulama sepakat bahwa landasan untuk terwujudnya suatu akad adalah timbulnya sikap yang menunjukan kerelaan atau persetujuan kedua belah pihak untuk merealisasikan kewajiban di antara mereka,yang oleh para ulama disebut shighat akad. Dalam shighat akad disyaratkan harus timbul dari pihak-pihak yang 27 Ibid., hlm. 181 15 melakukan akad menurut cara yang dianggap oleh syara’. Cara tersebut adalah bahwa akad harus menggunakan lafal yang menu jukan kerelaan dari masing-masing pihak untuk saling tukar-menukar kepemilikan harta, sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku. 4. Ma’qud ‘alaih (objek akad).28 D. Macam-macam Jual Beli Ulama membagi macam-macam jual beli sebagai berikut:29 1. Dilihat dari segi objek yang diperjual belikan, jual beli dibagi kepada tiga macam, yaitu: a. Jual beli muthlaqah, yaitu pertukaran antara barang atau jasa dengan uang. b. Jual beli sharf, yaitu jual beli antara satu mata uang dan mata uang lain. c. Jual beli muqayyadah, yaitu pertukaran antara barang dengan barang (barter), atau pertukaran antara barang dengan barang yang dinilai dengan valuta asing. 28 29 Ahmad Wardi Muclish, Fiqh Muamalat..., hlm. 180 Mardani, Hukum Sistem Ekonomi Islam (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2015), hlm. 174 16 2. Dilihat dari segi cara menetapkan harga, jual beli dibagi kepada empat macam, yaitu: a. Jual beli musawwamah (tawar menawar), yaitu jual beli biasa ketika penjual tidak memberitahukan harga pokok dan keuntungan yang didapatinya. b. Jual beli amanah, yaitu jual beli ketika penjual memberitahukan moadal jualnya (harga perolehan barang). Jual beli amanah ada tiga,yaitu: 1. Jual beli murabahah, yaitu jual beli ketika penjual menyebutkan harga pembelian barang dan keuntungan yang diinginkan. 2. Jual beli muwadha’ah (discount), yaitu jual beli dengan harga dibawah harga modal dengan jumlah kerugian yang diketahui, untuk penjualan barang atau aktiva yang nilai bukunya sudah sangat rendah. 3. Jual beli tauliyah, yaitu jual beli dengan harga modal tanpa keuntungan dan kerugian. c. Jual beli dengan harga tangguh, ba’i bitsaman ajil, yaitu jual beli dengan penetapan harga yang akan dibayar kemudian. Harga tangguh ini boleh lebih tinggi daripada harga tunai dan bisa dicicil. 17 Dilihat dari segi sifatnya, jual beli terbagi kepada dua bagian, yaitu jual beli shahih dan ghair shahih:30 1. Jual beli shahih adalah jual beli yang disyariaatkan dengan memenuhi asalnya dan sifatnya, atau dengan ungkapan lain, jual beli yang shahih adalah jual beli yang tidak terjadi kerusakan baik pada rukunnya maupun syaratnya. 2. Jual beli ghair shahih adalah jual beli yang tidak dibenarkan sama sekali oleh syara’ dan dinamakan jual beli batil, atau jual beli yang disyariaatkan dengan terpenuhi pokoknya (rukunnya), tidak sifatnya, dan ini dinamakan jual beli fasid. E. Jual Beli yang Dilarang Dalam Islam Jual beli yang dilarang dalam Islam sangatlah banyak. Jumhur ulama, sebagaimana disinggung di atas, tidak membedakan antara fasid dan batal. Dengan kata lain, menurut jumhur ulama,hukum jual beli terbagi dua, yaitu jual beli sahih dan jual-beli fasid, sedangkan menurut ulama Hanafiah jual beli terbagi tiga, jualbeli sahih, fasid, dan batal.Berkenaan dengan jual beli yang dilarang dalam Islam, Wahbah al-Juhaili meringkasnya sebagai berikut.31 a. Terlarang Sebab Ahliah (Ahli Akad) Ulama telah sepakati bahwa jual beli dikategorikan sahih apabila dilakukan oleh orang baligh, berakal, dapat memilih, dan 30 31 Ahmad Wardi Muchlis, Fiqh Muamalat..., hlm. 202 Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamalah (Bandung : Pustaka Setia), hlm. 93 18 mampu ber-tasharruf secara bebas dan baik. Mereka yang diapandang tidak sah jual belinya adalah sebagai berikut: 1. Jual beli orang gila Ulama fiqh sepakat bahwa jual beli orang yang gila tidak sah, begitu pula sejenisnya, seperti orang mabuk, sakalor, dan lain-lain. 2. Jual beli anak kecil Ulama fiqh sepakat bahwa jual beli anak kecil (belum mumayyiz) dipandang tidak sah, kecuali dalam perkaraperkara yang ringan atau sepele. Menurut ulama Syafi’iyah, jual beli anak mumayyiz yang belum baligh, tidak sah sebab tidak ada ahliah. 3. Jual beli orang buta Jual beli orang buta dikategorikan sah menurut jumhur ulama jika barang yang dibelinya diberi sifat (diterangkan sifat-sifatnya). Adapun menurut ulama Syafi’iyah jual beli orang buta tidak sah sebab ia tidak dapat membedakan barang yang jelek dan yang baik. 4. Jual beli terpaksa Menurut ulama syafi’iyah dan Hanabilah, jual beli tersebut tidak sah sebab tidak ada keridaan ketika akad. 19 5. Jual beli fudhul Jual beli fudhul adalah jual beli milik orang tanpa seizin pemiliknya. Menurut ulama Hanafiah dan Malikiyah jual beli ditangguhkan sampai ada izin pemilik. 6. Jual beli yang terlarang Maksud terhalang disini adalah terhalang karena kebodohan, bangkrut ataupun sakit. Jual beli orang yang bodoh yang suka menghamburkan hartanya. Menurut jumhur selain malikiyah jual beli orang yang sakit parah yang sudah mendekati kematian hanya boleh sepertiga dari hartanya (tirkah), dan bila ingin lebih dari sepertiga, jual beli tersebut ditangguhkan kepada izin ahki warisnya. Menurut ulama Malikiyah, sepertiga dari hartanya hanya dibolehkan pada harta yang tidak bergerak, seperti rumah, tanah, dan lain-lain. 7. Jual beli malja Jual beli malja adalah jual beli orang yang sedang dalam bahaya, yakni untuk menghindar dari perbuatan zalim. Jual beli tersebut fasid, menurut ulama Hanafiah dan batal menurut ulama Hanabilah. b. Terlarang Sebab Shighat Ulama fiqh telah sepakat ats sah nya jual beli yang didasarkan pada keridaan di antara dua pihak yang melakukan 20 akad, ada kesesuaian diantara ijab dan qabul, berada di tempat, dan tidak terpisah oleh suatu pamisah. Jual beli yang tidak memenuhi ketentuan tersebut dipandang tidak sah. Beberapa jual beli yang dipandang tidak sah atau masih diperdebatkan oleh para ulama adalah sebagai berikut:32 1. Jual beli mu’athah Adalah jual beli yang telah disepakati oleh pihak akad, berkenaan dengan barang maupun harganya, tetapi tidak memakai ijab qabul. Jumhur ulama menyatakan sahih apabila ada ijab dari satunya. Begitu pula dibolehkan ijab qabul dengan isyarat perbuatan, atau cara-caralain yang dipandang sebagai shigat dengan perbuatan dan isyarat. 2. Jual beli melalui surat atau melalui utusan Jual beli melalui surat atau utusah adalah sah. Tempat berakad adalah sampainya surat atau utusan dari aqid pertama kepada aqid kedua. Jika qabul melebihi tempat, akad tersebut dipandang tidak sah, seperti surat tidak sampai ke tangan yang dimaksud. 3. Jual beli dengan isyarat atau tulisan Disepakati kesahihan akad dengan isyarat atau tulisan khususnya bagi yang uzur sebab sama dengan ucapan. Selain itu, isyarat juga menujukan apa yang ada di hati aqid. Apabila 32 Ibid., hlm. 95 21 isyarat tidak dapat dipahami dan tulisannya jelek (tidak dapat dibaca), akad tidak sah. 4. Jual beli barang yang tidak ada di tempat akad Jual beli barang yang tidak ada ditempat adalah tidak sah sebab tidak memenuhi syarat in’iqad (terjadinya akad). 5. Jual beli tidak bersesuaian antara ijab dan qabul Hal ini dipandang tidak sah menurut kesepakatan ulama. Akan tetapi, jika lebih baik seperti meninggikan harga, menurut ulama Hanafiah boleh, sedangkan ulama Syafi’iyah menganggapnya tidak sah. 6. Jual beli munjiz Adalah yang dikaitkan dengan suatu syarat atau ditangguhkan pada waktu yang akan datang. Jual beli ini dipandang fasid menurut ulama Hanafiah, dan batal menurut jumhur ulama. F. Hikmah Jual Beli Menurut Sayyid Sabiq hikmah jual beli yaitu untuk memberikan kelapangan untuk hamba-hamba nya. Setiap individu dari bangsa manuasia memiliki kebutuhan-kebutuhan berupa maknan, pakaian, dan lainnya yang tidak dapat dikesampingkan selma ia masih hidup. Dia tidak dapat memenuhi sendiri semua kebutuhan itu karena dia terpaksa mengambilnya dari orang lain. Dan tidak ada yang lebih sempurna dari pertukaran. Dia memerikan 22 apa yang dimilikinya dan tidak dibutuhkannya sebagai ganti yang diambilnya dari orang lain dan dibutuhkannya.33 2. Harga yang Adil Dalam Islam A. Pengertian Harga Pengertian harga menurut beberapa ahli:34 1. Djasmin Saladin : Harga merupakan alat tukar yang digunakan untuk mendapatkan produk atau jasa dengan sejumlah uang. 2. Bashu Swasta dan Irawan: harga adalah sesuatu yang dibutuhkan untuk mendapatkan seatu kombinasi antara pelayanan ditambahproduk dengan membayar jumlah uang yang sudah menjadi patokan. 3. Buchari Alma: harga merupakan sebuah nilai yang ditentukan untuk suatu barang maupun jasa yang ditentukan dengan uang. Berdasarkan pengertian harga menurut para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa harga adalah nilai uang yang ditentukan secara global yang harus dikeluarkan oleh seseorang untuk mendapatkan suatu produk atau pelayanan jasa yang diinginkan. Peranan harga tak lepas dari proses jual beli suatu produk atau jasa. Harga membantu konsumen untuk menentukan seseorang akan membeli barang atau tidak. 33 34 Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah..., hlm. 35 http://www.informasi-pendidikan.com/2015/12/pengertian-harga-dan-tujuannya-menurut.html diakses pada 13 Juli 2018 23 B. Penentuan Harga (tas’ir) tas’ir artinya penetapan harga barang-barang yang hendak dijual belikan tanpa menzalimi pemilik dan tanpa memberatkan pembeli.35 1. Larangan untuk menetapkan harga Anas ra meriwayatkan bahwa para sahabat pernah berkata, “wahai rasulullah harga-harga mahal. Oleh karena itu tetapkanlah harga bagi kami.” Rasulullah saw pun bersabda yang artinya: فَقَا َل ِّإ َّن هللا.س ِّع ْر لَنَا ِّ غًَل ُ سو ِّل هللا فَقَالُوا يَا َر ُ ع ْه ِّد َر َ علَى َ الس ْع ُر َ سو َل هللا ُ ض ْال َبا ِّس ُ الر َّز ٌْس أ َ َحد َّ ط ُ س ِّع ُر ْالقَا ِّب َ ُه َو ْال ُم َ نى أل َ ْر ُجو أ َ ْن أ َ ْلقَى َر ِّبى َولَي ِّ اق َو ِّإ ْ طلُبُنِّى ِّب َم ْ َِّم ْن ُك ْم ي ظلَ َم ٍة فِّى دَ ٍم َوّل َما ٍل “sesungguhnya Allah lah yang menentukan harga, menggenggam membentangkan dan memberi rezeki. Dan sesungguhnya aku benar-benar berharap dapat bertemu dengan Allah tanpa ada seorang pun diantara kalian yang menuntutku atas sebuah kezaliman dalam darah dan herta.”(HR: Abu Dawud).36 Dari hadits ini para Ulama menyimpulkan bahwa haram bagi penguasa untuk menentukan harga barang-barang karena itu sumber kezaliman. Masyarakat bebas untuk menentukan transaksi-transaksi financial. Dan pembatasan terhadap mereka bertentangan dengan kebebasan. Pemeliharaan 35 36 Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah..., hlm. 81 Ibid., hlm. 81 24 maslahat pembeli tidaklah lebih utama dari pada pemeliharaan maslahat penjual apabila kedua hal ini saling berhadapan maka kedua pihak harus diberi kesempatan untuk beriztihad tentang masalah keduanya.Al-syaukani berkata,”manusia diberi kekuasaan atas harga mereka, sementara penetapan harga membatasai mereka. Pemimpin diperintahkan untuk memelihara maslahat kaum muslimin. Dan perhatiannya terhadap maslahat pembeli dengan memurahkan harga tidaklah lebih utama daripada perhatiannya terhadap maslahat penjual dengan memahalkan harga. Apabila kedua hal ini saling berhadapn maka kedua kelompok harus diberi kesempatan untuk beriztihad sendiri. Diwajibknnya pemilik barang untuk menjual dengan harga yang tidak diridhai nya bertentangan dengan firman Allah SWT., ‘...kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas suka sama suka diantara kamu’.37 2. Rukhshah untuk menetapkan harga saat dibutuhkan Apabila para pedagang bertindak sewenang wenang dan melampaui batas sehingga membahayakan pasar maka wajib atas penguasa untuk melakukan interpensi dan menetapkan harga demi menjaga hak-hak masyarakat, demi mencegah penimbunan, dan demi menghilangkan kezaliman yang menimpa mereka karena kerakusan para pedagang. 37 Departemen Agama RI, Al-Qur’an..., hlm. 83 25 Oleh karena iti Imam Malik, membolehkan pembatasan harga. Sebagian dari para Ulama madzha safi’i juga membolehkannya ketika harga-harga mahal. Yang juga membolehkannya dalam banyak barang adalah Imam Zaidiah, diantaranya Said bin Musayyab, Rabiah bin Abdurrahman dan Yahya bin Saad Al-Ansari. Semuanya membolehkan penetapan harga apabila maslahat masyarakat umum mengharuskan hal itu.38 C. Harga yang adil dalam Islam Harga yang adil diterapkan pada masa Rasulullah dan Khulafaurrasyidin, tetapi sarjana muslim pertama yang memberikan perhatian secara khusus adalah Ibn Taimiyah.39 Ibn Taimiyah sering menggunakan dua terminologi dalam pembahasan harga, yaitu ‘iwad al-mitsl (equivalen/kompensasi yang setara) dan thaman al-mith (equivalen price/harga yang setara). 1. Kompensasi harga yang setara/adil (‘iwad al-mitsl) yaitu penggantian sepadan yang merupakan nilai harga yang setara dari sebuah benda menurut adat kebiasaan. 2. Harga yang setara/adil (tsaman al-mitsl) yaitu nilai harga dimana orang-orang menjual barangnya dapat diterima secara umum sebagai hal yang sepadan dengan barang yang dijual 38 39 Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah..., hlm. 83 Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam Indonesia Yogyakarta atas kerja sama dengan bank Indonesia, Ekonomi Islam (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada 2014), hlm. 331 26 ataupun barang yang sejenis lainnya ditempat dan waktu tertentu. Tujuan utama dari harga yang setara adalah memelihara keadilan dalam mengadakan transaksi timbal balik dan hubungan-hubungan lain diantara anggota masyarakat. Pada konsep harga yang setara pihak penjual dan pembeli samasama merasakan keadilan.40 Dalam Al-Hisbah-nya ia mengatakan. ”kompensasi yang sempurna akan diukur dan ditaksir oleh hal-hal yang setara, dan itulah esensi keadilan (nafs al-adl). Dimana pun ia membedakan antara dua jenis harga, yaitu harga yang tidak adil dan terlarang serta harga yang adil dan disukai. Dalam majmu fatwa-nya Ibn Taimiyah mendefinisikan equivalen price sebagai harga baku (s’ir) dimana penduduk menjual barang-barang mereka dan secara umum diterima sebagai sesuatu yang setara dengan itu dan untuk barang sama pada waktu dan tempat yang khusus. Sementara dalam Al-Hisbah, ia menjelaskan bahwa equivalen price ini sesuai dengan keinginan atau lebih persisnya yang harga yang ditetapkan oleh kekuatan pasar yang berjalan secara bebas-kompetetif dan tidak terdistorsi-antara penawaran dan permintaan. Ia mengatakan “jika penduduk menjual barangnya dengan harga yang normal (al-wajh al-ma’ruf) tanpa 40 Ichsan Iqbal, (Pemikiran Ekonomi Islam Tentang Uang, Harga dan Pasar) vol 2 no.1 Maret, 2012, hlm. 9 27 menggunakan cara-cara yang tidak adil, kemudian harga itu meningkat karena pengaruh kekurangan persediaan barang itu atau meningkatnya jumlah penduduk (meningkatnya permintaan), itu semua karena Allah . dalam kasus seperti itu, memaksa penjual untuk menjual barangnya pada harga khusus merupakan paksaan yang salah (ikrab bi ghairi haq). Adanya suatu harga yang adil telah menjadi pegangan yang mendasar dalam transaksi yang Islami. Pada prinsipnya transaksi bisnis harus dilakukan pada harga yang adil sebab ia adalah cerminan dari komitmen syariat Islam terhadap keadilan yang menyeluruh. Secara umum, harga yang adil ini adalah harga yang tidak menimbulkan eksploitasi atau penindasan (kezaliman) sehingga merugikan salah satu pihak dan menguntungkan pihak yang lain. Harga harus mencerminkan manfaat bagi pembeli dan penjualnya secara adil, yaitu penjual memperoleh keuntungan yang normal dan pembeli memperoleh manfaat yang setara dengan harga yang dibayarkannya. 1. Konsep Harga Ekonomi Islam memiliki konsep bahwa suatu pasar dapat berperan efektif dalam kehidupan ekonomi bila prinsip persaingan bebas dapat secara normal. Pasar tidak memebutuhkan suatu invertensi dari pihak manapun tidak terkecuali negara dengan otoritas penentuan harga dengan 28 kegiatan monopolitik atau yang lainnya. Persaingan bebas dalam hal ini adalah bahwa umat Islam menentukan sendiri tentang apa yang harus dikonsumsi dan diproduksi serta dibebaskan untuk meilih sendiri apa apa yang dibutuhkan dan bagaimana cara memenuhinya.41 2. Distorsi pasar Dalam terminologi ekonomi, pasar bebas adalah pasar yang menggambarkan bahwa para pembeli dan penjual bersaing satu sam lain dengan transparan yang didasarkan atas sendi-sendi keadilan, tidak ada individu maupun kelompok, produsen maupun konsumen apalagi pemerintah yang saling dzalim atau didzalimi. Ini adalah gambaran ideal yang sedianya terjadi dalam dunia bisnis Islam dimana pertemuan antara permintaan barang tertentu dengan penawarannya terjadi atas dasar suka sama suka, rela sama rela dan tidak ada pihak yang merasa ditipu atau adanya kekerliruan obyek transaksi dalam transaksi barang tertentu pada level harga tertentu.Realitas pasar hari ini tidak sepi dari beberapa hal yang jauh dari cita-cita Islam dalam membangun ekonomi melalalui dunia perdagangan, dimana gangguan pasar atau distorsi pasar sering terjadi yang diidentifikasi dalam tiga bentuk, yaitu: 41 Syamsul Hilal, (konsep harga dalam pemkiran Islam) Asas, vol 6 no. 2 Juli, 2014, hlm. 18 29 a. Distorsi penawaran dan permintaan Dalam ekonomi Islam, istilah distorsi penawaran identik dengan ihtikar, hal ini didasarkan pada hadist yang Dari Said ibn Musayyab, dari Ma’mar ibn Abdullah bersumber dari Rasulullah SAW bersabda: Tidaklah seseorang yang ber-ihtikar kecuali ia telah melakukan dosa. (HR. Abu Dawud). Ulama mendefinisikan beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya prakter ikhtikar pada suatu pasar, sebagai berikut: 1. Adanya upaya meniadakan atau menyedikitkan barang dengan cara menimbun atau cara lainnya. 2. Menjual dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga sebelum terjadinya kelangkaan. 3. Mengambil keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan keuntungan sebelum 1 dan 2 dilakukan. Adapun distorsi permintaan identik dengan ba’i najasy adalah penjual menyuruh seseorang untuk memuji keunggulan komoditas perdagangannya serta melakukan penawaran dnegan harga tinggi yang sejatinya ia tidak berminat untuk membeli komoditas perdagangannya dengan harga yang lebih tinggi dari harga normal di pasar tersebut. 30 a. Tadlis (penipuan) Ulama membagi tadlis pada empat macam: 1. Tadlis kuantitas, yaitu perilaku penjual yang menjual barang dagangannya dengan jumlah tertentu, tetapi senyatanya mengurangi jumlah tersebut tanpa sepengetahuan si pembeli secara sengaja untuk memperoleh keuntungan yang lebih banyak. 2. Tadlis kualitas, yaitu penyembunyian cacat atau kualitas barang yang rendah atau bahkan buruk yang tidak sesuai dengan kesepakatan antara penjual dan pembeli dimana si pembeli tidak mengetahui cacat tersebut. 3. Tadlis harga, yaitu menjual barang dengan harga yang lebih tinggi atau lebih rendah dari pasar karena ketidak tahuan penjual atau pembeli. Dalam kajian fiqh, tadlis harga dikenal dengan istilah talaqqi rukban. 4. Tadlis waktu wanprestasi penyerahan, pihak penjual yaitu adanya kepada pembeli terhadap barang yang telah dibeli oleh si pembeli berupa keterlambatan waktu penyerahan yang 31 sejatinya telah diketahui sejak awal oleh barang tersebut. B. Penelitian Terdahulu Dalam penyusunan skripsi ini, langkah awal yang penulis tempuh adalah mengkaji pustaka-pustaka yang ada sebelum penulis mengadakan penelitian lebih lanjut dan menyusuunya menjadi suatu karya ilmiah. Adapun kajian pustaka yang digunakan penulis adalah: Skripsi yang ditulis oleh Kamala pada tahun 2011 dengan judul “Mekanisme Penetapan Harga Dalam Pandangan Ekonomi Islam” .42 tujuan penelitian tersebut adalah untuk mengetahui bagaimana mekanisme penetapan harga oleh para pedagang asongan di Pelabuhan Sungai Daku Pekanbaru dan bagaimana pandangan Islam terhadap mekanisme penetapan harga pada pedagang asongan di Pelabuhan Sungai Daku Pekanbaru. Persamaan dengan penelitian sekarang adalah bagaimana cara menetapkan harga menurut pandangan ekonomi Islam. Perbedaan dengan penelitian sekarang adalah sistem jual beli barang dan barang yang dijual, barang yang dijual adalah barang hasil pertanian, penelitian sekarang penjual tidak langsung menjual ke konsumen, tetapi menjual ke pengepul untuk dijual lagi ke pasar atau ke konsumen langsung. Kamala, Skripsi: ”Mekanisme Penetapan Harga Dalam Pandangan Ekonomi Islam”, program studi ekonomi Islam, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, 2011 42 32 Skripsi yang ditulis oleh Ely Nurzaliah pada tahun 2010 dengan judul “pandangan hukum Islam terhadap penetapan harga dalam jual beli di rumah makan prasmanan pendowo limo jl. Bima Sakti no .37 Sapen Yogyakarta”.43 Tujuan penelitian tersebut untuk mendeskripsikan secara jelas mengenai penetapan harga dalm jual beli di rumah makan Pendowo Limo dan untuk menjelaskan pandangan hukum Islam terhadap praktek penetapan harga makanan di rumah makan Pendowo Limo. Persamaan dengan penelitian yang sekarang adalah bagaimana cara penetapan dalam pandangan hukum Islam. Perbedaan dengan penelitian sekarang adalah terletak pada jenis barang yang dijual, penelitian terdahulu menjual jenis produk atau makanan yang sudah diolah menjadi masakan, sedangkan penelitian sekarang pada bahan mentah atau bahan olahan yaitu produk hasil pertanian. Sehingga proses penetapan harga nya pun berbeda, penelitian terdahulu banyak hal yang harus diperhitungkan dalam menetapka harga, seperti biaya produksi, biaya bahan baku, dan biaya pegawai. Skripsi yang ditulis oleh Waldi Rameisa Putra pada tahun 2013 dengan judul ”Monopoli Harga Dalam Jual beli Buah Pinang Menurut Perspektif Fiqh Mu’amalah”. 44 tujuan penelitian tersebut untuk mengetahui monopoli harga dalm jual beli buah pinang di Desa Tanjung Belit Ely Nurzaliah, skripsi: ”Pandangan Hukum Islam Terhadap Penetapan Harga Dalam Jual Beli di Rumah Makan Prasmanan Pendowo Limo jl. Bima Sakti no. 37 Sapen Yogyakarta”, Program Studi Muamalah Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010 44 Waldi Rameisa Putra, Skripsi: “Monopoli Harga Dalam Jual Beli Buah Pinang Menurut Perspektif Fiqh Muamalah”, Program Studi Mu’amalah, Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum, Universitas Islam Sultan Syarif Kasim Riau 2013 43 33 Kecamatan Siak Kecil Kabupaten Bengkalis, untuk mengetahui faktorfaktor terjadnya praktek monopoli harga dalam jual beli buah pinang dan untuk mengetahui tinjauan fiqh mu’amalah terhadap praktek monopoli tersebut. Persamaan dengan penelitian sekarang adalah adanya kecurangan yang dilakukan oleh pengepul atau pemborong dalam menetapkan harga. Perbedaan dengan penelitian sekarang adalah penelitian terdahulu hanya meneliti satu macam jenis buah hasil pertanian, sedangkan penelitian sekarang meneliti lebih dari satu macam produk. Toke atau pengepul hasil pertanian pada penelitian terdahulu terdapat hanya satu toke, sedangkan penelitian sekarang terdapat lebih dari satu toke atau pengepul. C. Kerangka Pemikiran Jual beli adalah akad mu’awadhah, yakni akad yang dilakukan oleh dua pihak, dimana pihak pertama menyerahkan barang dan pihak kedua menyerahkan imbalan, baik berupa uang maupun barang. Islam memandang jual beli sebagai sarana tolong menolong antara sesama manusia. Orang yang sedang melakukan transaksi jual beli tidak dilihat hanya mencari keuntungan semata, akan tetapi juga dipandang sebagai orang yang sedang membantu saudaranya. Allah mensyariatkan jual beli untuk memberikan kelapangan kepada hamba-hamba Nya. Setiap individu dari bangsa manusia memiliki kebutuhan berupa makanan, pakaian, dan lainnya yang tidak dapat dikesampingkannya selama dia masih hidup. Jual beli tidak saja dilakukan sebatas memenuhi keinginan para pelakunya untuk memperoleh 34 keuntungan, akan tetapi harus dilakukan sebagai bagian untuk mendapatkan ridha Allah SWT. Jual beli sendiri merupakan suatu sarana untuk seseorang memenuhi kebutuhannya, adanya unsur saling membutuhkan antara penjual dan pembeli akan menjadikan suatu kesepakatan di antara keduanya. Salah satu tempat yang sering dijadikan proses transaksi jual beli adalah pasar, pasar merupakan area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plaza, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya. Pasar menyediakan beragam kebutuhan yang diperlukan oleh masyarakat baik kebutuhan sandang, kebutuhan pangan, sampai dengan kebutuhan papan. Kebutuhan sandang merupakan kebutuhan pokok setiap manusia, seperti makanan, pakaian dan tempat tinggal, pasar menyediakan kebutuhan makanan yang dibutuhkan oleh konsumen seperti beras, sayuran, buahbuahan dan lain sebagainya. Salah satu cara pedagang di pasar memeperoleh barang dagangnya adalah dari para pengepul. Pengepul merupakan kegiatan ekonomi yang dilakukan seseorang, untuk menyediakan tempat, mengumpulkan atau memusatkan suatu barang atau produk. Dalam dunia pertanian pengepul merupakan tempat dimana para petani dapat menjual hasil pertaniannya seperti pasar atau dikebun langsung. Praktik jual beli antara pengepul dan petani banyak dilakukan dipedesaan, dimana terdapat banyak berbagai jenis hasil pertanian. Pengepul membeli hasil pertanian dengan cara datang 35 langsung ke petani, ada juga petani yang datang ke pengepul untuk menjual hasil tani nya. Proses jual beli antara pengepul dan petani salah satunya terjadi di Desa Kertasari Kabupaten Tasikmalaya yang sebagian penduduknya merupakan petani. Terdapat beberapa hasil pertanian di Desa Kertasari, seperti singkong, pisang dan jenis buah-buahan lainnya. Dalam pelaksanaan praktik jual beli nya terdapat selisih harga yang sangat signifikan antara harga yang ditawarkan oleh pihak pengepul kepada petani dengan harga jual yang yang ada dipasaran. Misalkan harga singkong yang ditawarkan pengepul kepada petani sangat rendah, yaitu 300 rupiah per kg, sedangkan harga yang ada dipasaran berkisar antara 4.000 sampai 5.000 rupiah per kg. Untuk harga pisang sendiri harga yang ditawarkan pengepul kepad petani yaitu 1.000 rupiah per kg untuk semua jenis pisang. Sedangkan harga jual pisang di pasar berbeda-beda tergantung jenis pisang nya, berkisar antara 4.000 sampai 6.000 rupiah per kg. Dalam Islam perdagangan harus dilakukan secara baik, dan sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi syariah, Islam melarang keuntungan yang berlebihan, perdagangan yang tidak jujur, merugikan orang lain, harus menerapkan keadilan dan kejujuran dalam setiap kegiatan ekonomi. Adanya suatu harga yang adil telah menjadi pegangan yang mendasar dalam transaksi yang Islami. Pada prinsipnya transaksi bisnis harus dilakukan pada harga yang adil sebab ia adalah cerminan dari komitmen syariat Islam terhadap keadilan yang menyeluruh. Secara umum, harga yang adil ini adalah harga yang tidak menimbulkan eksploitasi atau 36 penindasan (kedzaliman) sehingga merugikan salah satu pihak dan menguntungkan pihak yang lain. Harga harus mencerminkan manfaat bagi pembeli dan penjualnya secara adil, yaitu penjual memperoleh keuntungan yang normal dan pembeli memperoleh manfaat yang setara dengan harga yang dibayarkannya. Perbedaan harga yang sangat signifikan antara pengepul dan petani merugikan petani jika dilihat dari selisih harga. Dengan demikian agar penetapan harga berlangsung secara adil maka diperlukan peran pemerintah dalam pelaksanaanya agar perekonomian dapat berkembang secara menyeluruh sehingga tidak hanya menguntugkan salah satu pihak. Konsep Harga yang Adil dalam Islam ’iwad al-mitsl Tsaman al-mitsl Penetapan Harga Petani Pengepul Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran BAB 3 METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode deskriptif adalah cara kerja penelitian yang dimaksudkan untuk menggambarkan, melukiskan, atau memaparkan keadaan suatu objek (realitas atau fenomena) secara apa adanya, sesuai dengan kondisi dan situasi pada saat penelitian itu dilakukan.45 Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.46 B. Sumber Data Data dalam penelitian ini adalah semua data dan informasi yang diperoleh dari petani Desa Kertasari Kabupaten Tasikmalaya yang dianggap paling mengetahui secara rinci dan jelas mengenai fokus penelitian yang diteliti tentang penetapan harga jual hasil tani dengan pengepul. Selain itu 45 46 Ibrahim, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2015), hlm. 59 Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2017), hlm. 9 37 38 diperoleh dari hasil dokumentasi yang menunjang terhadap data yang berbentuk kata-kata tertulis maupun tindakan. Dalam penelitian ini, peneliti akan mengekspresikan jenis data kualitatif yang berkaitan dengan fokus penelitian yang sedang diamati sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan data sekunder, sumber data adalah para informan yang memberikan informasi yang dibutuhkan peneliti. 1. Data Primer Kata-kata dan tindakan dari orang yang diwawancarai atau yang diamati merupakan sumber data utama dalam penelitian ini. Jenis penelitian ini diambil dari data tertulis, rekaman, atau pengembilan foto. Pencatatan sumber data ini melalui wawancara dan pengamatan serta hasil gabungan dari melihat, mendengarkan dan bertanya jawaban dari pertanyaan yang dilontarkan pada objek penelitian dicatat sebagai data utama ditambah dengan hasil pengamatan dari tindakan subjek penelitian di Desa Kertasari Kabupaten Tasikmalaya. Diantara data primer yang dicari adalah penetapan harga jual hasil tani masyarakat Desa Kertasari dengan pengepul. 39 2. Data Sekunder Data sekunder merupakan data tambahan, yaitu segala bentuk dokumen, baik dalam bentuk tertulis maupun foto atau sumber kedua setelah data primer.47 Pada penelitian ini, data sekunder merupakan data yang berguna untuk memperkuat dan melengkapi informasi tentang bagaimana cara penetapan harga jual hasil tani antara pengepul dan petani, yaitu dokumen tertulis maupun foto yang didapat dari lapangan. C. Teknik Pengumpulan Data Mengumpulkan data adalah suatu pekerjaan penting dan sangat menentukan dalam suatu penelitian. Sebuah penelitian dapat dikatakan berhasil apabila data dapat dikumpulkan dan juga sebaliknya. Pentingnya pengumpulan data dalam suatu penelitian mengharuskan seorang peneliti untuk mampu merencanakan dengan baik penelitian yang akan dilakukannya.48 Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Observasi Secara terminologi, observasi berasal dari istilah bahasa inggris yaitu observation yang bermakna pengamatan, pandangan, pengawasan 47 48 Ibrahim, Metodologi Penelitian.., hlm. 70 Ibid., hlm. 79 40 atau dalam kata keterangan sebagai observe berarti mengamati, melihat, meninjau, menjalankan, mematuhi, memperhatikan, menghormati.49 Ada beberapa objek observasai yaitu:50 a. Observasi partisipatif Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya. Dengan obsevasi pasrtisipan ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak. b. Observasi Terus-terang atau Tersamar Dalam hal ini, peneliti dalam melakukan pengumpulan data menyatakan terus terang kepada sumber data, bahwa ia sedang melakukan penelitian. Jadi mereka yang diteliti mengetahui sejak awal sampai akhir aktivitas peneliti c. Observasi Tak Berstruktur Merupakan observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan di observasi. Hal ini dilakukan karena peneliti tidak tahu secara pasti tentang apa yang akan diamati. 49 50 Ibid., hlm. 80 Sugiono, Metode Penelitian..., hlm. 226 41 Dalam melakukan pengamatan peneliti tidak menggunkan instrumen yang telah baku, tetapi berupa rambu-rambu pengamatan. Observasi yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan observasi terus terang atau tersamar, dalam hal ini, peneliti dalam melakukan pengumpulan data menyatakan terus terang kepada sumber data, bahwa ia sedang melakukan penelitian. Jadi mereka yang diteliti mengetahui sejak awal sampai akhir aktivitas peneliti 2. Wawancara Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, yang melibatkan dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.51 Beberapa macam wawancara, yaitu wawancara terstruktur, semiterstruktur, dan tidak tersruktur.52 Wawancara yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah peneliti menggunakan jenis wawancara semi terstruktur, yaitu peneliti menyiapkan beberapa pertanyaan kunci untuk memandu jalannya proses tanya jawab wawancara. Pertanyaan yang disiapkan juga memiliki kemungkinan untuk dikembangkan dalam proses wawancara dilakukan. 51 52 Ibrahim, Metodologi Penelitian..., hlm. 88 Ibid., hlm. 89 42 Dalam penelitian kualitatif, wawancara bentuk semi terstruktur dipilih dan digunakan dengan tujuan agar peneliti dapat menggali permasalahan secara terbuka. Wawancara semi terstruktur ini masih termasuk kategori in-depth interview dimana dalam pelaksanaanya lebih bebas dan terbuka dibandingkan wawancara terstruktur.53 3. Dokumentasi Dokumentasi memiliki dua makna, pertama, dokumen yang dimaksudkan sebagai alat bukti tentang sesuatu, termasuk catatan-catatan, foto, rekaman video atau apapun yang dihasilkan oleh peneliti. Kedua, dokumen yang berkenaan dengan peristiwa atau momen atau kegiatan yang telah lalu, yang mungkin dihasilkan sebuah informasi, fakta dan data yang diinginkan dalam penelitian.54 Teknik dokumentasi dalam penelitian ini adalah pengumpulan data baik catatan, foto, maupun rekaman video yang didapat dari lapangan yang erat hubungannya dengan objek yang diteliti yaitu tentang bagaimana proses penetapan harga jual hasil tani antara pengepul dan petani di Desa Kertasari. D. Validitas dan Kredibilitas Validitas merupakan derajat ketetapan antara data yang terjadi pada objek penelitian.55 Terdapat dua macam validitas penelitian, yaitu penelitian internal dan validitas eksternal.56 53 Ibid., hlm. 93 Ibid., hlm. 93 55 Sugiono, Metode Penelitian..., hlm. 267 56 Ibid., hlm. 267 54 43 a. Validitas internal berkenaan dengan derajat akurasi desain penelitian dengan hasil yang dicapai. b. Validitas eksternal berkenaan dengan derajat akurasi apakah hasil penelitian dapat digeneralisasikan atau diterapkan pada populasi dimana sampel tersebut diambil. Macam-macam cara pengujian kredibilitas data yaitu:57 a. Perpanjangan pengamatan Dengan perpanjangan pengamatan berarti peneliti kembali ke lapangan, melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang pernah ditemui maupun yang baru. b. Maningkatkan ketekunan Berati melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis. c. Triangulsi Diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan waktu. d. Analisis kasus negatif Merupakan kasus yang tidak sesuai atau berbeda hasil penelitian hingga pada saat tertentu. Melakukan analisis kasus data negatif berarti 57 Ibid., hlm. 270 44 peneliti mencari data yang berbeda atau bahkan bertentangan dengan data yang telah ditemukan. e. Menggunakan Bahan Referensi Yang dimaksud dengan menggunakan bahan referensi disini adalah adanya pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan peneliti f. Mengadakan Membercheck Membercheck adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data. Tujuan membercheck adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Dalam pemaparan diatas, uji kredibilitas yang dipakai dalam penelitian ini yaitu menggunakan triangulasi dan kecukupan data. E. Teknik Analisi Data Setelah data dari lapangan terkumpul dengan menggunakan metode pengumpulan data diatas, maka peneliti mengolah dan menganalisis data tersebut. Adapun langkah-langkah dalam menganalisis data dalah sebagai berikut:58 1. Data Reduction (Reduksi Data) Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah tereduksi akan memberikan gambaran 58 Ibid., hlm. 247 45 yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. Reduksi data dpat dibantu dengan peralatan elektronik seperti komputer mini, dengan memberikan kode pada spek-aspek tertentu. 2. Data Display (penyajian data) Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplay data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Penyajian data dilakukan setelah data dari lapangan yang didapat dan dipilih sesuai apa yang menjadi fokus penelitian, data disajikan dengan terlebih dahulu menyajikan teori-teori hukum jual beli tentang penetapan harga-teori hukum jual beli tentang penetapan harga dalam berbagai referensi, setelah itu disajikan data yang didapat dari lapangan yaitu Desa Kertasari. Hal ini dilakukan agar mengetahui celah kesalahan kondisi lapangan yang tidak sesuai dengan teori dalam cara penetapan harga jual beli hasil tani. 3. Conclusion Drawing/Verification Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulandata berikutnya. 46 Dengan demikian kesimpulan mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah penelitian berada di lapangan. F. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian Adapun waktu penelitian dilaksanakan selama lima bulan terhitung dari bulan Maret 2018 sampai bulan juli 2018. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di tabel berikut: Waktu penelitian periode No Kegiatan 2018 2018 2018 2018 2018 2018 2018 2018 Mar 1. Penyusunan usulan penelitian 2. Usulan Penelitian 3. Seminar Usulan Penelitian Pelaksanaan: 4. a. Pengumpulan Data b. Pengolahan Data c. Penganalisisan Data Pelaporan: 5. a. Penyusunan Laporan b. Laporan Hasil Penelitian 6. Sidang skripsi Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt 47 2. Tempat Penelitian Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini, peneliti melakukan penelitian di Desa Kertasari Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya. 48 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Desa 1. Profil Desa Desa Kertasari adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Berjarak sekitar sembilan kilo meter dari ibu kota kecamatan Cipatujah, dan sembilan puluh dua kilo meter ke arah ibu kota Kabupaten Tasikmalaya. Desa Kertasari merupakan pemekaran dari Desa Sindangkerta, mulai mekar dari desa Sindangkerta pada 26 Mei 1983. 2. Visi dan Misi a. Visi Sehat Sejahtera dan Mandiri b. Misi 1. Mewujudkan kualitas managemen pemerintah desa yang semakin baik dan transfaran. 2. Mewujudkan kualitas Sumber Daya Manusia, Masyarakat yang baik dan berakhlak mulia dijiwai keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. 3. Mewujudkan perekonomian desa yang tangguh yang bertumpuh pada potensi sumber daya desa secara berkelanjutan. 4. Mewujudkan tata kelola lingkungan yang semakin baik. 5. Mewujudkan kualitas sarana pendidikan dan kesehatan. 49 3. Struktur Organisasi Desa Kertasari: Kepala Desa Sekretaris Desa Kepala TU Kepala Pemerintahan Kepala Seksi Kesejahtraan Kepala Seksi pelayanan Kepala Keuangan Kepala perencanaan Kepala Dusun Lewipicung Kepala Dusun Sirnagalih Kepala Dusun Rancabogo Gambar 4.1 Struktur Organisasi Desa Kertasari Susunan Pengurus Desa Kertasari: Kepala Desa : Taryana Sekertaris Desa : Yopik Solihat Kepala Pemerintahan : Dede Hendra Kepala Kesejahtraan : Rohman Kepala Dusun Cicalengka 50 Kepala Pelayanan : Nuryanti Kepala TU dan Umum : Didi Supriadi Kepala Keuangan : Ai Siti Azizah Kepala Urusan Perencanaan : Suhendar Kepala Dusun Leuwipicung : Ruswandi Kepala Dusun Sirnagalih : Rohman Kepala Dusun Ranca bogo : Didin Kepala Dusun Cicalengka : Muhtari 4. Data Geografis dan Geologi a. Batas Wilayah Desa Tabel 4.1 Batas Wilayah Desa Kertasari No Batas Wilayah Desa 1 Utara Desa Bantarkalong 2 Selatan Desa Sindangkerta 3 Timur Desa Cikawungading 4 Barat Desa Padawaras 51 b. Luas Wilayah Tabel 4.2 Luas Wilayah Desa Kertasari Luas Jumlah Luas Pemukiman 113,5 Ha Luas Persawahan 635 Ha Luas Perkebunan 696 Ha Luas Pemakaman 9 Ha Luas Pekarangan 18 Ha Luas Perkantoran 2 Ha Luas Prasarana Umum dan lainnya 3 Ha c. Ketinggian Ketinggian Desa Kertasari yaitu 157 meter diatas permukaan air laut. d. Curah Hujan Curah hujan yang turun yaitu 0,27 – 0,35 mm/tahun. e. Tata Pemerintahan Tabel 4.3 Tata Pemerintahan Desa Kertasari No. Nama Dusun Jumlah Rukun Tetangga 1. Leuwipicung 9 RT 2. Cicalengka 5 RT 3. Sirnagalih 5 RT 4. Rancabogo 6 RT Jumlah 25 RT 52 f. Sarana Desa Kertasari Tabel 4.4 Sarana Desa Kertasari No. Sarana Jumlah 1. Mesjid Jami/ DKM 8 2. Musola 28 3. Linggar 11 4. Madrasah 8 5. Sekolah Dasar SD/MI 3 6. SMP SATAP 6 7. Puskesmas 1 8. Posyandu 4 9. Poskesdes 1 10. Lapangan sepak bola 3 11. Lapangan voli 4 12. GOR 1 Jumlah 78 5. Jumlah Penduduk a. Jumlah Penduduk Secara Umum Tabel 4.5 Jumlah penduduk Desa Kertasari Secara Umum No. Kependudukan Jumlah keterangan 1. Jumlah Penduduk 4.272 Orang 2. Jumlah Kepala Keluarga 1.589 Orang 53 b. Jumlah Penduduk Menurut Kewarganegaraan Tabel 4.6 Jumlah Penduduk Menurut Kewarganegaraan No. Kewarganegaraan Jumlah keterangan 1. WNI Laki-laki 2.167 Orang 2. WNI Perempuan 2.105 Orang c. Jumlah Penduduk Menurut Pekerjaan Tabel 4.7 Jumlah Penduduk Menurut Pekerjaan No. Jenis Pekerjaan Laki-laki Perempuan Jumlah 1. Petani 1204 168 1.372 2. Buruh Tani 296 81 377 3. Pedagang 30 - 30 4. Peternak 278 - 278 5. Nelayan 7 - 7 6. PNS 18 11 29 7. TNI 2 - 2 8. POLRI 1 - 1 10. Anak-anak, pelajar dll 1.106 1.070 2.176 54 B. ANALISIS PENETAPAN HARGA DALAM ISLAM PADA JUAL BELI HASIL TANI DI DESA KERTASARI KABUPATEN TASIKMALAYA Manusia membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah dengan cara bermu’amalah, dan salah satu bentuk mu’amalah adalah dengan cara jual beli. Islam memandang jual beli sebagai sarana tolong menolong antar sesama manusia. Orang yang melakukan jual beli tidak dilihat hanya untuk mencari keuntungan semata, akan tetapi juga dipandang sebagai orang yang sedang membantu saudaranya. Jual beli adalah akad mu’awadah, yakni akad yang dilakukan oleh dua pihak, dimana pihak pertama menyerahkan barang dan pihak kedua menyerahkan imbalan, baik berupa uang maupun barang. Islam mengatur rukun dan syarat jual beli sehingga jual beli tersebut menjadi syah dan tidak bertentangan dengan hukum Islam. 1. Rukun dan syarat jual beli Seperti yang sudah penulis paparkan sebelumnya bahwa rukun dan syarat jual beli yaitu: penjual, pembeli, ijab dan qabul, dan objek akad. a. Penjual Penjual merupakan orang yang menjual barang atau jasa nya. Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Desa Kertasari menemukan bahwa yang menjadi penjual hasil tani di Desa Kertasari adalah adalah petani. Dengan ini telah terpenuhinya rukun dan syarat jual beli yang pertama. 55 b. Pembeli Pembeli merupakan seseorang atau suatu perusahaan yang membeli atau menggunakan barang atau jasa tertentu. Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Desa Kertasari Kabupaten Tasikmalaya bahwa yang menjadi pembeli dalam jual beli hasil tani adalah pengepul, dengan ini berarti telah terpenuhinya rukun dan syarat jual beli yang kedua yaitu pembeli. c. Shigat (ijab dan qabul) Pengertian ijab menurut hanafiah adalah menetapkan perbuatan yang khusu yang menunjukan kerelaan, yang timbul pertama dari salah satu pihak yang melakukan akad. Dari definisi tersebut bahwa ijab adalah pernyataan yang disampaikan pertama oleh satu pihak yang menunjukan kerelaan, baik dinyatakan oleh si penjual, maupun si pembeli. Adapun pengertian qabul adalah pernyataan yang disebutkan kedua dari pembicaraan dari salah satu pihak yang melakukan akad. Dari definisi ijab dan qabul dapat dikemukakan bahwa penetapan mana ijab dan qabul tergantung kepada siapa yang lebih dahulu menyatakan. Berdasarkan hasil penelitan yang di temukan penulis di Desa Kertasari Kabupaten Tasikmalaya bahwa yang melakukan ijab adalah petani dikarenakan petani yang lebih dulu menyampaikan pernyataan. Dan yang melakukan qabul adalah pengepul, dikarenakan pengepul yang menyatakan pernyataan 56 setelah petani melakukan pernyataan. Dengan ini berarti telah terpenuhinya rukun dan syarta jual beli yang ke tiga yaitu shigat atau ijab dan qabul. d. Ma’qud ‘alaih (objek akad) Yang dimaksud objek akad adalah suatu hal yang karenanya akad dibuat dan berlaku akibat-akibat hukum akad. Objek akad dapat berupa benda, jasa atau pekerjaan, atau suatu yang lain yang bertentangan dengan Syariah. Berdasarkan hasil penelitian yang ditemukan penulis di Desa Kertasari Kabupaten Tasikmalaya bahwa yang menjadi objek akad (ma’qud ‘alaih) adalah buah hasil pertanian diantaranya berupa singkong dan pisang. Dengan ini berarti telah terpenuhinya semua rukun dan syarat jual beli. 2. Macam – macam Jual Beli Seperti yang telah penulis paparkan sebelumnya bahwa macam-macam jual beli dibagi menjadi dua, yaitu: a. Dilihat dari segi objek yang diperjual belikan, jual beli dibagi kepada tiga macam, yaitu: jual beli muthlaqah, jual beli sharf, jual beli muqayyadah. Pada dasarnya yang penulis temukan di Desa Kertasari Kabupaten Tasikmalaya yaitu jual beli dengan cara muthlaqah, yaitu pertukaran antara barang dengan uang. Dimana petani menyerahkan barang hasil tani dan pengepul yang memberikan uang sebgai nilai tukar barang ke petani. 57 b. Dilihat dari segi sifatnya, jual beli terbagi kepada dua bagian, yaitu jual beli shahih dan ghair shahih. Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Desa Kertasari Kabupaten Tasikmalaya ditemukan bahwa jual beli yang dilakukan antara petani dan pengepul bila dilihat dari segi sifatnya termasuk jual beli shahih. Seperti yang telah penulis paparkan sebelumnya bahwa jual beli shahih adalah jual beli yang tidak terjadi kerusakan baik pada rukunnya maupun syaratnya. C. PENETAPAN HARGA JUAL BELI HASIL TANI ANTARA PETANI DAN PENGEPUL DI DESA KERTASARI 1. Mekanisme Jual Beli Hasil Tani di Desa Kertasari PASAR PENGEPUL PETANI KECIL PENGEPUL BESAR Gambar 4.2 Mekanisme Jual Beli Hasil Tani di Desa Kertasari Berdasarkan hasil penelitian di Desa kertasari penulis menemukan bahwa mekanisme jual beli hasil adalah sebagai berikut: a. Petani menjual hasil tani ke pengepul kecil. Pengepul kemudian datang ke kebun milik petani untuk membeli hasil tani tersebut. 58 Sudah menjadi kebiasaan bahwa yang menentukan harga komoditas barang hasil pertanian adalah pengepul. b. Setelah pengepul membeli barang hasil pertanian milik petani, kemudian pengepul membawa barang hasil pertanian tersebut untuk dijual ke pasar Simpang yang Berada di Desa Bantarkalong dan pasar Rancabakung yang berada di Desa Karangmekar. Karena sedikitnya pedagang yang menjual hasil pertanian di pasar Simpang dan di pasar Rancabakung maka tidak semua barang hasil pertanian tersebut di jual ke pasar tersebut. Biasanya pengepul menjual kembali barang hasil tani ke pengepul yang lebih besar. Berdasarkan hasil penelitian di Desa Kertasari penulis menemukan adanya penetapan harga sepihak yang dilakukan oleh pengepul terhadap barang hasil tani milik petani. Pengepul mengemukakan alasan mengapa ia melakukan hal itu dikarenakan jika tidak seperti itu ia tidak akan mendapatkan keuntungan. 59 2. Perbandingan Harga Jual Hasil Tani di Desa Kertasari dengan Desa Lain Tabel 4.8 Perbandingan Penetapan Harga Hasil Tani 1. Pisang Penetapan harga Selisih dari pengepul ke harga petani di Desa (Rp) Kertasari (Rp) 1.500 - 2.500/kg 1000 /kg 1.500,- 2. Singkong 900 - 1.000/kg 300/kg 3. Kelapa 1.000/kg 1.000 /kg - 4. Gabah 6.000/kg 6.000/kg - No. Jenis Komoditas Harga jual dari petani di Desa lain (Rp) 700,- Dari tabel perbandingan harga diatas maka ada beberapa jenis komoditas barang hasil tani yang harganya berbeda. Yang pertama adalah pisang, harga jual pisang di Desa lain yaitu berkisar antara 1.500 rupiah sampai 2.500 rupiah per kg. Sedangkan haga yang di tetapkan pengepul kepada petani di Desa kertasari adalah 1000 rupiah per kg. Yang kedua adalah singkong, harga jual singkong di Desa lain yaitu berkisar antara 900 sampai 1000 rupiah per kg, sedangkan harga jual yang di tetapkan pengepul ke petani yaitu 300 rupiah per kg. Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa jenis komoditas yang penetapan harganya dibawah harga normal yang biasanya di tawarkan oleh para petani. 60 3. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kesepakatan Harga Antara Pengepul dan Petani di Desa Kertasari Kabupaten Tasikmalaya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis menemukan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi kesepakatan harga antara pengepul dan petani di Desa Kertasari yaitu: a. Jarak Pasar Jarak antara Desa Kertasari dengan pasar Rancabakung yaitu 37 km, jarak yang cukup jauh membuat petani lebih memilih menjual barang hasil tani nya ke pengepul b. Barang tidak dapat bertahan lama Jenis barang yang dijual oleh petani merupakan barang basah atau tidak dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama. Hal ini yang membuat petani harus segera menjual barangnya ke pengepul dari pada barang tersebut busuk. 4. Harga yang Adil dalam Islam Seperti yang telah penulis paparkan sebelumnya Ibn Taimiyah sering menggunakan duan terminologi dalam pembahasan harga, yaitu ‘iwad al-mitsl ( equivalen / konpensasi harga yang setara ) dan thaman al-mitsl ( equivalen price / harga yang setara ). Berdasarkan hasil penelitian di Desa Kertasari Kabupaten Tasikmalaya ditemukan bahwa jual beli yang dilakukan termasuk ke dalam tsaman al-mitsl (harga yang setara). Yaitu pada konsep ini baik 61 petani sebagai penjual dan pengepul sebagai pembeli sama-sama merasakan keadilan. 62 BAB V PENUTUP A. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis di Desa Kertasari Kabupaten Tasikmalaya, maka penulis mengemukakan kesimpulan sebagai berikut: Jual beli hasil tani di Desa Kertasari Kabupaten Tasikmalaya sudah menerapkan rukun dan syarat jual beli dalam aktifitas jual belinya. Hal ini didasari karena sudah terpenuhinya syarat dan rukun jual beli. Penetapan harga antara petani dan pengepul termasuk dalam penetapan harga tsaman al-mitsl dimana petani sebagai penjual dan pengepul sebagai pembeli samasama merasakan keadilan dalam transaksi jual beli yang dilakukan tersebut. B. SARAN Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan yang telah penulis jelaskan sebelumnya, maka penulis menyampaikan saransaran yang bertujuan untuk memberikan manfaat bagi pihak-pihak lain atas hasil penelitian ini. Maka saran yang dapat diberikan sebagai berikut: 1. Bagi petani diharapkan mampu mengembangkan hasil pertanian lebih baik lagi. 2. Petani mampu mengolah hasil tani untuk dijadikan berbagai produk agar nilai barang tersebut menjadi lebih tinggi. 3. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi. 63 4. Bagi para akademisi diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan mengenai analisis penetapan harga dalam Islam pada jual beli hasil tani.