Uploaded by Heni Nurhaeni

Analisis Penetapan Harga Jual Beli Hasil Tani dalam Islam

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia merupakan mahluk sosial karena manusia tidak bisa hidup
tanpa berhubungan dengan manusia yang lain bahkan untuk urusan kecil
apapun tetap membutuhkan orang lain untuk membantu.1 Untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya yaitu dengan cara bermu’amalah, salah satu bentuk
mu’amalah adalah dengan cara jual beli.
Islam memandang jual beli merupakan sarana tolong menolong
antar sesama manusia. Orang yang sedang melakukan transaksi jual beli
tidak dilihat hanya mencari keuntungan semata, akan tetapi juga dipandang
sebagai orang yang sedang membantu saudaranya. Bagi penjual, ia sedang
memenuhi kebutuhan barang yang dibuntuhkan pembeli. Sedangkan bagi
pembeli, ia sedang memenuhi kebutuhan akan keuntungan yang sedang
dicari oleh penjual. Atas dasar aktivitas inilah jual beli merupakan aktivitas
mulia, dan Islam memperkenankannya.2
Allah mensyariatkan jual beli untuk memberikan kelapangan kepada
hamba-hamba Nya. Setiap individu dari bangsa manusia memiliki
kebutuhan berupa makanan, pakaian, dan lainnya yang tidak dapat
dikesampingkannya selama dia masih hidup. Dia tidak dapat memenuhi
1
Muhammad Syukuri Albani Nasution, et al., Ilmu Sosial Dan Budaya (Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada, 2015), hlm. 50
2
M. Yazid Afandi, Fiqh Muamalah dan Implementasinya Dalam Lembaga Keuangan Syariah
(Yogyakarta : Logung Pustaka, 2009), hlm. 55
1
2
sendiri semua kebutuhan itu karena dia terpaksa mengambilnya dari orang
lain. Dan, tidak ada cara yang lebih sempurna daripada pertukaran. Dia
memberikan apa yang dimilikinya dan tidak dibutuhkannya sebagai ganti
apa yang diambilnya dari orang lain dan dibutuhkannya.3
Diantara dalil yang membolehkan praktik jual beli diantranya
terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 275 :
َّ ‫َوأ َ َح َّل‬
‫الر َبا‬
ِّ ‫َّللاُ ْال َب ْي َع َو َح َّر َم‬
Artinya : dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba.(qs Al-Baqarah [2]:275). 4
Ayat tersebut menjelaskan tentang dasar kehalalan (kebolehan)
hukum jual beli dan keharaman (menolak) riba. Allah SWT adalah dzat
yang maha mengetahui atas hakikat persoalan kehidupan. Maka, jika dalam
suatu perkara terdapat kemaslahatan, maka akan diperintahkan untuk
dilaksanakan.5
Rasulullah SAW bersabda:
َّ ‫صلَّى‬
َّ ‫ي‬
‫ب‬
ُ ‫سلَّ َم‬
ِّ ‫ي ْال َك ْس‬
َ ُ‫َّللا‬
َ ُ‫َّللا‬
ِّ ‫عةَ ب ِّْن َرافِّعٍ َر‬
َ ‫ع ْن ِّرفَا‬
َ
َ ‫علَ ْي ِّه َو‬
َ ‫ي‬
ُّ َ ‫ أ‬: ‫سئِّ َل‬
َّ ِّ‫ع ْنهُ { أ َ َّن النَّب‬
َ ‫ض‬
ْ َ‫أ‬
‫ص َّح َحهُ ْال َحا ِّك ُم‬
ُ ‫ط َي‬
َّ ‫ع َم ُل‬
ُ ‫ور } َر َواهُ ْال َب َّز‬
َ : ‫ب ؟ قَا َل‬
ٍ ‫ َو ُك ُّل َبيْعٍ َمب ُْر‬، ‫الر ُج ِّل بِّيَ ِّد ِّه‬
َ ‫ار َو‬
Artinya: ketika ditanya salah seorang sahabat mengenai pekerjaan
(profesi) apa yang paling baik, Rasulullah ketika itu menjawab: “usaha
tangan manusia itu sendiri dan setiap jual beli yang jujur, tanpa diiringi
kecurangan dan mendapat berkat dari Allah SWT. (HR: Rifa’ah bin Rafi’
al Bazar dan Hakim).6
3
Sayyid sabiq, Fiqhus sunnah, terj. Mujahidin Muhayan (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2011), hlm.
35
4
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tadzwid dan Terjemah (Jakarta Timur: Alfatih, 2009), hlm. 47
5
Siswandi, (Jual Beli dalam Perspektif Islam) Ummul Qura, vol 3 no. 2 Agustus, 2013, hlm. 59
6
M. Yazid Afandi, Fiqh Muamalah..., hlm. 56
3
Jual beli tidak saja dilakukan sebatas memenuhi keinginan para
pelakunya untuk memperoleh keuntungan, akan tetapi harus dilakukan
sebagai bagian untuk mendapatkan ridha Allah SWT. Jual beli memiliki
beberapa hal yang harus ada terlebih dahulu agar akadnya dianggap syah
dan mengikat.7
Dalam Islam perdagangan harus dilakukan secara baik, dan sesuai
dengan prinsip-prinsip ekonomi syariah, dalam Islam melarang keuntungan
yang berlebihan, perdagangan yang tidak jujur, merugikan orang lain, harus
menerapkan keadilan dan kejujuran dalam setiap kegiatan ekonomi.8
Seperti dalam firman Allah SWT dalam Qur’an Surat AL-Nisa ayat 29.
‫ع ْن‬
ِّ َ‫يَا أَيُّ َها الَّذِّينَ آ َ َمنُوا َّل ت َأ ْ ُكلُوا أ َ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم ِّب ْالب‬
َ ‫ارة‬
َ ‫اط ِّل ِّإ َّّل أ َ ْن ت َ ُكونَ تِّ َج‬
‫اض ِّم ْن ُك ْم‬
ٍ ‫ت ََر‬
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. (qs. AlNisa[4]: 29).9
Menurut Rachmat Syafei, harga hanya terjadi pada akad, baik lebih
sedikit, lebih besar, atau sama dengan nilai barang. Biasanya harga
dijadikan penukar barang yang diridhai oleh kedua belah pihak yang
melakukan akad. Dari pengertian tersebut dijelaskan bahwa harga
merupakan suatu kesepakatan mengenai transaksi jual beli barang atau jasa
7
Ibid., hlm. 56
Sovi Nur Aisyah, Skripsi: Analisis Mekanisme Penetapan Harga Jual Dalam Perspektif PrinsipPrinsip Ekonomi Syariah (Cirebon : IAIN SYEH NURJATI CIREBON, 2015 ), hlm. 3
9
Departemen Agama RI, Al-Qur’an..., hlm. 83
8
4
dimana kesepakatan tersebut diridhai oleh kedua belah pihak. Harga
tersebut haruslah direlakan oleh kedua belah pihak dalam akad, baik lebih
sedikit, lebih besar, atau sama dengan nilai barang atau jasa yang ditawarkan
oleh pihak penjual kepada pembeli.10
Menurut Ibnu Taimiyah yang dikutif oleh Yusuf Qardhawi.
Penentuan harga mempunyai dua bentuk, ada yang boleh dan ada yang
haram. Selanjutnya Qhardhawi menyatakan jika penentuan harga dilakukan
dengan memaksa penjual menerima harga yang tidak mereka ridhai, maka
tindakan ini tidak dibenarkan oleh agama.11
Transaksi penentuan harga jual beli bisa dilakukan dimana dan
kapan saja, termasuk dalam penentuan harga jual beli hasil pertanian yang
dilakukan antara pengepul dan petani. Pengepul merupakan kegiatan
ekonomi
yang dilakukan seseorang, untuk
menyediakan tempat,
mengumpulkan atau memusatkan suatu barang atau produk.12 Dalam dunia
pertanian pengepul merupakan tempat dimana para petani dapat menjual
hasil pertaniannya seperti pasar atau dikebun langsung.
Praktik jual beli antara pengepul dan petani banyak dilakukan di
pedesaan, dimana terdapat banyak berbagai jenis hasil pertanian. Termasuk
salah satunya adalah di Desa Kertasari Kabupaten Tasikmalaya, yang
sebagian penduduknya merupakan petani. Diantaranya adalah petani yang
10
Birusman Nuryadin, (Harga Dalam Perspektif Islam) Mazahib, Vol. IV No. 1, Juni 2007, hlm. 93
Ibid., hlm. 93
12
“Bisikan Bisnis” http://www.bisikanbisnis.com/2018/01/tips-jadi-pengepul-hasil-pertanian.html
11
5
menjual pisang dan singkong. Dalam pelaksanaan praktik jual belinya
terdapat selisih harga yang signifikan antara harga yang ditawarkan oleh
pihak pengepul kepada petani dengan harga jual yang yang ada di pasaran.
Misalkan harga singkong yang ditawarkan pengepul kepada petani sangat
rendah, yaitu 300 rupiah per kg, sedangkan harga yang ada di pasaran
berkisar antara 4.000 sampai 5.000 rupiah per kg. Untuk harga pisang
sendiri harga yang ditawarkan pengepul kepada petani yaitu 1.000 rupiah
per kg untuk semua jenis pisang. Sedangkan harga jual pisang di pasar
berbeda-beda tergantung jenis pisang nya, berkisar antara 4.000 sampai
6.000 rupiah per kg.13
Penetapan harga beli oleh pengepul kepada petani tentunya
merugikan pihak petani, karena mau tidak mau mereka harus menyetujui
harga tersebut.14 Islam telah mengatur bahwa dalam pelaksanaan praktik
jual beli harus saling ridha dan tidak ada unsur keterpaksaan, tetapi telah
banyak budaya praktik jual beli dengan penetapan harga yang ditentukan
sebelah pihak saja. Berdasarka permasalahan diatas maka peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian dengan judul “ANALISIS PENETAPAN
HARGA DALAM ISLAM PADA JUAL BELI HASIL TANI DI DESA
KERTASARI KABUPATEN TASIKMALAYA”
13
14
Hasil wawancara pedagang pisang dan singkong di pasar Rancabakung pada tgl 17 Maret 2018
Hasil wawancara dengan salah satu petani di Desa Kertasari Kabupaten Tasikmalaya pada tgl 15
Maret 2018
6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan
beberapa pokok permasalahan, sebagai berikut:
1. Bagaimana tinjauan harga dalam Islam terhadap penetapan harga hasil tani
antara petani dan pengepul di desa Kertasari Kabupaten Tasikmalaya ?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui tinjauan harga dalam Islam terhadap penetapan
harga jual beli hasil tani
antara petani dan pengepul di desa
Kertasari Kabupaten Tasikmalaya.
2. Kegunaan Penelitian
a. Secara Teoritis
1. Penelitian ini sebagai upaya untuk memberikan pengetahuan dan
pemahaman sehingga dapat memberikan sumbangan pemikiran
apabila dalam praktiknya di masyarakat terdapat jual beli dengan
penentuan harga yang mungkin tidak sesuai dengan hukum Islam,
maka dapat dijadikan sebagai solusi untuk permasalahan tersebut.
2. Diharapkan dapat menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya
sehingga proses pengkajian akan terus berlangsung.
b. Secara Praktis
1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi petimbangan bagi
pengepul dalam menentukan harga pada pembelian hasil tani,
terutama terhadap petani masyarakat kecil.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kerangka Teori
1. Jual Beli
A. Pengertian Jual Beli
Dalam bahasa arab jual beli adalah al-ba’i yaitu jual beli
antara benda dengan benda, atau pertukaan antara benda dengan
barang.15 Perkataan jual beli terdiri dari dua suku kata,yaitu “jual
dan beli “. Sebenarnya kata “jual” dan “beli” mempunyai arti yang
satu sama lainnya bertolak belakang. Kata jual menunjukan bahwa
adanya perbuatan menjual, sedangkan beli adanya perbuatan
membeli. Dengan demikian, perkataan jual beli menunjukan
adanya dua perbuatan dalam satu peristiwa, yaitu satu pihak
menjual dan pihak lain membeli. Dalam hal ini, terjadilah peristiwa
hukum jual beli yang terlihat bahwa dalam perjanjian jual beli
terlibat dua pihak yang saling menukar atau melakukan
pertukaran.16 Dalam pengertian istilah syara’ terdapat beberapa
definisi yang di kemukakan oleh ulama maszhab:
1. Hanafiah,
sebagaimana
dikemukakan
oleh
Ali
Fikri,
menyatakan bahwa jual beli memiliki dua arti:
15
16
Mardani, Hukum Sistem Ekonomi Islam (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2015), hlm. 167
Suhrawardi K. Lubis dan Farid Wajadi, Hukum Ekonomi Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2014),
hlm. 139
7
8
a.
Arti khusus, yaitu:
Jual beli adalah menukar benda dengan dua
mata uang (emas dan perak) dan semacamnya, atau
tukar-menukar
barang
dengan
uang
atau
semacamnya menurut cara yang khusus.17
b.
Arti umum,yaitu
Jual beli adalah tukar-menukar harta dengan
harta menurut cara yang khusus, harta mencakup zat
(barang) atau uang.
2. Malikiyah, seperti halnya Hanafiah, mempunyai dua arti, yaitu
arti umum dan arti khusus. Pengertian jual beli yang umum
adalah Jual beli adalah akad mu’awadhah (timbal balik) atas
selain manfaat dan bukan pula untuk menikmati kesenangan.
Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa jual beli adalah
akad mu’awadhah, yakni akad yang dilakukan oleh dua pihak,
yaitu penjual dan pembeli, yang objeknya bukan manfaat, yakni
benda, dan bukan untuk kenikmatan seksual.18 Sedangkan jual
beli dalam arti khusus adalah akad mu’awadhah (timbal balik)
atas selain manfaat dan bukan pula untuk menikmati
kesenangan, bersifat mengalahkan salah satu imbalannya bukan
emas dan bukan perak, objeknya jelas dan bukan utang.
17
18
Amad Wardi Muclich, Fiqh Muamalat (Jakarta: Amzah, 2013), hlm. 175
Ibid., hlm. 176
9
3. Syafi’iyah memberikan definisi jual beli menurut syara’ adalah
suatu akad yang mengandung tukar-menukar harta dengan harta
dengan syarat yang akan diuraikan nanti untuk memperoleh
kepemilikan atas benda atau manfaat untuk waktu selamanya.
4. Hanabilah memberikan definisi jual beli sebagai berikut:
Pengertian jual beli menurut syara’ adalah tukar-menukar harta
dengan harta, atau tukar-mrnukar manfaat yang mubah dengan
manfaat yang mubah umtuk waktu selamanya, bukan riba dan
bukan utang.
Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ulama
madzhab tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Jual beli adalah akad mu’awadhah, yakni akad yang
dilakukan oleh dua pihak, dimana pihak pertama
menyerahkan barang dan pihak kedua menyerahkan
imbalan, baik berupa uang maupun barang.
2. Syafi’iyah dan Hanabilah mengemukakan bahwa objek
jual beli bukan hanya barang (benda), tetapi juga manfaat,
dengan syarat tukar-menukar berlaku selamanya, bukan
untuk sementara. Dengan demikian, ijarah (sewamenyewa) tidak termasuk jual beli karena manfaat
digunakan
untuk
sementara,
yaitu
selama
waktu
ditetapkan dalam perjanjian. Demikian pula i’arah yang
dilakukan timbal-balik (saling pinjam), tidak termasuk
10
jual
beli,
karena
pemanfaatannya
hanya
berlaku
sementara waktu.
B. Dasar Hukum Jual beli
Jual beli sebagai bagian dari mu’amalah mempunyai dasar
hukum yang jelas, baik dari Al-Qur’an, Al-Sunnah dan telah menjadi
ijma’ ulama dan kaum muslimin. Bahkan jual beli bukan hanya
sekedar mu’amalah, akan tetapi menjadi salah satu media untuk
melakukan kegiatan untuk saling tolong menolong sesama
manusia.19
1. Dasar dalam Al-Qur’an
Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 275:
َّ ‫َوأ َ َح َّل‬
‫الربَا‬
ِّ ‫َّللاُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم‬
Artinya: Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba.(qs Al-Baqarah[2]:275.20
Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 282:
‫َو أ َشْ ِّه د ُوا إ ِّ ذ َ ا ت َب َ ا ي َ عْ ت ُ ْم‬
Artinya: Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli.(qs AlBaqarah[2]:282.21
Firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 198:
‫ض ًل ِّم ْن َر ب ِّ ك ُ ْم‬
ْ َ ‫ح أ َ ْن ت َب ْ ت َغ ُ وا ف‬
ٌ ‫ج ن َا‬
ُ ‫ْس ع َ ل َ يْ ك ُ ْم‬
َ ‫لَي‬
“ Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil
perniagan) dari Tuhanmu.(qs Al-Baqarah[2]:198).22
19
Iman Mustofa, Fiqh Muamalah Kontemporer ( Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2016 ), hlm.
22
20
Departemen Agama RI, Al-Qur’an (Surabaya: Duta Ilmu,2010), hlm. 43
21
Ibid., hlm. 43
22
Ibid., hlm. 29
11
2. Dasar dalam Al-Sunnah
Dasar hukum yang berasal dari Al-Sunnah antara lain adalah sebagai
berikut:
a. Hadits Rasulullah Saw, yang diriwayatkan Rifa’ah bin Rafi’ al Bazar
dan Hakim:
ْ َ‫ب أ‬
َّ ‫سو ُل‬
‫الر ُج ِّل‬
ُ َ‫طي‬
ُ ‫سئِّ َل َر‬
ُ
َّ ‫ع َم ُل‬
ِّ ‫ى ْال َك ْس‬
َ : ‫ب قَا َل‬
ُّ َ ‫ أ‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِّ‫َّللا‬
ُ
ُّ
‫ور‬
ٍ ‫بِّيَ ِّد ِّه َوكل بَيْعٍ َمب ُْر‬
“Rasulullah Saw. Bersabda ketika ditanya salah seorang sahabat
mengenai pekerjaan yang paling baik: Rasulullah ketika itu
menjawab: pekerjaan yang dilakukan dengan tangan seseorang
sendiri dan setiap jual beli yang diberkati (jual beli yang jujur tanpa
diiringi kecurangan)”.( HR: Rifa’ah bin Rafi’ al Bazar dan Hakim)23
b. Rasulullah Saw. Bersabda:
َّ ‫صلَّى‬
َّ ‫سو ُل‬
‫اض‬
ٍ ‫ع ْن ت ََر‬
ُ ‫قَا َل َر‬
َ ‫ إِّنَّـ َما ْالبَ ْي ُع‬:‫سلَّ َم‬
َ ُ‫َّللا‬
َ ‫علَ ْي ِّه َو‬
َ ِّ‫َّللا‬
“Rasulallah Saw. Bersabda: sesungguhnya jual beli itu harus
atas dasar saling merelakan”(HR: : Rifa’ah bin Rafi’ al Bazar
dan Hakim).24
Sementara legitimasi dari ijma’ adalah ulama dari berbagai
kalangan madzhab telah sepakat akan disyariatkannya dan
dihalalkannya jual beli. Jual beli sebagai mu’amalah melalui sistem
barter telah ada sejak zaman dahulu. Islam datang dan memeberi
batasan dan aturan agar dalam pelaksanaannya tidak terjadi
kedzaliman atau tindakan yang dapat merugikan salah satu pihak.
23
24
Imam Mustofa, Fiqh Muamalah..., hlm. 24
Ibid., hlm. 24
12
Selain itu, dalam konteks Indonesia juga ada legitimasi dari
kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) Pasal 56-115.25
C. Rukun dan Syarat Jual Beli
Dalam menentukan rukun dan syarat jual beli terdapat
perbedaan pendapat ulama Hanafiyah dengan jumhur ulama. Rukun
jual beli menurut ulama Hanafiyah hanya satu, yaitu ijab ( ungkapan
membeli dari pembeli ) dan kabul ( ungkapan menjual dari penjual).
Menurut mereka, yang menjadi rukun dalam jual beli itu hanyalah
kerelaan (rida/taradhin) kedua belah pihak untuk melakukan
transaksi jual beli. Akan tetapi, karena unsur kerelaan itu merupakan
unsur hati yang sulit diindra sehingga tidak kelihatan, maka
diperlukan indikasi yang menunjukan kerelaan dua belah pihak yang
melakukan transaksi jual beli menurut mereka boleh tergambar
dalam ijab dan kabul, atau melalui cara saling memberikan barang
dan harga barang (ta’athi).26 Menurut jumhur ulama rukun jual beli
itu ada empat, yaitu:
1. Penjual
2. Pembeli
3. Shigat (Ijab dan Qabul)
Pengertian
ijab
menurut
Hanafiah
adalah,
menetapkan perbuatan yang khusu yang menunjukan
25
26
Ibid., hlm. 25
Abdul Rahman Ghazali, et al., Fiqh Muamalat (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), hlm. 71
13
kerelaan, yang timbul pertama dari salah satu pihak yang
melakukan akad.
Dari definisi tersebut bahwa ijab adalah pernyataan
yang disampaikan pertama oleh satu pihak yang menunjukan
kerelaan, baik dinyatakan oleh si penjual, maupun si
pembeli. Adapun pengertian qabul adalah,”pernyataan yang
disebutkan kedua dari pembicaraan salah satu pihak yang
melakukan akad”. Dari definisi ijab dan qabul menurut
Hanafiah tersebut dapat dikemukakan bahwa penetapan
mana ijab dan mana qabul tergantung kepada siapa yang
lebih dahulu menyatakan. Apabila yang lebih dahulu
menyatakan si penjual, misalnya “saya menjual barang ini
kepada anda dengan harga ...” maka pernyataan penjual
itulah ijab, sedangkan pernyataan pembeli “ saya terima
beli...” adalah qabul. Sebaliknya apabila yang menyatakan
lebih dahulu si pembeli maka pernyataan pembeli itulah ijab,
sedangkan pernyataan penjual adalah qabul.
Menurut jumhur ulama,selain Hanafiah, pengertian
ijab adalah “ijab adalah pernyataan yang timbul dari orang
yang
memberikan
kepemilikan,
meskipun
keluarnya
belakngan. Sedangkan pengertian qabul adalah “qabul
14
adalah pernyataan yang timbul dari orang yang akan
menerima hak milik meskipun keluarnya pertama”.27
Dari pengertian ijab dan qabul yang dikemukakan
jumhur ulama tersebut dapat dipahami bahwa penentuan ijab
dan qabul bukan dilihat dari siapa yang lebih dahulu
menyatakan, melainkan dari siapa yang memiliki dan siapa
yang akan memiliki. Dalam konteks jual beli, yang
memeiliki barang adalah penjual, sedangkan yang akan
memilikinya adalah pembeli. Dengan demikian, pernyataan
yang dikeluarkan oleh penjual adalah ijab, meskipun
datangnya
dikeluarkan
belakangan,
oleh
sedangkan
pembeli
adalah
pernyataan
qabul,
yang
meskipun
dinyatakan pertama kali.
Shigat akad adalah bentuk ungkapan dari ijab dan
qabul apabila akadnya akad iltizam yang dilakukan oleh dua
pihak, atau ijab saja apabila akadnya akad iltizam yang
dilakukan oleh satu pihak. Para ulama sepakat bahwa
landasan untuk terwujudnya suatu akad adalah timbulnya
sikap yang menunjukan kerelaan atau persetujuan kedua
belah pihak untuk merealisasikan kewajiban di antara
mereka,yang oleh para ulama disebut shighat akad. Dalam
shighat akad disyaratkan harus timbul dari pihak-pihak yang
27
Ibid., hlm. 181
15
melakukan akad menurut cara yang dianggap oleh syara’.
Cara tersebut adalah bahwa akad harus menggunakan lafal
yang menu jukan kerelaan dari masing-masing pihak untuk
saling tukar-menukar kepemilikan harta, sesuai dengan adat
kebiasaan yang berlaku.
4. Ma’qud ‘alaih (objek akad).28
D. Macam-macam Jual Beli
Ulama membagi macam-macam jual beli sebagai berikut:29
1. Dilihat dari segi objek yang diperjual belikan, jual beli dibagi
kepada tiga macam, yaitu:
a. Jual beli muthlaqah, yaitu pertukaran antara barang atau jasa
dengan uang.
b. Jual beli sharf, yaitu jual beli antara satu mata uang dan mata
uang lain.
c. Jual beli muqayyadah, yaitu pertukaran antara barang dengan
barang (barter), atau pertukaran antara barang dengan barang
yang dinilai dengan valuta asing.
28
29
Ahmad Wardi Muclish, Fiqh Muamalat..., hlm. 180
Mardani, Hukum Sistem Ekonomi Islam (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2015), hlm. 174
16
2. Dilihat dari segi cara menetapkan harga, jual beli dibagi kepada
empat macam, yaitu:
a. Jual beli musawwamah (tawar menawar), yaitu jual beli biasa
ketika penjual tidak memberitahukan harga pokok dan
keuntungan yang didapatinya.
b. Jual beli amanah, yaitu jual beli ketika penjual memberitahukan
moadal jualnya (harga perolehan barang). Jual beli amanah ada
tiga,yaitu:
1. Jual beli murabahah, yaitu jual beli ketika penjual
menyebutkan harga pembelian barang dan keuntungan yang
diinginkan.
2. Jual beli muwadha’ah (discount), yaitu jual beli dengan
harga dibawah harga modal dengan jumlah kerugian yang
diketahui, untuk penjualan barang atau aktiva yang nilai
bukunya sudah sangat rendah.
3. Jual beli tauliyah, yaitu jual beli dengan harga modal tanpa
keuntungan dan kerugian.
c. Jual beli dengan harga tangguh, ba’i bitsaman ajil, yaitu jual
beli dengan penetapan harga yang akan dibayar kemudian.
Harga tangguh ini boleh lebih tinggi daripada harga tunai dan
bisa dicicil.
17
Dilihat dari segi sifatnya, jual beli terbagi kepada dua bagian,
yaitu jual beli shahih dan ghair shahih:30
1. Jual beli shahih adalah jual beli yang disyariaatkan dengan
memenuhi asalnya dan sifatnya, atau dengan ungkapan lain, jual
beli yang shahih adalah jual beli yang tidak terjadi kerusakan
baik pada rukunnya maupun syaratnya.
2. Jual beli ghair shahih adalah jual beli yang tidak dibenarkan
sama sekali oleh syara’ dan dinamakan jual beli batil, atau jual
beli yang disyariaatkan dengan terpenuhi pokoknya (rukunnya),
tidak sifatnya, dan ini dinamakan jual beli fasid.
E. Jual Beli yang Dilarang Dalam Islam
Jual beli yang dilarang dalam Islam sangatlah banyak.
Jumhur ulama, sebagaimana disinggung di atas, tidak membedakan
antara fasid dan batal. Dengan kata lain, menurut jumhur
ulama,hukum jual beli terbagi dua, yaitu jual beli sahih dan jual-beli
fasid, sedangkan menurut ulama Hanafiah jual beli terbagi tiga, jualbeli sahih, fasid, dan batal.Berkenaan dengan jual beli yang dilarang
dalam Islam, Wahbah al-Juhaili meringkasnya sebagai berikut.31
a. Terlarang Sebab Ahliah (Ahli Akad)
Ulama telah sepakati bahwa jual beli dikategorikan sahih
apabila dilakukan oleh orang baligh, berakal, dapat memilih, dan
30
31
Ahmad Wardi Muchlis, Fiqh Muamalat..., hlm. 202
Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamalah (Bandung : Pustaka Setia), hlm. 93
18
mampu ber-tasharruf secara bebas dan baik. Mereka yang
diapandang tidak sah jual belinya adalah sebagai berikut:
1. Jual beli orang gila
Ulama fiqh sepakat bahwa jual beli orang yang gila
tidak sah, begitu pula sejenisnya, seperti orang mabuk,
sakalor, dan lain-lain.
2. Jual beli anak kecil
Ulama fiqh sepakat bahwa jual beli anak kecil (belum
mumayyiz) dipandang tidak sah, kecuali dalam perkaraperkara yang ringan atau sepele. Menurut ulama Syafi’iyah,
jual beli anak mumayyiz yang belum baligh, tidak sah sebab
tidak ada ahliah.
3. Jual beli orang buta
Jual beli orang buta dikategorikan sah menurut
jumhur ulama jika barang yang dibelinya diberi sifat
(diterangkan
sifat-sifatnya).
Adapun
menurut
ulama
Syafi’iyah jual beli orang buta tidak sah sebab ia tidak dapat
membedakan barang yang jelek dan yang baik.
4. Jual beli terpaksa
Menurut ulama syafi’iyah dan Hanabilah, jual beli
tersebut tidak sah sebab tidak ada keridaan ketika akad.
19
5. Jual beli fudhul
Jual beli fudhul adalah jual beli milik orang tanpa
seizin pemiliknya. Menurut ulama Hanafiah dan Malikiyah
jual beli ditangguhkan sampai ada izin pemilik.
6. Jual beli yang terlarang
Maksud terhalang disini adalah terhalang karena
kebodohan, bangkrut ataupun sakit. Jual beli orang yang
bodoh yang suka menghamburkan hartanya.
Menurut jumhur selain malikiyah jual beli orang
yang sakit parah yang sudah mendekati kematian hanya
boleh sepertiga dari hartanya (tirkah), dan bila ingin lebih
dari sepertiga, jual beli tersebut ditangguhkan kepada izin
ahki warisnya. Menurut ulama Malikiyah, sepertiga dari
hartanya hanya dibolehkan pada harta yang tidak bergerak,
seperti rumah, tanah, dan lain-lain.
7. Jual beli malja
Jual beli malja adalah jual beli orang yang sedang
dalam bahaya, yakni untuk menghindar dari perbuatan
zalim. Jual beli tersebut fasid, menurut ulama Hanafiah dan
batal menurut ulama Hanabilah.
b. Terlarang Sebab Shighat
Ulama fiqh telah sepakat ats sah nya jual beli yang
didasarkan pada keridaan di antara dua pihak yang melakukan
20
akad, ada kesesuaian diantara ijab dan qabul, berada di tempat,
dan tidak terpisah oleh suatu pamisah.
Jual beli yang tidak memenuhi ketentuan tersebut dipandang
tidak sah. Beberapa jual beli yang dipandang tidak sah atau masih
diperdebatkan oleh para ulama adalah sebagai berikut:32
1. Jual beli mu’athah
Adalah jual beli yang telah disepakati oleh pihak akad,
berkenaan dengan barang maupun harganya, tetapi tidak
memakai ijab qabul. Jumhur ulama menyatakan sahih apabila
ada ijab dari satunya. Begitu pula dibolehkan ijab qabul dengan
isyarat perbuatan, atau cara-caralain yang dipandang sebagai
shigat dengan perbuatan dan isyarat.
2. Jual beli melalui surat atau melalui utusan
Jual beli melalui surat atau utusah adalah sah. Tempat
berakad adalah sampainya surat atau utusan dari aqid pertama
kepada aqid kedua. Jika qabul melebihi tempat, akad tersebut
dipandang tidak sah, seperti surat tidak sampai ke tangan yang
dimaksud.
3. Jual beli dengan isyarat atau tulisan
Disepakati kesahihan akad dengan isyarat atau tulisan
khususnya bagi yang uzur sebab sama dengan ucapan. Selain
itu, isyarat juga menujukan apa yang ada di hati aqid. Apabila
32
Ibid., hlm. 95
21
isyarat tidak dapat dipahami dan tulisannya jelek (tidak dapat
dibaca), akad tidak sah.
4. Jual beli barang yang tidak ada di tempat akad
Jual beli barang yang tidak ada ditempat adalah tidak sah
sebab tidak memenuhi syarat in’iqad (terjadinya akad).
5. Jual beli tidak bersesuaian antara ijab dan qabul
Hal ini dipandang tidak sah menurut kesepakatan ulama.
Akan tetapi, jika lebih baik seperti meninggikan harga, menurut
ulama
Hanafiah
boleh,
sedangkan
ulama
Syafi’iyah
menganggapnya tidak sah.
6. Jual beli munjiz
Adalah
yang
dikaitkan
dengan
suatu
syarat
atau
ditangguhkan pada waktu yang akan datang. Jual beli ini
dipandang fasid menurut ulama Hanafiah, dan batal menurut
jumhur ulama.
F. Hikmah Jual Beli
Menurut Sayyid Sabiq hikmah
jual beli yaitu untuk
memberikan kelapangan untuk hamba-hamba nya. Setiap individu
dari bangsa manuasia memiliki kebutuhan-kebutuhan berupa
maknan, pakaian, dan lainnya yang tidak dapat dikesampingkan
selma ia masih hidup. Dia tidak dapat memenuhi sendiri semua
kebutuhan itu karena dia terpaksa mengambilnya dari orang lain.
Dan tidak ada yang lebih sempurna dari pertukaran. Dia memerikan
22
apa yang dimilikinya dan tidak dibutuhkannya sebagai ganti yang
diambilnya dari orang lain dan dibutuhkannya.33
2. Harga yang Adil Dalam Islam
A. Pengertian Harga
Pengertian harga menurut beberapa ahli:34
1. Djasmin Saladin : Harga merupakan alat tukar yang digunakan
untuk mendapatkan produk atau jasa dengan sejumlah uang.
2. Bashu Swasta dan Irawan: harga adalah sesuatu yang
dibutuhkan untuk mendapatkan seatu kombinasi antara
pelayanan ditambahproduk dengan membayar jumlah uang
yang sudah menjadi patokan.
3. Buchari Alma: harga merupakan sebuah nilai yang ditentukan
untuk suatu barang maupun jasa yang ditentukan dengan uang.
Berdasarkan pengertian harga menurut para ahli diatas dapat
disimpulkan bahwa harga adalah nilai uang yang ditentukan secara
global yang harus dikeluarkan oleh seseorang untuk mendapatkan
suatu produk atau pelayanan jasa yang diinginkan.
Peranan harga tak lepas dari proses jual beli suatu produk
atau jasa. Harga membantu konsumen untuk menentukan seseorang
akan membeli barang atau tidak.
33
34
Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah..., hlm. 35
http://www.informasi-pendidikan.com/2015/12/pengertian-harga-dan-tujuannya-menurut.html
diakses pada 13 Juli 2018
23
B. Penentuan Harga (tas’ir)
tas’ir artinya penetapan harga barang-barang yang hendak
dijual belikan tanpa menzalimi pemilik dan tanpa memberatkan
pembeli.35
1. Larangan untuk menetapkan harga
Anas ra meriwayatkan bahwa para sahabat pernah berkata,
“wahai rasulullah harga-harga mahal. Oleh karena itu
tetapkanlah harga bagi kami.” Rasulullah saw pun bersabda
yang artinya:
‫ فَقَا َل ِّإ َّن هللا‬.‫س ِّع ْر لَنَا‬
ِّ ‫غًَل‬
ُ ‫سو ِّل هللا فَقَالُوا يَا َر‬
ُ ‫ع ْه ِّد َر‬
َ ‫علَى‬
َ ‫الس ْع ُر‬
َ ‫سو َل هللا‬
ُ ‫ض ْال َبا ِّس‬
ُ ‫الر َّز‬
ٌ‫ْس أ َ َحد‬
َّ ‫ط‬
ُ ‫س ِّع ُر ْالقَا ِّب‬
َ ‫ُه َو ْال ُم‬
َ ‫نى أل َ ْر ُجو أ َ ْن أ َ ْلقَى َر ِّبى َولَي‬
ِّ ‫اق َو ِّإ‬
ْ ‫طلُبُنِّى ِّب َم‬
ْ َ‫ِّم ْن ُك ْم ي‬
‫ظلَ َم ٍة فِّى دَ ٍم َوّل َما ٍل‬
“sesungguhnya Allah lah yang menentukan harga,
menggenggam membentangkan dan memberi rezeki. Dan
sesungguhnya aku benar-benar berharap dapat bertemu
dengan Allah tanpa ada seorang pun diantara kalian yang
menuntutku atas sebuah kezaliman dalam darah dan
herta.”(HR: Abu Dawud).36
Dari hadits ini para Ulama menyimpulkan bahwa
haram bagi penguasa untuk menentukan harga barang-barang
karena itu sumber kezaliman. Masyarakat bebas untuk
menentukan transaksi-transaksi financial. Dan pembatasan
terhadap mereka bertentangan dengan kebebasan. Pemeliharaan
35
36
Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah..., hlm. 81
Ibid., hlm. 81
24
maslahat pembeli tidaklah lebih utama dari pada pemeliharaan
maslahat penjual apabila kedua hal ini saling berhadapan maka
kedua pihak harus diberi kesempatan untuk beriztihad tentang
masalah
keduanya.Al-syaukani
berkata,”manusia
diberi
kekuasaan atas harga mereka, sementara penetapan harga
membatasai
mereka.
Pemimpin
diperintahkan
untuk
memelihara maslahat kaum muslimin. Dan perhatiannya
terhadap maslahat pembeli dengan memurahkan harga tidaklah
lebih utama daripada perhatiannya terhadap maslahat penjual
dengan memahalkan harga. Apabila kedua hal ini saling
berhadapn maka kedua kelompok harus diberi kesempatan
untuk beriztihad sendiri. Diwajibknnya pemilik barang untuk
menjual dengan harga yang tidak diridhai nya bertentangan
dengan firman Allah SWT., ‘...kecuali dalam perdagangan yang
berlaku atas suka sama suka diantara kamu’.37
2. Rukhshah untuk menetapkan harga saat dibutuhkan
Apabila para pedagang bertindak sewenang wenang
dan melampaui batas sehingga membahayakan pasar maka
wajib atas penguasa untuk melakukan interpensi dan
menetapkan harga demi menjaga hak-hak masyarakat, demi
mencegah penimbunan, dan demi menghilangkan kezaliman
yang menimpa mereka karena kerakusan para pedagang.
37
Departemen Agama RI, Al-Qur’an..., hlm. 83
25
Oleh karena iti Imam Malik, membolehkan pembatasan
harga. Sebagian dari para Ulama madzha safi’i juga
membolehkannya ketika harga-harga mahal. Yang juga
membolehkannya dalam banyak barang adalah Imam
Zaidiah, diantaranya Said bin Musayyab, Rabiah bin
Abdurrahman dan Yahya bin Saad Al-Ansari. Semuanya
membolehkan penetapan harga apabila maslahat masyarakat
umum mengharuskan hal itu.38
C. Harga yang adil dalam Islam
Harga yang adil diterapkan pada masa Rasulullah dan
Khulafaurrasyidin,
tetapi
sarjana
muslim
pertama
yang
memberikan perhatian secara khusus adalah Ibn Taimiyah.39 Ibn
Taimiyah sering menggunakan dua terminologi dalam pembahasan
harga, yaitu ‘iwad al-mitsl (equivalen/kompensasi yang setara) dan
thaman al-mith (equivalen price/harga yang setara).
1. Kompensasi harga yang setara/adil (‘iwad al-mitsl) yaitu
penggantian sepadan yang merupakan nilai harga yang setara
dari sebuah benda menurut adat kebiasaan.
2. Harga yang setara/adil (tsaman al-mitsl) yaitu nilai harga
dimana orang-orang menjual barangnya dapat diterima secara
umum sebagai hal yang sepadan dengan barang yang dijual
38
39
Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah..., hlm. 83
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam Indonesia
Yogyakarta atas kerja sama dengan bank Indonesia, Ekonomi Islam (Jakarta : PT RajaGrafindo
Persada 2014), hlm. 331
26
ataupun barang yang sejenis lainnya ditempat dan waktu
tertentu. Tujuan utama dari harga yang setara adalah
memelihara keadilan dalam mengadakan transaksi timbal balik
dan hubungan-hubungan lain diantara anggota masyarakat.
Pada konsep harga yang setara pihak penjual dan pembeli samasama merasakan keadilan.40
Dalam Al-Hisbah-nya ia mengatakan. ”kompensasi yang
sempurna akan diukur dan ditaksir oleh hal-hal yang setara, dan
itulah esensi keadilan (nafs al-adl). Dimana pun ia membedakan
antara dua jenis harga, yaitu harga yang tidak adil dan terlarang
serta harga yang adil dan disukai. Dalam majmu fatwa-nya Ibn
Taimiyah mendefinisikan equivalen price sebagai harga baku
(s’ir) dimana penduduk menjual barang-barang mereka dan
secara umum diterima sebagai sesuatu yang setara dengan itu
dan untuk barang sama pada waktu dan tempat yang khusus.
Sementara dalam Al-Hisbah, ia menjelaskan bahwa equivalen
price ini sesuai dengan keinginan atau lebih persisnya yang
harga yang ditetapkan oleh kekuatan pasar yang berjalan secara
bebas-kompetetif dan tidak terdistorsi-antara penawaran dan
permintaan. Ia mengatakan “jika penduduk menjual barangnya
dengan harga yang normal (al-wajh al-ma’ruf) tanpa
40
Ichsan Iqbal, (Pemikiran Ekonomi Islam Tentang Uang, Harga dan Pasar) vol 2 no.1 Maret,
2012, hlm. 9
27
menggunakan cara-cara yang tidak adil, kemudian harga itu
meningkat karena pengaruh kekurangan persediaan barang itu
atau
meningkatnya
jumlah
penduduk
(meningkatnya
permintaan), itu semua karena Allah . dalam kasus seperti itu,
memaksa penjual untuk menjual barangnya pada harga khusus
merupakan paksaan yang salah (ikrab bi ghairi haq).
Adanya suatu harga yang adil telah menjadi pegangan yang
mendasar dalam transaksi yang Islami. Pada prinsipnya transaksi
bisnis harus dilakukan pada harga yang adil sebab ia adalah
cerminan dari komitmen syariat Islam terhadap keadilan yang
menyeluruh. Secara umum, harga yang adil ini adalah harga yang
tidak menimbulkan eksploitasi atau penindasan (kezaliman)
sehingga merugikan salah satu pihak dan menguntungkan pihak
yang lain. Harga harus mencerminkan manfaat bagi pembeli dan
penjualnya secara adil, yaitu penjual memperoleh keuntungan yang
normal dan pembeli memperoleh manfaat yang setara dengan harga
yang dibayarkannya.
1. Konsep Harga
Ekonomi Islam memiliki konsep bahwa suatu pasar
dapat berperan efektif dalam kehidupan ekonomi bila prinsip
persaingan
bebas
dapat
secara
normal.
Pasar
tidak
memebutuhkan suatu invertensi dari pihak manapun tidak
terkecuali negara dengan otoritas penentuan harga dengan
28
kegiatan monopolitik atau yang lainnya. Persaingan bebas dalam
hal ini adalah bahwa umat Islam menentukan sendiri tentang apa
yang harus dikonsumsi dan diproduksi serta dibebaskan untuk
meilih sendiri apa apa yang dibutuhkan dan bagaimana cara
memenuhinya.41
2. Distorsi pasar
Dalam terminologi ekonomi, pasar bebas adalah
pasar yang menggambarkan bahwa para pembeli dan penjual
bersaing satu sam lain dengan transparan yang didasarkan atas
sendi-sendi keadilan, tidak ada individu maupun kelompok,
produsen maupun konsumen apalagi pemerintah yang saling
dzalim atau didzalimi. Ini adalah gambaran ideal yang sedianya
terjadi dalam dunia bisnis Islam dimana pertemuan antara
permintaan barang tertentu dengan penawarannya terjadi atas
dasar suka sama suka, rela sama rela dan tidak ada pihak yang
merasa ditipu atau adanya kekerliruan obyek transaksi dalam
transaksi barang tertentu pada level harga tertentu.Realitas pasar
hari ini tidak sepi dari beberapa hal yang jauh dari cita-cita Islam
dalam membangun ekonomi melalalui dunia perdagangan,
dimana gangguan pasar atau distorsi pasar sering terjadi yang
diidentifikasi dalam tiga bentuk, yaitu:
41
Syamsul Hilal, (konsep harga dalam pemkiran Islam) Asas, vol 6 no. 2 Juli, 2014, hlm. 18
29
a. Distorsi penawaran dan permintaan
Dalam ekonomi Islam, istilah distorsi penawaran
identik dengan ihtikar, hal ini didasarkan pada hadist yang
Dari Said ibn Musayyab, dari Ma’mar ibn Abdullah
bersumber dari Rasulullah SAW bersabda: Tidaklah
seseorang yang ber-ihtikar kecuali ia telah melakukan dosa.
(HR. Abu Dawud). Ulama mendefinisikan beberapa faktor
yang menyebabkan terjadinya prakter ikhtikar pada suatu
pasar, sebagai berikut:
1. Adanya upaya meniadakan atau menyedikitkan barang
dengan cara menimbun atau cara lainnya.
2. Menjual dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan
dengan harga sebelum terjadinya kelangkaan.
3. Mengambil keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan
keuntungan sebelum 1 dan 2 dilakukan.
Adapun distorsi permintaan identik dengan ba’i
najasy adalah penjual menyuruh seseorang untuk memuji
keunggulan komoditas perdagangannya serta melakukan
penawaran dnegan harga tinggi yang sejatinya ia tidak
berminat untuk membeli komoditas perdagangannya
dengan harga yang lebih tinggi dari harga normal di pasar
tersebut.
30
a. Tadlis (penipuan)
Ulama membagi tadlis pada empat macam:
1. Tadlis kuantitas, yaitu perilaku penjual yang
menjual barang dagangannya dengan jumlah
tertentu, tetapi senyatanya mengurangi jumlah
tersebut tanpa sepengetahuan si pembeli secara
sengaja untuk memperoleh keuntungan yang lebih
banyak.
2. Tadlis kualitas, yaitu penyembunyian cacat atau
kualitas barang yang rendah atau bahkan buruk
yang tidak sesuai dengan kesepakatan antara
penjual dan pembeli dimana si pembeli tidak
mengetahui cacat tersebut.
3. Tadlis harga, yaitu menjual barang dengan harga
yang lebih tinggi atau lebih rendah dari pasar
karena ketidak tahuan penjual atau pembeli.
Dalam kajian fiqh, tadlis harga dikenal dengan
istilah talaqqi rukban.
4. Tadlis
waktu
wanprestasi
penyerahan,
pihak
penjual
yaitu
adanya
kepada
pembeli
terhadap barang yang telah dibeli oleh si pembeli
berupa keterlambatan waktu penyerahan yang
31
sejatinya telah diketahui sejak awal oleh barang
tersebut.
B. Penelitian Terdahulu
Dalam penyusunan skripsi ini, langkah awal yang penulis tempuh
adalah mengkaji pustaka-pustaka yang ada sebelum penulis mengadakan
penelitian lebih lanjut dan menyusuunya menjadi suatu karya ilmiah.
Adapun kajian pustaka yang digunakan penulis adalah:
Skripsi yang ditulis oleh Kamala pada tahun 2011 dengan judul
“Mekanisme Penetapan Harga Dalam Pandangan Ekonomi Islam” .42
tujuan penelitian tersebut adalah untuk mengetahui bagaimana mekanisme
penetapan harga oleh para pedagang asongan di Pelabuhan Sungai Daku
Pekanbaru dan bagaimana pandangan Islam terhadap mekanisme penetapan
harga pada pedagang asongan di Pelabuhan Sungai Daku Pekanbaru.
Persamaan dengan penelitian sekarang adalah bagaimana cara menetapkan
harga menurut pandangan ekonomi Islam. Perbedaan dengan penelitian
sekarang adalah sistem jual beli barang dan barang yang dijual, barang yang
dijual adalah barang hasil pertanian, penelitian sekarang penjual tidak
langsung menjual ke konsumen, tetapi menjual ke pengepul untuk dijual
lagi ke pasar atau ke konsumen langsung.
Kamala, Skripsi: ”Mekanisme Penetapan Harga Dalam Pandangan Ekonomi Islam”, program
studi ekonomi Islam, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim
Riau, 2011
42
32
Skripsi yang ditulis oleh Ely Nurzaliah pada tahun 2010 dengan
judul “pandangan hukum Islam terhadap penetapan harga dalam jual beli
di rumah makan prasmanan pendowo limo jl. Bima Sakti no .37 Sapen
Yogyakarta”.43 Tujuan penelitian tersebut untuk mendeskripsikan secara
jelas mengenai penetapan harga dalm jual beli di rumah makan Pendowo
Limo dan untuk menjelaskan pandangan hukum Islam terhadap praktek
penetapan harga makanan di rumah makan Pendowo Limo. Persamaan
dengan penelitian yang sekarang adalah bagaimana cara penetapan dalam
pandangan hukum Islam. Perbedaan dengan penelitian sekarang adalah
terletak pada jenis barang yang dijual, penelitian terdahulu menjual jenis
produk atau makanan yang sudah diolah menjadi masakan, sedangkan
penelitian sekarang pada bahan mentah atau bahan olahan yaitu produk hasil
pertanian. Sehingga proses penetapan harga nya pun berbeda, penelitian
terdahulu banyak hal yang harus diperhitungkan dalam menetapka harga,
seperti biaya produksi, biaya bahan baku, dan biaya pegawai.
Skripsi yang ditulis oleh Waldi Rameisa Putra pada tahun 2013
dengan judul ”Monopoli Harga Dalam Jual beli Buah Pinang Menurut
Perspektif Fiqh Mu’amalah”. 44 tujuan penelitian tersebut untuk mengetahui
monopoli harga dalm jual beli buah pinang di Desa Tanjung Belit
Ely Nurzaliah, skripsi: ”Pandangan Hukum Islam Terhadap Penetapan Harga Dalam Jual Beli di
Rumah Makan Prasmanan Pendowo Limo jl. Bima Sakti no. 37 Sapen Yogyakarta”, Program
Studi Muamalah Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2010
44
Waldi Rameisa Putra, Skripsi: “Monopoli Harga Dalam Jual Beli Buah Pinang Menurut Perspektif
Fiqh Muamalah”, Program Studi Mu’amalah, Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum, Universitas
Islam Sultan Syarif Kasim Riau 2013
43
33
Kecamatan Siak Kecil Kabupaten Bengkalis, untuk mengetahui faktorfaktor terjadnya praktek monopoli harga dalam jual beli buah pinang dan
untuk mengetahui tinjauan fiqh mu’amalah terhadap praktek monopoli
tersebut. Persamaan dengan penelitian sekarang adalah adanya kecurangan
yang dilakukan oleh pengepul atau pemborong dalam menetapkan harga.
Perbedaan dengan penelitian sekarang adalah penelitian terdahulu hanya
meneliti satu macam jenis buah hasil pertanian, sedangkan penelitian
sekarang meneliti lebih dari satu macam produk. Toke atau pengepul hasil
pertanian pada penelitian terdahulu terdapat hanya satu toke, sedangkan
penelitian sekarang terdapat lebih dari satu toke atau pengepul.
C. Kerangka Pemikiran
Jual beli adalah akad mu’awadhah, yakni akad yang dilakukan oleh
dua pihak, dimana pihak pertama menyerahkan barang dan pihak kedua
menyerahkan imbalan, baik berupa uang maupun barang. Islam memandang
jual beli sebagai sarana tolong menolong antara sesama manusia. Orang
yang sedang melakukan transaksi jual beli tidak dilihat hanya mencari
keuntungan semata, akan tetapi juga dipandang sebagai orang yang sedang
membantu saudaranya. Allah mensyariatkan jual beli untuk memberikan
kelapangan kepada hamba-hamba Nya. Setiap individu dari bangsa manusia
memiliki kebutuhan berupa makanan, pakaian, dan lainnya yang tidak dapat
dikesampingkannya selama dia masih hidup. Jual beli tidak saja dilakukan
sebatas memenuhi keinginan para pelakunya untuk memperoleh
34
keuntungan, akan tetapi harus dilakukan sebagai bagian untuk mendapatkan
ridha Allah SWT.
Jual beli sendiri merupakan suatu sarana untuk seseorang memenuhi
kebutuhannya, adanya unsur saling membutuhkan antara penjual dan
pembeli akan menjadikan suatu kesepakatan di antara keduanya. Salah satu
tempat yang sering dijadikan proses transaksi jual beli adalah pasar, pasar
merupakan area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari
satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional,
pertokoan, mall, plaza, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya. Pasar
menyediakan beragam kebutuhan yang diperlukan oleh masyarakat baik
kebutuhan sandang, kebutuhan pangan, sampai dengan kebutuhan papan.
Kebutuhan sandang merupakan kebutuhan pokok setiap manusia, seperti
makanan, pakaian dan tempat tinggal, pasar menyediakan kebutuhan
makanan yang dibutuhkan oleh konsumen seperti beras, sayuran, buahbuahan dan lain sebagainya.
Salah satu cara pedagang di pasar memeperoleh barang dagangnya
adalah dari para pengepul. Pengepul merupakan kegiatan ekonomi yang
dilakukan seseorang, untuk menyediakan tempat, mengumpulkan atau
memusatkan suatu barang atau produk. Dalam dunia pertanian pengepul
merupakan tempat dimana para petani dapat menjual hasil pertaniannya
seperti pasar atau dikebun langsung. Praktik jual beli antara pengepul dan
petani banyak dilakukan dipedesaan, dimana terdapat banyak berbagai jenis
hasil pertanian. Pengepul membeli hasil pertanian dengan cara datang
35
langsung ke petani, ada juga petani yang datang ke pengepul untuk menjual
hasil tani nya. Proses jual beli antara pengepul dan petani salah satunya
terjadi di Desa Kertasari Kabupaten Tasikmalaya yang sebagian
penduduknya merupakan petani. Terdapat beberapa hasil pertanian di Desa
Kertasari, seperti singkong, pisang dan jenis buah-buahan lainnya. Dalam
pelaksanaan praktik jual beli nya terdapat selisih harga yang sangat
signifikan antara harga yang ditawarkan oleh pihak pengepul kepada petani
dengan harga jual yang yang ada dipasaran. Misalkan harga singkong yang
ditawarkan pengepul kepada petani sangat rendah, yaitu 300 rupiah per kg,
sedangkan harga yang ada dipasaran berkisar antara 4.000 sampai 5.000
rupiah per kg. Untuk harga pisang sendiri harga yang ditawarkan pengepul
kepad petani yaitu 1.000 rupiah per kg untuk semua jenis pisang. Sedangkan
harga jual pisang di pasar berbeda-beda tergantung jenis pisang nya,
berkisar antara 4.000 sampai 6.000 rupiah per kg. Dalam Islam perdagangan
harus dilakukan secara baik, dan sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi
syariah, Islam melarang keuntungan yang berlebihan, perdagangan yang
tidak jujur, merugikan orang lain, harus menerapkan keadilan dan kejujuran
dalam setiap kegiatan ekonomi.
Adanya suatu harga yang adil telah menjadi pegangan yang
mendasar dalam transaksi yang Islami. Pada prinsipnya transaksi bisnis
harus dilakukan pada harga yang adil sebab ia adalah cerminan dari
komitmen syariat Islam terhadap keadilan yang menyeluruh. Secara umum,
harga yang adil ini adalah harga yang tidak menimbulkan eksploitasi atau
36
penindasan (kedzaliman) sehingga merugikan salah satu pihak dan
menguntungkan pihak yang lain. Harga harus mencerminkan manfaat bagi
pembeli dan penjualnya secara adil, yaitu penjual memperoleh keuntungan
yang normal dan pembeli memperoleh manfaat yang setara dengan harga
yang dibayarkannya. Perbedaan harga yang sangat signifikan antara
pengepul dan petani merugikan petani jika dilihat dari selisih harga. Dengan
demikian agar penetapan harga berlangsung secara adil maka diperlukan
peran pemerintah dalam pelaksanaanya agar perekonomian dapat
berkembang secara menyeluruh sehingga tidak hanya menguntugkan salah
satu pihak.
Konsep Harga yang
Adil dalam Islam
’iwad al-mitsl
Tsaman al-mitsl
Penetapan Harga
Petani
Pengepul
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
BAB 3
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode deskriptif adalah
cara kerja penelitian
yang dimaksudkan
untuk
menggambarkan,
melukiskan, atau memaparkan keadaan suatu objek (realitas atau fenomena)
secara apa adanya, sesuai dengan kondisi dan situasi pada saat penelitian itu
dilakukan.45
Penelitian
kualitatif
adalah
metode
penelitian
yang
berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada
kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana
peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data
dilakukan
secara
triangulasi
(gabungan),
analisis
data
bersifat
induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna
dari pada generalisasi.46
B. Sumber Data
Data dalam penelitian ini adalah semua data dan informasi yang
diperoleh dari petani Desa Kertasari Kabupaten Tasikmalaya yang dianggap
paling mengetahui secara rinci dan jelas mengenai fokus penelitian yang
diteliti tentang penetapan harga jual hasil tani dengan pengepul. Selain itu
45
46
Ibrahim, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2015), hlm. 59
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2017), hlm. 9
37
38
diperoleh dari hasil dokumentasi yang menunjang terhadap data yang
berbentuk kata-kata tertulis maupun tindakan.
Dalam penelitian ini, peneliti akan mengekspresikan jenis data
kualitatif yang berkaitan dengan fokus penelitian yang sedang diamati
sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan data
sekunder, sumber data adalah para informan yang memberikan informasi
yang dibutuhkan peneliti.
1. Data Primer
Kata-kata dan tindakan dari orang yang diwawancarai atau yang diamati
merupakan sumber data utama dalam penelitian ini. Jenis penelitian ini
diambil dari data tertulis, rekaman, atau pengembilan foto. Pencatatan
sumber data ini melalui wawancara dan pengamatan serta hasil gabungan
dari melihat, mendengarkan dan bertanya jawaban dari pertanyaan yang
dilontarkan pada objek penelitian dicatat sebagai data utama ditambah
dengan hasil pengamatan dari tindakan subjek penelitian di Desa Kertasari
Kabupaten Tasikmalaya.
Diantara data primer yang dicari adalah penetapan harga jual hasil tani
masyarakat Desa Kertasari dengan pengepul.
39
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data tambahan, yaitu segala bentuk
dokumen, baik dalam bentuk tertulis maupun foto atau sumber kedua
setelah data primer.47
Pada penelitian ini, data sekunder merupakan data yang berguna
untuk memperkuat dan melengkapi informasi tentang bagaimana cara
penetapan harga jual hasil tani antara pengepul dan petani, yaitu dokumen
tertulis maupun foto yang didapat dari lapangan.
C. Teknik Pengumpulan Data
Mengumpulkan data adalah suatu pekerjaan penting dan sangat
menentukan dalam suatu penelitian. Sebuah penelitian dapat dikatakan
berhasil apabila data dapat dikumpulkan dan juga sebaliknya. Pentingnya
pengumpulan data dalam suatu penelitian mengharuskan seorang peneliti
untuk mampu merencanakan dengan baik penelitian yang akan
dilakukannya.48
Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Observasi
Secara terminologi, observasi berasal dari istilah bahasa inggris
yaitu observation yang bermakna pengamatan, pandangan, pengawasan
47
48
Ibrahim, Metodologi Penelitian.., hlm. 70
Ibid., hlm. 79
40
atau dalam kata keterangan sebagai observe berarti mengamati, melihat,
meninjau, menjalankan, mematuhi, memperhatikan, menghormati.49
Ada beberapa objek observasai yaitu:50
a. Observasi partisipatif
Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari
orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber
data penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut
melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut
merasakan suka dukanya. Dengan obsevasi pasrtisipan ini, maka
data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai
mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang
nampak.
b. Observasi Terus-terang atau Tersamar
Dalam hal ini, peneliti dalam melakukan pengumpulan data
menyatakan terus terang kepada sumber data, bahwa ia sedang
melakukan penelitian. Jadi mereka yang diteliti mengetahui
sejak awal sampai akhir aktivitas peneliti
c. Observasi Tak Berstruktur
Merupakan observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis
tentang apa yang akan di observasi. Hal ini dilakukan karena
peneliti tidak tahu secara pasti tentang apa yang akan diamati.
49
50
Ibid., hlm. 80
Sugiono, Metode Penelitian..., hlm. 226
41
Dalam melakukan pengamatan peneliti tidak menggunkan
instrumen yang telah baku, tetapi berupa rambu-rambu
pengamatan.
Observasi yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan observasi terus terang atau tersamar, dalam hal ini, peneliti
dalam melakukan pengumpulan data menyatakan terus terang kepada
sumber data, bahwa ia sedang melakukan penelitian. Jadi mereka yang
diteliti mengetahui sejak awal sampai akhir aktivitas peneliti
2. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, yang
melibatkan dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan
terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.51
Beberapa macam wawancara, yaitu wawancara terstruktur, semiterstruktur, dan tidak tersruktur.52
Wawancara yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah peneliti
menggunakan jenis wawancara semi terstruktur, yaitu peneliti menyiapkan
beberapa pertanyaan kunci untuk memandu jalannya proses tanya jawab
wawancara. Pertanyaan yang disiapkan juga memiliki kemungkinan untuk
dikembangkan dalam proses wawancara dilakukan.
51
52
Ibrahim, Metodologi Penelitian..., hlm. 88
Ibid., hlm. 89
42
Dalam penelitian kualitatif, wawancara bentuk semi terstruktur
dipilih dan digunakan dengan tujuan agar peneliti dapat menggali
permasalahan secara terbuka. Wawancara semi terstruktur ini masih
termasuk kategori in-depth interview dimana dalam pelaksanaanya lebih
bebas dan terbuka dibandingkan wawancara terstruktur.53
3. Dokumentasi
Dokumentasi memiliki dua makna, pertama, dokumen yang
dimaksudkan sebagai alat bukti tentang sesuatu, termasuk catatan-catatan,
foto, rekaman video atau apapun yang dihasilkan oleh peneliti. Kedua,
dokumen yang berkenaan dengan peristiwa atau momen atau kegiatan yang
telah lalu, yang mungkin dihasilkan sebuah informasi, fakta dan data yang
diinginkan dalam penelitian.54
Teknik dokumentasi dalam penelitian ini adalah pengumpulan data
baik catatan, foto, maupun rekaman video yang didapat dari lapangan yang
erat hubungannya dengan objek yang diteliti yaitu tentang bagaimana proses
penetapan harga jual hasil tani antara pengepul dan petani di Desa Kertasari.
D. Validitas dan Kredibilitas
Validitas merupakan derajat ketetapan antara data yang terjadi pada
objek penelitian.55 Terdapat dua macam validitas penelitian, yaitu penelitian
internal dan validitas eksternal.56
53
Ibid., hlm. 93
Ibid., hlm. 93
55
Sugiono, Metode Penelitian..., hlm. 267
56
Ibid., hlm. 267
54
43
a. Validitas internal berkenaan dengan derajat akurasi desain penelitian
dengan hasil yang dicapai.
b. Validitas eksternal berkenaan dengan derajat akurasi apakah hasil
penelitian dapat digeneralisasikan atau diterapkan pada populasi dimana
sampel tersebut diambil.
Macam-macam cara pengujian kredibilitas data yaitu:57
a. Perpanjangan pengamatan
Dengan perpanjangan pengamatan berarti peneliti kembali ke
lapangan, melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data
yang pernah ditemui maupun yang baru.
b. Maningkatkan ketekunan
Berati
melakukan
pengamatan
secara
lebih
cermat
dan
berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian data dan
urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis.
c. Triangulsi
Diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan
berbagai cara, dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat
triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan waktu.
d. Analisis kasus negatif
Merupakan kasus yang tidak sesuai atau berbeda hasil penelitian
hingga pada saat tertentu. Melakukan analisis kasus data negatif berarti
57
Ibid., hlm. 270
44
peneliti mencari data yang berbeda atau bahkan bertentangan dengan
data yang telah ditemukan.
e. Menggunakan Bahan Referensi
Yang dimaksud dengan menggunakan bahan referensi disini adalah
adanya pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan
peneliti
f. Mengadakan Membercheck
Membercheck adalah proses pengecekan data yang diperoleh
peneliti kepada pemberi data. Tujuan membercheck adalah untuk
mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang
diberikan oleh pemberi data.
Dalam pemaparan diatas, uji kredibilitas yang dipakai dalam
penelitian ini yaitu menggunakan triangulasi dan kecukupan data.
E. Teknik Analisi Data
Setelah data dari lapangan terkumpul dengan menggunakan metode
pengumpulan data diatas, maka peneliti mengolah dan menganalisis data
tersebut. Adapun langkah-langkah dalam menganalisis data dalah sebagai
berikut:58
1. Data Reduction (Reduksi Data)
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.
Dengan demikian data yang telah tereduksi akan memberikan gambaran
58
Ibid., hlm. 247
45
yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan
pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.
Reduksi data dpat dibantu dengan peralatan elektronik seperti komputer
mini, dengan memberikan kode pada spek-aspek tertentu.
2. Data Display (penyajian data)
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplay
data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam
bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan
sejenisnya.
Penyajian data dilakukan setelah data dari lapangan yang didapat
dan dipilih sesuai apa yang menjadi fokus penelitian, data disajikan
dengan terlebih dahulu menyajikan teori-teori hukum jual beli tentang
penetapan harga-teori hukum jual beli tentang penetapan harga dalam
berbagai referensi, setelah itu disajikan data yang didapat dari lapangan
yaitu Desa Kertasari. Hal ini dilakukan agar mengetahui celah kesalahan
kondisi lapangan yang tidak sesuai dengan teori dalam cara penetapan
harga jual beli hasil tani.
3. Conclusion Drawing/Verification
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan
kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih
bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti
yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulandata berikutnya.
46
Dengan demikian kesimpulan mungkin dapat menjawab rumusan
masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena
masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat
sementara dan akan berkembang setelah penelitian berada di lapangan.
F. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu Penelitian
Adapun waktu penelitian dilaksanakan selama lima bulan terhitung
dari bulan Maret 2018 sampai bulan juli 2018. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat di tabel berikut:
Waktu penelitian
periode
No
Kegiatan
2018 2018 2018 2018 2018 2018 2018 2018
Mar
1.
Penyusunan usulan penelitian
2.
Usulan Penelitian
3.
Seminar Usulan Penelitian
Pelaksanaan:
4.
a. Pengumpulan Data
b. Pengolahan Data
c. Penganalisisan Data
Pelaporan:
5.
a. Penyusunan Laporan
b. Laporan Hasil Penelitian
6.
Sidang skripsi
Apr
Mei
Jun
Jul
Aug
Sep
Okt
47
2. Tempat Penelitian
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penyusunan skripsi
ini, peneliti melakukan penelitian di Desa Kertasari Kecamatan
Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya.
48
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Desa
1. Profil Desa
Desa Kertasari adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan
Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat, Indonesia.
Berjarak sekitar sembilan kilo meter dari ibu kota kecamatan Cipatujah,
dan sembilan puluh dua kilo meter ke arah ibu kota Kabupaten
Tasikmalaya. Desa Kertasari merupakan pemekaran dari Desa
Sindangkerta, mulai mekar dari desa Sindangkerta pada 26 Mei 1983.
2. Visi dan Misi
a. Visi
Sehat Sejahtera dan Mandiri
b. Misi
1. Mewujudkan kualitas managemen
pemerintah desa yang
semakin baik dan transfaran.
2. Mewujudkan kualitas Sumber Daya Manusia, Masyarakat yang
baik dan berakhlak mulia dijiwai keimanan dan ketaqwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
3. Mewujudkan perekonomian desa yang tangguh yang bertumpuh
pada potensi sumber daya desa secara berkelanjutan.
4. Mewujudkan tata kelola lingkungan yang semakin baik.
5. Mewujudkan kualitas sarana pendidikan dan kesehatan.
49
3. Struktur Organisasi Desa Kertasari:
Kepala Desa
Sekretaris Desa
Kepala TU
Kepala
Pemerintahan
Kepala Seksi
Kesejahtraan
Kepala Seksi
pelayanan
Kepala
Keuangan
Kepala
perencanaan
Kepala Dusun
Lewipicung
Kepala Dusun
Sirnagalih
Kepala Dusun
Rancabogo
Gambar 4.1
Struktur Organisasi Desa Kertasari
Susunan Pengurus Desa Kertasari:
Kepala Desa
: Taryana
Sekertaris Desa
: Yopik Solihat
Kepala Pemerintahan
: Dede Hendra
Kepala Kesejahtraan
: Rohman
Kepala Dusun
Cicalengka
50
Kepala Pelayanan
: Nuryanti
Kepala TU dan Umum
: Didi Supriadi
Kepala Keuangan
: Ai Siti Azizah
Kepala Urusan Perencanaan
: Suhendar
Kepala Dusun Leuwipicung
: Ruswandi
Kepala Dusun Sirnagalih
: Rohman
Kepala Dusun Ranca bogo
: Didin
Kepala Dusun Cicalengka
: Muhtari
4. Data Geografis dan Geologi
a. Batas Wilayah Desa
Tabel 4.1
Batas Wilayah Desa Kertasari
No
Batas Wilayah
Desa
1
Utara
Desa Bantarkalong
2
Selatan
Desa Sindangkerta
3
Timur
Desa Cikawungading
4
Barat
Desa Padawaras
51
b. Luas Wilayah
Tabel 4.2
Luas Wilayah Desa Kertasari
Luas
Jumlah
Luas Pemukiman
113,5 Ha
Luas Persawahan
635 Ha
Luas Perkebunan
696 Ha
Luas Pemakaman
9 Ha
Luas Pekarangan
18 Ha
Luas Perkantoran
2 Ha
Luas Prasarana Umum dan lainnya
3 Ha
c. Ketinggian
Ketinggian Desa Kertasari yaitu 157 meter diatas permukaan air
laut.
d. Curah Hujan
Curah hujan yang turun yaitu 0,27 – 0,35 mm/tahun.
e. Tata Pemerintahan
Tabel 4.3
Tata Pemerintahan Desa Kertasari
No. Nama Dusun
Jumlah Rukun Tetangga
1.
Leuwipicung
9 RT
2.
Cicalengka
5 RT
3.
Sirnagalih
5 RT
4.
Rancabogo
6 RT
Jumlah
25 RT
52
f. Sarana Desa Kertasari
Tabel 4.4
Sarana Desa Kertasari
No.
Sarana
Jumlah
1.
Mesjid Jami/ DKM
8
2.
Musola
28
3.
Linggar
11
4.
Madrasah
8
5.
Sekolah Dasar SD/MI
3
6.
SMP SATAP
6
7.
Puskesmas
1
8.
Posyandu
4
9.
Poskesdes
1
10.
Lapangan sepak bola
3
11.
Lapangan voli
4
12.
GOR
1
Jumlah
78
5. Jumlah Penduduk
a. Jumlah Penduduk Secara Umum
Tabel 4.5
Jumlah penduduk Desa Kertasari Secara Umum
No.
Kependudukan
Jumlah
keterangan
1.
Jumlah Penduduk
4.272
Orang
2.
Jumlah Kepala Keluarga
1.589
Orang
53
b. Jumlah Penduduk Menurut Kewarganegaraan
Tabel 4.6
Jumlah Penduduk Menurut Kewarganegaraan
No.
Kewarganegaraan
Jumlah
keterangan
1.
WNI Laki-laki
2.167
Orang
2.
WNI Perempuan
2.105
Orang
c. Jumlah Penduduk Menurut Pekerjaan
Tabel 4.7
Jumlah Penduduk Menurut Pekerjaan
No.
Jenis Pekerjaan
Laki-laki Perempuan
Jumlah
1.
Petani
1204
168
1.372
2.
Buruh Tani
296
81
377
3.
Pedagang
30
-
30
4.
Peternak
278
-
278
5.
Nelayan
7
-
7
6.
PNS
18
11
29
7.
TNI
2
-
2
8.
POLRI
1
-
1
10.
Anak-anak, pelajar dll
1.106
1.070
2.176
54
B. ANALISIS PENETAPAN HARGA DALAM ISLAM PADA JUAL BELI
HASIL TANI DI DESA KERTASARI KABUPATEN TASIKMALAYA
Manusia membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah
dengan cara bermu’amalah, dan salah satu bentuk mu’amalah adalah
dengan cara jual beli. Islam memandang jual beli sebagai sarana tolong
menolong antar sesama manusia. Orang yang melakukan jual beli tidak
dilihat hanya untuk mencari keuntungan semata, akan tetapi juga dipandang
sebagai orang yang sedang membantu saudaranya. Jual beli adalah akad
mu’awadah, yakni akad yang dilakukan oleh dua pihak, dimana pihak
pertama menyerahkan barang dan pihak kedua menyerahkan imbalan, baik
berupa uang maupun barang. Islam mengatur rukun dan syarat jual beli
sehingga jual beli tersebut menjadi syah dan tidak bertentangan dengan
hukum Islam.
1. Rukun dan syarat jual beli
Seperti yang sudah penulis paparkan sebelumnya bahwa rukun dan
syarat jual beli yaitu: penjual, pembeli, ijab dan qabul, dan objek akad.
a. Penjual
Penjual merupakan orang yang menjual barang atau jasa nya.
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Desa Kertasari
menemukan bahwa yang menjadi penjual hasil tani di Desa
Kertasari adalah adalah petani. Dengan ini telah terpenuhinya rukun
dan syarat jual beli yang pertama.
55
b. Pembeli
Pembeli merupakan seseorang atau suatu perusahaan yang
membeli atau menggunakan barang atau jasa tertentu. Berdasarkan
hasil penelitian yang penulis lakukan di Desa Kertasari Kabupaten
Tasikmalaya bahwa yang menjadi pembeli dalam jual beli hasil tani
adalah pengepul, dengan ini berarti telah terpenuhinya rukun dan
syarat jual beli yang kedua yaitu pembeli.
c. Shigat (ijab dan qabul)
Pengertian ijab menurut hanafiah adalah menetapkan
perbuatan yang khusu yang menunjukan kerelaan, yang timbul
pertama dari salah satu pihak yang melakukan akad. Dari definisi
tersebut bahwa ijab adalah pernyataan yang disampaikan pertama
oleh satu pihak yang menunjukan kerelaan, baik dinyatakan oleh si
penjual, maupun si pembeli. Adapun pengertian qabul adalah
pernyataan yang disebutkan kedua dari pembicaraan dari salah satu
pihak yang melakukan akad.
Dari definisi ijab dan qabul dapat dikemukakan bahwa
penetapan mana ijab dan qabul tergantung kepada siapa yang lebih
dahulu menyatakan. Berdasarkan hasil penelitan yang di temukan
penulis di Desa Kertasari Kabupaten Tasikmalaya bahwa yang
melakukan ijab adalah petani dikarenakan petani yang lebih dulu
menyampaikan pernyataan. Dan yang melakukan qabul adalah
pengepul, dikarenakan pengepul yang menyatakan pernyataan
56
setelah petani melakukan pernyataan. Dengan ini berarti telah
terpenuhinya rukun dan syarta jual beli yang ke tiga yaitu shigat
atau ijab dan qabul.
d. Ma’qud ‘alaih (objek akad)
Yang dimaksud objek akad adalah suatu hal yang karenanya
akad dibuat dan berlaku akibat-akibat hukum akad. Objek akad
dapat berupa benda, jasa atau pekerjaan, atau suatu yang lain yang
bertentangan dengan Syariah. Berdasarkan hasil penelitian yang
ditemukan penulis di Desa Kertasari Kabupaten Tasikmalaya
bahwa yang menjadi objek akad (ma’qud ‘alaih) adalah buah hasil
pertanian diantaranya berupa singkong dan pisang. Dengan ini
berarti telah terpenuhinya semua rukun dan syarat jual beli.
2. Macam – macam Jual Beli
Seperti yang telah penulis paparkan sebelumnya bahwa
macam-macam jual beli dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Dilihat dari segi objek yang diperjual belikan, jual beli dibagi
kepada tiga macam, yaitu: jual beli muthlaqah, jual beli sharf,
jual beli muqayyadah.
Pada dasarnya yang penulis temukan di Desa Kertasari
Kabupaten Tasikmalaya yaitu jual beli dengan cara muthlaqah,
yaitu pertukaran antara barang dengan uang. Dimana petani
menyerahkan barang hasil tani dan pengepul yang memberikan
uang sebgai nilai tukar barang ke petani.
57
b. Dilihat dari segi sifatnya, jual beli terbagi kepada dua bagian,
yaitu jual beli shahih dan ghair shahih. Berdasarkan hasil
penelitian yang penulis lakukan di Desa Kertasari Kabupaten
Tasikmalaya ditemukan bahwa jual beli yang dilakukan antara
petani dan pengepul bila dilihat dari segi sifatnya termasuk jual
beli shahih. Seperti yang telah penulis paparkan sebelumnya
bahwa jual beli shahih adalah jual beli yang tidak terjadi
kerusakan baik pada rukunnya maupun syaratnya.
C. PENETAPAN HARGA JUAL BELI HASIL TANI ANTARA PETANI
DAN PENGEPUL DI DESA KERTASARI
1. Mekanisme Jual Beli Hasil Tani di Desa Kertasari
PASAR
PENGEPUL
PETANI
KECIL
PENGEPUL
BESAR
Gambar 4.2
Mekanisme Jual Beli Hasil Tani di Desa Kertasari
Berdasarkan hasil penelitian di Desa kertasari penulis menemukan
bahwa mekanisme jual beli hasil adalah sebagai berikut:
a. Petani menjual hasil tani ke pengepul kecil. Pengepul kemudian
datang ke kebun milik petani untuk membeli hasil tani tersebut.
58
Sudah menjadi kebiasaan bahwa yang menentukan harga komoditas
barang hasil pertanian adalah pengepul.
b. Setelah pengepul membeli barang hasil pertanian milik petani,
kemudian pengepul membawa barang hasil pertanian tersebut untuk
dijual ke pasar Simpang yang Berada di Desa Bantarkalong dan
pasar Rancabakung yang berada di Desa Karangmekar. Karena
sedikitnya pedagang yang menjual hasil pertanian di pasar Simpang
dan di pasar Rancabakung maka tidak semua barang hasil pertanian
tersebut di jual ke pasar tersebut. Biasanya pengepul menjual
kembali barang hasil tani ke pengepul yang lebih besar.
Berdasarkan hasil penelitian di Desa Kertasari penulis
menemukan adanya penetapan harga sepihak yang dilakukan oleh
pengepul terhadap barang hasil tani milik petani. Pengepul
mengemukakan alasan mengapa ia melakukan hal itu dikarenakan
jika tidak seperti itu ia tidak akan mendapatkan keuntungan.
59
2. Perbandingan Harga Jual Hasil Tani di Desa Kertasari dengan Desa Lain
Tabel 4.8
Perbandingan Penetapan Harga Hasil Tani
1.
Pisang
Penetapan harga Selisih
dari pengepul ke harga
petani di Desa
(Rp)
Kertasari
(Rp)
1.500 - 2.500/kg 1000 /kg
1.500,-
2.
Singkong
900 - 1.000/kg
300/kg
3.
Kelapa
1.000/kg
1.000 /kg
-
4.
Gabah
6.000/kg
6.000/kg
-
No.
Jenis
Komoditas
Harga jual dari
petani di Desa
lain
(Rp)
700,-
Dari tabel perbandingan harga diatas maka ada beberapa
jenis komoditas barang hasil tani yang harganya berbeda. Yang
pertama adalah pisang, harga jual pisang di Desa lain yaitu berkisar
antara 1.500 rupiah sampai 2.500 rupiah per kg. Sedangkan haga
yang di tetapkan pengepul kepada petani di Desa kertasari adalah
1000 rupiah per kg.
Yang kedua adalah singkong, harga jual singkong di Desa
lain yaitu berkisar antara 900 sampai 1000 rupiah per kg, sedangkan
harga jual yang di tetapkan pengepul ke petani yaitu 300 rupiah per
kg.
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa
jenis komoditas yang penetapan harganya dibawah harga normal
yang biasanya di tawarkan oleh para petani.
60
3. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kesepakatan Harga Antara
Pengepul dan Petani di Desa Kertasari Kabupaten Tasikmalaya.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis menemukan
adanya faktor-faktor yang mempengaruhi kesepakatan harga antara
pengepul dan petani di Desa Kertasari yaitu:
a. Jarak Pasar
Jarak antara Desa Kertasari dengan pasar Rancabakung yaitu
37 km, jarak yang cukup jauh membuat petani lebih memilih
menjual barang hasil tani nya ke pengepul
b. Barang tidak dapat bertahan lama
Jenis barang yang dijual oleh petani merupakan barang basah
atau tidak dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama. Hal ini
yang membuat petani harus segera menjual barangnya ke pengepul
dari pada barang tersebut busuk.
4. Harga yang Adil dalam Islam
Seperti yang telah penulis paparkan sebelumnya Ibn Taimiyah
sering menggunakan duan terminologi dalam pembahasan harga, yaitu
‘iwad al-mitsl ( equivalen / konpensasi harga yang setara ) dan thaman
al-mitsl ( equivalen price / harga yang setara ).
Berdasarkan hasil penelitian di Desa Kertasari Kabupaten
Tasikmalaya ditemukan bahwa jual beli yang dilakukan termasuk ke
dalam tsaman al-mitsl (harga yang setara). Yaitu pada konsep ini baik
61
petani sebagai penjual dan pengepul sebagai pembeli sama-sama
merasakan keadilan.
62
BAB V
PENUTUP
A. SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis di Desa
Kertasari
Kabupaten
Tasikmalaya,
maka
penulis
mengemukakan
kesimpulan sebagai berikut:
Jual beli hasil tani di Desa Kertasari Kabupaten Tasikmalaya sudah
menerapkan rukun dan syarat jual beli dalam aktifitas jual belinya. Hal ini
didasari karena sudah terpenuhinya syarat dan rukun jual beli. Penetapan
harga antara petani dan pengepul termasuk dalam penetapan harga tsaman
al-mitsl dimana petani sebagai penjual dan pengepul sebagai pembeli samasama merasakan keadilan dalam transaksi jual beli yang dilakukan tersebut.
B. SARAN
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan yang
telah penulis jelaskan sebelumnya, maka penulis menyampaikan saransaran yang bertujuan untuk memberikan manfaat bagi pihak-pihak lain atas
hasil penelitian ini. Maka saran yang dapat diberikan sebagai berikut:
1. Bagi petani diharapkan mampu mengembangkan hasil pertanian lebih
baik lagi.
2. Petani mampu mengolah hasil tani untuk dijadikan berbagai produk agar
nilai barang tersebut menjadi lebih tinggi.
3. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
referensi.
63
4. Bagi para akademisi diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi
pengembangan ilmu pengetahuan mengenai analisis penetapan harga
dalam Islam pada jual beli hasil tani.
Download