Uploaded by roni.ryuk

Modul Ijtihad: Berfikir Kreatif dalam Hukum Islam

advertisement
MODUL 6
IJTIHAD
Berfikir Kreatif dalam Menentukan Hukum yang belum dijelaskan
oleh Al-Qur’an dan Hadits secara Eksplisit
Tujuan Instruksional Umum:
Mahasiswa memahami Ijtihad sebagai suatu motode penetapan hukum, sebagai
sumber hukum Islam ketiga setelah Al-Qur’an dan hadits. Kemudian mereka pun
termotivasi untuk berfikir kreatif menjauhkan diri dari sikap taqlied.
Tujuan Instruksional Khusus :
Mahasiswa dapat :
 Menjelaskan pengertian dan fungsi Ijtihad
 Mengaplikasikan penggunaan metode Qiyas, istihsan mashalihul mursalah,
dan ijmak dalam proses penetapan hukum.
 Menjelaskan sebab-sebab terjadinya perbedaan pendapat di kalangan para
ulama, terjadinya madzhab dan bagaimana bersikap terhadap madzhab.
Pokok-pokok Materi :
Prolog :
Setelah nabi Muhammad SAW wafat, persoalan syar’I terus bermunculan, baik
dalam kaitannya dengan ibadah mahdloh maupun ibadah ghair mahdloh, di
dalam semua lapangan kehidupan, baik ekonomi, politik, kesehatan, rumah
tangga, dll. Akan tetapi AL-Qur’an ataupun hadits belum menjelaskan secara
eksplisit hukum masalah tersebut, padahal tetap memerlukan solusi, agar
segenap perilaku manusia tidak keluar dari syari’at Islam. Oleh karena itu
diperlukan pemecahan masalah melalui cara yang lain, yakni dengan
mengerahkan segenap kemampuan intelektual untuk menetapkan hukum
sesuatu itu dengan melihat dalil-dalil yang memiliki hubungan tak langsung
(implisit) dengan persoalan yang dibahas. Dalil-dalil tersebut dikumpulkan
kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik pendekatan tertentu, kemudian
disimpulkan sehingga sampai kepada penetapan hukum yang dicari. Cara
demikian disebut Ijtihad.
Ijtihad ini bisa melalui teknik pendekatan istihsan, qiyas, mashalaihul
mursalah maupun ijmak. Metode pendekatan ini dirumuskan oleh para imam
Mujtahidin yang sampai saat ini diakui akurasinya.
Walaupun menggunakan teknik pendekatan yang sama belum tentu dijamin
akan menghasilkan kesimpulan yang sama. Hal ini karena banyak faktor
penyebabnya, antara lain karena perbedaan kemampuan intelektual dan
latarbelakang pengalamannya. Juga karena perbedaan jumlah hadits yang
dijadikan reference, maklum ketika itu hadits belum ditulis secata lengkap.
walaupun hasil ijtihad para imam mujtahid dalam suatu persoalan yang sama
sering berbeda, namun semua imam mujtahid memiliki ketawadluan intelektual,
mereka semua berpesan, agar apabila ia keliru, hendaklah pendapatnya itu
62
dibuang jauh-jauh. Lebih tegas lagi, mereka semua sepakat mengharamkan
umat Islam bersikap taqlid kepadanya. Namun sayangnya, umat Islam banyak
sekali yang taqkid buta sehingga fanatik madzhab.
Hakikat Ijtihad
Ijtihad adalah mengerahkan segenap kemampuan fikiran (intellegence
quotien) untuk menetapkan hukum sesuatu yang belum dijelaskan secara ekplisit
di dalam AL-Qur’an maupun hadits, melalui analisis terhadap sjumlah
dalil
(implisit) yang ada.
Objek kajian Ijtihad
Ialah segala hukum sesuatu (baik menyangkut ibadah Mahdloh maupun
ghair Mahdloh) yang belum
dijelaskan secara ekplisit di dalam Al-Qur’an
maupun hadits. Jadi ijtihad Ijtihad hanya berlaku di dalam hal-hal yang belum
jelas. Tidak ada tempat untuk berijtihad dalam persoalan hukum yang telah
dijelaskan secara eklplisit oleh Al-Qur’an dan hadits. “La masagha lil ijtihadi fi
mauridin nash”, seperti tentang keharaman babi, berjudi, berzina, dll.
Teknik Pendekatan Ijtihad
Ijtihad bisa menggunakan berbagai macam teknik analisis, yakni dengan
pendekatan Qiyas, Istihsan, Mashalihul mursalah, dan Ijmak. Penjelasannya sbb
:
1.
Qiyas (analogi) adalah menentukan hukum sesuatu yang belum jelas
dengan cara membandingkan hukum sesuatu yang telah ada dengan hukum
yang akan dicari dengan melihat ciri-ciri persamaamnya (‘illat). Contoh :
bagaimana hukumnya apabila seorang anak mengatakan “ gila luh” kepada
orangtuanya. Apakah ia berdosa ? Perbuatan yang diharamkan dilakukan
seorang anak kepada orangtua yang secara ekplisit disebutkan di dalam AlQur’an surat 17 ayat 23 adalah mengatakan “ah” (wala taqul lahuma uff = “
Dan janganlah kami mengatakan ah kepada kedua orangtuamu !” ).
2. Istihasan (stihsan = minta yang tertbaik) ialah menetapkan hukum sesuatu
yang belum jelas dengan cara memilih satu diantara alternatif yang ada
dengan pertimbangan mana yang pal;ing ringan buruknya.
63
3. Mashalihul mursalah : ialah menetapkan hukum sesuatu yang belum jelas,
dengan dasar penetapannya adalah dampak baik dan buruk bagi orang
banyak, akibat perbuatannya itu. Misalnya : Larangan mendirikan bangunan /
rumah di kawasan hutan serapan air. Pihak Pemrintah Daerah bnerhak
melarang pembuatan rumah tersebut, dengan pertimbangan bahwa, kalau
wilayah itu dijadikan lahan pembangunan, maka akan mengakibatkan
kekeringan ke wilayah kota yang datar.
Ijmak, yaitu menetapkan hukum yang belum jelas melalui kesepakatan
pemikiran para ulama. Misalnya,
didominasi oleh Amerika Serikat,
dengan melihat eksistensi PBB yang
apakah negara kita masih perlu menjadi
anggota PBB atau lebih baik keluar ?
Keputusannya segenap ulama ini
dinamakan ijmak. Jadi Ijmak merupakan ijtihad kolektif.
Ada dua macam ijmak, yakni keputusannya dihasilkan melalui adu pendapat
dan penjelasan-penjelasan (bayan) para ulama dalam suatu forum musyawarah
terbuka. Inilah yang disebut dengan Ijmak Bayany . Bisa jadi kesepakatan ini
hanya bersikap no coment terhadap lontaran
ide, gagasan, hukum yang
diketengahkamn oleh seorang ulama. Dalam hal ini para ulama tidak menerima
dan tidak menolak dengan
jelas melainkan hanya diam (sukut). Disebutlkan
Ijmak Sukuti.
Menyikapi Perbedaan Hasil Ijtihad
Hasil ijtihad para ulama besar dalam suatu persoalan tidaka selalu
menghasilkan kesimpulan yang seragam, kadang terjadi perbedaan pendapat di
antara mereka. Dalam dunia ilmu kejadian seperti ini sangat lumrah.
Terjadinya perbedaan pendapat di kalangan ulama mujtahid adalah
karena banyak faktor antara lain karena tingkat kecerdasan yang berbeda,
pengalaman dan pengaruh lingkungan yang berbeda, juga karena jumlah hadits
yang dijadikan reference sangat berbeda.
Untungnya, para ulama mujtahid memiliki ketawadluan intelektual. Semua
imam mujtahid berpesan, apabila pendapatnya di kelak kemudian hari ternyata
bertentangan dengan hadits shaih, maka buanglah jauh-jauh ke luar pagar.
64
Sehubungan dengan itu, umat Islam tidak boleh taqlid buta kepada ulama
dengan mengambil seluruh hasil ijtihadnya secara
Seputar Fanatik Madzhab
Pada tataran realita di lapangan, tidak sedikit para tokoh ulama yang
justeru mewajibakan taqlid madzhab. Apabila seorang muslim tidak bermadzhab
(non sektarian) dinilaI tidak benar. Padahal tidak ada satu ayat Al-Qur’an
maupun hadits pun yang mewajibkan bermadzhab.
Sikap yang paling baik adalah mengambil dan menggunakan metode
ijtihadnya, bukan mengambil hasilnya. Dengan demikian, kikta akan sanggup
berfikir ijtihadi dalam menetapkan hukum, terutama untuk dipakai pribadi.
65
Download