ILMU MUNASABAH, FAWATIH DAN KHAWATIM MAKALAH Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ulumul Qur’an Yang Diampu Oleh Ainul Yaqin, M.A Disusun Oleh: Mohammad Arif Rohman Abd. Wahab Eva Wulandari FAKULTAS TARBIYAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM IAIN MADURA 2021 KATA PENGANTAR syukur Alhamdulillah atas ke hadirat Allah SWT. atas rahmat dan hiyadat yang telah Ia berikan sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Makalah ini dibuat dalam rangka melengkapi tugas mata kuliah ULUMUL QUR’AN sebagai bahan diskusi mengenai Ilmu Munasabah, Fawatih dan Khawatim. Selain itu pengetahuan tentang manusia dan tanggung jawab amatlah penting untuk kita ketahui agar kita dapat menjadi manusia yang bertanggung jawab. Kami sadar jika makalah yang kami susun ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu kami mohon dengan sangat hormat kepada bapak Ainul Yaqin, M.A untuk bersedia mengoreksi makalah yang kami susun ini. Atas perhatiannya kami haturkan ungkapan terima kasih. Pamekasan, 7 Oktober 2021 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR………………………………………………………………..i DAFTAR ISI………………………………………………………………………….ii BAB I………………………………………………………………………………….1 PENDAHULUAN…………………………………………………………………….1 A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penulisan D. Manfaat Penulisan BAB II………………………………………………………………………………… PEMBAHASAN……………………………………………………………………… A. Pengertian Ilmu Munasabah B. Pembahasan Ilmu Munasabah C. Macam-macam Munasabah D. Ilmu Fawatih As Suwar E. Ilmu Khawatim As Suwar BAB III………………………………………………………………………………… PENUTUP…………………………………………………………………………….. A. Kesimpulan……………………………………………………………………. DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………… BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan ilmu munasabah dianggap signifikan oleh para ahli ilmuilmu Al-Qur’an. Beberapa ahli ‘Ulum Al-Qur’an menjuluki ilmu munasabah dengan beberapa julukan, yakni sebagai ilmu yang baik, ilmu yang mulia, dan ilmu yang agung. Semua julukan ini mengisyaratkan betapa ilmu munasabah mendapatkan tempat dan penghargaan yang cukup tinggi dalam lapangan ilmuilmu Al-Qur’an dan sekaligus memiliki fungsi atau peran yang cukup signifkan dalam memahami dan menafsirkan Al-Qur’an. Namun tidak berarti semua ulama setuju untuk menempatkan ilmu ini sebagai syarat mutlak dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an. B. Rumusan Masalah 1. Apa itu Ilmu Munasabah? 2. Apa yang dimaksud dengan fawatih? C. Tujuan Penulisan 1. Memperdalam wawasan keilmuan khususnya dalam mengetahui ilmu Ulumul Qur’an 2. Merumuskan pemikiran dan analisis akademis dalam bentuk karya tulis ilmiah 3. Menerapkan ilmu pengetahuan D. Manfaat Penulisan 1. Sebagai media informasi dalam pendidikan. 2. Sebagai bahan pembelajaran. BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Ilmu Munasabah Kata “Munasabah” secara etimologis menurut As-Suyuti berarti “almusyakalah” (keserupaan) dan “Al-muqarrabah” (kedekatan). Az-Zarkasyi memberi contoh sebagai berikut: fulan yunasib fulan, berarti si A mempunyai hubungan dekat denga si B dan menyerupainya. Dari kata itu, lahir pula kata “an-nasib”, berarti kerabat yang mempunyai hubungan seperti dua orang bersaudara dan putra paman. Adapun menurut pengertian terminologis, beberapa ulama’ mendefinisikan sebagai berikut. Menurut Az-Zarkasyi, munasabah adalah mengaitkan bagian-bagian permulaan ayat dan akhirnya, mengaitkan lafads umum dan lafadz khusus, atau hubungan antar ayat yang terkait dengan sebab akibat, ‘illat dan ma’lul, kemiripan ayat, pertentangan (ta’arudh) dan sebagainya. Lebih lanjut dia mengatakan bahwa kegunaan ilmu ini adalah “menjadikan bagian-bagian kalam saling berkait sehingga penyusunannya menjadi seperti bangunan yang kokoh yang bagian-bagiannya tersusun harmonis” sedangkan menurut Ibnu Al-‘Arabi, munasabah adalah keterkaitan ayat-ayat Al-Qur’an sehingga seolah-olah merupakan satu ungkapan yang mempunyai satu kesatuan makna dan keteraturan redaksi. Munasabah merupakan ilmu yang sangat agung. Jadi kesimpulannya munasabah adalah pengetahuan tentang berbagai hubungan unsur-unsur dalam Al-Qur’an, seperti hubungan antara jumlah pada suatu ayat,-ayat dengan ayat pada suatu surat, surat dengan surat pada sekumpulan surat., surat dengan surat termasuk hubungan antara nama surat dengan isi atau tujuan surat, antara fawatih Al-Suwar dengan isi surat, fasilah (pemisah) dengan isi ayat, dan fawatih Al-Suwar dengan khawatim Al-Suwar. B. Pembahasan Ilmu Munasabah Jika ilmu tentang asbab Al-Nuzul mengaitkan suatu ayat atau sejumlah ayat dengan konteks historisnya, maka ilmu munasabah melampaui kronologis histori dalam bagian-bagian teks untuk mencari sisi kaitan antar ayat dan surat menurut urutan teks, yaitu yang disebut dengan “urutan pembacaan” sebagai lawan dari “urutan turunnya ayat”. Jumhur ulama telah sepakat bahwa urutan ayat dalam suatu surat merupakan urutan-urutan Tauqifiy atau ijtihadi (pengurutannya berdasarkan ijtihad penyusun mushaf). Abu Zaid, wakil dari ulama kontemporer, berpendapat bahwa urutan-urutan surat dalam mushaf sebagai tauqifiy, karena menurutnya, pemahaman seperti itu sesuai dengan konsep wujud teks imanen yang sudah ada di lauh mahfudz. Perbedaan antara urutan “turun” dan urutan “pembacaan” merupakan perbedaan yang terjadi dalam susunan dan penyusunan yang pada gilirannya dapat mengungkapkan “persesuaian” antara ayat dalam satu surat, dan antar surat yang berbeda, sebagai usaha menyingkapkan sisi lain dari I’jaz (kemu’jizatan). Secara sepintas jika diamati urutan teks dalam Al-Qur’an, terdapat kesan bahwa Al-Qur’an memberikan informasi yang tidak sistematis atau melompat-lompat. Satu sisi realitas teks ini menyulitkan pembacaan secara utuh dan memuaskan. Tetapi, sebagaimana telah disinggung oleh Abu Zaid realitas teks itu menunjukkan “stilistika” (retorika bahasa) yang merupakan bagian dari kemukjizatan Al-Qur’an pada aspek kesusastraan dan gaya bahasa, maka dalam konteks pembacaan serta holistic pesan spiritual Al-Qur’an, salah satu instrument teoretiknya adalah dengan “ilmu munasabah”. Tentu untuk melakukan pembacaan holistik terhadap Al-Qur’an tersebut membutuhkan metodologi dan pendekatan yang memadai. Metodologi dan pendekatan yang telah dipakai oleh para musafir klasik menyisakan masalah penafsiran yaitu belum bisa menyuguhkan pemahaman utuh, komprehensif dan holistic. ‘ilmu munasabah sebenarnya memberi langkah strategis untuk melakukan pembacaan dengan cara baru (al-qira’ah al-muashirah) asalkan metode yang digunakan untuk melakukan “perajutan” antar surat dan antar ayat adalah tepat. Untuk itu perlu dipikirkan penggunaan metode dan pendekatan hermeneutika dan antropologi filologis dalam ‘ilm munasabah. Para ulama menjelaskan bahwa pengetahuan tentang munasabah bersifat ijtihadi. Artinya, pengetahuan tentangnya di tetapkan berdasarkan ijtihad karena tidak ditemukan riwayat, baik dari nabi maupun para sahabatnya. Oleh karena itu, tidak ada keharusan mencari munasabah pada setiap ayat. Alasannya, Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur mengikuti berbagai kejadain dan peristiwa yang ada. Oleh karena itu, terkadang seorang musafir menemukan keterkaitan suatu ayat dengan ayat yang lainnya dan terkadang tidak. Ketika tidak menemukan keterkaitan itu, ia tidak diperkenankan untuk memaksakan diri. Untuk meneliti keserasian susunan ayat dan surat (munasabah) dalam Al-Qur’an diperlukan ketelitian dan pemikiran yang mendalam. As-Suyuthi menjelaskan ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan untuk menentukan munasabah ini yaitu: 1. Harus diperhatikan tujuan pembahasan suatu surat yang menjadi objek pencarian. 2. Memperhatikan uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang dibahas dengan surat. 3. Menentukan tingkatan uraian-uraian itu, apakah ada hubungannya atau tidak. 4. Dalam mengambil kesimpulannya, hendaknya memperhatikan ungkapan-ungkapan bahasanya dengan benar dan tidak berlebihan. C. Macam-macam Munasabah Ada beberapa macam pembagian munasabah, diantaranya segisegi munasabah dan pertalian antar ayat dan surat. Dalam Al-Qur’an seperti ditegaskan sebelum ini, pertaliannya tidak semata-mata terletak pada hubungan antar ayat dan antar surat, akan tetapi juga terdapat bagian- demi bagian yang terpendek atau terkecil. Sehubungan dengan itu maka para ahli ilmu-ilmu Al-Qur’an sering membagi-bagikan munasabah kedalam beberapa model. Diantaranya yang cukup terkenal ialah: 1. Munasabah antara jumlah dalam satu ayat. 2. Munasabah antara pemulaan dan akhir ayat (munasabah antara mabda’ dan fashilah). 3. Munasabah antara ayat dalam satu surat. 4. Munasabah antara ayat sejenis dalam berbagai surat. 5. Munasabah antar pembuka dan penutup suatu surat. 6. Munasabah antar akhir surat yang satu dengan awal surat yang lain. 7. Munasabah antar surat. 8. munasabah antar nama surat dengan tujuan/sasaran penurunannya. 9. Munasabah antar nama-nama surat.1 D. Ilmu Fawatih As-Suwar Fawatih merupakan bentuk jamak dari kata fatihah yang artinya pembuka-pembuka. Akan tetapi, suwar bentuk jamak dari kata surah. Dengan demikian, secara bahasa fawatih as-suwar dikenal juga dengan sebutan harfu al-muqatha’ah, yaitu huruf yang dibaca terputus-putus yang dipakai untuk pembuka surah. Surah-surah yang dimulai dengan fawatih as-suwar ini jumlahnya ada 29 surah yang terdiri dari 27 surah makkiyah dan 2 surah madaniyah. Sebagai contoh fawatih as-suwar, yaitu alif-lam-mim yang terdapat pada permulaan surah Al-Baqarah dan Ali ‘Imran. Bentuk-bentuk fawatih as-suwar dalam Al-Qur’an menurut subhi Ash-Shalih sedikitnya terdapat lima bentuk, yaitu sebagai berikut: 1. Terdiri dari 1 huruf hijaiyah, yaitu huruf shad, qaf, dan nun yang terdapat pada permulaan surah shad, qaf, dan Al-Qalam. 2. Terdiri dari 2 huruf yang terdapat pada permulaan 10 surah, yaitu huruf ha-mim pada awal surah aL-Mu’mun, Fushilat, 1 Dr. H. Moch. Tolchah, Aneka Pengkajian Studi Al-Qur’an. LKIS Pelangi Aksara, Yogyakarta, 2016 Asy-Syu’ara’, Az-Zukhruf, Ad-Dukhan, Al-Jatsiyah dan AlAhqaf. Huruf ya-sin yang terdapat pada awal surah yasin, huruf tha-sin yang terdapat pada awal surah An-Naml, dan huruf tha-ha yang terdapat pada awal surah Taha. 3. Terdiri dari 3 huruf yang terdapat pada 13 surah, yaitu huruf alif-lam-mim yang terdapat pada 6 surah, yaitu surah AlBaqarah, Ali ‘Imran, Al-‘Ankabut, Ar-Rum, Luqman, dan As-Sajadah. Rangkaian huruf alif-lam-ra yang terdapat pada awal surah Yunus, Hud, Yusuf, Ibrahim, Al-Hijr dan rangkaian huruf tha-sin-mim yang terdapat pada awal surah Al-Qashash dan Asy-Syu’ara. 4. Terdiri dari 4 huruf, yaitu alif-lam-mim-shad pada awal surah Al-A’raf dan alif-lam-mim-ra pada awal surah Ar-Ra’d 5. Terdiri dari 5 huruf, yaitu qaf-ha-ya-ain-shad yang terdapat pada awal surah Maryam. Para ulama berbeda pendapat dalam memahami fawatih as-suwar. Sebagian ulama, seperti Al-Qurtubi Asy-Sya’bi, dan Asy-Syaukani berpendapat bahwa fawatih as-suwar ini merupakan ayat-ayat yang mutasyabihat, yaitu hanya Allah sendiri yang tahu tafsirnya. Pendapat ini didasarkan pada pendapat para sahabat yang diantaranya khulafaurrasyidin yang bersumber dari Ibnu Mas’ud yang menyatakan bahwa fawatih as-suwar merupakan ilmu yang tersembunyi dan rahasia yang tertutup dan hanya Allah sendiri yang mengetahui maknanya. Sebagian ulama lain, seperti Al-Juwaini dan Al-Khuwaibi menyatakan bahwa fawatih as-suwar merupakan adat tanbih bagi Nabi Muhammad SAW. Hal ini dikarenakan mereka berpendapat bahwa kadangkala Nabi Muhammad dalam keadaan sibuk sehingga tidak focus ketika menerima wahyu sehingga Allah mengingatkan beliau agar fokus. Pendapat ini ditentang oleh Ar-Razi dan Muhammad Rasyid Ridha yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad selalu menanti kedatangan wahyu sehingga tidak mungkin hal itu terjadi. Akan tetapi, mereka berpandangan bahwa adat tanbih bukan ditunjukkan pada Nabi tetapi ditunjukkan kepada kaum musyrikin dan ahli kitab. Hal ini dikarenakan orang-orang kafir satu sama lain menganjurkan untuk tidak mendengarkan Al-Qur’an. Sehingga fawatih as-suwar ini ditujukkan untuk menarik perhatian orang-orang musyrik dan ahli kitab.2 E. Khawatim As-Suwar Khawatim merupakan bentuk jamak dari kata khatimah, yang berarti penutup atau penghabisan. Secara bahasa, khawatim Al-Suwar berarti penutup surah-surah Al-Qur’an. Menurut istilah khawatim AlSuwar adalah ungkapan yang menjadi penutup dari surah-surah AlQur’an yang memberi isyarat berakhirnya pembicaraan sehingga merangsang untuk mengetahui hal-hal yang dibicarakan sesudahnya. Imam As-Suyuthi dalam membahas khawatim al-suwar tidak begitu rinci sebagaimana menerangkan fawatihus suwar. Ia menerangkan beberapa bentuk term sebagai penutup dari surat-surat tersebut. Di situ diterangkan bahwa penutup surat diantaranya berupa: do’a, wasiat faroidl, tahmid, tahlil, nasihat-nasihat, janji dan ancaman dll. Menurut sementara penelitian terhadap surat-surat Al-Qur’an sedikitnya fawatihus suwar ada 18 macam, yaitu: 1. Penutup dengan mengagungkan Allah (At Ta’dzim) anfal, 3). Al Anbiya, 4) An Nur, 5). Lukman, 6). Fathir, 7). Fushilat, 8). Al Hujarat, 9). Al Hadid, 10). Al Hasyr, 11). Al Ju’ah, 12). Al Munafiqun, 13). At Taghabun, 14). At Talaq, 15). AL Jin, 16). Al Mudatsir, 17). Al Qiyamah, dan 18). At tin. 2 Neneng Nur Hasanah, Amrullah Hayatuddin, Yayat, Metodologi Studi Islam, AMZAH, Jakarta, 2018 2. Penutupan dengan anjuran ibadah dan tasbih, terdapat dalam 6 surah yaitu: 1) Q.S al A’raf, 2). Hud, 3). Al Hijr, 4). At Thur, 5). An Najm, dan 6). Al Alq. 3. Penutupan dengan pujian ( At Tahmid). [10] terdapat dalam 11 surah. Yakni 1). Q.S Al Isra, 2). An Naml, 3). Yasin, 4). As Shaff, 5). As Shafat, 6). Az Zhumar, 7). Al Jatsiyah, 8). Ar Rahman, 9). Al Waqi’ah, 10). Al Haqqah, 11). An Nasshr. 4. Penutupan dalam do’a terdapat 2 surah, yaitu: 1). Q.S Al Mu’minun, 2). Al Baqarah. 5. Penutupan dengan wasiat, terdapat dalam 7 surah yaitu:1). Ar Rum, 2). Ad Dukhan, 3). As Shaff, 4). Al A’la, 5). Al Fajr, 6).ad dukhan, 7). Al Ashr. 6. Penutupan dengan perintah dan mesalah laqwa, terdapat dalam Q.S Ali Imron, An Nahl, dan Al Qomar. 7. Penutupan dengan masalah kewarisan, terdapat dalam Q.S AN Nisa. 8. Penutupan dalam janji dan ancaman, diantaranya terdapat dalam Q.S Al Mujammil, Al Humazah dll. 9. Penutupan dengan hiburan bagi Nabi SAW, terdapat dalam Q.S Al Kafirun, dll. 10. Penutupan dengan sifat-sifat Al-Qur’an, seperti Q.S Yusuf, Q.S. Shad, Q.S. Al Qolam. 11. Penutupan dengan bantahan (al-jadl), terdapat dalam Q.S. Ar Ra’d. 12. Penutupan dengan ketauhidan, terdapat dalam Q.S. At Taubah, Q.S. Ibrahim, Q.S. Al Kahfi, Q.S. Al Qashas, dll. 13. Penutupan dengan kisah, terdapat dalam Q.S. Maryam, at Tahrim, ‘Abasa, dan Al-Fill. 14. Penutupan dengan anjuran jihad, terdapat dalam Q.S. Al Haj. 15. Penutupan dengan perincian maksud, seperti terdapat dalam Q.S. Al Fatihah, As Syu’ara, At Takwir, dll. 16. Penutupan dengan pertanyaan, seperti dalam Q.S. Al Mulk dan Al Mursalat.3 3 Dr. KH. Juhana Nasrudin, Kaidah Ilmu Tafsir Al-Qur’an Praktis, CV BUDI UTAMA, Yogyakarta, 2012 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Secara bahasa, munasabah dapat diartikan persesuaian. Secara istilah, munasabah merupakan suatu ilmu yang menerangkan persuaian suatu ayat dengan ayat sebelumnya atau dengan ayat sesudahnya. Fawatih merupakan bentuk jamak dari kata fatihah yang artinya pembuka-pembuka. Akan tetapi, suwar bentuk jamak dari kata surah. Dengan demikian, secara bahasa fawatih as-suwar dikenal juga dengan sebutan harfu almuqatha’ah, yaitu huruf yang dibaca terputus-putus yang dipakai untuk pembuka surah Secara bahasa, khawatim Al-Suwar berarti penutup surah-surah AlQur’an. Menurut istilah khawatim Al-Suwar adalah ungkapan yang menjadi penutup dari surah-surah Al-Qur’an yang memberi isyarat berakhirnya pembicaraan sehingga merangsang untuk mengetahui hal-hal yang dibicarakan sesudahnya DAFTAR PUSTAKA Dr. H. Moch. Tolchah, Aneka Pengkajian Studi Al-Qur’an. LKIS Pelangi Aksara, Yogyakarta, 2016 Neneng Nur Hasanah, Amrullah Hayatuddin, Yayat, Metodologi Studi Islam, AMZAH, Jakarta, 2018 Dr. KH. Juhana Nasrudin, Kaidah Ilmu Tafsir Al-Qur’an Praktis, CV BUDI UTAMA, Yogyakarta, 2012