MAKALAH PENGOBATAN TRADISIONAL MASYARAKAT AMARASI Nama: Putri Patricia Wenzano Kelas: 11 IIS Sekolah: Sekolah Dian Harapan Kupang Kata Pengantar Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas pimpinan dan segala berkatNya yang memungkinkan penulisan makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulisan makalah “PENGOBATAN TRADISIONAL OLEH MASYARAKAT AMARASI” merupakan tujuan pencapaian penulis sehabis mengikuti kegiatan “Jejak Tradisi Daerah 2019” di Istana Raja Amarasi di Baun, Amarasi Barat, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur. Masih jauh dari kata sempurna, penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun penulis dalam penulisan karya ilmiah selanjutnya. Semoga, makalah ini dapat memberi informasi dan juga pengetahuan yang nantinya dapat membantu perkembangan pendidikan sejarah dan budaya di Indonesia, khususnya wilayah Timor, NTT. Kupang, 25 Oktober 2019 Penulis Daftar isi MAKALAH .............................................................................................................................. 1 KATA PENGANTAR .............................................................................................................. 2 DAFTAR ISI............................................................................................................................. 3 BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 4 1.1 LATAR BELAKANG ........................................................................................................... 4 1.2 TUJUAN............................................................................................................................. 5 1.3 RUANG LINGKUP .............................................................................................................. 5 1.4 METODE ........................................................................................................................... 5 BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN.................................................... 7 2.1 LOKASI DAN KEADAAN ALAM ........................................................................................ 7 2.2 PENDUDUK........................................................................................................................ 7 2.3 SEJARAH ........................................................................................................................... 7 BAB III BENTUK, FUNGSI, DAN MAKNA PENGOBATAN TRADISIONAL ............. 9 3.1 BENTUK ............................................................................................................................ 9 3.2 FUNGSI............................................................................................................................ 10 3.3 MAKNA ........................................................................................................................... 10 BAB IV UPAYA PELESTARIAN ....................................................................................... 12 4.1 UPAYA PELESTARIAN ................................................................................................ 12 BAB V PENUTUP.................................................................................................................. 13 5.1 KESIMPULAN .................................................................................................................. 13 5.2 SARAN ............................................................................................................................. 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dahulu, praktek kesehatan telah dilakukan oleh berbagai peradaban. Dokterpun sudah ada sejak dulu, hanya saja dengan istilah-istilah yang berbeda, seperti tabib hingga dukun. Menurut UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dijelaskan bahwa pengobatan tradisional adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun-temurun secara empiris yang dapat dipertanggungjawabkan dan diteraokan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Sementara menurut kepercayaan rakyat, dukun merupakan seseorang yang diberi karunia oleh tuhan mereka untuk menyembuhkan rakyat yang sakit (Koroh, 2019). Dalam adat sosial masyarakat Amarasi, seorang dukun kampung lebih dikenal sebagai Meo Amenat. Meo Amenat sendiri merupakan sebutan dokter di wilayah Kerajaan Amarasi. Layaknya dokter umum, tidak hanya ada satu Meo Amenat, melainkan ada beberapa jumlahnya, kecuali satu Meo Amenat paling ampuh yang menjadi dukun khusus untuk raja. Meo Amenat untuk raja sendiri dipilih oleh ketua adat, yang kemudian akan mendapat persetujuan dari sang raja (Koroh, 2019). Hingga saat ini, masyarakat Amarasi masih lebih memilih untuk berobat ke Meo Amenat ketimbang pergi ke Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Bukan hanya karena kepercayaan, tetapi juga hal ini didukung oleh faktor ekonomis dan keberadaan efek samping dari konsumsi obat-obatan modern yang terkadang meresahkan warga. 1.2 Tujuan Penulisan makalah “PENGOBATAN TRADISIONAL OLEH MASYARAKAT AMARASI” diharapkan dapat mencapai tujuannya, yaitu memperluas pengetahuan khalayak umum dalam hal obat-obatan tradisional yang bebas efek samping dan bahan kimia. Makalah ini juga bertujuan untuk membangun kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pelestarian budaya yang ada sebelum budaya tersebut menjadi sekedar cerita. 1.3 Ruang Lingkup Kesehatan, terfokus pada pengobatan tradisional dan seluk-beluk sejarah hingga kepercayaan terkait pengobatan tersebut. Dalam hal ini mencakup kepercayaan tradisi dan adat turun-temurun oleh masyarakat di Kerajaan Amarasi (sekarang Kecamatan Amarasi). Juga mengenai Meo Amenat yang hingga kini masih dipercayai warga untuk menyembuhkan mereka dari sakit penyakit. 1.4 Metode Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang berisi ungkapan gejala secara menyeluruh dan kontekstual melalui pengumpulan data dari latar alami dengan memanfaatkan diri peneliti sebagai instrumen kunci (Sistematika Penelitian Kualitatif, 2019). Observasi berasal dari Bahasa Latin yang memiliki arti melihat dan memperhatikan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, observasi memiliki arti peninjauan secara cermat. Sedangkan wawancara merupakan suatu kegiatan tanya jawab di antara dua pihak yang bertujuan untuk memperoleh data, informasi, keterangan atau pendapat mengenai suatu hal (Kurniawan, 2019). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, wawancara merupakan tanya jawab dengan seseorang (pejabat dan sebagainya) yang diperlukan untuk dimintai keterangan atau pendapatnya mengenai suatu hal, untuk dimuat dalam surat kabar, disiarkan melalui radio, atau ditayangkan pada layar televisi; tanya jawab direksi (kepala personalia, kepala humas) perusahaan dengan pelamar pekerjaan; tanya jawab peneliti dengan narasumber. Sebagian besar materi yang ada di dalam makalah ini berasal dari hasil wawancara oleh penulis beserta peserta Jejak Tradisi Daerah 2019 lainnya, mewawancarai ahli waris Kerajaan Amarasi, Robert Koroh. Wawancara dilakukan pada Jumat, 25 Oktober 2019 di Cagar Budaya Istana Raja Amarasi, Kecamatan Amarasi, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur. Metode yang digunakan adalah wawancara langsung dan pengamatan daerah sekitar Istana Raja Amarasi. BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 2.1 Lokasi Dan Keadaan Alam Diberi nama “Cagar Budaya Istana Raja Amarasi”. Berlokasi di Kelurahan Teun Baun, Kecamatan Amarasi Barat, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur. Untuk mencapai situs budaya ini, diperlukan waktu sekitar satu jam menggunakan kendaraan roda empat (mobil atau bus), dan sekitar 40 menit dengan kendaraan roda dua. Layaknya tempat-tempat di Pulau Timor pada umumnya, Amarasi merupakan salah satu daerah di Timor dengan udara kering dan panas matahari yang menyengat kulit. Tanahnya kering dan keras di musim panas, tumbuh-tumbuhan juga menjadi kering. Di saat musim hujan datang, tanah kembali lembab dengan rerumputan hijau yang tumbuh. Tumbuh-tumbuhan kering juga kembali hidup setelah dibasahi air hujan. 2.2 Penduduk Kerajaan Amarasi ditinggali oleh beberapa suku yang telah tinggal di sana bahkan sebelum kedatangan raja yang pertama. Suku-suku tersebut merupakan Suku Natu, Suku Bureni, dan suku-suku lain yang menempati wilayah sekitar Teun Baun dan sekitarnya. Mayoritas penduduk saat ini merupakan penduduk asli Amarasi. Hingga kini, penduduk masih hidup dalam kepercayaan-kepercayaan adat dan legendalegenda yang turun-temurun diceritakan oleh orang tua. Bahkan, dalam praktek medispun, penduduk lebih percaya kepada pengobatan dukun atau Meo Amenat ketimbang pengobatan modern. 2.3 Sejarah Arti nama Amarasi merupakan “bapak yang suka mencari perkara”. Ama berarti bapak, dan rasi berarti perkara. Amarasi mendapat julukan ini karena banyaknya perang yang dilakukan untuk memperluas kerajaannya. Karena sering dijuluki Amarasi, kerajaan inipun mengambil nama itu sebagai nama kerajaan hingga saat ini (Koroh, 2019). Raja pertama Amarasi, dipercaya oleh masyarakat, berasal dari Belu. Ia pergi ke bagian barat Pulau Timor, diikuti pengikut-pengikutnya, dan mendirikan sebuah kerajaan di Amarasi. Meo Amenat merupakan salah satu dari para Meo pengikut raja. Secara turun-temurun, masyarakat bergantung kepada ramuan obat-obatan dari Meo Amenat untuk menyembuhkan penyakit yang diderita. BAB III BENTUK, FUNGSI, DAN MAKNA PENGOBATAN TRADISIONAL 3.1 Bentuk Obat-obatan tradisional memiliki bahan dasar alami yang dapat dengan mudah ditemukan di sekitaran pemukiman warga desa. Di Kerajaan Amarasi, warga menanam beberapa tanaman obat di pekarangan rumah mereka masing-masing. Walaupun ada beberapa yang dapat ditanam, banyak bahan obat yang juga harus dicari di hutan. Bahan obat biasanya merupakan dedaunan pohon tertentu, akar-akaran, pucuk pohon, hingga rerumputan. Bahan-bahan ini kemudian akan diolah sesuai dengan penyakit yang diderita, entah itu dengan direbus atau dimakan langsung. Terkait dengan peracikan obat, masyarakat hanya tahu sedikit, mereka akan pergi ke Meo Amenat, untuk mendapatkan pengobatan bila terkena sebuah penyakit. Masyarakat percaya, bahwa Meo Amenat mendapat karunia dari tuhan mereka untuk membantu menyembuhkan masyarakat di wilayah kerajaan. Meo Amenat itu sendiri tidak menuntut bayaran apapun, warga dapat membayarnya berapapun atau dengan apapun, seperti ayam atau uang. Meo Amenat tidak boleh menuntut bayaran tertentu, karena ia harus mengabdi bagi rakyat, bukan untuk mencari untung. Bila karunianya ia gunakan untuk mencari untung, maka karunia itu akan diambil darinya. Meo Amenat sendiri tidak pernah memberi tahu resep ataupun racikan apa yang ia gunakan untuk menyembuhkan suatu penyakit. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya eksploitasi tanaman obat tersebut. Ia hanya akan memberi tahu anaknya atau penerusnya mengenai tanaman apa saja yang akan digunakan. Proses pengajaran pun tidak melalui pengajaran verbal. Meo Amenat akan mengajak si penerus untuk pergi ke hutan atau tempat tanaman obat berada, lalu menunjukkannya kepada penerus itu dengan isyarat atau gerakan- gerakan layaknya isyarat rahasa, seperti menyentuh sebuah pohon saat lewat atau sengaja menendang dekat tanaman tersebut. Penerus Meo Amenat harus dapat mengerti isyarat-isyarat yang diberikan oleh sang Meo untuk dapat melanjutkan sebagai Meo Amenat selanjutnya. Saat ini, keberadaan Meo Amenat kian sulit ditemukan. Dikarenakan oleh penerus yang tidak dapat mengerti isyarat-isyarat yang diberikan Meo Amenat. Menurut penjelasan ahli waris Kerajaan Amarasi, Robert Koroh, Meo Amenat kini terancam punah. 3.2 Fungsi Pengobatan tradisional memiliki banyak fungsi. Selain untuk menyembuhkan penyakit, masyarakat juga percaya bahwa racikan obat tradisional mampu menjadi penangkal untuk ‘kiriman jahat’ dari orang lain. Kiriman jahat tersebut biasanya dapat berupa penyakit. Masyarakat juga percaya bahwa kiriman jahat dikirim oleh orang yang iri atau sedang dalam konflik. Obat tradisional juga digunakan untuk memperkuat ternak. Biasanya, sebelum seekor kuda diikutsertakan dalam lomba pacuan, akan diberikan ramuan-ramuan tertentu untuk mempercepat lari dan memperkuat kuda itu. 3.3 Makna Warga Amarasi percaya bahwa penyembuhan oleh Meo Amenat lebih pasti sembuh dibandingkan dengan mengunjungi dokter atau rumah sakit. Walaupun dokter terkesan lebih professional, tidak sedikit orang yang tetap saja meninggal walaupun sudah dirawat secara intensif. Masyarakat seolah percaya bahwa persentase kemungkinan meninggal di rumah sakit lebih tinggi dibandingkan persentase kemungkinan meninggal saat menjalani pengobatan tradisional. Orang tua juga mengalami tekanan batin saat dirawat di rumah sakit. Karena masih asing dengan pengobatan modern dan mesin-mesin canggih, mereka merasa takut dan akhirnya mengalami stres yang kemudian memperlambat proses penyembuhan. Di saat proses penyembuhan diperlambat, warga akan semakin tertekan dan makin meningkatkan kemungkinan meninggal. Proses pengobatan yang tanpa efek samping juga menjadi penghibur bagi warga. Dibandingkan dengan kemoterapi yang akhirnya mengakibatkan kebotakan dan lemah tubuh, meminum air rebusan daun sirsak selama sebulan terdengar lebih mengundang dan aman. Sesuai dengan natur manusia, warga akan selalu mencari pengobatan yang tidak menyakitkan dan jauh lebih murah. Proses pengobatan di rumah sakit dapat memakan biaya hingga ratusan juta, belum termasuk biaya selama masa pemulihan. Sementara sang Meo Amenat dapat dibayar berapa saja atau dengan apapun sesuai kemampuan pasien. BAB IV UPAYA PELESTARIAN 4.1 Upaya Pelestarian Hingga kapanpun, obat tradisional tidak akan benar-benar hilang. Buktinya, obatobatan modern juga merupakan obat tradisional, hanya saja dalam kemasan yang lebih tahan lama dan sudah dicampur dengan berbagai bahan kimia. Bahkan di era modern ini, pengobatan tradisional kembali menjadi sorotan masyarakat. Banyak masyarakat modern yang kembali mencari ramuan-ramuan tradisional yang harganya jauh lebih murah dibanding proses penyembuhan di rumah sakit. Dengan mengetahui tidak adanya efek samping dan campuran bahan kimia, masyarakat modern pastinya tidak akan melupakan pengobatan tradisional. Karena itu, pemerintah juga harus mendukung pelestarian hutan di sekeliling desa di mana warga biasanya mencari racikan obat. Bila hutan terus-menerus ditebang, warga desa akan semakin kesulitan mencari bahan obat. BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyimpulkan adanya peran penting dari sistem kepercayaan masyarakat dalam penerusan budaya obat tradisional. Dikarenakan cerita turun temurun yang dihidupi oleh rakyat, rakyat Amarasi lebih memilih untuk menggunakan pengobatan tradisional. Bahkan setelah mereka mengenal agama, mereka masih akan tetap memilih pengobatan tradisional. Pengobatan tradisional jelasnya tidak dilarang di dalam agama manapun. Hanya saja, esensi apa yang terkandung di dalamnya. Bila pada akhirnya masyarakat lebih mempercayai takhayul, maka esensi dari mempercayai satu Tuhan akan hilang. Tidak adanya bahan kimia dalam pengobatan tradisional juga mendorong masyarakat untuk memilih obat tradisional. Biaya yang jauh lebih murah juga menjadi pendukung. Masyarakat yang mayoritasnya merupakan petani dan peternak pastinya akan kesulitan membayar biaya rumah sakit yang mahal. 5.2 Saran Melalui penelitian ini, penulis ingin memberi saran untuk pemerintah bekerja sama dengan masyarakat untuk lebih lagi meneliti obat tradisional. Bila obat tradisional dapat terbukti secara sains, lebih banyak masyarakat akan menggunakannya. Hal ini tentunya dapat meningkatkan pemasukkan pada masyarakat. Bila lebih banyak masyarakat yang menggunakan obat tradisional tanpa campuran bahan kimia, tingkat kerusakan organ dalam maupun jaringan tubuh akibat bahan kimia berbahaya dapat dikurangi. Tingkat kematian suatu wilayah pun dapat menurun. DAFTAR SUMBER Koroh, R. (25 October, 2019). Pengobatan Tradisional. (P. J. 2019, Interviewer) Kurniawan, A. (1 June, 2019). Pengertian Wawancara. Retrieved from GuruPendidikan.com: https://www.gurupendidikan.co.id/pengertian-wawancara/#forward Sistematika Penelitian Kualitatif. (2019). Retrieved from AsikBelajar.com: https://www.asikbelajar.com/sistematika-penulisan-skripsi-tesis-dan-disertasi-hasilpenelitian-kualitatif/