Review Jurnal Sifat-sifat Keramik 1. Judul Jurnal : Thermal, Structural and Electrical Properties of Fluorine-doped Li3.6Al0.8Ti4.0P7.6O30-x/2Fx (x = 0, 0.5, 1, 2) Glass-ceramic Electrolytes Sifat Keramik Sifat Thermal Differential Scanning Calorimetry (DSC) digunakan untuk menganalisis karakteristik reaksi termal yang berkaitan dengan transisi fasa sampel gelas (glass) pada temperatur yang berbeda. Kurva DSC untuk gelas Li3.6Al0.8Ti4.0P7.6O30-x/2Fx (x = 0, 0.5, 1, 2) ditampilkan dalam Gambar 1. Mengingat bahwa energi bebas dari fasa kristal lebih rendah dari komposisi gelas, proses presipitasi fasa kristal umumnya disertai dengan reaksi eksotermik. Oleh karena itu, kurva DSC dapat digunakan untuk membedakan suhu kristalisasi (Tc) yang sesuai dengan puncak eksotermik dan suhu transisi gelas (Tg) bersama dengan titik infleksinya yang memainkan peran penting dalam memahami sifat fisik gelas. Gambar 1 Kurva DSC dari gelas Li3.6Al0.8Ti4.0P7.6O30-x/2Fx (x = 0, 0.5, 1, 2) Berdasarkan kurva DSC, ditemukan bahwa suhu transisi gelas (Tg) sedikit meningkat dengan kandungan F yang menunjukkan penguatan struktur network. Dapat disimpulkan bahwa doping fluorin meningkatkan konversi pirofosfat (Q1) ke kelompok metafosfat (Q2) dalam struktur network gelas, yang akhirnya meningkatkan jumlah bridge oxygen dalam gelas, sehingga Tg yang relevan akan meningkat. Namun, suhu kristalisasi (Tc) dari semua sampel gelas hampir sama, dikarenakan sedikit kandungan doping fluorin, dengan perbedaan kecil dalam komposisi dan fasa kristal konstan. Sebagai konsekuensinya, dalam proses perlakuan panas berikutnya, suhu anil yang sama harus diterapkan pada setiap sampel gelas. Perbedaan antara temperatur puncak kristalisasi dan temperatur transisi gelas didefinisikan sebagai DT (Tc-Tg), yang mencerminkan stabilitas termal gelas. Parameter stabilitas termal (DT) ditampilkan dalam Tabel 1. Nilai DT yang lebih rendah menandakan bahwa gelas lebih cenderung mengkristal. Ditemukan bahwa DT menurun dari 83°C menjadi 58°C dengan peningkatan kandungan fluorida, yaitu stabilitas termal secara bertahap melemah. Ini menunjukkan bahwa dekomposisi fluorida bermanfaat bagi reaksi transfer massa selama proses pembentukan kristal atau meningkatkan tren kristalisasi amorf. Sebagai bahan fluks, fluorida dapat mengurangi porositas dan residual glass phase secara efektif, serta mendapatkan mikrostruktur yang lebih padat. Tabel 1 Parameter DSC dari gelas Li3.6Al0.8Ti4.0P7.6O30-x/2Fx (x = 0, 0.5, 1, 2) Sampel Nominal Formula Tg/°C Tc/°C T (Tc – Tg)/°C X1 Li3.6Al0.8Ti4.0P7.6O30 559 642 83 X2 Li3.6Al0.8Ti4.0P7.6O29.75F0.5 565 642 77 X3 Li3.6Al0.8Ti4.0P7.6O29.5F1.0 569 642 73 X4 Li3.6Al0.8Ti4.0P7.6O29F2.0 589 647 58 Konduktivitas AC Gambar 2 Spektra Impedansi keramik-gelas Li3.6Al0.8Ti4.0P7.6O29.75F0.5 yang Dianil Impedansi AC adalah hal yang penting dalam menyelidiki dinamika dan fenomena permukaan elektroda dan konduktivitas elektrolit padat. Karena sulit untuk membedakan perilaku impedansi butir dan batas butir dalam spektra impedansi, jurnal ini hanya akan membahas ketahanan total sampel keramik gelas. Gambar 2 menunjukkan spektra impedansi (25°C) dari Li3.6Al0.8Ti4.0P7.6O29.75F0.5 yang dianil pada 700°C, 800°C, 900°C, 1000°C. Konduktivitas yang diperoleh dari sampel Li3.6Al0.8Ti4.0P7.6O30-x/2Fx (x = 0, 0.5, 1, 2) ditampilkan dalam Tabel 2. Dapat dilihat bahwa konduktivitas ionik sampel keramik-gelas yang dianilkan pada 700°C atau 800°C jauh lebih kecil daripada sampel dengan suhu anil yang lebih tinggi. Menurut gambar SEM, diketahui bahwa karena adanya sejumlah besar pori-pori di keramik-gelas setelah anil pada suhu yang lebih rendah, kontak antara butir kurang dan konduksi ion diblokir. Dengan membandingkan konduktivitas keramik kaca tanpa doping atau F pada dua suhu anil ini, disimpulkan bahwa konduktivitas total keramik kaca Li3.6Al0.8Ti4.0P7.6O29.75F0.5 lebih tinggi daripada sampel lainnya. Hal ini dapat dikaitkan dengan fakta bahwa fluorida sebagai agen fluks dapat meningkatkan kecenderungan kristalisasi gelas amorf, meningkatkan presipitasi fasa kristal konduktif. Tabel 2 Konduktivitas Total dari sampel keramik-gelas Li3.6Al0.8Ti4.0P7.6O30-x/2Fx (x = 0, 0.5, 1, 2) yang Dianil Selama 10 Jam Konduktivitas Total ( 10-6 S cm-1 Temperatur Anil (°C) X1 X2 X3 X4 700 0.376 0.427 1.13 0.462 800 6.19 15.0 8.01 6.89 900 1000 28.0 22.6 38.5 24.0 16.8 18.5 18.1 22.1 Dari data konduktivitas hampir semua sampel keramik-gelas menunjukkan konduktivitas tertinggi setelah anil pada 900°C. Terutama ketika kandungan F-doping (x) sama dengan 0.5, total konduktivitas adalah yang tertinggi. F-doping dapat membatasi presipitasi fasa heterogen AlPO4 dan LiTiPO4 dan mengurangi efek buruk dari fasa heterogen ini pada konduksi ionik sampai batas tertentu. Namun, ketika kandungan F-doping semakin meningkat, nilai resistensi malah meningkat. Disimpulkan bahwa distorsi kisi yang disebabkan oleh doping berlebihan dari ion asing akan mengakibatkan gangguan struktur jenis NASICON yang sangat konduktif. Ketika suhu anil ditingkatkan menjadi 1000°C, terlihat bahwa morfologi mulai retak dan fasa heterogen non-konduktif AlPO4 lebih mudah terbentuk di keramik-gelas setelah anil suhu tinggi yang berlebihan. Menurut teori bricklayer model (BLM), konduktivitas batas butir dan ketebalannya memainkan peran penting dalam konduktivitas listrik dari bahan elektrolit. Meskipun peningkatan suhu anil lebih lanjut bermanfaat bagi pertumbuhan kristal, hal tersebut justru lebih mudah membentuk retakan pada batas-batas butir, sehingga mengurangi kepadatan keramik-gelas dan memperlambat efisiensi migrasi ion. (Xu, et al., 2021) 2. Judul Jurnal : Effect of Strontium Substitution on Structural, Sinterability, Physicomechanical and Biological Properties of Akermanite Ceramic Sifat Keramik Gambar 3 Hasil Uji FESEM yang Dietsa secara Thermal dari Ca2MgSi2O7 dan Ca1.9Sr0.1MgSi2O7 Setelah Sintering Sifat fisik Ca2MgSi2O7 dan Ca1.9Sr0.1MgSi2O7 setelah sintering pada 1200–1250°C dirangkum dalam Tabel 3. Penyusutan linear dan densitas relatif dipengaruhi oleh suhu sintering dan penggantian Sr ke Ca2MgSi2O7. Hal ini dikonfirmasi lebih lanjut oleh mikrograf FESEM di Gambar 3. Peningkatan penyusutan linier dan densitas relatif dapat ditentukan oleh peningkatan sinterability keramik Ca2MgSi2O7 karena kehadiran Sr. Radius ionik Sr2+ (1.13 Å) yang lebih tinggi daripada Ca2+ (1.00 Å) meningkatkan dimensi kristal sehingga meningkatkan transfer atom dan mempercepat densifikasi Ca2MgSi2O7. Korelasi proporsional antara densifikasi dan penyusutan linear adalah bahwa densifikasi ditingkatkan dengan meningkatkan penyusutan linear yang mengarah pada penghapusan pori. Hasil penyusutan linear dalam penelitian ini konsisten dengan densitas relatif. Ukuran butir ratarata dan densitas sintering merupakan 2 faktor kunci yang mempengaruhi sifat mekanik keramik selama sintering pada temperatur tinggi. Substitusi Sr akan menurunkan porositas dan ukuran butir yang mengarah pada peningkatan sifat mekanik. Tabel 3 Sifat fisik dari Ca2MgSi2O7 dan Ca1.9Sr0.1MgSi2O7 Setelah Sintering Penyusutan Linear (%) Densitas Relatif (%) Komposisi Temperatur (°C) 1200 1225 1250 1200 1225 1250 17.22 22.47 27.28 63.72 77.03 93.64 Ca2MgSi2O7 0.13 0.19 0.13 0.12 0.2 0.22 19.31 26.67 29.15 66.64 85.59 95.61 Ca1.9Sr0.1MgSi2O7 0.13 0.18 0.13 0.14 0.35 0.3 Dalam penelitian ini, sifat mekanik Ca2MgSi2O7 setelah sintering ditingkatkan oleh substitusi Sr (Tabel 4). Kekuatan keramik menurun seiring meningkatnya ukuran butir dan porositas. Nilai untuk flexural strength Ca2MgSi2O7 setelah sintering pada 1200°C dan 1225°C dan 1250°C secara berurutan menunjukkan kenaikan sebesar 20.50%, 26.89%, dan 33.43%. Nilai flexural strength Ca2MgSi2O7 dan Ca1.9Sr0.1MgSi2O7 pada penelitian sebelumnya adalah 15–27 MPa dan 19–34 yang dekat dengan human cancellous bone (10–20 MPa). Tabel 4 Sifat Mekanik dari Ca2MgSi2O7 dan Ca1.9Sr0.1MgSi2O7 Setelah Sintering Flexural Strength (%) Modulus Elastis (%) Komposisi Temperatur (°C) 1200 1225 1250 1200 1225 1250 15.95 27.51 33.26 22.03 41.68 67.18 Ca2MgSi2O7 0.91 0.21 1.28 0.17 0.2 0.24 19.22 34.91 44.38 48.91 8359 84.73 Ca1.9Sr0.1MgSi2O7 1.26 1.91 2.91 0.17 0.35 0.16 Setelah diteliti, modulus elastis dari Ca2MgSi2O7 adalah 48 GPa dan hasilnya mirip dengan yang ada pada literatur. Namun, substitusi Sr akan meningkatkan modulus elastis Ca2MgSi2O7 sebanyak 2 kali hingga 99 GPa. Menurut penelitian sebelumnya, modulus elastis dari hidroksiapatit (HA) adalah lebih rendah dari 122 GPa. Oleh karena itu, kemungkinan modulus elastis Ca2MgSi2O7 dan Ca1.9Sr0.1MgSi2O7 yang lebih rendah akan membuat keramik lebih cocok dengan biokeramik dibandingkan sintered HA. (Mohammadi, Ismail, Shariff, & Noor, 2021) 3. Judul Jurnal : Structure and Mechanical Properties of Ceramic Materials Based on Alumina and Zirconia with Strontium Hexaaluminate Additives Sifat Keramik Tabel 5 Microhardness, Bending Strength, dan Fracture Toughness dari Sintered Materials Fracture Fracture Bending Toughness Toughness Microhardness Seri Spesimen Strength (metode (metode (Hv0.5) 1/2 (MPa m ) SEVNB), indentasi), MPa m1/2 MPa m1/2 100A 2200 150 440 65 3.5 0.3 4.3 0.5 100(A-3SrA6) 2100 150 410 40 4.0 0.3 5.1 0.5 80A-20Z 2000 50 700 40 4.4 0.5 4.5 0.5 80(A-3SrA6)-20Z 2000 50 620 45 5.4 0.2 7.0 2.0 70A-30Z 1940 30 760 45 6.5 0.3 4.9 0.5 70A(A-3SrA6)-30Z 1940 40 730 100 6.8 0.4 5.5 1.0 50A-50Z 1820 50 950 50 6.5 0.3 5.0 0.5 50A(A-3SrA6)-50Z 1810 30 780 50 8.7 0.7 6.0 0.3 15A-85Z 1420 50 840 40 6.6 0.3 4.0 0.5 15A(A-3SrA6)-85Z 1410 30 680 30 6.7 0.4 4.5 0.4 Microhardness Tingkat microhardness yang diamati dan pengurangannya dengan penurunan kandungan alumina dari bahan keramik komposit sesuai dengan yang diamati dalam penelitian sebelumnya (Tabel 5). Fluktuasi microhardness yang signifikan mencirikan spesimen keramik berbasis alumina. Hal tersebut terjadi karena perilaku anisotropik yang stabil dari butir alumina dan ukurannya yang lebih besar dibandingkan dengan diagonal indentasi yang ditinggalkan oleh indentor. Strontium hexaaluminate tidak secara signifikan berkontribusi pada tingkat microhardness dari bahan yang dianalisis. Bending Strength Alumina-based keramik biasanya memiliki bending strength yang rendah (Tabel 5). Pengenalan 20%wt ZrO2 ke dalam matriks alumina menghasilkan ~75% peningkatan bending strength material, yang dikaitkan dengan pengurangan ukuran butir material. Bending strength sebesar 950 ± 50 MPa diamati dengan adanya peningkatan hingga 50%wt dalam kandungan zirkonia. Namun, pengujian ini mengungkapkan adanya penurunan tajam bending strength dari 15(A-3SrA6)-85Z yang mengandung 85%wt ZrO2, yang berkorelasi baik dengan pengurangan densitas relatifnya. Pembentukan SrAl12O19 pada semua bahan sintering menghasilkan penurunan tingkat kekuatannya sebesar 11%–18%. Efek ini dikaitkan dengan munculnya cacat tambahan dalam bentuk microcracks pada batas-batas antara platelets SrAl12O19 dan butir matriks. Fracture Toughness (ditentukan dengan metode SEVNB) Faktor intensitas critical stress (KIC) ditentukan oleh metode SEVNB. Nilai pengujian yang diperoleh diberikan dalam Tabel 6. Pengujian ini memungkinkan penguji untuk menentukan tingkat KIC, yang merupakan karakteristik fracture toughness dalam volume material. Pertumbuhan linear level KIC ditentukan dalam kisaran 3.5 ± 0.5 hingga 6.5 ± 0.3 MPa m1/2 untuk material sistem Al2O3–ZrO2 dengan kenaikan kandungan zirkonia hingga 30%wt. Dapat disimpulkan bahwa ZrO2 dan SrAl12O19 berkontribusi pada pertumbuhan fracture toughness. Peningkatan lebih lanjut pada konsentrasi ZrO2 tidak memiliki efek yang signifikan pada fracture toughness keramik. Tabel 6 Ukuran Strontium Hexaaluminate Platelets Seri Spesimen Panjang ( m) 100(A-3SrA6) 2.60 0.25 80(A-3SrA6)-20Z 2.40 0.50 70(A-3SrA6)-30Z 1.30 0.25 50(A-3SrA6)-50Z 1.00 0.20 15(A-3SrA6)-85Z 0.80 0.20 Lebar ( m) 0.50 0.02 0.50 0.02 0.40 0.02 0.20 0.02 0.20 0.02 Rasio Aspek 5.2 4.8 4 5 4 Pembentukan platelets SrAl12O19 dalam struktur material keramik meningkatkan fracture toughness seri 80(A-3SrA6)-20Z dan 50(A-3SrA6)-50Z dibandingkan dengan material yang memiliki proporsi komponen ZrO2 yang sama. Spesimen 50(A-3SrA6)-50Z memiliki nilai KIC tertinggi (hingga 9 MPa m1/2), yang hampir tiga kali lebih tinggi daripada seri 100A. Dalam penelitian ini, sebagian besar KIC ditentukan menggunakan metode SEVNB dalam sesuai dengan nilai yang ditentukan secara eksperimental. Fracture Toughness (ditentukan dengan metode indentasi) Evaluasi efek konstituen tertentu pada sifat crack propagation dan besarnya fracture toughness material sangat menarik dalam penelitian ini. Untuk penilaian yang akurat maka digunakan metode berdasarkan indentasi spesimen keramik. Tabel 5 mencantumkan nilai KIC yang ditentukan melalui indentasi spesimen yang dipoles. Dalam penelitian ini, efisiensi penambahan zirkonia dan strontium hexaaluminate terhadap material dalam mencegah crack propagation dikonfirmasi. Nilai KIC tertinggi tercatat untuk seri 80(A-3SrA6)-20Z. Jika dibandingkan dengan seri 80A-20Z, nilai fracture toughness ~65% lebih tinggi. (Cherkasova, Veselov, Bataev, Kuzmin, & Stukacheva, 2021) Daftar Pustaka Cherkasova, N., Veselov, S., Bataev, A., Kuzmin, R., & Stukacheva, N. (2021). Structure and Mechanical Properties of Ceramic Materials Based on Alumina and Zirconia with Strontium Hexaaluminate Additives. Materials Chemistry and Physics, 259. Mohammadi, H., Ismail, Y. M., Shariff, K. A., & Noor, A. F. (2021). Effect of Strontium Substitution on Structural, Sinterability, Physicomechanical and Biological Properties of Akermanite Ceramic. Journal of The Mechanical Behavior of Biomedical Materials, 116. Xu, W., Qin, C., Zhang, S., Liang, H., Lei, W., Luo, Z., et al. (2021). Thermal, Structural and Electrical Properties of Fluorine-doped Li3.6Al0.8Ti4.0P7.6O30-x/2Fx (x = 0, 0.5, 1, 2) Gals-ceramic Electrolytes. Journal of Alloys and Compounds, 853.