Uploaded by Mashita Sekarnegari

pdfcoffee.com pemeriksaan-refraksi-subjektif-amp-objektif-pdf-free

advertisement
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA
NAMA : ALVANDO AULIA ISYAN
NIM : 150100059
PAPER
PEMERIKSAAN REFRAKSI SUBJEKTIF DAN OBJEKTIF
Disusun oleh :
ALVANDO AULIA ISYAN
150100059
Supervisor :
dr. Vanda Virgayanti, M.Ked(Oph), SpM
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA
NAMA : ALVANDO AULIA ISYAN
NIM : 150100059
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih,
berkat, dan penyertaanNya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“PEMERIKSAAN REFRAKSI SUBJEKTIF DAN OBJEKTIF”. Penulisan
makalah ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik
Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Mata, Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr.
Vanda Virgayanti, M.Ked(Oph), SpM selaku pembimbing yang telah memberikan
arahan dalam penyelesaian makalah ini. Dengan demikian diharapkan makalah ini
dapat memberikan kontribusi positif dalam sistem pelayanan kesehatan secara
optimal.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
untuk perbaikan dalam penulisan makalah selanjutnya.
Medan, 24 November 2020
i
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA
NAMA : ALVANDO AULIA ISYAN
NIM : 150100059
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................i
DAFTAR ISI .....................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................3
2.1
Pemeriksaan Refraksi Subjektif .................................................................3
2.1.1
Astigmatic Dial ....................................................................................3
2.1.2
Stenopeic Slit .......................................................................................5
2.1.3
Cross Cylinder .....................................................................................5
2.1.4
Tes Duokrom .......................................................................................7
2.1.5
Binocular Balance ................................................................................8
2.1.6
Best Visus Sphere ................................................................................9
2.2
Pemeriksaan Refraksi Objektif .................................................................10
BAB 3 KESIMPULAN .....................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................14
ii
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA
NAMA : ALVANDO AULIA ISYAN
NIM : 150100059
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Teknik astigmatic dial .................................................................... 4
Gambar 2.2 Stenopeic slit .................................................................................. 5
Gambar 2.3 Jackson cross cylinder ................................................................... 7
Gambar 2.4 Duochrome chart............................................................................ 8
Gambar 2.5 Binocular balance .......................................................................... 10
Gambar 2.6 Pemeriksaan retinoskopi ................................................................ 12
iii
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA
NAMA : ALVANDO AULIA ISYAN
NIM : 150100059
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pemeriksaan refraksi didefinisikan sebagai pengukuran terhadap gangguan
refraksi dan merupakan penerapan klinis dari prinsip optik oleh seorang pemeriksa
dengan menggunakan instrumen dari yang sederhana hingga menggunakan alat
yang canggih. Pemeriksaan refraksi adalah pemeriksaan yang paling umum
dilakukan oleh seorang ahli oftalmologi dan merupakan salah satu pemeriksaan
yang paling mendasar dalam menentukan kelainan mata serta terapi yang
dibutuhkannya. Ahli oftalmologi dalam melakukan pemeriksaan refraksi dapat
menentukan penyebab pasien mengeluhkan penurunan fungsi penglihatan, berasal
dari gangguan refraksi atau kelainan organik.1,2
Pemeriksaan refraksi dibagi menjadi dua kategori yaitu pemeriksaan objektif
dan subjektif. Metode objektif dilakukan hanya menggunakan alat untuk
menentukan status refraksi pasien. Refraksi obyektif dilakukan dengan
menggunakan lensa penetral bersama dengan retinoscope. Pada orang dewasa dan
anak-anak yang kooperatif, hal ini kemudian disempurnakan secara subyektif
dengan menempatkan lensa penetral di depan mata dan secara bersamaan menilai
ketajaman
visual.
Retinoscope
mulai
digantikan
oleh
teknik
otomatis
(autorefractor).3 Keuntungan pemeriksaan ini adalah tidak adanya ketergantungan
kepada pasien untuk memberikan jawaban dan hasil dapat diperoleh dalam waktu
singkat. Pemberian terapi hanya dengan mengandalkan pemeriksaan objektif
seringkali tidak cukup dalam meningkatkan kondisi penglihatan dan berakibat pada
ketidakpuasan pasien. Metode pemeriksaan refraksi subjektif memberikan hasil
yang lebih baik dan akurat untuk dijadikan dasar pengambilan keputusan terapi,
tetapi bergantung pada kerjasama pasien dalam menilai perbaikan refraksi selama
pemeriksaan. Ketajaman penglihatan maksimal sangat bergantung pada respon dan
pendapat pasien dan hasil pemeriksaan refraksi secara subjektif tidak selalu
mewakili kondisi refraksi murni mata yang diperiksa sehingga pemeriksaan refraksi
subjektif masih menjadi baku emas dalam menentukan status refraksi pasien. 1,2,4
1
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA
NAMA : ALVANDO AULIA ISYAN
NIM : 150100059
Pemeriksaan subjektif terdiri dari 3 tahap yaitu verifikasi subjektif refraksi,
penyempurnaan fraksi pembiasan dan menyeimbangkan binokular subjektif.
Setelah dilakukan anamnesis lengkap keluhan pasien serta mengukur status refraksi
secara objektif, pasien dilibatkan partisipasinya dalam menjalani serangkaian tes.
1,2,4
2
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA
NAMA : ALVANDO AULIA ISYAN
NIM : 150100059
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pemeriksaan Refraksi Subjektif
2.1.1 Astigmatic dial
Dial astigmatik adalah bagan uji dengan garis yang tersusun secara radial yang
dapat digunakan untuk menentukan sumbu astigmatisme. Dial astigmatik
memberikan indikasi sumbu dan kekuatan silinder. Tes ini digunakan ketika
retinoskopi dan cross cylinder Jackson gagal mengungkapkan astigmatisme atau
tampaknya memberikan hasil yang tidak dapat dipercaya, seperti yang terjadi pada
beberapa pasien dengan astigmatisme pasca operasi yang tidak teratur.5 Pensil
cahaya dari sumber titik dibiaskan oleh mata astigmatik sebagai conoid Sturm. Jarijari kenop astigmatik yang sejajar dengan meridian utama astigmatisme mata
dicitrakan sebagai garis tajam, yang bersesuaian ke garis fokus dari conoid Sturm.
Singkatnya, langkah-langkah berikut digunakan dalam pemeriksaan astigmatic
dial:
1. Dapatkan ketajaman visual terbaik hanya dengan menggunakan lensa spheris.
2. lakukan fogging pada mata hingga kira-kira 20/50 dengan menambahkan lensa
spheris plus.
3. Minta pasien untuk mengidentifikasi garis paling hitam dan paling tajam pada
dial astigmatik.
4. Tambahkan lensa silinder minus dengan sumbu tegak lurus terhadap garis paling
hitam dan tajam sampai semua garis tampak sama.
5. Kurangi lensa spheris plus (atau tambahkan minus) sampai ketajaman visual
terbaik diperoleh dengan grafik ketajaman visual.6
3
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA
NAMA : ALVANDO AULIA ISYAN
NIM : 150100059
Gambar 2.1 Teknik astigmatic dial
2.1.2 Stenopeic Slit
Stenopeic Slit adalah lensa percobaan buram dengan celah lonjong yang
lebarnya membentuk lubang jarum dengan mengacu pada jarak tegak lurus
terhadap slit. Jika penguji tidak dapat menguraikan astigmatisme dengan
melakukan retinoskopi biasa karena subjek astigmatisme mata yang tidak teratur
atau media yang tidak jelas, ia dapat menetralkan kelainan refraksi dengan lensa
sferis dan slit di berbagai meridian untuk menemukan koreksi sferosilindris.
Koreksi ini kemudian dapat disempurnakan secara subyektif. Proses ini sangat
berguna untuk pasien dengan pupil kecil, kekeruhan lentikuler atau kornea, dan
astigmatisme tidak teratur. 6
Stenopeic slit juga membantu dalam pemeriksaan refraksi karena mampu
mengetahui principal meridian. Cara pemeriksaan refraksi dengan stenopeic slit,
lakukan fogging dan defogging pada sampai koreksi terbaik tercapai. Kemudian slit
4
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA
NAMA : ALVANDO AULIA ISYAN
NIM : 150100059
diputar perlahan sampai pasien merasakan ketajaman penglihatan terbaik pada
meridian dengan koreksi terbaik. Pada posisi ini, sekali lagi dilakukan fogging dan
defogging pada mata dengan step interval 0,50 dioptri hingga pasien mencapai
akuitas terbaik. Kekuatan lensa harus diperhatikan pada sumbu tersebut. Kemudian
posisi slit kembali diputar 90 derajat dari posisi sebelumnya dan prosedur diulangi.7
Gambar 2.2 Stenopeic slit. Gambar di kanan menunjukkan penempatan lensa
spheris di depan stenopeic slit secara berurutan untuk menentukan ketajaman
visual terbaik.
2.1.3 Cross Cylinder
Cross Cylinder adalah lensa dengan kekuatan spheroekuivalen nol tetapi dengan
astigmatisme campuran dalam jumlah yang sama. Cross cylinder terdiri dari
silinder plus dan minus yang dipasang pada sudut siku-siku satu sama lain, dengan
pegangan dipasang di tengah-tengah antara dua sumbu. Sumbu silinder plus diberi
tanda putih dan sumbu silinder minus diberi tanda merah. Silinder silang tersedia
dalam kekuatan dioptrik 0,12, 0,25, 0,50, dan 1,00.8 Cross Cylinder yang umum
adalah: −0.50 +1.00 × 090 atau −0.25 +0.50 × 090. Mereka dipasang sedemikian
rupa sehingga dapat diputar pada porosnya (90 ° atau 180 °) atau pada suatu titik
tengah antara sumbu (45 ° atau 135 °).
Singkatnya, langkah-langkah berikut digunakan dalam pemeriksaan cross
cylinder:
1. Sesuaikan lensa spheris ke paling plus atau paling minus yang memberikan
ketajaman visual terbaik.
2. Gunakan angka uji yang lebih besar 1 atau 2 garis dari ketajaman visual terbaik
pasien.
3. Jika koreksi silindris belum ada, cari astigmatisme dengan mengujinya dengan
tanda silang lensa silinder pada sumbu 90 ° dan 180 °. Jika tidak ada yang
ditemukan di sana, uji pada 45 ° dan 135 °.
5
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA
NAMA : ALVANDO AULIA ISYAN
NIM : 150100059
4. Perbaiki sumbu terlebih dahulu. Posisikan sumbu lensa silinder silang 45 ° dari
meridian utama dari lensa silinder koreksi. Tentukan pilihan flip yang diinginkan,
dan putar sumbu lensa silinder ke arah sumbu yang sesuai dari lensa silinder silang.
Ulangi hingga 2 pilihan flip tampak sama.
5. Perbaiki kekuatan lensa silinder. Sejajarkan sumbu lensa silinder silang dengan
meridian utama dari lensa silinder koreksi. Tentukan pilihan flip yang disukai, dan
tambahkan atau kurangi kekuatan lensa silinder sesuai dengan posisi lensa silinder
silang yang diinginkan. Imbangi perubahan posisi dari lingkaran yang paling tidak
membingungkan dengan menambahkan setengah lensa spheris ke arah yang
berlawanan tiap kali kekuatan lensa silinder diubah.
6. Perbaiki lensa spheris, sumbu lensa silinder, dan kekuatan lensa silinder hingga
tidak diperlukan perubahan lebih lanjut.6
Gambar 2.3 Jackson cross cylinder. A, Phoropter. B, Lensa uji manual. C, Lensa
uji manual berputar.
2.1.4 Tes Duokrom
6
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA
NAMA : ALVANDO AULIA ISYAN
NIM : 150100059
Uji duochrome hanya berguna dalam menyempurnakan kekuatan lensa spheris,
tidak memberikan kontribusi apa pun pada penentuan sumbu atau kekuatan lensa
silinder. Oleh karena itu, penggunaan uji duochrome yang paling tepat adalah
sebagai penentuan titik akhir dalam refraksi.8 Pemeriksaan ini didasarkan pada
prinsip aberasi kromatik aksial yaitu cahaya dengan panjang gelombang lebih
pendek akan dibiaskan lebih banyak oleh optik mata dibandingkan cahaya dengan
panjang gelombang yang lebih panjang. Pemeriksaan tes duokrom menggunakan
sebuah warna merah (panjang gelombang 620 nm) dan warna hijau (panjang
gelombang 535 nm) dengan kecerahan yang sama. Warna merah-hijau tersebut
membuat latar belakang grafik secara vertikal tampak terbagi menjadi dua. Akibat
adanya proses aberasi kromatik pada mata, gelombang dengan panjang gelombang
yang lebih pendek (hijau) akan difokuskan di depan gelombang dengan panjang
gelombang yang lebih panjang (merah), kemudian mata biasanya fokus dekat
dengan pertengahan spekrum, antara panjang gelombang hijau dan merah.1,9
Gambar 2.4 Duochrome chart
Proses pemeriksaan tes duokrom yang pertama dilakukan yaitu meredupkan
lampu ruangan untuk melebarkan pupil dan sedikit meningkatkan aberasi
kromatis mata yang akan memberikan respon lebih baik serta mengurangi silau
pada chart yang diproyeksikan. Kedua, tanyakan pada pasien: “Apakah huruf
lebih hitam pada warna merah atau hijau atau apakah mereka hampir sama?”.
Apabila chart tersebut terlihat sama, periksa apakah tanggapan dari pasien dapat
dipercaya dengan menambahkan lensa +0,25 D (simbol di filter merah akan
terlihat lebih jelas) dan kemudian menambahkan lensa −0,25 D (akan menjadi
hijau). Jika tanggapan sesuai, hal ini menunjukkan bahwa sudah mendapatkan
7
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA
NAMA : ALVANDO AULIA ISYAN
NIM : 150100059
penglihatan sferis yang benar. Apabila huruf pada tampilan hijau tampak lebih
jelas, tambahkan lensa +0,25 D hingga mendapatkan keseimbangan dan
perhatikan kekuatan sferis tambahan yang diperlukan untuk mendapatkan
keseimbangan. Apabila huruf pada tampilan merah lebih jelas, tambahkan lensa
sferis −0,25 D hingga mendapatkan keseimbangan dan perhatikan kekuatan sferis
tambahan yang diperlukan untuk mendapatkan sebuah keseimbangan. Jika lebih
dari ± 0,50 D yang diperlukan untuk menyeimbangkan kejelasan huruf pada
duokrom menunjukkan bahwa tes duokrom ini tidak dapat dipercaya pada pasien
tersebut dan hasilnya harus diabaikan.1,9
2.1.5 Binocular Balancing
Menyeimbangkan akomodasi antara kedua mata atau dikenal dengan sebutan
binocular balancing adalah langkah penting dalam refraksi. Tujuan binocular
balancing bukanlah mencari ketajaman penglihatan yang sama antara kedua mata,
melainkan lebih kearah menyeimbangkan usaha akomodasi keduanya. Pemeriksaan
ini hanya dapat dilakukan bila ketajaman penglihatan dengan koreksi penuh
terhadap gangguan refraksi telah didapatkan. Perbandingan antara ketajaman dari
kedua mata menjadi dasar dari pemeriksaan ini.
Metode dalam pemeriksaan keseimbangan binokular yang umum digunakan
adalah metode fogging dan prism dissociation. Pemeriksaan dengan metode
fogging yaitu dengan cara menggunakan lensa sferis positif +2,00D pada kedua
mata, dengan demikian visual acuity akan berkurang menjadi 20/200 – 20/100 , lalu
letakkan sferis negatif -0,25D didepan salah satu mata dan digerakkan secara cepat
dan bergantian ke mata yang lainnya. Jika bayangan yang tampak belum sama jelas,
maka ditambahkan lagi lensa sferis negatif -0,25D sampai dengan kedua mata
terdapat keseimbangan. Metode yang kedua dalam menentukan keseimbangan
binokular yaitu dengan metode menggunakan prinsip prisma dissosiasi. Langkah
pertama adalah memastikan bahwa didapatkan usaha akomodasi yang sama pada
kedua mata. Bila tajam penglihatan terkoreksi hampir sama antara kedua mata,
penglihatan dikaburkan dengan lensa +1,00D. Dengan menggunakan prisma
vertikal yang diletakkan didepan kedua mata untuk menghasilkan dua gambar yang
terpisah, pasien diminta membaca baris 6/12 (20/40). Pasien kemudian diminta
membandingkan kejelasan antara baris diatas dengan dibawahnya, bila belum sama
8
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA
NAMA : ALVANDO AULIA ISYAN
NIM : 150100059
buram, +0,25D ditambahkan pada satu mata dengan gambar bayangan yang jernih
kemudian lakukan perbandingan ulang. Jika sudah terdapat gambaran bayangan
yang sama buram maka kedua mata telah seimbang. Bila tidak ada lensa yang
menghasilkan tingkat keburaman yang imbang pada kedua mata, pasangan lensa
yang menghasilkan gambar sedikit lebih baik didepan mata dominan dipilih.
Setelah keseimbangan binokular tercapai maka prisma dilepaskan dan lensa
pemburam dikurangi dari kedua mata tiap 0,25D untuk memberikan waktu yang
cukup bagi pasien beradaptasi terhadap perubahan lensa dan Kekuatan lensa yang
akan dipilih adalah yang dapat menghasilkan ketajaman penglihatan terbaik tanpa
melibatkan akomodasi.1,9
Gambar 2.5 Keseimbangan binokular oleh prisma disosiasi dari perspektif pasien
2.1.5 Best Visus Sphere
Best Visus Sphere (BVS) merupakan penglihatan spheris terbaik yang
dirasakan pasien, hal ini dilakukan dengan menggunakan lensa yang dapat
memberikan penglihatan terbaik hanya dengan kekuatan spheris dengan
menggunakan lensa plus (+) atau minus (-) untuk menggambarkan suatu keadaan.
Pemeriksaan BVS dapat dilakukan tanpa retinoskopi dan setelah retinoskopi.1
Prosedur penetuan BVS tanpa retinoskopi:1
1. Tutup mata kiri
2. Ukur penglihatan tanpa alat bantu
9
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA
NAMA : ALVANDO AULIA ISYAN
NIM : 150100059
3. Jika memungkinkan, perkirakan ametropia. Hal ini bermanfaat pada kasus
miopia yang tidak dikoreksi. Pada miopia, posisi titik jauh yang sebenarnya dapat
digunakan untuk memperkirakan kelainan refraktif, contoh seseorang dengan
miopia -8.00 D melihat jelas jika terget ditempatkan pada jarak sekitar 12.5 cm dari
mata.
4. Tambahkan lensa +1.00D
5. Tanyakan apakah penglihatan memburuk?
6. Tidak: tambahkan kekuatan lensa positif sampai penglihatan kabur. Dari titik
kabur, turunkan dengan +0.25 DS. BVS merupakan lensa positif maksimum
dimana mata dapat melakukan toleransi tanpa menyebabkan kekaburan pada grafik
huruf.
7. Ya: tambahkan lensa dengan kekuatan negatif sampai grafik huruf terlihat jelas.
Yakinkan bahwa setiap penambahan sebenarnya meningkatkan tajam penglihatan
dan tidak hanya membuat huruf-huruf menjadi lebih kecil.
8. Jika memungkinkan, atur lensa akhir pada grafik huruf dan/atau duochrome
dengan menggunakan putaran ±0.25 DS
9. Catat tajam penglihatan
10. Tutup mata kanan dan ulangi prosedur yang sama pada mata kiri.
2.2 Pemeriksaan Refraksi Objektif
Refraksi objektif memberikan penilaian kesalahan refraksi yang tidak
memerlukan respons subjektif dari pasien. Pengukuran obyektif dari kelainan
refraksi, biasanya dengan retinoskopi atau autorefraksi, memberikan perkiraan awal
kesalahan refraksi yang dapat disempurnakan dengan refraksi subjektif. Ini adalah
satu-satunya penilaian yang tersedia pada pasien yang tidak kooperatif dalam
refraksi subyektif, seperti anak kecil dan sangat bergantung pada saat respons
subjektif terbatas atau tidak dapat diandalkan.
Retinoskopi adalah penggunaan instrumen untuk mengukur gangguan refraksi
seseorang.10 Retinoskop merupakan instrumen hand-held yang menggunakan
prinsip cahaya. Alat ini terdiri dari lensa, sumber cahaya, dan cermin. Dengan
mengarahkan cahaya retinoskop ke pupil, kita dapat menilai pantulan cahaya pada
retina, dan kemudian status refraksi dapat diukur dengan menggunakan lensa yang
10
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA
NAMA : ALVANDO AULIA ISYAN
NIM : 150100059
diletakkan di depan mata pasien hingga cahaya dapat tepat fokus pada retina dengan
pantulan netral.11,12
Retinoskopi memberikan hasil yang lebih akurat dari kesalahan refraksi pada
lebih banyak pasien daripada autorefraksi, meskipun autorefraksi adalah alternatif
yang berguna dan dapat diandalkan pada banyak pasien dewasa 'standar' dan dapat
sangat akurat dalam menentukan astigmatisme. Autorefraktor tidak boleh
digunakan dengan anak-anak tanpa cycloplegia karena kesalahan akomodasi
proksimal menghasilkan hasil yang jauh lebih minus dibandingkan dengan
cycloplegia, terutama pada anak hyperopia muda (misalnya, rata-rata 2,50 D lebih
minus untuk anak-anak berusia 4 tahun dengan individu bervariasi dari 0 hingga
perbedaan hampir -7,00 D). Kesalahan ini tetap terjadi pada anak-anak hingga usia
18 tahun.
Retinoskopi juga memberikan penilaian sensitif dari media mata (misalnya,
deteksi dini katarak, keratoconus), dapat digunakan untuk menentukan kesalahan
refraksi pada jarak dan dekat, mengukur akurasi akomodatif, mengidentifikasi
disfungsi akomodatif, dan portabel, kurang mahal, dan cenderung tidak rusak.
Kelemahan utama Retinoskopi adalah membutuhkan beberapa tahun pelatihan
untuk menjadi ahli.
Retinoskopi dilakukan di dalam ruangan yang redup. Pasien duduk di kursi dan
berada didepan pasien, dengan jarak kerja sesuai yang diinginkan. Pasien diminta
untuk melihat ke suatu obyek dengan jarak 6 m (20 kaki) atau lebih yang searah.
Pemeriksa menggunakan mata kanan jika akan memeriksa mata kanan, dan mata
kiri untuk memeriksa mata kiri pasien. posisi mata pemeriksa setinggi posisi mata
pasien .13–15
Untuk memeriksa mata kanan pemeriksa duduk agak sedikit ke kanan pasien.
Retinoskop dipegang dengan tangan kanan dan mata kanan mengintip melalui
retinoskop, ibu jari atau telunjuk digunakan untuk menahan pada posisi sleeve
down (jika yang digunakan retinoskop Welch Allen) dan untuk memutar sleeve.
Tangan kiri digunakan untuk memanipulasi foropter atau trial lens. Begitupun
sebaliknya untuk memeriksa mata kiri pasien. 13,15
11
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA
NAMA : ALVANDO AULIA ISYAN
NIM : 150100059
Pada saat pemeriksaan ada beberapa hal yang perlu diberitahukan pada pasien:
- Pemeriksaan ini untuk membantu mendapatkan ukuran kaca mata dengan tepat
- Ke dua mata dibuka dan di instruksikan untuk melihat ke kartu atau objek jauh
meskipun kabur.
- Pasien tidak melihat ke cahaya retinoskop
- Pasien dapat berkedip bila diperlukan
- Jika pemeriksa menghalangi penglihatan untuk melihat jauh, beritahukan
pemeriksa.
Gambar 2.7 Posisi pemeriksa dan pasien pada retinoskopi
12
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA
NAMA : ALVANDO AULIA ISYAN
NIM : 150100059
BAB III
KESIMPULAN
Mata dengan sifat emetropia adalah mata tanpa adanya kelainan refraksi
pembiasan sinar mata dan berfungsi normal. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar
oleh kornea atau perubahan panjang bola mata, maka sinar normal tidak dapat
terfokus pada makula. Keadaan ini disebut ametropia yang dapat berupa miopia,
hipermetropia, atau astigmatisma. Prosedur dalam menemukan dan mengoreksi
kesalahan bias disebut dengan refraksi. Pemeriksaan refraksi terdiri dari dua
metode, yaitu objektif dan subjektif. Metode pemeriksaan refraksi objektif yaitu
retinoskopi dan menggunakan autorefrakter. Pemeriksaan subejktif terdiri dari 3
tahap yaitu verifikasi subjektif refraksi, penyempurnaan fraksi pembiasan dan
menyeimbangkan binokular subjektif. Teknik yang dapat digunakan yaitu
astigmatic dial, stenopeic slit, cross cylinder, tes duokrom, dan binocular balance.
Pemeriksaan subjektif lebih akurat dibandingkan dengan pemeriksaan objektif.
13
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA
NAMA : ALVANDO AULIA ISYAN
NIM : 150100059
DAFTAR PUSTAKA
.1.
Keirl A, Christie A. Clinical Optics and Refraction : A Guide for
Optometrist. Elsevier; 2007.
2.
Pujol J, Ondategui-Parra J, Badiella L. Refracción subjetiva esférica
utilizando un nuevo sistema 3D basado en realidad virtual. J Optom. 2017;
3.
Glynn M. Hutchison’s Clinical Methods. Elsevier; 2018.
4.
Stein H, Stein R, Freeman M. The Ophthalmic Assistant E-Book : A Text
for Allied and Associated Opthalmic Personnel. Elsevier; 2017.
5.
Strauss L, Azar DT. 3 - Physiologic Optics for Refractive Surgery: An
Overview. Third Edit. Refractive Surgery. Elsevier Inc.; 2020. 38–48 p.
6.
Brodie SE, Gupta PC, Irsch K, Jackson M Lou. Clinical Optics. In: 20192020 Basic Clinical Science Course. American Academy of Opthalmology;
2019.
7.
Chowdhury P, Shah B. Stenopeaic Slit: A Diagnostic and Refractive Tool.
Ophthalmol Res An Int J. 2018;8(2):1–3.
8.
Stein HA. The Opthalmic Assistant. Elsevier; 2018.
9.
Elliott D. Clinical Procedures in Primary Eye Care. 4th ed. Elsevier; 2014.
10.
ICEE. RETINOSCOPY. In: ICEE Refractive Error Training Package.
2009. p. 1–9.
11.
Natchiar G. A Text Book on Optics and Refraction. Aravind Eye Hospital
and Postgraduate institute of Opthalmology. Tamilnadu India.; 2010.
12.
Furlan W D. Muñoz-Escrivá L. Analysis of lens aberrations using a
retinoscope as a Foucault test. Burjassot Spain: Universitat de València;
2000.
13.
Stenberg L. Correlation between Retinoscopy and Monocular and
Binocular Subjective Refraction. Sweden: University of Kalmar; 2009.
14.
Grosvenor T. Retinoscopy in Primary Care Optometry. Elsevier; 2007.
15.
Duckman R. Quantification of refractive error in visual development,
diagnosis and treatment of the pediatric patient. Lippincott Williams and
Wilkins; 2010.
14
Download