FUNGSI STATISTIKA DAN INFORMATIKA DALAM KEILMUAN OLEH: SANGGA RILAU SAIFUL NIM. 19062052018 HISBULLAH HUDA NIM. 19062052047 PRODI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM MAKASSAR 2019 KATA PENGANTAR Segala puja dan puji kami haturkan kepada Allah subhaanahu wa ta’aala, Tuhan semesta alam yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya serta taufiq-Nya sehingga kami dalam keadaan sehat wal-‘afiyat. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan abadi kita, Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Syukur Al-hamdulillaah kami panjatkan atas suksesnya penyusunan makalah ini. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu. Oleh karena itu kami ucapkan terima kasih pada semua pihak yang terkait, terutama dosen pengampu, orang tua kami dan sahabat yang telah berpartisipasi, baik secara langsung maupun tak langsung, didalam penyusunan makalah ini, sehingga berjalan dengan lancar dan selesai dalam waktu yang telah ditentukan. Kami menyadari dalam makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurang baik dalam segi struktur kalimat, pemilihan kata-kata, dan isi. Oleh karena itu kami mohon saran dan kritiknya demi kesempurnaan makalah ini yang nantinya akan bermuara kepada kesempurnaan pengetahuan yang kita peroleh. Tim Penulis, Sangga Rilau Saiful Hisbullah Huda DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 4 B. Rumusan Masalah 7 C. Tujuan Penulisan 7 BAB II STATISTIKA A. Ontologi 8 B. Epistimologi 10 C. Aksiologi 17 BAB III INFORMATIKA A. Ontologi 18 B. Epistimologi 20 C. Aksiologi 21 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan 22 B. Saran 22 DAFTAR PUSTAKA 23 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada November 2018 Badan Pusat Statistik (BPS)1 mengeluarkan data atau laporan mengenai Potret Pendidikan Indonesia. Dalam laporan tersebut tidak kurang dari 20 jenis data yang dipaparkan secara detail oleh BPS. Salah dua diantaranya adalah jumlah sekolah dan peserta didik serta persentase sekolah dan peserta didik berdasarkan propinsi, jenjang pendidikan, dan status sekolah. Agar lebih jelas, penulis mengutip salah satu table yaitu table perkembangan jumlah sekolah menurut jenjang pendidikan untuk Tahun Ajaran 2016/2017 dan 2017/2018 sebagaimana dibawah ini.2 Jenjang 2016/2017 2017/2018 Pertumbuhan (%) Pendidikan SD 147.503 148.244 0,50 SMP 37.763 38.960 3,17 SMA 13.144 13.495 2,67 SMK 13.236 13.710 3,58 Tabel 1. Jumlah bangunan sekolah berdasarkan jenjang pendidikan dan pertumbuhannya. Dari table diatas kita telah mendapatkan pengetahuan bahwa pada Tahun Ajaran 2018/2019: 1. SD merupakan jenjang pendidikan yang memiliki jumlah bangunan yang paling banyak dari semua jenjang pendidikan yang ada, sedangkan SMA merupakan jenjang pendidikan yang memiliki jumlah sekolah yang paling sedikit. 2. Jumlah sekolah untuk semua jenjang pendidikan meningkat dibandingkan tahun ajaran sebelumnya. 3. Pertumbuhan jumlah bangunan SD sangatlah sedikit jika dibandingkan dengan jenjang pendidikan lainnya. 1 Rachmawati, Yeni, dkk., Potret Pendidikan Indonesia: Statistik Pendidikan, (Jakarta: Badan Pusat Statistik, 2018), hlm. vii. 2 Ibid, hlm. 12 Domain pemikiran kita selanjutnya jika dikaitkan dengan Filsafat Ilmu adalah tergelitiknya nalar kita yang memproduksi pertanyaan: (1) Apakah hakikat dari angka-angka tersebut?, (2) Darimanakah angka-angka tersebut diperoleh? dan (3) Untuk apa angka-angka tersebut dipaparkan? Filsafat memiliki tiga (3) dimensi, yaitu dimensi ontology, epistimologi, dan aksiologi.3 Jawaban dari pertanyaan pertama akan mengisi dimensi ontology, pertanyaan kedua akan mengisi dimensi epistimologi, dan pertanyaan ketiga akan mengisi dimensi aksiologi. Secara kasar penulis bisa berasumsi bahwa angka-angka yang dipaparkan oleh Rachmawati dkk. tidak lain dan tidak bukan merupakan gambaran atau data pertumbuhan jumlah bangunan sekolah di Indonesia pada tahun ajaran tertentu. Angka-angka tersebut diperoleh dengan menghitung secara langsung bangunan sekolah di setiap daerah yang ada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan mengetahui pertumbuhan jumlah sekolah di Indonesia, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI bisa mengeluarkan kebijakan-kebijakan strategis dalam mengelola sistem pendidikan di Indonesia. Berangkat dari asumsi diatas dapat dilihat gambaran bahwa angka-angka yang ada dalam table sebelumnya tidak muncul dengan sendirinya. Mereka muncul dengan melalui sebuah metode keilmuan yang telah tersusun sedemikian rupa. Metode keilmuan yang dimaksud disini adalah adanya data (dalam hal ini angka-angka) yang diperoleh melalui sebuah observasi (pengamatan) langsung lalu dengan data tersebut pengamat menganalisa dan menyimpulkan. Lalu pertanyaan kritis yang muncul adalah disebut ilmu apakah yang bertugas mengumpulkan data lalu menganalisanya. Ada dua kata kunci yang selalu muncul dalam Bab Pendahuluan ini, yaitu angka dan data. Penjabaran kedua kata kunci ini bisa dilihat sebagai berikut: 1. Angka merupakan bahasa yang digunakan dalam ilmu matematika. 2. Data merupakan gambaran dari apa disampaikan oleh angka. 3 Muchsin dalam Nugraha A., Rizky, dkk., Filsafat Ilmu (Jambi: Pustaka Ma’arif Press, 2017), hlm. 11 Penjabaran diatas bertalian dengan empat (4) sarana ilmiah yang dijelaskan oleh Suaedi4, yaitu bahasa, matematika, statistika, dan logika. Tapi pada pembahasan awal ini penulis hanya focus kepada dua saja, yaitu Matematika dan Statistika. Matematika berperan penting dalam berpikir deduktif, sedangkan statistika berperan penting dalam berpikir induktif.5 Dalam perkembangan ilmu pengetahuan, matematika dan statistika tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Statistika membutuhkan matematika dalam menganalisa masalah dan mengambil keputusan. Bila dikaitkan dengan table yang telah dipaparkan sebelumnya, maka angka 0,50% memberikan gambaran kepada pengambil kebijakan bahwa terdapat ketimpangan jumlah bangunan SD dibandingkan jenjang pendidikan lainnya. Masalah apakah pengambil kebijakan akan memutuskan membangun beberapa unit SD atau tidak itu lain soal. Ini masih harus dikonfirmasi lagi dengan jumlah usia anak sekolah di daerah tertentu dan dibutuhkan pengamatan lanjutan untuk menjabarkannya. Pertanyaan sebelumnya mengenai ilmu apakah yang bertugas mengumpulkan data lalu menganalisanya sudah mulai menemui titik jawaban, meskipun masih harus ditelaah lebih lanjut. Ada dua pilihan jawaban alternatif, yaitu ilmu matematika dan ilmu statistika. Kedua ilmu ini bisa kita jadikan jawaban utama dari pertanyaan sebelumnya karena kedua ilmu ini mampu memberikan angka dan data. Tetapi secara komprehensif Suaedi memaparkan bahwa statistika adalah cara-cara tertentu dalam memperoleh, menyusun, menganalisa, dan menyimpulkan data yang berupa angka sehingga dapat memberikan pengertian tertentu.6 Jadi sampai disini telah jelas bahwa ilmu yang bertugas mengumpulkan data lalu menganalisanya adalah statistika. Karena statistika merupakan sebuah ilmu, maka dalam penarikan kesimpulan dari data yang telah dikumpulkan haruslah melalui sebuah metode ilmiah. Suhaedi dan Biyanto7 sama-sama sepakat bahwa dalam metode ilmiah ada beberapa langkah yang harus ditempuh agar hasil analisa peneliti bisa diterima secara luas. Salah satu langkah yang harus ditempuh adalah pengujian hipotesis. 4 Suaedi, Pengantar Filsafat Ilmu (Bogor: PT Penerbit IPB Press, 2016), hlm. 73 Ibid. hlm. 72 6 Ibid, hlm. 74 7 Biyanto, Filsafat Ilmu dan Ilmu Keislaman (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), hlm. 224 5 Suhaedi dan Biyanto memiliki pandangan yang berbeda soal pengujian hipotesis. Suhaedi memisahkan langkah antara pengumpulan data dengan pengujian hipotesis, sedangkan Biyanto menggabungkan kedua langkah tersebut kedalam langkah pengujian hipotesis. Dalam pengujian hipotesis, statistika tidak bisa berdiri sendiri. Ia harus dibantu oleh ilmu lain, yaitu informatika. Dalam kaitannya dengan statistika, ada dua konsep yang harus kita bedakan dalam informatika, yaitu kalkulasi dan komputasi. Kalkulasi erat kaitannya dengan penghitungan dalam matematika sederhana dan alat hitungnya disebut kalkulator. Sedangkan komputasi lebih menitikberatkan kepada pengolahan data dan alatnya disebut dengan computer.8 Sangat jelas terlihat bahwa matematika, statistika, dan informatika sangat berhubungan satu sama lain di dalam metode keilmuan. Matematika memberikan data dalam bentuk angka kepada ahli statistic yang kemudian diolah dengan menggunakan teknik informatika yaitu computer. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, penulis mencoba meramu dua rumusan masalah dalam bentuk pertanyaan, yaitu: 1. Apa fungsi statistika dalam keilmuan? 2. Apa fungsi informatika dalam keilmuan? C. Tujuan Penulisan Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah: 1. Untuk mengetahui fungsi statistika dalam keilmuan; dan 2. Untuk mengetahui fungsi informatika dalam keilmuan. 8 Indrajit, Richardus Eko, Komputer, Informatika, dan Teknologi Informasi: Kajian Perkembanagan Ilmu Komputasi di Indonesia (Jakarta: Universitas Negeri Jakarta, 2016), hlm. 6 BAB II STATISTIKA A. Ontology Untuk mengetahui hakikat dari statistika, kita harus melihat istilah ini dari sisi historis dan etimologi. Dari sisi historis, Gupta dan Kapoor9 menyebutkan dalam bukunya bahwa pada zaman dahulu pemerintah yang mewakili entitas sebuah Negara mengumpulkan informasi yang memuat tentang jumlah populasi dan tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Informasi mengenai jumlah populasi dalam sebuah Negara diperlukan dalam menentukan apakah Negara mampu melawan serangan dari luar atau tidak, sedangkan informasi yang kedua mengenai kesejahteraan diperlukan untuk mengambil kebijakan berapa tarif pajak dan denda yang akan diterapkan. Bahkan Jerman menggunakan ilmu statistika untuk pertama kali dalam mengetahui tingkat kelahiran dan kematian di Negara tersebut. Sedangkan dari sisi etimologi, terrminologi ‘Statistik/statistika’ berasal dari bahasa Latin ‘status’ atau dari bahasa Italia ‘statista’ atau dari bahasa Jerman ‘statistik’ yang mana ketiganya mengacu kepada terminology ‘negara’ atau ‘state’.10 Hal ini setali dengan jejak sejarah bahwa istilah statistika pertama kali digunakan oleh Negara untuk mengambil kebijakan politik sebagaimana telah disinggung di paragraph sebelumnya. Dari kedua sudut pandang diatas, dapat dilihat bahwa statistika adalah sebuah kegiatan pengumpulan informasi untuk kepentingan Negara. Tapi kita tidak bisa berhenti pada titik kesimpulan bahwa itulah definisi yang tepat untuk terminology ‘statistika’. Gupta dan Kapoor bahkan merasa bahwa definisi statistika yang diajukan oleh Bowley, Prof. Horace Secrist, Boddington, King, dan Lovitt belum cukup untuk menggambarkan hakikat statistika sebagai ilmu. Apakah benar demikian? Mari kita lihat satu per satu pendapat mereka yang penulis kutip langsung dari buku Gupta dan Kapoor. Pertama, Bowley mengajukan definisi statistika sebagai “numerical statements of facts in any department of enquiry placed in relation to each other”. Bila dilihat dari penggunaan statistika saat pertama kali, statistika memang memberikan fakta kepada Negara dalam bentuk angka-angka (misal, jumlah populasi). Itulah kemudian Bowley 9 Gupta dan Kapoor, Fundamentals of Mathematical Statistics: Modern Approach (New Delhi: Sultan Chand & Sons, 2000), hlm. 11 10 www.merriam-webster.com, diakses pada 26 November 2019, pukul 11.07 WITA. menambahkan definisi statistika sebagai “science of counting, science of averages, and science of the measurement of social organism, regarded as a whole in all its manfestations”. Tambahan definisi ini terkesan bahwa statistika tidak jauh-jauh dari kalkulasi (counting) sederhana yang kita temukan dalam ilmu matematika. Kedua, Prof. Horace Secrist berpendapat bahwa “By statistics we mean aggregates of facts affected to a marked extent by multiplicity of causes numerically expressed, enumerated or estimated according to reasonable standards of accuracy, collected in a systematic manner for a pre-determined purpose and placed in relation to each other”. Definisi statistika yang diajukan oleh Prof. Horace Secrist ini menurut hemat penulis merupakan penjabaran dari definisi statistika yang diajukan oleh Bowley. Tapi yang membedakannya adalah Horace telah menitikberatkan kepada kerangka berpikir sistematik, meskipun dia tidak menggunakan terminology ‘science’ didalam definisi yang ia ajukan. Ketiga, Boddington berpendapat bahwa “Statistics is the science of estimates and probabilities”. Meskipun Boddington telah menggunakan terminology ‘science’ dalam definisinya, namun belum komprehensif didalam menjabarkan apa itu statistika. Justru Boddington mereduksi kemampuan statistika dalam pengambilan kesimpulan dan keputusan. Terminology ‘estimates’ dan probabilities’ menurut Gupta dan Kapoor hanya merupakan bagian dari metode statistic.11 Keempat, King mendefinisikan statistika sebagai “the method of judging collective, natural or social phenomenon from the results obtained from the analysis or enumeration or collection of estimates”. Definisi statistika yang ditawarkan oleh King ini sebenarnya telah menggambarkan hakikat statistika ditinjau dari segi ilmu karena telah adanya penilaian (judging) dari data (phenomenon) yang telah dikumpulkan dan dianalisa. Bahkan dari definisi tersebut terlihat bahwa statistika bukan hanya digunakan didalam ilmu social tapi juga bisa digunakan didalam ilmu alam. Kelima, Lovitt mengatakan bahwa “Statistics is the science which deals with collection, classification, and tabulation of numerical facts as the basis of explanation, description, and comparison of phenomenon”. Sama halnya dengan King, definisi yang ditawarkan oleh Lovitt telah memberitahukan kepada kita mengenai hakikat statistika 11 Gupta dan Kapoor, Fundamentals of Mathematical Statistics: Modern Approach (New Delhi: Sultan Chand & Sons, 2000), hlm. 13 ditinjau dari keilmuan. Bahkan Lovitt lebih jauh menjabarkan mengenai metode statistika, yaitu pengumpulan, pengklasifikasian, penabulasian, dan penganalisian. Pada tahap analisa lahirlah sebuah penjelasan, deskripsi, atau perbandingan antara sumber data yang diperoleh. Dari lima (5) definisi statistika ditambah deskripsi historis dan etimologi kata ‘statistika’, penulis mencoba merumuskan hakikat dari statistika yaitu sebuah kumpulan langkah-langkah statistik yang ditempuh oleh seorang ilmuwan agar pengetahuan ilmiahnya dapat berterima umum dan dijadikan rujukan oleh para ilmuwan lainnya dan pemangku kepentingan dalam mengambil keputusan. Langkah-langkah statistic yang dimaksud oleh penulis disini berdasarkan definisi-definisi yang telah disebutkan sebelumnya yaitu pengumpulan, analisa, dan penyajian data. B. Epistimologi Berangkat dari tawaran definisi statistika yang telah disebutkan dalam bagian ontology diatas, penulis mencoba melemparkan pertanyaan kritis yang akan mengisi dimensi epistomologi statistika, yaitu: 1) Darimana atau bagaimana data diperoleh?, 2) Bagaimana menganalisa data?, dan 3) Bagaimana menyajikan hasil analisa data? Ketiga pertanyaan ini masing-masing akan dibahas secara berurutan di bagian Sumber Data, Analisa Data, dan Teknik Penyajian Data. 1. Sumber Data Data dalam statistika bersumber dari populasi yang ada dalam cakupan kajian pengamat/peneliti. Misalnya kita akan meneliti metode pengajaran bahasa Inggris yang diterapkan oleh guru bahasa Inggris yang ada di Kota Makassar. Katakanlah total guru bahasa Inggris yang ada di Kota Makassar adalah 500 orang, maka jumlah populasi dalam penelitian kita adalah 500 guru bahasa Inggris. Untuk mendapatkan data yang diinginkan, kita tidak mungkin menjangkau semua total populasi yang ada dalam penelitian kita karena akan memakan waktu yang lebih banyak dan tenaga yang lebih besar, sehingga tidak praktis. Dalam keadaan seperti ini, kita hanya perlu mengambil beberapa perwakilan dari 500 guru bahasa Inggris, yang dalam bahasa ilmiahnya disebut sebagai sampel.12 12 Singh, Yogesh Kumar, Fundamental of Research Methodology and Statistics (New Delhi: New Age International Publishers, 2006), hlm. 82 Pemilihan sampel merupakan hal yang krusial didalam statistika karena kesalahan didalam penetapan sampel akan mengakibatkan hasil interpretasi yang bias, meskipun telah menggunakan metode statistika yang benar. Singh secara komprehensif telah menjabarkan tipe-tipe dan metode-metode yang peneliti bisa gunakan saat ingin menentukan sampel, yaitu:13 a. Tipe pengambilan sampel berdasarkan probabilitas (Probability Sampling), yang terdiri dari beberapa metode, yaitu: 1) Random sampling 2) Systematic sampling 3) Stratified sampling 4) Multi stage sampling 5) Purposive sampling 6) Cluster sampling 7) Multiple sampling atau double sampling b. Tipe pengambilan sampel yang tidak berdasarkan probabilitas (Non-Probability Sampling), yang terdiri dari beberapa metode, yaitu: 1) Incidental atau Accidental sampling 2) Judgment sampling 3) Purposive sampling 4) Quota sampling Setelah menentukan sampel, langkah berikutnya yang diambil oleh peneliti adalah pengumpulan data dari sampel. Pertanyaan “Bagaimana peneliti memperoleh data dari sampel yang telah ditentukan sebelumnya?” akan menuntaskan pembahasan kita mengenai sumber data. Moore, dkk. secara tidak langsung memberikan gambaran kepada pembacanya bahwa untuk menghasilkan (baca: memperoleh) data, peneliti bisa mengambil tiga metode, yaitu pengambilan langsung, survey, dan eksperimen.14 Pengambilan langsung dimaksudkan bahwa data yang diperlukan oleh peneliti sudah ada, peneliti tinggal mengambilnya saja. Data yang sudah jadi ini bisa diperoleh di lembaga-lembaga yang 13 Ibid., hlm. 83 Moore, David S., dkk., Introduction to the Practice of Statistics: Sixth Edition (New York: W.H. Freeman and Company, 2009), hlm. 171-180 14 berkaitan dengan topic kajian peneliti. Misalnya, peneliti mengambil topic pendidikan, maka data mengenai topic tersebut bisa diperoleh di dinas pendidikan. Metode pertama ini merupakan metode yang paling mudah dan murah diantara ketiga metode. Metode kedua yang peneliti bisa tempuh dalam memperoleh data yaitu dengan melakukan survey. Ada dua (2) teknik yang bisa dilakukan saat melakukan survey, yaitu melalui wawancara dan kuisioner. Bahkan Singh menambahkan satu teknik yaitu survey observasi terkontrol.15 Tapi sayangnya Singh tidak merinci lebih jauh apa yang dimaksud dengan survey observasi terkontrol. Mengenai survey observasi terkontrol, penulis menemukan korelasinya di dalam buku yang ditulis oleh Moore, dkk. Dalam buku tersebut disebutkan perbedaan antara observasi dengan eksperimen. Moore, dkk. menilai bahwa dalam studi observasi, kita hanya mengamati individu-individu dan mengukur variable yang ada tetapi tidak mencoba mempengaruhi respon. Survei sampel merupakan salah satu jenis studi observasi ini. Sedangkan dalam ekperimen, kita memberikan perlakuan kepada individu-individu dan mengamati respon mereka terhadap perlakuan yang kita berikan. Melihat penjelasan mengenai studi observasinya Moore, dkk., penulis mencoba mengaitkan antara teknik wawancara, kuisioner, dan survey observasi terkontrol dengan tipe pengambilan sampel. Teknik wawancara dan kuisioner lebih cenderung menggunakan tipe pengambilan sampel berdasarkan probabilitas, sedangkan survey observasi terkontrol cenderung menggunakan tipe pengambilan sampel nonprobabilitas. Metode terakhir yang bisa dilakukan untuk mendapatkan data yang kita inginkan adalah dengan melakukan eksperimen. Metode eksperimen merupakan ciri khas dalam metode ilmiah dan sering ditemukan didalam penelitian kuantitatif. Bahkan Johada dalam Singh mengatakan bahwa eksperimen dalah metode pengujian hipotesis.16 Sebelum melakukan eksperimen peneliti harus menentukan apa yang menjadi variable bebas dan variable terikatnya. Untuk menetukannya, peneliti harus kembali melihat rumusan masalah yang telah dibuat sebelumnya. Sebagai contoh, jika rumusan masalahnya adalah hubungan antara metode diskusi dengan peningkatan kemampuan 15 Singh, Yogesh Kumar, Fundamental of Research Methodology and Statistics (New Delhi: New Age International Publishers, 2006), hlm. 104 16 Ibid., hlm. 135 berbicara bahasa Inggris siswa, maka yang menjadi variable bebasnya adalah metode diskusi dan yang menjadi variable terikatnya adalah peningkatan kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa. 2. Analisa Data Pertanyaan berikutnya yang akan mengisi dimensi epistimologi statistika setelah data diperoleh yaitu cara menganalisa data. Ada dua metode yang bisa dilakukan peneliti berdasarkan hasil akhir dari penelitiannya. Jika ia hanya ingin menggambarkan secara lugas hasil penelitiannya tanpa harus menginterpretasi (generalisasi) populasi yang ditelitinya, maka metode yang digunakan yaitu statistika descriptive.17 Tapi jika peneliti ingin menginterpretasi (generalisasi) populasi yang ditelitinya, maka metode yang digunakan adalah metode induktif.18 Nama lain dari metode yang kedua adalah statistika inferensial (teori estimasi).19 Di statistika inferensial inilah dikenal istilah variable bebas, terikat, dan control. Contoh dari statistika deskriptif bisa dilihat di Bab Pendahuluan makalah ini dimana penulis menyajikan table tentang jumlah bangunan sekolah berdasarkan jenjang pendidikan dan persentase pertumbuhannya, sedangkan contoh dari statistika inferensial bisa dilihat dari penelitian kuantitatif yang menghubungkan atau membandingkan antar dua atau beberapa variable (misalnya hubungan antara besaran gaji dengan kinerja guru pendidikan agama Islam di Makassar). Pada saat menganalisa data dengan menggunakan metode inferensial, peneliti diberikan beberapa pilihan teknik analisa. Namun tidak semua teknik analisa bisa digunakan oleh peneliti. Teknik analisa statistika digunakan berdasarkan pendekatan yang digunakan saat pemilihan sampel. Jika peneliti memilih sampel berdasarkan pendekatan probabilitas, maka teknik analisa yang digunakan harus berdasarkan pendekatan statistic parametric. Namun jika peneliti memilih sampel berdasarkan 17 Heumann, Christian dkk., Introduction to Statistics and Data Analysis: With Exercises, Solutions, and Application with R (Switzerland: Springer International Publishing AG, 2016), hlm. 3 18 Ibid.,hlm. 181 19 Gupta dan Kapoor, Fundamentals of Mathematical Statistics: Modern Approach (New Delhi: Sultan Chand & Sons, 2000), hlm. 1.115 pendekatan non-probabilitas, maka teknik analisa yang digunakan harus berdasarkan pendekatan statistic non-parametric.20 Singh dalam bukunya lebih lanjut menjabarkan beberapa pengujian (test) yang harus dilakukan oleh peneliti agar hasil analisa tidak menjadi bias dan berterima umum. Pengujian yang dimaksud disini adalah mencari nilai rerata (Mean), standar deviasi, rasio kritis (Critical Ratio), level signifikansi, analisa varian, analisa covarian, chisquare, dan Spearman test.21 3. Teknik Penyajian Data Statistika tidak hanya berhenti ditingkat analisa data. Setelah dianalisa, data tersebut harus disajikan kepada umum agar deskripsi atau interpretasi data bisa tergambar dengan jelas. Secara garis besar ada dua (2) teknik penyajian data statistic, yaitu table dan grafik/diagram. Table statistic sendiri terdiri atas dua (2) model, yaitu angka dan gambar. Agar lebih jelas penulis memberikan contoh table statistic di bawah ini. Propinsi Jumlah Mobil Aceh 30 Medan 70 Jakarta 140 Sulawesi Selatan 60 Surabaya 100 Yogyakarta 85 Bali 90 Contoh table statistika angka Propinsi Jumlah Mobil Aceh Medan Jakarta 20 Singh, Yogesh Kumar, Fundamental of Research Methodology and Statistics (New Delhi: New Age International Publishers, 2006), hlm. 228-229 21 Ibid., hlm. 232-240 Sulawesi Selatan Surabaya Yogyakarta Bali Contoh table statistika gambar Sedangkan diagram/grafik statistic terdiri atas tiga (3) model, yaitu batang, lingkaran, dan garis. Jumlah Mobil 160 140 120 100 80 60 40 20 0 Contoh diagram/grafik statistic batang Jumlah Mobil Jumlah Mobil Aceh Medan Jakarta Sulawesi Selatan Surabaya Yogyakarta Bali Contoh diagram statistika lingkaran Jumlah Mobil 160 140 120 100 80 60 40 20 0 Contoh grafik statistic garis Jumlah Mobil C. Aksiologi Dimensi aksiologi akan menjawab rumusan masalah yang telah dipaparkan pada awal makalah ini, yaitu fungsi statistika dalam keilmuan. Adapun fungsi statistika dalam keilmuan menurut hemat penulis adalah sebagai berikut: 1. Menguji hipotesis. Seperti yang telah diketahui bersama bahwa ilmu adalah metode ilmiah yang digunakan manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang tersistematis. Dalam metode ilmiah dikenal istilah langkah ilmiah yang terdiri dari merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan informasi, menguji hipotesis dengan cara menganalisa informasi yang diterima, dan menyimpulkan/menginterpretasi informasi. 2. Membantu ilmuwan dalam berpikir ilmiah. Hal ini sama dengan poin sebelumnya bahwa statistika tidak bisa dilepaskan dari metode berpikir ilmiah. 3. Membantu pemangku kepentingan dalam bidang tertentu untuk mengambil kebijakan berdasarkan hasil analisa data statistic. Misalnya di bidang pendidikan ditemukan hubungan antara tingkat pendapatan dengan kinerja guru di Indonesia. Dari hasil ini Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, akan mempertimbangkan untuk menaikkan gaji guru berdasarkan kinerja masing-masing guru. 4. Manusia akan mendapatkan pengetahuan baru yang lebih bermanfaat bagi kelangsungan hidup manusia dibanding dengan pengetahuan lama. Misalnya dibidang kesehatan, ditemukan jenis obat yang jauh lebih manjur dari obat sebelumnya. 5. Pengetahuan baru yang diperoleh dengan menggunakan statistika akan sulit terbantahkan karena telah melalui beberapa pengujian data dan ditampilkan secara lugas. BAB III INFORMATIKA A. Ontologi Sama halnya dengan pembahasan sebelumnya, Statistika, pembahasan kali ini dimulai dengan mencari hakikat dari apa yang sedang kita bahas dalam makalah ini. Sebelumnya juga telah disinggung bahwa untuk menemukan hakikat dari informatika, maka kita harus melihat ke belakang secara historis penggunaan istilah ini ditambah dengan melihatnya dari sudut pandang etimologi. Informatika erat kaitannya dengan ilmu computer. Argument ini bisa diterima oleh akal dengan beberapa pertimbangan. Pertama, Yatsko dan Suslow menyatakan bahwa penggunaan istilah ilmu computer pertama kali digunakan saat Louis Fein mendirikan Sekolah Ilmu Komputer. Dalam perkembangannya banyak disiplin ilmu pengetahuan yang bersinggungan dengan ilmu computer tapi tidak memasukkan ilmu computer didalam kurikulumnya. Oleh karena itu lahirlah beberapa istilah disiplin ilmu seperti ilmu komputasi dan datalogi. Istilah ‘informatika’ nanti diperkenalkan oleh seorang ilmuwan berkebangsaan Jerman, Karl Steinbuch, pada 1957 dengan menggunakan istilah ‘informatik’, lalu diikuti oleh Philippe Dreyfus (1962) dengan menggunakan bahasa Italia ‘informatique’, dan sampai ke Inggris bertransformasi menjadi ‘informatics’.22 Kedua, secara etimologi, ‘informatics’ sendiri memiliki dua (2) makna, yaitu: 1. Istilah ‘informatics’ merupakan kombinasi dari dua kata, yaitu ‘information’ dan ‘automation’. Kedua konsep kata ini digambarkan sebagai ilmu pemrosesan informasi secara otomatis.23 2. Terminology ‘informatics’ terbentuk dari kata ‘information’ dan sufiks ‘-ics’ yang secara harfiah bermakna information science.24 Kata majemuk ‘information science’ sendiri bermakna koleksi, klasifikasi, penyimpanan, pengambilan, dan penyebaran pengetahuan yang diperlakukan sebagai ilmu terapan dan murni.25 22 Yatsko, Andrzej dan Suslow, Walery, Insight into Theoritical and Applied Informatics (Berlin: De Gruyter Open, Ltd., 2015), hlm. 11-12 23 Ibid., hlm. 12 24 “Informatics.” The Merriam-Webster.com Dictionary, Merriam-Webster Inc., https://www.merriamwebster.com/dictionary/informatics?src=search-dict-hed. Accessed 28 November 2019. 25 “Information science.” The Merriam-Webster.com Dictionary, Merriam-Webster Inc., https://www.merriamwebster.com/dictionary/information%20science. Accessed 28 November 2019. Bila kita menggali lebih dalam lagi secara etimologi, maka istilah ‘information’ dikembalikan ke kata dasarnya yaitu ‘inform’. Dari sini kita akan mencari asal-usul istilah ‘informatics’ sehingga diperoleh hakikatnya. Kata ‘inform’ berasal dari istilah bahasa Perancis Kuno ‘infourmer’ yang secara sederhana berarti ‘give form or shape to’. Kata ‘infourmer’ sendiri berasal dari bahasa Latin, informare yang bermakna primer ‘shaping’. Makna sekundernya adalah ‘forming an idea of something’, ‘describing idea’, dan ‘telling or instructing people about something’.26 Kita telah mendapatkan beberapa konsep dasar informatika. Dari kesemuanya, konsep ‘memberitahukan atau menginstruksikan’-lah yang paling mendekati ilmu computer. Manusia sebagai pengguna ‘menginstruksikan’ computer untuk melakukan sesuatu atau ide. Hasil dari ‘instruksi’ itulah lahir sebuah pengetahuan. Misalnya dalam ilmu linguistic. Kita ingin mencari tahu makna dari kata ‘mother’. Kata yang ingin kita cari tahu maknanya dimasukkan kedalam jaringan computer. Jaringan computer inilah yang kemudian memprosesnya dan memberitahukan kita makna kata ‘mother’, yaitu ‘ibu’. Pertimbangan ketiga yang mendukung argument penulis bahwa informatika erat kaitannya dengan ilmu computer adalah dijadikannya informatika sebagai bagian dari nomenklatur program studi/jurusan di setiap fakultas ilmu computer. Katakanlah, Fakultas Ilmu Komputer UMI. Di kampus ini terdapat program studi Teknik Informatika, dimana mahasiswanya dibekali ilmu computer, seperti Software Engineer, System Analyst, Database Engineer, Web Engineer, Computer Network, dan Programmer. Sampai disini kita telah mendapatkan tiga (3) istilah yang berkaitan dengan ilmu computer, yaitu komputasi, datalogi, dan informatika. Ketiga istilah ini saling berkaitan satu sama lain. Ilmu komputer lebih menitikberatkan kepada pengembangan perangkat keras computer itu sendiri, sedangkan komputasi lebih kepada pengembangan perangkat lunaknya. Datalogi adalah ilmu yang mempelajari pengumpulan dan penyimpanan data didalam system atau jaringan komputer. Informatika adalah ilmu yang mempelajari pengolahan data atau informasi yang telah dikumpulkan dengan menggunakan perangkat dan jaringan computer dan menghasilkan data atau informasi baru. 26 Ayto, John, Word Origins: The Hidden Histories of English Words from A to Z, Second Edition (London: A&C Black Publishers, Ltd., 2005), hlm. 287 B. Epistimologi Pada bagian sebelumnya, kita telah mengetahui hakikat dari informatika, yaitu teknik pengolahan data atau informasi. Berangkat dari hakikat ini, pencarian kita berikutnya adalah bagaimana data atau informasi itu diolah melalui perangkat atau jaringan computer. Untuk mengetahui cara data atau informasi diproses, kita harus mengaitkan informatika dengan ilmu lainnya dan ilmu yang paling dekat dengan pengolahan data yaitu statistika. Perangkat lunak yang sering digunakan oleh peneliti untuk mengolah data statistic adalah SPSS (Statistical Product and Service Solutions). Pada Bab Pendahuluan penulis sempat menyinggung bahwa untuk menguji hipotesis dibutuhan ilmu informatika. SPSS inilah yang akan digunakan untuk menguji hipotesis, apakah diterima atau ditolak. Cara penggunaan perangkat lunak ini tidak akan dibahas didalam makalah ini. Pembaca bisa mendapatkannya di dunia internet. Dengan menggunakan internet untuk mendapatkan informasi mengenai penggunaan SPSS didalam mengolah data statistic berarti pembaca telah menerapkan ilmu informatika didalam kehidupan pembaca. Penggunaan SPSS dalam mengolah data hanyalah salah satu contoh penerapan informatika di dalam keilmuan. Kalau mau dikaji lebih dalam, ada dua (2) metode yang bisa digunakan saat ingin mengolah data informatika, yaitu: 1. Metode deduktif, yaitu pengolahan data informatika dengan menghasilkan pengetahuan baru yang sifatnya deskriptif. Pengembangan aplikasi/software (misalnya SPSS) dan pembuatan website/blog merupakan contoh metode ini. Jenis data yang diolah adalah data deskriptif. Metode ini lebih dekat dengan pengembang informatika. 2. Metode induktif, yaitu pengolahan data informatika dengan menghasilkan pengetahuan baru yang bersifat interpretatif. Penggunaan SPSS merupakan contoh metode kedua ini. Jenis data yang diolah adalah data numeric. Metode ini lebih dekat dengan pengguna informatika. Lalu bagaimana dengan pengolahan data linguistic? Berbeda dengan data statistic yang dikumpulkan oleh pengguna informatika, data linguistic dikumpul oleh pengembang informatika lalu menyimpannya ke dalam system informatika. Pengguna data linguistic tinggal memasukkan informasi atau data yang ingin dicarinya. Contoh nyata dari pengolahan data linguistic ini bisa dilihat dari Google Translate dan aplikasi kamus lainnya, baik berbasis telepon cerdas maupun berbasis desktop. C. Aksiologi Kita telah melihat gambaran diatas bahwa informatika sangat berhubungan dengan ilmu-ilmu lainnya. Sehingga fungsi informatika dalam keilmuan bisa dirumuskan sebagai berikut: 1. Informatika dan Statistika. Informatika memudahkan pekerjaan para ahli statistika dalam menguji hipotesis mereka. Contoh konkrit dengan adanya software statistika SPSS. 2. Informatika dan Pendidikan. Para pengembang teknik dan system informatika berlomba-lomba mengembangkan aplikasi pembelajaran. Dengan hadirnya informatika pembelajaran sekarang sangat mudah diakses dan bahkan bisa menekan biaya pendidikan yang tadinya mahal menjadi murah. 3. Informatika dan Kesehatan. Para dokter sekarang mampu mendiagnosa penyakit pasiennya dengan adanya teknologi informatika seperti komputasi DNA. 4. Informatika dan Bisnis. Dengan adanya program excel, pelaku bisnis dengan mudahnya mencatat arus kas tanpa harus mencatat dan menghitung manual. 5. Informatika dan Ekonomi. Para pelaku ekonomi mampu memprediksi keadaan ekonomi kedepan hanya dengan melihat indicator pergerakan nilai saham. 6. Informatika dan Linguistik. Pembelajar bahasa asing tidak susah lagi mencari arti kata yang baru ia dengar atau baca. Cukup buka dan masukkan kata ke Google Translator, dalam hitungan sepersekian detik, arti kata langsung muncul. BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Setelah menjabarkan dua (2) ilmu terapan di bab-bab sebelumnya, statistika dan informatika, maka tibalah penulis untuk menyimpulkan rumusan masalah yang telah dibuat di Bab Pendahuluan. Dalam rumusan masalah ditanyakan mengenai fungsi statistika dan informatika dalam keilmuan. Pertama, berdasarkan hasil kajian pada bagian statistika, penulis menyimpulkan bahwa fungsi statistika dalam keilmuan adalah membantu ilmuwan dalam mengidentifikasi populasi, menentukan ukuran sampel, menguji hipotesis, menganalisa data, dan memaparkan hasil analisanya. Kedua, berdasarkan hasil kajian pada bagian informatika, penulis menyimpulkan bahwa fungsi informatika dalam keilmuan adalah membantu ilmuwan dalam mengolah data atau informasi dengan cepat dan tepat. B. Saran Ilmu statistika ditopang oleh ilmu matematika. Jadi sepatutnya peneliti yang akan menggunakan statistika didalam penelitiannya harus menguasai persamaan-persamaan matematis yang ada di dalam statistika. Tidak menutup kemungkinan ada orang yang skeptic dengan hasil penelitian kita lalu ia ingin kita menguji hasil penelitian dengan cara manual, yaitu menggunakan rumus matematika. Selain matematika, statistika juga terlihat mesra dengan informatika. Ini dilihat dari lahirnya perangkat lunak yang bisa digunakan dalam menguji hipotesis penelitian. Jadi ada baiknya pembaca mempelajari penggunaan perangkat lunak tersebut agar hasil analisanya bisa cepat diperoleh. DAFTAR PUSTAKA Ayto, John, Word Origins: The Hidden Histories of English Words from A to Z, Second Edition (London: A&C Black Publishers, Ltd., 2005) Biyanto, Filsafat Ilmu dan Ilmu Keislaman (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015) Gupta dan Kapoor, Fundamentals of Mathematical Statistics: Modern Approach (New Delhi: Sultan Chand & Sons, 2000) Heumann, Christian dkk., Introduction to Statistics and Data Analysis: With Exercises, Solutions, and Application with R (Switzerland: Springer International Publishing AG, 2016) Indrajit, Richardus Eko, Komputer, Informatika, dan Teknologi Informasi: Kajian Perkembanagan Ilmu Komputasi di Indonesia (Jakarta: Universitas Negeri Jakarta, 2016) Moore, David S., dkk., Introduction to the Practice of Statistics: Sixth Edition (New York: W.H. Freeman and Company, 2009) Nugraha A., Rizky, dkk., Filsafat Ilmu (Jambi: Pustaka Ma’arif Press, 2017) Rachmawati, Yeni, dkk., Potret Pendidikan Indonesia: Statistik Pendidikan, (Jakarta: Badan Pusat Statistik, 2018) Singh, Yogesh Kumar, Fundamental of Research Methodology and Statistics (New Delhi: New Age International Publishers, 2006) Suaedi, Pengantar Filsafat Ilmu (Bogor: PT Penerbit IPB Press, 2016) Yatsko, Andrzej dan Suslow, Walery, Insight into Theoritical and Applied Informatics (Berlin: De Gruyter Open, Ltd., 2015) www.merriam-webster.com