Uploaded by Tri Hardimasyar

PLN-EE2-BMC-Design Thinking

advertisement
MODEL BISNIS
DESIGN THINKING
BUSINESS MODEL CANVAS
Dalam lingkungan bisnis yang cepat, pemahaman
mengenai model bisnis menjadi sangat penting. Bahkan
beberapa ahli manajemen mengatakan bahwa persaingan
saat ini adalah persaingan menciptakan dan menjalankan
model bisnis yang tepat. Mengingat pentingnya model
bisnis bagi semua organisasi, Manajemen menyajikan
rubrik yang khusus membahas model bisnis.
Meskipun ada kata ‘bisnis’ dalam istilah ini, bukan
berarti model bisnis hanya bermanfaat bagi perusahaan
komersial saja, tetapi juga diperlukan oleh organisasi
nirlaba, pemerintah daerah, bahkan pemerintahan suatu
negara. Setiap organisasi bisnis harus menyediakan jasa/
produk yang menarik bagi pelanggan untuk membelinya.
Pemerintah menyediakan sarana /prasarana, dan sebagai
imbalannya menerima pendapatan pajak dari penduduk.
Bagi organisasi bisnis, model bisnis yang baik
sangat diperlukan agar dapat menang bersaing dan
menciptakan pelanggan yang loyal. Sedangkan bagi
organisasi nonbisnis, model bisnis yang baik diperlukan
agar pengguna jasa/produk dapat meningkatkan taraf
kehidupannya dalam beraneka ukuran.
Konsep model bisnis yang paling populer adalah
Business Model Canvas (Kanvas Model Bisnis),
selanjutnya disingkat sebagai BMC. Kerangka BMC yang
dipopulerkan oleh Alexander Osterwalder terdiri dari 9
bagian yang saling terkait, yaitu:
o Customer Segment
(CS=Pelanggan). Customer
Segment yang baik
ukurannya cukup luas,
loyal dan mampu memberi
imbalan yang memadai.
o Value Proposition (VP =
Manfaat yang dijanjikan).
VP yang baik bercirikan
sesuatu yang sangat
dibutuhkan CS, unik dan
tidak mudah ditiru oleh
organisasi lainnya.
o Channel (CH=Saluran untuk
menyampaikan VP ke CS).
CH yang baik adalah yang
70 Manajemen Mei 2018
o
o
o
o
o
o
memastikan komunikasi dan hubungan yang baik
dalam mengantar VP ke Customer Segment yang
dituju.
Customer Relations (CR=Hubungan pelanggan). CR
yang baik mampu mengambil hati para pelanggan
baru maupun lama.
Revenue Stream (RS=Aliran penghasilan). RS yang
baik menjamin pemasukan uang yang cukup untuk
organisasi agar dapat berkembang.
Key Resources (KR=Sumber daya penting untuk
melakukan KA). KR yang baik adalah yang dapat
menunjang KA agar bisa berjalan efektif. Terdiri
antara lain dari SDM, peralatan, sistem, dana,
sumber bahan baku, citra baik, dan lokasi.
Key Activities (KA= Proses utama untuk
mewujudkan VP). KR yang baik adalah yang dapat
menghasilkan VP yang dijanjikan.
Key Partners (KP=Mitra penting untuk melengkapi
KA). KP yang baik adalah semua pihak luar yang
membantu organisasi memenuhi Value Propositionnya.
Cost Structure (CoS= Biaya yang diperlukan). CoS
yang baik adalah yang jumlah totalnya lebih kecil
dari revenue stream yang diperoleh.
Secara skematis, BMC digambarkan sebagai berikut.
DESIGN
THINKING
Sukono Soebekti, Ph.D.
Direktur Utama PPM tahun 1998-2003
dan sekarang berkarya sebagai Executive Coach
nda pernah memperoleh pengalaman
“Wow” saat menggunakan suatu
produk atau jasa? Besar kemungkinan
apa yang Anda alami bukanlah
kebetulan, tetapi telah dirancang secara
cermat oleh produsen atau penyedia
jasa. Produsen atau penyedia jasa telah
memanfaatkan metode design thinking untuk
membuat Anda terkesan.
Mei 2018 Manajemen 71
MODEL BISNIS
DESIGN THINKING
Apa itu design thinking? Design thinking adalah suatu
pola pikir yang bertujuan menciptakan pengalaman
yang “wah” bagi pelanggannya. Di era media sosial
sekarang, pengalaman pelanggan menjadi sangat
penting. Kini pelanggan dengan mudah bercerita
tentang pengalaman pribadinya pada komunitas di
media sosial, dan cerita sesama anggota komunitas
lebih dipercaya oleh rekannya ketimbang iklan yang
dipasang oleh perusahaan.
Net Promoter Score, jumlah pelanggan yang
merekomendasikan produk/jasa kita ke temannya,
sekarang lebih ampuh ketimbang survei kepuasan
pelanggan konvensional. Cerita dari seorang
pelanggan yang mengalami suatu pengalaman yang
mengesankan ke teman temannya merupakan promosi
gratis bagi organisasi.
72 Manajemen Mei 2018
Idealnya, pola pikir design thinking (DT) diamalkan
oleh segenap pelaku organisasi, pada semua level,
dalam menjalankan kegiatan dan mengambil
keputusan. Jajaran direksi perlu menerapkan pola
pikir DT dalam merancang strategi, maupun
menyusun rencana jangka panjang dan tahunan.
Para manajer perlu menerapkan pola pikir DT dalam
merancang dan mengeksekusi seluruh kegiatannya.
Di garda terdepan, yang menjadi pelaku organisasi
yang langsung berhubungan dengan pelanggan,
yang merupakan titik sentuh dalam menciptakan
pengalaman pelanggan, sudah tentu harus
mengamalkan pola pikir DT ini.
Dalam praktik, meskipun berpikir dengan pola DT
manfaatnya sangat jelas, tetap saja banyak organisasi
yang belum menggunakannya secara intensif.
Ironisnya lagi, lebih banyak organisasi penyedia jasa
yang mengabaikan pola pikir ini dibanding organisasi
manufaktur produk.
Dalam kaitannya dengan Business Model Canvas
(BMC), pola pikir DT akan menentukan kesuksesan
atau kegagalan model bisnis Anda. Untuk menerapkan
pola pikir DT ke dalam Business Model Canvas,
sebaiknya dimulai dari pemilihan Customer Segment
yang tepat, Value Proposition yang menawan,
pemilihan Channel dan Customer Relationship yang
membangun kenangan indah yang akan berbuah pada
Revenue Stream yang deras.
DT dalam Memilih Customer Segment
Salah satu kunci keberhasilan perusahaan adalah
memilih Customer Segment (CS) yang tepat. Definisi
tepat dapat diartikan dalam pengertian berpotensi
memberikan keuntungan memadai, jumlahnya
cukup besar, serta loyal. Memilih CS yang tepat perlu
dilandasi dengan DT, khususnya perasaan empati
terhadap customer.
Di tahun 1990 misalnya, semua produsen stik
golf berlomba-lomba memproduksi stik yang
bisa memukul bola dengan jauh dan presisi.
Penyempurnaan menggunakan teknologi diupayakan
agar memungkinkan pemain golf memukul bolanya
dengan jauh dan tepat.
Namun Callaway mengamati bahwa bagi sebagian
besar pemain golf jangankan memukul bola dengan
jauh, untuk mengenai bolanya saja masih menjadi
masalah besar. Betapa menjengkelkannya bagi pemain
golf ketika dalam pukulan pertama di Tee Box, yang
kadang disaksikan oleh banyak orang, ternyata luput
mengenai bola.
Penderitaan inilah yang menginspirasi Callaway
merancang stik golf yang berkepala besar sehingga
pemain dapat dengan mudah mengenai bola golfnya,
dan dapat mencapai jarak yang jauh pula. Big Bertha
produksi Callaway ini memimpin trend penggunaan
stik berkepala besar. Semua produsen kemudian
mengekor pada kesuksesan Big Bertha.
Jeli menciptakan CS yang baru sangat diperlukan,
terutama guna melejit dari persaingan di “laut merah”,
istilah yang digunakan dalam Blue Ocean Strategy
karya Kim & Mauborgne dalam menggambarkan
persaingan yang berdarah darah. Samudera biru adalah
tujuan baru yang memposisikan organisasi jauh dan
aman dari persaingan dengan organisasi lainnya.
Perusahaan sirkus Cirque du Soleil dari Kanada
Design thinking
adalah suatu pola
pikir yang bertujuan
menciptakan
pengalaman yang “wah”
bagi pelanggannya.
Di era media sosial,
pengalaman pelanggan
menjadi sangat penting.
merupakan contoh lain bagaimana sebuah perusahaan
menciptakan segmen pelanggan baru. Apabila selama
ini pertunjukan sirkus ditujukan untuk anak-anak
dengan menyediakan pertunjukan binatang, trapeze,
dan badut maka Cirque du Soleil melihat potensi
segmen pelanggan lain untuk pertunjukan sirkus.
Segmen yang dibidik adalah penonton dewasa
yang menginginkan pertunjukan dengan tema
musikal yang bagus dengan tarian/koreografi yang
indah. Pertunjukan binatang ditiadakan dan atraksi
badut dikurangi jumlahnya. Cirque du Soleil berhasil
menarik penonton dewasa dan mengembangkan
cabang pertunjukannya di banyak kota besar dunia.
DT dalam Membuat Value Proposition
yang Unggul
Value proposition (VP) yang unggul merupakan
kunci sukses penting lainnya agar perusahaan
dapat memenangkan persaingan. VP intinya adalah
pernyataan manfaat yang diterima dan dialami
pelanggan. VP haruslah sesuatu yang mengandung
manfaat yang diperlukan dan bahkan didambakan
oleh pelanggan/pengguna jasa/produk. Pelanggan
akan bersedia membayar lebih untuk suatu manfaat
lebih yang diterimanya.
Penumpang pesawat Garuda Indonesia, misalnya,
bersedia membayar lebih karena menjanjikan
ruang kaki yang lebih lapang dibanding ruang
Mei 2018 Manajemen 73
MODEL BISNIS
DESIGN THINKING
kaki penerbangan berbiaya rendah. Dalam hal ini
dapat dikatakan bahwa Garuda Indonesia memberi
pengalaman yang lebih menyenangkan dan
bermanfaat (valuable).
Selain itu VP yang baik seyogianya menyediakan
manfaat yang dipunyai oleh sesedikit mungkin pemain
(rare). Hal ini perlu agar organisasi kita mempunyai
ciri yang mudah diingat. Contohnya dapat kita lihat
di bisnis taksi. Blue Bird adalah salah satu perusahaan
yang dipersepsikan oleh penumpang sebagai
perusahaan taksi yang aman dan dapat dipercaya.
VP yang baik juga mengandung unsur sulit ditiru
(in-imitable). Apabila inovasi di organisasi Anda
mudah ditiru berarti keunggulan Anda hanya bersifat
jangka pendek. Bayangkan jika pesaing Anda dalam
waktu singkat meniru VP Anda dan dapat merebut
pelanggan Anda.
Dalam contoh taksi Blue Bird, kita dapat
melihat adanya beberapa pesaing yang mencoba
menggunakan cat biru yang mirip dengan yang
dalam menghasilkan VP. Azas VRIO ini jugalah
yang dapat mengungkit daya saing organisasi
Anda. Tantangan terbesar bagi organisasi adalah
menemukan apa yang merupakan manfaat tinggi bagi
pelanggan (valuable).
Dari waktu ke waktu, organisasi perlu
memperbaharui VP-nya agar bisa memberikan value
yang didambakan pelanggannya. Gojek misalnya,
menyuguhkan salah satu VP berupa kepastian
tarif bagi pelanggannya untuk jarak tempuh yang
ditentukan sehingga pelanggan tidak harus tarik urat
menawar harga seandainya mereka menggunakan jasa
opang (ojek pangkalan).
Selain itu, faktor kecepatan dan juga harga yang
relatif murah juga merupakan VP lainnya apabila
pelanggan memerlukannya. Kendaraan sepeda motor
akan lebih gesit menembus kemacetan lalu lintas
macet ketimbang moda tranportasi publik lainnya.
Untuk dapat menggunakan DT sampai
berbuah pada keunggulan organisasi, Anda dapat
Dalam kaitannya dengan Business Model Canvas
(BMC), pola pikir DT akan menentukan kesuksesan
atau kegagalan model bisnis Anda.
digunakan Blue Bird dengan harapan pelanggan
juga memilih taksi mereka. Tentunya strategi
pesaing Blue Bird tidak akan efektif karena dalam
hal pelayanan, taksi Blue Bird sulit ditiru oleh para
imitator ini.
Unsur terakhir dari VP yang baik adalah bahwa
manfaat bagi pelanggan perlu didukung oleh sistem,
kebijakan, serta kompetensi yang terorganisasi
dengan baik. Hal ini juga merupakan perintang
masuk bagi pendatang/pesaing baru yang ingin sekali
masuk ke industri Anda. Salah satu perintang masuk
yang melindungi grup Taksi Blue Bird dari pesaing
lainnya adalah sistem pembinaan pengemudinya
yang membuahkan disiplin dan sikap unggul. Hal ini
didasarkan atas praktik organisasi yang khas Blue Bird
yang efektif (organized).
Azas VRIO (Valuable, Rare, In-imitable, Organized)
yang disampaikan di atas merupakan modal utama
74 Manajemen Mei 2018
menggunakan tahapan sebagai berikut. Mulailah
dengan EMPATI, yaitu membayangkan apa yang
merupakan “penderitaan” pelanggan saat ini dalam
menggunakan produk atau jasa yang mereka peroleh
selama ini. Juga Anda bisa melihat bagaimana agar
pelanggan memperoleh “profitabilitas” yang lebih
tinggi. Penderitaan atau peningkatan profitabilitas
inilah yang perlu anda rumuskan dalam solusi
yang merupakan pain reliever ataupun gain creator
(Osterwalder 2014).
Sesudah ada ide bagaimana ingin memenuhi
manfaat bagi pelanggan, Anda perlu memikirkan
pengalaman pelanggan dalam mengkonsumsi jasa/
produk organisasi Anda. Pelanggan yang akan
dipetakan adalah segmen pelanggan yang akan dibidik
oleh organsasi. Tahap ini adalah tahap MEMETAKAN.
Tahap berikutnya adalah tahap MERANCANG.
Dalam tahap ini Anda mulai mendesain model bisnis
MEMETAKAN
BEREMPATI
PROTOTIPE
MENYEMPURNAKAN
MERANCANG
GAMBAR 1. Alur Tahapan Design Thinking
yang akan digunakan. Apa value proposition yang akan
Anda tonjolkan dan apa daya tarik value proposition
tersebut. Betul bahwa value proposition perlu dibuat
semenarik mungkin; sesuatu yang didambakan
customer segment Anda; namun demikian, Anda perlu
memperhatikan juga faktor feasibility dari segi teknis
agar produk/jasa tersebut bisa diimpelementasikan,
dan juga faktor viability dari segi keekonomian
agar organisasi tetap mempunyai surplus untuk
pengembangan ke depan.
Masih dalam tahap MERANCANG, Anda perlu
mendesain juga pengalaman apa yang akan Anda
berikan di setiap titik singgung (touchpoint) yang
dialami pelanggan selama berinteraksi dengan
produk atau jasa organisasi Anda. Mulai dari mencari
informasi, mengevaluasi, membeli, mengkonsumsi,
sampai pelayanan purna jual.
Tahap berikutnya adalah membuat PROTOTIPE.
Dalam tahap ini rancangan dijabarkan dalam bentuk
yang lebih final berupa prototipe produk atau alur jasa
yang ingin diberlakukan. Prototipe ini kemudian diuji
coba sebelum di dipasarkan secara luas.
Tahap terakhir adalah tahap PENYEMPURNAAN
dimana dari hasil peluncuran produk ini dilakukan
penyempurnaan agar produk/jasa ini sukses. Tahapan
dalam DT ini sebaiknya melibatkan para ahli dari
berbagai fungsi sehingga proses DT ini dapat
menghasilkan desain yang optimal
DT sebagai Budaya
Meskipun DT merupakan tahapan proses yang
sistematis, manfaat maksimal pola pikir DT dapat
diperoleh jika pola pikir ini terinternalisasi ke semua
pelaku organisasi. Setiap insan organisasi selalu
memikirkan cara agar dapat memberikan pengalaman
terbaik bagi pelanggan ketika pelanggan berinteraksi
dengan organisasinya.
Pertanyaannya adalah bagaimana cara
menginternalisasi pola pikir DT sehingga menjadi
budaya organisasi. Banyak hasil riset yang
membuktikan bahwa peran pimpinan tertinggi dalam
menciptakan budaya DT merupakan faktor penentu.
Peran Ignasius Jonan dalam mengumandangkan
moto “Anda adalah Prioritas Kami” jelas
membangunkan PT Kereta Api Indonesia sehingga
sanggup menyuguhkan pengalaman pelanggan yang
sangat menyenangkan.
Bersih, tertib, aman dan relatif tepat waktu. Moto
ini merupakan jabaran dari pola pikir DT. Namun
demikian, manajer juga memiliki peran yang sangat
strategis dalam membangun budaya DT. Budaya DT
bisa terbangun oleh seluruh jajaran organisasi apabila
ada panutan, empati dan keberanian.
Selamat mencoba!
Referensi:
Motee, I. (2013) Design Thinking for Strategy Innovation, Wiley.
Hoboken NJ.
Solis, B. (2015) X: The Experience When Business Meets Design.
John Wiley & Sons, Hoboken, NJ.
Osterwalder A. et al. (2014) Value Proposition Design. Wiley,
Hoboken, NJ.
Kim C. & Mauborgne R. (2017) Blue Ocean Shift. Hachette Group,
Boston.
Djuraid, Hadi M. (2013) Jonan dan Evolusi Kereta Api Indonesia.
BUMN Track, Jakarta.
Mei 2018 Manajemen 75
Download