PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS DELAYED DEVELOPMENT DI YAYASAN PENDIDIKAN ANAK CACAT SURAKARTA Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Diploma III Pada Jurusan Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan Oleh : DENOK SURYANILUH ANOSA J100140039 PROGRAM STUDI FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2017 HALAMAN PERSETUJUAN PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS DELAYED DEVELOPMENT DI YAYASAN PENDIDIKAN ANAK CACAT SURAKARTA PUBLIKASI ILMIAH Oleh : DENOK SURYANILUH ANOSA J100140039 Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh : Dosen Pembimbing Arif Pristianto, SST .Ft., M.Fis NIK : 100. 1672 i HALAMAN PENGESAHAN PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS DELAYED DEVELOPMENT DI YAYASAN PENDIDIKAN ANAK CACAT SURAKARTA OLEH DENOK SURYANILUH ANOSA J100140039 Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadyah Surakarta Pada hari Rabu, 5 Juli 2017 Dan dinyatakan telah memenuhi syarat Dewan Penguji: 1. Arif Pristianto, SST .Ft., M.Fis ( ) ( ) ( ) (Ketua Dewan Penguji) 2. Edy Waspada, S.Fis, M.Kes (Anggota I Dewan Penguji) 3. Dwi Rosella Komalasari, S.Fis. M.Fis (Anggota II Dewan Penguji) Dekan, (Dr. Mutalazimah, SKM., M.Kes) NIK. 789/ NIDN. 061711730 ii PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar Diploma III di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas, maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya. Surakarta, 5 Juli 2017 Penulis DENOK SURYANILUH ANOSA J100140039 iii PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS DELAYED DEVELOPMENT DI YAYASAN PENDIDIKAN ANAK CACAT SURAKARTA ABSTRAK Latar Belakang : Delayed developement merupakan bagian dari ketidakmampuan mencapai perkembangan sesuai usia dan didefinisikan sebagai keterlambatan dalam dua bidang atau lebih perkembangan motorik kasar/motorik halus, bicara/berbahasa, kognisi, personal/sosial dan aktivitas sehari-hari. Keluhan yang sering muncul berupa kelemahan otot dan keterlambatan kemampuan fungsional anak. Tujuan : Untuk mengetahui penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi Delayed developement menggunakan Neurostructure (NS), stimulasi, dan fasilitasi dalam meningkatkan kekuatan otot dan meningkatkan kemampuan fungsional. Hasil : Setelah dilakukan terapi selama 6 kali didapatkan hasil belum ada peningkatan kekuatan otot, dan belum ada peningkatan kemampuan fungsional. Kesimpulan : Neurostructure (NS), stimulasi, dan fasilitasi belum dapat meningkatkan kekuatan otot dan belum dapat meningkatkan kemampuan fungsional hal ini dikarenakan keterbatasan waktu penulis dalam memberikan terapi dan tidak dilaksanakannya terapi serta home program dengan baik. Kata kunci : Delayed development, Neurostructure (NS), stimulasi, fasilitasi. ABSTRACT Background : Delayed development is part of the inability to achieve ageappropriate development and is defined as delays in two or more areas of gross motor development, speech / language, cognition, personal / social and daily activities. Complaints that often arise in the form of muscle weakness and delay in functional ability of children. Purpose : To know the management of physiotherapy under Delayed development conditions using Neurostructure (NS), stimulation, and facilitation in increasing muscle strength and improve functional ability. Result : After 6 weeks of therapy there were no improvements in muscle strength, and no functional improvement. Conclusion : Neurostructure (NS), stimulation, and facilitation have not been able to increase muscle strength and have not been able to improve functional ability this is due to limited time author in giving therapy and not implemented therapy and home program well. Keyword : Delayed development, Neurostructure (NS), stimulation, facilitation. 1. PENDAHULUAN Anak mengalami proses tumbuh kembang yang dimulai sejak dari dalam kandungan, masa bayi, dan balita. Istilah tumbuh kembang sebenarnya mencangkup dua peristiwa yang sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan dan 1 sulit dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur dengan ukuran berat, ukuran panjang, umur tulang, dan keseimbangan metabolik. Sedangkan perkembangan (developmental) adalah bertambahnya skil dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematang (Marimbi, 2010). Setiap tahapan proses tumbuh kembang anak mempunyai ciri khas tersendiri, sehingga jika terjadi masalah pada salah satu tahapan tumbuh kembang tersebut akan berdampak pada kehidupan selanjutnya. Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita. Dalam perkembangan anak terdapat masa kritis, dimana diperlukan rangsangan/stimulasi yang berguna agar potensi berkembang, sehingga perlu mendapat perhatian. Kurangnya perhatian dalam masa perkembangan anak dapat menimbulkan berbagai gangguan. Delayed development merupakan bagian dari ketidakmampuan mencapai perkembangan sesuai usia dan didefinisikan sebagai keterlambatan dalam dua bidang atau lebih perkembangan motorik kasar/motorik halus, bicara/berbahasa, kognisi, personal/sosial dan aktivitas sehari-hari (Tjandrajani dkk., 2012). Gangguan perkembangan anak dapat berupa hambatan dalam berbicara atau hambatan dalam berjalan. Dari data penelitian dekriptif retrospektif dari rekam medik pada pasien baru berusia 0-5 tahun dengan keterlambatan perkembangan di Klinik Khusus Tumbuh Kembang (KKTK) RSAB Harapan Kita. Pada Januari 2008 sampai dengan Desember 2009 terdapat 187 (30,9%) pasien baru dengan keterlambatan perkembangan dan 94 (50,3%) kasus adalah keterlambatan perkembangan tanpa penyakit penyerta. Keluhan utama pasien keterlambatan perkembangan tanpa penyakit penyerta adalah gangguan bicara 46,8%, perkembangan gerak terlambat 30,9%, dan tanpa keluhan 12,8% (Tjandrajani, 2012). Sedangkan menurut Amaliah dkk. (2016) di Kelurahan Jaticempaka, Kecamatan Pondok Gede, Kota Bekasi, dari 95 anak berumur 6-23 bulan. Terdapat 50 anak (57,9%) yang terlambat perkembangannya serta 45 anak (42,1%) yang normal baik pertumbuhan ataupun perkembangannya. 2 Gangguan akibat terjadinya delayed development adalah adanya kelemahan otot dan penurunan tonus postural yang menyebabkan gangguan fungsi gerak misalnya jongkok, merangkak, berdiri dan berjalan. Beberapa intervensi fisioterapi yang dapat digunakan dalam kasus ini antara lain neurostructure, stimulasi motorik, play exercise serta fasilitasi. Peran fisioterapi dalam kasus ini bersifat rehabilitatif yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan fungsional agar pasien dapat mandiri tanpa ketergantungan orang lain. Selain itu fisioterapis dalam kasus delayed development juga berperan dalam peningkatan kekuatan otot dan kemampuan motorik. Berdasarkan uraian diatas Penulis berkesimpulan untuk mengambil judul penatalaksanaan fisioterapi pada kasus delayed development di Yayasan Pendidikan Anak Cacat Surakarta dengan terapi latihan. Terapi latihan yang digunakan pada kasus ini meliputi fasilitasi, stimulasi, dan neurostructure (NS). 2. METODE 2.1 Neurostructure Neurostructure merupakan modalitas terapeautik dan non invansif yang bertujuan untuk memperbaiki perkembangan, keterlambatan dan fungsi sistem saraf pusat pada anak dengan berbagai masalah kasus perkembangan. Metode ini memfokuskan pada mekanisme perkembangan dan pembelajaran gerakan secara natural. Tujuan neurostructure dibagi menjadi dua yaitu tujuan secara umum dan kusus. Tujuan neurostructure secara umum dapat memfasilitasi motor program bawaan yaitu program anti-stress dan pro perkembangan (Takarini, 2015). Neurostructure secara kusus bertujuan untuk: 2.1.1 Mendukung ketrampilan motorik dan kognitif yang alami dan khusus. 2.1.2 Mengoptimalkan motor dan sensori motor integration. 2.1.3 Mengaktifkan brain body mekanisme integrasi yang dapat mempengaruhi perkembangan gerak. 3 2.1.4 Mengaktifkan motor program yang alami dan genetik dan seluruh mekanisme perkembangan gerak. 2.1.5 Menghilangkan stress pada saat belajar. 2.1.6 Meningkatkan kemampuan agar terjadi perubahan positif pada struktur, postur dan, gerak tubuh yang terkoordinasi. 2.1.7 Mengaktifkan kerja reseptor yang berhubungan dengan sentuhan dalam dan tekanan. 2.1.8 Merilekskan ketegangan otot di seluruh tubuh. 2.2 Stimulasi Stimulasi merupakan rangsangan kemampuan dasar anak yang berasal dari luar tubuh. Manfaat dari stimulasi bagi perkembangan anak yaitu sebagai penguat yang bermanfaat bagi perkembangan anak, mengaktifkan kelompok otot lemah yang tidak dapat berkontraksi, meningkatkan reaksi keseimbangan, mengaktifkan pola sinergis dari fungi otot pada rangsangan sekelompok otot-otot tertentu dan meningkatkan kemampuan sikap tubuh untuk melawan gravitasi. Macam-macam stimulasi yaitu aproksimasi dan tapping yang dapat mengoptimalkan perkembangan anak. Stimulasi yang tepat pada tahap perkembangan akan mengoptimalkan perkembangan anak (Kholifah dkk., 2014). 2.3 Fasilitasi Pada kasus ini teknik fasilitasi yang digunakan yaitu neuro developmental treatment. Neuro developmental treatment merupakan suatu metode latihan yang bertujuan untuk merangsang mekanisme neuromuskuler melalui stimulasi propioseptor. Pendekatan neuro developmental treatment berfokus pada normalisasi otot hypertone dan hypotone. Intervensi penanganan neuro developmental treatment melatih reaksi keseimbangan, gerak anak, dan fasilitasi (Hazmi, 2013). Fasilitasi merupakan upaya untuk mempermudah reaksi-reaksi automatif dan gerak motorik yang benar. Dengan menggunakan teknik key point of control yang bertujuan untuk memperbaiki tonus postural yang normal, memelihara serta mengembalikan kualitas tonus yang normal, dan memudahkan gerakan-gerakan yang disengaja yang diperlukan untuk 4 aktifitas sehari-hari. Fasilitasi meliputi fasilitasi berguling, duduk, merangkak, berdiri dan berjalan. Pemberian fasilitasi yang sesuai pada tahap perkembangan akan mengoptimalkan perkembangan anak (Waspada, 2010). 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil dan penelitian Pasien atas nama An. A, umur 1 tahun 3 bulan dengan diagnosa medis delayed development diperoleh problematika fisioterapi. Adapun problematika fisioterapi yaitu abnormalitas tonus otot berupa hipotonus dan gangguan aktivitas fungsional meliputi merangkak, berdiri dan berjalan. 3.1.1 Hasil pemeriksaan kekuatan otot dengan XOTR Tabel 1 Evaluasi Kekuatan Otot Ekstremitas AGA kanan AGA kiri AGB kanan AGB kiri T0 R R R R T1 R R R R T2 R R R R T3 R R R R T4 R R R R T5 R R R R T6 R R R R Kriteria penilaian kekuatan otot sebagai berikut: X: bila ada kontraksi dan gerakan yang terjadi cukup kuat; 0: bila tidak ada kontraksi; T: bila ada kontraksi namun tidak terjadi gerakan; R: bila gerakan yang terjadi merupakan reaksi reflek. Setelah melakukan tindakan fisioterapi dengan menggunakan neurostructure serta stimulasi meliputi aproksimasi dan tapping dengan frekuensi latihan yang diberikan enam kali terapi dalam tiga minggu belum mempunyai pengaruh bagi peningkatan otot anak. 3.1.2 Hasil penilaian kemampuan fungsional dengan DDST Tabel 2 evaluasi kemampuan fungsional Sektor Personal sosial Adaptif-motorik halus Bahasa Motorik kasar T0 2 2 3 5 T1 2 2 3 5 5 T2 2 2 3 5 T3 2 2 3 5 T4 2 2 3 5 T5 2 2 3 5 T6 2 2 3 5 Setelah melakukan tindakan fisioterapi menggunakan fasilitasi dengan frekuensi latihan yang diberikan enam kali terapi dalam tiga minggu belum mempunyai pengaruh bagi perkembangan kemampuan funsional anak. 3.2 Pembahasan 3.2.1 Kekuatan otot Berdasarkan tabel 1 menunjukkan belum ada peningkatan kekuatan otot pada pasien atas nama An. A, setelah melakukan tindakan fisioterapi dengan menggunakan neurostructure serta stimulasi meliputi aproksimasi dan tapping dengan frekuensi latihan yang diberikan enam kali terapi dalam tiga minggu belum mempunyai pengaruh bagi peningkatan otot anak. Menurut Hazmi dkk. (2014) kekuatan otot dapat meningkat apabila terapi dilakukan secara rutin dan terkoordinir. Namun keluarga pasien tidak melakukan terapi dengan rutin. Pada anak dengan hipotonus memiliki otot yang lambat untuk memulai kontraksi melawan kekuatan luar, dan tidak dapat mempertahankan kontraksi otot dengan durasi yang lama. Jika terapi dilakukan secara terus menerus secara rutin otot akan beradaptasi dengan meningkatkan kemampuannya untuk melakukan gerakan atau mempertahankan suatu posisi. Sedangkan menurut Moonik dkk. (2015) faktor tingkat keberhasilan dari stimulasi untuk peningkatan kekuatan otot yaitu deteksi dini dan intervensi sejak dini yang dilakukan secara rutin dengan kurun waktu lebih dari tiga minggu. Semakin dini dan semakin sering stimulasi diberikan maka kualitas perkembangan otot dan kekuatan otot akan lebih baik. 3.2.2 Kemampuan fungsional Berdasarkan tabel 2 menunjukkan belum ada peningkatan kemampuan fungsional pada pasien atas nama An. A, setelah melakukan tindakan fisioterapi menggunakan fasilitasi dengan frekuensi latihan yang diberikan enam kali terapi dalam tiga minggu 6 belum mempunyai pengaruh bagi perkembangan motorik anak. Fisioterapis juga telah memberikan edukasi berupa melakukan fasilitasi merangkak, berdiri, dan berjalan. Namun keluarga pasien tidak melakukan terapi dengan rutin dan tidak melakukan home program dengan baik. Menurut Fitriani dan Oktobriani (2017) faktor pemicu keberhasilan fasilitasi adalah deteksi dini, intervensi dini, serta motivasi keluarga pasien. Home program yang dilaksanakan dengan teratur dan motivasi yang tinggi dari keluarga akan memberikan dampak positif bagi kemajuan perkembangan anak. Namun walaupun evaluasi terakhir belum mendapatkan peningkatan, tetapi pemberian terapi latihan dengan metode fasilitasi mampu memberikan pengaruh yang positif misalnya mencegah terjadinya kontraktur pada kedua tungkai dan usaha penanaman motorik yang baik sejak dini. Keberhasilan dari tindakan fisioterapi tidak hanya terjadi peningkatan yang signifikan pada peningkatan perkembangan motorik anak, namun dapat berupa peningkatan kesehatan umum dan kondisi anak yang tidak semakin memburuk misalnya emosional anak. Sedangkan menurut Hati dan Lestari (2016) stimulasi (fasilitasi untuk meningkatkan kemampuan fungsional) yang diberikan orang tua akan memiliki peluang 3,37 kali untuk meningkatkan perkembangan anak usia 1-3 tahun. Stimulasi harus diberikan secara rutin dan berkesinambungan dengan kasih sayang, metode bermain, dan lain-lain, sehingga perkembangan anak akan berjalan optimal. Kolerasi kemampuan fungsional dengan stimulasi ini juga berkaitan dengan periode emas (golden period), jendela kesempatan (window opportunity), serta masa kritis (critical period) perkembangan otak anak pada masa usia 1-4 tahun. Semakin dini stimulasi yang diberikan, maka perkembangan anak akan semakin baik. Semakin banyak stimulasi yang diberikan maka pengetahuan anak akan menjadi luas sehingga perkembangan anak semakin optimal. Jaringan otak anak yang banyak mendapat stimulasi akan berkembang mencapai 80% pada usia kurang dari empat tahun. 7 Namun jika anak tidak pernah atau tidak rutin diberikan stimulasi maka jaringan otak akan mengecil sehingga fungsi otak akan menurun. Hal inilah yang menyebabkan perkembangan anak tidak mengalami peningkatan yang signifikan. 4. PENUTUP 4.1 Simpulan Delayed development merupakan keterlambatan perkembangan secara signifikan pada fisik, motorik kasar/motorik halus, kemampuan kognitif, personal/sosial dan aktifitas sehari-hari pada anak bila dibandingkan dengan anak normal seusianya. Problematika yang muncul pada kasus delayed development yaitu abnormalitas tonus otot berupa hipotonus dan gangguan kemampuan fungsional meliputi merangkak, berdiri dan berjalan. Pelaksanaan fisioterapi pada pasien atas nama An. A, umur 1 tahun 3 bulan dengan kondisi delayed development dilakukan sebanyak enam kali dengan menggunakan neurostructure, stimulasi, dan fasilitasi didapatkan hasil: 4.1.1 Belum ada peningkatan kekuatan otot pada anggota gerak atas dan anggota gerak bawah. 4.1.2 Belum ada peningkatan kemampuan fungsional. 4.2 Saran Setelah pasien dengan kasus delayed development mendapatkan tindakan fisioterapi dengan menggunakan Neurostructure, stimulasi, dan fasilitasi penulis menyampaikan saran sebagai berikut: 4.2.1 Kepada orang tua pasien 4.2.1.1 Orang tua pasien disarankan untuk sering melatih merangkak, berdiri dan berjalan seperti yang dicontohkan fisioterapi di rumah. 4.2.1.2 Orang tua pasien disarankan untuk semangat dan disiplin menjalankan terapi di YPAC Surakarta. 8 4.2.1.3 Orang tua pasien disarankan untuk menambah asupan makan dan meningkatkan mutu gizi anak. 4.2.2 Kepada fisioterapi Untuk selalu belajar dan melanjutkan latihan agar apa yang ditargetkan meliputi tujuan jangka pendek dan jangka panjang dapat tercapai. 4.2.3 Kepada masyarakat Disarankan kepada masyarakat lebih cermat dalam memperhatikan tumbuh kembang anak agar sedini mungkin mendapatkan penanganan yang sesuai untuk meminimalisir kelainan tumbuh kembang anak sehingga kelainan dapat dicegah. 9 PERSANTUNAN Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang telah memberikan kekuatan, kesabaran dan kesehatan untuk saya dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Dengan segala kerendahan hati karya tulis ilmiah ini saya persembahkan untuk orang tua saya dan keluarga besar saya, terimakasih telah mendukung dan senantiasa mendoakan sehingga telah terselesaikan salah satu syarat kelulusan. Untuk dosen pembimbing saya bapak Arif Pristianto yang telah sabar membimbing saya, serta terimakasih teman-teman seperjuangan mahasiswa fisioterapi angkatan 2014 atas kesediaanya telah membantu menjadi bagian pembuatan karya tulis ini. 10 DAFTAR PUSTAKA Amaliah, A., Sari, K., dan Suryaputri, I.Y. 2016. Panjang Badan Lahir Pendek Sebagai Salah Satu Faktor Determinan Keterlambatan Tumbuh Kembang Anak Umur 6-23 Bulan Di Kelurahan Jaticempaka, Kecamatan Pondok Gede, Kota Bekasi. Jurnal Ekologi Kesehatan. Vol 15. No: 1. Fitriani, I.S. dan Oktobriariani, R.R. 2017. Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Orang Tua Terhadap Pencegahan Penyimpangan Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Balita. Indonesian Journal for Health Sciences. Vol 1. No: 1. Hati, F.C. dan Lestari, P. 2016. Pengaruh Pemberian Stimulasi pada Perkembangan Anak Usia 12-36 Bulan di Kecamatan Sedayu, Bantul. Journal Ners And Midwifery Indonesia. Vol 4. No: 1. Hazmi, D.F.D.K.A., Tirtayasa, K., dan Irfan, M. 2014. Kombinasi Neuro Developmental Treatment dan Sensory Integration Lebih Baik Daripada Hanya Neuro Developmental Treatment untuk Meningkatkan Keseimbangan Berdiri Anak Down Syndrome. Sport And Fitness Journal. Vol 2. No: 1. Kholifah, S.N., Fadillah, N., As’ari, H., dan Hidayat, T. 2014. Perkembangan Motorik Kasar Bayi Melalui Stimulasi Ibu di Kelurahan Kemayoran Surabaya. Jurnal Sumber Daya Manusia Kesehatan. Vol 1. No: 1. Marimbi, H. 2010. Tumbuh Kembang, Status Gizi dan Imunisasi Dasar pada Balita. Yogyakarta: Nuha Medika. Hal: 73-77. Moonik, P., Hesti, H.L., dan Wilar, R. 2015. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keterlambatan Perkembangan Anak Taman Kanak-Kanak. Jurnal EClinic. Vol 3. No: 1. Takarini, N. 2015. Konsep Pendekatan Neuro Senso Motor Reflek integration (NSMRI). http://fisiofirman.blogspot.com. Diakses pada tanggal 27 Mei. Tjandrajani, A., Dewanti, A., Burhany, A.A., dan Widjaja, J.A. 2012. Keluhan Utama pada Keterlambatan Perkembangan Umum di Klinik Khusus Tumbuh Kembang RSAB Harapan Kita. Sari Pediatri. Vol 13. No: 6. Waspada, E. 2010. FT. Pediatri II. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta Prodi Fisioterapi. 11