A. LEMAK dan MINYAK 1. Pengertian Lemak dan Minyak Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan ester yang apabila dihidrolisis akan menghasilkan asam lemak dan gliserol. Lemak merupakan jenis trigliserida yang dalam kondisi suhu ruang berwujud padat, sedangkan minyak berwujud cair pada suhu ruang.Menurut Sediaoetama (1985), lemak dan minyak merupakan suatu kelompok dari golongan lipid. Lipid sendiri merupakan golongan senyawa organik yang tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut nonpolar, seperti dietil eter, benzena, kloroform, dan heksana. Karena tergolong dalam lipid, maka lemak dan minyak dapat larut juga dalam pelarutpelarut nonpolar seperti tersebut di atas. Kelarutan lemak dan minyak terhadap pelarut nonpolar tersebut dikarenakan lemak dan minyak mempunyai kepolaran yang sama dengan pelarut tersebut, yaitu nonpolar. Namun, kepolaran suatu senyawa dapat berubah akibat proses kimiawi. Struktur Lipid a. Berdasarkan Struktur Kimia Berdasarkan struktur kimianya, lipid adalah ester gliserida dengan jumlah atom lebih dari 10 yang terbentuk dari reaksi esterifikasi antara asam lemak dan gliserol. Selain itu ester gliserida membentuk lemak dan minyak. Struktur asam lemak dan gliserol pada senyawa lipid adalah sebagai berikut: b. Berdasarkan Struktur Trigliserida Berdasarkan struktur trigliserida, lipid dibagi menjadi dua jenis yaitu lemak dan minyak. Lemak dan minyak tergolong senyawa trigliserida atau triasilgliserol yang berarti senyawa yang memiliki 3 gliserol. Tiga OH dari gliserol ini dapat diubah dengan sejenis sisa asam atau berbagai jenis sisa asam. Rumus struktur dari lemak atau minyak adalah sebagai berikut: Pada gambar di atas, R1/R2/R3 yang dimaksudkan adalah rantai hidrokarbon dengan jumlah atom karbon dari 3 sampai 23. Tetapi paling umum dijumpai adalah 15 atau 17. Lemak yang terbentuk dari asam karboksilat sejenis (R1= R2=R3) disebut lemak sederhana. Jika terbentuk dari dua atau tiga jenis asam karboksilat disebut campuran. Penamaan lemak dimulai dengan kata gliseril yang diikuti nama asam lemaknya. Penamaan dari lemak dan minyak sering diberikan sesuai dengan asam lemak pembentuknya. Contoh: tristearin dari gliserol dan tristearat, dan tripalmitin dari gliserol dan tripalmiat. Selain itu, minyak dan lemak dapat juga diberi nama dengan cara yang biasa dipakai untuk penamaan suatu ester. Contoh: gliseril stristearat dan gliseril tripalmiat. Dalam penamaan suatu senyawa lemak memiliki suatu aturan. Aturan penamaan pada lemak adalah sebagai berikut: ▪ Nama pada lemak diawali kata gliserol/gliseril ▪ Nama pada lemak diakhiri dengan nama asam lemak yang menyusun lemak tersebut. ▪ Pada lemak sederhana, nama asam asam lemak diberi awalan tri– dan akhiran –at/-in contoh asam palmiat (C15H31COOH), asam miristat (C13H27COOH). ▪ Pada lemak majemuk, nama asam lemak diurutkan sesuai abjad dalam bahasa inggris, dan nama tiap asam lemaknya diberi akhiran –o, kecuali asam lemak terakhir diberi akhiran –at/-in. Contoh gliserol laurolineleo. 2. Jenis Reaksi Kimia pada Lipid Ada tiga jenis reaksi kimia yang terjadi pada lipid yaitu Reaksi pembentukanhidrolisis, Reaksi saponifikasi (penyabunan), dan Reaksi hidrogenasi. a. Reaksi pembentukan-hidrolisis Reaksi pembentukan-hidrolisis adalah dua reaksi yang saling berkebalikan. Reaksi kimianya adalah sebagai berikut: Contoh dari reaksi pembentukan lipid dan reaksi hidrolisis lipid adalah pembuatan gliseril tripalmitin dan pembuatan gliserol laurolinoleolinolenat. Gambar struktur kimianya adalah sebagai berikut: b. Reaksi saponifikasi/penyabunan Reaksi saponifikasi/penyabunan adalah campuran lemak dan basa kuat yang menghasilkan sabun (garam lemak) dengan gliserol. Reaksi kimia dari reaksi saponifikasi adalah sebagai berikut: Sabun dibagi menjadi 2 jenis yaitu sabun keras dan sabun lunak. Sabun keras adalah sabun yang terbentuk dari NaOH contohnya sabun cuci sedangkan sabun lunak adalah sabun yang terbentuk dari KOH contohnya sabun mandi, dan sabun kali. c. Reaksi hidrogenasi Reaksi hidrogenasi adalah reaksi penjenuhan lemak yang mengubah wujud lemak menjadi bentuk padat. Contoh reaksi kimia pada reaksi hidrogenasi adalah sebagai berikut: B. SABUN dan DETERGEN 1. Pengertian Sabun Sabun adalah bahan yang digunakan untuk mencuci dan mengemulsi, terdiri dari dua komponen utama yaitu asam lemak dengan rantai karbon C16 dan sodium atau potasium. Sabun merupakan pembersih yang dibuat dengan reaksi kimia antara kalium atau natrium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani. Sabun yang dibuat dengan NaOH dikenal dengan sabun keras (hard soap), sedangkan sabun yang dibuat dengan KOH dikenal dengan sabun lunak (soft soap). Sabun dibuat dengan dua cara yaitu proses saponifikasi dan proses netralisasi minyak. Proses saponifikasi minyak akan memperoleh produk sampingan yaitu gliserol, sedangkan proses netralisasi tidak akan memperoleh gliserol. Proses saponifikasi terjadi karena reaksi antara trigliserida dengan alkali, sedangkan proses netralisasi terjadi karena reaksi asam lemak bebas dengan alkali (Qisti, 2009). Sabun merupakan senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti natrium stearat, C17H35COO-Na+. Aksi pencucian dari sabun banyak dihasilkan dari kekuatan pengemulsian dan kemampuan menurunkan tegangan permukaan dari air. Konsep ini dapat dipahami dengan mengingat kedua sifat dari anion sabun (Achmad, 2004). 2. Komposisi Sabun Sabun konvensional mengandung beberapa bahan, antara lain yaitu: a. Minyak/Lemak Minyak/lemak merupakan senyawa lipid yang memiliki struktur berupa ester dari gliserol. Pada proses pembuatan sabun, jenis minyak atau lemak yang digunakan adalah minyak nabati atau lemak hewan. Perbedaan antara minyak dan lemak adalah wujud keduanya dalam keadaan ruang. Minyak akan berwujud cair pada temperatur ruang (± 28°C), sedangkan lemak akan berwujud padat. Minyak tumbuhan maupun lemak hewan merupakan senyawa trigliserida. Trigliserida yang umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun memiliki asam lemak dengan panjang rantai karbon antara 12 sampai 18. Asam lemak dengan panjang rantai karbon kurang dari 12 akan menimbulkan iritasi pada kulit, sedangkan rantai karbon lebih dari 18 akan membuat sabun menjadi keras dan sulit terlarut dalam air. Kandungan asam lemak tak jenuh, seperti oleat, linoleat, dan linolenat yang terlalu banyak akan menyebabkan sabun mudah teroksidasi pada keadaan atmosferik sehingga sabun menjadi tengik. Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan rangkap sehingga titik lelehnya lebih rendah daripada asam lemak jenuh yang tak memiliki ikatan rangkap, sehingga sabun yang dihasilkan juga akan lebih lembek dan mudah meleleh pada temperatur tinggi. b. Alkali Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH, KOH, Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines. NaOH, atau yang biasa dikenal dengan soda kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida (minyak atau lemak). Ethanolamines merupakan golongan senyawa amin alkohol. Senyawa tersebut dapat digunakan untuk membuat sabun dari asam lemak. Sabun yang dihasilkan sangat mudah larut dalam air, mudah berbusa, dan mampu menurunkan kesadahan air. Sabun yang terbuat dari ethanolamines dan minyak kelapa menunjukkan sifat mudah berbusa tetapi sabun tersebut lebih umum digunakan sebagai sabun industri dan deterjen, bukan sebagai sabun rumah tangga. Pencampuran alkali yang berbeda sering dilakukan oleh industri sabun dengan tujuan untuk mendapatkan sabun dengan keunggulan tertentu. c. Bahan Pendukung Bahan baku pendukung digunakan untuk membantu proses penyempurnaan sabun hasil saponifikasi (pegendapan sabun dan pengambilan gliserin) sampai sabun menjadi produk yang siap dipasarkan. Bahan-bahan tersebut adalah NaCl (garam) dan bahan-bahan aditif. • NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun. Kandungan NaCl pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi di dalam sabun dapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang digunakan umumnya berbentuk air garam (brine) atau padatan (kristal). NaCl digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserin. • Bahan aditif merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sabun yang bertujuan untuk mempertinggi kualitas produk sabun sehingga menarik konsumen. Bahan-bahan aditif tersebut antara lain : Builders, Fillers inert, Anti oksidan, Pewarna,dan parfum. Biasanya juga sabun mengandung surfaktan, pelumas, antioksidan, deodorant, warna, parfum, dan pengontrol pH. ✓ Surfaktan Surfaktan adalah molekul yang memiliki gugus polar yang suka air (hidrofilik) dan gugus non polar yang suka minyak (lipofilik) sehingga dapat memperasatukan campuran yang terdiri dari minyak dan air yang bekerja menurunkan tegangan permukaan. Surfaktan merupakan bahan terpenting dari sabun. Lemak dan minyak yang dipakai dalam sabun berasal dari minyak kelapa (asam lemak C12), minyak zaitun (asam lemak C16-C18), atau lemak babi. Penggunaan bahan berbeda menghasilkan sabun yang berbeda, baik secara fisik maupun kimia. ✓ Pelumas Untuk menghindari rasa kering pada kulit diperlukan bahan yang tidak hanya meminyaki kulit tetapi juga berfungsi untuk membentuk sabun yang lunak, misal: asam lemak bebas, fatty alcohol, gliserol, lanolin, paraffin lunak, cocoa butter, dan minyak almond, bahan sintetik ester asam sulfosuksinat, asam lemak isotionat, asam lemak etanolamid, polimer JR, dan carbon resin (polimer akrilat). ✓ Antioksidan dan Sequestering Agents Antioksidan adalah senyawa atau zat yang dapat menghambat, menunda, mencegah, atau memperlambat reaksi oksidasi meskipun dalam konsentrasi yang kecil. Untuk menghindari kerusakan lemak terutama bau tengik, dibutuhkan bahan penghambat oksidasi, misalnya stearil hidrazid dan butilhydroxy toluene (0,02%0,1%). Sequestering Agents dibutuhkan untuk mengikat logam berat yang mengkatalis oksidasi EDTA. EHDP (ethanehidroxy-1-diphosphonate). ✓ Deodorant Deodorant adalah suatu zat yang digunakan untuk menyerap atau mengurangi bau menyengat. Deodorant dalam sabun mulai dipergunakan sejak tahun 1950, namun oleh karena khawatir efek samping, penggunaannya dibatasi. Bahan yang digunakan adalah TCC (trichloro carbanilide) dan 2-hidroxy 2,4,4-trichlodiphenyl ester. ✓ Warna Kebanyakan sabun toilet berwarna cokelat, hijau biru, putih, atau krem. Pewarna sabun dibolehkan sepanjang memenuhi syarat dan peraturan yang ada, pigmen yang digunakan biasanya stabil dan konsentrasinya kecil sekali (0,010,5%). Titanium dioksida 0,01% ditambahkan pada berbagai sabun untuk menimbulkan efek berkilau. ✓ Parfum Isi sabun tidak lengkap bila tidak ditambahkan parfum sebagai pewangi. Pewangi ini harus berada dalam pH dan warna yang berbeda pula. Setiap pabrik memilih bau dan warna sabunbergantung pada permintaan pasar atau masyarakat pemakainya. ✓ Pengontrol pH Penambahan asam lemak yang lemah, misalnya asam sitrat, dapat menurunkan pH sabun. Kebanyakan dari kita memiliki kulit bersifat asam dengan PH 5.5, PH netral berada di angka 7, dan untuk PH diatas 7 dinamakan PH basa. Sabun-sabun mandi atau facial foam yang beredar di pasaran rata-rata memiliki kisaran PH 8 hingga maksimal 10. 3. Cara Pembuatan Sabun Sabun dibuat dengan dua cara yaitu proses saponifikasi dan proses netralisasi minyak.Proses saponifikasi terjadi karena reaksi antara trigliserida dengan alkali, sedangkan proses netralisasi terjadi karena reaksi asam lemak bebas dengan alkali (Qisti, 2009). a. Proses Saponifikasi Sabun dibagi menjadi 2 jenis yaitu sabun keras dan sabun lunak. Sabun keras adalah sabun yang terbentuk dari NaOH contohnya sabun cuci sedangkan sabun lunak adalah sabun yang terbentuk dari KOH b. Proses Netralisasi dengan NaOH Netralisasi ialah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun (soap stock). Pemisahan asam lemak bebas dapat juga dilakukan dengan cara penyulingan yang dikenal dengan istilah de-asidifikasi. Tujuan proses netralisasi adalah untuk menghilangkan asam lemak bebas (FFA) yang dapat menyebabkan bau tengik. ▪ Pengertian Deterjen Deterjen adalah campuran berbagai bahan, yang digunakan untuk membantu pembersihan dan terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi. Dibanding dengan sabun, deterjen mempunyai keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh oleh kesadahan air. Detergen merupakan garam Natrium dari asam sulfonat. ▪ Komposisi Deterjen Berikut merupakan kandungan bahan pada deterjen, yaitu : a. Surfaktan Surfaktan (surface active agent) merupakan zat aktif permukaan yang mempunyai ujung berbeda yaitu hydrophile (suka air) dan hydrophobe (suka lemak). Bahan aktif ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan bahan. Surfaktant ini baik berupa anionic (Alkyl Benzene Sulfonate/ABS, Linier Alkyl Benzene Sulfonate/LAS, Alpha Olein Sulfonate/AOS), Kationik(Garam Ammonium), Non ionic (Nonyl phenol polyethoxyle), Amphoterik (Acyl Ethylenediamines). b. Bahan pembentuk / penunjang Salah satu contoh bahan penunjang adalah soda ash atau sering disebut soda abu yang berbentuk bubuk putih. Bahan penunjang ini berfungsi meningkatkan daya bersih. Keberadaan bahan ini dalam campuran tidak boleh terlalu banyak karena menimbulkan efek samping, yaitu dapat mengakibatkan rasa panas di tangan pada saat mencuci pakaian. Bahan penunjang lain adalah STTP (sodium tripoly phosphate) yang mempunyai efek samping yang positif, yaitu dapat menyuburkan tanaman. Dalam kenyataannya, ada beberapa konsumen yanhg menyiramkan air bekas cucian produk deterjen tertentu ke tanaman dan hasilnya lebih subur. Hal ini disebabkan oleh kandungan fosfat yang merupakan salah satu unsur dalam jenis pupuk tertentu. Builder dapat meningkatkan efisiensi surfaktan. Builder digunakan untuk melunakkan air sadah dengan cara mengikat mineral- mineral yang terlarut, sehingga surfaktan dapat berkonsentrasi pada fungsinya. Selain itu, builder juga membantu menciptakan kondisi keasaman yang tepat agar proses pembersihan dapat berlangsung lebih baik serta membantu mendispersikan dan mensuspensikan kotoran yang telah lepas. c. Filler (pengisi) Filler (pengisi) adalah bahan tambahan deterjen yang tidak mempunyai kemampuan meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas atau dapat memadatkan dan memantapkan sehingga dapat menurunkan harga. Contoh : Sodium sulfate. d. Additives (bahan tambahan) Additives adalah bahan suplemen/ tambahan untuk membuat produk lebih menarik, misalnya pewangi, pelarut, pemutih, pewarna dan sebagainya yang tidak berhubungan langsung dengan daya cuci deterjen. Additives ditambahkan lebih untuk maksud komersialisasi produk. Contoh : Enzyme, Borax, Sodium chloride, Carboxy Methyl Cellulose (CMC) dipakai agar kotoran yang telah dibawa oleh detergent ke dalam larutan tidak kembali ke bahan cucian pada waktu mencuci (anti Redeposisi). Wangi – wangian atau parfum dipakai agar cucian berbau harum, sedangkan air sebagai bahan pengikat. ▪ Cara Pembuatan Deterjen Berikut merupakan bagian-bagian dari proses pembuatan deterjen, yaitu : a. Spray-drying Spray-drying merupakan proses modern dalam pembuatan deterjen bubuk sintetik dimana dalam spray-drying terjadi proses pengabutan dan dilanjutkan proses pengeringan. Gambaran proses pembuatannya adalah komponen-komponen cairan (diterima dalam drum dan kemudian disimpan dalam storage tank) diukur kemudian dicampurkan dengan komponen padat (diterima dalam bags atau wadah khusus dan kemudian disimpan dalam silos) untuk membentuk slurry yang homogen. Beberapa slurry memiliki perbedaan viskositas dan konsentrasi berdasarkan formula yang dipompakan pada tekanan tinggi (hingga 10 bar). Dan di spray (disemprotkan) melalui alat penyemprot khusus (nozzles) ke dalam menara berbentuk silinder (spray–drying tower). Dalam beberapa kasus aliran udara mengalir menuju produk untuk memastikan efisiensi termalnya tinggi dan proses drying terkontrol. Pilihan drying co-current pada dasarnya dibatasi oleh perbedaan proses drying yang mana hasilnya lebih tetap dan tahan terhadap hollow beads yang berasal dari ekspansi mula–mula dan drying permukaan ketika slurry menurun pada saat suhu udara tinggi pada bagian atas menara (spray-drying tower). Dalam kasus ini ketika meneruskan arus aliran turun, pengeringan produk diproses yang dihubungkan dengan menurunkan suhu udara. Drying co-current menurunkan efisiensi kalor dan sebagian besar digunakan untuk pengeringan produk yang sensitif terhadap suhu tinggi dari bulk dengan densitas yang rendah. Produk yang dikeringkan dalam bentuk hollow bead dikumpulkan pada bagian atas menara spray drying dan didinginkan serta dikristalisasikan melalui sistem pembawa airlift dengan aliran udara dingin. Setelah pengangkutan udara bubuk dasar disaring dan diberikan pengharum dan akhirnya dicampur dengan komponen-komponen yang sensitive terhadap suhu atau zat adiktif yang kemudian di simpan dalam silos dan akhirnya di bawa ke mesin pengepak poduk. b. Aglomerasi Proses aglomerasi merupakan proses pembuatan deterjan bubuk sintesis yang memiliki densitas yang tinggi dengan cara pencampuran material-material kering dengan bahanbahan cairan yang dibantu dengan adanya bahan pengikat cairan yang kemudian bercampur yang menyebabkan bahan-bahan tadi bergabung satu sama lain yang membentuk partikelpartikel berukuran besar. Proses aglomerasi dapat di gambarkan seperti proses penimbunan atau penumpukan dari komponen dari bubuk menjadi cairan dan menjadi butir atau granula. Tahap-tahap pemprosesan non tower balestra untuk untuk produksi deterjen bubuk berdasarkan pada proses aglomerasi.Diantara berbagai tahap proses tersebut, aglomerasi memperlihatkan operasi yang sangat penting dan kritis, karena proses tersebut dihubung kan ke struktur fisik dan pada saat yang sama,di hubungkan ke komposisi kimia dari produk. Proses aglomerasi juga merupakan proses spray-drying dengan dry mixing atau blending. c. Dry Mixing Material kering (dry material) yang digunakan untuk membuat deterjen bubuk ditimbang dan selanjutnya dimasukkan kedalam mixer, pencampuran dilanjutkan selama 1-2 menit dan ditambahkan slurry selama 3-4 menit sentasi air proses yang digunakan anatara 35-40% dalam crutcher slurry. Dalam aglomerasi cairan disemprotkan keatas secara continue. Komponen-komponen atau bahan yang digunakan dalam aglomerasi meliputi slikat deterjen aktif dan air yang digunakan sebagai cairan dalam aglomerasi. Setelah semua slurry dimasukkan kedalam mixer, pencampuran dilanjutkan selama 1-2 menit agar menjadi homogen. Sebagian besar dari bubuk yang terbentuk dapat dikemas dengan segera setelah selesai atau setelah 30 menit penyimpanan. ▪ MEKANISME PEBUATAN DETERGEN Sabun dan detergen memiliki gugus fungsi berbeda. Sabun memiliki gugus fungsi ion karboksilat (COO–), sedangkan detergen memiliki gugus fungsi ion sulfonat (SO3–) atau ion sulfat (O–SO3–). Bagian ekor yang telah dikembangkan untuk pembuatan detergen adalah alkil sulfat dan alkilbenzena sulfonat. Rantai alkil sulfat mengandung 10–18 atom karbon. Rantai ini berasal dari alkohol, seperti lauril alkohol. Reaksi lauril alkohol dengan asam sulfat pekat menghasilkan asam sulfonat. Asam ini selanjutnya direaksikan dengan natrium hidroksida membentuk natrium lauril sulfat. Persaman reaksinya: Rantai alkilbenzena sulfonat berasal dari minyak bumi. Rantai ini dibentuk dari rantai alkena lurus (10–12 atom karbon) dengan cincin benzena. Alkilbenzena yang dihasilkan, kemudian direaksikan dengan asam sulfat pekat membentuk asam alkilbenzen sulfonat. Selanjutnya asam ini dinetralkan oleh natrium hidroksida membentuk detergen. Contoh reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut. Selanjutnya, alkilbenzena direaksikan dengan asam sulfat. Bagian ekor yang dihasilkan di atas selanjutnya direaksikan dengan natrium hidroksida membentuk detergen. Contoh: Asam alkilbenzena sulfonat bereaksi dengan natrium hidroksida membentuk detergen natrium alkilbenzen sulfonat (ABS), sedangkan lauril hidrogen sulfat bereaksi dengan natrium hidroksida membentuk detergen natrium lauril sulfat (LAS). ▪ FOSFOLIPID 1. Pengertian Fosfolipid Fosfolipid merupakan komponen utama pembentuk membran yang tersusun atas double layer. Membran lipid tersebut bersifat amfipatik karena memiliki ujung yang bersifat hidrofobik dan ujung lainnya bersifat hidrofilik. Pada gliserofosfolipid dan beberapa spingolipid, molekul bagian kepala yang polar berikatan dengan gugus hidrofobik melalui ikatan fosfodiester. Struktur Fosfolipid Gliserofosfolipid atau fosfogliserida adalah membran lipid yang mengandung dua jenis asam lemak yang membentuk senyawa ester dengan karbon nomor satu dan dua pada gliserol. Karbon ketiga pada gliserol terikat dengan gugus fosfor yang memiliki kepolaran tinggi melalui ikatan fosfodiester. Secara umum, gliserofosfolipid mengandung asam lemak jenuh C16 atau C18 pada C-1 gliserol dan asam lemak tak jenuh C18 atau C20 pada C-2 gliserol. Rumus Umum Gliserofosfolipid Spingolipid memiliki gugus yang mirip dengan gliserofosfolipid yaitu bagian kepala yang polar dan dua ekor nonpolar. Perbedaan spingolipid dan gliserofosfolipid adalah spingolipid tidak memiliki gliserol. Spingoliid mengandung molekul spingosin dan satu molekul asam lemak rantai panjang yang terikat melalui ikatan glikosidik ataupun fosfodiester. Ketika molekul asam lemak terikat dengan gugus amida ( - NH2) pada spingosin maka akan membentuk molekul seramida. Nama Spingolipid Nama X Seramida - Spingomiyelin Fosfokolin Glikolipid netral Glukosa glukosilserebrosit Laktosilseramid di-, tri-, atau tetrasakarida Gangliosida GM2 Oligosakarida kompleks Formula X Spingolipid banyak ditemukan dalam membran neuron dan sebagian ditemukan pada membran sel dengan fungsi spesifik. Pada membran darah manusia, jenis karbohidrat yang tersubtitusi pada struktur spingolipid menentukan golongan darah seseorang. Glikospingolipid Penyusun Golongan Darah O, A dan B ▪ PROSTAGLANDIN 1. Pengertian Prostaglandin Prostaglandin (PG) adalah suatu hormon yang termasuk golongan lipid kelas eicosanoid, sub kelas prostanoid. Prostaglandin mempunyai fungsi biologis yang penting dalam reaksi inflamasi, demam, sakit, reproduksi wanita, regenerasi jaringan dan kanker. Prostaglandin dibiosintesis melalui jalur metabolisme asam arakidonat yang diregulasi oleh tiga tahap enzimatis yaitu fosfolipase A2, siklooksigenase dan enzim terminal prostanoid sintase. Salah satu enzim terminal tersebut yaitu Prostaglandin E sintase. Prostaglandin berfungsi seperti hormon sebagai senyawa sinyal tetapi hanya bekerja di dalam sel tempat mereka tersintesis. Prostaglandin diproduksi dalam tubuh oleh sel-sel dan mempengaruhi setiap sistem organ. Mereka memainkan peran dalam berbagai proses fisiologis dan hormonal dan kadangkadang bekerja melawan satu sama lain untuk melindungi tubuh. Gambar1. Lintasan utama sintesis kelas-kelas utama eikosanoid: prostaglandin, prostasiklin, tromboksan, dan leukotrien. (HETE, asam hidroksieikosatetraenoat; PGG2, prostaglandin G2; PGH2, prostaglandin H2) Sejak tahun 1964 telah diketahui bahwa, dari segi biosintesis,prostaglandin alam berasal dari asam-asam lemak yang mengandung beberapa ikatan rangkap CC. Persyaratan minimum untuk dapat menghasilkan prostalgalndin ialah bahwa asam lemak tersebut paling sedikit mengandung tiga ikatan rangkap dengan konfigurasi cis, yang diselang selingi oleh gugus metilen (-CH2-) disepanjang rantai karbon. Asam 8, 11, 14-eikosatrieonat, misalnya adalah precursor biologis dari PGE1 dan PGF1 , asam arakidonat adalah precursor dari PGE2 dan PGF2 , dan asam 5,8,11,15-eikosapentanoat Adalaah precusor dari PGE3 dan PGF3,adapun enzim yang berperan dalam biosintesa prostaglandin tersebar luas dalam berbagai jaringan tubuh dan disebut prostaglandin sintetase. ▪ TERPENA 1. Pengertian Terpena Terpena merupakan suatu golongan hidrokarbon yang banyak dihasilkan oleh tumbuhan dan terutama terkandung pada getah dan vakuola selnya. Pada tumbuhan, senyawa-senyawa golongan terpena dan modifikasinya, terpenoid, merupakan metabolit sekunder. Terpena dan terpenoid dihasilkan pula oleh sejumlah hewan, terutama serangga dan beberapa hewan laut. Di samping sebagai metabolit sekunder, terpena merupakan kerangka penyusun sejumlah senyawa penting bagi makhluk hidup. Sebagai contoh, senyawa-senyawa steroid adalah turunan skualena, suatu triterpena; juga karoten dan retinol. Nama "terpena" (terpene) diambil dari produk getah tusam, terpentin (turpentine). Terpena memiliki rumus dasar (C5H8)n, dengan n merupakan penentu kelompok tipe terpena. Modifikasi terpena (disebut terpenoid, berarti "serupa dengan terpena") adalah senyawa dengan struktur serupa tetapi tidak dapat dinyatakan dengan rumus dasar. Kedua golongan ini menyusun banyak minyak atsiri. 2. Struktur Dasar Terpena Terpene berasal dari unit isoprena, yang memiliki rumus molekul C5H8. Rumus molekul dasar senyawa terpen merupakan kelipatan dari itu, (C5H8) n di mana n adalah jumlah unit isoprena terkait. Ini adalah aturan isoprena atau aturan C5. Isoprena unit dapat dihubungkan bersama-sama "kepala ke ekor" untuk membentuk rantai linier atau mereka dapat diatur untuk membentuk cincin. Satu dapat mempertimbangkan unit isoprena sebagai salah satu blok bangunan umum alam. ISOPRENE Isoprena sendiri tidak menjalani proses pembangunan, melainkan diaktifkan bentuk, isopentenyl pirofosfat (IPP atau difosfat juga isopentenyl) dan pirofosfat dimethylallyl (DMAPP atau juga dimethylallyl difosfat), adalah komponen pada jalur biosintetik. IPP dibentuk dari asetil-KoA melalui intermediacy asam mevalonic di jalur HMG-KoA reduktase. Sebuah alternatif, sama sekali tidak terkait jalur biosintesis IPP dikenal di beberapa kelompok bakteri dan plastida tanaman, apa yang disebut MEP (2- Methyl-D-erythritol-4-fosfat)-jalur, yang dimulai dari C5-gula. Dalam kedua jalur, IPP adalah isomerized untuk DMAPP oleh enzim pirofosfat isomerase isopentenyl. Sebagai unit isoprena rantai yang dibangun, yang terpenes dihasilkan secara berurutan diklasifikasikan berdasarkan ukuran sebagai hemiterpenes, monoterpen, seskuiterpen, diterpenes, sesterterpenes, triterpenes, dan tetraterpenes. 3. Pengelompokkan Terpena Secara umum biosintesa dari terpenoid dengan terjadinya tiga reaksi dasar yaitu: a. Pembentukan isopren aktif berasal dari asam asetat melalui asam mevalonat Terpenoid merupakan bentuk senyawa dengan keragaman struktur yang besar dalam produk alami yang diturunkan dan unit isoprena (C5) yang bergandengan dalam model kepala ke ekor (head-to-tail), sedangkan unit isoprena diturunkan dari metabolisme asam asetat oleh jalur asam mevalonat (mevalonic acid : MVA). Adapun reaksinya adalah sebagai berikut: b. Penggabungan kepala dan ekor dua unit isopren akan membentuk monoseskui-, di-, sester- dan poli-terpenoid. c. Penggabungan ekor dan ekor dari unit C-15 atau C-20 menghasilkan triterpenoid dan steroid Mekanisme dari tahap-tahap reaksi biosintesis terpenoid adalah asam asetat setelah diaktifkan oleh koenzim A melakukan kondensasi jenis Claisen menghasilkan asam asetoasetat. Senyawa yang dihasilkan ini dengan asetil koenzim A melakukan kondensasi jenis aldol menghasilkan rantai karbon bercabang sebagaimana ditemukan pada asam mevalinat, reaksi-reaksi berikutnya adalah fosforialsi, eliminasi asam fosfat dan dekarboksilasi menghasilkan isopentenil (IPP) yang selanjutnya berisomerisasi menjadi dimetil alil piropospat (DMAPP) oleh enzim isomeriasi. IPP sebagai unti isoprene aktif bergabung secara kepala ke ekor dengan DMAPP dan penggabungan ini merupakan langkah pertama dari polimerisasi isoprene untuk menghasilkan terpenoid. Penggabungan ini terjadi karena serangan electron dari ikatan rangkap IPP terhadap atom karbon dari DMAPP yang kekurangan electron diikuti oleh penyingkiran ion pirofosfat yang menghasilkan geranil.pirofosfat (GPP) yaitu senyawa antara bagi semua senyawa monoterpenoid. Penggabungan selanjutnya antara satu unti IPP dan GPP dengan mekanisme yang sama menghasilkan Farnesil pirofosfat (FPP) yang merupakan senyawa antara bagi semua senyawa seskuiterpenoid. Senyawa diterpenoid diturunkan dari Geranil-Geranil Pirofosfat (GGPP) yang berasal dari kondensasi antara satu unti IPP dan GPP dengan mekanisme yang sama. Mekanisme biosintesa senyawa terpenoid adalah sebagai berikut: 4. Golongan Utama Terpenoid JUMLAH SATUAN JUMLAH KARBON GOLONGAN 1 C5 Isoprene 2 C10 Monoterpenoid 3 C15 Seskuiterpenoid 4 C20 Diterpenoid 6 C30 Triterpenoid 8 C40 Tetraterpenoid N Cn Poliisoprena ISOPRENA isoprene (C5H8) (2-methyl-1,3-butadiene) dipentene (C10H16) cadinene (C15H24) 5. SIFAT FISIKA DAN SIFAT KIMIA TERPEN 1. Sifat Fisika Terpen A. Berat Jenis Terpen Berat jenis komponen terpen teroksigenasi lebih besar dibandingkan dengan terpen tak teroksigenasi. B. Indeks bias terpen Semakin panjang rantai senyawa terpen, semakin besar pula indeks biasnya. Semakin banyak komponen berantai panjang seperti sesquiterpen atau komponen bergugus oksigen dalam senyawa terpen tersebut, maka kerapatan medium (terpen) akan bertambah sehingga cahaya yang datang akan lebih sukar untuk dibiaskan. Hal ini menyebabkan indeks bias terpen lebih besar yang tidak mempunyai gugus fungsional. C. Monoterpena dan sesquiterepena bersifat mudah menguap (C10 dan C15), diterpena menguap, yaitu triterpenoid dan sterol (C30), serta pigmen karotenoid (C40). D. Berupa senyawa berwarna, berbentuk kristal, bertitik leleh tinggi. 2. Sifat Kimia Terpen a. Kelarutan dalam Alkohol Persenyawaan terpen teroksigenasi lebih mudah larut daripada yang mengandung terpen. Makin tinggi kandungan terpen makin rendah daya larutnya atau makin sukar larut, karena senyawa terpen tak teroksigenasi merupakan senyawa nonpolar. b. Reaksi –reaksi Terpen yaitu : 1) α-pinene dihidrogenasi akan menghasilkan Terpineol, dihidrogenasi kembali akan menghasilkan Dihydroterpineol, kemudian apabila di esterifikasi akan menghasilkan Dihydroterphinyl acetate. 2) α-pinene dioksidasi akan menghasilkan Verbenone 3) Apabila l-n menthol direaksikan pada temperatur yang tinggi maka senyawa ini akan mengalami proses isomerisasi. ▪ FEROMON 1. Pengertian feromon Feromon, berasal dari bahasa Yunani ‘phero’ yang artinya ‘pembawa’ dan ‘mone’ ‘sensasi’. Feromon merupakan sejenis zat kimia yang berfungsi untuk merangsang dan memiliki daya pikat seks pada hewan jantan maupun betina. Zat ini berasal dari kelenjar eksokrin dan digunakan oleh makhluk hidup untuk mengenali sesama jenis, individu lain, kelompok, dan untuk membantu proses reproduksi. Berbeda dengan hormon, feromon menyebar ke luar tubuh dan hanya dapat mempengaruhi dan dikenali oleh individu lain yang sejenis (satu spesies). Ketika pertama kali ditemukan pada serangga, feromon banyak dikaitkan dengan fungsi reproduksi serangga. Penemu zat feromon pertama kalinya pada hewan (serangga) adalah Jean-Henri Fabre, ketika pada satu musim semi tahun 1870 an pengamatannya pada ngengat ‘Great peacock’ betina keluar dari kepompongnya dan diletakkan di kandang kawat di meja studinya untuk beberapa lama menemukan bahwa pada pada malam harinya lusinan ngengat jantan berkumpul merubung kandang kawat di meja studinya. Fabre menghabiskan tahun-tahun berikutnya mempelajari bagaimana ngengat-ngengat jantan ‘menemukan’ betina-betinanya. Fabre sampai pada kesimpulan jika ngengat betina menghasilkan ‘zat kimia’ tertentu yang baunya menarik ngengat-ngengat jantan. 2. Macam feromon pada serangga Banyak feromon serangga yang strukturnya tidak rumit, Geraniol dan Sitral keduanya terpene ( golongan hidrokarbon yang banyak dihasilkan oleh tumbuhan dan terutama terkandung pada getah dan vakuola selnya.) yang merupakan feromon rekrut untuk lebah madu. Sedangkan isoamil asetat (bukan terpene) yang merupakan komponen berbau yang berasal dari minyak pisang, adalah suatu feromon tanda bahaya. 3. Fungsi dan keggunaan feromon Ada beberapa fungsi feromon diantaranya : 1. Mempertemukan jantan dan betina kawin 2. Agregasi pada makanan 3. Oviposisi 4. Alarm bila diserang 5. Kontrol perilaku kasta dalam semut 6. Stimulasi migrasi 7. Menghindari multioposisi ➢ Aplikasi dan Kegunaan bagi manusia : Aplikasi di bidang biokimia, misalnya dalam pembuatan feromon sebagai pestisida. Jika feromon in dilepas ke udara dalam jumlah besar sehingga melampaui batas deteksi indera penciuman serangga jantan, maka perkawinan akan terhambat sehingga populasi serangga yang biasanya menjadi hama bisa diturunkan. Karena merupakan zat alami, feromon tidak merusak lingkungan, sehingga secara teori cara seperti ini jauh lebih aman daripada menggunakan racun seperti DDT. Masalahnya, struktur feromon seringkali sangat rumit dan sulit disintesis, namun kini bisa banyak terbantu oleh reaksi metatesis. Produksi feromon sebagai pembasmi hama melalui reaksi metatesis sudah dilakukan misalnya pada nyamuk Culex. Nyamuk betina dari spesies ini biasanya melepas suatu feromon ketika mereka bertelur, untuk menarik nyamuk betina lainnya agar bertelur di tempat yang sama. Feromon ini, (5R,6S)-6-asetoksi-5-heksadekanolida, sudah berhasil diproduksi secara massal dan diharapkan bisa digunakan untuk menjebak nyamuk betina Culexke dalam suatu perangkap. Diharapkan, langkah ini bisa mencegah penyebaran penyakit West Nile Virusyang dibawa oleh nyamuk spesies ini. ➢ Feromon Pada Beberapa Jenis Serangga Serangga merupakan hama yang paling dominan menyerang tanaman antara lain padi, palawija, hortikultura, buah-buahan mulai dari benih, bibit, bunga, daun, akar, batang dan buah. Kurang lebih 1 juta spesies serangga telah dideskripsi dan hal ini merupakan petunjuk bahwa serangga merupakan mahluk hidup yang mendominasi bumi. Diperkirakan, masih ada sekitar 10 juta spesies serangga yang belum dideskripsi. Peranan serangga sangat besar dalam menguraikan bahan-bahan tanaman dan binatang dalam rantai makanan ekosistem dan sebagai bahan makanan mahluk hidup lain. Pada Semut dan Lebah Madu. Feromon memainkan peran penting dalam komunikasi serangga. Semut menggunakan feromon sebagai penjejak untuk menunjukkan jalan menuju sumber makanan. Bila lebah madu menyengat, ia tak hanya meninggalkan sengat pada kulit korbannya, tetapi juga meninggalkan zat kimia yang memanggil lebah madu lain untuk menyerang. Demikian pula, semut pekerja dari berbagai spesies mensekresi feromon sebagai zat tanda bahaya, yang digunakan ketika terancam musuh; feromon disebar di udara dan mengumpulkan pekerja lain. Bila semut-semut ini bertemu musuh, mereka juga memproduksi feromon sehingga isyaratnya bertambah atau berkurang, bergantung pada sifat bahayanya. Kecoak betina menarik lawan jenisnya dengan cara mengeluarkan periplanon-B. ▪ STEROID 1. Pengertian Steroid Steroid adalah kelompok senyawa bahan alam yang kebanyakan strukturnya terdiri atas 17 atom karbon dengan membentuk struktur dasar 1,2- siklopentenoperhidrofenantren. Steroid memiliki kerangka dasar triterpena asiklik. Ciri umum steroid ialah sistem empat cincin yang tergabung. Cincin A, B, dan C beranggotakan enam atom karbon dan cincin D beranggotakan lima atom karbon. Steroid adalah senyawa organik lemak sterol tidak terhidrolisis yang didapat dari hasil reaksi penurunan dari terpena atau skualena. Senyawa yang termasuk turunan steroid, misalnya kolesterol, ergosterol, progesteron, dan estrogen. Pada umunya steroid berfungsi sebagai hormon. Steroid mempunyai struktur dasar yang terdiri dari 17 atom karbon yang membentuk tiga cincinsikloheksana dan satu cincin siklopentana. Beberapa steroid bersifat anabolik antara lain testosterone, metandienon, nandrolon dekanoat, 4-androstena-3 17-dion. Steroid anabolik dapat mengakibatkan sejumlah efek samping yang berbahaya, seperti menurunkan rasio lipoprotein densitas tinggi, yang berguna bagi jantung, menurunkan rasio lipoprotein densitas rendah, stimulasi tumor prostat, kelainan koagulasi dan gangguan hati, kebotakan, menebalnya rambut, tumbuhnya jerawat dan timbulnya payudara pada pria. Secara fisiologi, steroid anabolik dapat membuat seseorang menjadi agresif. 2. Struktur Steroid Steroid mempunyai struktur dasar yang terdiri dari 17 atom karbon yang membentuk tiga cincin sikloheksana dan satu cincin siklopentana. Perbedaan jenis steroid yang satu dengan steroid yang lain terletak pada gugus fungsional yang diikat oleh ke-empat cincin ini dan tahap oksidasi tiap-tiap cincin. 3. Klasifikasi Steroid Steroid terdiri atas beberapa kelompok senyawa yang pengelompolannya didasarkan pada efek fisiologis yang dapat ditimbulkan. Ditinjau dari segi struktur, perbedaan antara berbagai kelompok ini ditentukan oleh jenis subtituen R1, R2, dan R3 yang terikat pada kerangka dasar sedangkan perbedaan antara senyawa yang satu dengan senyawa lain dari satu kelompok ditentukan oleh panjangnya rantai karbon subtituen, gugus fungsi yang terdapat pada subtituen, jumlah dan posisi gugus fungsi oksigen dan ikatan rangkap pada kerangka dasar serta konfigurasi pusat asimetris pada kerangka dasar. Kelompok-kelompok tersebut adalah sebagai berikut. 1. Sterol Lemak sterol adalah bentuk khusus dari steroid dengan rumus bangun diturunkan dari kolestana dilengkapi gugus hidroksil pada atom C-3, banyak ditemukan pada tanaman, hewan dan fungi. Semua steroid dibuat di dalam sel dengan bahan baku berupa lemak sterol, baik berupa lanosterol pada hewan atau fungsi, maupun berupa sikloartenol pada tumbuhan. Kedua jenis lemak sterol di atas terbuat dari siklisasi squalena dari triterpena. Kolesterol adalah jenis lain lemak sterol yang umum dijumpai. Lemak sterol juga dikenal sebagai alkohol steroid, sebuah subkelompok steroid dengan gugus hidroksil pada posisi ketiga dari cincin-A. Lemak sterol bersifat amfipatik yang terbentuk dari acetyl-coenzyme A melalui jalur HMG-CoA reductase. Lemak sterol nabati disebut fitosterol dan yang hewani disebut zoosterol. Jenis zoosterol yang penting antara lain adalah kolesterol dan hormon steroid. Sedangkan pada fitosterol dikenal campesterol, sitosterol, dan stigmasterol. Ergosterol adalah lemak sterol yang ditemukan pada membran sel fungi yang berfungsi layaknya kolesterol pada hewan.Sebenarnya nama sterol dipakai khusus untuk steroid yang memiliki gugus hidroksi, tetapi karena praktis semua steroid tumbuhan berupa alkohol dengan gugus hidroksi pada posisi C-3, maka semuanya disebut sterol. Selain dalam bentuk bebasnya, sterol juga sering dijumpai sebagai glikosida atau sebagian ester dengan asam lemak. Glikosida sterol sering disebut sterolin. (a) (b) (c) (d) (e) Gambar 2. (a) Kolesterol, (b) Campesterol, (c) Sitosterol, (d) Stigmasterol, dan (e) Ergosterol 2. Asam Empedu Asam empedu adalah asam steroid yang diproduksi oleh hati dan disimpan di dalam empedu. Asam empedu biasa ditemukan dalam bentuk asam kolik dengan kombinasi dengan glisin dan taurin. Asam empedu utama (primer) yang terbentuk dihati adalah asam kolat dan asam kenodeoksikolat. Di kolon, bakteri mengubah asam kolat menjadi asam deoksikolat dan asan kenodeoksikolat menjadi asam litokolat. Karena terbentuk akibat kerja bakteri, asam deoksikolat dan asam litokolat disebut sebagai asam empedu sekunder. Asam kolat 3. Hormon Kelamin Hormon kelamin dihasilkan oleh gonad dan adrenal yang diperlukan untuk konsepsi, maturasi embrionik, dan perkembangan ciri-ciri khas seks primer dan sekunder pada pubertas. Hormon kelamin pada umumnya merupakan turunan steroid, molekulnya bersifat planar dan tidak lentur. Kerangka dasarnya adalah cyclopentanoperhydrophenanthrene yang bersifat kaku. Hormon kelamin dibagi dalam empat kelompok yaitu: a. Hormon androgen (testosteron dan dihidrotestosteron) b. Hormon estrogen (estradiol, estron, dan estriol) c. Hormon progestin (progesteron) d. Obat kontrasepsi a b d c e Gambar (a) Testosteron, (b) Progesteron, (c) Estriol, (d) Estradiol, dan (e) Estron 4. Hormon Adrenokortikoid Hormon adrenokortikoid merupakan hormon steroid yang disintesis dari kolesterol dan diproduksi oleh kelenjar adrenalis bagian korteks. Pengeluaran hormon dipengaruhi oleh adreno cortico tropin hormon (ACTH) yang berasal dari kelenjar pituitari anterior. Beberapa fungsi fisiologisnya berhubungan dengan kardiovaskuler dari darah, sistem saraf pusat, otot polos dan stress. Hormon adrenokortikoid terbagi menjadi 2, yaitu: a. Mineralokortikoid Aktivitas mineralokortikoid mempengaruhi elektrolit (mineral) cairan ekstrasel, terutana natriun dan kalium. Pada manusia, terutama adalah aldosteron. b. Glukokortikoid Glukokortikoid dapat meningkatkan glukosa darah, serta efek tambahan pada metabolisme protein dan lemak seperti pada metabolisme karbohidrat. Yang termasuk dalam hormon glukokortikoid adalah kortisol atau hidrokortisol. a b Gambar 5. (a) Kortisol dan (b) Aldosteron 5. Aglikon kardiak Aglikon kardiak dam bentuk glikosidanya lebih dikenal sebagai glikosida jantung dan kardenolida. Tumbuhan yang mengandung senyawa ini telah digunakan sejak jaman prasejarah sebagai racun. Glikosida ini mempunyai efek kardiotonik yang khas. Keberadaan senyawa ini dalam tumbuhan mungkin memberi perlindungan kepada tumbuhan dari gangguan beberapa serangga tertentu. Strofantidin 6. Sapogenin Sapogenin dan bentuk glikosidanya yang dikenal sebagai saponin. Glikolisasi biasanya terjadi pada posisi C-3. Saponin adalah senyawa yang dapat menimbulkan busa jika dikocok dalam air (karena sifatnya yang menyerupai sabun, maka dinamakan saponin). Saponin bersifat amfifilik karena sapogenin bersifat lipofilik serta sakarida yang hidrofilik. Saponin dapat membentuk busa dan merusak membran sel karena bisa membentuk ikatan dengan lipida dari membran sel. Pada konsentrasi yang rendah, saponin dapat menyebabkan hemolisis sel darah merah. Dalam bentuk larutan yang sangat encer, saponin sangat beracun untuk ikan. Berdasarkan sifat kimia saponin diklasifikasikan menjadi 2, yaitu; a. Saponin steroid, tersusun atas inti steroid (C27) dengan molekul karbohidrat. Tipe saponin ini memiliki afek anti jamur. Contohnya: Asparagosida (terkandung dalam tumbuhan Asparagus sarmentosus). b. Saponin triterpenoid, tersusun atas inti terpenoid dengan karbohidrat. Contohnya: Asiacosida (a) (b) Gambar 7. (a) Asparagosida dan (b) Asiacosida E. Cara Mendapatkan Steroid c. Ekstraksi Steroid merupakan golongan senyawa yang sebagian besar bersifat nonpolar maka ektsraksinya biasanya juga menggunakan pelarut nonpolar misalnya nheksana atau petrelium eter. Dapat juga di gunakan pelarut etanol atau methanol terlebih dahulu sebagai pelrut universal kemudian setelah diperoleh ekstraksi partisis menggunakan pelarut nonpolar. Jika yang akan di isolasi adalah senyawa steroid yang dterikat dengan gugus gula, maka ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut semipolar atau bahkan pelarut polar tergantung pada gugus gula yang terikat. Ekstraksi juga dapat di lakukan baik dengan pemansan (soxhletasi) maupun tanpa pemanasan (maserasi) pada sushu kamar. d. Pemisahan Cara KLT steroid menyerupai KLT triterpenoid. Kadang-kadang di jumpai campuran rumit beberapa steroid dalam jaringan tumbuhan tertentu dan diperlukan cara yang lebih rumit untuk memisahkannya. Misalnya Steroid, kolesterol, dan stigmasterol tidak mudah di pisahkan bila berada bersama-sama dalam sampel, tetapi ketiganya akan terpisah dengan mudah jika di ubah menjadi bentuk asetatnya. Cara lain adalah melakukan pemisahan menggunakan HPLC preparative. Untuk memisahkan sterol umum dari turunan dihidronya (misalnya sitosterol dan sitostanol) di perlukan KLT AgNO3. Eluen yang di pakai adalah kloroform dengan penampak noda H2SO4. H2O (1:1).Beberapa steroid dapat di pisahkan menggunakan menggunakan kromatografi kolom atau KLTP dengan adsorben alumina dan eluen berupa campuran sikloheksana-etilasetat dan campuran metilen diklorida-aseton.Jika dalam sampel dipastikan terdapat saponin, maka sebelum dilakukan pemisahan, ektrak yang diperoleh direaksikan terlebih dahulu dengan HCL 1 M untuk menghidrolisis saponin tersebut hingga diperoleh aglikon sapogenin. Pemisahan campuran sapogenin dilakukan denag KLTP denagn menggunakan eluen campuran aseton-n-heksana atau campuran kloroform-CCl4aseton. Sapogenin akan muncul sebagai noda yang berwarna kemerahan setelah pelat disemprot dengan antimony klorida dalam HCl pekat dan dipanaskan pada 110 celcius selama 10 menit. jika pemishan dilakukan terhadap saponin, maka adsorben yang dipakai adalah selulosa. KLT dengan silica gel berhasil juga tapi dengan memakai eluen seperti nbutanol yang di jenuhkan dengan air atau campuran kloroform-metanol-air. Beberapa glikosida jantung dapat dipisahkan dengan KLTP suatu arah pada silica gel dengan menggunakan eluen berupa lapian atas dari campuran etil asetatpiridin-air (1 arah) dan campuran kloroform-piridin (satu arah yang lain). Beberapa campuran senyawa yang lain dapat dipisahkan menggunakan elusi berulang pada pelat silica gel dengan eluen campuran etil asetat-metanol (elusi dua kali) atau dengan eluen campuran kloroform-metanol-formamida (elusi empat kali). e. Rekristalisasi Ekstrak pekat yang di peroleh di larutkan dalam 100 ml petroleum eter. Kemudian campuran diuapkan sampai dicapai titik jenuhnya dan di biarkan selama hingga terbentuk Kristal tak berwarna yang mengendap dengan titik leleh 138144°C. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2013. Reaksi Lemak dan Minyak, Hidrogenasi, Penyabunan, Hidrolisis, Kimia. (Online). https://www.nafiun.com/2013/10/reaksi-lemak-dan-minyak-hidrogenasipenyabunan-hidrolisis.html. (Diakses pada tanggal 15 Maret 2020). Faradila,F. 2017. Sabun dan Deterjen. (Online). https://www.academia.edu/32056889/Sabun_dan_Deterjen. (Diakses pada tanggal 15 Maret 2020). Iqbal,M. 2016. BIOSINTESIS TRIGLISERIDA dan FOSFOLIPID. (Online). https://www.academia.edu/25636135/BIOSINTESIS_TRIGLISERIDA_dan_FOSFOLIP ID. (Diakses pada tanggal 15 Maret 2020). Wandari,R. 2013. Feromon Dan Terpena. (Online). https://www.scribd.com/document/147295079/Feromon-Dan-Terpena. (Diakses pada tanggal 15 Maret 2020). MAKALAH KIMIA ORGANIK LIPID dan PRODUK ALAM YANG BERHUBUNGAN OLEH : NAMA : Rizky Risno Santoso NIM : 03031281924036 KELAS : B Indralaya MATA KULIAH : KIMIA ORGANIK LANJUT DOSEN PENGAMPUH : Ir. ROSDIANA MUIN, M.T. JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2020