BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawat menjalankan aktivitasnya sehari-hari tidak terlepas dari farmakologi. Farmakologi membantu perawat untuk memberikan obat-obatan yang benar kepada klien sehingga tidak terjadi kesalahan. Perawat professional, perlu mempelajari tentang farmakologi khususnya farmakokinetik dan farmakodinamik untuk membantu kesembuhan klien. Perawat professional dimana perawat bukan pesuruh dokter, dapat mengkaji apakah sudah benar pemberian obat yang diberikan oleh dokter merupakan obat yang benar sesuai dosis dan lain-lain ataukah tidak. Dalam farmakologi dikenal istilah farmakokinetik dan farmakodinamik. Farmakodinamika dalam ilmu farmakologi sebenarnya memiliki hubungan yang cukup erat dengan farmakokinetik, jika farmakokinetik lebih fokus kepada perjalanan obat-obatan di dalam tubuh maka farmakodinamik lebih fokus membahas dan mempelajari seputar efek obat-obatan itu sendiri di dalam tubuh baik dari segi fisiologi maupun biokimia terhadap berbagai organ tubuh serta mekanisme kerja obatobatan itu sendiri di dalam tubuh manusia. B. Tujuan 1. Mampu memahami pengertia farmakodinamik 2. Mampu memahami mekanisme kerja obat 3. Mampu memahami reseptor obat 4. Mampu memahami kerja obat yang tidak diperantarai reseptor 5. Mampu memahami efek terapeutik obat Farmakodinamik | 1 C. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian dari farmakodinamik? 2. Bagaimana mekanisme kerja obat? 3. Bagaiamana reseptor obat itu? 4. Bagaiaman kerja obat yang tidak diperantarai reseptor? 5. Bagaimana efek terapeutik obat? Farmakodinamik | 2 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Farmakodinamik Farmakodinamik adalah subdisiplin farmakologi yang mempelajari efek biokimiawi dan fisiologi obat, serta mekanisme kerjanya. Farmakodinamik lebih fokus membahas dan mempelajari seputar efek obat-obatan itu sendiri di dalam tubuh baik dari segi fisiologi maupun biokimia berbagai organ tubuh serta mekanisme kerja obat-obatan itu sendiri di dalam tubuh manusia. Farmakodinamik juga sering disebut dengan aksi atau efek obat. Efek obat merupakan reaksi fisiologis atau biokimia tubuh karena obat, misalnya suhu turun, tekanan darah turun, kadar gula darah turun. B. Mekanisme Kerja Obat Tujuan mempelajari mekanisme kerja obat adalah: 1. Meneliti efek utama obat 2. Mengetahui interaksi obat dengan sel 3. Mengetahui urutan peristiwa serta spektrum efek dan respon yang terjadi Kebanyakan obat menimbulkan efek melalui interaksi dengan reseptornya pada sel organisme. Interaksi obat dengan reseptornya ini mencetuskan perubahan biokimiawi dan fisiologi yang merupakan respons khas untuk obat tersebut. Kerja obat dapat dibagi menjadi onset (mulai kerja) merupakan waktu yang diperlukan oleh obat untuk menimbulkan efek terapi atau efek penyembuhan atau waktu yang diperlukan obat untuk mencapai maksimum terap. Peak (puncak) duration (lama kerja) merupakan lamanya obat menimbulkan efek terapi, dan waktu paruh. Mekanisme kerja obat dipengaruhi oleh reseptor, enzim, dan hormon. Farmakodinamik | 3 Fase farmakodinamik sendiri yang dipelajari adalah efek obat dalam tubuh atau mempelajari pengaruh obat terhadap fisiologis tubuh. Kebanyakan obat pada tubuh bekerja melalui salah satu dari proses interaksi obat dengan reseptor, interaksi obat dengan enzim, dan kerja obat non spesifik. Interaksi obat dengan reseptor terjadi ketika obat berinteraksi dengan bagian dari sel, ribosom, atau tempat lain yang sering disebut sebagai reseptor. Reseptor sendiri bisa berupa protein, asam nukleat, enzim, karbohidrat, atau lemak. Semakin banyak reseptor yang diduduki atau bereaksi, maka efeknya akan meningkat. Interaksi obat dengan enzim dapat terjadi jika obat atau zat kimia berinteraksi dengan enzim pada tubuh. Obat ini bisa dengan cara mengikat (membatasi produksi) atau memperbanyak produksi dari enzim itu sendiri. Contohnya obat kolinergik. Obat kolinergik bekerja dengan cara mengikat enzim asetilkolin esterase. Enzim ini sendiri bekerja dengan cara mendegradasi asetilkolin menjadi asetil dan kolin. Jadi ketika asetilkolin esterase dihambat, maka asetilkolin tidak akan dipecah menjadi asetil dan kolin. Maksud dari kerja obat non spesifik adalah obat tersebut bekerja dengan cara tanpa mengikat reseptor. Contoh dari obat-obatan ini adalah Na-bikarbonat yang merubah cairan pH tubuh, alkohol yang mendenaturasi protein, dan norit yang mengikat toksin, zat racun, atau bakteri. Obat yang berikatan dengan reseptor disebut agonis. Kalau ada obat yang tidak sepenuhnya mengikat reseptor dinamakan dengan agonis parsial, karena yang diikat hanya sebagian (parsial). Selain menimbulkan efek farmakologis, ketika reseptor diduduki suatu senyawa kimia juga bisa tidak menimbulkan efek farmakologis. zat tersebut diberinama antagonis. Jika nantinya obat antagonis dan agonis diberikan secara bersamaan dan obat antagonis memiliki ikatan yang lebi kuat maka dapat Farmakodinamik | 4 menghalangi efek agonis. Antagonis sendiri ada yang kompetitif dan antagonis nonkompetitif. Disebut antagonis kompetitif ketika obat itu berikatan di tempat yang sama dengan obat agonis. C. Reseptor Obat Sebagian besar obat bekerja melalui penggabungan dengan makromolekul khusus dengan cara mengubah aktivitas biokimia dan biofisika makromolekul, hal ini dikenal dengan istilah reseptor. Sebagian besar reseptor adalah protein karena struktur polipeptida memberikan perbedaan corak dan kekhususan yang diperlukan dari bentuk dan muatan listrik. Reseptor obat yang paling baik adalah protein regulator, yang menjembatani kerja dan sinyal-sinyal bahan kimia endogen, seperti: neurotransmitter, autacoids, dan hormone. Ikatan obat reseptor dapat berupa ikatan ion, hydrogen hidrofobik, van der walls, atau kovalen , tetapi umumnya merupakan campuran. Pada dasarnya reseptor menentukan hubungan kuantitatif antara dosis atau konsentrasi obat dan efek farmakologi: afinitas reseptor untuk mengikat obat menentukan konsentrasi obat yang diperlukan untuk membentuk kompleks obatreseptor (drug-receptor complexes) dalam jumlah yang berarti, dan jumlah reseptor secara keseluruhan dapat membatasi efek maksimal yang ditimbulkan oleh obat. Reseptor bertanggung jawab pada selektivitas tindakan obat : ukuran, bentuk dan muatan ion elektrik molekul obat menentukan apakah -dan dengan kecocokan/kesesuaian yang bagaimana- molekul itu akan terikat pada reseptor tertentu diantara bermacam-macam tempat ikatan yang secara berbeda. Oleh karena itu, perubahan struktur kimia obat secara dramatis/mencolok dapat menaikan atau Farmakodinamik | 5 menurunkan afinitas obat-obat baru terhadap golongan-golongan reseptor yang berbeda, yang mengakibatkan perubahan-perubahan dalam efek terapi dan toksiknya. Reseptor- reseptor menjembatani kerja antagonis farmakologi: efek antagonis di dalam tubuh pasien bergantung pada pencegahan pengikatan molekul agonis dan penghambatan kerja biologisnya. Suatu obat dikatakan spesifik bila kerjanya terbatas pada satu jenis reseptor, dan dikatakan selektif bila menghasilkan satu efek pada dosis rendah dan efek lain baru timbul pada dosis yang lebih besar. Obat yang spesifik belum tentu selektif tetapi obat yang tidak spesifik dangan sendirinya tidak selektif. Macam-macam Reseptor 1. Reseptor Kanal Ion Reseptor ini desebut juga sebagai reseptor ionotropik. Reseptor kanal ion merupakan suatu reseptor membran yang langsung terhubung dengan suatu kanal ion dan memperantarai aksi sinaptik yang cepat. Contohnya adalah reseptor asetilkolin nikotinik, reseptor GABA, dan reseptor glutamat. 2. Reseptor Terikat Protein G Reseptor terikat protein G atau GPCR (G-Protein Coupled Receptor) atau 7TM Receptor (7 Trans Membrane Receptor) ini merupakan golongan reseptor yang memiliki jumlah anggota yang paling banyak. Sesuai dengan namanya, rangkaian peptida penyusun reseptor ini melintasi membrane sebanyak tujuh kali dan terikat dengan sistem efektor yang disebut protein G. reseptor ini memperantarai beberapai aksi neurotransmitter dan hormon secara lambat. Contoh reseptor ini misalnya reseptor asetil kolin muskarinik, reseptor adrenergic, reseptor histamine, reseptor dopaminergik, dan reseptor serotonin. Farmakodinamik | 6 3. Reseptor Tyrosine Kinase Reseptor ini merupakan reseptor single trans membrane (hanya melintasi membrane satu kali) yang memiliki aktivitas kinase dalam transduksi sinyalnya. Contoh dari reseptor ini adalah reseptor sitokinin, reseptor growth factor, dan reseptor insulin. 4. Reseptor Intra seluler Reseptor intra seluler merupakan satu - satunya kelompok reseptor yang tidak terletak di membrane sel tetapi terletak di dalam sitoplasmik atau nukleus. D. Kerja Obat Yang Tidak Diperantarai Reseptor Efek non-spesifik dan gangguan pada membrane Perubahan sifat osmotic Diuretic osmotic (urea, manitol), misalnya, meningkatkan osmolaritas filtrate glomerulus sehingga mengurangi reabsorpsi air di tubuli ginjal dengan akibat terjadi efek diuretic. Perubahan sifat asam/basa Kerja ini diperlihatkan oleh oleh antacid dalam menetralkan asam lambung. Kerusakan non-spesifik Zat perusak non-spesifik digunakan sebagai antiseptik dan disinfektan, dan kontrasepsi. Contohnya, detergen merusak intregitas membrane lipoprotein. Gangguan fungsi membrane Anestetik umum yang mudah menguap misalnya eter, halotan, enfluran, dan metoksifluran bekerja dengan melarut dalam lemak membrane sel di SSP sehingga eksitabilitasnya menurun. Interaksi dengan molekul kecil atau ion Farmakodinamik | 7 Kerja ini diperlihatkan oleh kelator (chelating agents) misalnya CaNa2 EDTA yang mengikat Pb2+ bebas menjadi kelat yang inaktif pada keracunan Pb. Masuk ke dalam komponen sel Obat yang merupakan analog puri atau pirimidin dapat berinkoporasi ke dalam asam nukleat sehingga mengganggu fungsinya. Obat yang bekerja seperti ini disebut antimetabolit misalnya 6-merkaptopurin atau anti mikroba lain. E. Efek Terapeutik Obat Tidak semua obat bersifat betul-betul menyembuhkan penyakit, beberapa obat memang dibuat hanya untuk meniadakan atau meringankan gejala suatu penyakit. Berikut ini adalah tiga jenis terapi obat: 1) Terapi Kausal, obat yang berfungsi untuk memusnahkan penyebab penyakit, obat inilah yang digunakan untuk menyembuhkan penderita dari penyakit. contoh obat dengan terapi kausal adalah antibiotik, anti malaria dan lain-lain. 2) Terapi simptomatis, obat ini berguna untuk meringankan gejala dari suatu penyakit. contoh obat jenis ini adalah analgesik, antipiritik, anti emetik dan sebagainya. 3) Terapi subtitusi, obat yang digunakan untuk mengantikan zat yang lazim diproduksi oleh tubuh. misal insulin pada penderita diabetes, hormon estrogen pada pasien hipo fungsi ovarium dan obat-obat hormon lainnya. Farmakodinamik | 8 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Farmakodinamik adalah subdisiplin farmakologi yang mempelajari efek biokimiawi dan fisiologi obat, serta mekanisme kerjanya. Kebanyakan obat menimbulkan efek melalui interaksi dengan reseptornya pada sel organisme. Interaksi obat dengan reseptornya ini mencetuskan perubahan biokimiawi dan fisiologi yang merupakan respons khas untuk obat tersebut. Sebagian besar obat bekerja melalui penggabungan dengan makromolekul khusus dengan cara mengubah aktivitas biokimia dan biofisika makromolekul, hal ini dikenal dengan istilah reseptor. Tidak semua obat bersifat betul-betul menyembuhkan penyakit, beberapa obat memang dibuat hanya untuk meniadakan atau meringankan gejala suatu penyakit. B. Saran Sebagai seorang perawat sangat penting untuk mempelajari farmakologi, salah satunya mengenai farmakodinamik, yang mana untuk mempelajari mekanisme obat untuk mengetahui efek dan respons yang terjadi pada pasien. Farmakodinamik | 9 Farmakodinamik | 10