Uploaded by andikakaka79

bab-1-Tegangan-dan-Regangan

advertisement
BAB I
TEGANGAN DAN REGANGAN
1.1. Tegangan
Mekanika bahan merupakan salah satu ilmu yang mempelajari/membahas
tentang tahanan dalam dari sebuah benda, yang berupa gaya-gaya yang ada di dalam
suatu benda yang menyeimbangi gaya-gaya luar terpakai. Contoh : tegangan dan
regangan.
Tegangan dapat didefinisikan sebagai besarnya gaya-gaya yang bekerja pada
tiap satuan luas tampang benda yang dikenai suatu besaran gaya tertentu. Tegangan
dan regangan hubungannya selalu dipermasalahkan, dihitung dan ditentukan. Hal ini
sudah ada sejak hokum Hook dicanangkan, besaran yang menjadi penyambungnya
dikenal dengan Modulus Elastis. Untuk membahas permasalahan ini diambil suatu
potongan balok sebagaimana tergambar pada gambar 1.1 yang dipotong melintang.
Jika balok tersebut dikenai satu gaya diagonal sebesar p dengan kemiringan sebesar
sudut , maka akan didapat gaya normal sebesar p sin dan gaya geser sebesar p
cos 
p
p sin 

A= x.y
p cos 
Gambar 1.1. Potongan balok yang menerima beban normal dan geser
Besar tegangan rata-rata pada suatu bidang dapat didefinisikan sebagai
intensitas gaya yang bekerja pada bidang tersebut.
Sehingga secara matematis
tegangan normal rata-rata dapat dinyatakan sebagai
 
P sin 
,
A  0 A
lim
(1.1)
1
2
Dimana : 
= tegangan normal rata-rata (N/mm2 = MPa)
P = gaya yang bekerja (N)
A = luas bidang (mm2)

= sudut kemiringan
Sedangkan tegangan geser  dapat dinyatakan sebagai
 
P cos 
A  0 A
lim
(1.2)
y
yy
yy
yz
xx

xy
zz
xz zx
zy
zx
zy
xz
yz
yx
z
yx
yy
(a) 3 Dimensi
yx
y
zz
xy
xy
xx
xx
x
x
xx
xy
yx
yy
(b) 2 Dimensi
Gambar 1.2. Keadaan Tegangan pada Suatu Titik
Dari gambar 1.1 jika diambil satu satuan luasan yang sangat kecil maka dapat
digambarkan tegangannya seperti terlihat pada gambar 1.2. Tegangan tidak sama
dengan vektor tegangan.
Tegangan merupakan tensor derajat dua, sedangkan
vektor, vektor apapun, merupakan tensor derajat satu. Besaran skalar merupakan
tensor derajat nol. Tensor ialah besaran fisik yang keadaannya pada suatu titik
dalam ruang, tiga dimensi, dapat dideskripsikan dengan 3n komponennya, dengan
n ialah derajat tensor tersebut. Dengan demikian, untuk persoalan tegangan tiga
dimensi pada suatu titik dalam ruang dapat dideskripsikan dengan 32 komponennya.
Pada sistem koordinat sumbu silang, tegangan tersebut adalah xx , yy , zz , xy ,
yx , xz , zx , yz , dan zy seperti ditunjukkan pada Gambar 1.2(a). Namun
demikian, karena xy = yx , xz = zx dan yz = zy , maka keadaan tegangan
3
tersebut dapat dinyatakan dengan enam komponennya, xx , yy , zz , xy , xz , yz.
Sedangkan untuk tegangan bidang, dua dimensi, pada suatu titik dapat
dideskripsikan dengan 22 komponennya, Gambar 1.2(b), dan karena ij = ji untuk
i  j maka tiga komponen telah dapat mendeskripsikan tegangan bidang pada titik
itu.
Pada dasarnya, tegangan secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi
dua, yakni tegangan normal, dengan notasi ij , i = j, serta tegangan geser dengan
notasi ij , i  j . Perhatikan penulisan pada paragrap di atas. Karakter indek yang
pertama menyatakan bidang tempat bekerjanya gaya, sedangkan karekter indek yang
kedua menyatakan arah bekerjanya vektor tegangan tersebut. Tegangan normal
ialah tegangan yang bekerja tegak lurus terhadap bidang pembebanan. Sedangkan
tegangan geser ialah tegangan yang bekerja sejajar dengan bidang pembebanan. Jadi
keenam tegangan yang mendeskripsikan tegangan pada suatu titik terdiri atas tiga
tegangan normal, xx , yy , dan zz , serta tiga tegangan geser, xy , yz , dan zx.
Nilai tegangan bisa positif dan bisa pula negatif. Tegangan bernilai positif bila
tegangan tersebut bekerja pada bidang positif dengan arah positif, atau bekerja pada
bidang negatif dengan arah negatif. Selain itu, nilainya negatif.
1.2. Regangan
y
x
dx
y
y
y
dy
dy
dz
z
x
x
dx
z
(a) 3 Dimensi
(b) 2 Dimensi
Gambar 1.3. Keadaan Regangan Normal pada Suatu Titik
x
4
Seperti halnya tegangan, regangan juga merupakan tensor derajat dua.
Dengan demikian keadaan regangan ruang, tiga dimensi, pada suatu titik dapat
dideskripsikan dengan kesembilan komponennya. Pada sistem koordinat sumbu
silang, regangan tersebut adalah xx , yy , zz , xy , yx , xz , zx , yz , dan zy ,
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1.3(a). Regangan juga dapat diklasifikasikan
menjadi dua, yakni regangan normal, dengan notasi ij , i = j, serta regangan
geser dengan simbul ij i  j .Sebagaimana dengan tegangan, xy = yx , xz =
zx dan yz = zy , maka keadaan regangan ruang pada suatu titik dapat dinyatakan
oleh enam komponen, yakni xx , yy , zz , xy , yz , zx. Sedangkan regangan
bidang, dua dimensi, dapat dideskripsikan dengan 22 komponennya, dan karena ij =
ji maka regangan bidang pada suatu titik dapat dideskripsikan dengan hanya tiga
komponen, Gambar 1.4(b).
y
y
0.5 xy
0.5 xy
0.5 xy
x
0.5 xz
x
0.5 yz
z
(a) Tiga Dimensi
(b) Dua Dimensi
Gambar 1.4. Kondisi Regangan Geser Pada Suatu Titik
Regangan normal merupakan perubahan panjang spesifik. Regangan normal
rata-rata dinyatakan oleh perubahan panjang dibagi dengan panjang awal, atau secara
matematis dapat dituliskan
5
 ij 
 li

li
ui ,
li
i=j
(1.3)
Dimana :  ij = regangan normal rata-rata
l = u = perubahan panjang pada arah (mm)
l
= panjang awal pada arah (mm)
i, j = sumbu koordinat pada sistem sumbu silang, x, y, z.
Sedangkan regangan geser merupakan perubahan sudut dalam radial.
Regangan geser bernilai positif bila sudut pada kuadran I dan atau kuadran III pada
sistem koordinat sumbu silang mengecil, Gambar 1.4(a), sedangkan selain itu
bernilai negatif.
1.3. Transformasi Tegangan Bidang
Tegangan dapat ditransformasi dari suatu set sumbu koordinat ke set sumbu
koordinat lainnya. Dengan transformasi pula dapat dicari set sumbu koordinat pada
suatu titik yang memberikan tegangan utama dari kondisi tegangan yang telah
diketahui di titik itu. Yang dimaksud dengan tegangan utama ialah tegangan yang
hanya memiliki nilai tidak nol untuk tegangan normal saja, sedangkan nilai tegangan
gesernya nol.
Dengan demikian juga dimungkinkan transformasi tegangan dari
sistem koordinat sumbu silang (x, y, z), Gambar 1.5(a), ke sistem koordinat polar (r,
, z), Gambar 1.5(b).
y
dy dz
r
x
z
dx
dz
z
(a) Sumbu Silang
(b) Polar
Gambar 1.5. Sistem Koordinat
6
Transformasi tegangan bidang berdasarkan pada keseimbangan gaya-gaya
yang bekerja pada elemen. Perhatikan Gambar 1.6(b).
y’
yy
y
y’
xy
xx
x’
xy
xy
xx
xx
xy
xy
yy
x
xy
x’x’
yy
(a)
(b)
Gambar 1.6. Transformasi Tegangan Bidang
 Fx '  0
 x ' x ' . A  (  xy . A sin ) cos   ( yy . A sin ) sin   (  xy . A cos ) sin 
xx . A cos  cos   0
 x' x'   xx cos2    yy sin2  2 xy sin  cos
(1.4a)
Dengan memasukkan harga (90o + ) untuk harga  pada persamaan (1.4a),
sehingga dengan identitas-identitas:
2
2
o
o
o
2
cos (9 0  )  (cos 9 0 cos  sin 9 0 sin  )  si n 
2
2
o
o
o
2
sin (9 0  )  (sin 9 0 cos  cos 9 0 sin  )  co s 
sin(9 0o  )cos(9 0o  )  (sin 9 0o cos  cos 9 0o sin )(cos 9 0o cos  sin 9 0o sin )
=  sin  cos
akan didapat
 y' y'   yy cos2    xx sin2  2 xy sin  cos
(1.4b)
7
 Fy '  0
 x' y' . A  (  xy . A sin )sin   ( yy .A sin )cos (  xy . A cos)cos
 xx .A cos  sin   0
 x' y'   xy (cos2   sin2 )  ( xx   yy)sin  cos
(1.4c)
Dengan substitusi identitas trigonometri, persamaan (1.4a, b, c) bisa ditulis
 x' x' 
 xx   yy  xx   yy

cos 2   xy sin 2
2
2
(1.5a)
 y' y' 
 xx   yy  xx   yy

cos 2   xy sin 2
2
2
(1.5b)
 x' y'  
 xx   yy
sin 2   xy cos 2
2
(1.5c)
1.4. Transformasi Regangan Bidang
Perhatikan Gambar 1.7(a). Elemen OABC pada keadaan awal tanpa beban,
lalu mengalami deformasi dan distorsi menjadi O’A’B’C’ akibat mendapat beban
xx , yy dan xy. Analisis transformasi regangannya ditunjukkan pada Gambar
1.7(b,c,d) yang berturut-turut untuk regangan normal arah sumbu x, regangan normal
arah sumbu y serta regangan geser pada bidang xy. Dari Gambar 1.7(b) didapat
dx' 
dx
dy

,
cos sin 
 x1 '  x.cos,
Dari Gambar 1.7(c) akan didapat
 x2 '  y.sin ,
Dan dari Gambar 1.7(d) diperoleh
 x3 '   xy . dy.cos,
Dengan demikian total perubahan panjang dx’ akibat adanya regangan pada
sistem koordinat awalnya adalah
x’ = x1’ + x2’ + x3’
8
Sedangkan
 x' x' 
x' x.cos  y.sin   xy . dy.cos 



dy
dy
dx' dx
cos 
sin 
sin 
Sehingga
 x' x'   xx . cos2    yy .sin2    xy .cos.sin 
(1.6a)
y
x’1
0,5 xy
y’
x’
y’
x’
y
y
x’1
dx’
0,5 xy
dy
x
x
dx
x
x
(a) Deformasi Total
(b) Deformasi Arah Sumbu x
x’2
x’3
y
y’
dx’
x
dx
x’3
dx’
x’2
y
y’
xy dy
y
xy
x’
x’
y
dy
dy
x
dx
(c) Deformasi Normal Arah y
x
dx
xy dy
(d) Deformasi Geser Bidang xy
Gambar 1.7. Transformasi Regangan Normal 2-Dimensi
9
Selanjutnya, y’ dapat diperoleh dengan mensubstitusikan harga (90o + )
untuk harga

pada persamaan (1.6) di atas, kemudian menerapkan identitas
trigonometri. Sehingga akan didapat
 y' y'   xx . cos2 (9 0o  )   yy .sin2 (9 0o  )   xy .cos(9 0o  ).sin(9 0o  )
 y' y'   yy . cos2    xx .sin2    xy .cos.sin 
(1.6b)
Analisis transformasi regangan gesernya ditunjukkan pada Gambar 1.8.
Sebagaimana pada regangan normal, dalam hal ini perubahan regangan geser oleh
masing-masing regangan yang terjadi ditinjau satu per satu. Pada analisis ini,
panjang dx dibagi dua oleh sumbu y menjadi dx1 dan dx2. Dari Gambar 1.8
didapat
d y'1 
d x1
dy
dx2
dy
dan d x'2 
.


cos  sin 
sin  cos 
Selanjutnya perhatikan Gambar 1.8(a), akibat terjadinya deformasi normal
pada arah sumbu x saja.
AD   x1 .cos   x1


sin .cos    xx .sin .cos
d x1
d x1
dy '1
sin 
CE   x 2 .sin    x 2
  '1b 


sin .cos    xx .sin .cos
d x2
d x2
dx '2
cos
 'x ' y '1   1a   1b  2  xx .sin .cos
 '1a 

Akibat deformasi normal arah sumbu y
saja seperti ditunjukkan pada
Gambar 1.8(b) akan diperoleh
AD y.sin  y


.sin .cos   yy .sin .cos
dy
dy '1 dy
cos
CE y.cos y


.sin .cos   yy .sin .cos 
 '2 b 
dy
dy
dx '2
sin 
 '2 a 
 'x ' y '2   2 a   2 b  2 yy .sin .cos
10
Gambar. 1.8. Transformasi Regangan Geser
Sedangkan dari Gambar 1.8(c), akibat terjadinya regangan geser saja, akan didapat
 3a 
A ' D AA '.cos  xy . dy


. cos2    xy . cos2 
dy
d y '1
dy
cos
 3b 
 xy . dy
CE CC''.sin 


. sin2     xy . sin2 
dy
d x'2
dy
sin 
 x ' y '3   3a   3b   xy (cos2   sin2 )
Dengan demikian akan diperoleh besarnya regangan geser pada set sumbu
koordinat yang baru, sebagai berikut
 x' y'   x' y'1   x' y'2   x' y'3  ( xx   yy)sin .cos   xy (cos2   sin2 )
(1.6c)
Selanjutnya, dengan menggunakan identitas trigonometri persamaanpersamaan (1.6a, b, c) dapat ditulis dalam bentuk lain sebagai berikut
11
 x' x' 
 y' y' 
 x' y' 

xx
  yy
2

xx
  yy
2
 x' y'
2



xx
  yy
2
cos 2 

xx
  yy
2

xx
cos 2 
  yy
2
sin 2 

 xy
2
 xy
2
 xy
2
.sin 2
(1.7a)
.sin 2
(1.7b)
.cos 2
(1.7c)
1.5. Tegangan Utama (Principal Stress) dan Tegangan Geser Maksimum
Tegangan Utama (principal stress) adalah tegangan normal yang terjadi pada
set sumbu koordinat baru setelah transformasi yang menghasilkan tegangan geser
nol. Tegangan-tegangan tersebut ditunjukkan sebagai 1 dan 2 pada Gambar
1.10.
Perlu dicatat bahwa
1
2.
selalu diambil lebih besar dari
Sudut
transformasi yang menghasilkan tegangan utama tersebut dengan sudut utama
(principal angle). Secara analitik, besar tegangan utama dan sudut utama dapat
diturunkan dari persamaan-persamaan (1.5a, b, c).
Panjang sisi miring =
sin 2 p 
2xy
2p
cos 2 p 
xx yy
( xx  yy)  4  xy
2
2
2  xy
( xx  yy)  4  xy
2
2
 xx   yy
( xx  yy)  4  xy
2
2
Gambar 1.9. Sisi-sisi Pada Sudut Utama
Menurut pengertian tentang tegangan utama, dari persamaan (1.5c) akan
didapat
0
atau
 xx   yy
.sin 2   xy .cos 2
2
12
2  xy
sin 2  p
 tan 2  p 
cos 2  p
 xx   yy
(1.8)
Dari persamaan 1.8 dapat dilukiskan segitiganya sebagaimana gambar 1.9.
Dengan substitusi harga-harga sin 2 dan cos 2 pada gambar 1.9 ke persamaan
(1.5a) akan didapat
2  xy
 xx   yy  xx   yy
 xx   yy


2
2
2
2
2
2
( xx  yy)  4  xy
( xx  yy)  4  xy
1
 xx   yy
2
2
( xx  yy) 4  xy

 x' x' 
2
2
2
2. ( xx  yy)  4  xy
2
 x' x' 

Sehingga
 x' x' 
 xx   yy 1

2
2.
 (
 yy) 4  xy
2
xx


2
Substitusi dan penerapan prosedur yang sama terhadap persamaan (1.5b), akan
didapat
 y' y' 
 xx   yy 1

2
2.
 (
 yy) 4  xy
2
xx

2
Dengan mengingat bahwa secara matematik haruslah
1  2 , maka kedua
persamaan tersebut di atas dapat dituliskan menjadi satu dengan
1,2 
 xx   yy 1

2
2.
 (
 yy) 4  xy
2
xx

2
Selanjutnya, perhatikan persamaan (1.5c).
(1.9)
Untuk suatu titik dan jenis
pembebanan tertentu dari suatu bagian konstruksi, harga-harga xx , yy dan xy
adalah tetap atau konstan, sehingga x’y’ merupakan suatu fungsi , atau x’y’ =
f().Harga ekstrim fungsi tersebut akan diperoleh bila turunan pertama fungsi
tersebut terhadap  sama dengan nol. Jadi
 xx   yy
d x ' y '

.sin 2   xy .cos 2  0
d
2
atau
sin 2  max
 xx   yy
 tan 2  max  
cos 2  max
2  xy
Dari persamaan 1.10 dapat dilukiskan segitiganya pada gambar 1.10.
(1.10)
13
Panjang sisi miring =
2xy
( xx  yy)  4  xy
2
2
2max
2  xy
sin 2 max 
- (xx yy)
( xx  yy)  4  xy
2
2
 xx   yy
cos 2 max 
( xx  yy)  4  xy
2
2
Gambar 1.10. Sisi-sisi Pada Sudut Tegangan Geser Maksimum
Dengan substitusi harga-harga sin 2 dan cos 2 pada gambar di atas ke
persamaan (1.5c) akan didapat
( xx   yy)
2  xy
 xx   yy

2
2
2
2
2
( xx   yy)  4  xy
( xx   yy)  4  xy
2
 x' y'  

2. ( xx   yy)  4  xy
2
Sehingga
 x' y' 
 (
1
 (
1
2.
 yy) 4  xy
2
xx
2
  yy) 4  xy
2
xx

2

2
Persamaan (1.10) juga dipenuhi bila panjang sisi di depan sudut 2 adalah
(xx  yy)
dan panjang sisi di sampingnya adalah
-2xy.
Kondisi ini akan
memberikan
 x' y'  
1
2.
 (
 yy) 4  xy
2
xx

2
Dengan demikian kedua persamaan tersebut dapat dituliskan menjadi satu sebagai
 max  
1
2.
 (
 yy) 4  xy
2
xx

2
(1.11)
1.6. Regangan Utama dan Regangan Geser Maksimum
Sebagaimana pengertian tentang tegangan utama, maka regangan utama
(principal strain) adalah regangan normal yang terjadi pada set sumbu koordinat
baru setelah transformasi yang menghasilkan setengah regangan geser nol.
14
Regangan-regangan tersebut ditunjukkan sebagai 1 dan 2 pada Gambar 1.11.
Demikian juga, 1 selalu diambil lebih besar dari 2 , serta sudut transformasinya
juga disebut sudut utama (principal angle).
Secara analitik, dengan penerapan
prosedur yang sama dengan yang diterapkan untuk persamaan-persamaan (1.7a, b,
c), maka akan didapat hasil-hasil berikut.
 xy
sin 2  p
 tan 2  p 
cos 2  p
 xx   yy
1,2 
 xx   yy 1

2
2.
(
(1.12a)
  yy)   xy
2
xx

2
(1.12b)
Dengan p = sudut utama
1,2 = regangan-regangan utama
xy = 2xy = regangan geser
sin 2  max
 xx   yy
 tan 2  max  
cos 2  max
 xy
 max
1

2
2.
(
  yy )   xy
2
xx

2
(1.13a)
(1.13b)
Dengan max = sudut regangan geser maksimum
xy = 2xy = regangan geser
1.7. Lingkaran Mohr untuk Tegangan Bidang dan Regangan Bidang
Lingkaran Mohr diperkenalkan oleh seorang insinyur Jerman, Otto Mohr
(1835-1913). Lingkaran ini digunakan untuk melukis transformasi tegangan maupun
regangan, baik untuk persoalan-persoalan tiga dimensi maupun dua dimensi. Yang
perlu dicatat adalah bahwa perputaran sumbu elemen sebesar  ditunjukkan oleh
perputaran sumbu pada lingkaran Mohr sebesar 2.dan sumbu tegangan geser
positif adalah menunjuk ke arah bawah. Pengukuran dimulai dari titik A, positif
bila berlawanan arah jarum jam, dan negatif bila sebaliknya. Pada bagian ini kita
hanya akan membahas lingkaran Mohr untuk tegangan dan regangan dua dimensi.
15
1.7.1. Lingkaran Mohr untuk Tegangan Bidang
  y
Pada persamaan (1.5a), bila suku x
dipindahkan ke ruas kiri dan
2
kemudian kedua ruasnya dikuadratkan, maka akan didapat
2
2

  x  y 
 x  y 
2
2
2


 x'


 co s 2   xy si n 2   x  y  xy sin 2 cos 2




2
2
(1.14a)
Sedangkan pada persamaan (1.5c), bila dikuadratkan akan didapat
2
  x  y 
2
2
2
2
(1.14b)
 x ' y '   xy co s 2  
 si n 2   x   y  xy sin 2 cos 2
 2 
Penjumlahan persamaan-persamaan (1.14a) dan (1.14b) menghasilkan
2
2

  x  y 
 x  y 
2
2
(1.15)
  x '
  x'y'  
   xy




2
2
Persamaan (1.15) merupakan persamaan lingkaran pada bidang  yang pusatnya di
 x  y 
,0 dengan jari-jari

 2

  x y 
2

   xy .
 2 
2
Lingkaran tersebut ditunjukkan
pada Gambar 1.12, yang dilukis dengan prosedur sebagai berikut:
1. Buatlah sumbu ij , horisontal.
2. Periksa harga tegangan normal, xx atau yy , yang secara matematis lebih
kecil. Bila bernilai negatif jadikanlah tegangan tersebut sebagai titik yang
mendekati tepi kiri batas melukis, sedangkan bila positif maka titik yang
mendekati batas kiri adalah titik ij = 0.
3. Periksa harga tegangan normal, xx atau yy , yang secara matematis lebih
besar. Bila bernilai positif jadikanlah tegangan tersebut sebagai titik yang
mendekati tepi kanan batas melukis, sedangkan bila negatif maka titik yang
mendekati batas kanan adalah titik ij = 0.
4. Tentukan skala yang akan digunakan sehingga tempat melukis bisa memuat
kedua titik tersebut dan masih tersisa ruangan di sebelah kiri dan kanannya.
Tentukan titik-titik batas tersebut sesuai dengan skala yang telah ditentukan.
5. Tentukan letak titik-titik ij = 0 dan sumbu , serta ij terkecil dan ij
terbesar bila belum terlukis pada sumbu ij .
6. Bagi dua jarak antara tegangan terkecil dan tegangan terbesar sehingga
diperoleh pusat lingkaran, P.
16
7. Tentukan letak titik A pada koordinat (ij terbesar , xy ).
8. Lukis lingkaran Mohr dengan pusat P dan jari-jari PA.
9. Tarik garis dari A melalui P sehingga memotong lingkaran Mohr di B.
Maka titik B akan terletak pada koordinat (ij terkecil , xy ). Garis AB
menunjukkan sumbu asli,  = 0, elemen tersebut.
Gambar 1.12. Lingkaran Mohr untuk Tegangan Bidang
Contoh 1.1: Sebuah elemen dari bagian konstruksi yang dibebani, menerima tegangan tarik pada
arah sumbu x sebesar 280 MPa, tegangan tekan pada arah sumbu y sebesar 40 MPa serta
tegangan geser pada bidang tersebut sebesar 120 MPa.
Diminta: a. Lukisan lingkaran Mohr.
b. Besar rotasi mengelilingi sumbu z untuk mendapatkan tegangan geser maksimum,
menurut lingkaran Mohr. Periksa hasil tersebut dari persamaan (1.10).
c. Besar tegangan geser maksimum menurut lingkaran Mohr. Periksa hasil tersebut
dengan rumus (1.11) dan hasil yang didapat pada b. di atas.
17
d. Besar perputaran mengelilingi sumbu z untuk mendapatkan tegangan geser bernilai
nol, menurut lingkaran Mohr. Periksa hasil ini dengan persamaan (1.8).
e. Besar tegangan-tegangan utama menurut lingkaran Mohr. Periksa hasil tersebut
dengan persamaan-persamaan (1.9) dan dari hasil pada pada d. di atas.
Penyelesaian:
a. Lingkaran Mohr:
1) Buat sumbu ij , horisontal.
2) Tegangan normal terkecil, yy = -40 MPa, negatif, sehingga digunakan sebagai titik di
dekat batas kiri.
3) Tegangan normal terbesar xx = 280 MPa, positif, sehingga digunakan sebagai titik di
dekat batas kanan.
4) Diambil skala 1cm = 40 MPa. Kemudian ditentukan titik yy = -40 MPa di sebelah
kiri, dan xx = 280 MPa di sebelah kanan yang berjarak (xx +yy) dari titik yy di
sebelah kiri.
5) Lukis sumbu  yang berjarak 40 MPa di sebelah kanan titik yy .
6) Dengan membagi dua sama panjang jarak yy ke xx akan didapat titik P.
7) Menentukan letak titik A pada koordinat (xx , xy ) = (280,120).
8) Dengan mengambil titik pusat di P dan jari-jari sepanjang PA, lingkaran Mohr dapat
dilukis.
9) Dengan menarik garis dari A lewat P yang memotong lingkaran Mohr di B, akan
didapat kedudukan titik (yy , xy ) = (-40,120).
b. Besar rotasi mengellilingi sumbu z menurut lingkaran Mohr, dengan mengukur, didapat
max = 0,5 x 2max = 0,5 x (-53o) = 26o 30’.
Sedangkan menurut persamaan (1.10) didapat
tan 2max =  (280 + 40) / (2 x 120) = 
2max =  53o 08’
atau
max =  26o 34’
c. Besar tegangan geser maksimum menurut lingkaran Mohr
max =  5 x 40 MPa =
 200 MPa.
Sedangkan menurut persamaan (1.11) akan didapat
 max  
1
2
 280 40 2  1202  200MPa
d. Besar rotasi mengellilingi sumbu z menurut lingkaran Mohr, dengan mengukur, didapat
p = 0,5 x 2p = 0,5 x 37o = 18o 30’.
Sedangkan menurut persamaan (1.10) didapat
tan 2p = (2 x 120) / (280 + 40) = 
2p =  36o 52’
atau
max =  18o 26’
18
e. Besar tegangan-tegangan utama menurut lingkaran Mohr
1 = 8 x 40 MPa = 320 MPa.
2 = -2 x 40 MPa = -80 MPa.
Sedangkan menurut persamaan (1.11) akan didapat
280  40 1

2
2
280  40 1

2 
2
2
1 
 280 40 2  1202  320MPa
 280 40 2  1202  80MPa
1.7.2. Lingkaran Mohr untuk Regangan Bidang
Pada persamaan (1.7a), bila suku
 xx   yy
2
dipindahkan ke ruas kiri dan ke-
mudian kedua ruasnya dikuadratkan, maka akan didapat
2
2
2
  xy 
  xy 

  xx  yy 
 xx   yy 
 sin 2 2   xx  yy 
 sin 2 cos 2


  x' x'


 cos2 2  
2 

 2 
 2 
 2 


(1.16a)
Sedangkan pada persamaan (1.7c), bila dikuadratkan akan didapat
2
2
2
  x' y' 
 

   

   xy  cos2 2   xx yy  sin 2 2   xx   yy x' y' sin 2 cos 2
 2 
 2 
2 
2







(1.16b)
Penjumlahan persamaan-persamaan (1.16a) dan (1.16b) menghasilkan
2
2
2

  x' y' 
  xx  yy 
  x' y' 
 xx   yy 
  x' x' 
 
 
 

2 

 2 
 2 
 2 
2
(1.17)
Persamaan (1.17) merupakan persamaan lingkaran pada bidang 
  xx   yy 
,0 dengan

2


  xy 
  xx   yy 


 
2 

 2 
2
jari-jari

yang pusatnya di
2
2
. Lingkaran tersebut ditunjukkan
pada Gambar 1.9 di bawah ini, yang dilukis dengan prosedur sebagaimana melukis
lingkaran Mohr untuk tegangan dengan menggantixx , yy dan xy berturut-turut
menjadi xx , yy dan xy / 2. Penerapannya, lihat Contoh 1.2’
1.8. Hubungan Antara Tegangan Dengan Regangan
Untuk deformasi normal, geser maupun gabungan keduanya, hubungan
antara tegangan dan regangan untuk bahan-bahan isotropis pada pembebanan dalam
batas proporsional diberikan oleh hukum Hooke. Jadi hukum Hooke tidak berlaku
19
untuk pembebanan di luar batas proporsional. Hukum Hooke diturunkan dengan
berdasarkan pada analisis tentang energi regangan spesifik.
Apabila besar tegangan-tegangannya yang diketahui, maka hukum Hooke
untuk persoalan-persoalan tiga dimensi, hubungan antara tegangan normal dengan
regangan normal dapat dituliskan secara matematis sebagai berikut:
1
 xx    yy    zz
E
1
 yy    yy    xx    zz
E
1
 zz    zz    xx    yy 
E
 xx 
(1.18)
Dengan E dan v berturut-turut adalah modulus alastis atau modulus Young dan
angka perbandingan Poisson. Sedangkan pada deformasi geser untuk G adalah
modulus geser , hubungannya adalah:
 xy 1    xy

2
2G
E

 xz 1    xz

 xz  xz 
2
2G
E
 yz  yz 1    yz


 yz 
2
2G
E
 xy 
 xy

(1.19)
Sedangkan untuk mencari tegangan normal yang terjadi bila regangan normal
dan sifat-sifat mekanis bahannya diketahui, digunakan persamaan-persamaan:


 xx 
E
1    xx    yy   zz
1  1  2 
 yy 
E
1    yy   xx   zz
1  1  2 
 zz 
E
1    zz    xx   yy
1  1  2 


Selanjutnya untuk deformasi geser, bentuk hukum Hooke adalah:
(1.20)
20
 xy 
E
E
 xy  G  xy
 xy 
1 
21  
 xz 
E
E
 xz  G  xz
 xz 
1 
21  
 yz 
E
E
 yz  G  yz
 yz 
1 
21  
(1.21)
Persamaan-persamaan (1.18) sampai dengan (1.21) dapat juga diberlakukan
untuk persoalan-persoalan dua dan satu dimensi, yakni dengan memasukkan harga
nol untuk besaran-besaran di luar dimensi yang dimaksud.
Contoh 2: Pembebanan seperti pada Contoh 1, untuk bahan dengan sifat-sifat mekanis: modulus
Young, E = 200 GPa dan angka perbanding-an Poisson, = 0,29. Modulus geser ditentukan
dengan, G = E / 2(1 + ).
Diminta: a. Hitunglah regangan-regangan yang terjadi.
b. Lukisan lingkaran Mohr untuk regangan yang terjadi.
c. Besar rotasi mengelilingi sumbu z untuk mendapatkan regangan geser maksimum,
menurut lingkaran Mohr. Periksa hasil tersebut dari persamaan (1.10).
d. Besar regangan geser maksimum menurut lingkaran Mohr. Periksa hasil tersebut
dengan rumus (1.11) dan hasil yang didapat pada b. di atas.
e. Besar perputaran mengelilingi sumbu z untuk mendapatkan regangan geser bernilai
nol, menurut lingkaran Mohr. Periksa hasil ini dengan persamaan (1.8).
f. Besar regangan-regangan utama menurut lingkaran Mohr. Periksa hasil tersebut dengan persamaan-persamaan (1.9) dan dari hasil pada pada d. di atas.
Penyelesaian:
a) Dari persamaan (1.18) dan (1.19) akan didapat:
 xx

 yy

 xy 
1
 280 0,29.40 0,29.0  0,001458  1458
200000
1
 40 0,29.280 0,29.0  0,000606  606
200000
 xy
2

10,29.120
200000
 0,000774  774
atau
 xy  1548
b. Lingkaran Mohr:
1) Buat sumbu ij horisontal.
2) Regangan normal terkecil, yy = -606, sehingga merupakan titik di dekat batas kiri.
3) Regangan normal terbesar xx = 1458, sehingga merupakan titik di dekat batas kanan.
4) Diambil skala 1cm = 250. Kemudian ditentukan titik yy = -606 di sebelah kiri,
xx = 1458 di sebelah kanan dan berjarak (xx +yy) dari titik yy di sebelah kiri.
21
5) Lukis sumbu  yang berjarak 606 di sebelah kanan titik yy .
6) Dengan membagi dua sama panjang jarak yy ke xx akan didapat titik P.
7) Menentukan letak titik A pada koordinat (xx , xy ) = (1458,774).
8) Dengan mengambil titik pusat di P dan jari-jari sepanjang PA, lingkaran Mohr dapat
di-lukis.
9) Dengan menarik garis dari A lewat P yang memotong lingkaran Mohr di B, akan di
dapat kedudukan titik (yy , xy ) = (-606,-774).
xy-max

(yyxy)

yy
p
0
xx

2max
(xxxy)
min
2
1

Gambar 1.13. Lingkaran Mohr untuk Regangan Bidang
c. Besar rotasi mengellilingi sumbu z menurut lingkaran Mohr, dengan mengukur, didapat
max = 0,5 x 2max = 0,5 x (-53o) = 26o 30’.
Sedangkan menurut persamaan (1.10) didapat
tan 2max =  (1458 + 606) / (2 x 774) = 
2max =  53o 08’
atau
max =  26o 34’
d. Besar regangan geser maksimum menurut lingkaran Mohr
xy-max =  5,2 x 250 =  1300.
22
Sedangkan menurut persamaan (1.11) akan didapat
 max
1
  xy  max   (1458  606) 2 15482  1290
2
2
e. Besar rotasi mengellilingi sumbu z menurut lingkaran Mohr, dengan mengukur, didapat
p = 0,5 x 2p = 0,5 x 37o = 18o 30’.
Sedangkan menurut persamaan (1.10) didapat
tan 2p = (2 x 120) / (280 + 40) = 
2p =  36o 52’
atau
max =  18o 26’
f. Besar regangan-regangan dasar menurut lingkaran Mohr
1 = 6,9 x 250 = 1725.
2 = -3,5 x 250 = -875
Sedangkan menurut persamaan (1.11) akan didapat
1458 606 1

1 
1458 6062 15482  1716
2
2
1458 606 1

2 
1458 6062 15482  864
2
2

Elastis Plastis Sempurna
Strain Hardening


Gambar 1.14. Grafik Tegangan-Regangan Baja
1.9. Modulus Elastis (Modulus Young)
Modulus Elastis, sering disngkat E, menyatakan nilai tangent (tg) sudut 
pada diagram tegangan-regangan sebagaimana digambarkan pada gambar 1.14, atau
dapat ditulis dengan rumus :
E  tg 


(1.22)
Rumus tersebut ditulis menurut hokum Hook pada daerah elastis, dimana
pada daerah tersebut merupakan batas proporsional, yaitu batas daerah dimana antara
tegangan dan regangan adalah sebanding, daerah tersebut disebut daerah Elastik.
Download