Uploaded by Aisyah Salma Nurfahima

PENGANTAR ORNITOLOGI-SOFIA

advertisement
BIOLOGI BURUNG
Oleh:
SOFIA ERY RAHAYU
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
2015
1
BAB I
ASAL USUL BURUNG
KOMPETENSI
Mahasiswa dapat menjelaskan karakteristik dan asal-usul burung
ELEMEN KOMPETENSI
1. Mahasiswa dapat menjelaskan perbedaan antara burung dengan hewan lainnya
2. Mahasiswa dapat menjelaskan evolusi burung
3. Mahasiswa dapat menjelaskan perbedaan antara Archeopteryx dengan burung modern
4. Mahasiswa dapat menjelaskan karakter-karater yang digunakan dalam menentukan
kekerabatan burung
A. Apakah Seekor Burung itu?
Burung dikelompokkan dalam kelas Aves pada klasifikasi Vertebrata. Setiap orang
dengan mudahnya menyebut bahwa kenari yang berkicau dalam sangkar atau merak dalam
kebun binatang tergolong burung. Menurut Saudara hal apakah yang membuat orang dengan
mudahnya menyebut bahwa kenari dan merak tersebut tergolong burung? Pertanyaan ini sangat
mudah jawabnya. Semua burung memiliki karakter spesifik yang dimiliki hanya oleh anggota
burung. Karakter spesifik tersebut adalah bulu.
Bulu merupakan modifikasi dari kulit bagian terluar. Hanya burung yang memiliki
bulu. Bulu tersebut menutupi seluruh tubuhnya, kecuali beberapa bagian tubuhnya yang tidak
tertutup bulu yaitu paruh dan kakinya. Sederetan bulu-bulu panjang yang terletak di tepi
anggota gerak depan atau sayap berperan untuk terbang. Deretan bulu-bulu panjang lainnya
pada bagian ekor berfungsi sebagai kemudi pada saat terbang. Untuk bulu penutup tubuh
berfungsi membantu menjaga suhu tubuh (insulasi). Perlindungan terhadap hilangnya panas
tubuh sangat efektif untuk kondisi burung yang tergolong hewan berdarah panas. Peranan lain
bulu, yaitu dengan adanya bulu yang berwarna-warni berperan dalam komunikasi sosial dan
untuk melindungi diri dari predatornya.
Selain dimilikinya bulu, semua burung memiliki
paruh.
Paruh merupakan mandibula yang tertutup oleh zat tanduk. Bentuk paruh burung
bervariasi tergantung dari jenis makanannya dan tidak ada hewan vertebrata lainnya yang
memiliki paruh kecuali Platypus (hewan paruh bebek) anggota kelas Mammalia dari Australia.
Burung juga kelihatan berbeda dari ular, kura-kura, kadal, dan buaya yang relatif lebih
berkerabat dekat. Perbedaan tersebut terlihat pada struktur tulangnya. Adanya perubahan ini
2
dihubungan dengan adaptasinya untuk terbang. Ekstremitas/anggota gerak depan mengalami
modifikasi menjadi sayap dan bagian badan burung menjadi lebih pendek. Ekstremitas burung
lebih ringan dan pusat gravitasinya lebih rendah, hal ini untuk menjaga stabilitas tubuhnya.
Ringannya ekstremitas tersebut dikarenakan makin ramping dan adanya tulang yang berongga.
Kekuatan dan kekakun tubuh disebabkan oleh gabungan/fusi dari beberapa tulang, khususnya
pada bagian sayap, kaki,dan bahu burung. Besarnya massa otot dada yang digunakan untuk
menggerakkan sayap, maka mengharuskan tulang dada (sternum) semakin luas. Akibatnya
sternum berbentuk lempengan yang besar dengan bentukan seperti mata pisau atau lunas
(carina sterni) untuk perlekatan otot dada.
Burung tetap meletakkan telurnya , seperti juga yang dilakukan oleh hewan Reptilia.
Telur diletakkan dalam sarang dan burung akan melakukan perawatan terhadap telur dan anak
burung. Akibatnya perilaku sosial hewan dewasa lebih maju dibandingkan hewan Reptilia yang
merupakan ancestor burung. Gambar 2.1 memperlihatkan karakteristik yang dimiliki oleh
burung.
B. Evolusi Burung
Kesamaan antara burung dengan Reptilia diperkirakan bahwa ancestor burung adalah
Reptilia. Namun Reptilia mana yang berevolusi menjadi burung tetap merupakan hipotesis.
Ada yang menyatakan bahwa burung berevolusi dari sekelompok Reptilia yang dikenal dengan
Thecodont. Hal ini didasarkan bahwa salah satu anggota thecodont yaitu Longisquama,
memiliki sisik yang panjang sehingga seperti burung (Gambar 2.2). Pernyataan yang lain
menyatakan bahwa burung berevolusi dari dinosaurus Theropoda kecil. Hal ini dikarenakan
adanya kesamaan antara Compsognathus (Gambar 2.2) dengan Archaeopteryx.
Munculnya berbagai hipotesis tersebut dikarenakan telah ditemukannya fosil Archaeopteryx
lithographica sebanyak 5 spesimen. Bukti pertama bahwa Archaeopteryx merupakan burung
yaitu ditemukannya sehelai bulu dalam batu kapur di tambang Bavarian, Jerman pada tahun
1861 oleh Herman von Meyer. Beberapa bulan berikutnya ditemukan tulang yang lengkap dan
bulu dari hewan seperti Reptil berukuran kecil. Herman von Meyer memberi nama fosil
tersebut dengan Archaeopteryx ( archios: purba; pteryx: sayap) lithographica. Diperkirakan
hewan tersebut hidup pada periode Jurassic sekitar 192-136 juta tahun yang lalu. Penemuan
spesimen lengkap dari Archaeopteryx yang lain yaitu di tambang lain dekat Eichstatt Bavaria
pada tahun 1877. Spesimen tersebut memperlihatkan tentang persendian, detail dari tulang
sayap, bulu-bulu terbang, dan pasangan bulu yang melekat pada setiap vertebrae dari ekornya
yang panjang.
3
Gambar 1.1 Apakah seekor burung itu? Seekor hewan (a), memiliki kerangka (b),
memiliki suhu tubuh yang tinggi (c), tertutup oleh bulu (d), terbang dengan
ekstremitas depan (e), berlari atau hinggap dengan ekstremitas belakang (f),
memiliki rahang yang panjang membentuk paruh tanpa gigi (g), memiliki mata
dan rongg mata yang besar (h), meletakkan telurnya dalam sarang (i), mengerami
telur (j), dan merawat anaknya (k)
(Rand, 1974: 2)
4
Gambar 1.2 Dua kemungkinan hewan yang berkerabat dengan burung. (A)
Compsognathus merupakan dinosaurus theropoda kecil yang terawetkan dalam
batu kapur yang sama dengan Archaeopteryx. (B) Longisquama merupakan reptilia
thecodont yang bersifat arboreal dengan sisik yang panjang. Apakah reptilia
theropoda atau thecodont yang merupakan ancestor burung, tetap tidak bisa
dipastikan. (Gill, 1988: 28)
5
Archaeopteryx merupakan seekor Reptilia seukuran burung gagak dengan moncong tumpul bila
dibandingkan dengan paruh burung modern, tetapi giginya berkembang dengan baik (Gambar
2.3). Susunan tulang kepalanya seperti Reptilia. Memiliki ekor panjang seperti kadal dengan
vertebrae ekor (tulang ekor) sebanyak 18-21 buah yang masing-masing membawa sepasang
bulu. Secara umum Archaeopteryx memiliki 2 karakter burung yaitu bulu dan furcula
(wishbone: tulang garpu). Bulu yang panjang tidak bisa dibedakan dari bulu modern yang
memanjang pada ekstremitas depan dan ekor. Archaeopteryx memiliki furcula besar yang tidak
biasanya dimiliki Reptilia, dan tulang coracoid yang berkembang dengan baik, dilengkapi
dengan pectoral girdle (gelang panggul). Keadaan tersebut memperlihatkan perkembangan
antara Reptilia dengan burung modern. Furcula merupakan kunci adaptasi burung untuk
kekuatan terbang mengepak. Ciri lainnya yaitu ekstremitas anteriornya panjang, tetapi tulang
metakarpal dan digit (jari) tidak berfusi. Memiliki tiga cakar yang tetap berfungsi pada jari-jari
ekstremitas aterior. Sternumnya kecil dan tidak berkarina sterni, serta kemungkinan tersusun
atas tulang rawan, sehingga akibatnya tidak kuat. Sebaliknya pada burung modern sternum
sangat berkembang baik. Adanya sternum yang kecil merupakan petunjuk bahwa otot
terbangnya kecil. Sedangkan tulang rusuknya seperti pada sebagian Reptilia yaitu kehilangan
penguatan horizontal (prosesus ucinatus), sebaliknya pada burung modern memiliki prosesus
ucnatus. Berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki Archaeopteryx, maka hewan tersebut merupakan
hewan yang aktif, tergolong bipedal yang mampu berlari pada tanah. Dimilikinya cakar
kemungkinan Archaeopteryx menggunakannya untuk bergantung diantara cabang pohon, dan
dengan adanya sayap kemungkinan mampu melompat antara cabang-cabang yang besar atau
meluncur dari pohon satu ke pohon lainnya. Adanya kemampuan tersebut berarti
Archaeopteryx dapat terbang dari kekuatan terbang mengepak. Berdasarkan pada ciri-ciri yang
dimilikinya yaitu khususnya dengan adanya bulu, maka para Ornitologist menyatakan bahwa
Archaeopteryx sebagai burung awal dari periode Jurassic.
6
Gambar 1.3 Struktur Kerangka dari (A) Archaeopteryx dan (B) Burung merpati karang.
Pada burung modern (1) tempurung otak meluas dan tulang kepala berfusi; (2)
tulang tangan juga berfusi menjadi beberapa elemen tulang yang kaku; (3) tulang
pelvic berfusi menjadi struktur yang kokoh; (4) vertebrae ekor berkurang dan
sebagian berfusi membentuk pigostil; (5) sternum besar, memiliki tulang berbentuk
lunas untuk melekatnya otot-otot terbang; (6) tulang rusuk kuat dengan
persambungan horizontal.
(Gill, 1988: 2)
7
Pada periode berikutnya yaitu Cretaceous sekitar 135–100 juta tahun lalu, merupakan
periode dengan banyak burung. Dua jenis burung purba yang ditemukan sebagai fosil di daerah
Kansas yaitu Hesperornis (“western bird” dan Ichtyornis (“fish bird”). Hesperornis
diperkirakan merupakan burung air yang tidak terbang dengan sayap kecil, sternum tidak
berlunas, tulang klavikula tidak berfusi, dan paruh bergigi seperti Archaeopteryx. Kepalanya
besar dan sangat kuat, serta kakinya berlobus. Ukuran tubuhnya bervariasi dari yang seukuran
ayam kecil sampai pinguin besar, tetapi yang terbesar adalah Hesperornis regalis panjang
tubuhnya 1-2 meter. Jumlah spesies dari genus Hesperornis diketahui sebanyak 13 spesies.
Sedangkan Ichtyornis memiliki kepala yang panjang, bergigi,
dan sayap
yang kuat.
Berdasarkan fosil diketahui ada 6 spesies burung Ichtyornis. Cara mencari ikan oleh Ichtyornis
yaitu dengan cara terbang di atas permukaan air kemudian menangkapnya dengan cepat tetap
dimiliki oleh burung–burung laut pada saat ini.
Ordo-ordo burung modern mulai berkembang sekitar 60 juta tahun lalu atau awal periode
tertiary. Burung air seperti auk, itik, camar, bangau, loon, dan petrel, menginvasi niche akuatik
selama jaman Eocene, sekitar 55-60 juta tahun lalu. Burung woodpecker primitif dan yang
berkerabat juga berkembang selama Eocene awal, dan menjadi predominat burung-burung
petengger selama jaman Miocene. Burung kingfisher dan hornbill sangat berkembang pada
jaman Oligocene. Pada jaman Miocene berlangsung evolusi cepat dari tumbuhan berbunga dan
serangga, sehingga menyebabkan niche baru dari burung pemakan serangga, pemakan buah,
dan pemakan madu. Keadaan tersebut menghasilkan radiasi besar-besaran dari burung
berkicau. Menjelang akhir periode tertiary sekitar 10 juta tahun lalu, burung mengalami
perkembangan yang luas termasuk genus modern.
Akhirnya pada periode Quartenary sekitar 2 juta tahun lalu, karena dikaitkan dengan
perubahan habitat mengakibatkan populasi burung modern terpecah-pecah. Beberapa menjadi
punah dan lainnya ada yang menjadi spesies baru. Jadi sebagian besar burung modern
berkembang selama jaman Pleistocene atau saat ini.
8
Untuk lebih memahami cerita evolusi burung maka Tabel 2.1 berikut ini menyajikan
ringkasan skala waktu geologi.
Tabel 1.1 Skala Waktu Geologi
Era
Peride
Quartenary
Cenozoic (masa
burung dan
mammalia)
Tertiary
Cretaceous
Mesozoic (masa
reptilia)
Jurassic
Jaman
Saat ini
Pleistocene
Pliocene
Jutaan tahun sebelum
sekarang
0.01
1.5 – 3.5
7
Miocene
Oligocene
Eocene
Paleocene
Akhir
Awal
Akhir
26
37 – 38
53 – 54
65
100
135
155
Pertengahan
Awal
170
180 – 190
230
Triassic
Sumber: Feduccia, 1980 dalam Gill, 1988
Dipandang dari segi evolusi ancestor burung adalah Reptilia. Hal ini dapat ditelusur dari
ciri-ciri yang dimilliki oleh burung. Burung masih mempertahankan ciri reptil yaitu berupa
sisik-sisik yang terdapat pada kakinya, dan bulu kemungkinan merupakan perkembangan dari
sisik reptil. Sisik burung dan bulu memiliki komposisi kimia yang sama dengan sisik reptil
yaitu tersusun dari zat keratin.
Kemampuan terbang oleh burung merupakan kelebihan yang dimiliki oleh burung.
Akan tetapi bagimana burung memperoleh kemampuan terbang tersebut, jika diperkirakan
bahwa burung berevolusi dari reptil? Kemungkinannya, pertama-tama dengan berlari-lari atau
memanjat sesuatu dengan tungkai belakangnya sambil membentangkan ekstremitas depan yang
berbulu yang berfungsi sebagai sayap. Adanya gerakan-gerakan tersebut menyebabkan hewan
dapat meluncur dari satu cabang pohon ke cabang pohon lainnya atau melayang-layang di
udara. Akibat dari perilaku tersebut terjadilah perubahan secara berangsur-angsur pada
rangkanya sehingga kemampuan terbangnya semakin bertambah. Perubahan rangka tersebut
meliputi menjadi semakin ringannya tulang, dan bagian vertebrae, gelang bahu, dan gelang
panggul bersatu membentuk suatu kerangka yang ringan. Selain itu adanya lunas pada tulang
dada sebagai tempat melekatnya otot-otot terbang sehingga sangat membantu dalam
mengembangkan kemampuan terbangnya.
9
C. FILOGENI BURUNG
Penyusunan klasifikasi burung yang ada di dunia sangat membantu ornitologist untuk
komunikasi dan menjadi alat untuk mempelajari lebih lanjut dari kekerabatan burung secara
evolusionari. Aneka ragam burung yang ada itu sebenarnya merupakan hasil dari 3 proses
evolusi yaitu:
1. evolusi filetik, dimana terjadi perubahan secara berangsur-angsur dari garis silsilah yang
tunggal melalui proses evolusi,
2. spesiasi, pembentukan spesies baru karena adanya pemisahan dari satu garis silsilah yang
tunggal melalui proses evolusi,
3. kepunahan, merupakan akhir dari dari suatu garis silsilah.
Adanya perubahan evolusi tersebut menghasilkan adanya taksa yang memiliki kesamaan, dan
juga mendorong terbentuknya perbedaan yang besar diantara taksa yang ada. Sedangkan
terjadinya kepunahan dari garis silsilah yang berdektan menyebabkan hilangnya hubungan dari
kelanjutan garis silsilah tersebut. Namun demikian secara teori, setiap takson adalah
monofiletik, terdiri atas burung-burung yang berkerabat dekat yang secara evolusioner
merupakan keturunan dari ancestor yang sama.
Karakter apakah yang dapat digunakan untuk menentukan taksa yang berkerabat dekat?
Untuk jawaban tersebut, bagi para ahli taksonomi yang diperlukan adalah karakter-karakter
yang bernilai penting dan dikenal dengan sebutan “karakter konservatif” yaitu tidak mudah
berubah selama adaptasi ekologi. Akan tetapi dalam kenyataannya tidak hanya satu karakter
konservatif dari burung yang dapat berpernan penting dalam mengambil suatu penyelesaian
masalah yang besar. Pemilihan karaker taksonomi yang digunakan untuk tujuan klasifikasi
burung berbeda-beda antara satu kelompok burung dengan kelompok burung lainnya. Karakterkarakter tersebut antara lain berupa perilaku burung, pola bulu dari anak burung (Gambar 2.4),
suara dan morfologi dari alat suara, atau berupa gen dan protein. Karakter yang unik mungkin
merupakan karakter yang dimiliki oleh kelompok spesies yang berkerabat dekat. Contohnya
pada kelompok burung Passerine, semua burung anggota kelompok Passerine memiliki
beberapa karakter unik yang sama yaitu bentuk sperma, bentuk kaki tipe petengger, dan bentuk
kelenjar minyak yang unik.
10
Gambar 1.4 Pola warna bulu anak burung laut sebagai petunjuk dari kekerabatannya
secara evolusioner
(Gill, 1988: 4)
Karakter-karakter yang mudah berubah selama adaptasi maka tidak akan banyak
memberikan informasi tentang ancestornya dan bahkan dapat menyesatkan. Sedangkan jika
mengalami adaptasi ekologi yang sama, dapat menyebabkan spesies burung yang tidak
berkerabat dekat dan hidup pada habitat sama pada daerah berbeda akan memiliki kesamaan
dalam penampakan, morfologi, dan perilakunya. Contohnya pada burung “meadowlark” yang
hidup di padang rumput Amerika Utara dan burung “longclaw” dari padang rumput Afrika,
mereka memiliki kesamaan pada pola warnanya. Keadaan ini karena kedua spesies burung
tersebut hidup pada habitat yang sama yaitu di padang rumput terbuka dan ukuran tubuh serta
bentuknya sama. Kesamaan tersebut meliputi adanya garis-garis coklat pada bagian
punggungnya; bagian ventral tubuh berwarna kuning terang dengan bentukan berhuruf V dan
berwarna hitam pada bagian lehernya; dan bulu-bulu terluar dari ekornya berwarna putih.
11
Meskipun kedua spesies burung tersebut memiliki beberapa kesamaan, akan tetapi sebenanrnya
burung “meadowlark” dalam klasifikasinya berkerabat dekat dengan burung “Red-wing
Blackbird” dan anggota lainnya dari familia Icteridae berdasarkan bukti-bukti yaitu bentuk
paruh konikal (kerucut), otot-otot rahangnya khusus, dan hilangnya bristel pada pangkal paruh.
Sementara itu burung “longclaw” dalam klasifikasinya berkerabat dekat dengan burung pipit
dan anggota dari familia Moctacillidae berdasarkan pada bentuk paruh, susunan otot-otot
rahangnya, dan adanya bristel pada pangkal paruh.
Konvergen dari karakter-karakter yang ada dapat ditujukkan dengan mempelajari secara
detail anatomi dan juga dengan menemukan perbedaan yang tampak. Contohnya anatomi yang
detail dari struktur kaki (susunan keempat jari kaki) akan memperlihatkan bagaimana burungburung yang tidak berkerabat dekat berkembang serupa tetapi tidak identik. Walaupun sebagian
besar burung-burung petengger memiliki kaki anisodactil (Gambar 2.5), setidaknya 9 kelompok
burung seperti woodpecker, parrot, cuckoo, owl, osprey, turacos, mousebird, cukcoo roller,
dan swift memiliki kaki zygodactil. Perbedaan anatomi yang detail dari artikulasi (condyl) jari
burung cuckoo dan woodpecker mengindikasikan bahwa burung yang tidak berkerabat dekat
berkembang dari kaki zygodactil dengan cara yang berbeda. Pada burung woodpecker, parrot,
dan cuckoo, jari ke empat mengalami perubahan posisi menjadi mengarah ke belakang
(Gambar 2.5). Sedangkan pada burung trogon memperlihatkan zygodactil dengan dua jari
mengarah ke depan dan dua jari mengarah ke belakang, tetapi yang mengalami perubahan
posisi menjadi mengarah ke belakang adalah jari kaki ke-2 bukan jari kaki ke-4. Kaki tersebut
tergolong tipe heterodactil. Kaki tersebut pada dasarnya digunakan sebagai kompensasi untuk
kondisi hallux yang lemah sehingga membantu keseimbangannya ketika burung bertengger.
Gambar 2.5 juga memperlihatkan kaki syndactil dan pamprodactil. Pada kaki prampodactil jari
kaki pertama dan ke-4 dapat mengarah ke depan atau ke belakang. Sedangkan kaki syndactil
bagian pangkal jari kaki ke-2 dan ke-3 berfusi dan kaki tersebut merupakan karakteristik dari
burung Ordo Coraciiformes (Gill, 1988).
D. SISTEMATIK BERDASARKAN BIOKIMIA
Berkembangnya pengetahuan tentang struktur DNA dan kontrol genetik untuk sintesis
protein memungkinkan kita untuk menemukan kemungkinan baru dalam mempelajari
hubungan evolusioner dari burung. Kita dapat menguji hipotesis tentang kekerabatan
berdasarkan perbandingan antara persamaan morfologi dengan persamaan biokimianya. Secara
umum, dalam mengkaji kekerabatan maka kajian biokimia cenderung menguatkan bukti-bukti
berupa karakter morfologi yang telah diperoleh
sebelumnya. Namun kadangkala analisis
biokimia meragukan gambaran yang terbentuk secara tradisional, mengungkapkan kasus-kasus
12
terlupakan dari konvergen, dan mengusulkan kekerabatan diantara taksa tidak seperti yang
telah diduga sebelumnya.
Salah satu dari teknik utama dalam mengkaji sistematik secara biokimia adalah
elektroforesis protein, yaitu merupakan suatu metode pemisahan protein. Protein yang memisah
tersebut biasanya bentuk yang berbeda dari enzim yang sama munurut gerakannya dalam aliran
listrik yang lemah. Protein membawa muatan listrik, dimana merefleksian sedikit perbedaan
dalam komposisi asam amino. Sehingga oleh karena itu juga merefleksikan perbedaan dalam
gen yang mengontrol komposisi asam amino dari protein tertentu.
Gambar 1.5 Susunan jari dari burung petengger. Pada susunan anisodaktil, tiga jari
mengarah ke depan dan hallux (jari pertama) ke belakang. Kaki sindaktil, bagian
pangkal jari ke-2 dan ke-3 berfusi, kaki tersebut ciri dari Coraciiformes. Susunan
zygodaktil dengan dua jari mengarah ke depan dan dua jari mengarah ke
belakang. Pada trogon jari ke-2 bukan yang ke-4 mengarah ke belakang
(heterodactil). Pada kaki dengan susunan prampodaktil, posisi jari ke-1 dan ke-4
mengarah ke depan, sehingga semua jarinya mengarah ke depan
(Gill, 1988: 48)
13
Ahli yang mempelopori kajian elektroforesis dari protein putih telur burung yaitu
Charles Sibley dan Jon Ahlquist. Kedua ahli tersebut telah mempelajari protein putih telur dari
lebih 100 spesies burung. Pekerjaan tersebut menarik karena burung luar biasa mirip satu
dengan lainnya sehingga sulit untuk mengklasifikasikan mereka. Contoh kasus dari klasifikasi
burung yang akhirnya dapat diselesaikan dengan menggunakan metode elektroforesis protein
yaitu pada burung Hoatzin (Gambar 2.6), merupakan burung yang hidup di anak sungai
Amazon yang awalnya diperkirakan berkerabat dekat dengan burung guans, tetapi ternyata
lebih berkerabat dekat dengan burung cockoo (Guira). Contoh lain adalah burung murai
penyanyi (Wren-thrush) yang hidup di habitat bambu pada dataran tinggi Amerika Tengah,
sudah lama burung tersebut dikelompokkan sebagai burung penyanyi dari familia Turdidae,
tetapi dengan mengkaji proteinnya maka diperlihatkan bahwa burung tersebut tergolong burung
dari familia Parulidae.
Teknik lain dalam mengkaji sistematik secara biokimia yaitu dengan menggunakan
teknik hibridisasi DNA. Teknik tersebut telah digunakan untuk menentukan hubungan
kekerabatan burung (Sibley dan Ahlquist, 1983; Gould, 1985 dalam Gill, 1988).Seperti juga
elektroforesis, hibridisasi DNA mengukur jumlah perubahan genetik sejak saat kedua
kelompok menyimpang dari ancestor umum mereka. Pada teknik ini diukur perbedaan dari
genom inti pada tingkat nukleotida yang mengandung kode genetik. Fragmen yang berupa
benang tunggal DNA burung yang diperoleh dari dua spesies burung kemudian digabung
membentuk hibrid (double strand) DNA yang komplek. Penggabungan benang DNA tersebut
terjadi dalam kondisi laboratorium. Dengan teknik tertentu kemudian dilihat jumlah pasangan
basa nukleotida dari kedua spesies burung, selanjutnya ditentukan dengan mengukur stabilitas
suhu dari komplek benang DNA. Ikatan pasangan basa nukleotida dari spesies yang dekat
hubungannya lebih stabil, sedangkan jika dari spesies yang berkerabat jauh, pada suhu rendah
mudah memisah.
14
Gambar 1.6 Kajian elektroforesis telah mengusulkan bahwa burung Hoatzin berkerabat
dekat dengan burung cuckoo (Guira) daripada dengan burung guan sebagaimana
diperkirakan sebelumnya
(Gill, 1988: 52)
RINGKASAN
Seekor hewan dikatakan sebagai seekor burung apabila memiliki ciri khusus yaitu
adanya bulu. Bulu merupakan modifikasi dari kulit bagian terluar. Bulu tersebut menutupi
seluruh tubuhnya, kecuali beberapa bagian tubuhnya yang tidak tertutup bulu yaitu paruh dan
kakinya. Bulu berperanan untuk terbang dan membantu menjaga sushu tubuh (insulasi). Selain
itu bulu berpenan untuk komunikasi sosial dan melindungi dari predatornya. Selain dimilikinya
bulu, semua burung memiliki paruh.
Burung berkembang dari reptil bipedal yang kecil sekitar 150 juta tahun lalu.
Berdasarkan kajian terhadap fosil maka Archeopteryx lithographica merupakan reptil tergolong
bipedal seukuran burung gagak, bergigi, dan memiliki ciri yang dimiliki oleh burung yaitu
15
bulu dan sebuah tulang furcula. Hewan ini dapat terbang dan naik pada pohon. Fosil yang
ditemukan tersebut ditemukan di Eropa tengah dan diperkirakan hidup pada periode akhir
Jurasic. Fosil tersebut menunjukkan hubungan antara burung dan reptil.
Spesies merupakan unit utama dari klasifikasi biologi. Penyusunan klasifikasi burung
yang ada di dunia sangat membantu ornitologist untuk komunikasi dan menjadi alat untuk
mempelajari lebih lanjut dari kekerabatan burung secara evolusionari. Aneka ragam burng yang
ada itu sebenarnya merupakan hasil dari spesiasi, kepunahan, dan evolusi filetik. Karakter yang
dapat digunakan untuk menentukan taksa yang berkerabat dekat, bagi para ahli taksonomi
yaitu berupa karakter konservatif. Karakter konservatif yaitu tidak mudah berubah selama
adaptasi ekologi. Konvergen merupakan evolusi yang bebas dari adaptasi yang sama oleh
spesies yang tidak berkerabat dekat, sehingga dapat menyebabkan spesies yang tidak
berkerabat dekat terlihat berkerabat dekat. Kasus konvergen dapat didekati dengan melakukan
kajian yang detail dari karakter yang komplek, misalnya dengan mempelajari anatomi jari kaki
dan bukti-bukti biokimia.
Berkembangnya pengetahuan tentang struktur DNA dan kontrol genetik untuk sintesis
protein memungkinkan kita untuk menemukan kemungkinan baru dalam mempelajari
hubungan evolusioner dari burung. Teknik yang dapat digunakan dalam mengkaji sistematika
secara biokimia yaitu dengan elektroforesis dan hibridisasi DNA.
16
BAB II
BULU DAN SISTEM BULU BURUNG
KOMPETENSI
Mahasiswa dapat menjelaskan karakteristik bulu bagi burung
ELEMEN KOMPETENSI
1. Mahasiswa dapat membedakan bagian-bagian bulu burung
2. Mahasiswa dapat membedakan macam bulu dari burung yang baru menetas dan dari
burung yang sudah dewasa
3. Mahasiswa dapat menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan warna bulu burung
4. Mahasiswa dapat menjelaskan macam modifikasi yang terjadi pada bulu burung
5. Mahasiswa dapat menjelaskan cara burung merawat bulunya
6. Mahasiswa dapat membedakan antara pterylae dan apterylae
7. Mahasiswa dapat menjelaskan proses molting bulu pada burung
Bulu hanya dimiliki oleh burung dan merupakan cirikhas untuk burung. Seperti juga
selubung paruh yang tersusun atas zat tanduk atau sisik pada kaki dan cakar pada jari, bulu
tumbuh ke arah luar dari kulit dan merupakan modifikasi lapisan stratum korneum kulit. Fungsi
utama bulu adalah sebagai insulator yaitu untuk mengatur suhu tubuh. Selain fungsi tersebut,
bulu juga digunakan untuk terbang, dan adanya warna pada bulu sangat membantu burung
dalam kamuflase, pengenalan pasangannya, dan peragaan peminangan (courtship) dan ancaman
terhadap predator.
Bulu burung tersusun atas zat keratin. Zat keratin tersebut tahan terhadap kerja enzim
pencerna protein, sehingga berakibat bulu dapat bertahan dalam waktu cukup lama. Meskipun
cakar, rambut, kuku, dan sisik juga tersusun atas zat keratin, tetapi diameter zat keratin bulu
burung bersifat unik. Menurut Gregg, et.al dalam Gill (1988) menjelaskan bahwa ternyata gen
yang mengontrol sintesis keratin pada burung berbeda dengan gen yang mengontrol sintesis zat
keratin lainnya.
Pada bab ini akan dibahas tentang struktur bulu, macam-macam tipe bulu, warna bulu,
modifikasi adaptif dari struktur bulu, dan perawatan bulu oleh burung. Selain itu juga akan
dibahas tentang molting/pergantian bulu yang dilakukan oleh burung pada waktu-waktu
tertentu.
17
A. STRUKTUR BULU
Struktur dasar bulu luar tubuh burung terdiri atas tangkai yang panjang dan lembar bulu
yang lebar pada setiap sisi tangkai bulu (Gambar 2.1). Struktur dasar tersebut dapat dipilah
menjadi beberapa bagian yaitu sebagai berikut.
1. Calamus/Quill
Calamus merupakan bagian proksimal dari tangkai bulu dan tidak dilengkapi dengan
lembaran bulu. Pada bagian pangkal calamus terdapat lubang kecil yang dikenal dengan
sebutan “umbilikus inferior”. Lubang tersebut berperanan sebagai tempat masuknya nutrisi
selama pertumbuhan bulu. Bagian distal calamus ditandai dengan adanya “umbilikus superoir”
yang merupakan suatu cekungan kecil pada bagian ventral calamus dan letaknya berbatasan
dengan bagian proksimal lembaran bulu. Bagian dalam dari calamus sebenarnya terdapat
bentukan seperti sumbat, dan umumnya dikenal dengan istilah “cap”/sumbat (Gambar 2.2).
Gambar 2.1 Struktur dari bulu luar burung
(Gill, 1988: 58)
18
Gambar 2.2 Calamus bulu luar tubuh burung
(Petinghill, 1967: 22)
2. Rhachis
Rhachis merupakan bagian distal dari tangkai bulu dan mendukung lembar bulu
(Gambar 2.1). Rhachis tersebut sebenarnya merupakan kelanjutan dari calamus, diawali dari
umbilikus superior sampai ujung distal bulu. Rachis tidak berupa tangkai yang dalamnya
kosong tetapi ternyata berisi substnasi kimia. Jika rachis diiris melintang maka akan terlihat
bentuk segiempat dan tidak tembus cahaya. Bagian ventral rachis ditandai adanya lekukan yang
terletak di sepanjang rachis, sedangkan bagian dorsal ditandai adanya permukaan yang
konveks.
3. Aftershaft
Aftershaft kadangkala disebut dengan hyporachis. Pada kenyataannya bagian ini
ditandai adanya beberapa filamen bulu-bulu halus yang terletak dekat umbilikus superior.
Aftershaft tidak berkembang dengan baik pada burung merpati. Gambar 2.2.
Panjang aftershaft pada berbagai spesies burung berbeda. Namun ditemukan juga bahwa
pada burung yang sama di musim yang beda panjang aftershaft berbeda, contohnya pada
burung “ptarmigan” panjang aftersahaft pada musim dingin sekitar tiga perempat panjang bulu
19
tetapi pada musim panas panjang aftershaft lebih pendek dibandingkan saat musim dingin. Pada
burung emu bulu penutup tubuh memiliki aftershaft yang panjangnya mendekati panjang
tangkai bulu.
4. Lembar Bulu
Lembar bulu berupa struktur yang fleksibel dan terletak di setiap sisi rachis. Setiap
lembaran bulu terdiri atas suatu lempengan yang pipih dan tersusun pararel. Lempengan
tersebut mengarah ke arah distal bulu. Bagian proksimal dari setiap lembaran bulu bersifat
halus.
5. Barbae
Lempengan penyusun lembar bulu disebut barbae. Barbae ini merupakan elemen utama
dari arsitektur lembar bulu. Jika diiris melintang maka barbae terlihat berbentuk segitiga.
Bagian dorsal berbentuk setengah bulat, sedangkan bagian tepinya memipih dan akhirnya
bertemu membentuk bagian ventral. Gambar 2.1
6. Barbula
Barbula merupakan cabang dari barbae dan dapat terlihat dengan menggunakan
mikroskop. Setiap barbula tersusun atas suatu seri sel yang berikatan satu dengan lainnya. Sel
tersebut mungkin berwujud sederhana atau mungkin membuat penonjolan. Barbula dapat
dibedakan atas bagian proksimal dan distal. Bagian proksimal barbula ditandai
adanya
bentukan yang panjang, ramping, dengan bagian tepi menggulung atau menebal. Bagian distal
ditandai tepi yang lebih rendah dan dilengkapi dengan filamen yang kecil dan tipis. Filamen
tersebut disebut “barbicle”.
Paba barbicle tersebut ditemukan kait yang sangat kecil disebut
hamuli. Barbae dan barbula akan saling mengkait satu dengan lainnya membentuk bulu yang
kuat tetapi tetap fleksibel.
2. MACAM BULU
1. Macam Bulu dari Burung Usia Dewasa
Semua bulu yang dimiliki oleh burung dewasa disebut teleoptil. Secara umum
ditemukan ada 3 macam bulu burung yaitu sebagai berikut.
a. Bulu luar (contour feather)
Struktur bulu luar tersebut memiliki bagian-bagian bulu yang lengkap. Contohnya bulu
terbang atau bulu ekor. Pada bulu terbang dan ekor tersebut memiliki lebar lembar bulu yang
20
tidak sama, namun pada bulu pentup tubuh secara umum memiliki lebar lembar bulu yang
sama. Di sebelah bawah bulu penutup tubuh dijumpai bulu-bulu yang berukuran lebih kecil dan
disebut semiplumae. Struktur semiplumae tersebut antara struktur bulu luar dan bulu dalam
yaitu memiliki tangkai dan lembar bulu tetapi barbae tidak saling mengkait. Kadangkala
semiplumae sulit dibedakan dari bulu dalam, namun ada satu cara untuk membedakannya yaitu
semiplumae selalu memiliki rachis yang lebih panjang dibandingkan dengan barbae yang
terpanjang. Semiplumae dapat ditemukan pada daerah tepi tempat ditemukan bulu luar, tetapi
biasanya letak semiplumae tersembunyi. Adanya semiplumae ini akan mempertinggi insulasi
panas.
b. Bulu dalam (down feather)
Bulu dalam terletak di bawah bulu luar dan penyebarannya terbatas pada daerah
badan burung yang berbulu atau daerah tanpa bulu. Bulu ini terlihat sebagai berkas lunak yang
kecil. Secara struktur bulu dalam berbeda dengan bulu luar. Pada bulu dalam tersebut barbae
sangat tipis dan tumbuh dari pusat yang sama pada bagian distal calamus, dan tidak memiliki
rachis. Ciri lainnya yaitu memiliki barbula dalam bentuk filamen kecil, tetapi tidak memiliki
kait. Gambar 2.1. Bulu dalam berfungsi untuk menyediakan insulasi panas yang lura biasa.
c. Filoplumae
Filoplumae merupakan bulu yang berbentuk seperti rambut dan terletak di bawah bulu
luar termasuk bulu terbang (Gambar 2.1). Bulu-bulu ini biasanya tersebar dan tumbuh di
sekitar pangkal bulu luar dan blu terbang. Pada setiap bulu terbang memiliki 8 sampai 12
filoplumae. Struktur filoplumae khas yaitu terdiri atas tangkai bulu yang bagian distalnya
menebal, dan pada tangkai bulu ini tidak dapat dibedakan antara calamus dan rachis. Setiap
filoplumae memiliki seberkas barbae pendek yang tumbuh dari ujung distal tangkai bulu dan
jumlahnya dapat mencapai 6 buah barbae. Barbae dari filoplumae dilengkapi dengan barbula
dan struktur barbula ini sederhana sama dengan bulu dalam. Fungsi floplumae adalah meonitor
gerak dan posisi lembar bulu. Jika filoplumae mengalami gangguan maka akan mengirim sinyal
melalui tangkainya yang panjang dan ramping ke korpuscula sensorik yang ada di bagian dasar
bulu, selanjutnya sinyal tersebut berakibat diaturnya posisi bulu. Filoplumae berfungsi
membantu mengatur posisi remiges selama terbang.
Berkaitan dengan fungsi tersebut
filoplumae berkaitan dengan bulu-bulu yang terletak di daerah dada dan kemungkinan
berfungsi membantu memonitor kecepatan udara. Filoplumae tidak dijumpai pada burung unta
dan burung ratitae lainnya yang tidak terbang.
21
2. Macam Bulu dari Burung yang Baru Menetas
Pada spesies burung tertentu, anak burung yang baru menetas sudah memiliki bulu
halus disebut neossoptile. Struktur bulu neossoptile sama seperti struktur bulu dalam (down
feather). Bulu neossoptile tersebar tebal atau tipis pada tubuh anak burung. Tidak lama setelah
menetas, maka bulu neossoptile akan terdorong keluar dari folikelnya karena berkembangnya
bulu teleoptil. Secara bertahap bulu neossoptile akan rontok dan diganti dengan bulu teleoptile.
C. WARNA BULU
Warna bulu burung disebabkan oleh dua faktor yaitu: substansi kimia dan sifat fisik.
Warna bulu yang dihasilkan oleh substansi kimia disebut sebagai warna kimia, sedangkan
warna bulu yang diakibatkan oleh sifat fisik disebut warna struktural.
1. Warna Kimia
Warna kimia disebabkan oleh pigmen yang disebut biokrom. Biokrom akan menyerap
panjang gelombang tertentu dari spektrum warna, selanjutnya panjang gelombang yang tidak
terserap akan dipantulkan dan akan terlihat oleh mata sebagai warna bulu. Prinsip warna kimia
bulu burung sebagai berikut.
a. Warna merah, oranye, dan kuning
Warna-warna tersebut dihasilkan dari pigmen karotenoid. Pigmen ini larut dalam lemak
atau pelarut organik dan juga disimpan dalam kuning telur, lemak tubuh, dan sekresi dari
kelenjar minyak. Pigmen ini juga terakumulasi di dalam tetes lemak dalam sel-sel dari bulu
yang sedang tumbuh dan selanjutnya pigmen tersebut akan disimpan dalam barbae dan barbula
pada saat pelarut lemak alami hilang selama fase akhir proses keratinisasi.
Pigmen karetenoid secara kimia erdiri atas dua bentuk yang berbeda yaitu karoten dan
xantofil. Perbedaan kedua senyawa tersebu terletak pada struktur kimia yaitu pada xantofil
memiliki atom oksigen yang melekat pada molekul karbon dan hidrogen, sedangkan karoten
tidak demikian. Xantofil lutein merupakan pigmen umum yang menghasilkan warna bulu
kuning terang. Warna bulu merah terang dihasilkan dari pigmen canthaxanthin, astaxanthin,
dan rhodoxanthin.
b. Warna hitam, abu-abu, coklat, dan kuning kecoklatan
Warna-warna tersebut dihasilkan dari pigmen melanin yang merupakan pigmen tidak
larut dan terlihat sebagai granula. Pigmen melanin disintesis dari asam amino tyrosin oleh selsel pigmen yang mudah bergerak yaitu melanoblas yang bergerak di dalam lapisan dermis kulit.
Melanoblas menghasilkan granula melanin kemudian menyisipkan dalam sel-sel spesifik yang
dipersiapkan menjadi barbae dan barbula. Penimbunan granula pigmen secara periodik ke
22
dalam calon bulu selama proses pembentukan bulu akan menghasilkan pola warna yang tidak
kentara seperti pada bulu bergaris/lurik. Warna coklat dan abu-abu tergantung pada kepadatan
penimbunan melanin.
Terdapat dua macam melanin yang berpengaruh terhadap warna barbae dan barbula
bulu burung yaitu eumelanin dan phaeomelanin. Eumelanin merupakan granula yang berukuran
besar, kehitaman, dan bentuknya reguler. Pigmen ini menghasilkan warna coklat tua, abu-abu
tua, dan hitam pekat. Phaeomelanin merupakan granuala yang ukurannya lebih kecil,
kemerahan atau coklat terang, dan bentuknya tidak teratur. Pigmen ini menghasilkan warna
coklat dan coklat kemerahan. Pola warna juga dihasilkan dari paduan kedua jenis pigmen
(eumelanin dan phaeomelanin). Contohnya pada bulu burung Gray Cat, warna abu-abu timah
dari sebagian besar bulu burung tersebut dihasilkan dari pigmen eumelanin, dan warna karat
dari bulu penutup ekor dihasilkan dari pigmen phaeomelanin.
c. Warna hijau
Warna hijau dihasilkan dari pigmen yang mengandung zat besi yaitu turacoverdin.
Warna hijau yang dihasilkan oleh pigmen turacoverdin hanya dimiliki burung turaco familia
Musophagidae.
2. Warna Struktural
Warna struktural disebabkan oleh adanya elemen-elemen struktural sehingga
menghasilkan warna secara tidak langsung. Biokrom, khususnya melanin dapat berkombinasi
dengan elemen struktural untuk mengubah atau memperkuat warna struktural. Beberapa warna
struktural yang menyolok bulu burung sebagai berikut.
a. Warna putih
Bulu burung yang berwarna putih karena tidak memiliki pigmen. Rachis dan barbae
bulu diseubungi oleh kutikula yang dibentuk oleh sejumlah sel-sel yang tidak berwarna, dan
barbula transparan. Elemen-elemen struktural akan memantulkan semua sinar dari semua
panjang gelombang sehingga akibatnya terlihat sebagai warna putih.
b. Warna biru
Warna biru dihasilkan oleh barbae bulu burung. Kombinasi antara biokrom dengan
elemen struktural menyebabkan warna biru pada bulu burung ‘blue jay” (Cyanocitta cristata).
Gambaran irisan melintang dari barbae bulu burung “blue jay” disajikan pada Gambar 4.3.
Pada gambar irisan melintang barbae (Gambar 2.3) terlihat bahwa barbae diselubungi
oleh kutikula yang transparan (A). Dalam bagian tersebut terdapat rongga-rongga kecil yang
23
terisi oleh udara. Di bawah lapisan kutikula yaitu pada bagian dorsal dan lateral terdapat lapisan
tipis (B) yang bersifat transparan, tidak berwarna, tersusun oleh sel-sel bentuk polihedral, berisi
benda iregular yang ukurannya sangat kecil hampir ultra-mikroskopik. Sedangkan bagian
dalam dari barbae berisi sel-sel berbentuk kuboidal dan sedikit berlubang di bagian tengah (C),
serta pada bagian tersebut terdapat granula melanin.
Warna biru dihasilkan dari pemantulan cahaya biru oleh benda-benda ireguler yang
terdapat dalam sel-sel polihedral ( menurut beberpa ahli disebabkan oleh rongga-rongga kecil
yang terisi udara di daerah kutikula) yang berkombinasi dengan granula melanin yang
menyerap semua cahaya dan tidak memantulkan, sehingga hanya cahaya biru yang terlihat.
Pada burung “blue jay” dan sebagian besar burung berwarna biru lainnya hanya permukaan atas
dari bulu yang berwarna biru, karena elemen yang menghasilkan biru terletak pada bagian
dorsal dan lateral barbae. Namun pada beberapa spesies burung permukaan sebelah dalam bulu
berwarna biru, karena elemen yang menghasilkan biru terletak di bagian ventral barbae.
Gambar 2.3 Irisan melintang barbae bulu burung “blue jay”. A. Kutikula barbae. B. Selsel polihedral. C. Sel-sel bentuk kuboidal.
(Petinghill, 1967: 30).
c. Warna hijau
Warna hijau bulu burung sebagai pengganti warna biru disebabkan oleh kutikula yang
menyelubungi barbae kuning transparant karena tersebarnya karetonoid. Pigmen karetonoid
dapat mengubah warna biru struktural menjadi hijau atau violet. Contohnya warna hijau burung
“budgerigar” karena kombinasi antara pigmen kuning dengan warna biru struktural. Jika
24
pigmen karetenoid cenderung berwarna merah daripada kuning, maka akan menghasilkan
warna violet atau merah lembayung. Jika lembar bulu yang berwarna hijau digores dengan
menggunakan skapel yang tajam, maka akan melepas kutikula berwarna kuning dari barbae
sehingga lembar bulu terlihat biru.
d. Warna-warna lain
Beraneka warna atau warna yang spektral mungkin dihasilkan oleh bulu yang memiliki
sejumlah barbula yang tumpang tindih yang mengandung melanin pekat biasanya coklat tua
dalam bentuk granula yang pipih atau batang. Warna-warna yang dihasilkan oleh panjang
gelombang yang diterima oleh permukaan barbula, sementara granula melanin menyerap semua
cahaya dan tidak memantulakannya. Warna spektral dapat juga dihasilkan oleh bulu yang
memiliki melanin dalam bentuk granula sperikal yang berdekatan dengan kutikula barbula yang
tipis. Pada kasus ini warna bulu dihasilkan ketika granula memantulkan gelombang cahaya
yang masuk pada kutikula yang tipis dan mencampur dengan gelombang cahaya lainnya yang
dipantulkan oleh permukaan barbula; granula juga menyerap gelombang cahaya tetapi tidak
memantulkannya. Kondisi terbentuknya warna–warni bulu burung tersebut sama dengan
fenomena terbentuknya warna spektral yang dihasilkan oleh gelembung sabun atau minyak
dalam air.
D. MODIFIKASI BULU
Bulu luar yang dimiliki oleh burung ada yang mengalami modifikasi. Modifikasi bulu
tersebut meliputi:
1. Modifikasi bulu terbang (remiges)
Pada burung American Woodcock (Philohela minor) dijumpai tiga lembar bulu terluar
dari bulu sayap primer menyempit dan kaku, dan bulu tersebut berfungsi menghasilkan suara
pada saat terbang. Pada burung yang tidak terbang (kasuari) bulu sayap primer mengalami
reduksi menjadi 5 sampai 6 bulu berwarna hitam dan yang hanya memiliki calamus untuk
setiap bulu tersebut.
Bulu sayap primer dari itik, angsa, elang, “grouse”, kalkun, burung hantu, dan
beberapa spesies burung pada sepertiga sampai duapertiga bagian basalnya bersifat kaku yang
merupakan akibat dari perluasaan daerah ventral setiap barbae yang menjadi lebih luas, tipis,
dan sayap yang saling overlaping menjadi berkilau, sehingga penampakan bagian ventral
lembar bulu terlihat seperti kaca.
25
2. Modifikasi bulu ekor (rektrises)
Burung pelatuk dan spesies lainnya digunakan sebagai alat bantu saat merayap. Hal ini
karena bulu ekor memiliki tangkai bulu yang kuat dengan bagian distal barbae lebih tebal
disamping itu tidak dilengkapi dengan barbula atau dengan barbula tetapi jumlahnya
mengalami reduksi sehingga tidak bisa saling mengunci.
Beberapa spesies burung layang-layang (contohnya burung chimney swift, Chaetura
pelagica) bulu ekor berfungsi sebagai penyokong saat bertengger secara vertikal. Pada bulu ini
memiliki tangkai bulu yang bebas pada barbae bagian distal dan membentuk lembar bulu
menjadi bentukan seperti duri yang kaku.
Pada spesies burung tertentu, sepasang bulu ekor yang terletak pada bagian tengah
lebih panjang dari bulu ekor lainnya, memiliki ujung yang berbentuk seperti raket disebabkan
hilangnya lembar bulu di sepanjang bagian mendekati ujung dari setiap tangkai bulu. Gambar
2.4.
Pada burung “lyre” jantan (Menura novaehollandiae) memiliki 16 pasang bulu ekor
yang panjang, dan bulu tersebut mengalami modifikasi yaitu: pasangan bulu terluar/paling tepi
lebar berbentuk huruf S; pasangan bulu yang terletak lebih ke tengah menjadi lebih menyempit
saling menyilang satu dengan lainnya dan kemudian melengkung pada bagian mendekati ujung
bulu; sedangkan pasangan bulu lainnya seluruhnya lembut dengan barbae seperti rambut dan
tidak memiliki barbula.
3. Modifikasi bulu luar lainnya
Bulu auricular dari beberapa spesies burung memiliki lembar bulu dengan barbae yang
terpisah dan barbula yang pendek. Susunan bulu seperti jaring yang terletak di atas lubang
telinga mengurangi gangguan dari gelombang suara dan pada saat yang sama dapat menjaga
dari gangguan partikel-partikel asing. Bulu dengan struktur yang sama tumbuh di atas nostril
membentuk berkas nasal dari spesies burung tertentu seperti pada burung gagak.
Bristel merupakan tipe bulu lain yang berfungsi untuk sensori dan protektif
(Stettenhein dalam Gill, 1988). Struktur bristel yaitu hanya terdiri atas tangkai bulu/rachis yang
meruncing dengan sedikit barbae pada bagian basalnya (Gambar 2.5). Selain itu dikenal juga
semi-bristel yang memiliki struktur sama tetapi lebih memiliki cabang-cabang di bagian tepi.
Bristel dijumpai di daerah kepala burung, kecuali pada burung “bristle-thighed curlew” terletak
di lututnya dan pada beberapa spesies burung hantu bristel ditemukan di jarinya.. Bulu mata
pada burung “hornbills”, rhea, dan cuckoo memiliki bristel yang berfungsi untuk protektif,
seperti juga bristel yang terletak di sekitar nostril dari burung pelatuk, “jays”, dan gagak
(Gambar 2.6). Pada burung pemakan serangga memiliki bristel dan semibristel yang terletak di
26
sekitar mulutnya. Semibristel yang terletak di sekitar mulut burung “nightjars” berkembang
dengan baik, berfungsi tidak hanya untuk menjaring serangga, tetapi kemungkinan juga sebagai
alat sensori dari informasi taktil. Berkaitan dengan fungsinya sebagai fungsi sensori, bristel
memiliki korpuskula pada bagian dasarnya seperti pada filoplumae.
E. PERAWATAN BULU
Perawatan harian bulu oleh burung adalah penting sekali. Burung akan terlihat
menyelisik bulunya dengan menggunakan paruh saat burung istirahat. Tujuan burung tersebut
adalah mengatur kembali bulunya. Pada burung tertentu seperti nightjars dan barn owls
memiliki bentukan seperti sisir yang berukuran kecil yang terletak pada jari kaki tengah dan
digunakan untuk merawat bulunya.
Pada sebagian besar burung menyelisik bulu di daerah kepala dengan cara langsung
yaitu dengan menggunakan kaki yang terletak di bawah sayap atau secara tidak langsung yaitu
kaki terletak di atas sayap (Gambar 2.7). Contoh burung yang melakukan kegiatan tersebut
dengan cara langsung yaitu burung sandpiper, sedangkan burung plover dan oystercatcher
menyelisik bulu kepala dengan cara tidak langsung.
Bulu-bulu burung tidak memiliki sistem internal untuk memperoleh makanan dan
perawatannya. Pada sebagian besar burung memiliki kelenjar uropigial atau “preen gland”
yang terletak pada pangkal ekor. Sebagian besar kelenjar uropigial tersebut tersusun atas dua
lobus dilengkapi seberkas bulu-bulu halus yang mengelilingi papila yang merupakan lubang
keluar dari kelenjar (Gambar 2.8). Kelenjar uropigial mensekresikan minyak yang mengandung
lilin, asam lemak, lemak, dan air, selanjutnya diambil oleh paruh dan digunakan untuk
membersihkan bulu serta menjaga kelembaban dan fleksibilitas bulu. Sekresi dari kelenjar
uropigial tersebut tidak merusak struktur bulu. Penggunaan secara terus menerus sekresi dari
kelenjar uropigial untuk bulu akan mendukung fungsinya sebagai pelapis tahan air pada bulu.
Burung-burung air memiliki kelenjar uropigial yang berukuran besar, tetapi sekresi kelenjar
tersebut penting agar bulu tetap kering dan kemungkinan berguna mempertahankan
pengapungan saat burung di dalam air.
Sekresi lilin oleh kelenjar uropigial juga membantu mengatur pertumbuhan jamur dan
bakteri di bulu. Lipid tertentu yang disekresi oleh kelenjar uropigial menjaga bulu dari bakteri
dan jamur yang mencerna keratin bulu (Pugh dan Evans dalam Gill, 1988).
27
Gambar 2.4 Bulu ekor burung dan modifikasinya. A. Bulu ekor yang tidak mengalami
modifikasi dari burung camar. B. Bulu ekor bentuk raket dari burung “motmot”,
burung drongo, dan humingbird berbentuk spatula. C. Bulu ekor penghasil
suara dari burung honeyguide dan snipe. D. Bulu ekor burung pelatuk.
(Gill, 1988: 63)
28
Menurut para peneliti fungsi lainnya yaitu memungkinkan pertumbuhan jamur yang tidak
bersifat patogen dan mengurangi kutu bulu. Bau busuk yang dihasilkan oleh kelenjar uropigial
pada burung “hoopoes” juga membantu untuk mengusir hewan mammalia yang merupakan
predatornya.
Substansi yang berbentuk seperti debu mirip bubuk bedak yang dijumpai pada bulu
luar dari beberapa spesies burung bersifat tahan air dan dihasilkan oleh bulu khusus yang
dikenal sebagai “powderdown”. Bubuk tersebut terdiri dari partikel keratin berdiameter 1
mikrometer yang terkelupas secara terus menerus dari permukaan barbae. Bulu powderdown
ditemukan antara lain pada burung herons dan cuckoo rollers.
Gambar 2.5 Struktur bristel. (Harris, 1992: 840)
29
Gambar 2.6 Bristel. A. Bristel terletak di sekitar mulut pada burung “whip-poor-will”. B.
Bristel dan semibristel yang terletak di sekitar paruh dari burung “owletnightjar”. C. Bristel terletak pada bagian lutut dari burung “bristle-thighed
curlew”.
(Gill, 1988: 64).
30
Gambar 2.7 Teknik menyelisik bulu kepala. A. Burung “Tennessee Warbler” menyelisik
secara langsung dengan kaki yang terletak di bawah sayap. B. Burung “Goldenwinged Warbler” menyelisik secara tidak langsung dengan kaki terletak di atas
sayap.
(Gill, 1988: 67)
F. BULU PENUTUP TUBUH BURUNG
Jumlah bulu dari seekor burung sangat banyak. Contohnya pada angsa tundra memiliki
25.000 lembar bulu, dan sekitar 20.000 atau 80% dari keseluruhan bulu terdapat di daerah
kepala dan leher. Pada burung penyanyi memiliki 2000 sampai 4000 lembar bulu, dan sekitar
30-40% terdapat pada bagian kepala dan leher. Namun demikian ringannya bulu juga
berpengaruh terhadap berat tubuh burung. Secara umum berat bulu penutup burung memiliki
berat 2 sampai 3 kali berat tulang. Contohnya berat bulu “bald eagle” yaitu sekitar 700 gram
atau 17% dari berat total (4082 gram), dimana berat tulang hanya 272 gram atau 7% dari berat
total tubuh.
Meskipun burung tertutup oleh bulu, ternyata bulu tidak tersebar secara merata pada
permukaan tubuh burung tetapi ada bagian-bagian tertentu yang tidak berbulu. Kulit burung
yang ditumbuhi bulu disebut dengan pterylae atau “feather tracts”, sedangkan bagian kulit yang
tidak ditumbuhi bulu disebut apteria. Apteria memudahkan pergerakan sayap dan kaki dan
menyediakan tempat untuk melipat organ tersebut di bawah bulu penutup tubuh. Selain itu
apteria juga memudahkan hilangnya panas tubuh. Pada burung terdapat 8 feather tract yang
utama (Gambar 4.9) selanjutnya dapat dibagi menjadi ratusan kelompok yang berbeda.
31
Keadaan ini dapat digunakan untuk membedakan taksa burung. Kajian yang khusus untuk
susunan bulu ini dikenal dengan pterylosis.
Gambar 2.8 Kelenjar uropigial mensekresikan minyak yang berfungsi untuk perawatan
bulu. A. Bagian dorsal kelenjar uropigial dari ayam leghorn putih. B. Bentuk
detail papila. (1). Tipe halus. (2) Tipe kompak. (3) Tipe passerin yang unik.
(Gill, 1988: 68)
32
G. PERGANTIAN BULU (MOLTING)
Setiap burung memiliki suatu rangkaian bulu selama hidupnya. Pada saat baru menetas
burung mungkin terdiri atas sedikit bulu-bulu halus (neossoptil) yang tersebar pada permukaan
tubuhnya atau bulu-bulu halus tersebut cukup tebal seperti dijumpai pada anak itik atau anak
ayam. Usia bulu-bulu tersebut jarang melebihi satu atau dua minggu, dan selanjutnya bulu
tersebut akan diganti dengan bulu-bulu yang lebih kuat (teleoptil).
Bulu teleoptil akan mengalami pergantian secara periodik. Pergantian itu dengan cara
bulu lama didorong oleh bulu baru dan peristiwa ini terjadi sekali dalam setahun atau setelah
masa perkembangbiakan. Pada spesies burung tertentu seperti burung berkicau dan sebangsa
itik peristiwa molting tersebut terjadi 2 kali dalam setahun.
Pergantian bulu tersebut umumnya merupakan proses bertahap, artinya pada suatu saat
hanya sejumlah bulu saja yang rontok dan diganti. Dengan demikian burung tetap memiliki
bulu meskipun tidak lengkap sehingga memungkinkan burung tetap dapat terbang. Namun pada
spesies tertentu contohnya itik, bulu sayap rontok bersama sehingga tidak dapat terbang selama
waktu tertentu sampai bulu-bulu tersebut diganti oleh bulu-bulu baru. Rontoknya bulu-bulu itik
ini terjadi setalah anaknya menetas.
33
Gambar 2.9 Delapan feather tract utama atau pterylae dari burung. Daerah yang tidak
ditumbuhi bulu disebut apteria. A. Permukaan dorsal tubuh burung. B.
Permukaan lateral tubuh burung. C. Permukaan ventral tubuh burung.
(Gill, 1988: 66)
34
RINGKASAN
Bulu merupakan cirikhas dari burung. Bulu tersusun atas zat keratin. Zat keratin
tersebut tahan terhadap kerja enzim pencerna protein, sehingga berakibat bulu dapat bertahan
dalam waktu cukup lama.
Struktur bulu secara garis besar dapat dibedakan menjadi tangkai bulu dan lembar bulu.
Tangkai bulu dibedakan atas calamus dan rachis. Calamus merupakan tangkai bulu yang tidak
dilengkapi dengan lembar bulu, sedangkan rachis dilengkapi dengan lembar bulu. Pada bulu
kadang ditemukan aftershaft yang terletak pada ujung distal calamus. Bagian yang menyusun
lembar bulu dapat dibedakan menjadi barbae dan barbula. Barbula terkadang dilengkapi dengan
kait kecil yang disebut hamuli. Barbae dan barbula akan saling mengkait satu dengan lainnya
membentuk bulu yang kuat tetapi tetap fleksibel.
Semua bulu yang dimiliki oleh burung dewasa disebut teleoptil. Secara umum
ditemukan ada 3 macam bulu burung yaitu bulu luar (counter feather), bulu dalam (down
feather), and filoplumae. Pada spesies burung tertentu, anak burung yang baru menetas sudah
memiliki bulu halus disebut neossoptile. Struktur bulu neossoptile sama seperti struktur bulu
dalam (down feather). Bulu neossoptile tersebar tebal atau tipis pada tubuh anak burung. Secara
bertahap bulu neossoptile akan rontok dan diganti dengan bulu teleoptile.
Warna bulu burung disebabkan oleh dua faktor yaitu: substansi kimia dan sifat fisik.
Warna bulu yang dihasilkan oleh substansi kimia disebut sebagai warna kimia, sedangkan
warna bulu yang diakibatkan oleh sifat fisik disebut warna struktural.
Bulu luar yang dimiliki oleh burung ada yang mengalami modifikasi. Modifikasi bulu
tersebut antara lain berupa bulu ekor yang berbentuk raket, bristel, dan bulu sayap primer pada
burung kasuari yang hanya tersusun atas calamus saja.
Bulu-bulu burung tidak memiliki sistem internal untuk memperoleh makanan dan
perawatannya. Pada sebagian besar burung memiliki kelenjar uropigial atau “preen gland”
yang terletak pada pangkal ekor. Kelenjar uropigial mensekresikan minyak yang mengandung
lilin, asam lemak, lemak, dan air, selanjutnya diambil oleh paruh dan digunakan untuk
membersihkan bulu serta menjaga kelembaban dan fleksibilitas bulu.
Meskipun burung tertutup oleh bulu, ternyata bulu tidak tersebar secara merata pada
permukaan tubuh burung tetapi ada bagian-bagian tertentu yang tidak berbulu. Kulit burung
yang ditumbuhi bulu disebut dengan pterylae atau “feather tracts”, sedangkan bagian kulit yang
tidak ditumbuhi bulu disebut apteria. Apteria memudahkan pergerakan sayap dan kaki dan
menyediakan tempat untuk melipat organ tersebut di bawah bulu penutup tubuh. Selain itu
apteria juga memudahkan hilangnya panas tubuh. Pada burung terdapat 8 feather tract yang
utama.
35
Setiap burung memiliki suatu rangkaian bulu selama hidupnya. Pada saat baru menetas
burung mungkin terdiri atas sedikit bulu-bulu halus (neossoptil). Usia bulu-bulu tersebut jarang
melebihi satu atau dua minggu, dan selanjutnya bulu tersebut akan diganti dengan bulu-bulu
yang lebih kuat (teleoptil). Bulu teleoptil akan mengalami pergantian secara periodik.
Pergantian itu dengan cara bulu lama didorong oleh bulu baru dan peristiwa ini terjadi sekali
dalam setahun atau setelah masa perkembangbiakan. Pada spesies burung tertentu seperti
burung berkicau dan sebangsa itik peristiwa molting tersebut terjadi 2 kali dalam setahun.
Secara umum pergantian bulu tersebut umumnya merupakan proses bertahap, artinya pada
suatu saat hanya sejumlah bulu saja yang rontok dan diganti. Dengan demikian burung tetap
memiliki bulu meskipun tidak lengkap sehingga memungkinkan burung tetap dapat terbang.
36
BAB III
UKURAN DAN BENTUK TUBUH BURUNG
KOMPETENSI
Mahasiswa dapat menjelaskan cara mengukur burung dan perbedaan bentuk tubuh burung
ELEMEN KOMPETENSI
1. Mahasiswa dapat menjelaskan cara mengukur burung besar dan burung kecil
2. Mahasiswa dapat menjelaskan cara mengukur burung terbang dan burung tidak terbang
3. Mahasiswa dapat mendeskripsikan bentuk tubuh burung
A. UKURAN BURUNG
Ukuran dan bentuk tubuh burung bervariasi, dan hal itu merupakan salah satu daya
tariknya. Diantara burung yang dapat kita lihat saat ini dijumpai ada yang burung memiliki
ukuran tubuh kecil dan ada yang memiliki ukuran tubuhnya besar. Burung di dunia yang
berukuran paling kecil adalah burung kolibri/ “humming bird” Mellisuga helenae dari Kuba.
Panjang tubuh burung kolibri tersebut hanya 0,5 inchi dan panjang tubuh itu sudah termasuk
panjang paruh. Berat tubuhnya tidak diketahui secara pasti, tetapi jika dibandingkan dengan
burung kolibri yang berukuran terbesar, maka berat tubuh burung M. helenae sekitar 0.5 gram.
Bahkan para Naturalist yaitu orang yang melihatnya saat burung di kebun yang ada di Kuba,
mengatakan bahwa burung tersebut cenderung seperti lebah dibandingkan sebagai seekor
burung. Tampaknya bahwa burung tersebut bukan saja merupakan burung terkecil tetapi
mungkin juga merupakan hewan vertebrata berdarah panas yang berukuran paling kecil.
Burung terbang yang berukuran paling besar ditentukan dengan cara membentangkan
sayapnya. Burung pengembara dan “royal albatross” memiliki bentangan sayap mencapai 11,5
kaki. Sedangkan burung pelikan dan angsa memiliki bentangan sayap mencapai 10 kaki.
Burung kondor bentangan sayapnya mencapai 9,5 kaki. Adapun berat tubuhnya berkisar antara
20 sampai 40 pond.
Burung yang benar-benar paling besar pada saat ini adalah burung yang tidak terbang.
Oleh karena sayap burung ini mengalami rudimenter, sehingga pengukuran bentangan sayap
tidak berarti untuk perbandingan, namun yang paling memiliki arti untuk kelompok burung
tersebut adalah pengukuran berat tubuh. Burung air yang tidak terbang dan berukuran paling
besar adalah pinguin kaisar. Berat tubuhnya mencapai 94 pond dan pada saat berdiri
37
ketingiannya mencapai 3,5 kaki. Sedangkan diantara burung darat yang tidak terbang, maka
burung unta merupakan burung yang berukuran paling besar. Berat tubuhnya mencapai 300
pond dan ketinggiannya ketika berdiri dapat mencapai 9 kaki. Pada saat burung unta tersebut
makan bersama kuda zebra dan antelop pada dataran di Afrika, maka tampak bahwa kepala
burung unta tersebut berada di atas kedua hewan tersebut. Keadaan itu membantu hewanhewan apabila ada musuh yang datang. Gambar 3.1 memperlihatkan perbandingan ukuran
tubuh burung.
Gambar 3.1 Perbandingan ukuran tubuh burung: (a) burung unta; (b) burung pelikan;
(c) ayam jago; (d) burung robin; (e) burung kolibri (Rand, 1974: 12)
Spesies burung yang telah punah dan berukuran besar ditemukan pada burung air yang
dapat terbang yaitu Osteodontornis. Burung ini hidup pada jaman Miocene. Bentangan
sayapnya dapat mencapai 15 kaki. Selain itu juga ditemukan pada burung Teratornis dari
daerah Amerika Utara dan hidup pada jaman Pleistocin. Burung tersebut memiliki bentangan
sayap yang besar dan berat tubuhnya mencapai 50 pond. Perkiraan bentangan sayap dan berat
tubuh burung yang telah punah tersebut berdasarkan perbandingan antara tulang yang telah
menjadi fosil dengan tulang burung yang hidup pada saat sekarang.
38
Sedangkan diantara burung-burung yang telah punah dan tidak terbang maka burung
moa dari New Zealand dan burung Aepyornis atau “burung gajah” dari Madagaskar memiliki
ukuran tubuh terbesar dan lebih besar daripada burung unta. Diperkiraan bahwa burung moa
berat tubuhnya mencapai 500 pond dan burung Aepyornis berat tubuhnya mencapai 0,5 ton.
B. BENTUK TUBUH BURUNG
Bentuk tubuh burung lebih seragam jika dibandingkan dengan bentuk tubuh hewan
anggota vertebrata lainnya. Bentuk dasar tubuh burung yaitu semua bersifat bipedal dan
memiliki sayap, meskipun diantaranya ada yang kehilangan kemampuan terbangnya.
Pada pembahasan tentang bentuk tubuh burung ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
yaitu:
1. tubuh, sedikit variasinya
2. organ gerak, meliputi sayap dan kaki. Hal ini dikarenakan sayap dan kaki erat kaitannya
dengan adaptasi khususnya dihubungkan dengan habitat dan cara hidup burung
3. leher dan paruh, organ tersebut diadaptasikan untuk jenis makanan tertentu
Gambar 3.2 memperlihatkan kombinasi yang berbeda dari paruh, leher, dan kaki.
Kecilnya perbedaan dalam bentuk tubuh burung dapat ditunjukkan pada contoh berikut
ini. Pada burung kalkun bentuk tubuhnya kurang lebih triangular dari bagian pundak yang luas
dan otot dada yang sangat besar, pendek dan gemuk, dan dengan sisa ekor yang berdaging. Itik
tubuhnya lebih panjang , seperti sampan yang lebar, sesuai dengan kebiasaannya yang
berenang. Burung bangau yang hidup di rawa-rawa, bagian lateral tubuhnya lebih ramping.
Keadaan tersebut sangat membantu karena kebiasaannya menjelajah daerah alang-alang.
Adapun burung yang biasa kita jumpai di kebun seperti burung robin, gereja, layang-layang,
dan lain-lain bentuk tubuhnya seperti burung kalkun. Kasus yang khusus yaitu pada burung
yang tidak terbang dengan kecilnya atau tidak adanya otot dada. Namun demikian apapun
kondisi burung maka keanekaragaman yang kita jumpai berkaitan dengan bentuk tubuh burung
yaitu pada bagian sayap, tungkai dan kaki, serta leher dan paruh.
Adaptasi untuk habitat tertentu menyebabkan setiap burung memiliki cara hidup tertentu.
Demikian juga adaptasnya terhadap jenis mkanan. Contohnya burung elang yang kebiasaannya
melayang diudara memiliki sayapyang luas, itik yang kebiasaannya di air memliki selaput
renang pada kakinya, dan burung kolibri makanannya berupa madu bunga sehingga memiliki
pruh yang panjang dan ramping.
39
Gambar 3.2 Perbedaan kombinasi dari paruh, leher, dan kaki burung (Rand, 1974: 14).
RINGKASAN
Ukuran dan bentuk tubuh burung bervariasi. Diantara burung yang dapat kita lihat saat
ini dijumpai ada yang burung memiliki ukuran tubuh kecil dan ada yang memiliki ukuran
tubuhnya besar. Burung terbang yang berukuran paling besar ditentukan dengan cara
membentangkan sayapnya. Burung pengembara dan “royal albatross” memiliki bentangan
sayap mencapai 11,5 kaki. Burung yang benar-benar paling besar pada saat ini adalah burung
yang tidak terbang. Oleh karena sayap burung ini mengalami rudimenter, sehingga pengukuran
bentangan sayap tidak berarti untuk perbandingan, namun yang paling memiliki arti untuk
kelompok burung tersebut adalah pengukuran berat tubuh. Burung air yang tidak terbang dan
berukuran paling besar adalah pinguin kaisar. Berat tubuhnya mencapai 94 pond dan pada saat
berdiri ketingiannya mencapai 3,5 kaki. Sedangkan diantara burung darat yang tidak terbang,
maka burung unta merupakan burung yang berukuran paling besar. Berat tubuhnya mencapai
300 pond dan ketinggiannya ketika berdiri mencapai 9 kaki.
Bentuk tubuh burung lebih seragam jika dibandingkan dengan bentuk tubuh hewan
anggota vertebrata lainnya. Bentuk dasar tubuh burung yaitu semua bersifat bipedal dan
memiliki sayap, meskipun diantaranya ada yang kehilangan kemampuan terbangnya.
40
Kecilnya perbedaan dalam bentuk tubuh burung dapat ditunjukkan pada contoh berikut
ini. Pada burung kalkun bentuk tubuhnya kurang lebih triangular dari bagian pundak yang luas
dan otot dada yang sangat besar, pendek dan gemuk, dan dengan sisa ekor yang berdaging. Itik
tubuhnya lebih panjang , seperti sampan yang lebar, sesuai dengan kebiasaannya yang
berenang. Burung bangau yang hidup di rawa-rawa, bagian lateral tubuhnya lebih ramping.
Keadaan tersebut sangat membantu karena kebiasaannya menjelajah daerah alang-alang.
Namun demikian apapun kondisi burung maka keanekaragaman yang kita jumpai berkaitan
dengan bentuk tubuh burung yaitu pada bagian sayap, tungkai dan kaki, serta leher dan paruh.
41
BAB IV
MORFOLOGI DAN ANATOMI BURUNG
KOMPETENSI
Mahasiswa
dapat membedakan bagian-bagian tubuh burung dan memanfaatkan karakter
eksternal burung untuk identifikasi burung
ELEMEN KOMPETENSI
1. Mahasiswa dapat membedakan berbagai bagian tubuh burung
2. Mahasiswa dapat menyebutkan berbagai tulang penyusun ekstremitas burung
3. Mahasiswa dapat menyebutkan macam bulu penyusun sayap burung
4. Mahasiswa dapat membedakan berbagai tipe kaki burung
5. Mahasiswa dapat membedakan berbegai tipe paruh burung
A. TOPOGRAFI BURUNG
Tubuh burung dapat dibedakan atas berbagai bagian tubuh. Bagian tubuh burung
tersebut kemudian dipetakan dan dikenal sebagai topografi burung.
Pengetahuan tentang
topografi burung tersebut sangat diperlukan dalam mendeskripsikan burung dan juga
bermanfaat sebagai suatu dasar untuk kegiatan mempelajari atau mengkaji burung.
Secara garis besar topografi tubuh burung dibedakan atas tujuh bagian tubuh yang terdiri
atas: kepala, leher, badan, paruh, sayap, ekor, dan kaki.
1. KEPALA
Bagian dorsal kepala berbentuk kurva dan dibedakan atas bagian anterior dan posterior.
Bagian anterior tersebut adalah “dahi” (forehead) yaitu suatu daerah yang meluas ke arah atas
dan belakang paruh sampai garis sudut mata anterior. Sisanya yaitu daerah kepala bagian atas
sampai posterior dikenal sebagai puncak (crown). Di bawah batas lateral dari daerah dahi dan
puncak tersebut disebut garis supersiliari (superciliary line). Sementara itu beberapa ahli
burung menjelaskan bahwa daerah yang terletak di posterior dari puncak (crown) yang melekuk
disebut sebagai kepala bagian belakang.
Lateral kepala burung sedikit rata dan dibedakan atas daerah mata dan telinga. Daerah
mata meliputi mata, kelopak mata dan lingkaran mata. Mata dibedakan menjadi pupil yang
42
berwarna gelap dan iris mata yang berwarna karena adanya pigmen. Kelopak mata merupakan
lipatan kulit, berjumlah dua buah yaitu kelopak mata bagian atas dan bawah. Ujung anterior
mata, tempat kelopak mata bertemu disebut nasal canthus, sedangkan ujung posterior mata
yang juga tempat bertemunya kedua kelopak mata disebut temporal canthus.
Burung memiliki membran niktitans yang kadangkala disebut sebagai kelopak mata ke
tiga. Burung juga melakukan gerak berkedip secara periodik seperti pada mammal. Pada
burung merpati dan sebagian kecil spesies burung lain, organ yang berperanan dalam berkedip
adalah membran niktitans dan kelopak. Namun pada sebagian besar spesies burung, organ yang
berperanan saat berkedip adalah membran niktitans, sedangkan kelopak mata menutup hanya
pada saat burung tidur atau pada saat mata terancam oleh benda yang membahayakan dirinya.
Pada beberapa spesies burung, bulu-bulu yang terletak di sekitar kelopak mata dapat dibedakan
dari bulu-bulu lainnya karena warnanya yang berbeda. Daerah tersebut dikenal sebagai
lingkaran mata.
Daerah telinga adalah daerah di sekitar lubang telinga. Burung tidak memiliki daun
telinga dan lubang telinga tersebut tertutup oleh sekelompok bulu yang disebut auricular. Area
yang terletak antara kelopak mata dan basal paruh bagian atas atau area antara lingkaran mata
dan paruh (pada burung yang memiliki lingkaran mata) disebut lore.
Daerah ventral kepala berbentuk datar dan terbagi atas bagian anterior yaitu dagu (chin)
dan gular. Daerah dagu merupakan daerah berbulu yang terletak pada ventral paruh, sedangkan
daerah gular merupakan suatu daerah yang terletak di posterior daerah dagu yaitu merupakan
lanjutan dari dagu menuju ke sudut rahang.
2. LEHER
Leher burung terletak diantara tepi posterior puncak (crown) dan badan. Pada leher
tersebut dibedakan atas tiga daerah yaitu tengkuk (nape), kerongkongan (jugulum), dan tepi
leher. Tengkuk adalah bagian dorsal leher, sedangkan kerongkongan merupakan ventral leher.
Adapun daerah tepi leher adalah daerah yang terletak antara tengkuk dan kerongkongan. Selain
ketiga istilah tersebut, sering juga digunakan istilah tenggorokan untuk mendeskripsikan suatu
daerah yang terletak mulai daerah gular di kepala sampai daerah kerongkongan di leher.
43
3. BADAN
Badan burung dibedakan atas dua daerah yaitu permukaan atas dan permukaan bawah.
Permukaan atas tersebut meliputi badan bagian atas dari persendian bahu sampai dasar bulu
ekor terluar, sedangkan permukaan bawah meliputi daerah yang terletak di permukaan ventral.
Bagian atas badan dibedakan atas dua bagian yaitu daerah punggung (back) dan
“pinggul” (rump). Daerah punggung terletak pada dua pertiga bagian anterior daerah antara
dasar leher dan ekor, sedangkan daerah “pinggul” adalah sepertiga sisanya. Adapun permukaan
bawah badan burung dibedakan menjadi empat daerah yaitu dada, perut (abdomen), pinggang,
dan pinggul. Bagian yang berbentuk membulat terletak di bawah kerongkongan disebut daerah
dada. Bagian yang datar di belakang dada sampai anus dikenal sebagai abdomen. Panggul
merupakan daerah yang terletak antara pertengahan abdomen sampai posterior abdomen.
Bagian-bagian tubuh burung dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan 4.2
4. PARUH
Paruh burung tersusun atas mandibula atas dan mandibula bawah, dan sesuai dengan
namanya letak mandibula tersebut adalah di atas dan di bawah mulut. Setiap mandibula
merupakan modifikasi tulang tengkorak yang dilapisi dengan selubung yang terbuat dari zat
tanduk (modifikasi dari stratum korneum). Struktur paruh adalah kaku dan agak keras.
Bagian teratas dari mandibula sebelah atas disebut culmen. Culmen berbentuk konveks,
khususnya yang menuju ke ujung paruh. Menuju ke basal dari mandibula atas terdapat nostril.
Pada burung merpati dijumpai bangunan lunak yang menggembung disebut operculum. Namun
pada burung gereja atau umumnya burung kecil lainnya, nostril membuka ke dalam sebuah
lekukan yang dikenal sebagai nasal fossa. Adapun garis yang terletak di sepanjang paruh pada
saat mandibula atas dan bawah bertemu dikenal sebagai commisure atau gape. Titik pertemuan
kedua mandibula yang terletak di posterior paruh disebut titik commisural (commisural point).
44
Gambar 4.1 Topografi burung gereja I. a. kepala, b. leher, c. pinggang, d. pinggul,
dada, f. perut, g. crissum, h. sayap, i. ekor (Pettingill, 1967: 5)
45
e.
Gambar 4.2 Topografi burung gereja II. a. dahi, b. puncak kepala, c. kepala bagian
posterior, d. daerah sekitar mata, e. daerah sekitar telinga, f. garis supersiliari, g.
dagu, h. gular, i. tengkuk, k. kerongkongan, l. punggung, m. pantat, n. dada, o.
perut, p. crissum, q. pinggang, r. pinggul. (Pettingill, 1967: 5)
Gambar 4.3 Sisi lateral kepala burung gereja. a.mandibula atas, b. mandibula bawah, c.
culmen, d. nostril, e. nasal fossa, f. mulut (Pettingill, 1967: 6)
46
Gambar 4.4 Sisi lateral kepala burung merpati a. nostril, b. operculum, c. gape, d.
commisural point (Petinggill, 1967: 6)
5. SAYAP
Sayap merupakan ekstremitas anterior. Sayap burung homolog dengan ekstremitas depan
pada manusia dan vertebrata lain. Sayap diadaptasikan untuk terbang, memiliki bentuk tertentu
dan tersusun oleh bulu dengan penampakan tertentu. Bulu-bulu tersebut dibedakan atas dua
kelompok utama yaitu bulu terbang atau remiges (tunggal, remex) dan bulu penutup. Bulu
terbang bentuknya panjang dan kaku, sedangkan bulu penutup berukuran lebih kecil dan
terletak di dasar remiges serta berfungsi sebagai penutup sayap. Kelompok bulu lain yang
menyusun sayap adalah bulu daerah alular, scapular, dan axilar.
Untuk mempelajari bulu-bulu sayap tersebut diperlukan pengetahuan tentang sumber asal
bulu tersebut. Oleh karena itu pengetahuan tentang susunan tulang sayap dan anatomi eksternal
sayap (pada saat sayap tidak berbulu) sangat dibutuhkan.
Pada dasarnya tulang-tulang penyusun kerangka sayap sama dengan tulang penyusun
lengan atas manusia yaitu terdiri atas humerus; radius dan ulna; carpal; metacarpal; dan
phalange (tulang jari). Namun pada burung tulang-tulang tersebut diadaptasikan untuk terbang,
sehingga beberapa tulang hilang atau berfusi dengan tulang lainnya. Misalnya tulang carpal
terdiri atas dua tulang yaitu radiale yang terletak setelah tulang radius, dan ulnare terletak
setelah tulang ulna. Tulang-tulang tersebut mengadakan artikulasi dengan tulang radius dan
ulna. Adapun tulang carpal lainnya dijumpai pada fase embrio burung namun pada burung fase
dewasa tulang tersebut tidak dapat dibedakan, dan mengadakan fusi atau penggabungan dengan
radiale dan ulnare serta metacarpal.
47
Pada manusia tulang metacarpal berjumlah lima buah, namun pada burung tulang
metacarpal I dan V menghilang, sedang tulang ke II, III, dan IV tetap dimiliki. Tulang-tulang
tersebut berfusi dengan sisa tulang carpal membentuk tulang yang dikenal dengan istilah carpometacarpus. Tulang tersebut selanjutnya mengadakan
penggabungan dengan radiale dan
ulnare. Tulang metacarpal ke III merupakan tulang yang terletak di median atau tulang terbesar
dari carpo-metacarpus. Tulang metacarpal II terletak bersebelahan dengan tulang radial,
sedangkan tulang metacarpal IV letaknya berseberangan dengan metacarpal II.
Tulang-tulang jari pada burung mengalami reduksi dan hanya tinggal tiga macam tulang
jari. Tulang metacarpal II membawa satu tulang jari berbentuk pendek dan meruncing yaitu
tulang jari ke II. Metacarpal ke III membawa dua tulang jari dari jari ke III. Bagian proksimal
tulang jari tersebut berbentuk datar dan pada tepi posteriornya memiliki tepi yang runcing.
Tulang metacarpal ke IV membawa sebuah tulang jari ke IV dan tulang tersebut berbentuk
triangular. Beberapa ahli menyebut jari yang terdapat pada sayap burung sebagai jari ke I, II,
dan III. Jari pertama sayap tersebut dikenal sebagai pollex atau ibu jari. Pada sebagian kecil
spesies burung dari ordo primitif memiliki cakar pada jari ke II sayap atau terkadang cakar
tersebut dijumpai pada tulang jari ke III. Cakar yang terdapat pada sayap lebih berkembang
dengan baik pada burung yang baru menetas daripada burung dewasa. Keadaan ini
menunjukkan suatu indikasi bahwa struktur tersebut merupakan peninggalan reptil yang
merupakan ancestor burung. Pada burung Hoatzin (Opisthocomus hoatzin) fase muda,
menggunakan cakar pada jari ke II dan III untuk memanjat pohon-pohon kecil di semak
belukar.
Apabila bulu-bulu sayap dicabut maka pada dasarnya sayap burung memiliki dua sudut
sehingga membentuk sayap berbentuk huruf Z yang terbalik. Sudut terdekat dengan badan yang
mengarah ke arah ekor dikenal sebagai siku. Sementara itu bagian sayap yang terletak antara
badan dan siku disebut lengan atas (brachium). Bagian sayap yang terletak antara siku dan
tulang-tulang jari disebut dengan lengan bawah (antebrachium), sedang bagian sayap setelah
lengan bawah dikenal sebagai tangan (manus).
Pada sayap burung dijumpai lipatan kulit yang meluas dari lengan atas menuju lengan
bawah. Lipatan kulit tersebut disebut patagium. Selain patagium dijumpai juga lipatan kulit
dengan ukuran kecil yang meluas dari lengan atas sampai badan. Lipatan kulit ini disebut
humeral patagium.
Bulu-bulu penyusun sayap burung dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok
bulu yaitu:
48
a. Bulu sayap primer (primary remiges)
Bulu tersebut adalah bulu sayap (remiges) yang tumbuh pada tangan (manus) sayap. Cara
menghitung bulu primer yaitu dihitung dari pangkal tangan menuju ke ujung tangan (dari
dalam ke arah luar). Sebagian besar burung jumlah bulu sayap primer yaitu 10, namun pada
flamingo, bangau, greebes, dan rhea berjumlah 11. Pada burung unta berjumlah 16 dan
beberapa spesies burung anggota ordo Paseriformes memiliki 9 lembar bulu sayap primer.
b. Bulu sayap sekunder (secundary remiges)
Kelompok bulu ini sebenarnya adalah bulu-bulu sayap (remiges) yang melekat pada lengan
bawah (antebrachium) atau tulang ulna. Cara menghitung bulu ini yaitu diawali dari bulu
yang bersebelahan dengan bulu primer sayap menuju ke arah badan (dari luar ke dalam).
Jumlah bulu sayap sekunder bervariasi tergantung spesies burung. Pada burung kolibri
berjumlah 6 helai, sedangkan pada burung hantu (Great Horned owl) berjumlah 19, dan
pada burung albratoss berjumlah 40 helai.
c. Bulu sayap tersier (tertiery remiges)
Merupakan kelompok bulu yang tumbuh di atas siku sayap yang berbatasan dengan lengan
atas.
d. Scapular
Merupakan kelompok bulu yang berasal dari daerah bahu burung dan bersebelahan dengan
permukaan atas lengan atas. Kelompok bulu ini cenderung tumpang tindih dengan bulu
sayap tersier.
e. Alular
Bulu alular tumbuh hanya pada jari ke-2, berbentuk seperti remiges dan berjumlah tiga helai
bulu. Bulu alular disebut juga dengan istilah alula.
f. Penutup sayap
Merupakan bulu-bulu yang terletak pada permukaan atas dan bawah sayap. Kelompok bulu
ini terdiri atas semua bulu yang terdapat pada sayap kecuali bulu sayap (remiges) dan alular.
6. EKOR
49
Ekor burung pada dasarnya merupakan suatu bangunan yang terdiri atas tulang vertebrae
caudal yang berfusi (disebut: pigostil) dan otot. Namun dalam ornitologi, istilah ekor berarti
bulu-bulu yang tumbuh dari bangunan tersebut. Bulu ekor terdiri atas dua jenis yaitu rectrices
(tunggal, rectrix) dan bulu penutup ekor.
Rectrices merupakan bulu terbang yang terdapat pada ekor dan berhubungan dengan bulu
remiges pada sayap. Ujung distal bulu ini membentuk tepi posterior ekor. Bulu rektrises
tersebut selalu berpasangan sehingga jumlah rektrises antara sisi kiri dan kanan ekor jumlahnya
sama. Fungsi utama bulu ekor adalah sebagai kemudi dan mengerem selama burung terbang.
Bulu penutup ekor dalam penampakannya sama dengan bulu penutup sayap. Bulu
penutup ekor terletak pada permukaan atas dan bawah ekor. Bulu penutup ekor yang terletak
pada permukaan bawah ekor dikenal sebagai crissum. Bulu tersebut terpisah dari bulu di
abdomen oleh sebuah garis transversal yang melewati anus. Bulu penutup ekor yang terletak
pada permukaan atas sulit dibedakan dari bulu yang terletak pada daerah pinggul burung.
Namun ada suatu teknik untuk membedakannya yaitu dengan membuat garis transversal sejajar
dengan garis transversal yang melewati anus.
Gambar 4.5 Kerangka sayap burung. a. humerus, b. radius, c. ulna, d. radiale, e.ulnare,
f. carpal, g. carpo-metacarpus, h. metacarpal ke III, i. metacarpal ke IV, j.
metacarpal ke II, k. pollex, l. jari ke II, m. jari ke IV, n. brachium, o. antebrachium,
p. tangan (Pettingil, 1967: 8)
50
Gambar 4.6 Permukaan dorsal sayap burung. A. Bentangan sayap kiri ayam leghorn, B.
Perlekatan bulu primer dan sekunder pada tulang dari sayap kiri ayam leghorn
(Gill, 1988: 60)
51
7. KAKI
Kaki burung kurang terspesialisasi dibandingkan sayap. Kaki burung memperlihatkan
variasi yang besar dalam strukturnya sesuai dengan kebiasaan hidup burung.
Tulang penyusun kaki burung pada dasarnya sama seperti tulang penyusun kaki manusia
yaitu terdiri atas femur (tulang paha), patella (tulang lutut), tibia dan fibula (tulang kering),
tarsal (tulang pergelangan kaki), metatarrsal (tulang telapak kaki) dan phalange (tulang jari).
a. Femur
Femur (tulang paha) berbentuk silidris. Ujung distal femur bersatu dengan tulang lutut dan
membentuk persendian dengan tulang tibia dan fibula melalui dua buah condilus.
b. Patella
Merupakan tulang lutut, berukuran kecil dan terletak pada permukaan atas dari persendian
lutut.
c. Tibia dan fibula
Kedua tulang tersebut tersusun pararel satu dengan lainnya. Ujung proksimal tulang tibia
mengadakan persendian dengan femur melalui condilus yang terletak di sebelah dalam,
sedangkan fibula melalui condilus yang terletak di sebelah luar. Ujung distal tibia
membentuk tumit. Pada burung tumit kakinya tergolong tipe digitigrade yaitu pada saat
berjalan tumit tidak menempel tanah tetapi terangkat. Beda dengan manusia yang bertipe
plantigrade yaitu pada saat berjalan tumit menempel tanah.
Tulang fibula kurang berkembang dibandingkan tibia dan memiliki panjang hanya dua
pertiga panjang tibia. Ujung distal fibula berfusi dengan tibia. Pada burung tibia dan fibula
secara umum dijelaskan sebagai satu tulang.
d. Tarsal
Tarsal atau tulang pergelangan kaki pada merpati bukan sebagai tulang yang terpisah satu
dengan yang lain. Diantara tulang tersebut mengadakan fusi dengan ujung distal tibia. Oleh
karena fusi tersebut maka tibia dan fibula dikenal sebagai tibio-tarsus. Tulang tarsal lainnya
juga mengadakan fusi dengan tulang telapak kaki.
e. Metatarsal
Metatarsal adalah tulang telapak kaki dan pada dasarnya terdiri atas lima tulang. Metatarsal
ke II, III, dan IV berfusi membentuk sebuah tulang. Ujung proksimal gabungan tulang
tersebut berfusi dengan tarsal. Akibat fusi tulang tersebut, sehingga dikenal dengan sebutan
52
tarso-metatarsus, dan lebih umum disebut dengan metatarsus. Ujung proksimal metatarsus
membentuk persendian dengan tibia. Adapun dari ketiga metatarsal yang membentuk
gabungan ujung distal dari setiap tulang tetap dapat dibedakan sebagai tiga tempat
persendian untuk ketiga jari yang mengarah ke
anterior. Metatarsal ke I mengalami
rudimenter dan dikenal sebagai metatarsal tambahan (accessory metatarsal). Tulang ini
dihubungkan ke ujung distal metatarsus dengan menggunakan ligamen. Metatarsal ke V
tidak dijumpai lagi pada burung fase deawasa.
f. Jari
Burung memiliki empat jari, tiga jari mengarah ke anterior dan satu jari mengarah ke
posterior. Namun pada spesies burung tertentu, misalnya burung pelatuk, memiliki susunan
jari kaki yang berbeda yaitu dua jari mengarah ke anterior dan dua jari lainnya mengarah ke
arah posterior. Selain itu pada spesies burung tertentu jarinya mengalami perubahan atau
reduksi. Misalnya pada burung raja udang memiliki tiga jari dan burung unta hanya
memiliki dua jari. Setiap jari tersusun atas suatu seri tulang. Ujung proksimal jari
bersebelahan dengan metatarsus, dan setiap ujung distal jari berakhir dengan cakar yang
melengkung dan kuat.
Pada burung dengan empat jari tersebut, jari yang mengarah ke arah posterior dikenal
sebagai jari nomor satu (hallux). Jari tersebut tersusun atas dua ruas jari, mengadakan
persendian dengan metatarsal tambahan. Hallux ini homolog dengan ibu jari pada manusia.
Adapun tiga jari lainnya yang mengarah ke arah anterior mengadakan persendian dengan
ketiga ujung distal metatarsus. Jari yang terletak mendekati sumbu tubuh (paling dalam)
tersusun atas tiga tulang jari, sedangkan jari tengah tersusun atas empat ruas jari dan jari
yang terletak menjauhi sumbu tubuh (paling luar) terdiri atas lima tulang. Jari-jari tersebut
secara berurutan dari dalam ke luar dikenal sebagai jari ke II, III, dan ke IV. Ketiga jari
tersebut homolog dengan jari ke II, III, dan ke IV pada manusia. Jari ke V tidak dimiliki
oleh burung.
Jari dan metatarsus burung dibungkus oleh sisik yang merupakan modifikasi dari stratum
korneum kulit. Letak sisik tersebut bervariasi, ada yang letaknya tepat pada daerah
metatarsus dan jari kaki, ada yang letaknya sampai ke daerah tibio-tarsus, namun pada
spesies burung tertentu metatarsus dan jari dibungkus oleh sisik dan bulu sehingga sisik
tidak terlihat.
53
Gambar 4.7 Kerangka kaki burung. a. femur, b. patella, c. fibula, d. tibia, e. tibio-tarsus,
f. tarso-metatarsus, g. jari kaki ke I (hallux), h. jari kaki ke II, i. jari kaki ke III, j.
jari kaki ke IV, k. cakar. (Rogers, 1986: 109)
B. KARAKTER KAKI DAN PARUH BURUNG
1. KARAKTER KAKI ATAU CAKAR BURUNG
Berdasarkan adaptasinya terhadap habitat menyebabkan adanya keanekaragaman pada
tipe kaki burung. Tipe-tipe kaki burung tersebut adalah sebagai berikut.
a. Tipe Pelari
Pada burung dengan kaki tipe pelari memiliki kaki yang sangat kuat dan jumlah jarinya
mereduksi. Perubahan kaki
yang dialami burung dengan kaki tipe pelari adalah
berkurangnya panjang kaki dan jumlah jari. Jari yang mengarah ke arah posterior
mengalami reduksi, menghilang atau keadaannya sedikit terangkat. Burung Kasuari, Emu,
Rhea memiliki jari kaki berukuran pendek dan berjumlah tiga buah yang kesemuanya
mengarah ke anterior. Pada burung unta memiliki kaki yang berukuran panjang dan hanya
dengan dua jari kaki yaitu jari kaki ke III (jari tengah) dan jari ke IV (jari terluar). Jari ke IV
tersebut berukuran lebih kecil dibandingkan jari ke III dan tidak memiliki cakar.
54
b. Tipe Bertengger
Kaki dengan tipe bertengger dijumpai pada umumnya burung (kelompok Passeriformes),
misalnya burung gereja, robin, dan lain-lain. Kaki burung tipe ini memiliki 4 jari kaki yang
dapat digerakkan yaitu terdiri atas 3 jari mengarah ke anterior dan sebuah jari mengarah ke
arah posterior. Jari yang mengarah ke arah anterior berbentuk langsing, sedangkan jari yang
mengarah ke posterior (hallux) berukuran panjang dan kuat. Ciri lainnya adalah memiliki
tulang pergelangan kaki yang sangat kuat dan panjang, cakar berbentuk oval dan
melengkung. Oleh karena kondisi jari tersebut, maka burung dapat dengan mudah
mengikatkan kakinya ke cabang pohon.
c. Tipe Pemanjat
Kaki tipe pemanjat ini dimiliki oleh burung nuri, pelatuk, dan hoopoe. Jari ke II dan III
mengarah ke anterior, sedangkan jari ke I dan IV mengarah ke posterior. Kaki tipe ini
digunakan untuk memegang dan khususnya diadaptasikan untuk memanjat permukaan
vertikal pada pohon dan dinding.
d. Tipe Pelekat
Contoh burung yang memiliki kaki tipe ini adalah burung Kolibri dan burung layang-layang.
Ciri kaki tipe ini yaitu keempat jari mengarah ke anterior, cakarnya panjang, tajam dan
melengkung. Kaki tersebut dimodifikasi untuk melekat pada dahan pohon atau permukaan
vertikal lainnya saat burung makan.
e. Tipe Pencakar
Burung yang memiliki tipe ini adalah ayam. Ciri kaki tipe ini adalah memiliki 4 buah jari
kaki yaitu tiga jari mengarah ke anterior dan satu jari (jari ke I) mengarah ke posterior.
Selain itu kaki tersebut kuat dan memiliki cakar yang kuat. Fungsi kaki ini untuk lari dan
menggaruk-nggaruk tanah. Pada burung jantan memiliki taji untuk berkelahi atau
“memegang” burung betina.
f. Tipe Pencengkeram
Burung yang memiliki kaki tipe ini adalah kelompok burung predator atau karnivora seperti
burung hantu, elang, rajawali, vulture, dan lain-lain. Ciri burung tersebut memiliki empat
jari kaki dan semuanya berkembang dengan baik. Cakar yang terdapat di setiap jari
berukuran besar, kuat, tajam dan melengkung. Pada burung osprey kulit kakinya memiliki
duri yang tajam. Permukaan kaki yang kasar tersebut terutama untuk mencengkeram
55
organisme lain yang bersifat licin. Jadi fungsi kaki tersebut untuk menyambar dan
memegang mangsa.
g. Tipe Perenang
Pada dasarnya burung-burung dengan kaki tipe perenang dibedakan atas dua kelompok yaitu
kelompok perenang dan penyelam, serta perenang dan pendayung.
1). Tipe Perenang dan Penyelam
Burung yang memiliki kaki tipe ini adalah coot dan grebes. Ciri kakinya yaitu memiliki
selaput kaki menggelembung dan jari bergerak bebas. Setiap jari memiliki bentukan seperti
dayung yang terbuat dari kulit jari kaki yang meluas. Cakarnya rata dan pada beberapa
spesies burung sedikit melengkung.
2). Tipe Perenang dan Pendayung
Burung yang memiliki kaki tipe ini adalah burung pelikan, cormorant, teal dan itik. Pada
kaki tipe tersebut memiliki selaput yang teradaptasikan untuk berenang dan mendayung.
Burung cormoran dan pelikan keempat jari kakinya dihubungkan dengan selaput renang dan
panjang selaput tersebut sepanjang jari kakinya. Pada itik dan teal juga memiliki empat jari
kaki. Jari no.I berukuran kecil, sedangkan ketiga jari lainnya yang mengarah ke anterior
dihubungkan melalui selaput renang yang panjangnya sesuai dengan panjang jari tersebut.
h. Tipe Penjelajah
Kaki tipe ini dijumpai pada burung heron, jacana dan snipe. Ciri kaki tipe ini adalah
memiliki kaki dan jari kaki yang panjang dan langsing. Selaput renang tidak berkembang.
Kaki ini digunakan untuk berjalan di atas daun pada tanaman air.
Adapun gambar contoh dari setiap kaki burung tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.8.
2. KARAKTER PARUH BURUNG
Berdasarkan adaptasinya terhadap jenis makanan menyebabkan adanya keanekaragaman
pada tipe paruh burung. Berbagai tipe paruh burung tersebut adalah sebagai berikut.
a. Tipe Pemakan Biji
Ciri tipe paruh tersebut adalah pendek, kuat, berbentuk konical, pada bagian basal paruh
melebar dan meruncing pada ujung distalnya. Paruh tipe ini dimiliki oleh burung yang
makanannya biji-biji kecil, seperti burung gereja, gelatik, dan lain-lain.
56
b. Tipe Pemotong
Ciri paruh tipe ini adalah berbentuk langsing, kuat, berukuran panjang, tepi paruh menanduk
dan tajam. Adanya kondisi paruh tersebut, paruh dapat digunakan untuk tujuan yang
bervariasi. Contoh burung yang memiliki tipe ini adalah burung gagak (Corvus).
c. Tipe Pemakan Buah
Ciri paruh adalah
langsing, sangat kuat, dan berbentuk kait. Mandibula atas dapat
digerakkan dan pada burung nuri bergerak dengan bebas. Paruh tipe ini sangat teradaptasi
untuk membuka buah, kacang dan biji yang keras. Contoh burung yang memiliki tipe paruh
ini adalah burung nuri, kakaktua.
d. Tipe Pembuka dan Penusuk
Ciri paruh tersebut adalah berukuran pendek, sedikit berbentuk kait dan memiliki tepi yang
tajam. Paruh ini diadaptasikan untuk membuka dan menusuk daging menjadi lembaranlembaran daging. Gerakan paruh ini diakibatkan otot mandibula yang berkembang dengan
baik. Tipe paruh ini umum ditemukan pada burung kelompok karnivora, seperti elang,
rajawali, vulture, dan burung hantu.
e. Tipe Pemakan Serangga
Paruh tipe tersebut dimiliki oleh burung layang-layang, night jar, hoopoe dan lain-lain. Pada
burung hoopoe paruhnya berbentuk langsing, sedikit melengkung dan berukuran panjang.
Paruh tersebut diadaptasikan dengan kebiasaannya yaitu menggali tanah untuk mencari larva
serangga atau pupa serangga.
f. Tipe Penangkap Ikan
Paruh bertipe penangkap ikan memiliki ciri yaitu panjang, sempit dan tajam. Pada burung
cormorant, ujung paruh sedikit melengkung dan memiliki bentukan seperti gigi pada tepi
paruh yang teradaptasi untuk menangkap ikan. Pada burung raja udang paruh sangat kuat,
berukuran panjang dan memiliki ujung yang tajam untuk menangkap ikan, katak, mollusca
dan hewan air lainnya.
g. Tipe Pemahat kayu
Ciri paruh tipe ini adalah berukuran panjang, lurus, kuat dan berbentuk seperti pahat.
Persendian antara paruh dan tengkorak sangat kuat. Tulang tengkorak tebal dan berfungsi
penahan goncangan. Paruh tipe ini digunakan untuk memahat dan mengebor batang kayu
untuk menangkap serangga, larva serangga atau untuk membangun sarang. Tipe paruh ini
dijumpai pada burung pelatuk.
57
h. Tipe Penggali Lumpur
Paruh bertipe penggali lumpur memiliki bentuk langsing, sedikit melengkung dan berukuran
panjang. Paruh ini digunakan sebagai penggali lumpur dengan cara menusuk-nusuk lumpur
dalam rangka mencari makanan yang umumnya berupa cacing air dan larva. Burung yang
memiliki tipe paruh ini adalah jacana, sand-piper, dan lain-lain.
i. Tipe Penusuk Bunga
Ciri paruh ini adalah panjang, sempit dan runcing. Paruh ini digunakan untuk menusuk
bunga dalam rangka untuk menghisap madu. Paruh tipe ini dimiliki oleh burung penghisap
madu.
j. Tipe Berkantung
Paruh tipe ini ditemukan pada burung pelican. Paruh memiliki kantung gular yang besar.
Kantung tersebut pada dasarnya merupakan perluasan kulit yang menempel pada mandibula
bawah.
k. Tipe Spatula
Paruh tipe spatula merupakan cirikhas dari burung berparuh sendok. Ciri paruh ini adalah
datar seluruhnya, tetapi pada ujung distal meluas membentuk bentukan seperti sendok.
Paruh ini digunakan
untuk mencari makanannya yang berupa ikan, cacing, serangga,
berudu, dan hewan air yang berukuran kecil lainnya. Cara mencari makanan tersebut yaitu
dengan menyebur-nyeburkannya ke dalam lumpur dan air.
l. Tipe Penyaring Air dan Lumpur
Ciri paruh ini adalah datar dan luas. Tepi dari paruh memiliki lamela transversal atau gerigi
yang menanduk yang berakibat membuat efisien dalam penyaringan. Oleh karena
dimilikinya lamela transversal pada tepi paruh, maka air dan lumpur tetap di luar dan yang
masuk ke mulut hanyalah makanan. Paruh tipe ini umumnya ditemukan pada itik, angsa, dan
flamingo.
Adapun tipe-tipe paruh burung dapat dilihat pada gambar 4.9.
58
Gambar 4.8 Tipe Kaki Burung. A. Tipe pelari; B. Tipe petengger; C. Tipe pemanjat; D.
Tipe pelekat; E. Tipe pencakar; F. Tipe pencengkeram; G. Tipe perenang dan
penyelam; H. Tipe perenang dan pendayung; I. Tipe penjelajah
(Verma, 1979: 329-333).
59
Gambar 4.9 Tipe Paruh Burung. A. Tipe pemakan biji; B. Tipe pemotong; C. Tipe
pemakan buah; D. Tipe pembuka dan penusuk; E. Tipe pemakan serangga; F. Tipe
penangkap ikan; G. Tipe pemahat kayu; H. Tipe penggali lumpur; I. Tipe penusuk
bunga; J. Tipe berkantung; K. Tipe spatula; L. Tipe penyaring air dan lumpur
(Verma, 1979: 324-328).
60
RINGKASAN
Secara garis besar topografi tubuh burung dibedakan atas tujuh bagian tubuh yang terdiri
atas: kepala, leher, badan, paruh, sayap, ekor, dan kaki.
Bagian dorsal kepala berbentuk kurva dan dibedakan atas bagian anterior dan posterior.
Bagian anterior tersebut adalah “dahi” (forehead) dan kepala bagian atas sampai posterior
dikenal sebagai puncak (crown). Daerah yang terletak di posterior dari puncak (crown) yang
melekuk disebut sebagai kepala bagian belakang. Lateral kepala burung sedikit rata dan
dibedakan atas daerah mata dan telinga. Daerah mata meliputi mata, kelopak mata dan
lingkaran mata. Mata dibedakan menjadi pupil yang berwarna gelap dan iris mata yang
berwarna karena adanya pigmen. Kelopak mata merupakan lipatan kulit, berjumlah dua buah
yaitu kelopak mata bagian atas dan bawah. Burung memiliki membran niktitans yang
kadangkala disebut sebagai kelopak mata ke tiga. Burung juga melakukan gerak berkedip
secara periodik seperti pada mammal. Pada sebagian besar spesies burung, organ yang
berperanan saat berkedip adalah membran niktitans. Daerah telinga adalah daerah di sekitar
lubang telinga. Burung tidak memiliki daun telinga dan lubang telinga tersebut tertutup oleh
sekelompok bulu yang disebut auricular. Daerah ventral kepala berbentuk datar dan terbagi
atas bagian anterior yaitu dagu (chin) dan gular.
Paruh burung tersusun atas mandibula atas dan mandibula bawah, dan sesuai dengan
namanya letak mandibula tersebut adalah di atas dan di bawah mulut. Setiap mandibula
merupakan modifikasi tulang tengkorak yang dilapisi dengan selubung yang terbuat dari zat
tanduk (modifikasi dari stratum korneum). Struktur paruh adalah kaku dan agak keras.
Leher burung terletak diantara tepi posterior puncak (crown) dan badan. Pada leher
tersebut dibedakan atas tiga daerah yaitu tengkuk (nape), kerongkongan (jugulum), dan tepi
leher.
Badan burung dibedakan atas dua daerah yaitu permukaan atas dan permukaan bawah.
Bagian atas badan dibedakan atas dua bagian yaitu daerah punggung (back) dan “pinggul”
(rump). Adapun permukaan bawah badan burung dibedakan menjadi empat daerah yaitu dada,
perut (abdomen), pinggang, dan pinggul.
Sayap merupakan ekstremitas anterior. Sayap burung homolog dengan ekstremitas depan
pada manusia dan vertebrata lain. Sayap diadaptasikan untuk terbang, memiliki bentuk tertentu
dan tersusun oleh bulu dengan penampakan tertentu. Bulu-bulu tersebut dibedakan atas dua
kelompok utama yaitu bulu terbang atau remiges (tunggal, remex) dan bulu penutup. Bulu
terbang bentuknya panjang dan kaku, sedangkan bulu penutup berukuran lebih kecil dan
61
terletak di dasar remiges serta berfungsi sebagai penutup sayap. Kelompok bulu lain yang
menyusun sayap adalah bulu daerah alular, scapular, dan axilar.
Pada dasarnya tulang-tulang penyusun kerangka sayap sama dengan tulang penyusun
lengan atas manusia yaitu terdiri atas humerus; radius dan ulna; carpal; metacarpal; dan
phalange (tulang jari). Namun pada burung tulang-tulang tersebut diadaptasikan untuk terbang,
sehingga beberapa tulang hilang atau berfusi dengan tulang lainnya.
Ekor burung pada dasarnya merupakan suatu bangunan yang terdiri atas tulang vertebrae
caudal yang berfusi (disebut: pigostil) dan otot. Namun dalam ornitologi, istilah ekor berarti
bulu-bulu yang tumbuh dari bangunan tersebut. Bulu ekor terdiri atas dua jenis yaitu rectrices
(tunggal, rectrix) dan bulu penutup ekor. Fungsi utama bulu ekor adalah sebagai kemudi dan
mengerem selama burung terbang. Bulu penutup ekor yang terletak pada permukaan atas sulit
dibedakan dari bulu yang terletak pada daerah pinggul burung. Namun ada suatu teknik untuk
membedakannya yaitu dengan membuat garis transversal sejajar dengan garis transversal yang
melewati anus.
Kaki burung kurang terspesialisasi dibandingkan sayap. Tulang penyusun kaki burung
pada dasarnya sama seperti tulang penyusun kaki manusia yaitu terdiri atas femur (tulang paha),
patella (tulang lutut), tibia dan fibula (tulang kering), tarsal (tulang pergelangan kaki),
metatarrsal (tulang telapak kaki) dan phalange (tulang jari). Kaki burung memperlihatkan
variasi yang besar dalam strukturnya sesuai dengan kebiasaan hidup burung.
Berdasarkan adaptasinya terhadap habitat menyebabkan adanya keanekaragaman pada
tipe kaki burung. Berbagai tipe kaki burung tersebut meliputi: tipe pelari, tipe petengger, tipe
pemanjat, tipe pelekat, tipe pencakar, tipe pencengkeram, tipe perenang dan penyelam, tipe
perenang dan pendayung, dan tipe penjelajah.
Berdasarkan adaptasinya terhadap jenis makanan menyebabkan adanya keanekaragaman
pada tipe paruh burung. Berbagai tipe paruh burung tersebut meliputi: tipe pemakan biji, tipe
pemotong, tipe pemakan buah, tipe pembuka dan penusuk, tipe pemakan serangga, tipe
penangkap ikan, tipe pemahat kayu, tipe penggali lumpur, tipe penusuk bunga, tipe berkantung,
tipe spatula, tipe penyaring air dan lumpur .
62
BAB V
TERBANG
KOMPETENSI
Mahasiswa dapat menjelaskan mekanisme terbang burung
ELEMEN KOMPETENSI
1. Mahasiswa dapat menjelaskan peranan kerangka burung dalam aktifitas terbang
2. Mahasiswa dapat menyebutkan otot-otot burung yang berperanan dalam aktifitas terbang
3. Mahasiswa dapat menjelaskan metabolisme terbang burung
4. Mahasiswa dapat menjelaskan proses naik dan turunnya sayap
5. Mahasiswa dapat membedakan sayap berdasarkan bentuk dan ukuran
Terbang merupakan adaptasi pokok burung. Untuk lebih memahami tentang terbang
yang dilakukan burung maka perlu mengetahui terlebih dahulu anatomi burung khususnya
tentang tulang dan otot terbang.
A. KERANGKA BURUNG
Kerangka burung merupakan kerangka yang khas untuk adaptasi terbang (Gambar 5.1).
Adanya aktifitas tersebut maka kerangka harus kuat untuk menahan otot-otot terbang tetapi
juga harus ringan. Tulang yang kuat diperoleh dengan adanya fusi dari tulang-tulang yang
berdekatan. Sedangkan ringannya tulang dihasilkan dari adanya rongga udara pada beberapa
tulang. Tulang panjang yang berlubang dari sayap teristimewa bersifat kuat dan pada beberapa
kasus kekuatan tulang diperoleh lebih lanjut dari struktur internal tulang (Gambar 5.2).
Tulang torak burung lebih kaku dan lebih kuat dibandingkan hewan reptil. Osifikasi
sempurna dari tulang rusuk memberikan kekuatan hubungan antara tulang belakang dengan
tulang dada. Adanya tulang horizontal yang merupakan perluasan ke arah posterior dari tulang
rusuk vertikal (disebut “prosesus ucinatus”) menuju ke tulang rusuk yang berdekatan akan
memperkuat tulang rusuk. Selain itu dengan terbatasnya persendian tulang-tulang tersebut
membantu menstabilkan pergerakan vertebrae torakalis.
Tulang-tulang pectoral girdle meliputi tulang dada (sternum), coracoid, dan scapula.
Tulang dada merupakan gambaran yang dominan dari kerangka burung, dan biasanya memiliki
lunas atau karina
sterni yang besar, dimana merupakan tempat melekatnya otot terbang.
63
Kemampuan terbang burung berhubungan dengan ukuran lunas tersebut, tetapi untuk burungburung yang tidak terbang tidak memiliki karina sterni. Tulang furkula dan coracoid untuk
menahan tekanan yang diakibatkan oleh gerakan sayap selama terbang.
Sayap burung merupakan modifikasi dari alat gerak depan. Tulang humerus, ulna, dan
radius homolog dengan tulang-tulang alat gerak tetrapoda. Adanya persendian yang
menghubungkan tulang-tulang penyusun alat gerak tersebut membantu sayap melipat dengan
rapi. Selain itu juga membantu sayap mengubah posisi dan sudut saat akan terbang, selama
terbang, dan saat mendarat. Gabungan tulang-tulang tangan dan jari membantu kekuatan dan
kekakuan tulang sayap terluar.
Gambar 5.1 Kerangka burung.
(Gill, 1988: 85)
64
Gambar 5.2 Adaptasi tulang burung untuk terbang. Tubuh burung memiliki densitas
yang rendah karena tulang berlubang. Kekuatan tulang disebabkan adanya
struktur internal tulang.
(Harris, 1992: 846)
B. OTOT TERBANG
Terdapat dua otot terbang yang besar yaitu otot pektoral dan suprakorakoid yang
terdapat pada pectoral girdle dan diselipkan pada bagian dasar tulang humerus (Gambar 5..3).
Otot pektoral merupakan otot terbesar dan pada spesies burung yang terbang beratnya
mencapai 15% dari berat total tubuh. Kontraksi dari otot ini akan mengakibatkan sayap
bergerak menurun. Otot pektoralis melekat pada tulang furkula dan selaput yang kuat antara
tulang furkula dan korakoid. Selain itu otot tersebut melekat pada bagian tepi tulang dada,
termasuk bagian terluar karina sterni. Pada burung yang memiliki kebiasaan memanjat seperti
burung pelatuk memiliki karina sterni yang dangkal, maka otot pektoral tersebar dengan tipis
di atas tulang rusuk untuk tempat melekatnya.
Otot suprakorakoid bekerja bersama-sama dengan otot elevator dorsal untuk
mengangkat sayap. Otot suprakorakoid terletak pada sternum. Otot suprakorakoid lebih kecil
ukurannya dibandingkan otot pektoralis. Namun pada burung-burung tertentu relatif lebih besar
terhadap tubuhnya, contohnya pada burung kolibri otot suprakorakoid lima kali relatif lebih
besar terhadap tubuhnya. Ukuran otot tersebut sekitar setengah dari ukuran otot pektoralis dan
beratnya mencapai 11,5% dari berat total tubuh. Kondisi bahwa otot suprakorakoid berukuran
besar juga dijumpai pada burung pinguin.
65
Gambar 5.3 Otot terbang burung terdiri atas otot pektoralis berfungsi untuk
menurunnya sayap dan otot suprakorakoid berfungsi untuk mengangkat sayap.
(Gill, 1988: 87)
C. METABOLISME OTOT-OTOT TERBANG
Energi terbang yang dimiliki burung berasal dari aktivitas metabolisme seluler dari
serabut-serabut otot terbang. Berbagai jenis serabut otot menggunakan proses metabolisme
tertentu sesuai dengan cara terbang burung. Ada perbedaan proses metabolisme antara serabutserabut otot merah dan putih.
Energi kontraktil yang terus menerus dari serabut-serabut otot merah dihasilkan dari
metabolisme oksidatif lemak dan gula (George dan Berger, 1966; Talesar dan Goldspink, 1978
dalam Gill, 1988). Otot-otot tersebut mengandung banyak mioglobin, mitokondria, lemak, dan
enzim yang mengkatalisis rangkaian metabolisme yang dikenal sebagai siklus Krebs. Energi
untuk terbang yang terus menerus berasal dari tingginya kosentrasi serabut-serabut otot merah
yang terkandung dalam otot terbang. Metabolisme aerobik tertinggi untuk kelompok vertebrata
terjadi pada otot pektoral dari burung-burung kelompok paserine. Sebagian kecil burung
memiliki otot yang seluruhnya tersusun oleh serabut otot merah. Tampaknya, campuran dari
serabut-serabut otot yang berbeda yaitu campuran antara serabut otot merah dan putih
mengakibatkan burung tahan dalam terbang, dan keadaan tersebut dimiliki oleh sebagian besar
burung. Pada burung merpati otot dada tersusun oleh sebagian besar serabut otot merah,
66
sebaliknya otot dada ayam memiliki sedikit serabut-serabut otot merah. Namun pada kasus
yang ekstrim dijumpai pada burung sparrow yang memiliki serabut-serabut merah hanya di otot
pektoral, dan burung kolibri serabut merah hanya terdapat pada otot pektoral dan otot
suprakorakoid.
Energi yang dihasilkan oleh serabut-serabut otot putih berasal dari metabolisme anaerobik. Hal tersebut dikarenakan pada serabut tersebut mengandung sedikit mioglobin,
mitokondria, dan perbedaan jenis enzim yang ada dibandingkan serabut-serabut otot merah.
Serabut-serabut otot putih mampu digunakan untuk terbang sedikit lebih cepat dan kontraksi
yang cepat, tetapi otot ini lebih cepat lelah karena akumulasi asam laktat sebagai hasil
metabolisme an-aerobik. Otot dada dari ayam dan burung “grouse” utamanya tersusun oleh
serabut-serabut otot putih yang menyebabkan burung mampu “take off” dengan kekuatan yang
luar biasa. Energi yang dihasilkan oleh serabut otot putih digunakan untuk bergerak lebih cepat
dan gerakan-gerakan yang bersifat mengelak dalam terbang, tetapi burung cepat lelah dan tidak
dapat terbang dalam waktu lama dan jarak yang jauh.
D. ENERGI TERBANG
Burung untuk dapat tetap bertahan terbang di atas harus mampu mengatasi daya tarik
gravitasi bumi, oleh karena itu sayap merupakan organ yang penting dalam hal ini. Adanya
kemampuan sayap tersebut mengikuti fenomena aerodinamik yaitu dengan mempertimbangkan
perbedaaan tekanan yang terjadi pada permukaan sayap. Permukaan sayap burung memiliki
struktur kurva asimetrik dengan ujung yang meruncing.
Orientasi yang benar dari sayap dengan cara mengalirkan udara pada permukaan
sayap. Daya angkat sayap dihasilkan dari perbedaan kecepatan udara yang mengalir pada
permukaan atas dan bawah sayap. Kecepatan aliran udara pada permukaan atas sayap
mengakibatkan tekanan udara lebih rendah dibandingkan permukaan bawah sayap (Gambar 5.4
A).
Orientasi sayap dalam aliran udara mempengaruhi keseimbangan arah dari tekanan
pada permukaan sayap dan juga daya angkat penuh sayap. Jika bagian belakang sayap
dimiringkan ke arah atas, akibatnya udara akan menabrak permukaan atas sayap secara
langsung, tekanan permukaan akan melawan terbang. Namun jika bagian belakang sayap
dimiringkan ke bawah maka akan meningkatkan sudut pembelokan sehingga meningkatkan
daya angkat sayap. Jika sayap dimiringkan ke arah bawah, aliran udara tidak mengikuti
permukaan sayap dan sebagian udara akan ke permukaan atas. Udara selanjutnya berputar
pada tekanan yang rendah pada tepi bagian belakang sayap, dan menyebabkan hilangnya daya
angkat sayap (Gambar 5.4 B).
67
Gambar 5.4 (A) Bentuk sayap burung streamlined menyebabkan lancarnya aliran udara
pada permukaan sayap. Hal ini menghasilkan daya angkat sayap dengan cara
mengurangi tekanan udara pada permukaan atas sayap terhadap permukaan
bawah. (B) Kemiringan sayap merusak daya angkat sayap saat aliran udara
terpisah dari permukaan sayap. Keadaan ini menyebabkan burung kehilangan
daya angkat.
(Gill, 1988: 89)
E. UKURAN DAN BENTUK SAYAP
Kecepatan burung dalam terbang, kegesitan di udara, dan kecepatan penggunaan energi
selama terbang semua itu tergantung pada ukuran dan bentuk sayap. Besarnya energi untuk
terbang dipengaruhi oleh hubungan antara massa total sayap dan massa tubuh yaitu berapa
gram area permukaan sayap yang dibawa burung selama terbang.
Bentuk sayap juga mempengaruhi kemampuan terbang. Sayap yang panjang dan
sempit menghasilkan daya angkat yang lebih besar daripada bentuk sayap yang berukuran lebar
dengan area total yang sama, karena tepi sayap menghasilkan sebagian besar daya angkat
sayap, sedangkan setengah bagian belakang sayap menghasilkan daya angkat yang lebih
rendah. Sayap panjang dan sempit memiliki ujung yang kecil dibandingkan permukaan total
sayap dan hal ini mengurangi penyebab tarikan. Burung yang memiliki bentuk sayap tersebut
contohnya swallow, falcon, dan albatros dapat terbang meluncur lebih baik daripada burung
sparrow yang memiliki sayap pendek dan membulat.
Burung-burung yang bersifat aerial seperti burung swallow, pantai memiliki bentuk
sayap yang khas yaitu panjang dan meruncing, sedangkan spesies burung yang hidup di sekitar
tumbuh-tumbuhan memiliki bentuk sayap pendek dan membulat. Bentuk sayap burung yang
68
memiliki kebiasaan migrasi lebih panjang dan lebih meruncing dibandingkan burung yang tidak
terbang.
Gambar 5.4 Kemampuan terbang burung berkaitan dengan bentuk dan ukuran sayap.
A. Sayap panjang dan sempit. B. Sayap pendek dan membulat. C. Sayap langsing
D. Sayap bercelah.
(Gill, 1988: 96)
69
RINGKASAN
Kerangka burung merupakan kerangka yang khas untuk adaptasi terbang yaitu tulang
harus kuat dan ringan. Tulang yang kuat diperoleh dengan adanya fusi dari tulang-tulang yang
berdekatan. Sedangkan ringannya tulang dihasilkan dari adanya rongga udara pada beberapa
tulang.
Tulang dada merupakan gambaran yang dominan dari kerangka burung, dan biasanya
memiliki lunas atau karina sterni yang besar, dimana merupakan tempat melekatnya otot
terbang. Kemampuan terbang burung berhubungan dengan ukuran lunas tersebut, tetapi untuk
burung-burung yang tidak terbang tidak memiliki karina sterni.
Sayap burung merupakan modifikasi dari alat gerak depan. Tulang humerus, ulna, dan
radius homolog dengan tulang-tulang alat gerak tetrapoda. Adanya persendian yang
menghubungkan tulang-tulang penyusun alat gerak tersebut membantu sayap melipat dengan
rapi dan juga membantu sayap mengubah posisi dan sudut saat akan terbang, selama terbang,
dan saat mendarat.
Terdapat dua otot terbang yang besar yaitu otot pektoral dan suprakorakoid yang
terdapat pada pectoral girdle dan diselipkan pada bagian dasar tulang humerus. Kontraksi otot
pektoral akan mengakibatkan sayap bergerak menurun. Otot suprakorakoid bekerja bersamasama dengan otot elevator dorsal berfungsi untuk mengangkat sayap. Otot suprakorakoid lebih
kecil ukurannya dibandingkan otot pektoralis.
Energi terbang yang dimiliki burung berasal dari aktivitas metabolisme seluler dari
serabut-serabut otot terbang. Ada perbedaan proses metabolisme antara serabut-serabut otot
merah dan putih. Energi kontraktil yang terus menerus dari serabut-serabut otot merah
dihasilkan dari metabolisme oksidatif lemak dan gula. Serabut otot merah mengandung banyak
mioglobin, mitokondria, lemak, dan enzim yang mengkatalisis rangkaian metabolisme yang
dikenal sebagai siklus Krebs. Energi untuk terbang yang terus menerus berasal dari tingginya
kosentrasi serabut-serabut otot merah yang terkandung dalam otot terbang. Energi yang
dihasilkan oleh serabut-serabut otot putih berasal dari metabolisme an-aerobik. Hal tersebut
dikarenakan pada serabut tersebut mengandung sedikit mioglobin, mitokondria, dan perbedaan
jenis enzim yang ada dibandingkan serabut-serabut otot merah. Serabut-serabut otot putih
mampu digunakan untuk terbang sedikit lebih cepat dan kontraksi yang cepat, tetapi otot ini
lebih cepat lelah karena akumulasi asam laktat sebagai hasil metabolisme an-aerobik.
Burung untuk dapat tetap bertahan terbang di atas harus mampu mengatasi daya tarik
gravitasi bumi, oleh karena itu sayap merupakan organ yang penting dalam hal ini. Adanya
kemampuan sayap tersebut mengikuti fenomena aerodinamik. Orientasi yang benar dari sayap
dengan cara mengalirkan udara pada permukaan sayap. Daya angkat sayap dihasilkan dari
70
perbedaan kecepatan udara yang mengalir pada permukaan atas dan bawah sayap. Kecepatan
aliran udara pada permukaan atas sayap mengakibatkan tekanan udara lebih rendah
dibandingkan permukaan bawah sayap. Daya angkat sayap akan hilang jika sayap dimiringkan
ke arah bawah.
Bentuk sayap juga mempengaruhi kemampuan terbang. Sayap yang panjang dan
sempit menghasilkan daya angkat yang lebih besar daripada bentuk sayap yang berukuran
lebar. Burung-burung yang bersifat aerial memiliki bentuk sayap yang khas yaitu panjang dan
meruncing, sedangkan spesies burung yang hidup di sekitar tumbuh-tumbuhan
memiliki
bentuk sayap pendek dan membulat. Bentuk sayap burung yang memiliki kebiasaan migrasi
lebih panjang dan lebih meruncing dibandingkan burung yang tidak terbang.
71
BAB VI
ADAPTASI MENCARI MAKANAN
KOMPETENSI
Mahasiswa dapat menjelaskan mekanisme proses pencernaan pada burung
ELEMEN KOMPETENSI
1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang struktur paruh burung
2. Mahasiswa dapat menjelaskan hubungan antara organ pencernaan burung dengan jenis
makanannya
3. Mahasiswa dapat memberikan contoh perilaku burung mencari makan
Energi yang digunakan burung dalam aktifitasnya cukup besar, sehingga menyebabkan
burung seringkali
makan dalam upaya memenuhi persediaan energi untuk aktifitasnya.
Adaptasi burung dalam mencari makan merupakan hal yang menarik dari evolusi burung.
Adaptasi burung dalam mencari makanan meliputi gerakan burung selama mencari makanan,
struktur paruh, dan sistem pencernaan makanan.
Gerakan burung dalam rangka mencari makanan antara lain bertengger, berjalan,
melompat, terbang, dan menyelam. Contohnya pada itik, loon, dan auk akan menyelam dalam
air untuk menangkap ikan atau hewan invertebrata yang merupakan makanannya; burung
vulture terbang membumbung tinggi untuk mengamati adanya bangkai hewan; burung falcon
terbang menukik ke bawah dengan kecepatan tinggi untuk memburu mangsanya; burung gagak
akan berjalan melintasi ladang untuk mencari mangsan; sementara itu kelompok burung
berkicau melompat dari ranting pohon satu ke ranting yang lain.
Paruh burung merupakan adaptasi kunci dalam mencari makanan. Ukuran, bentuk, dan
kekuatan paruh mempengaruhi jenis makanan burung. Contohnya bentuk paruh itik yang luas
dan pipih tidak sesuai menagkap semut di pohon, tetapi yang cocok adalah bentuk paruh
burung pelatuk yang berbentuk seperti pahat. Variasi panjang dan lengkung paruh burung
pantai menentukan jenis mangsa yang dapat ditangkap. Selain itu adanya sedikit perbedaan
pada ukuran paruh akan mempengaruhi kecepatan makan.
Meskipun kelihatannya paruh burung ditujukan untuk jenis makanan tertentu atau
bagaimana cara burung makan, ternyata paruh merupakan organ yang multifungsi. Sebagian
besar jenis burung memakan makanan yang beranekaragam dan mungkin akan berubah
72
berkaitan dengan perubahan musim. Contohnya paruh yang mengalami adaptasi baik dijumpai
pada burung finch (song sparrow) yaitu pada musim dingin akan digunakan untuk mencari
makanan berupa biji yang keras tetapi pada musim panas digunakan untuk mencari mangsa
berupa serangga yang bertubuh lunak. Paruh yang panjang dari burung pantai dapat digunakan
untuk menangkap mangsa baik yang ada di permukaan air atau yang ada di dalam lumpur
(Gambar 6.1).
Kajian tentang perilaku burung dalam mencari makanan dan pemilihan jenis makanan
yang disukai merupakan hal yang menarik dalam bidang eksplorasi.
Gambar 6.1.Panjang paruh bervariasi sehingga memungkinkan shorebirds untuk
menggali lumpur dan pasir di kedalaman yang berbeda dalam rangka mencari
makanan.
(Gill, 1988: 131)
A. STRUKTUR PARUH
Morfologi umum paruh berkaitan dengan tiga hal meliputi maksila, mandibula, dan
otot rahang. Maksila merupakan paruh bagian atas yang melekat pada tulang tengkorak melalui
tulang pipih dan fleksibel yang disebut engsel nasofaringeal. Mandibula atau rahang bawah
bersendi dengan tulang kuadrat yaitu tulang besar dan komplek yang terletak di bagian ujung
postrior mandibula. Otot rahang yang berukuran besar sehingga memungkinkan burung dapat
menggigit makanannya melekat pada posterior mandibula. Kedua bagian rahang tersebut
73
diselubungi oleh selubung yang bertanduk atau rampotheca dimana mungkin memiliki tepi
yang tajam (seperti pada burung boobies) atau adanya sejumlah bentukan seperti gigi (seperti
pada merganser).
Paruh burung tidak kaku, tetapi burung dapat melenturkan atau membengkokan paruh
bagian atas dan kemampuan tersebut dikenal dengan “cranial kinesis” (Zusi, 1984 dalam Gill,
1988). Bagian paruh bagian atas dari sebagian besar burung yang dapat dilenturkan hanyalah
pada bagian engsel nasofaringeal. Namun pada burung yang lain bagian dorsal dari paruhnya
membengkok (rhynchokinesis) dan tempatnya dapat terletak di dasar paruh, dekat ujung
paruh, atau di kedua sisi paruh. Paruh burung bagian atas yang berbntuk pipih,, berlubang, serta
tulang kerucut akan diperkuat secara internal dengan adanya suatu sistem komplek dari tulang
yang disebut trabekula. Trabekula terletak dekat engsel nasofaringeal dan berperan membantu
mendistribusikan tekanan pada engsel yang disebabkan burung menggigit makanan. Selan itu
lengkungan dari paruh bagian atas juga mengatur untuk tekanan (Gambar 6.2).
Gambar 6.2. Struktur paruh burung finch sehingga memungkinkan burung mampu
memecah biji yang keras
(Gill, 1988: 131)
B. SISTEM PRNCERNAAN MAKANAN BURUNG
Sistem pencernaan makanan burung dikhususkan untuk proses tidak mengunyah
(McLelland dalam Gill, 1988). Bagian utama dari sistem tersebut meliputi: rongga mulut,
esofagus, tembolok, perut yang terdiri atas 2 ruang, hati, pankreas, dan usus yang selanjutnya
dikhususkan untuk menyesuaikan jenis makanan dan kebiasaan makan.
74
Rongga mulut tempat kuncup perasa, reseptor tekanan, dan lidah yang juga khusus.
Kuncup perasa terletak pada palate yang lunak berfungsi membantu memilih makanan. Pada
rongga mulut terdapat 3 set kelenjar ludah dan yang berukuran lebih kecil berfungsi melumasi
makanan sehingga makanan
mudah bergerak menuju esofagus. Lidah berfungsi untuk
mengumpulkan dan menelan makanan. Pada sebagian besar burung pada bagian belakang
lidah terdapat papila yang membantu menelan makanan. Bagian yang sensitif dari lidah burung
khususnya di ujung lidah karena terdapatnya korpuskula sensori taktil. Korpuskula tersebut
berkembang baik pada burung yang lidahnya berujung seperti sendok yaitu pada burung
berkicau pemakan biji berukuran kecil dan pada burung yang lidahnya berbentuk seperti alat
pemukul contohnya pada burung kakak tua. Struktur lidah burung biasanya bukan tersusun oleh
otot sehingga yang menggerakkan adalah aparatus hioid. Pada burung kolibri dan pelatuk
memiliki hioid panjang yang melingkar dan terletak pada tengkorak bagian atas. Adanya hioid
tersebut menyebabkan burung kolibri dapat mengambil nektar dari bunga berbentuk lengkung
dan panjang dan pada burung pelatuk dapat menangkap insekta yang terletak di dalam batang
pohon. Selain itu lidah pada burung pelatuk juga dilengkapi dengan duri. Kesamaan struktur
lidah juga dapat dijumpai pada lidah burung pinguin dan burung pemakan ikan lainnya yang
memiliki tonjolan seperti mata kail di lidah bagian belakang untuk mencegah supaya ikan tidak
lepas. Sedangkan pada lidah dari burung penyaring air memiliki cirikhas yaitu adanya lekukan
di daerah pinggir dan perifer berguna membantu menyaring partikel-partikel makanan
berukuran kecil yang berasal dari lumpur. Itik akan mengalirkan lumpur dan air ke dalam
mulutnya kemudian mengeluarkannya kembali melalui sistem penyaringan air yang ada di
mulutnya (Gambar 6.3).
Burung tidak memiliki gigi sehingga makanan akan ditelan dalam kondisi utuh tanpa
dipotong-potong dalam mulut terlebih dahulu, kecuali burung pemakan tanaman yang berasal
dari daerah Amerika Selatan. Burung tersebut akan mengunyah makanannya dengan
menggunakan bentukan seperti gigi yang terletak pada tepi paruhnya. Selain itu juga pada
burung pemakan buah seperti Eurasian Bullfinch yang melumatkan buah berri terlebih dahulu
sebelum ditelan, sedangkan jenis burung pemakan buah lainnya akan menelan utuh buah yang
merupakan makanannya. Hilangnya gigi pada burung tampaknya berkaitan dengan adaptasi
pengurangan berat tubuh untuk terbang karena gigi memerlukan tulang rahang yang padat
untuk menyokongnya.
75
Gambar 6.3. Berbagai bentuk lidah burung. A. Bentuk umum lidah burung kelompok
paseerin, B. Lidah bentuk tubuler dari burung pemakan madu, C. Lidah burung
woodpecker, D. Lidah bentuk pendek dan luas dari burung pemakan buah, E.
Lidah burung pemakan ikan, F. Lidah burung yang memiliki kebiasaan
menyaring makanannya.
(Gill, 1988: 137)
Tujuan utama adanya kelenjar ludah adalah untuk melumasi makanan saat akan ditelan,
tetapi pada beberapa jenis burung kelenjar ludah berfungsi untuk tujuan lain. Contohnya sekresi
kelenjar ludah dari burung pelatuk bersifat pelekat yang berguna membantu burung untuk
76
menangkap serangga dari lubang batang pohon serta semut dari sarangnya. Burung layanglayang memanfaatkan cairan ludah untuk merekatkan menjadi satu dan menempelkan
sarangnya ke dinding gua.
Pada sebagian besar burung makanan akan bergerak dari mulut atau farink menuju ke
lambung melalui esofagus terlebih dahulu. Dinding esofagus berstruktur otot dan pada
permukaan sebelah dalam dilapisi sel-sel kelenjar mukosa. Pada burung yang menelan
makanannya dalam ukuran besar seperti burung pemakan ikan maka esofagusnya
menggembung cukup besar. Pada merpati esofagusnya menghasilkan cairan nutrisi untuk
anaknya yang disebut “pigeon milk”. Esofagus burung merpati, unta, bustards, Sage Grouse,
dan burung Greater Painted-Snipe betina dapat dibusungkan untuk dipertotonkan dan untuk
menghasilkan suara bergema.
Makanan dari esofagus akan menuju ke lambung kelenjar kemudian ke lambung
pengunyah, selanjutnya menuju ke usus, dan akhirnya keluar melalui kloaka dalam bentuk
feses. Waktu yang ditempuh makanan dari mulut sampai keluar dalam bentuk feses bervariasi
tergantung jenis makanan, misalnya burung pemakan buah berri hanya butuh waktu kurang dari
setengah jam, sedangkan untuk burung yang makanannya sulit dicerna butuh waktu setengah
hari atau lebih. Berkaitan dengan berbagai jenis makanan burung maka terjadi adaptasi pada
saluran pencernaannya. Pada lambung burung Phainopepla’s terjadi pengelupasan buah berri
sebanyak 8 sampai 16 buah secara berurutan, selanjutnya biji dan daging buah akan menuju ke
usus dan sisanya yang berupa kulit terluar (eksokarp) akan bergerak menuju usus dan
selanjutnya akan dikeluarkan diantara kelompok biji dan daging buah yang belum dicerna
(Gambar 6.4).
Adaptasi mencari makan diantara burung pencari nektar meliputi lidah yang berbentuk
tabung untuk mengambil madu, penggelembungan esofagus (tembolok) untuk menyimpan
nektar, dan pintu masuk menuju ke daerah pencernaan (proventrikulus) serta membuka ke
dalam usus (pilorus). Adanya sruktur yang demikian itu memudahkan nektar mengalir cepat
menuju lambung, sementara jika makanannya diubah menjadi serangga maka pencernaan di
dalam lambung memerlukan waktu lebih lama. Struktur dinsing lambung pengunyah burung
pemakan nektar adalah tipis, sebaliknya burung pemakan lambungnya biji berdinding tebal
yang berguna untuk membantu menghancurkan biji sebelum dicerna.
77
Gambar .6.4 Lambung burung pemakan buah. A. Empedal yang tidak mengalami
modifikasi dari burung flowerpecker, B. Lambung yang mengalami terspesialisasi
dari burung Black-side flowerpecker sehingga buah langsung masuk menuju ke
empedal dan serangga masuk menuju ke empedal untuk digiling, C. Empedal
yang mengalami rudimenter, D. Empedal burung memisahkan antara kulit buah
dan biji.
(Gill, 1988: 139)
Tembolok merupakan perluasan dari esofagus dan dijumpai pada beberapa burung.
Fungsi tembolok adalah menyimpan makanan dan mengatur aliran makanan menuju ke saluran
pencernaan makanan. Bentuk tembolok bervariasi antara lain bentuk sederhana yang
merupakan perluasan esofagus seperti pada burung cormorant, itik, dan burung pantai. Namun
ada yang berbentuk sebuah kantong seperti pada ayam dan merpati (Gambar 6.5).
Burung memiliki dua lambung meliputi lambung anterior yang bersifat glandular dan
disebut dengan proventrikulus, sedangkan lambung posterior bersifat muskular dan disebut
dengan ventrikulus (atau gizzard: empedal) (Gambar 6.6). Proventrikulus sangat berkembang
pada burung pemakan ikan dan raptor. Dinding proventrikulus mensekresikan asam lambung
(pH 0,2 sampai dengan 1,2) sehingga membuat kondisi lingkungan yang sesuai untuk proses
pencernaan. Enzym peptik yang dihasilkan oleh proventrikulus akan melarutkan tulang dengan
cepat. Burung Bearded Vulture dapat mencerna tulang vertebrae sapi hanya dalam waktu 2
hari. Burung shrike dapat mencerna seekor tikus hanya dalam waktu 3 jam. Burung petrel
memanfaatkan perkembangan proventrikulusnya untuk tujuan yang berbeda yaitu untuk
78
menyimpan minyak hasil dari proses pencernaan yang kemudian dimuntahkan sebagai
makanan anaknya atau memuntahkan pada predatornya.
Fungsi empedal burung analog dengan fungsi geraham pada hewan mammalia. Bentuk
empedal tersebut besar, kuat, berstruktur muskular, dan tampak seperti lensa bikonveks, serta
biasanya digunakan untuk menggiling dan mencerna makanan yang bersifat keras. Empedal
dari burung-burung pemkan biji berukuran besar dan memiliki lapisan otot yang sangat kuat.
Gambar 6.5. Beberapa bentuk tembolok burung. A. Tembolok burung Great Cormorant,
B. Tembolok burung Griffon Vulture, C. Tembolok burung merak, D. Tembolok
burung merpati, E. Tembolok burung Budgerigar.
(Gill, 1988: 140)
Permukaan dalam dari empedal dilapisi dengan lapisan keratin yang cukup kuat berupa
permukaan
berlipat-lipat kasar yang beralur. Pada beberapa burung kelompok merpati
permukaan dalam proventrikulus membentuk tonjolan seperti gigi. Di dalam empedal juga
mengandung sejumlah kerikil atau batu yang berguna untuk menggiling makanan
(Meinertzhagen, 1964 dalam Gill, 1988). Ukuran partikel-partikel kerikil berhubungan dengan
kekasaran makanannya. Pada empedal burung moa yaitu burung yang sudah punah dari New
Zealand dan bentuknya seperti burung unta ditemukan 2,3 kg kerikil. Empedal tidak bersifat
muskular pada burung-burung
yang jenis makanannya lebih lunak yaitu berupa daging,
serangga, atau buah, sedangkan pada burung raptor dan herons empedalnya berbentuk kantung
berdinding tipis dan berukuran besar. Pada beberapa burung struktur empedal berubah secara
musiman dari berukuran besar dan keras menjadi berukuran kecil dan lunak sehubungan
dengan perubahan jenis makanannya. Contohnya pada burung Bearded Tit di musim dingin
saat biji merupakan makanannya maka empedal bersifat muskular, berkeratin, berukuran besar,
dan mengandung kerikil, tetapi saat musim panas serangga merupakan makanan utamanya
79
maka empedal berukuran lebih kecil dan kurang bersifat muskular (Spitzer, 1972 dalam Gill,
1988).
Gambar 6.6. Tiga macam lambung burung. A. Lambung ayam. B. Lambung burung
American Anthinga. C. Lambung burung Hoatzin.
(Gill, 1988: 141)
Panjang usus burung rata-rata 8,6 kali panjang tubuh, tetapi bervariasi dari 3 kali
panjang tubuh pada burung layang-layang sampai 20 kali panjang tubuh pada burung unta.
Panjang usus cenderung pendek pada burung pemakan buah, serangga, dan daging; tetapi pada
burung pemakan biji, tanaman, dan ikan ususnya lebih panjang. Histologi dan pola relief pada
permukaan usus juga bervariasi sesuai dengan jenis makanan burung (McLelland, 1979 dalam
Gill, 1988).
Pada usus burung dikenal bagian yang disebut cecae, berupa kantung dan berfungsi
membantu mencerna makanan yang berupa tanaman. Cecae pada beberapa jenis burung
terletak pada usus besar bagian posterior (Gambar 6.7). Cecae tampak menonjol
perkembangannya pada unggas dan burung unta yang secara fungsional mirip fungsi rumen
80
pada sapi. Peranan yang tepat dari cacae berkaitan dengan pencernaan sampai saat ini masih
belum jelas, tetapi tampaknya bakteri yang ada di dalam cecae selanjutnya akan mencerna dan
memfermentasikan makanan menjadi persenyawaan biokimia yang dapat digunakan tubuh
kemudian diserap melalui dinding cecae. Cecae juga mungkin berfungsi untuk memisahkan
antara cairan yang kaya nutrisi dengan bagian serat yang akan dikeluarkan (Fenna dan Boag,
1974 dalam Gill, 1988).
Gambar 6.7. Berbagai tipe caeca burung: A. Burung Purple Heron, B. Burung Eurasian
Sparrow Hawk, C. Burung Marabou Stork, D. Burung rail, E. Burung Helmeted
Guineafowl, F. Burung Barn owl, G. Burung Northern Screamer, H. Burung
Great Bustartd, I. Burung unta.
(Gill, 1988: 142)
C. PERILAKU BURUNG MENCARI MAKANAN
Perilaku burung mencari makanan tidak saja dipengaruhi oleh perlengkapan anatominya
tetapi juga tersedianya makanan. Mangsa mungkin jarang, bersifat kriptik, sehingga diperlukan
keahlian untuk menangkapnya atau hal yang tidak disukai mangsa tersebut. Beberapa burung
menggunakan alat bantu dalam menangkap mangsa, dan beberapa jenis burung lain ketika
ketemu perubahan dalam sumber makanan maka terjadi perubahan kebiasaan. Pada burung
Woodpecker Finch dari Galapagos dalam menangkap mangsa yang berada di dalam celah
menggunakan ranting atau duri kakatus yang dijepit oleh paruhnya (Milikan dan Bowman,
1967 dalam Gill, 1988). Burung Egyptian Vulture memecah telur burung unta dengan
menggunakan batu. Burung Green-backed Herons menggunakan sepotong roti sebagai umpan
ikan. Burung tersebut akan menjatuhkan umpan yang berupa sepotong roti ke dalam sungai dan
menunggu sampai ikan berkumpul, selanjutnya ikan akan ditangkap. Namun jika aliran sungai
yang membawa potongan roti menjauh, maka burung Green-backed Herons akan mengambil
kembali dan menggunakan lagi sebagai umpan untuk mamancing ikan.
81
Secara umum burung menyukai makanan yang sudah dikenalnya. Kesenangan terhadap
makanan tersebut berkaitan dengan 3 hal yaitu makanan tersebut disukai, tidak beracun, dan
tidak berbahaya bagi burung. Tersedianya makanan bervariasi dengan waktu dan tempat, dan
burung akan meresponnya dalam beberapa cara. Ketika makana cukup melimpah, keberhasilan
seekor burung akan meningkat dengan cara berdiam di dalam atau dekat sumber makanan
tersebut; tetapi jika makanan berkurang maka burung akan cepat berpindah tempat. Secara
teoritis burung akan merespon tersedianya makanan dengan cara berpindah ke daerah sumber
makanan baru segera setelah jumlah makanan menurun. Jika makanan yang ada dalam suatu
habitat jarang maka burung akan mencari tempat sumber makanan lebih jauh.
RINGKASAN
Oleh karena tingginya energi yang dibutuhkan untuk aktifitasnya, maka burung
seringkali
makan dalam upaya memenuhi persediaan energi untuk aktifitasnya. Adaptasi
burung dalam mencari makan merupakan hal yang menarik dari evolusi burung. Adaptasi
burung dalam mencari makanan meliputi gerakan burung selama mencari makanan, struktur
paruh, dan sistem pencernaan makanan.
Paruh burung terdiri atas perluasan tulang rahang yang kemudian diselubungi oleh
selubung tanduk yang disebut rhampotheca. Struktur internal paruh memungkinkan burung
dapat menekuk paruhnya dan menghilangkan tekanan pada salah satu bagian pada paruh.
Sistem pencernaan makanan burung dikhususkan untuk makanan yang tidak dikunyah.
Sekresi kelenjar ludah berfungsi untuk melumasi makanan sebelum ditelan. Empedal burung
berfungsi menghancurlumatkan makanan untuk proses pencernaan. Empedal berkembang baik
pada burung-burung pemakan jenis makanan yang keras. Cecae merupakan kantung yang
melekat pada usus bagian posterior , terutama pada burung terestrial dan juga membantu
pencernaan makanan.
Perilaku burung mencari makanan tidak saja dipengaruhi oleh perlengkapan
anatominya tetapi juga tersedianya makanan. Mangsa mungkin jarang, bersifat kriptik,
sehingga diperlukan keahlian untuk menangkapnya atau hal yang tidak disukai mangsa
tersebut.
Secara umum burung menyukai makanan yang sudah dikenalnya. Kesenangan
terhadap makanan tersebut berkaitan dengan 3 hal yaitu makanan tersebut disukai, tidak
beracun, dan tidak berbahaya bagi burung. Tersedianya makanan bervariasi dengan waktu dan
tempat.
82
BAB VII
REPRODUKSI BURUNG
KOMPETENSI
Mahasiswa dapat menjelaskan reproduksi burung
ELEMEN KOMPETENSI
1. Mahasiswa dapat menjelaskan perbedaan antara burung jantan dan betina
2. Mahasiswa dapat menjelaskan proses produksi sperma dan ovum pada burung
3. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang kelompok telur burung
4. Mahasiswa dapat menghubungkan bentuk telur burung dengan habitat burung
Tahapan dalam proses reproduksi burung cukup rumit. Untuk memahami proses
tersebut maka perlu mengetahui tentang beberapa hal meliputi: anatomi dan fisiologi gonad,
kopulasi dan fertilisasi ovum, dan produksi ovum yang lengkap di dalam oviduct. Hormon yang
dihasilkan oleh kelenjar pituitari juga berfungsi mengatur reproduksi. Gonad selain fungsi
utamanya menghasilkan gonad juga berfungsi menghasilkan hormon sex yang mengontrol
perkembangan karakteristik seksual sekunder yang berperanan untuk membedakan antara
burung jantan dan betina. Setelah proses fertilisasi ovum yang masak bergerak dalam saluran
reproduksi untuk dilengkapi dengan bahan-bahan yang akan digunakan selama perkembangan
embrio.
Telur burung yang lengkap merupakan sel reproduksi yang rumit. Di dalam telur
tersedia lingkungan yang menunjang perkembangan embrio untuk menjadi anak burung yang
akhirnya dapat keluar sendiri dari telur tersebut, untuk itu di dalam telur tersedia sumber
makanan dan air. Cangkang melindungi kandungan isi telur dan mengijinkan terjadinya
pertukaran uap air dan gas-gas respirasi antara lingkungan dalam dengan lingkungan luar telur.
A. FISIOLOGI REPRODUKSI BURUNG
Gonad burung jantan terdiri atas sepasang testes, sedangkan pada burung betina terdiri
atas sebuah ovari. Gonad tersebut berperan dalam menghasilkan sel kelamin dan hormon
kelamin. Testes burung jantan berbentuk seperti kacang dan melekat ke dinding tubuh bagian
dorsal di sebelah anterior ginjal. Testes burung biasanya berwarna krem, tetapi ada yang
berwarna abu-abu gelap bahkan ada yang berwarna hitam. Pada burung kecil panjang testes
83
awalnya hanya beberapa milimeter, tetapi akan membesar dengan cepat di awal musim
breeding, seringkali beratnya dapat mencapai 400 sampai 500 kali dibandingkan berat pada
saat tidak aktif. Contohnya pada burung puyuh yang dewasa berat testes dapat meingkat dari 8
miligram menjadi 3000 miligram hanya dalam waktu 3 minggu.
Ovari burung menyerupai segerombolan kecil buah anggur. Sebagian besar burung
memiliki satu ovari yang berkembang yaitu yang terletak di sisi kiri. Ovari kanan bersifat
fungsional dimiliki oleh burung raptor familia Accipitridae, Falconidae, dan Cathartidae, serta
burung kiwi coklat (Kinsky, 1971 dalam Gill, 1988); keadaan ini juga kadangkala terjadi pada
kelompok burung merpati, camar, dan beberapa passerine. Granula yang berukuran
mikroskopik dari ovari matang dapat meningkat ukurannya mencapai 10 sampai 15 kali
dibandingkan pada burung yang belum dewasa. Jumlah keseluruhan ova dari seekor burung liar
sedikitnya 500 buah, seringkali hanya beberapa ratus, tetapi yang pasti jumlahnya lebih banyak
daripada jumlah sesungguhnya yang digunakan untuk menghasilkan telur yang fungsional.
Folikel-Stimulating Hormon (FSH) mengatur pembentukan sel-sel gamet pada testes
dan ovari, sedangkan Luteinizing Hormon (LH) mengatur sekresi hormon dalam testes dan ova
yang matang dalam ovari. Hormon gonad yang dihasilkan oleh kedua jenis gonad tersebut
adalah hormon testosteron dan estrogen, secara langsung berkaitan dengan perilaku resproduksi
dan mengontrol perkembangan karakteristik seksual sekunder. Walaupun testosteron dikenal
sebagai hormon jantan dan estrogen dikenal sebagai hormon betina, tetapi kenyataannya kedua
jenis hormon tersebut terdapat pada burung jantan dan betina, akan tetapi perbandingan dari
kedua jenis hormon tidak sama dan cara jaringan tubuh bereaksi terhadap hormon tersebut
menyebabkan perkembangan atribut seksual setiap burung.
1. KARAKTERISTIK SEKSUAL SEKUNDER BURUNG
Perbedaan seksual dalam bulu, ukuran tubuh, dan suara dipengaruhi oleh hormon
testosteron dan estrogen. Tambahan bulu burung jantan pada musim breeding pada beberapa
spesies burung dihasilkan dari meningkatnya kadar hormon testosteron dalam darah. Hormon
testosteron menyebabkan warna paruh burung European Starling berubah menjadi kuning
cerah pada musim breeding, sementara itu hormon estrogen menyebabkan perubahan warna
paruh burung betina Red-billed Queleas dari warna merah menjadi kuning pada musim
breeding. Hormon testosteron bertanggung jawab untuk beragamnya karakeritik seksual
burung. Contohnya burung Phalaropes (Phalaropidae), bulu burung betina berwarna cerah
untuk mempertahankan daerah teritorial sedangkan burung jantan berwarna suram dan bertugas
inkubasi telur dan merawat anaknya. Burung betina Phalaropes secara normal kosentrasi
hormon testosteron lebih tinggi dibandingkan burung jantan. Pada beberapa anak ayam jantan
84
memiliki bulu seperti ayam betina karena secara kimiawi seluler dalam kulit secara aktif
mengubah testosteron menjadi estrogen, tetapi ketika dikastrasi bulu-bulu ayam jantan tumbuh.
Injeksi testosteron pada hewan jantan yang dikastrasi menyebabkan
bulu hewan tersebut
kembali ke tipe bulu betina (George et al, 1981 dalam Gill, 1988).
Testosteron dan estrogen tidak bertanggung jawab untuk semua perbedaan seksual
burung. Pada burung weavers, warna bulu burung jantan selama musim breeding dihasilkan
akibat respon terhadap folikel bulu terhadap LH yang disekresikan oleh kelenjar pituitary. LH
mengontrol fisiologi breeding pada kedua jenis kelamin burung weavers tetapi pengaruhnya
terhadap burung betina dihambat oleh kehadiran hormon estrogen.
2. PRODUKSI SPERMA
Tubulus seminiferus dari testis menghasilkan spermatozoa atau sperma dan hormon
kelamin. Sperma yang matang kemudian akan meninggalkan testis melalui serangkaian tubulus
yang berdinding tipis meliputi: rete tubulus, vasa eferentia, epididimis, dan vasa deferentia.
Testes burung berada di dalam tubuh yaitu di rongga abdominal, sehingga proses
spermatogenesis berlangsung utamanya pada malam hari saat suhu tubuh sedikit lebih rendah.
Sperma yang baru dihasilkan kemudian disimpan dalam vesikula seminalis menunggu untuk
dikeluarkan, dan suhu di dalam organ tersebut lebih rendah 40C daripada suhu dalam tubuh,
sehingga analog dengan skrotum dari hewan Mammalia (Wolfson, 1954 dalam Gill, 1988).
Pada hewan Mammalia vesikula seminalis dan kelenjar prostat berfungsi menambah nutrisi
untuk semen; sedangkan pada burung vesikula seminalis tidak berfungsi menambah nutisi dan
burung tidak memiliki kelenjar prostat. Oleh karenanya fruktosa dan citrat tidak ada dalam
semen burung serta kosentrasi khlorida rendah (Sturkie, 1976 dalam Gill, 1988).
Bagian-bagian spermatozoa burung sama dengan spermatozoa vertebrata lainnya yaitu
dibedakan atas 3 bagian maliputi: bagian kepala (akrosom dan nukleus) yang mengandung
materi genetik; bagian tengah berfungsi menyediakan energi metabolisme; dan bagian ekor
(filamen aksial dan membran ekor) menggerakan sperma. Struktur sperma dari berbagai jenis
burung berbeda dan bersifat spesifik (Gambar 7.1). Contohnya sperma burung passerine
memiliki kepala berbentuk spiral dan panjang, serta membran ekor berbentuk helik. Sperma
burung passerine dapat berenang karena gerakan ekor yang seperti flagelum dan juga sperma
melakukan gerakan putaran.
85
Gambar 7.1 Struktur sperma beberapa ordo burung (a: acrosom, af: filamen axial, mp:
bagian tengah, n: inti, tm: ekor): A. burung colaared trogon, B. Burung Great
Black-backed Gull, C. Burung Common Eider, D. burung Blue Ground-Dove, E.
ayam, F. Burung yellow-rumped warbler.
(Gill, 1988: 324)
3. PRODUKSI TELUR
Setelah fertilisasi ovum mulai melalui oviduct untuk melengkapi proses pembentukan
telur. Oviduct merupakan saluran yang berbelit dan panjang dengan dinding yang elastik
sehingga mampu menampung telur yang makin bergerak ke arah posterior oviduct makin besar
ukurannya. Kontraksi peristaltik dari lapisan otot polos pada oviduct menggerakan telur dari
infundibulum menuju vagina dengan melalui bagian-bagian yang berbeda untuk mendapatkan
albumen (zat putih telur), membran cangkang, dan pigmentasi. Gerakan telur tersebut di dalam
oviduct berlangsung selama 24 jam. Secara rinci proses pergerakan telur tersebut yaitu: setelah
telur berada sejenak di infundibulum (sekitar 20 menit), telur masuk ke bagian oviduct yang
panjang untuk waktu 3 sampai 4 jam dengan kecepatannya 2.3 milimeter per menit dan pada
periode ini ditambahkan albumen. Selanjutnya ditambahkan membran telur dan cangkang di
bagian isthmus dari oviduct selama 1 jam dengan kecepatan 1,4 milimeter per menit. Akhirnya
pembentukan cangkang terjadi dalam uterus selama 19 sampai 20 jam (Gambar 7.2).
86
Gambar .7.2. Oviduct ayam
(Gill, 1988: 329).
Fase akhir dari produksi telur adalah penambahan cangkang keras yang tersusun
sebagian besar oleh kalsium karbonat dalam bentuk kristal kalsit dan proses tersebut
berlangsung di uterus. Magnesium dan fosfat merupakan komponen yang kdarnya sedikit
dalam cangkang telur burung, tetapi sedikit variasi kosentrasi untuk kedua zat tersebut
mempengaruhi kekuatan dan kekerasan cangkang telur. Jika sedikit kelebihan zat fosfat maka
akan mencegah pembentukan kalsit dengan menghalangi pengendapan kalsium karbonat,
sebaliknya jika terjadi kelebihan magnesium akan mencegah pertumbuhan kristal kalsit (Cooke,
1975 dalam Gill, 1988). Akibat dari kondisi tersebut cangkang telur menjadi lebih tipis dan
mudah rapuh, serta kemungkinan berubahnya keseimbangan gas dan air yang dibutuhkan
embrio. Magnesium biasanya terkosentrasi pada lapisan yang sangat tipis dari cangkang
sebelah dalam dan berperan dalam pengaturan garam-garam dari cangkang telur yang
87
dibutuhkan oleh embrio. Ayam (Galliformes) dibedakan dari ordo burung lainnya berdasarkan
adanya 2 lapisan magnesium (Board dan Love, 1980 dalam Gill, 1988).
Pestisida DDT dan DDE mempengaruhi pembetukan cangkang telur secara normal,
dengan meningkatnya level magnsium dan fosfat, sehingga dapat berakibat fatal. Contohnya
pada burung Common Tern, level normal magnesium pada cangkang telur adalah 1,54% dan
fosfat sekitar 0,25%. Namun setelah disemprot dengan DDT dan DDE, maka level magnesium
meningkat menjadi 2,1% dan fosfat meningkat menjadi 0,6%, keadaan ini berakibat cangkang
telur melekuk dan kegagalan perkembangan embrio (Fox, 1976 dalam Gill, 1988). Bahkan
dengan tingginya level fosfat mencapai 0,8% dapat berakibat kematian embrio.
Setelah proses penambahan bahan-bahan selesai, maka telur siap untuk dikeluarkan.
Pada sebagian burung, pertama telur akan berotasi 1800 sehingga ujung yang tumpul keluar
terlebih dahulu (Gambar 7.3).
Sebagian besar burung mengeluarkan
telur di pagi hari,
kemungkinan untuk menghindari beban berat dan resiko telur yang mudah pecah di dalam
oviduct karena aktifitasnya di siang hari. Sebagian besar burung passerine, itik, small grebes,
ayam, beberapa angsa, woodpecker, roller, dan burung pantai berukuran kecil dapat meletakkan
telurnya siang hari.
Ukuran telur bervariasi antara burung yang satu dengan yang lain, dari telur yang
berukuran kecil sekitar 0,2 gram (burung kolibri) sampai yang berukuran besar sekitar 9 kg
pada elephantbird. Walaupun ukuran telur meningkat seiiring dengan meningkatnya massa
tubuh, burung yang berukuran kecil meletakkan telur yang berukuran besar terhadap massa
tubuhnya dibandingkan burung berukuran besar. Sebagian besar burung meletakkan telur yang
relatif berukuran kecil terhadap ukuran tubuhnya yaitu telur bervariasi dari 11% sampai 2% .
Namun demikian ada perkecualian, misalnya pada burung kiwi coklat meletakkan sebuah telur
yang beratnya 500 gram dimana sekitar 25% dibadingkan massa tubuhnya. Di lain pihak
mouse bird, swift, dan parasitic cuckoo meletakkan telur yang sangat kecil dibandingkan massa
tubuhnya. Kadangkala dijumpai burung menghasilkan telur yang berukuran kurang dari
setengah ukuran normalnya (Ricklefs, 1975 dalam Gill, 1988). Penyebab kondisi telur tersebut
umumnya karena kehilangan kuning telur akibat dari rangsangan oviduct yang menyimpang
dari biasanya misalnya adanya darah membeku.
88
Gambar 7.3. Rotasi telur di dalam uterus sebelum dikeluarkan: beberapa telur berputar
1800 sehingga ujung tumpul dari telur yang keluar kali keluar (gambar atas),
sedangkan umumnya yang keluar pertama kali adalah ujung runcing telur
(gambar bawah).
(Gill, 1988: 331).
4. KELOMPOK TELUR
Kelompok telur merupakan jumlah telur yang dihasilkan burung betina selama musim
reproduksi. Jumlah telur burung yang diletakkan dalam sarang antara spesies burung yang satu
dengan yang lain berbeda. Misalnya rata-rata ukuran kelompok telur dari spesies burung air
yaitu 3 sampai 12 butir telur, sedangkan kelompok telur dari burung spesies gallinosa yaitu 2
sampai 23 butir telur. Namun dapat juga terjadi perbrdaan ukuran kelompok telur dalam suatu
spesies, contohnya pada burung Northern Flicker memiliki ukuran kelompok telur sebanyak 4
sampai 14 butir telur sedangkan pada burung Blue Tit meliputi 8 sampai 19 butir telur. Adanya
perbedaan jumlah tersebut mencerminkan perbedaan sifat yang diwariskan diantara individu
burung, tetapi faktor umur, tersedianya makanan,dan musin juga berpengaruh terhadap berapa
banyak jumlah telur yang dikeluarkan oleh burung betina.
Pola bertelur burung dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu (a) burung dengan
jumlah seluruh telur yang dihasilkan dalam satu musim bertelur adalah tertentu dan (b) burung
89
dengan jumlah telur yang dihasilkan tidak tertentu artinya jika telur burung tersebut diambil
maka burung akan menggantinya, contohnya ayam petelur dan burung puyuh dapat
menghasilkan sebutir telur setiap hari dalam waktu sepanjang tahun. Sebaliknya kelompok
burung dengan jumlah telur tertentu jika telur diambil dari sarangnya maka tidak akan diganti.
5. BENTUK TELUR
Bentuk telur secara umum dapat dikatakan bersifat ovoid (seperti oval) dimana salah
satu ujungnya lebih runcing, contohnya telur ayam. Bentuk telur yang lain lebih runcing atau
lebih tumpul bahkan ada yang bulat (contohnya telur burung kolibri). Pada burung-burung
pantai yang bertelur di tebing-tebing curam, maka bentuk telur memipih ke arah ujung yang
kecil. Keadaan ini menguntungkan agar telur tidak mudah menggelinding ke arah jurang.
Pemipihan atau pengecilan pada salah satu ujung telur menguntungkan dalam hal
pengelompokkan telur agar dapat dierami secara merata.
Cangkang telur burung pada umumnya memiliki permukaan yang rata dan tidak
mnegkilat. Namun pada burung tertentu permukaan cangkang memiliki ornamen, seperti telur
burung kaswari permukaan cangkang kasar dan bergranula, sedangkan telur burung unta
permukaannya berlekuk. Warna telur burung juga bervariasi, ada telur yang berwarna polos
tetapi ada telur burung memiliki pola berbintik-bintik. Warna telur dan juga adanya pola
berbintik-bintik tersebut kemungkinan sebagai suatu bentuk perlindungan terhadap pengaruh
sinar matahari dan sebagai perlindungan terhadap predatornya.
RINGKASAN
Gonad burung jantan terdiri atas sepasang testes, sedangkan pada burung betina terdiri
atas sebuah ovari. Gonad tersebut berperan dalam menghasilkan sel kelamin dan hormon
kelamin. Testes burung jantan berbentuk seperti kacang dan melekat ke dinding tubuh bagian
dorsal di sebelah anterior ginjal. Testes burung biasanya berwarna krem, tetapi ada yang
berwarna abu-abu gelap bahkan ada yang berwarna hitam. Ovari burung menyerupai
segerombolan kecil buah anggur. Sebagian besar burung memiliki satu ovari yang berkembang
yaitu yang terletak di sisi kiri. Ovari kanan bersifat fungsional dimiliki oleh burung raptor
familia Accipitridae, Falconidae, dan Cathartidae, serta burung kiwi coklat (Kinsky, 1971
dalam Gill, 1988); keadaan ini juga kadangkala terjadi pada kelompok burung merpati, camar,
dan beberapa passerine. Jumlah keseluruhan ova dari seekor burung liar sedikitnya 500 buah,
seringkali hanya beberapa ratus, tetapi yang pasti jumlahnya lebih banyak daripada jumlah
sesungguhnya yang digunakan untuk menghasilkan telur yang fungsional.
90
Folikel-Stimulating Hormon (FSH) mengatur pembentukan sel-sel gamet pada testes
dan ovari, sedangkan Luteinizing Hormon (LH) mengatur sekresi hormon dalam testes dan ova
yang matang dalam ovari. Hormon gonad yaitu hormon testosteron dan estrogen, secara
langsung berkaitan dengan perilaku resproduksi dan mengontrol perkembangan karakteristik
seksual sekunder.
Setelah fertilisasi ovum mulai melalui oviduct untuk melengkapi proses pembentukan
telur. Selama proses ini akan ditambahkan albumen dan cangkang telur. Sebagian besar burung
mengeluarkan telur di pagi hari, kemungkinan untuk menghindari beban berat dan resiko telur
yang mudah pecah di dalam oviduct karena aktifitasnya di siang hari.
Kelompok telur merupakan jumlah telur yang dihasilkan burung betina selama musim
reproduksi. Jumlah telur burung yang diletakkan dalam sarang antara spesies burung yang satu
dengan yang lain berbeda. Pola bertelur burung dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu (a)
burung dengan jumlah seluruh telur yang dihasilkan dalam satu musim bertelur adalah tertentu
dan (b) burung dengan jumlah telur yang dihasilkan tidak tertentu. Bentuk telur secara umum
dapat dikatakan bersifat ovoid (seperti oval) dimana salah satu ujungnya lebih runcing.
Permukan cangkang telur umumnya polos, tetapi ada juga yang memiliki ornamen. Adapun
warna telur burung bervariasi ada yang berwarna polos tetapi ada juga disertai dengan pola
berbintik-bintik.
91
DAFTAR PUSTAKA
Gill, F.B. 1988. Ornithology. New York: W.H. Freeman and Company
Harris, C. 1992. Concept in Zoology. New York: Harper Collins Publishers Inc.
Nickel, R.; Schummer, A.; dan Seiferle, E. 1977. Anatomy of Domestic Birds. Berlin: Verlag
Paul Parey.
Pettingill, O.S. 1967. A Laboratory and Field Manual of Ornithology. 3 rd ed. Minneapolis:
Burgess Publishing Company.
Rogers, E. 1986. Looking at Vertebrates. A Practical Guide to Vertebrate Adaptations. New
York: Longman Group Limited.
Verma, P.S. 1979. A Manual of Practical Zoology Chordates. New Delhi: S. Chad &
Company Ltd.
92
Download