BIOLOGI BURUNG Oleh: SOFIA ERY RAHAYU UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN BIOLOGI 2015 1 BAB I ASAL USUL BURUNG KOMPETENSI Mahasiswa dapat menjelaskan karakteristik dan asal-usul burung ELEMEN KOMPETENSI 1. Mahasiswa dapat menjelaskan perbedaan antara burung dengan hewan lainnya 2. Mahasiswa dapat menjelaskan evolusi burung 3. Mahasiswa dapat menjelaskan perbedaan antara Archeopteryx dengan burung modern 4. Mahasiswa dapat menjelaskan karakter-karater yang digunakan dalam menentukan kekerabatan burung A. Apakah Seekor Burung itu? Burung dikelompokkan dalam kelas Aves pada klasifikasi Vertebrata. Setiap orang dengan mudahnya menyebut bahwa kenari yang berkicau dalam sangkar atau merak dalam kebun binatang tergolong burung. Menurut Saudara hal apakah yang membuat orang dengan mudahnya menyebut bahwa kenari dan merak tersebut tergolong burung? Pertanyaan ini sangat mudah jawabnya. Semua burung memiliki karakter spesifik yang dimiliki hanya oleh anggota burung. Karakter spesifik tersebut adalah bulu. Bulu merupakan modifikasi dari kulit bagian terluar. Hanya burung yang memiliki bulu. Bulu tersebut menutupi seluruh tubuhnya, kecuali beberapa bagian tubuhnya yang tidak tertutup bulu yaitu paruh dan kakinya. Sederetan bulu-bulu panjang yang terletak di tepi anggota gerak depan atau sayap berperan untuk terbang. Deretan bulu-bulu panjang lainnya pada bagian ekor berfungsi sebagai kemudi pada saat terbang. Untuk bulu penutup tubuh berfungsi membantu menjaga suhu tubuh (insulasi). Perlindungan terhadap hilangnya panas tubuh sangat efektif untuk kondisi burung yang tergolong hewan berdarah panas. Peranan lain bulu, yaitu dengan adanya bulu yang berwarna-warni berperan dalam komunikasi sosial dan untuk melindungi diri dari predatornya. Selain dimilikinya bulu, semua burung memiliki paruh. Paruh merupakan mandibula yang tertutup oleh zat tanduk. Bentuk paruh burung bervariasi tergantung dari jenis makanannya dan tidak ada hewan vertebrata lainnya yang memiliki paruh kecuali Platypus (hewan paruh bebek) anggota kelas Mammalia dari Australia. Burung juga kelihatan berbeda dari ular, kura-kura, kadal, dan buaya yang relatif lebih berkerabat dekat. Perbedaan tersebut terlihat pada struktur tulangnya. Adanya perubahan ini 2 dihubungan dengan adaptasinya untuk terbang. Ekstremitas/anggota gerak depan mengalami modifikasi menjadi sayap dan bagian badan burung menjadi lebih pendek. Ekstremitas burung lebih ringan dan pusat gravitasinya lebih rendah, hal ini untuk menjaga stabilitas tubuhnya. Ringannya ekstremitas tersebut dikarenakan makin ramping dan adanya tulang yang berongga. Kekuatan dan kekakun tubuh disebabkan oleh gabungan/fusi dari beberapa tulang, khususnya pada bagian sayap, kaki,dan bahu burung. Besarnya massa otot dada yang digunakan untuk menggerakkan sayap, maka mengharuskan tulang dada (sternum) semakin luas. Akibatnya sternum berbentuk lempengan yang besar dengan bentukan seperti mata pisau atau lunas (carina sterni) untuk perlekatan otot dada. Burung tetap meletakkan telurnya , seperti juga yang dilakukan oleh hewan Reptilia. Telur diletakkan dalam sarang dan burung akan melakukan perawatan terhadap telur dan anak burung. Akibatnya perilaku sosial hewan dewasa lebih maju dibandingkan hewan Reptilia yang merupakan ancestor burung. Gambar 2.1 memperlihatkan karakteristik yang dimiliki oleh burung. B. Evolusi Burung Kesamaan antara burung dengan Reptilia diperkirakan bahwa ancestor burung adalah Reptilia. Namun Reptilia mana yang berevolusi menjadi burung tetap merupakan hipotesis. Ada yang menyatakan bahwa burung berevolusi dari sekelompok Reptilia yang dikenal dengan Thecodont. Hal ini didasarkan bahwa salah satu anggota thecodont yaitu Longisquama, memiliki sisik yang panjang sehingga seperti burung (Gambar 2.2). Pernyataan yang lain menyatakan bahwa burung berevolusi dari dinosaurus Theropoda kecil. Hal ini dikarenakan adanya kesamaan antara Compsognathus (Gambar 2.2) dengan Archaeopteryx. Munculnya berbagai hipotesis tersebut dikarenakan telah ditemukannya fosil Archaeopteryx lithographica sebanyak 5 spesimen. Bukti pertama bahwa Archaeopteryx merupakan burung yaitu ditemukannya sehelai bulu dalam batu kapur di tambang Bavarian, Jerman pada tahun 1861 oleh Herman von Meyer. Beberapa bulan berikutnya ditemukan tulang yang lengkap dan bulu dari hewan seperti Reptil berukuran kecil. Herman von Meyer memberi nama fosil tersebut dengan Archaeopteryx ( archios: purba; pteryx: sayap) lithographica. Diperkirakan hewan tersebut hidup pada periode Jurassic sekitar 192-136 juta tahun yang lalu. Penemuan spesimen lengkap dari Archaeopteryx yang lain yaitu di tambang lain dekat Eichstatt Bavaria pada tahun 1877. Spesimen tersebut memperlihatkan tentang persendian, detail dari tulang sayap, bulu-bulu terbang, dan pasangan bulu yang melekat pada setiap vertebrae dari ekornya yang panjang. 3 Gambar 1.1 Apakah seekor burung itu? Seekor hewan (a), memiliki kerangka (b), memiliki suhu tubuh yang tinggi (c), tertutup oleh bulu (d), terbang dengan ekstremitas depan (e), berlari atau hinggap dengan ekstremitas belakang (f), memiliki rahang yang panjang membentuk paruh tanpa gigi (g), memiliki mata dan rongg mata yang besar (h), meletakkan telurnya dalam sarang (i), mengerami telur (j), dan merawat anaknya (k) (Rand, 1974: 2) 4 Gambar 1.2 Dua kemungkinan hewan yang berkerabat dengan burung. (A) Compsognathus merupakan dinosaurus theropoda kecil yang terawetkan dalam batu kapur yang sama dengan Archaeopteryx. (B) Longisquama merupakan reptilia thecodont yang bersifat arboreal dengan sisik yang panjang. Apakah reptilia theropoda atau thecodont yang merupakan ancestor burung, tetap tidak bisa dipastikan. (Gill, 1988: 28) 5 Archaeopteryx merupakan seekor Reptilia seukuran burung gagak dengan moncong tumpul bila dibandingkan dengan paruh burung modern, tetapi giginya berkembang dengan baik (Gambar 2.3). Susunan tulang kepalanya seperti Reptilia. Memiliki ekor panjang seperti kadal dengan vertebrae ekor (tulang ekor) sebanyak 18-21 buah yang masing-masing membawa sepasang bulu. Secara umum Archaeopteryx memiliki 2 karakter burung yaitu bulu dan furcula (wishbone: tulang garpu). Bulu yang panjang tidak bisa dibedakan dari bulu modern yang memanjang pada ekstremitas depan dan ekor. Archaeopteryx memiliki furcula besar yang tidak biasanya dimiliki Reptilia, dan tulang coracoid yang berkembang dengan baik, dilengkapi dengan pectoral girdle (gelang panggul). Keadaan tersebut memperlihatkan perkembangan antara Reptilia dengan burung modern. Furcula merupakan kunci adaptasi burung untuk kekuatan terbang mengepak. Ciri lainnya yaitu ekstremitas anteriornya panjang, tetapi tulang metakarpal dan digit (jari) tidak berfusi. Memiliki tiga cakar yang tetap berfungsi pada jari-jari ekstremitas aterior. Sternumnya kecil dan tidak berkarina sterni, serta kemungkinan tersusun atas tulang rawan, sehingga akibatnya tidak kuat. Sebaliknya pada burung modern sternum sangat berkembang baik. Adanya sternum yang kecil merupakan petunjuk bahwa otot terbangnya kecil. Sedangkan tulang rusuknya seperti pada sebagian Reptilia yaitu kehilangan penguatan horizontal (prosesus ucinatus), sebaliknya pada burung modern memiliki prosesus ucnatus. Berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki Archaeopteryx, maka hewan tersebut merupakan hewan yang aktif, tergolong bipedal yang mampu berlari pada tanah. Dimilikinya cakar kemungkinan Archaeopteryx menggunakannya untuk bergantung diantara cabang pohon, dan dengan adanya sayap kemungkinan mampu melompat antara cabang-cabang yang besar atau meluncur dari pohon satu ke pohon lainnya. Adanya kemampuan tersebut berarti Archaeopteryx dapat terbang dari kekuatan terbang mengepak. Berdasarkan pada ciri-ciri yang dimilikinya yaitu khususnya dengan adanya bulu, maka para Ornitologist menyatakan bahwa Archaeopteryx sebagai burung awal dari periode Jurassic. 6 Gambar 1.3 Struktur Kerangka dari (A) Archaeopteryx dan (B) Burung merpati karang. Pada burung modern (1) tempurung otak meluas dan tulang kepala berfusi; (2) tulang tangan juga berfusi menjadi beberapa elemen tulang yang kaku; (3) tulang pelvic berfusi menjadi struktur yang kokoh; (4) vertebrae ekor berkurang dan sebagian berfusi membentuk pigostil; (5) sternum besar, memiliki tulang berbentuk lunas untuk melekatnya otot-otot terbang; (6) tulang rusuk kuat dengan persambungan horizontal. (Gill, 1988: 2) 7 Pada periode berikutnya yaitu Cretaceous sekitar 135–100 juta tahun lalu, merupakan periode dengan banyak burung. Dua jenis burung purba yang ditemukan sebagai fosil di daerah Kansas yaitu Hesperornis (“western bird” dan Ichtyornis (“fish bird”). Hesperornis diperkirakan merupakan burung air yang tidak terbang dengan sayap kecil, sternum tidak berlunas, tulang klavikula tidak berfusi, dan paruh bergigi seperti Archaeopteryx. Kepalanya besar dan sangat kuat, serta kakinya berlobus. Ukuran tubuhnya bervariasi dari yang seukuran ayam kecil sampai pinguin besar, tetapi yang terbesar adalah Hesperornis regalis panjang tubuhnya 1-2 meter. Jumlah spesies dari genus Hesperornis diketahui sebanyak 13 spesies. Sedangkan Ichtyornis memiliki kepala yang panjang, bergigi, dan sayap yang kuat. Berdasarkan fosil diketahui ada 6 spesies burung Ichtyornis. Cara mencari ikan oleh Ichtyornis yaitu dengan cara terbang di atas permukaan air kemudian menangkapnya dengan cepat tetap dimiliki oleh burung–burung laut pada saat ini. Ordo-ordo burung modern mulai berkembang sekitar 60 juta tahun lalu atau awal periode tertiary. Burung air seperti auk, itik, camar, bangau, loon, dan petrel, menginvasi niche akuatik selama jaman Eocene, sekitar 55-60 juta tahun lalu. Burung woodpecker primitif dan yang berkerabat juga berkembang selama Eocene awal, dan menjadi predominat burung-burung petengger selama jaman Miocene. Burung kingfisher dan hornbill sangat berkembang pada jaman Oligocene. Pada jaman Miocene berlangsung evolusi cepat dari tumbuhan berbunga dan serangga, sehingga menyebabkan niche baru dari burung pemakan serangga, pemakan buah, dan pemakan madu. Keadaan tersebut menghasilkan radiasi besar-besaran dari burung berkicau. Menjelang akhir periode tertiary sekitar 10 juta tahun lalu, burung mengalami perkembangan yang luas termasuk genus modern. Akhirnya pada periode Quartenary sekitar 2 juta tahun lalu, karena dikaitkan dengan perubahan habitat mengakibatkan populasi burung modern terpecah-pecah. Beberapa menjadi punah dan lainnya ada yang menjadi spesies baru. Jadi sebagian besar burung modern berkembang selama jaman Pleistocene atau saat ini. 8 Untuk lebih memahami cerita evolusi burung maka Tabel 2.1 berikut ini menyajikan ringkasan skala waktu geologi. Tabel 1.1 Skala Waktu Geologi Era Peride Quartenary Cenozoic (masa burung dan mammalia) Tertiary Cretaceous Mesozoic (masa reptilia) Jurassic Jaman Saat ini Pleistocene Pliocene Jutaan tahun sebelum sekarang 0.01 1.5 – 3.5 7 Miocene Oligocene Eocene Paleocene Akhir Awal Akhir 26 37 – 38 53 – 54 65 100 135 155 Pertengahan Awal 170 180 – 190 230 Triassic Sumber: Feduccia, 1980 dalam Gill, 1988 Dipandang dari segi evolusi ancestor burung adalah Reptilia. Hal ini dapat ditelusur dari ciri-ciri yang dimilliki oleh burung. Burung masih mempertahankan ciri reptil yaitu berupa sisik-sisik yang terdapat pada kakinya, dan bulu kemungkinan merupakan perkembangan dari sisik reptil. Sisik burung dan bulu memiliki komposisi kimia yang sama dengan sisik reptil yaitu tersusun dari zat keratin. Kemampuan terbang oleh burung merupakan kelebihan yang dimiliki oleh burung. Akan tetapi bagimana burung memperoleh kemampuan terbang tersebut, jika diperkirakan bahwa burung berevolusi dari reptil? Kemungkinannya, pertama-tama dengan berlari-lari atau memanjat sesuatu dengan tungkai belakangnya sambil membentangkan ekstremitas depan yang berbulu yang berfungsi sebagai sayap. Adanya gerakan-gerakan tersebut menyebabkan hewan dapat meluncur dari satu cabang pohon ke cabang pohon lainnya atau melayang-layang di udara. Akibat dari perilaku tersebut terjadilah perubahan secara berangsur-angsur pada rangkanya sehingga kemampuan terbangnya semakin bertambah. Perubahan rangka tersebut meliputi menjadi semakin ringannya tulang, dan bagian vertebrae, gelang bahu, dan gelang panggul bersatu membentuk suatu kerangka yang ringan. Selain itu adanya lunas pada tulang dada sebagai tempat melekatnya otot-otot terbang sehingga sangat membantu dalam mengembangkan kemampuan terbangnya. 9 C. FILOGENI BURUNG Penyusunan klasifikasi burung yang ada di dunia sangat membantu ornitologist untuk komunikasi dan menjadi alat untuk mempelajari lebih lanjut dari kekerabatan burung secara evolusionari. Aneka ragam burung yang ada itu sebenarnya merupakan hasil dari 3 proses evolusi yaitu: 1. evolusi filetik, dimana terjadi perubahan secara berangsur-angsur dari garis silsilah yang tunggal melalui proses evolusi, 2. spesiasi, pembentukan spesies baru karena adanya pemisahan dari satu garis silsilah yang tunggal melalui proses evolusi, 3. kepunahan, merupakan akhir dari dari suatu garis silsilah. Adanya perubahan evolusi tersebut menghasilkan adanya taksa yang memiliki kesamaan, dan juga mendorong terbentuknya perbedaan yang besar diantara taksa yang ada. Sedangkan terjadinya kepunahan dari garis silsilah yang berdektan menyebabkan hilangnya hubungan dari kelanjutan garis silsilah tersebut. Namun demikian secara teori, setiap takson adalah monofiletik, terdiri atas burung-burung yang berkerabat dekat yang secara evolusioner merupakan keturunan dari ancestor yang sama. Karakter apakah yang dapat digunakan untuk menentukan taksa yang berkerabat dekat? Untuk jawaban tersebut, bagi para ahli taksonomi yang diperlukan adalah karakter-karakter yang bernilai penting dan dikenal dengan sebutan “karakter konservatif” yaitu tidak mudah berubah selama adaptasi ekologi. Akan tetapi dalam kenyataannya tidak hanya satu karakter konservatif dari burung yang dapat berpernan penting dalam mengambil suatu penyelesaian masalah yang besar. Pemilihan karaker taksonomi yang digunakan untuk tujuan klasifikasi burung berbeda-beda antara satu kelompok burung dengan kelompok burung lainnya. Karakterkarakter tersebut antara lain berupa perilaku burung, pola bulu dari anak burung (Gambar 2.4), suara dan morfologi dari alat suara, atau berupa gen dan protein. Karakter yang unik mungkin merupakan karakter yang dimiliki oleh kelompok spesies yang berkerabat dekat. Contohnya pada kelompok burung Passerine, semua burung anggota kelompok Passerine memiliki beberapa karakter unik yang sama yaitu bentuk sperma, bentuk kaki tipe petengger, dan bentuk kelenjar minyak yang unik. 10 Gambar 1.4 Pola warna bulu anak burung laut sebagai petunjuk dari kekerabatannya secara evolusioner (Gill, 1988: 4) Karakter-karakter yang mudah berubah selama adaptasi maka tidak akan banyak memberikan informasi tentang ancestornya dan bahkan dapat menyesatkan. Sedangkan jika mengalami adaptasi ekologi yang sama, dapat menyebabkan spesies burung yang tidak berkerabat dekat dan hidup pada habitat sama pada daerah berbeda akan memiliki kesamaan dalam penampakan, morfologi, dan perilakunya. Contohnya pada burung “meadowlark” yang hidup di padang rumput Amerika Utara dan burung “longclaw” dari padang rumput Afrika, mereka memiliki kesamaan pada pola warnanya. Keadaan ini karena kedua spesies burung tersebut hidup pada habitat yang sama yaitu di padang rumput terbuka dan ukuran tubuh serta bentuknya sama. Kesamaan tersebut meliputi adanya garis-garis coklat pada bagian punggungnya; bagian ventral tubuh berwarna kuning terang dengan bentukan berhuruf V dan berwarna hitam pada bagian lehernya; dan bulu-bulu terluar dari ekornya berwarna putih. 11 Meskipun kedua spesies burung tersebut memiliki beberapa kesamaan, akan tetapi sebenanrnya burung “meadowlark” dalam klasifikasinya berkerabat dekat dengan burung “Red-wing Blackbird” dan anggota lainnya dari familia Icteridae berdasarkan bukti-bukti yaitu bentuk paruh konikal (kerucut), otot-otot rahangnya khusus, dan hilangnya bristel pada pangkal paruh. Sementara itu burung “longclaw” dalam klasifikasinya berkerabat dekat dengan burung pipit dan anggota dari familia Moctacillidae berdasarkan pada bentuk paruh, susunan otot-otot rahangnya, dan adanya bristel pada pangkal paruh. Konvergen dari karakter-karakter yang ada dapat ditujukkan dengan mempelajari secara detail anatomi dan juga dengan menemukan perbedaan yang tampak. Contohnya anatomi yang detail dari struktur kaki (susunan keempat jari kaki) akan memperlihatkan bagaimana burungburung yang tidak berkerabat dekat berkembang serupa tetapi tidak identik. Walaupun sebagian besar burung-burung petengger memiliki kaki anisodactil (Gambar 2.5), setidaknya 9 kelompok burung seperti woodpecker, parrot, cuckoo, owl, osprey, turacos, mousebird, cukcoo roller, dan swift memiliki kaki zygodactil. Perbedaan anatomi yang detail dari artikulasi (condyl) jari burung cuckoo dan woodpecker mengindikasikan bahwa burung yang tidak berkerabat dekat berkembang dari kaki zygodactil dengan cara yang berbeda. Pada burung woodpecker, parrot, dan cuckoo, jari ke empat mengalami perubahan posisi menjadi mengarah ke belakang (Gambar 2.5). Sedangkan pada burung trogon memperlihatkan zygodactil dengan dua jari mengarah ke depan dan dua jari mengarah ke belakang, tetapi yang mengalami perubahan posisi menjadi mengarah ke belakang adalah jari kaki ke-2 bukan jari kaki ke-4. Kaki tersebut tergolong tipe heterodactil. Kaki tersebut pada dasarnya digunakan sebagai kompensasi untuk kondisi hallux yang lemah sehingga membantu keseimbangannya ketika burung bertengger. Gambar 2.5 juga memperlihatkan kaki syndactil dan pamprodactil. Pada kaki prampodactil jari kaki pertama dan ke-4 dapat mengarah ke depan atau ke belakang. Sedangkan kaki syndactil bagian pangkal jari kaki ke-2 dan ke-3 berfusi dan kaki tersebut merupakan karakteristik dari burung Ordo Coraciiformes (Gill, 1988). D. SISTEMATIK BERDASARKAN BIOKIMIA Berkembangnya pengetahuan tentang struktur DNA dan kontrol genetik untuk sintesis protein memungkinkan kita untuk menemukan kemungkinan baru dalam mempelajari hubungan evolusioner dari burung. Kita dapat menguji hipotesis tentang kekerabatan berdasarkan perbandingan antara persamaan morfologi dengan persamaan biokimianya. Secara umum, dalam mengkaji kekerabatan maka kajian biokimia cenderung menguatkan bukti-bukti berupa karakter morfologi yang telah diperoleh sebelumnya. Namun kadangkala analisis biokimia meragukan gambaran yang terbentuk secara tradisional, mengungkapkan kasus-kasus 12 terlupakan dari konvergen, dan mengusulkan kekerabatan diantara taksa tidak seperti yang telah diduga sebelumnya. Salah satu dari teknik utama dalam mengkaji sistematik secara biokimia adalah elektroforesis protein, yaitu merupakan suatu metode pemisahan protein. Protein yang memisah tersebut biasanya bentuk yang berbeda dari enzim yang sama munurut gerakannya dalam aliran listrik yang lemah. Protein membawa muatan listrik, dimana merefleksian sedikit perbedaan dalam komposisi asam amino. Sehingga oleh karena itu juga merefleksikan perbedaan dalam gen yang mengontrol komposisi asam amino dari protein tertentu. Gambar 1.5 Susunan jari dari burung petengger. Pada susunan anisodaktil, tiga jari mengarah ke depan dan hallux (jari pertama) ke belakang. Kaki sindaktil, bagian pangkal jari ke-2 dan ke-3 berfusi, kaki tersebut ciri dari Coraciiformes. Susunan zygodaktil dengan dua jari mengarah ke depan dan dua jari mengarah ke belakang. Pada trogon jari ke-2 bukan yang ke-4 mengarah ke belakang (heterodactil). Pada kaki dengan susunan prampodaktil, posisi jari ke-1 dan ke-4 mengarah ke depan, sehingga semua jarinya mengarah ke depan (Gill, 1988: 48) 13 Ahli yang mempelopori kajian elektroforesis dari protein putih telur burung yaitu Charles Sibley dan Jon Ahlquist. Kedua ahli tersebut telah mempelajari protein putih telur dari lebih 100 spesies burung. Pekerjaan tersebut menarik karena burung luar biasa mirip satu dengan lainnya sehingga sulit untuk mengklasifikasikan mereka. Contoh kasus dari klasifikasi burung yang akhirnya dapat diselesaikan dengan menggunakan metode elektroforesis protein yaitu pada burung Hoatzin (Gambar 2.6), merupakan burung yang hidup di anak sungai Amazon yang awalnya diperkirakan berkerabat dekat dengan burung guans, tetapi ternyata lebih berkerabat dekat dengan burung cockoo (Guira). Contoh lain adalah burung murai penyanyi (Wren-thrush) yang hidup di habitat bambu pada dataran tinggi Amerika Tengah, sudah lama burung tersebut dikelompokkan sebagai burung penyanyi dari familia Turdidae, tetapi dengan mengkaji proteinnya maka diperlihatkan bahwa burung tersebut tergolong burung dari familia Parulidae. Teknik lain dalam mengkaji sistematik secara biokimia yaitu dengan menggunakan teknik hibridisasi DNA. Teknik tersebut telah digunakan untuk menentukan hubungan kekerabatan burung (Sibley dan Ahlquist, 1983; Gould, 1985 dalam Gill, 1988).Seperti juga elektroforesis, hibridisasi DNA mengukur jumlah perubahan genetik sejak saat kedua kelompok menyimpang dari ancestor umum mereka. Pada teknik ini diukur perbedaan dari genom inti pada tingkat nukleotida yang mengandung kode genetik. Fragmen yang berupa benang tunggal DNA burung yang diperoleh dari dua spesies burung kemudian digabung membentuk hibrid (double strand) DNA yang komplek. Penggabungan benang DNA tersebut terjadi dalam kondisi laboratorium. Dengan teknik tertentu kemudian dilihat jumlah pasangan basa nukleotida dari kedua spesies burung, selanjutnya ditentukan dengan mengukur stabilitas suhu dari komplek benang DNA. Ikatan pasangan basa nukleotida dari spesies yang dekat hubungannya lebih stabil, sedangkan jika dari spesies yang berkerabat jauh, pada suhu rendah mudah memisah. 14 Gambar 1.6 Kajian elektroforesis telah mengusulkan bahwa burung Hoatzin berkerabat dekat dengan burung cuckoo (Guira) daripada dengan burung guan sebagaimana diperkirakan sebelumnya (Gill, 1988: 52) RINGKASAN Seekor hewan dikatakan sebagai seekor burung apabila memiliki ciri khusus yaitu adanya bulu. Bulu merupakan modifikasi dari kulit bagian terluar. Bulu tersebut menutupi seluruh tubuhnya, kecuali beberapa bagian tubuhnya yang tidak tertutup bulu yaitu paruh dan kakinya. Bulu berperanan untuk terbang dan membantu menjaga sushu tubuh (insulasi). Selain itu bulu berpenan untuk komunikasi sosial dan melindungi dari predatornya. Selain dimilikinya bulu, semua burung memiliki paruh. Burung berkembang dari reptil bipedal yang kecil sekitar 150 juta tahun lalu. Berdasarkan kajian terhadap fosil maka Archeopteryx lithographica merupakan reptil tergolong bipedal seukuran burung gagak, bergigi, dan memiliki ciri yang dimiliki oleh burung yaitu 15 bulu dan sebuah tulang furcula. Hewan ini dapat terbang dan naik pada pohon. Fosil yang ditemukan tersebut ditemukan di Eropa tengah dan diperkirakan hidup pada periode akhir Jurasic. Fosil tersebut menunjukkan hubungan antara burung dan reptil. Spesies merupakan unit utama dari klasifikasi biologi. Penyusunan klasifikasi burung yang ada di dunia sangat membantu ornitologist untuk komunikasi dan menjadi alat untuk mempelajari lebih lanjut dari kekerabatan burung secara evolusionari. Aneka ragam burng yang ada itu sebenarnya merupakan hasil dari spesiasi, kepunahan, dan evolusi filetik. Karakter yang dapat digunakan untuk menentukan taksa yang berkerabat dekat, bagi para ahli taksonomi yaitu berupa karakter konservatif. Karakter konservatif yaitu tidak mudah berubah selama adaptasi ekologi. Konvergen merupakan evolusi yang bebas dari adaptasi yang sama oleh spesies yang tidak berkerabat dekat, sehingga dapat menyebabkan spesies yang tidak berkerabat dekat terlihat berkerabat dekat. Kasus konvergen dapat didekati dengan melakukan kajian yang detail dari karakter yang komplek, misalnya dengan mempelajari anatomi jari kaki dan bukti-bukti biokimia. Berkembangnya pengetahuan tentang struktur DNA dan kontrol genetik untuk sintesis protein memungkinkan kita untuk menemukan kemungkinan baru dalam mempelajari hubungan evolusioner dari burung. Teknik yang dapat digunakan dalam mengkaji sistematika secara biokimia yaitu dengan elektroforesis dan hibridisasi DNA. 16 BAB II BULU DAN SISTEM BULU BURUNG KOMPETENSI Mahasiswa dapat menjelaskan karakteristik bulu bagi burung ELEMEN KOMPETENSI 1. Mahasiswa dapat membedakan bagian-bagian bulu burung 2. Mahasiswa dapat membedakan macam bulu dari burung yang baru menetas dan dari burung yang sudah dewasa 3. Mahasiswa dapat menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan warna bulu burung 4. Mahasiswa dapat menjelaskan macam modifikasi yang terjadi pada bulu burung 5. Mahasiswa dapat menjelaskan cara burung merawat bulunya 6. Mahasiswa dapat membedakan antara pterylae dan apterylae 7. Mahasiswa dapat menjelaskan proses molting bulu pada burung Bulu hanya dimiliki oleh burung dan merupakan cirikhas untuk burung. Seperti juga selubung paruh yang tersusun atas zat tanduk atau sisik pada kaki dan cakar pada jari, bulu tumbuh ke arah luar dari kulit dan merupakan modifikasi lapisan stratum korneum kulit. Fungsi utama bulu adalah sebagai insulator yaitu untuk mengatur suhu tubuh. Selain fungsi tersebut, bulu juga digunakan untuk terbang, dan adanya warna pada bulu sangat membantu burung dalam kamuflase, pengenalan pasangannya, dan peragaan peminangan (courtship) dan ancaman terhadap predator. Bulu burung tersusun atas zat keratin. Zat keratin tersebut tahan terhadap kerja enzim pencerna protein, sehingga berakibat bulu dapat bertahan dalam waktu cukup lama. Meskipun cakar, rambut, kuku, dan sisik juga tersusun atas zat keratin, tetapi diameter zat keratin bulu burung bersifat unik. Menurut Gregg, et.al dalam Gill (1988) menjelaskan bahwa ternyata gen yang mengontrol sintesis keratin pada burung berbeda dengan gen yang mengontrol sintesis zat keratin lainnya. Pada bab ini akan dibahas tentang struktur bulu, macam-macam tipe bulu, warna bulu, modifikasi adaptif dari struktur bulu, dan perawatan bulu oleh burung. Selain itu juga akan dibahas tentang molting/pergantian bulu yang dilakukan oleh burung pada waktu-waktu tertentu. 17 A. STRUKTUR BULU Struktur dasar bulu luar tubuh burung terdiri atas tangkai yang panjang dan lembar bulu yang lebar pada setiap sisi tangkai bulu (Gambar 2.1). Struktur dasar tersebut dapat dipilah menjadi beberapa bagian yaitu sebagai berikut. 1. Calamus/Quill Calamus merupakan bagian proksimal dari tangkai bulu dan tidak dilengkapi dengan lembaran bulu. Pada bagian pangkal calamus terdapat lubang kecil yang dikenal dengan sebutan “umbilikus inferior”. Lubang tersebut berperanan sebagai tempat masuknya nutrisi selama pertumbuhan bulu. Bagian distal calamus ditandai dengan adanya “umbilikus superoir” yang merupakan suatu cekungan kecil pada bagian ventral calamus dan letaknya berbatasan dengan bagian proksimal lembaran bulu. Bagian dalam dari calamus sebenarnya terdapat bentukan seperti sumbat, dan umumnya dikenal dengan istilah “cap”/sumbat (Gambar 2.2). Gambar 2.1 Struktur dari bulu luar burung (Gill, 1988: 58) 18 Gambar 2.2 Calamus bulu luar tubuh burung (Petinghill, 1967: 22) 2. Rhachis Rhachis merupakan bagian distal dari tangkai bulu dan mendukung lembar bulu (Gambar 2.1). Rhachis tersebut sebenarnya merupakan kelanjutan dari calamus, diawali dari umbilikus superior sampai ujung distal bulu. Rachis tidak berupa tangkai yang dalamnya kosong tetapi ternyata berisi substnasi kimia. Jika rachis diiris melintang maka akan terlihat bentuk segiempat dan tidak tembus cahaya. Bagian ventral rachis ditandai adanya lekukan yang terletak di sepanjang rachis, sedangkan bagian dorsal ditandai adanya permukaan yang konveks. 3. Aftershaft Aftershaft kadangkala disebut dengan hyporachis. Pada kenyataannya bagian ini ditandai adanya beberapa filamen bulu-bulu halus yang terletak dekat umbilikus superior. Aftershaft tidak berkembang dengan baik pada burung merpati. Gambar 2.2. Panjang aftershaft pada berbagai spesies burung berbeda. Namun ditemukan juga bahwa pada burung yang sama di musim yang beda panjang aftershaft berbeda, contohnya pada burung “ptarmigan” panjang aftersahaft pada musim dingin sekitar tiga perempat panjang bulu 19 tetapi pada musim panas panjang aftershaft lebih pendek dibandingkan saat musim dingin. Pada burung emu bulu penutup tubuh memiliki aftershaft yang panjangnya mendekati panjang tangkai bulu. 4. Lembar Bulu Lembar bulu berupa struktur yang fleksibel dan terletak di setiap sisi rachis. Setiap lembaran bulu terdiri atas suatu lempengan yang pipih dan tersusun pararel. Lempengan tersebut mengarah ke arah distal bulu. Bagian proksimal dari setiap lembaran bulu bersifat halus. 5. Barbae Lempengan penyusun lembar bulu disebut barbae. Barbae ini merupakan elemen utama dari arsitektur lembar bulu. Jika diiris melintang maka barbae terlihat berbentuk segitiga. Bagian dorsal berbentuk setengah bulat, sedangkan bagian tepinya memipih dan akhirnya bertemu membentuk bagian ventral. Gambar 2.1 6. Barbula Barbula merupakan cabang dari barbae dan dapat terlihat dengan menggunakan mikroskop. Setiap barbula tersusun atas suatu seri sel yang berikatan satu dengan lainnya. Sel tersebut mungkin berwujud sederhana atau mungkin membuat penonjolan. Barbula dapat dibedakan atas bagian proksimal dan distal. Bagian proksimal barbula ditandai adanya bentukan yang panjang, ramping, dengan bagian tepi menggulung atau menebal. Bagian distal ditandai tepi yang lebih rendah dan dilengkapi dengan filamen yang kecil dan tipis. Filamen tersebut disebut “barbicle”. Paba barbicle tersebut ditemukan kait yang sangat kecil disebut hamuli. Barbae dan barbula akan saling mengkait satu dengan lainnya membentuk bulu yang kuat tetapi tetap fleksibel. 2. MACAM BULU 1. Macam Bulu dari Burung Usia Dewasa Semua bulu yang dimiliki oleh burung dewasa disebut teleoptil. Secara umum ditemukan ada 3 macam bulu burung yaitu sebagai berikut. a. Bulu luar (contour feather) Struktur bulu luar tersebut memiliki bagian-bagian bulu yang lengkap. Contohnya bulu terbang atau bulu ekor. Pada bulu terbang dan ekor tersebut memiliki lebar lembar bulu yang 20 tidak sama, namun pada bulu pentup tubuh secara umum memiliki lebar lembar bulu yang sama. Di sebelah bawah bulu penutup tubuh dijumpai bulu-bulu yang berukuran lebih kecil dan disebut semiplumae. Struktur semiplumae tersebut antara struktur bulu luar dan bulu dalam yaitu memiliki tangkai dan lembar bulu tetapi barbae tidak saling mengkait. Kadangkala semiplumae sulit dibedakan dari bulu dalam, namun ada satu cara untuk membedakannya yaitu semiplumae selalu memiliki rachis yang lebih panjang dibandingkan dengan barbae yang terpanjang. Semiplumae dapat ditemukan pada daerah tepi tempat ditemukan bulu luar, tetapi biasanya letak semiplumae tersembunyi. Adanya semiplumae ini akan mempertinggi insulasi panas. b. Bulu dalam (down feather) Bulu dalam terletak di bawah bulu luar dan penyebarannya terbatas pada daerah badan burung yang berbulu atau daerah tanpa bulu. Bulu ini terlihat sebagai berkas lunak yang kecil. Secara struktur bulu dalam berbeda dengan bulu luar. Pada bulu dalam tersebut barbae sangat tipis dan tumbuh dari pusat yang sama pada bagian distal calamus, dan tidak memiliki rachis. Ciri lainnya yaitu memiliki barbula dalam bentuk filamen kecil, tetapi tidak memiliki kait. Gambar 2.1. Bulu dalam berfungsi untuk menyediakan insulasi panas yang lura biasa. c. Filoplumae Filoplumae merupakan bulu yang berbentuk seperti rambut dan terletak di bawah bulu luar termasuk bulu terbang (Gambar 2.1). Bulu-bulu ini biasanya tersebar dan tumbuh di sekitar pangkal bulu luar dan blu terbang. Pada setiap bulu terbang memiliki 8 sampai 12 filoplumae. Struktur filoplumae khas yaitu terdiri atas tangkai bulu yang bagian distalnya menebal, dan pada tangkai bulu ini tidak dapat dibedakan antara calamus dan rachis. Setiap filoplumae memiliki seberkas barbae pendek yang tumbuh dari ujung distal tangkai bulu dan jumlahnya dapat mencapai 6 buah barbae. Barbae dari filoplumae dilengkapi dengan barbula dan struktur barbula ini sederhana sama dengan bulu dalam. Fungsi floplumae adalah meonitor gerak dan posisi lembar bulu. Jika filoplumae mengalami gangguan maka akan mengirim sinyal melalui tangkainya yang panjang dan ramping ke korpuscula sensorik yang ada di bagian dasar bulu, selanjutnya sinyal tersebut berakibat diaturnya posisi bulu. Filoplumae berfungsi membantu mengatur posisi remiges selama terbang. Berkaitan dengan fungsi tersebut filoplumae berkaitan dengan bulu-bulu yang terletak di daerah dada dan kemungkinan berfungsi membantu memonitor kecepatan udara. Filoplumae tidak dijumpai pada burung unta dan burung ratitae lainnya yang tidak terbang. 21 2. Macam Bulu dari Burung yang Baru Menetas Pada spesies burung tertentu, anak burung yang baru menetas sudah memiliki bulu halus disebut neossoptile. Struktur bulu neossoptile sama seperti struktur bulu dalam (down feather). Bulu neossoptile tersebar tebal atau tipis pada tubuh anak burung. Tidak lama setelah menetas, maka bulu neossoptile akan terdorong keluar dari folikelnya karena berkembangnya bulu teleoptil. Secara bertahap bulu neossoptile akan rontok dan diganti dengan bulu teleoptile. C. WARNA BULU Warna bulu burung disebabkan oleh dua faktor yaitu: substansi kimia dan sifat fisik. Warna bulu yang dihasilkan oleh substansi kimia disebut sebagai warna kimia, sedangkan warna bulu yang diakibatkan oleh sifat fisik disebut warna struktural. 1. Warna Kimia Warna kimia disebabkan oleh pigmen yang disebut biokrom. Biokrom akan menyerap panjang gelombang tertentu dari spektrum warna, selanjutnya panjang gelombang yang tidak terserap akan dipantulkan dan akan terlihat oleh mata sebagai warna bulu. Prinsip warna kimia bulu burung sebagai berikut. a. Warna merah, oranye, dan kuning Warna-warna tersebut dihasilkan dari pigmen karotenoid. Pigmen ini larut dalam lemak atau pelarut organik dan juga disimpan dalam kuning telur, lemak tubuh, dan sekresi dari kelenjar minyak. Pigmen ini juga terakumulasi di dalam tetes lemak dalam sel-sel dari bulu yang sedang tumbuh dan selanjutnya pigmen tersebut akan disimpan dalam barbae dan barbula pada saat pelarut lemak alami hilang selama fase akhir proses keratinisasi. Pigmen karetenoid secara kimia erdiri atas dua bentuk yang berbeda yaitu karoten dan xantofil. Perbedaan kedua senyawa tersebu terletak pada struktur kimia yaitu pada xantofil memiliki atom oksigen yang melekat pada molekul karbon dan hidrogen, sedangkan karoten tidak demikian. Xantofil lutein merupakan pigmen umum yang menghasilkan warna bulu kuning terang. Warna bulu merah terang dihasilkan dari pigmen canthaxanthin, astaxanthin, dan rhodoxanthin. b. Warna hitam, abu-abu, coklat, dan kuning kecoklatan Warna-warna tersebut dihasilkan dari pigmen melanin yang merupakan pigmen tidak larut dan terlihat sebagai granula. Pigmen melanin disintesis dari asam amino tyrosin oleh selsel pigmen yang mudah bergerak yaitu melanoblas yang bergerak di dalam lapisan dermis kulit. Melanoblas menghasilkan granula melanin kemudian menyisipkan dalam sel-sel spesifik yang dipersiapkan menjadi barbae dan barbula. Penimbunan granula pigmen secara periodik ke 22 dalam calon bulu selama proses pembentukan bulu akan menghasilkan pola warna yang tidak kentara seperti pada bulu bergaris/lurik. Warna coklat dan abu-abu tergantung pada kepadatan penimbunan melanin. Terdapat dua macam melanin yang berpengaruh terhadap warna barbae dan barbula bulu burung yaitu eumelanin dan phaeomelanin. Eumelanin merupakan granula yang berukuran besar, kehitaman, dan bentuknya reguler. Pigmen ini menghasilkan warna coklat tua, abu-abu tua, dan hitam pekat. Phaeomelanin merupakan granuala yang ukurannya lebih kecil, kemerahan atau coklat terang, dan bentuknya tidak teratur. Pigmen ini menghasilkan warna coklat dan coklat kemerahan. Pola warna juga dihasilkan dari paduan kedua jenis pigmen (eumelanin dan phaeomelanin). Contohnya pada bulu burung Gray Cat, warna abu-abu timah dari sebagian besar bulu burung tersebut dihasilkan dari pigmen eumelanin, dan warna karat dari bulu penutup ekor dihasilkan dari pigmen phaeomelanin. c. Warna hijau Warna hijau dihasilkan dari pigmen yang mengandung zat besi yaitu turacoverdin. Warna hijau yang dihasilkan oleh pigmen turacoverdin hanya dimiliki burung turaco familia Musophagidae. 2. Warna Struktural Warna struktural disebabkan oleh adanya elemen-elemen struktural sehingga menghasilkan warna secara tidak langsung. Biokrom, khususnya melanin dapat berkombinasi dengan elemen struktural untuk mengubah atau memperkuat warna struktural. Beberapa warna struktural yang menyolok bulu burung sebagai berikut. a. Warna putih Bulu burung yang berwarna putih karena tidak memiliki pigmen. Rachis dan barbae bulu diseubungi oleh kutikula yang dibentuk oleh sejumlah sel-sel yang tidak berwarna, dan barbula transparan. Elemen-elemen struktural akan memantulkan semua sinar dari semua panjang gelombang sehingga akibatnya terlihat sebagai warna putih. b. Warna biru Warna biru dihasilkan oleh barbae bulu burung. Kombinasi antara biokrom dengan elemen struktural menyebabkan warna biru pada bulu burung ‘blue jay” (Cyanocitta cristata). Gambaran irisan melintang dari barbae bulu burung “blue jay” disajikan pada Gambar 4.3. Pada gambar irisan melintang barbae (Gambar 2.3) terlihat bahwa barbae diselubungi oleh kutikula yang transparan (A). Dalam bagian tersebut terdapat rongga-rongga kecil yang 23 terisi oleh udara. Di bawah lapisan kutikula yaitu pada bagian dorsal dan lateral terdapat lapisan tipis (B) yang bersifat transparan, tidak berwarna, tersusun oleh sel-sel bentuk polihedral, berisi benda iregular yang ukurannya sangat kecil hampir ultra-mikroskopik. Sedangkan bagian dalam dari barbae berisi sel-sel berbentuk kuboidal dan sedikit berlubang di bagian tengah (C), serta pada bagian tersebut terdapat granula melanin. Warna biru dihasilkan dari pemantulan cahaya biru oleh benda-benda ireguler yang terdapat dalam sel-sel polihedral ( menurut beberpa ahli disebabkan oleh rongga-rongga kecil yang terisi udara di daerah kutikula) yang berkombinasi dengan granula melanin yang menyerap semua cahaya dan tidak memantulkan, sehingga hanya cahaya biru yang terlihat. Pada burung “blue jay” dan sebagian besar burung berwarna biru lainnya hanya permukaan atas dari bulu yang berwarna biru, karena elemen yang menghasilkan biru terletak pada bagian dorsal dan lateral barbae. Namun pada beberapa spesies burung permukaan sebelah dalam bulu berwarna biru, karena elemen yang menghasilkan biru terletak di bagian ventral barbae. Gambar 2.3 Irisan melintang barbae bulu burung “blue jay”. A. Kutikula barbae. B. Selsel polihedral. C. Sel-sel bentuk kuboidal. (Petinghill, 1967: 30). c. Warna hijau Warna hijau bulu burung sebagai pengganti warna biru disebabkan oleh kutikula yang menyelubungi barbae kuning transparant karena tersebarnya karetonoid. Pigmen karetonoid dapat mengubah warna biru struktural menjadi hijau atau violet. Contohnya warna hijau burung “budgerigar” karena kombinasi antara pigmen kuning dengan warna biru struktural. Jika 24 pigmen karetenoid cenderung berwarna merah daripada kuning, maka akan menghasilkan warna violet atau merah lembayung. Jika lembar bulu yang berwarna hijau digores dengan menggunakan skapel yang tajam, maka akan melepas kutikula berwarna kuning dari barbae sehingga lembar bulu terlihat biru. d. Warna-warna lain Beraneka warna atau warna yang spektral mungkin dihasilkan oleh bulu yang memiliki sejumlah barbula yang tumpang tindih yang mengandung melanin pekat biasanya coklat tua dalam bentuk granula yang pipih atau batang. Warna-warna yang dihasilkan oleh panjang gelombang yang diterima oleh permukaan barbula, sementara granula melanin menyerap semua cahaya dan tidak memantulakannya. Warna spektral dapat juga dihasilkan oleh bulu yang memiliki melanin dalam bentuk granula sperikal yang berdekatan dengan kutikula barbula yang tipis. Pada kasus ini warna bulu dihasilkan ketika granula memantulkan gelombang cahaya yang masuk pada kutikula yang tipis dan mencampur dengan gelombang cahaya lainnya yang dipantulkan oleh permukaan barbula; granula juga menyerap gelombang cahaya tetapi tidak memantulkannya. Kondisi terbentuknya warna–warni bulu burung tersebut sama dengan fenomena terbentuknya warna spektral yang dihasilkan oleh gelembung sabun atau minyak dalam air. D. MODIFIKASI BULU Bulu luar yang dimiliki oleh burung ada yang mengalami modifikasi. Modifikasi bulu tersebut meliputi: 1. Modifikasi bulu terbang (remiges) Pada burung American Woodcock (Philohela minor) dijumpai tiga lembar bulu terluar dari bulu sayap primer menyempit dan kaku, dan bulu tersebut berfungsi menghasilkan suara pada saat terbang. Pada burung yang tidak terbang (kasuari) bulu sayap primer mengalami reduksi menjadi 5 sampai 6 bulu berwarna hitam dan yang hanya memiliki calamus untuk setiap bulu tersebut. Bulu sayap primer dari itik, angsa, elang, “grouse”, kalkun, burung hantu, dan beberapa spesies burung pada sepertiga sampai duapertiga bagian basalnya bersifat kaku yang merupakan akibat dari perluasaan daerah ventral setiap barbae yang menjadi lebih luas, tipis, dan sayap yang saling overlaping menjadi berkilau, sehingga penampakan bagian ventral lembar bulu terlihat seperti kaca. 25 2. Modifikasi bulu ekor (rektrises) Burung pelatuk dan spesies lainnya digunakan sebagai alat bantu saat merayap. Hal ini karena bulu ekor memiliki tangkai bulu yang kuat dengan bagian distal barbae lebih tebal disamping itu tidak dilengkapi dengan barbula atau dengan barbula tetapi jumlahnya mengalami reduksi sehingga tidak bisa saling mengunci. Beberapa spesies burung layang-layang (contohnya burung chimney swift, Chaetura pelagica) bulu ekor berfungsi sebagai penyokong saat bertengger secara vertikal. Pada bulu ini memiliki tangkai bulu yang bebas pada barbae bagian distal dan membentuk lembar bulu menjadi bentukan seperti duri yang kaku. Pada spesies burung tertentu, sepasang bulu ekor yang terletak pada bagian tengah lebih panjang dari bulu ekor lainnya, memiliki ujung yang berbentuk seperti raket disebabkan hilangnya lembar bulu di sepanjang bagian mendekati ujung dari setiap tangkai bulu. Gambar 2.4. Pada burung “lyre” jantan (Menura novaehollandiae) memiliki 16 pasang bulu ekor yang panjang, dan bulu tersebut mengalami modifikasi yaitu: pasangan bulu terluar/paling tepi lebar berbentuk huruf S; pasangan bulu yang terletak lebih ke tengah menjadi lebih menyempit saling menyilang satu dengan lainnya dan kemudian melengkung pada bagian mendekati ujung bulu; sedangkan pasangan bulu lainnya seluruhnya lembut dengan barbae seperti rambut dan tidak memiliki barbula. 3. Modifikasi bulu luar lainnya Bulu auricular dari beberapa spesies burung memiliki lembar bulu dengan barbae yang terpisah dan barbula yang pendek. Susunan bulu seperti jaring yang terletak di atas lubang telinga mengurangi gangguan dari gelombang suara dan pada saat yang sama dapat menjaga dari gangguan partikel-partikel asing. Bulu dengan struktur yang sama tumbuh di atas nostril membentuk berkas nasal dari spesies burung tertentu seperti pada burung gagak. Bristel merupakan tipe bulu lain yang berfungsi untuk sensori dan protektif (Stettenhein dalam Gill, 1988). Struktur bristel yaitu hanya terdiri atas tangkai bulu/rachis yang meruncing dengan sedikit barbae pada bagian basalnya (Gambar 2.5). Selain itu dikenal juga semi-bristel yang memiliki struktur sama tetapi lebih memiliki cabang-cabang di bagian tepi. Bristel dijumpai di daerah kepala burung, kecuali pada burung “bristle-thighed curlew” terletak di lututnya dan pada beberapa spesies burung hantu bristel ditemukan di jarinya.. Bulu mata pada burung “hornbills”, rhea, dan cuckoo memiliki bristel yang berfungsi untuk protektif, seperti juga bristel yang terletak di sekitar nostril dari burung pelatuk, “jays”, dan gagak (Gambar 2.6). Pada burung pemakan serangga memiliki bristel dan semibristel yang terletak di 26 sekitar mulutnya. Semibristel yang terletak di sekitar mulut burung “nightjars” berkembang dengan baik, berfungsi tidak hanya untuk menjaring serangga, tetapi kemungkinan juga sebagai alat sensori dari informasi taktil. Berkaitan dengan fungsinya sebagai fungsi sensori, bristel memiliki korpuskula pada bagian dasarnya seperti pada filoplumae. E. PERAWATAN BULU Perawatan harian bulu oleh burung adalah penting sekali. Burung akan terlihat menyelisik bulunya dengan menggunakan paruh saat burung istirahat. Tujuan burung tersebut adalah mengatur kembali bulunya. Pada burung tertentu seperti nightjars dan barn owls memiliki bentukan seperti sisir yang berukuran kecil yang terletak pada jari kaki tengah dan digunakan untuk merawat bulunya. Pada sebagian besar burung menyelisik bulu di daerah kepala dengan cara langsung yaitu dengan menggunakan kaki yang terletak di bawah sayap atau secara tidak langsung yaitu kaki terletak di atas sayap (Gambar 2.7). Contoh burung yang melakukan kegiatan tersebut dengan cara langsung yaitu burung sandpiper, sedangkan burung plover dan oystercatcher menyelisik bulu kepala dengan cara tidak langsung. Bulu-bulu burung tidak memiliki sistem internal untuk memperoleh makanan dan perawatannya. Pada sebagian besar burung memiliki kelenjar uropigial atau “preen gland” yang terletak pada pangkal ekor. Sebagian besar kelenjar uropigial tersebut tersusun atas dua lobus dilengkapi seberkas bulu-bulu halus yang mengelilingi papila yang merupakan lubang keluar dari kelenjar (Gambar 2.8). Kelenjar uropigial mensekresikan minyak yang mengandung lilin, asam lemak, lemak, dan air, selanjutnya diambil oleh paruh dan digunakan untuk membersihkan bulu serta menjaga kelembaban dan fleksibilitas bulu. Sekresi dari kelenjar uropigial tersebut tidak merusak struktur bulu. Penggunaan secara terus menerus sekresi dari kelenjar uropigial untuk bulu akan mendukung fungsinya sebagai pelapis tahan air pada bulu. Burung-burung air memiliki kelenjar uropigial yang berukuran besar, tetapi sekresi kelenjar tersebut penting agar bulu tetap kering dan kemungkinan berguna mempertahankan pengapungan saat burung di dalam air. Sekresi lilin oleh kelenjar uropigial juga membantu mengatur pertumbuhan jamur dan bakteri di bulu. Lipid tertentu yang disekresi oleh kelenjar uropigial menjaga bulu dari bakteri dan jamur yang mencerna keratin bulu (Pugh dan Evans dalam Gill, 1988). 27 Gambar 2.4 Bulu ekor burung dan modifikasinya. A. Bulu ekor yang tidak mengalami modifikasi dari burung camar. B. Bulu ekor bentuk raket dari burung “motmot”, burung drongo, dan humingbird berbentuk spatula. C. Bulu ekor penghasil suara dari burung honeyguide dan snipe. D. Bulu ekor burung pelatuk. (Gill, 1988: 63) 28 Menurut para peneliti fungsi lainnya yaitu memungkinkan pertumbuhan jamur yang tidak bersifat patogen dan mengurangi kutu bulu. Bau busuk yang dihasilkan oleh kelenjar uropigial pada burung “hoopoes” juga membantu untuk mengusir hewan mammalia yang merupakan predatornya. Substansi yang berbentuk seperti debu mirip bubuk bedak yang dijumpai pada bulu luar dari beberapa spesies burung bersifat tahan air dan dihasilkan oleh bulu khusus yang dikenal sebagai “powderdown”. Bubuk tersebut terdiri dari partikel keratin berdiameter 1 mikrometer yang terkelupas secara terus menerus dari permukaan barbae. Bulu powderdown ditemukan antara lain pada burung herons dan cuckoo rollers. Gambar 2.5 Struktur bristel. (Harris, 1992: 840) 29 Gambar 2.6 Bristel. A. Bristel terletak di sekitar mulut pada burung “whip-poor-will”. B. Bristel dan semibristel yang terletak di sekitar paruh dari burung “owletnightjar”. C. Bristel terletak pada bagian lutut dari burung “bristle-thighed curlew”. (Gill, 1988: 64). 30 Gambar 2.7 Teknik menyelisik bulu kepala. A. Burung “Tennessee Warbler” menyelisik secara langsung dengan kaki yang terletak di bawah sayap. B. Burung “Goldenwinged Warbler” menyelisik secara tidak langsung dengan kaki terletak di atas sayap. (Gill, 1988: 67) F. BULU PENUTUP TUBUH BURUNG Jumlah bulu dari seekor burung sangat banyak. Contohnya pada angsa tundra memiliki 25.000 lembar bulu, dan sekitar 20.000 atau 80% dari keseluruhan bulu terdapat di daerah kepala dan leher. Pada burung penyanyi memiliki 2000 sampai 4000 lembar bulu, dan sekitar 30-40% terdapat pada bagian kepala dan leher. Namun demikian ringannya bulu juga berpengaruh terhadap berat tubuh burung. Secara umum berat bulu penutup burung memiliki berat 2 sampai 3 kali berat tulang. Contohnya berat bulu “bald eagle” yaitu sekitar 700 gram atau 17% dari berat total (4082 gram), dimana berat tulang hanya 272 gram atau 7% dari berat total tubuh. Meskipun burung tertutup oleh bulu, ternyata bulu tidak tersebar secara merata pada permukaan tubuh burung tetapi ada bagian-bagian tertentu yang tidak berbulu. Kulit burung yang ditumbuhi bulu disebut dengan pterylae atau “feather tracts”, sedangkan bagian kulit yang tidak ditumbuhi bulu disebut apteria. Apteria memudahkan pergerakan sayap dan kaki dan menyediakan tempat untuk melipat organ tersebut di bawah bulu penutup tubuh. Selain itu apteria juga memudahkan hilangnya panas tubuh. Pada burung terdapat 8 feather tract yang utama (Gambar 4.9) selanjutnya dapat dibagi menjadi ratusan kelompok yang berbeda. 31 Keadaan ini dapat digunakan untuk membedakan taksa burung. Kajian yang khusus untuk susunan bulu ini dikenal dengan pterylosis. Gambar 2.8 Kelenjar uropigial mensekresikan minyak yang berfungsi untuk perawatan bulu. A. Bagian dorsal kelenjar uropigial dari ayam leghorn putih. B. Bentuk detail papila. (1). Tipe halus. (2) Tipe kompak. (3) Tipe passerin yang unik. (Gill, 1988: 68) 32 G. PERGANTIAN BULU (MOLTING) Setiap burung memiliki suatu rangkaian bulu selama hidupnya. Pada saat baru menetas burung mungkin terdiri atas sedikit bulu-bulu halus (neossoptil) yang tersebar pada permukaan tubuhnya atau bulu-bulu halus tersebut cukup tebal seperti dijumpai pada anak itik atau anak ayam. Usia bulu-bulu tersebut jarang melebihi satu atau dua minggu, dan selanjutnya bulu tersebut akan diganti dengan bulu-bulu yang lebih kuat (teleoptil). Bulu teleoptil akan mengalami pergantian secara periodik. Pergantian itu dengan cara bulu lama didorong oleh bulu baru dan peristiwa ini terjadi sekali dalam setahun atau setelah masa perkembangbiakan. Pada spesies burung tertentu seperti burung berkicau dan sebangsa itik peristiwa molting tersebut terjadi 2 kali dalam setahun. Pergantian bulu tersebut umumnya merupakan proses bertahap, artinya pada suatu saat hanya sejumlah bulu saja yang rontok dan diganti. Dengan demikian burung tetap memiliki bulu meskipun tidak lengkap sehingga memungkinkan burung tetap dapat terbang. Namun pada spesies tertentu contohnya itik, bulu sayap rontok bersama sehingga tidak dapat terbang selama waktu tertentu sampai bulu-bulu tersebut diganti oleh bulu-bulu baru. Rontoknya bulu-bulu itik ini terjadi setalah anaknya menetas. 33 Gambar 2.9 Delapan feather tract utama atau pterylae dari burung. Daerah yang tidak ditumbuhi bulu disebut apteria. A. Permukaan dorsal tubuh burung. B. Permukaan lateral tubuh burung. C. Permukaan ventral tubuh burung. (Gill, 1988: 66) 34 RINGKASAN Bulu merupakan cirikhas dari burung. Bulu tersusun atas zat keratin. Zat keratin tersebut tahan terhadap kerja enzim pencerna protein, sehingga berakibat bulu dapat bertahan dalam waktu cukup lama. Struktur bulu secara garis besar dapat dibedakan menjadi tangkai bulu dan lembar bulu. Tangkai bulu dibedakan atas calamus dan rachis. Calamus merupakan tangkai bulu yang tidak dilengkapi dengan lembar bulu, sedangkan rachis dilengkapi dengan lembar bulu. Pada bulu kadang ditemukan aftershaft yang terletak pada ujung distal calamus. Bagian yang menyusun lembar bulu dapat dibedakan menjadi barbae dan barbula. Barbula terkadang dilengkapi dengan kait kecil yang disebut hamuli. Barbae dan barbula akan saling mengkait satu dengan lainnya membentuk bulu yang kuat tetapi tetap fleksibel. Semua bulu yang dimiliki oleh burung dewasa disebut teleoptil. Secara umum ditemukan ada 3 macam bulu burung yaitu bulu luar (counter feather), bulu dalam (down feather), and filoplumae. Pada spesies burung tertentu, anak burung yang baru menetas sudah memiliki bulu halus disebut neossoptile. Struktur bulu neossoptile sama seperti struktur bulu dalam (down feather). Bulu neossoptile tersebar tebal atau tipis pada tubuh anak burung. Secara bertahap bulu neossoptile akan rontok dan diganti dengan bulu teleoptile. Warna bulu burung disebabkan oleh dua faktor yaitu: substansi kimia dan sifat fisik. Warna bulu yang dihasilkan oleh substansi kimia disebut sebagai warna kimia, sedangkan warna bulu yang diakibatkan oleh sifat fisik disebut warna struktural. Bulu luar yang dimiliki oleh burung ada yang mengalami modifikasi. Modifikasi bulu tersebut antara lain berupa bulu ekor yang berbentuk raket, bristel, dan bulu sayap primer pada burung kasuari yang hanya tersusun atas calamus saja. Bulu-bulu burung tidak memiliki sistem internal untuk memperoleh makanan dan perawatannya. Pada sebagian besar burung memiliki kelenjar uropigial atau “preen gland” yang terletak pada pangkal ekor. Kelenjar uropigial mensekresikan minyak yang mengandung lilin, asam lemak, lemak, dan air, selanjutnya diambil oleh paruh dan digunakan untuk membersihkan bulu serta menjaga kelembaban dan fleksibilitas bulu. Meskipun burung tertutup oleh bulu, ternyata bulu tidak tersebar secara merata pada permukaan tubuh burung tetapi ada bagian-bagian tertentu yang tidak berbulu. Kulit burung yang ditumbuhi bulu disebut dengan pterylae atau “feather tracts”, sedangkan bagian kulit yang tidak ditumbuhi bulu disebut apteria. Apteria memudahkan pergerakan sayap dan kaki dan menyediakan tempat untuk melipat organ tersebut di bawah bulu penutup tubuh. Selain itu apteria juga memudahkan hilangnya panas tubuh. Pada burung terdapat 8 feather tract yang utama. 35 Setiap burung memiliki suatu rangkaian bulu selama hidupnya. Pada saat baru menetas burung mungkin terdiri atas sedikit bulu-bulu halus (neossoptil). Usia bulu-bulu tersebut jarang melebihi satu atau dua minggu, dan selanjutnya bulu tersebut akan diganti dengan bulu-bulu yang lebih kuat (teleoptil). Bulu teleoptil akan mengalami pergantian secara periodik. Pergantian itu dengan cara bulu lama didorong oleh bulu baru dan peristiwa ini terjadi sekali dalam setahun atau setelah masa perkembangbiakan. Pada spesies burung tertentu seperti burung berkicau dan sebangsa itik peristiwa molting tersebut terjadi 2 kali dalam setahun. Secara umum pergantian bulu tersebut umumnya merupakan proses bertahap, artinya pada suatu saat hanya sejumlah bulu saja yang rontok dan diganti. Dengan demikian burung tetap memiliki bulu meskipun tidak lengkap sehingga memungkinkan burung tetap dapat terbang. 36 BAB III UKURAN DAN BENTUK TUBUH BURUNG KOMPETENSI Mahasiswa dapat menjelaskan cara mengukur burung dan perbedaan bentuk tubuh burung ELEMEN KOMPETENSI 1. Mahasiswa dapat menjelaskan cara mengukur burung besar dan burung kecil 2. Mahasiswa dapat menjelaskan cara mengukur burung terbang dan burung tidak terbang 3. Mahasiswa dapat mendeskripsikan bentuk tubuh burung A. UKURAN BURUNG Ukuran dan bentuk tubuh burung bervariasi, dan hal itu merupakan salah satu daya tariknya. Diantara burung yang dapat kita lihat saat ini dijumpai ada yang burung memiliki ukuran tubuh kecil dan ada yang memiliki ukuran tubuhnya besar. Burung di dunia yang berukuran paling kecil adalah burung kolibri/ “humming bird” Mellisuga helenae dari Kuba. Panjang tubuh burung kolibri tersebut hanya 0,5 inchi dan panjang tubuh itu sudah termasuk panjang paruh. Berat tubuhnya tidak diketahui secara pasti, tetapi jika dibandingkan dengan burung kolibri yang berukuran terbesar, maka berat tubuh burung M. helenae sekitar 0.5 gram. Bahkan para Naturalist yaitu orang yang melihatnya saat burung di kebun yang ada di Kuba, mengatakan bahwa burung tersebut cenderung seperti lebah dibandingkan sebagai seekor burung. Tampaknya bahwa burung tersebut bukan saja merupakan burung terkecil tetapi mungkin juga merupakan hewan vertebrata berdarah panas yang berukuran paling kecil. Burung terbang yang berukuran paling besar ditentukan dengan cara membentangkan sayapnya. Burung pengembara dan “royal albatross” memiliki bentangan sayap mencapai 11,5 kaki. Sedangkan burung pelikan dan angsa memiliki bentangan sayap mencapai 10 kaki. Burung kondor bentangan sayapnya mencapai 9,5 kaki. Adapun berat tubuhnya berkisar antara 20 sampai 40 pond. Burung yang benar-benar paling besar pada saat ini adalah burung yang tidak terbang. Oleh karena sayap burung ini mengalami rudimenter, sehingga pengukuran bentangan sayap tidak berarti untuk perbandingan, namun yang paling memiliki arti untuk kelompok burung tersebut adalah pengukuran berat tubuh. Burung air yang tidak terbang dan berukuran paling besar adalah pinguin kaisar. Berat tubuhnya mencapai 94 pond dan pada saat berdiri 37 ketingiannya mencapai 3,5 kaki. Sedangkan diantara burung darat yang tidak terbang, maka burung unta merupakan burung yang berukuran paling besar. Berat tubuhnya mencapai 300 pond dan ketinggiannya ketika berdiri dapat mencapai 9 kaki. Pada saat burung unta tersebut makan bersama kuda zebra dan antelop pada dataran di Afrika, maka tampak bahwa kepala burung unta tersebut berada di atas kedua hewan tersebut. Keadaan itu membantu hewanhewan apabila ada musuh yang datang. Gambar 3.1 memperlihatkan perbandingan ukuran tubuh burung. Gambar 3.1 Perbandingan ukuran tubuh burung: (a) burung unta; (b) burung pelikan; (c) ayam jago; (d) burung robin; (e) burung kolibri (Rand, 1974: 12) Spesies burung yang telah punah dan berukuran besar ditemukan pada burung air yang dapat terbang yaitu Osteodontornis. Burung ini hidup pada jaman Miocene. Bentangan sayapnya dapat mencapai 15 kaki. Selain itu juga ditemukan pada burung Teratornis dari daerah Amerika Utara dan hidup pada jaman Pleistocin. Burung tersebut memiliki bentangan sayap yang besar dan berat tubuhnya mencapai 50 pond. Perkiraan bentangan sayap dan berat tubuh burung yang telah punah tersebut berdasarkan perbandingan antara tulang yang telah menjadi fosil dengan tulang burung yang hidup pada saat sekarang. 38 Sedangkan diantara burung-burung yang telah punah dan tidak terbang maka burung moa dari New Zealand dan burung Aepyornis atau “burung gajah” dari Madagaskar memiliki ukuran tubuh terbesar dan lebih besar daripada burung unta. Diperkiraan bahwa burung moa berat tubuhnya mencapai 500 pond dan burung Aepyornis berat tubuhnya mencapai 0,5 ton. B. BENTUK TUBUH BURUNG Bentuk tubuh burung lebih seragam jika dibandingkan dengan bentuk tubuh hewan anggota vertebrata lainnya. Bentuk dasar tubuh burung yaitu semua bersifat bipedal dan memiliki sayap, meskipun diantaranya ada yang kehilangan kemampuan terbangnya. Pada pembahasan tentang bentuk tubuh burung ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu: 1. tubuh, sedikit variasinya 2. organ gerak, meliputi sayap dan kaki. Hal ini dikarenakan sayap dan kaki erat kaitannya dengan adaptasi khususnya dihubungkan dengan habitat dan cara hidup burung 3. leher dan paruh, organ tersebut diadaptasikan untuk jenis makanan tertentu Gambar 3.2 memperlihatkan kombinasi yang berbeda dari paruh, leher, dan kaki. Kecilnya perbedaan dalam bentuk tubuh burung dapat ditunjukkan pada contoh berikut ini. Pada burung kalkun bentuk tubuhnya kurang lebih triangular dari bagian pundak yang luas dan otot dada yang sangat besar, pendek dan gemuk, dan dengan sisa ekor yang berdaging. Itik tubuhnya lebih panjang , seperti sampan yang lebar, sesuai dengan kebiasaannya yang berenang. Burung bangau yang hidup di rawa-rawa, bagian lateral tubuhnya lebih ramping. Keadaan tersebut sangat membantu karena kebiasaannya menjelajah daerah alang-alang. Adapun burung yang biasa kita jumpai di kebun seperti burung robin, gereja, layang-layang, dan lain-lain bentuk tubuhnya seperti burung kalkun. Kasus yang khusus yaitu pada burung yang tidak terbang dengan kecilnya atau tidak adanya otot dada. Namun demikian apapun kondisi burung maka keanekaragaman yang kita jumpai berkaitan dengan bentuk tubuh burung yaitu pada bagian sayap, tungkai dan kaki, serta leher dan paruh. Adaptasi untuk habitat tertentu menyebabkan setiap burung memiliki cara hidup tertentu. Demikian juga adaptasnya terhadap jenis mkanan. Contohnya burung elang yang kebiasaannya melayang diudara memiliki sayapyang luas, itik yang kebiasaannya di air memliki selaput renang pada kakinya, dan burung kolibri makanannya berupa madu bunga sehingga memiliki pruh yang panjang dan ramping. 39 Gambar 3.2 Perbedaan kombinasi dari paruh, leher, dan kaki burung (Rand, 1974: 14). RINGKASAN Ukuran dan bentuk tubuh burung bervariasi. Diantara burung yang dapat kita lihat saat ini dijumpai ada yang burung memiliki ukuran tubuh kecil dan ada yang memiliki ukuran tubuhnya besar. Burung terbang yang berukuran paling besar ditentukan dengan cara membentangkan sayapnya. Burung pengembara dan “royal albatross” memiliki bentangan sayap mencapai 11,5 kaki. Burung yang benar-benar paling besar pada saat ini adalah burung yang tidak terbang. Oleh karena sayap burung ini mengalami rudimenter, sehingga pengukuran bentangan sayap tidak berarti untuk perbandingan, namun yang paling memiliki arti untuk kelompok burung tersebut adalah pengukuran berat tubuh. Burung air yang tidak terbang dan berukuran paling besar adalah pinguin kaisar. Berat tubuhnya mencapai 94 pond dan pada saat berdiri ketingiannya mencapai 3,5 kaki. Sedangkan diantara burung darat yang tidak terbang, maka burung unta merupakan burung yang berukuran paling besar. Berat tubuhnya mencapai 300 pond dan ketinggiannya ketika berdiri mencapai 9 kaki. Bentuk tubuh burung lebih seragam jika dibandingkan dengan bentuk tubuh hewan anggota vertebrata lainnya. Bentuk dasar tubuh burung yaitu semua bersifat bipedal dan memiliki sayap, meskipun diantaranya ada yang kehilangan kemampuan terbangnya. 40 Kecilnya perbedaan dalam bentuk tubuh burung dapat ditunjukkan pada contoh berikut ini. Pada burung kalkun bentuk tubuhnya kurang lebih triangular dari bagian pundak yang luas dan otot dada yang sangat besar, pendek dan gemuk, dan dengan sisa ekor yang berdaging. Itik tubuhnya lebih panjang , seperti sampan yang lebar, sesuai dengan kebiasaannya yang berenang. Burung bangau yang hidup di rawa-rawa, bagian lateral tubuhnya lebih ramping. Keadaan tersebut sangat membantu karena kebiasaannya menjelajah daerah alang-alang. Namun demikian apapun kondisi burung maka keanekaragaman yang kita jumpai berkaitan dengan bentuk tubuh burung yaitu pada bagian sayap, tungkai dan kaki, serta leher dan paruh. 41 BAB IV MORFOLOGI DAN ANATOMI BURUNG KOMPETENSI Mahasiswa dapat membedakan bagian-bagian tubuh burung dan memanfaatkan karakter eksternal burung untuk identifikasi burung ELEMEN KOMPETENSI 1. Mahasiswa dapat membedakan berbagai bagian tubuh burung 2. Mahasiswa dapat menyebutkan berbagai tulang penyusun ekstremitas burung 3. Mahasiswa dapat menyebutkan macam bulu penyusun sayap burung 4. Mahasiswa dapat membedakan berbagai tipe kaki burung 5. Mahasiswa dapat membedakan berbegai tipe paruh burung A. TOPOGRAFI BURUNG Tubuh burung dapat dibedakan atas berbagai bagian tubuh. Bagian tubuh burung tersebut kemudian dipetakan dan dikenal sebagai topografi burung. Pengetahuan tentang topografi burung tersebut sangat diperlukan dalam mendeskripsikan burung dan juga bermanfaat sebagai suatu dasar untuk kegiatan mempelajari atau mengkaji burung. Secara garis besar topografi tubuh burung dibedakan atas tujuh bagian tubuh yang terdiri atas: kepala, leher, badan, paruh, sayap, ekor, dan kaki. 1. KEPALA Bagian dorsal kepala berbentuk kurva dan dibedakan atas bagian anterior dan posterior. Bagian anterior tersebut adalah “dahi” (forehead) yaitu suatu daerah yang meluas ke arah atas dan belakang paruh sampai garis sudut mata anterior. Sisanya yaitu daerah kepala bagian atas sampai posterior dikenal sebagai puncak (crown). Di bawah batas lateral dari daerah dahi dan puncak tersebut disebut garis supersiliari (superciliary line). Sementara itu beberapa ahli burung menjelaskan bahwa daerah yang terletak di posterior dari puncak (crown) yang melekuk disebut sebagai kepala bagian belakang. Lateral kepala burung sedikit rata dan dibedakan atas daerah mata dan telinga. Daerah mata meliputi mata, kelopak mata dan lingkaran mata. Mata dibedakan menjadi pupil yang 42 berwarna gelap dan iris mata yang berwarna karena adanya pigmen. Kelopak mata merupakan lipatan kulit, berjumlah dua buah yaitu kelopak mata bagian atas dan bawah. Ujung anterior mata, tempat kelopak mata bertemu disebut nasal canthus, sedangkan ujung posterior mata yang juga tempat bertemunya kedua kelopak mata disebut temporal canthus. Burung memiliki membran niktitans yang kadangkala disebut sebagai kelopak mata ke tiga. Burung juga melakukan gerak berkedip secara periodik seperti pada mammal. Pada burung merpati dan sebagian kecil spesies burung lain, organ yang berperanan dalam berkedip adalah membran niktitans dan kelopak. Namun pada sebagian besar spesies burung, organ yang berperanan saat berkedip adalah membran niktitans, sedangkan kelopak mata menutup hanya pada saat burung tidur atau pada saat mata terancam oleh benda yang membahayakan dirinya. Pada beberapa spesies burung, bulu-bulu yang terletak di sekitar kelopak mata dapat dibedakan dari bulu-bulu lainnya karena warnanya yang berbeda. Daerah tersebut dikenal sebagai lingkaran mata. Daerah telinga adalah daerah di sekitar lubang telinga. Burung tidak memiliki daun telinga dan lubang telinga tersebut tertutup oleh sekelompok bulu yang disebut auricular. Area yang terletak antara kelopak mata dan basal paruh bagian atas atau area antara lingkaran mata dan paruh (pada burung yang memiliki lingkaran mata) disebut lore. Daerah ventral kepala berbentuk datar dan terbagi atas bagian anterior yaitu dagu (chin) dan gular. Daerah dagu merupakan daerah berbulu yang terletak pada ventral paruh, sedangkan daerah gular merupakan suatu daerah yang terletak di posterior daerah dagu yaitu merupakan lanjutan dari dagu menuju ke sudut rahang. 2. LEHER Leher burung terletak diantara tepi posterior puncak (crown) dan badan. Pada leher tersebut dibedakan atas tiga daerah yaitu tengkuk (nape), kerongkongan (jugulum), dan tepi leher. Tengkuk adalah bagian dorsal leher, sedangkan kerongkongan merupakan ventral leher. Adapun daerah tepi leher adalah daerah yang terletak antara tengkuk dan kerongkongan. Selain ketiga istilah tersebut, sering juga digunakan istilah tenggorokan untuk mendeskripsikan suatu daerah yang terletak mulai daerah gular di kepala sampai daerah kerongkongan di leher. 43 3. BADAN Badan burung dibedakan atas dua daerah yaitu permukaan atas dan permukaan bawah. Permukaan atas tersebut meliputi badan bagian atas dari persendian bahu sampai dasar bulu ekor terluar, sedangkan permukaan bawah meliputi daerah yang terletak di permukaan ventral. Bagian atas badan dibedakan atas dua bagian yaitu daerah punggung (back) dan “pinggul” (rump). Daerah punggung terletak pada dua pertiga bagian anterior daerah antara dasar leher dan ekor, sedangkan daerah “pinggul” adalah sepertiga sisanya. Adapun permukaan bawah badan burung dibedakan menjadi empat daerah yaitu dada, perut (abdomen), pinggang, dan pinggul. Bagian yang berbentuk membulat terletak di bawah kerongkongan disebut daerah dada. Bagian yang datar di belakang dada sampai anus dikenal sebagai abdomen. Panggul merupakan daerah yang terletak antara pertengahan abdomen sampai posterior abdomen. Bagian-bagian tubuh burung dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan 4.2 4. PARUH Paruh burung tersusun atas mandibula atas dan mandibula bawah, dan sesuai dengan namanya letak mandibula tersebut adalah di atas dan di bawah mulut. Setiap mandibula merupakan modifikasi tulang tengkorak yang dilapisi dengan selubung yang terbuat dari zat tanduk (modifikasi dari stratum korneum). Struktur paruh adalah kaku dan agak keras. Bagian teratas dari mandibula sebelah atas disebut culmen. Culmen berbentuk konveks, khususnya yang menuju ke ujung paruh. Menuju ke basal dari mandibula atas terdapat nostril. Pada burung merpati dijumpai bangunan lunak yang menggembung disebut operculum. Namun pada burung gereja atau umumnya burung kecil lainnya, nostril membuka ke dalam sebuah lekukan yang dikenal sebagai nasal fossa. Adapun garis yang terletak di sepanjang paruh pada saat mandibula atas dan bawah bertemu dikenal sebagai commisure atau gape. Titik pertemuan kedua mandibula yang terletak di posterior paruh disebut titik commisural (commisural point). 44 Gambar 4.1 Topografi burung gereja I. a. kepala, b. leher, c. pinggang, d. pinggul, dada, f. perut, g. crissum, h. sayap, i. ekor (Pettingill, 1967: 5) 45 e. Gambar 4.2 Topografi burung gereja II. a. dahi, b. puncak kepala, c. kepala bagian posterior, d. daerah sekitar mata, e. daerah sekitar telinga, f. garis supersiliari, g. dagu, h. gular, i. tengkuk, k. kerongkongan, l. punggung, m. pantat, n. dada, o. perut, p. crissum, q. pinggang, r. pinggul. (Pettingill, 1967: 5) Gambar 4.3 Sisi lateral kepala burung gereja. a.mandibula atas, b. mandibula bawah, c. culmen, d. nostril, e. nasal fossa, f. mulut (Pettingill, 1967: 6) 46 Gambar 4.4 Sisi lateral kepala burung merpati a. nostril, b. operculum, c. gape, d. commisural point (Petinggill, 1967: 6) 5. SAYAP Sayap merupakan ekstremitas anterior. Sayap burung homolog dengan ekstremitas depan pada manusia dan vertebrata lain. Sayap diadaptasikan untuk terbang, memiliki bentuk tertentu dan tersusun oleh bulu dengan penampakan tertentu. Bulu-bulu tersebut dibedakan atas dua kelompok utama yaitu bulu terbang atau remiges (tunggal, remex) dan bulu penutup. Bulu terbang bentuknya panjang dan kaku, sedangkan bulu penutup berukuran lebih kecil dan terletak di dasar remiges serta berfungsi sebagai penutup sayap. Kelompok bulu lain yang menyusun sayap adalah bulu daerah alular, scapular, dan axilar. Untuk mempelajari bulu-bulu sayap tersebut diperlukan pengetahuan tentang sumber asal bulu tersebut. Oleh karena itu pengetahuan tentang susunan tulang sayap dan anatomi eksternal sayap (pada saat sayap tidak berbulu) sangat dibutuhkan. Pada dasarnya tulang-tulang penyusun kerangka sayap sama dengan tulang penyusun lengan atas manusia yaitu terdiri atas humerus; radius dan ulna; carpal; metacarpal; dan phalange (tulang jari). Namun pada burung tulang-tulang tersebut diadaptasikan untuk terbang, sehingga beberapa tulang hilang atau berfusi dengan tulang lainnya. Misalnya tulang carpal terdiri atas dua tulang yaitu radiale yang terletak setelah tulang radius, dan ulnare terletak setelah tulang ulna. Tulang-tulang tersebut mengadakan artikulasi dengan tulang radius dan ulna. Adapun tulang carpal lainnya dijumpai pada fase embrio burung namun pada burung fase dewasa tulang tersebut tidak dapat dibedakan, dan mengadakan fusi atau penggabungan dengan radiale dan ulnare serta metacarpal. 47 Pada manusia tulang metacarpal berjumlah lima buah, namun pada burung tulang metacarpal I dan V menghilang, sedang tulang ke II, III, dan IV tetap dimiliki. Tulang-tulang tersebut berfusi dengan sisa tulang carpal membentuk tulang yang dikenal dengan istilah carpometacarpus. Tulang tersebut selanjutnya mengadakan penggabungan dengan radiale dan ulnare. Tulang metacarpal ke III merupakan tulang yang terletak di median atau tulang terbesar dari carpo-metacarpus. Tulang metacarpal II terletak bersebelahan dengan tulang radial, sedangkan tulang metacarpal IV letaknya berseberangan dengan metacarpal II. Tulang-tulang jari pada burung mengalami reduksi dan hanya tinggal tiga macam tulang jari. Tulang metacarpal II membawa satu tulang jari berbentuk pendek dan meruncing yaitu tulang jari ke II. Metacarpal ke III membawa dua tulang jari dari jari ke III. Bagian proksimal tulang jari tersebut berbentuk datar dan pada tepi posteriornya memiliki tepi yang runcing. Tulang metacarpal ke IV membawa sebuah tulang jari ke IV dan tulang tersebut berbentuk triangular. Beberapa ahli menyebut jari yang terdapat pada sayap burung sebagai jari ke I, II, dan III. Jari pertama sayap tersebut dikenal sebagai pollex atau ibu jari. Pada sebagian kecil spesies burung dari ordo primitif memiliki cakar pada jari ke II sayap atau terkadang cakar tersebut dijumpai pada tulang jari ke III. Cakar yang terdapat pada sayap lebih berkembang dengan baik pada burung yang baru menetas daripada burung dewasa. Keadaan ini menunjukkan suatu indikasi bahwa struktur tersebut merupakan peninggalan reptil yang merupakan ancestor burung. Pada burung Hoatzin (Opisthocomus hoatzin) fase muda, menggunakan cakar pada jari ke II dan III untuk memanjat pohon-pohon kecil di semak belukar. Apabila bulu-bulu sayap dicabut maka pada dasarnya sayap burung memiliki dua sudut sehingga membentuk sayap berbentuk huruf Z yang terbalik. Sudut terdekat dengan badan yang mengarah ke arah ekor dikenal sebagai siku. Sementara itu bagian sayap yang terletak antara badan dan siku disebut lengan atas (brachium). Bagian sayap yang terletak antara siku dan tulang-tulang jari disebut dengan lengan bawah (antebrachium), sedang bagian sayap setelah lengan bawah dikenal sebagai tangan (manus). Pada sayap burung dijumpai lipatan kulit yang meluas dari lengan atas menuju lengan bawah. Lipatan kulit tersebut disebut patagium. Selain patagium dijumpai juga lipatan kulit dengan ukuran kecil yang meluas dari lengan atas sampai badan. Lipatan kulit ini disebut humeral patagium. Bulu-bulu penyusun sayap burung dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok bulu yaitu: 48 a. Bulu sayap primer (primary remiges) Bulu tersebut adalah bulu sayap (remiges) yang tumbuh pada tangan (manus) sayap. Cara menghitung bulu primer yaitu dihitung dari pangkal tangan menuju ke ujung tangan (dari dalam ke arah luar). Sebagian besar burung jumlah bulu sayap primer yaitu 10, namun pada flamingo, bangau, greebes, dan rhea berjumlah 11. Pada burung unta berjumlah 16 dan beberapa spesies burung anggota ordo Paseriformes memiliki 9 lembar bulu sayap primer. b. Bulu sayap sekunder (secundary remiges) Kelompok bulu ini sebenarnya adalah bulu-bulu sayap (remiges) yang melekat pada lengan bawah (antebrachium) atau tulang ulna. Cara menghitung bulu ini yaitu diawali dari bulu yang bersebelahan dengan bulu primer sayap menuju ke arah badan (dari luar ke dalam). Jumlah bulu sayap sekunder bervariasi tergantung spesies burung. Pada burung kolibri berjumlah 6 helai, sedangkan pada burung hantu (Great Horned owl) berjumlah 19, dan pada burung albratoss berjumlah 40 helai. c. Bulu sayap tersier (tertiery remiges) Merupakan kelompok bulu yang tumbuh di atas siku sayap yang berbatasan dengan lengan atas. d. Scapular Merupakan kelompok bulu yang berasal dari daerah bahu burung dan bersebelahan dengan permukaan atas lengan atas. Kelompok bulu ini cenderung tumpang tindih dengan bulu sayap tersier. e. Alular Bulu alular tumbuh hanya pada jari ke-2, berbentuk seperti remiges dan berjumlah tiga helai bulu. Bulu alular disebut juga dengan istilah alula. f. Penutup sayap Merupakan bulu-bulu yang terletak pada permukaan atas dan bawah sayap. Kelompok bulu ini terdiri atas semua bulu yang terdapat pada sayap kecuali bulu sayap (remiges) dan alular. 6. EKOR 49 Ekor burung pada dasarnya merupakan suatu bangunan yang terdiri atas tulang vertebrae caudal yang berfusi (disebut: pigostil) dan otot. Namun dalam ornitologi, istilah ekor berarti bulu-bulu yang tumbuh dari bangunan tersebut. Bulu ekor terdiri atas dua jenis yaitu rectrices (tunggal, rectrix) dan bulu penutup ekor. Rectrices merupakan bulu terbang yang terdapat pada ekor dan berhubungan dengan bulu remiges pada sayap. Ujung distal bulu ini membentuk tepi posterior ekor. Bulu rektrises tersebut selalu berpasangan sehingga jumlah rektrises antara sisi kiri dan kanan ekor jumlahnya sama. Fungsi utama bulu ekor adalah sebagai kemudi dan mengerem selama burung terbang. Bulu penutup ekor dalam penampakannya sama dengan bulu penutup sayap. Bulu penutup ekor terletak pada permukaan atas dan bawah ekor. Bulu penutup ekor yang terletak pada permukaan bawah ekor dikenal sebagai crissum. Bulu tersebut terpisah dari bulu di abdomen oleh sebuah garis transversal yang melewati anus. Bulu penutup ekor yang terletak pada permukaan atas sulit dibedakan dari bulu yang terletak pada daerah pinggul burung. Namun ada suatu teknik untuk membedakannya yaitu dengan membuat garis transversal sejajar dengan garis transversal yang melewati anus. Gambar 4.5 Kerangka sayap burung. a. humerus, b. radius, c. ulna, d. radiale, e.ulnare, f. carpal, g. carpo-metacarpus, h. metacarpal ke III, i. metacarpal ke IV, j. metacarpal ke II, k. pollex, l. jari ke II, m. jari ke IV, n. brachium, o. antebrachium, p. tangan (Pettingil, 1967: 8) 50 Gambar 4.6 Permukaan dorsal sayap burung. A. Bentangan sayap kiri ayam leghorn, B. Perlekatan bulu primer dan sekunder pada tulang dari sayap kiri ayam leghorn (Gill, 1988: 60) 51 7. KAKI Kaki burung kurang terspesialisasi dibandingkan sayap. Kaki burung memperlihatkan variasi yang besar dalam strukturnya sesuai dengan kebiasaan hidup burung. Tulang penyusun kaki burung pada dasarnya sama seperti tulang penyusun kaki manusia yaitu terdiri atas femur (tulang paha), patella (tulang lutut), tibia dan fibula (tulang kering), tarsal (tulang pergelangan kaki), metatarrsal (tulang telapak kaki) dan phalange (tulang jari). a. Femur Femur (tulang paha) berbentuk silidris. Ujung distal femur bersatu dengan tulang lutut dan membentuk persendian dengan tulang tibia dan fibula melalui dua buah condilus. b. Patella Merupakan tulang lutut, berukuran kecil dan terletak pada permukaan atas dari persendian lutut. c. Tibia dan fibula Kedua tulang tersebut tersusun pararel satu dengan lainnya. Ujung proksimal tulang tibia mengadakan persendian dengan femur melalui condilus yang terletak di sebelah dalam, sedangkan fibula melalui condilus yang terletak di sebelah luar. Ujung distal tibia membentuk tumit. Pada burung tumit kakinya tergolong tipe digitigrade yaitu pada saat berjalan tumit tidak menempel tanah tetapi terangkat. Beda dengan manusia yang bertipe plantigrade yaitu pada saat berjalan tumit menempel tanah. Tulang fibula kurang berkembang dibandingkan tibia dan memiliki panjang hanya dua pertiga panjang tibia. Ujung distal fibula berfusi dengan tibia. Pada burung tibia dan fibula secara umum dijelaskan sebagai satu tulang. d. Tarsal Tarsal atau tulang pergelangan kaki pada merpati bukan sebagai tulang yang terpisah satu dengan yang lain. Diantara tulang tersebut mengadakan fusi dengan ujung distal tibia. Oleh karena fusi tersebut maka tibia dan fibula dikenal sebagai tibio-tarsus. Tulang tarsal lainnya juga mengadakan fusi dengan tulang telapak kaki. e. Metatarsal Metatarsal adalah tulang telapak kaki dan pada dasarnya terdiri atas lima tulang. Metatarsal ke II, III, dan IV berfusi membentuk sebuah tulang. Ujung proksimal gabungan tulang tersebut berfusi dengan tarsal. Akibat fusi tulang tersebut, sehingga dikenal dengan sebutan 52 tarso-metatarsus, dan lebih umum disebut dengan metatarsus. Ujung proksimal metatarsus membentuk persendian dengan tibia. Adapun dari ketiga metatarsal yang membentuk gabungan ujung distal dari setiap tulang tetap dapat dibedakan sebagai tiga tempat persendian untuk ketiga jari yang mengarah ke anterior. Metatarsal ke I mengalami rudimenter dan dikenal sebagai metatarsal tambahan (accessory metatarsal). Tulang ini dihubungkan ke ujung distal metatarsus dengan menggunakan ligamen. Metatarsal ke V tidak dijumpai lagi pada burung fase deawasa. f. Jari Burung memiliki empat jari, tiga jari mengarah ke anterior dan satu jari mengarah ke posterior. Namun pada spesies burung tertentu, misalnya burung pelatuk, memiliki susunan jari kaki yang berbeda yaitu dua jari mengarah ke anterior dan dua jari lainnya mengarah ke arah posterior. Selain itu pada spesies burung tertentu jarinya mengalami perubahan atau reduksi. Misalnya pada burung raja udang memiliki tiga jari dan burung unta hanya memiliki dua jari. Setiap jari tersusun atas suatu seri tulang. Ujung proksimal jari bersebelahan dengan metatarsus, dan setiap ujung distal jari berakhir dengan cakar yang melengkung dan kuat. Pada burung dengan empat jari tersebut, jari yang mengarah ke arah posterior dikenal sebagai jari nomor satu (hallux). Jari tersebut tersusun atas dua ruas jari, mengadakan persendian dengan metatarsal tambahan. Hallux ini homolog dengan ibu jari pada manusia. Adapun tiga jari lainnya yang mengarah ke arah anterior mengadakan persendian dengan ketiga ujung distal metatarsus. Jari yang terletak mendekati sumbu tubuh (paling dalam) tersusun atas tiga tulang jari, sedangkan jari tengah tersusun atas empat ruas jari dan jari yang terletak menjauhi sumbu tubuh (paling luar) terdiri atas lima tulang. Jari-jari tersebut secara berurutan dari dalam ke luar dikenal sebagai jari ke II, III, dan ke IV. Ketiga jari tersebut homolog dengan jari ke II, III, dan ke IV pada manusia. Jari ke V tidak dimiliki oleh burung. Jari dan metatarsus burung dibungkus oleh sisik yang merupakan modifikasi dari stratum korneum kulit. Letak sisik tersebut bervariasi, ada yang letaknya tepat pada daerah metatarsus dan jari kaki, ada yang letaknya sampai ke daerah tibio-tarsus, namun pada spesies burung tertentu metatarsus dan jari dibungkus oleh sisik dan bulu sehingga sisik tidak terlihat. 53 Gambar 4.7 Kerangka kaki burung. a. femur, b. patella, c. fibula, d. tibia, e. tibio-tarsus, f. tarso-metatarsus, g. jari kaki ke I (hallux), h. jari kaki ke II, i. jari kaki ke III, j. jari kaki ke IV, k. cakar. (Rogers, 1986: 109) B. KARAKTER KAKI DAN PARUH BURUNG 1. KARAKTER KAKI ATAU CAKAR BURUNG Berdasarkan adaptasinya terhadap habitat menyebabkan adanya keanekaragaman pada tipe kaki burung. Tipe-tipe kaki burung tersebut adalah sebagai berikut. a. Tipe Pelari Pada burung dengan kaki tipe pelari memiliki kaki yang sangat kuat dan jumlah jarinya mereduksi. Perubahan kaki yang dialami burung dengan kaki tipe pelari adalah berkurangnya panjang kaki dan jumlah jari. Jari yang mengarah ke arah posterior mengalami reduksi, menghilang atau keadaannya sedikit terangkat. Burung Kasuari, Emu, Rhea memiliki jari kaki berukuran pendek dan berjumlah tiga buah yang kesemuanya mengarah ke anterior. Pada burung unta memiliki kaki yang berukuran panjang dan hanya dengan dua jari kaki yaitu jari kaki ke III (jari tengah) dan jari ke IV (jari terluar). Jari ke IV tersebut berukuran lebih kecil dibandingkan jari ke III dan tidak memiliki cakar. 54 b. Tipe Bertengger Kaki dengan tipe bertengger dijumpai pada umumnya burung (kelompok Passeriformes), misalnya burung gereja, robin, dan lain-lain. Kaki burung tipe ini memiliki 4 jari kaki yang dapat digerakkan yaitu terdiri atas 3 jari mengarah ke anterior dan sebuah jari mengarah ke arah posterior. Jari yang mengarah ke arah anterior berbentuk langsing, sedangkan jari yang mengarah ke posterior (hallux) berukuran panjang dan kuat. Ciri lainnya adalah memiliki tulang pergelangan kaki yang sangat kuat dan panjang, cakar berbentuk oval dan melengkung. Oleh karena kondisi jari tersebut, maka burung dapat dengan mudah mengikatkan kakinya ke cabang pohon. c. Tipe Pemanjat Kaki tipe pemanjat ini dimiliki oleh burung nuri, pelatuk, dan hoopoe. Jari ke II dan III mengarah ke anterior, sedangkan jari ke I dan IV mengarah ke posterior. Kaki tipe ini digunakan untuk memegang dan khususnya diadaptasikan untuk memanjat permukaan vertikal pada pohon dan dinding. d. Tipe Pelekat Contoh burung yang memiliki kaki tipe ini adalah burung Kolibri dan burung layang-layang. Ciri kaki tipe ini yaitu keempat jari mengarah ke anterior, cakarnya panjang, tajam dan melengkung. Kaki tersebut dimodifikasi untuk melekat pada dahan pohon atau permukaan vertikal lainnya saat burung makan. e. Tipe Pencakar Burung yang memiliki tipe ini adalah ayam. Ciri kaki tipe ini adalah memiliki 4 buah jari kaki yaitu tiga jari mengarah ke anterior dan satu jari (jari ke I) mengarah ke posterior. Selain itu kaki tersebut kuat dan memiliki cakar yang kuat. Fungsi kaki ini untuk lari dan menggaruk-nggaruk tanah. Pada burung jantan memiliki taji untuk berkelahi atau “memegang” burung betina. f. Tipe Pencengkeram Burung yang memiliki kaki tipe ini adalah kelompok burung predator atau karnivora seperti burung hantu, elang, rajawali, vulture, dan lain-lain. Ciri burung tersebut memiliki empat jari kaki dan semuanya berkembang dengan baik. Cakar yang terdapat di setiap jari berukuran besar, kuat, tajam dan melengkung. Pada burung osprey kulit kakinya memiliki duri yang tajam. Permukaan kaki yang kasar tersebut terutama untuk mencengkeram 55 organisme lain yang bersifat licin. Jadi fungsi kaki tersebut untuk menyambar dan memegang mangsa. g. Tipe Perenang Pada dasarnya burung-burung dengan kaki tipe perenang dibedakan atas dua kelompok yaitu kelompok perenang dan penyelam, serta perenang dan pendayung. 1). Tipe Perenang dan Penyelam Burung yang memiliki kaki tipe ini adalah coot dan grebes. Ciri kakinya yaitu memiliki selaput kaki menggelembung dan jari bergerak bebas. Setiap jari memiliki bentukan seperti dayung yang terbuat dari kulit jari kaki yang meluas. Cakarnya rata dan pada beberapa spesies burung sedikit melengkung. 2). Tipe Perenang dan Pendayung Burung yang memiliki kaki tipe ini adalah burung pelikan, cormorant, teal dan itik. Pada kaki tipe tersebut memiliki selaput yang teradaptasikan untuk berenang dan mendayung. Burung cormoran dan pelikan keempat jari kakinya dihubungkan dengan selaput renang dan panjang selaput tersebut sepanjang jari kakinya. Pada itik dan teal juga memiliki empat jari kaki. Jari no.I berukuran kecil, sedangkan ketiga jari lainnya yang mengarah ke anterior dihubungkan melalui selaput renang yang panjangnya sesuai dengan panjang jari tersebut. h. Tipe Penjelajah Kaki tipe ini dijumpai pada burung heron, jacana dan snipe. Ciri kaki tipe ini adalah memiliki kaki dan jari kaki yang panjang dan langsing. Selaput renang tidak berkembang. Kaki ini digunakan untuk berjalan di atas daun pada tanaman air. Adapun gambar contoh dari setiap kaki burung tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.8. 2. KARAKTER PARUH BURUNG Berdasarkan adaptasinya terhadap jenis makanan menyebabkan adanya keanekaragaman pada tipe paruh burung. Berbagai tipe paruh burung tersebut adalah sebagai berikut. a. Tipe Pemakan Biji Ciri tipe paruh tersebut adalah pendek, kuat, berbentuk konical, pada bagian basal paruh melebar dan meruncing pada ujung distalnya. Paruh tipe ini dimiliki oleh burung yang makanannya biji-biji kecil, seperti burung gereja, gelatik, dan lain-lain. 56 b. Tipe Pemotong Ciri paruh tipe ini adalah berbentuk langsing, kuat, berukuran panjang, tepi paruh menanduk dan tajam. Adanya kondisi paruh tersebut, paruh dapat digunakan untuk tujuan yang bervariasi. Contoh burung yang memiliki tipe ini adalah burung gagak (Corvus). c. Tipe Pemakan Buah Ciri paruh adalah langsing, sangat kuat, dan berbentuk kait. Mandibula atas dapat digerakkan dan pada burung nuri bergerak dengan bebas. Paruh tipe ini sangat teradaptasi untuk membuka buah, kacang dan biji yang keras. Contoh burung yang memiliki tipe paruh ini adalah burung nuri, kakaktua. d. Tipe Pembuka dan Penusuk Ciri paruh tersebut adalah berukuran pendek, sedikit berbentuk kait dan memiliki tepi yang tajam. Paruh ini diadaptasikan untuk membuka dan menusuk daging menjadi lembaranlembaran daging. Gerakan paruh ini diakibatkan otot mandibula yang berkembang dengan baik. Tipe paruh ini umum ditemukan pada burung kelompok karnivora, seperti elang, rajawali, vulture, dan burung hantu. e. Tipe Pemakan Serangga Paruh tipe tersebut dimiliki oleh burung layang-layang, night jar, hoopoe dan lain-lain. Pada burung hoopoe paruhnya berbentuk langsing, sedikit melengkung dan berukuran panjang. Paruh tersebut diadaptasikan dengan kebiasaannya yaitu menggali tanah untuk mencari larva serangga atau pupa serangga. f. Tipe Penangkap Ikan Paruh bertipe penangkap ikan memiliki ciri yaitu panjang, sempit dan tajam. Pada burung cormorant, ujung paruh sedikit melengkung dan memiliki bentukan seperti gigi pada tepi paruh yang teradaptasi untuk menangkap ikan. Pada burung raja udang paruh sangat kuat, berukuran panjang dan memiliki ujung yang tajam untuk menangkap ikan, katak, mollusca dan hewan air lainnya. g. Tipe Pemahat kayu Ciri paruh tipe ini adalah berukuran panjang, lurus, kuat dan berbentuk seperti pahat. Persendian antara paruh dan tengkorak sangat kuat. Tulang tengkorak tebal dan berfungsi penahan goncangan. Paruh tipe ini digunakan untuk memahat dan mengebor batang kayu untuk menangkap serangga, larva serangga atau untuk membangun sarang. Tipe paruh ini dijumpai pada burung pelatuk. 57 h. Tipe Penggali Lumpur Paruh bertipe penggali lumpur memiliki bentuk langsing, sedikit melengkung dan berukuran panjang. Paruh ini digunakan sebagai penggali lumpur dengan cara menusuk-nusuk lumpur dalam rangka mencari makanan yang umumnya berupa cacing air dan larva. Burung yang memiliki tipe paruh ini adalah jacana, sand-piper, dan lain-lain. i. Tipe Penusuk Bunga Ciri paruh ini adalah panjang, sempit dan runcing. Paruh ini digunakan untuk menusuk bunga dalam rangka untuk menghisap madu. Paruh tipe ini dimiliki oleh burung penghisap madu. j. Tipe Berkantung Paruh tipe ini ditemukan pada burung pelican. Paruh memiliki kantung gular yang besar. Kantung tersebut pada dasarnya merupakan perluasan kulit yang menempel pada mandibula bawah. k. Tipe Spatula Paruh tipe spatula merupakan cirikhas dari burung berparuh sendok. Ciri paruh ini adalah datar seluruhnya, tetapi pada ujung distal meluas membentuk bentukan seperti sendok. Paruh ini digunakan untuk mencari makanannya yang berupa ikan, cacing, serangga, berudu, dan hewan air yang berukuran kecil lainnya. Cara mencari makanan tersebut yaitu dengan menyebur-nyeburkannya ke dalam lumpur dan air. l. Tipe Penyaring Air dan Lumpur Ciri paruh ini adalah datar dan luas. Tepi dari paruh memiliki lamela transversal atau gerigi yang menanduk yang berakibat membuat efisien dalam penyaringan. Oleh karena dimilikinya lamela transversal pada tepi paruh, maka air dan lumpur tetap di luar dan yang masuk ke mulut hanyalah makanan. Paruh tipe ini umumnya ditemukan pada itik, angsa, dan flamingo. Adapun tipe-tipe paruh burung dapat dilihat pada gambar 4.9. 58 Gambar 4.8 Tipe Kaki Burung. A. Tipe pelari; B. Tipe petengger; C. Tipe pemanjat; D. Tipe pelekat; E. Tipe pencakar; F. Tipe pencengkeram; G. Tipe perenang dan penyelam; H. Tipe perenang dan pendayung; I. Tipe penjelajah (Verma, 1979: 329-333). 59 Gambar 4.9 Tipe Paruh Burung. A. Tipe pemakan biji; B. Tipe pemotong; C. Tipe pemakan buah; D. Tipe pembuka dan penusuk; E. Tipe pemakan serangga; F. Tipe penangkap ikan; G. Tipe pemahat kayu; H. Tipe penggali lumpur; I. Tipe penusuk bunga; J. Tipe berkantung; K. Tipe spatula; L. Tipe penyaring air dan lumpur (Verma, 1979: 324-328). 60 RINGKASAN Secara garis besar topografi tubuh burung dibedakan atas tujuh bagian tubuh yang terdiri atas: kepala, leher, badan, paruh, sayap, ekor, dan kaki. Bagian dorsal kepala berbentuk kurva dan dibedakan atas bagian anterior dan posterior. Bagian anterior tersebut adalah “dahi” (forehead) dan kepala bagian atas sampai posterior dikenal sebagai puncak (crown). Daerah yang terletak di posterior dari puncak (crown) yang melekuk disebut sebagai kepala bagian belakang. Lateral kepala burung sedikit rata dan dibedakan atas daerah mata dan telinga. Daerah mata meliputi mata, kelopak mata dan lingkaran mata. Mata dibedakan menjadi pupil yang berwarna gelap dan iris mata yang berwarna karena adanya pigmen. Kelopak mata merupakan lipatan kulit, berjumlah dua buah yaitu kelopak mata bagian atas dan bawah. Burung memiliki membran niktitans yang kadangkala disebut sebagai kelopak mata ke tiga. Burung juga melakukan gerak berkedip secara periodik seperti pada mammal. Pada sebagian besar spesies burung, organ yang berperanan saat berkedip adalah membran niktitans. Daerah telinga adalah daerah di sekitar lubang telinga. Burung tidak memiliki daun telinga dan lubang telinga tersebut tertutup oleh sekelompok bulu yang disebut auricular. Daerah ventral kepala berbentuk datar dan terbagi atas bagian anterior yaitu dagu (chin) dan gular. Paruh burung tersusun atas mandibula atas dan mandibula bawah, dan sesuai dengan namanya letak mandibula tersebut adalah di atas dan di bawah mulut. Setiap mandibula merupakan modifikasi tulang tengkorak yang dilapisi dengan selubung yang terbuat dari zat tanduk (modifikasi dari stratum korneum). Struktur paruh adalah kaku dan agak keras. Leher burung terletak diantara tepi posterior puncak (crown) dan badan. Pada leher tersebut dibedakan atas tiga daerah yaitu tengkuk (nape), kerongkongan (jugulum), dan tepi leher. Badan burung dibedakan atas dua daerah yaitu permukaan atas dan permukaan bawah. Bagian atas badan dibedakan atas dua bagian yaitu daerah punggung (back) dan “pinggul” (rump). Adapun permukaan bawah badan burung dibedakan menjadi empat daerah yaitu dada, perut (abdomen), pinggang, dan pinggul. Sayap merupakan ekstremitas anterior. Sayap burung homolog dengan ekstremitas depan pada manusia dan vertebrata lain. Sayap diadaptasikan untuk terbang, memiliki bentuk tertentu dan tersusun oleh bulu dengan penampakan tertentu. Bulu-bulu tersebut dibedakan atas dua kelompok utama yaitu bulu terbang atau remiges (tunggal, remex) dan bulu penutup. Bulu terbang bentuknya panjang dan kaku, sedangkan bulu penutup berukuran lebih kecil dan 61 terletak di dasar remiges serta berfungsi sebagai penutup sayap. Kelompok bulu lain yang menyusun sayap adalah bulu daerah alular, scapular, dan axilar. Pada dasarnya tulang-tulang penyusun kerangka sayap sama dengan tulang penyusun lengan atas manusia yaitu terdiri atas humerus; radius dan ulna; carpal; metacarpal; dan phalange (tulang jari). Namun pada burung tulang-tulang tersebut diadaptasikan untuk terbang, sehingga beberapa tulang hilang atau berfusi dengan tulang lainnya. Ekor burung pada dasarnya merupakan suatu bangunan yang terdiri atas tulang vertebrae caudal yang berfusi (disebut: pigostil) dan otot. Namun dalam ornitologi, istilah ekor berarti bulu-bulu yang tumbuh dari bangunan tersebut. Bulu ekor terdiri atas dua jenis yaitu rectrices (tunggal, rectrix) dan bulu penutup ekor. Fungsi utama bulu ekor adalah sebagai kemudi dan mengerem selama burung terbang. Bulu penutup ekor yang terletak pada permukaan atas sulit dibedakan dari bulu yang terletak pada daerah pinggul burung. Namun ada suatu teknik untuk membedakannya yaitu dengan membuat garis transversal sejajar dengan garis transversal yang melewati anus. Kaki burung kurang terspesialisasi dibandingkan sayap. Tulang penyusun kaki burung pada dasarnya sama seperti tulang penyusun kaki manusia yaitu terdiri atas femur (tulang paha), patella (tulang lutut), tibia dan fibula (tulang kering), tarsal (tulang pergelangan kaki), metatarrsal (tulang telapak kaki) dan phalange (tulang jari). Kaki burung memperlihatkan variasi yang besar dalam strukturnya sesuai dengan kebiasaan hidup burung. Berdasarkan adaptasinya terhadap habitat menyebabkan adanya keanekaragaman pada tipe kaki burung. Berbagai tipe kaki burung tersebut meliputi: tipe pelari, tipe petengger, tipe pemanjat, tipe pelekat, tipe pencakar, tipe pencengkeram, tipe perenang dan penyelam, tipe perenang dan pendayung, dan tipe penjelajah. Berdasarkan adaptasinya terhadap jenis makanan menyebabkan adanya keanekaragaman pada tipe paruh burung. Berbagai tipe paruh burung tersebut meliputi: tipe pemakan biji, tipe pemotong, tipe pemakan buah, tipe pembuka dan penusuk, tipe pemakan serangga, tipe penangkap ikan, tipe pemahat kayu, tipe penggali lumpur, tipe penusuk bunga, tipe berkantung, tipe spatula, tipe penyaring air dan lumpur . 62 BAB V TERBANG KOMPETENSI Mahasiswa dapat menjelaskan mekanisme terbang burung ELEMEN KOMPETENSI 1. Mahasiswa dapat menjelaskan peranan kerangka burung dalam aktifitas terbang 2. Mahasiswa dapat menyebutkan otot-otot burung yang berperanan dalam aktifitas terbang 3. Mahasiswa dapat menjelaskan metabolisme terbang burung 4. Mahasiswa dapat menjelaskan proses naik dan turunnya sayap 5. Mahasiswa dapat membedakan sayap berdasarkan bentuk dan ukuran Terbang merupakan adaptasi pokok burung. Untuk lebih memahami tentang terbang yang dilakukan burung maka perlu mengetahui terlebih dahulu anatomi burung khususnya tentang tulang dan otot terbang. A. KERANGKA BURUNG Kerangka burung merupakan kerangka yang khas untuk adaptasi terbang (Gambar 5.1). Adanya aktifitas tersebut maka kerangka harus kuat untuk menahan otot-otot terbang tetapi juga harus ringan. Tulang yang kuat diperoleh dengan adanya fusi dari tulang-tulang yang berdekatan. Sedangkan ringannya tulang dihasilkan dari adanya rongga udara pada beberapa tulang. Tulang panjang yang berlubang dari sayap teristimewa bersifat kuat dan pada beberapa kasus kekuatan tulang diperoleh lebih lanjut dari struktur internal tulang (Gambar 5.2). Tulang torak burung lebih kaku dan lebih kuat dibandingkan hewan reptil. Osifikasi sempurna dari tulang rusuk memberikan kekuatan hubungan antara tulang belakang dengan tulang dada. Adanya tulang horizontal yang merupakan perluasan ke arah posterior dari tulang rusuk vertikal (disebut “prosesus ucinatus”) menuju ke tulang rusuk yang berdekatan akan memperkuat tulang rusuk. Selain itu dengan terbatasnya persendian tulang-tulang tersebut membantu menstabilkan pergerakan vertebrae torakalis. Tulang-tulang pectoral girdle meliputi tulang dada (sternum), coracoid, dan scapula. Tulang dada merupakan gambaran yang dominan dari kerangka burung, dan biasanya memiliki lunas atau karina sterni yang besar, dimana merupakan tempat melekatnya otot terbang. 63 Kemampuan terbang burung berhubungan dengan ukuran lunas tersebut, tetapi untuk burungburung yang tidak terbang tidak memiliki karina sterni. Tulang furkula dan coracoid untuk menahan tekanan yang diakibatkan oleh gerakan sayap selama terbang. Sayap burung merupakan modifikasi dari alat gerak depan. Tulang humerus, ulna, dan radius homolog dengan tulang-tulang alat gerak tetrapoda. Adanya persendian yang menghubungkan tulang-tulang penyusun alat gerak tersebut membantu sayap melipat dengan rapi. Selain itu juga membantu sayap mengubah posisi dan sudut saat akan terbang, selama terbang, dan saat mendarat. Gabungan tulang-tulang tangan dan jari membantu kekuatan dan kekakuan tulang sayap terluar. Gambar 5.1 Kerangka burung. (Gill, 1988: 85) 64 Gambar 5.2 Adaptasi tulang burung untuk terbang. Tubuh burung memiliki densitas yang rendah karena tulang berlubang. Kekuatan tulang disebabkan adanya struktur internal tulang. (Harris, 1992: 846) B. OTOT TERBANG Terdapat dua otot terbang yang besar yaitu otot pektoral dan suprakorakoid yang terdapat pada pectoral girdle dan diselipkan pada bagian dasar tulang humerus (Gambar 5..3). Otot pektoral merupakan otot terbesar dan pada spesies burung yang terbang beratnya mencapai 15% dari berat total tubuh. Kontraksi dari otot ini akan mengakibatkan sayap bergerak menurun. Otot pektoralis melekat pada tulang furkula dan selaput yang kuat antara tulang furkula dan korakoid. Selain itu otot tersebut melekat pada bagian tepi tulang dada, termasuk bagian terluar karina sterni. Pada burung yang memiliki kebiasaan memanjat seperti burung pelatuk memiliki karina sterni yang dangkal, maka otot pektoral tersebar dengan tipis di atas tulang rusuk untuk tempat melekatnya. Otot suprakorakoid bekerja bersama-sama dengan otot elevator dorsal untuk mengangkat sayap. Otot suprakorakoid terletak pada sternum. Otot suprakorakoid lebih kecil ukurannya dibandingkan otot pektoralis. Namun pada burung-burung tertentu relatif lebih besar terhadap tubuhnya, contohnya pada burung kolibri otot suprakorakoid lima kali relatif lebih besar terhadap tubuhnya. Ukuran otot tersebut sekitar setengah dari ukuran otot pektoralis dan beratnya mencapai 11,5% dari berat total tubuh. Kondisi bahwa otot suprakorakoid berukuran besar juga dijumpai pada burung pinguin. 65 Gambar 5.3 Otot terbang burung terdiri atas otot pektoralis berfungsi untuk menurunnya sayap dan otot suprakorakoid berfungsi untuk mengangkat sayap. (Gill, 1988: 87) C. METABOLISME OTOT-OTOT TERBANG Energi terbang yang dimiliki burung berasal dari aktivitas metabolisme seluler dari serabut-serabut otot terbang. Berbagai jenis serabut otot menggunakan proses metabolisme tertentu sesuai dengan cara terbang burung. Ada perbedaan proses metabolisme antara serabutserabut otot merah dan putih. Energi kontraktil yang terus menerus dari serabut-serabut otot merah dihasilkan dari metabolisme oksidatif lemak dan gula (George dan Berger, 1966; Talesar dan Goldspink, 1978 dalam Gill, 1988). Otot-otot tersebut mengandung banyak mioglobin, mitokondria, lemak, dan enzim yang mengkatalisis rangkaian metabolisme yang dikenal sebagai siklus Krebs. Energi untuk terbang yang terus menerus berasal dari tingginya kosentrasi serabut-serabut otot merah yang terkandung dalam otot terbang. Metabolisme aerobik tertinggi untuk kelompok vertebrata terjadi pada otot pektoral dari burung-burung kelompok paserine. Sebagian kecil burung memiliki otot yang seluruhnya tersusun oleh serabut otot merah. Tampaknya, campuran dari serabut-serabut otot yang berbeda yaitu campuran antara serabut otot merah dan putih mengakibatkan burung tahan dalam terbang, dan keadaan tersebut dimiliki oleh sebagian besar burung. Pada burung merpati otot dada tersusun oleh sebagian besar serabut otot merah, 66 sebaliknya otot dada ayam memiliki sedikit serabut-serabut otot merah. Namun pada kasus yang ekstrim dijumpai pada burung sparrow yang memiliki serabut-serabut merah hanya di otot pektoral, dan burung kolibri serabut merah hanya terdapat pada otot pektoral dan otot suprakorakoid. Energi yang dihasilkan oleh serabut-serabut otot putih berasal dari metabolisme anaerobik. Hal tersebut dikarenakan pada serabut tersebut mengandung sedikit mioglobin, mitokondria, dan perbedaan jenis enzim yang ada dibandingkan serabut-serabut otot merah. Serabut-serabut otot putih mampu digunakan untuk terbang sedikit lebih cepat dan kontraksi yang cepat, tetapi otot ini lebih cepat lelah karena akumulasi asam laktat sebagai hasil metabolisme an-aerobik. Otot dada dari ayam dan burung “grouse” utamanya tersusun oleh serabut-serabut otot putih yang menyebabkan burung mampu “take off” dengan kekuatan yang luar biasa. Energi yang dihasilkan oleh serabut otot putih digunakan untuk bergerak lebih cepat dan gerakan-gerakan yang bersifat mengelak dalam terbang, tetapi burung cepat lelah dan tidak dapat terbang dalam waktu lama dan jarak yang jauh. D. ENERGI TERBANG Burung untuk dapat tetap bertahan terbang di atas harus mampu mengatasi daya tarik gravitasi bumi, oleh karena itu sayap merupakan organ yang penting dalam hal ini. Adanya kemampuan sayap tersebut mengikuti fenomena aerodinamik yaitu dengan mempertimbangkan perbedaaan tekanan yang terjadi pada permukaan sayap. Permukaan sayap burung memiliki struktur kurva asimetrik dengan ujung yang meruncing. Orientasi yang benar dari sayap dengan cara mengalirkan udara pada permukaan sayap. Daya angkat sayap dihasilkan dari perbedaan kecepatan udara yang mengalir pada permukaan atas dan bawah sayap. Kecepatan aliran udara pada permukaan atas sayap mengakibatkan tekanan udara lebih rendah dibandingkan permukaan bawah sayap (Gambar 5.4 A). Orientasi sayap dalam aliran udara mempengaruhi keseimbangan arah dari tekanan pada permukaan sayap dan juga daya angkat penuh sayap. Jika bagian belakang sayap dimiringkan ke arah atas, akibatnya udara akan menabrak permukaan atas sayap secara langsung, tekanan permukaan akan melawan terbang. Namun jika bagian belakang sayap dimiringkan ke bawah maka akan meningkatkan sudut pembelokan sehingga meningkatkan daya angkat sayap. Jika sayap dimiringkan ke arah bawah, aliran udara tidak mengikuti permukaan sayap dan sebagian udara akan ke permukaan atas. Udara selanjutnya berputar pada tekanan yang rendah pada tepi bagian belakang sayap, dan menyebabkan hilangnya daya angkat sayap (Gambar 5.4 B). 67 Gambar 5.4 (A) Bentuk sayap burung streamlined menyebabkan lancarnya aliran udara pada permukaan sayap. Hal ini menghasilkan daya angkat sayap dengan cara mengurangi tekanan udara pada permukaan atas sayap terhadap permukaan bawah. (B) Kemiringan sayap merusak daya angkat sayap saat aliran udara terpisah dari permukaan sayap. Keadaan ini menyebabkan burung kehilangan daya angkat. (Gill, 1988: 89) E. UKURAN DAN BENTUK SAYAP Kecepatan burung dalam terbang, kegesitan di udara, dan kecepatan penggunaan energi selama terbang semua itu tergantung pada ukuran dan bentuk sayap. Besarnya energi untuk terbang dipengaruhi oleh hubungan antara massa total sayap dan massa tubuh yaitu berapa gram area permukaan sayap yang dibawa burung selama terbang. Bentuk sayap juga mempengaruhi kemampuan terbang. Sayap yang panjang dan sempit menghasilkan daya angkat yang lebih besar daripada bentuk sayap yang berukuran lebar dengan area total yang sama, karena tepi sayap menghasilkan sebagian besar daya angkat sayap, sedangkan setengah bagian belakang sayap menghasilkan daya angkat yang lebih rendah. Sayap panjang dan sempit memiliki ujung yang kecil dibandingkan permukaan total sayap dan hal ini mengurangi penyebab tarikan. Burung yang memiliki bentuk sayap tersebut contohnya swallow, falcon, dan albatros dapat terbang meluncur lebih baik daripada burung sparrow yang memiliki sayap pendek dan membulat. Burung-burung yang bersifat aerial seperti burung swallow, pantai memiliki bentuk sayap yang khas yaitu panjang dan meruncing, sedangkan spesies burung yang hidup di sekitar tumbuh-tumbuhan memiliki bentuk sayap pendek dan membulat. Bentuk sayap burung yang 68 memiliki kebiasaan migrasi lebih panjang dan lebih meruncing dibandingkan burung yang tidak terbang. Gambar 5.4 Kemampuan terbang burung berkaitan dengan bentuk dan ukuran sayap. A. Sayap panjang dan sempit. B. Sayap pendek dan membulat. C. Sayap langsing D. Sayap bercelah. (Gill, 1988: 96) 69 RINGKASAN Kerangka burung merupakan kerangka yang khas untuk adaptasi terbang yaitu tulang harus kuat dan ringan. Tulang yang kuat diperoleh dengan adanya fusi dari tulang-tulang yang berdekatan. Sedangkan ringannya tulang dihasilkan dari adanya rongga udara pada beberapa tulang. Tulang dada merupakan gambaran yang dominan dari kerangka burung, dan biasanya memiliki lunas atau karina sterni yang besar, dimana merupakan tempat melekatnya otot terbang. Kemampuan terbang burung berhubungan dengan ukuran lunas tersebut, tetapi untuk burung-burung yang tidak terbang tidak memiliki karina sterni. Sayap burung merupakan modifikasi dari alat gerak depan. Tulang humerus, ulna, dan radius homolog dengan tulang-tulang alat gerak tetrapoda. Adanya persendian yang menghubungkan tulang-tulang penyusun alat gerak tersebut membantu sayap melipat dengan rapi dan juga membantu sayap mengubah posisi dan sudut saat akan terbang, selama terbang, dan saat mendarat. Terdapat dua otot terbang yang besar yaitu otot pektoral dan suprakorakoid yang terdapat pada pectoral girdle dan diselipkan pada bagian dasar tulang humerus. Kontraksi otot pektoral akan mengakibatkan sayap bergerak menurun. Otot suprakorakoid bekerja bersamasama dengan otot elevator dorsal berfungsi untuk mengangkat sayap. Otot suprakorakoid lebih kecil ukurannya dibandingkan otot pektoralis. Energi terbang yang dimiliki burung berasal dari aktivitas metabolisme seluler dari serabut-serabut otot terbang. Ada perbedaan proses metabolisme antara serabut-serabut otot merah dan putih. Energi kontraktil yang terus menerus dari serabut-serabut otot merah dihasilkan dari metabolisme oksidatif lemak dan gula. Serabut otot merah mengandung banyak mioglobin, mitokondria, lemak, dan enzim yang mengkatalisis rangkaian metabolisme yang dikenal sebagai siklus Krebs. Energi untuk terbang yang terus menerus berasal dari tingginya kosentrasi serabut-serabut otot merah yang terkandung dalam otot terbang. Energi yang dihasilkan oleh serabut-serabut otot putih berasal dari metabolisme an-aerobik. Hal tersebut dikarenakan pada serabut tersebut mengandung sedikit mioglobin, mitokondria, dan perbedaan jenis enzim yang ada dibandingkan serabut-serabut otot merah. Serabut-serabut otot putih mampu digunakan untuk terbang sedikit lebih cepat dan kontraksi yang cepat, tetapi otot ini lebih cepat lelah karena akumulasi asam laktat sebagai hasil metabolisme an-aerobik. Burung untuk dapat tetap bertahan terbang di atas harus mampu mengatasi daya tarik gravitasi bumi, oleh karena itu sayap merupakan organ yang penting dalam hal ini. Adanya kemampuan sayap tersebut mengikuti fenomena aerodinamik. Orientasi yang benar dari sayap dengan cara mengalirkan udara pada permukaan sayap. Daya angkat sayap dihasilkan dari 70 perbedaan kecepatan udara yang mengalir pada permukaan atas dan bawah sayap. Kecepatan aliran udara pada permukaan atas sayap mengakibatkan tekanan udara lebih rendah dibandingkan permukaan bawah sayap. Daya angkat sayap akan hilang jika sayap dimiringkan ke arah bawah. Bentuk sayap juga mempengaruhi kemampuan terbang. Sayap yang panjang dan sempit menghasilkan daya angkat yang lebih besar daripada bentuk sayap yang berukuran lebar. Burung-burung yang bersifat aerial memiliki bentuk sayap yang khas yaitu panjang dan meruncing, sedangkan spesies burung yang hidup di sekitar tumbuh-tumbuhan memiliki bentuk sayap pendek dan membulat. Bentuk sayap burung yang memiliki kebiasaan migrasi lebih panjang dan lebih meruncing dibandingkan burung yang tidak terbang. 71 BAB VI ADAPTASI MENCARI MAKANAN KOMPETENSI Mahasiswa dapat menjelaskan mekanisme proses pencernaan pada burung ELEMEN KOMPETENSI 1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang struktur paruh burung 2. Mahasiswa dapat menjelaskan hubungan antara organ pencernaan burung dengan jenis makanannya 3. Mahasiswa dapat memberikan contoh perilaku burung mencari makan Energi yang digunakan burung dalam aktifitasnya cukup besar, sehingga menyebabkan burung seringkali makan dalam upaya memenuhi persediaan energi untuk aktifitasnya. Adaptasi burung dalam mencari makan merupakan hal yang menarik dari evolusi burung. Adaptasi burung dalam mencari makanan meliputi gerakan burung selama mencari makanan, struktur paruh, dan sistem pencernaan makanan. Gerakan burung dalam rangka mencari makanan antara lain bertengger, berjalan, melompat, terbang, dan menyelam. Contohnya pada itik, loon, dan auk akan menyelam dalam air untuk menangkap ikan atau hewan invertebrata yang merupakan makanannya; burung vulture terbang membumbung tinggi untuk mengamati adanya bangkai hewan; burung falcon terbang menukik ke bawah dengan kecepatan tinggi untuk memburu mangsanya; burung gagak akan berjalan melintasi ladang untuk mencari mangsan; sementara itu kelompok burung berkicau melompat dari ranting pohon satu ke ranting yang lain. Paruh burung merupakan adaptasi kunci dalam mencari makanan. Ukuran, bentuk, dan kekuatan paruh mempengaruhi jenis makanan burung. Contohnya bentuk paruh itik yang luas dan pipih tidak sesuai menagkap semut di pohon, tetapi yang cocok adalah bentuk paruh burung pelatuk yang berbentuk seperti pahat. Variasi panjang dan lengkung paruh burung pantai menentukan jenis mangsa yang dapat ditangkap. Selain itu adanya sedikit perbedaan pada ukuran paruh akan mempengaruhi kecepatan makan. Meskipun kelihatannya paruh burung ditujukan untuk jenis makanan tertentu atau bagaimana cara burung makan, ternyata paruh merupakan organ yang multifungsi. Sebagian besar jenis burung memakan makanan yang beranekaragam dan mungkin akan berubah 72 berkaitan dengan perubahan musim. Contohnya paruh yang mengalami adaptasi baik dijumpai pada burung finch (song sparrow) yaitu pada musim dingin akan digunakan untuk mencari makanan berupa biji yang keras tetapi pada musim panas digunakan untuk mencari mangsa berupa serangga yang bertubuh lunak. Paruh yang panjang dari burung pantai dapat digunakan untuk menangkap mangsa baik yang ada di permukaan air atau yang ada di dalam lumpur (Gambar 6.1). Kajian tentang perilaku burung dalam mencari makanan dan pemilihan jenis makanan yang disukai merupakan hal yang menarik dalam bidang eksplorasi. Gambar 6.1.Panjang paruh bervariasi sehingga memungkinkan shorebirds untuk menggali lumpur dan pasir di kedalaman yang berbeda dalam rangka mencari makanan. (Gill, 1988: 131) A. STRUKTUR PARUH Morfologi umum paruh berkaitan dengan tiga hal meliputi maksila, mandibula, dan otot rahang. Maksila merupakan paruh bagian atas yang melekat pada tulang tengkorak melalui tulang pipih dan fleksibel yang disebut engsel nasofaringeal. Mandibula atau rahang bawah bersendi dengan tulang kuadrat yaitu tulang besar dan komplek yang terletak di bagian ujung postrior mandibula. Otot rahang yang berukuran besar sehingga memungkinkan burung dapat menggigit makanannya melekat pada posterior mandibula. Kedua bagian rahang tersebut 73 diselubungi oleh selubung yang bertanduk atau rampotheca dimana mungkin memiliki tepi yang tajam (seperti pada burung boobies) atau adanya sejumlah bentukan seperti gigi (seperti pada merganser). Paruh burung tidak kaku, tetapi burung dapat melenturkan atau membengkokan paruh bagian atas dan kemampuan tersebut dikenal dengan “cranial kinesis” (Zusi, 1984 dalam Gill, 1988). Bagian paruh bagian atas dari sebagian besar burung yang dapat dilenturkan hanyalah pada bagian engsel nasofaringeal. Namun pada burung yang lain bagian dorsal dari paruhnya membengkok (rhynchokinesis) dan tempatnya dapat terletak di dasar paruh, dekat ujung paruh, atau di kedua sisi paruh. Paruh burung bagian atas yang berbntuk pipih,, berlubang, serta tulang kerucut akan diperkuat secara internal dengan adanya suatu sistem komplek dari tulang yang disebut trabekula. Trabekula terletak dekat engsel nasofaringeal dan berperan membantu mendistribusikan tekanan pada engsel yang disebabkan burung menggigit makanan. Selan itu lengkungan dari paruh bagian atas juga mengatur untuk tekanan (Gambar 6.2). Gambar 6.2. Struktur paruh burung finch sehingga memungkinkan burung mampu memecah biji yang keras (Gill, 1988: 131) B. SISTEM PRNCERNAAN MAKANAN BURUNG Sistem pencernaan makanan burung dikhususkan untuk proses tidak mengunyah (McLelland dalam Gill, 1988). Bagian utama dari sistem tersebut meliputi: rongga mulut, esofagus, tembolok, perut yang terdiri atas 2 ruang, hati, pankreas, dan usus yang selanjutnya dikhususkan untuk menyesuaikan jenis makanan dan kebiasaan makan. 74 Rongga mulut tempat kuncup perasa, reseptor tekanan, dan lidah yang juga khusus. Kuncup perasa terletak pada palate yang lunak berfungsi membantu memilih makanan. Pada rongga mulut terdapat 3 set kelenjar ludah dan yang berukuran lebih kecil berfungsi melumasi makanan sehingga makanan mudah bergerak menuju esofagus. Lidah berfungsi untuk mengumpulkan dan menelan makanan. Pada sebagian besar burung pada bagian belakang lidah terdapat papila yang membantu menelan makanan. Bagian yang sensitif dari lidah burung khususnya di ujung lidah karena terdapatnya korpuskula sensori taktil. Korpuskula tersebut berkembang baik pada burung yang lidahnya berujung seperti sendok yaitu pada burung berkicau pemakan biji berukuran kecil dan pada burung yang lidahnya berbentuk seperti alat pemukul contohnya pada burung kakak tua. Struktur lidah burung biasanya bukan tersusun oleh otot sehingga yang menggerakkan adalah aparatus hioid. Pada burung kolibri dan pelatuk memiliki hioid panjang yang melingkar dan terletak pada tengkorak bagian atas. Adanya hioid tersebut menyebabkan burung kolibri dapat mengambil nektar dari bunga berbentuk lengkung dan panjang dan pada burung pelatuk dapat menangkap insekta yang terletak di dalam batang pohon. Selain itu lidah pada burung pelatuk juga dilengkapi dengan duri. Kesamaan struktur lidah juga dapat dijumpai pada lidah burung pinguin dan burung pemakan ikan lainnya yang memiliki tonjolan seperti mata kail di lidah bagian belakang untuk mencegah supaya ikan tidak lepas. Sedangkan pada lidah dari burung penyaring air memiliki cirikhas yaitu adanya lekukan di daerah pinggir dan perifer berguna membantu menyaring partikel-partikel makanan berukuran kecil yang berasal dari lumpur. Itik akan mengalirkan lumpur dan air ke dalam mulutnya kemudian mengeluarkannya kembali melalui sistem penyaringan air yang ada di mulutnya (Gambar 6.3). Burung tidak memiliki gigi sehingga makanan akan ditelan dalam kondisi utuh tanpa dipotong-potong dalam mulut terlebih dahulu, kecuali burung pemakan tanaman yang berasal dari daerah Amerika Selatan. Burung tersebut akan mengunyah makanannya dengan menggunakan bentukan seperti gigi yang terletak pada tepi paruhnya. Selain itu juga pada burung pemakan buah seperti Eurasian Bullfinch yang melumatkan buah berri terlebih dahulu sebelum ditelan, sedangkan jenis burung pemakan buah lainnya akan menelan utuh buah yang merupakan makanannya. Hilangnya gigi pada burung tampaknya berkaitan dengan adaptasi pengurangan berat tubuh untuk terbang karena gigi memerlukan tulang rahang yang padat untuk menyokongnya. 75 Gambar 6.3. Berbagai bentuk lidah burung. A. Bentuk umum lidah burung kelompok paseerin, B. Lidah bentuk tubuler dari burung pemakan madu, C. Lidah burung woodpecker, D. Lidah bentuk pendek dan luas dari burung pemakan buah, E. Lidah burung pemakan ikan, F. Lidah burung yang memiliki kebiasaan menyaring makanannya. (Gill, 1988: 137) Tujuan utama adanya kelenjar ludah adalah untuk melumasi makanan saat akan ditelan, tetapi pada beberapa jenis burung kelenjar ludah berfungsi untuk tujuan lain. Contohnya sekresi kelenjar ludah dari burung pelatuk bersifat pelekat yang berguna membantu burung untuk 76 menangkap serangga dari lubang batang pohon serta semut dari sarangnya. Burung layanglayang memanfaatkan cairan ludah untuk merekatkan menjadi satu dan menempelkan sarangnya ke dinding gua. Pada sebagian besar burung makanan akan bergerak dari mulut atau farink menuju ke lambung melalui esofagus terlebih dahulu. Dinding esofagus berstruktur otot dan pada permukaan sebelah dalam dilapisi sel-sel kelenjar mukosa. Pada burung yang menelan makanannya dalam ukuran besar seperti burung pemakan ikan maka esofagusnya menggembung cukup besar. Pada merpati esofagusnya menghasilkan cairan nutrisi untuk anaknya yang disebut “pigeon milk”. Esofagus burung merpati, unta, bustards, Sage Grouse, dan burung Greater Painted-Snipe betina dapat dibusungkan untuk dipertotonkan dan untuk menghasilkan suara bergema. Makanan dari esofagus akan menuju ke lambung kelenjar kemudian ke lambung pengunyah, selanjutnya menuju ke usus, dan akhirnya keluar melalui kloaka dalam bentuk feses. Waktu yang ditempuh makanan dari mulut sampai keluar dalam bentuk feses bervariasi tergantung jenis makanan, misalnya burung pemakan buah berri hanya butuh waktu kurang dari setengah jam, sedangkan untuk burung yang makanannya sulit dicerna butuh waktu setengah hari atau lebih. Berkaitan dengan berbagai jenis makanan burung maka terjadi adaptasi pada saluran pencernaannya. Pada lambung burung Phainopepla’s terjadi pengelupasan buah berri sebanyak 8 sampai 16 buah secara berurutan, selanjutnya biji dan daging buah akan menuju ke usus dan sisanya yang berupa kulit terluar (eksokarp) akan bergerak menuju usus dan selanjutnya akan dikeluarkan diantara kelompok biji dan daging buah yang belum dicerna (Gambar 6.4). Adaptasi mencari makan diantara burung pencari nektar meliputi lidah yang berbentuk tabung untuk mengambil madu, penggelembungan esofagus (tembolok) untuk menyimpan nektar, dan pintu masuk menuju ke daerah pencernaan (proventrikulus) serta membuka ke dalam usus (pilorus). Adanya sruktur yang demikian itu memudahkan nektar mengalir cepat menuju lambung, sementara jika makanannya diubah menjadi serangga maka pencernaan di dalam lambung memerlukan waktu lebih lama. Struktur dinsing lambung pengunyah burung pemakan nektar adalah tipis, sebaliknya burung pemakan lambungnya biji berdinding tebal yang berguna untuk membantu menghancurkan biji sebelum dicerna. 77 Gambar .6.4 Lambung burung pemakan buah. A. Empedal yang tidak mengalami modifikasi dari burung flowerpecker, B. Lambung yang mengalami terspesialisasi dari burung Black-side flowerpecker sehingga buah langsung masuk menuju ke empedal dan serangga masuk menuju ke empedal untuk digiling, C. Empedal yang mengalami rudimenter, D. Empedal burung memisahkan antara kulit buah dan biji. (Gill, 1988: 139) Tembolok merupakan perluasan dari esofagus dan dijumpai pada beberapa burung. Fungsi tembolok adalah menyimpan makanan dan mengatur aliran makanan menuju ke saluran pencernaan makanan. Bentuk tembolok bervariasi antara lain bentuk sederhana yang merupakan perluasan esofagus seperti pada burung cormorant, itik, dan burung pantai. Namun ada yang berbentuk sebuah kantong seperti pada ayam dan merpati (Gambar 6.5). Burung memiliki dua lambung meliputi lambung anterior yang bersifat glandular dan disebut dengan proventrikulus, sedangkan lambung posterior bersifat muskular dan disebut dengan ventrikulus (atau gizzard: empedal) (Gambar 6.6). Proventrikulus sangat berkembang pada burung pemakan ikan dan raptor. Dinding proventrikulus mensekresikan asam lambung (pH 0,2 sampai dengan 1,2) sehingga membuat kondisi lingkungan yang sesuai untuk proses pencernaan. Enzym peptik yang dihasilkan oleh proventrikulus akan melarutkan tulang dengan cepat. Burung Bearded Vulture dapat mencerna tulang vertebrae sapi hanya dalam waktu 2 hari. Burung shrike dapat mencerna seekor tikus hanya dalam waktu 3 jam. Burung petrel memanfaatkan perkembangan proventrikulusnya untuk tujuan yang berbeda yaitu untuk 78 menyimpan minyak hasil dari proses pencernaan yang kemudian dimuntahkan sebagai makanan anaknya atau memuntahkan pada predatornya. Fungsi empedal burung analog dengan fungsi geraham pada hewan mammalia. Bentuk empedal tersebut besar, kuat, berstruktur muskular, dan tampak seperti lensa bikonveks, serta biasanya digunakan untuk menggiling dan mencerna makanan yang bersifat keras. Empedal dari burung-burung pemkan biji berukuran besar dan memiliki lapisan otot yang sangat kuat. Gambar 6.5. Beberapa bentuk tembolok burung. A. Tembolok burung Great Cormorant, B. Tembolok burung Griffon Vulture, C. Tembolok burung merak, D. Tembolok burung merpati, E. Tembolok burung Budgerigar. (Gill, 1988: 140) Permukaan dalam dari empedal dilapisi dengan lapisan keratin yang cukup kuat berupa permukaan berlipat-lipat kasar yang beralur. Pada beberapa burung kelompok merpati permukaan dalam proventrikulus membentuk tonjolan seperti gigi. Di dalam empedal juga mengandung sejumlah kerikil atau batu yang berguna untuk menggiling makanan (Meinertzhagen, 1964 dalam Gill, 1988). Ukuran partikel-partikel kerikil berhubungan dengan kekasaran makanannya. Pada empedal burung moa yaitu burung yang sudah punah dari New Zealand dan bentuknya seperti burung unta ditemukan 2,3 kg kerikil. Empedal tidak bersifat muskular pada burung-burung yang jenis makanannya lebih lunak yaitu berupa daging, serangga, atau buah, sedangkan pada burung raptor dan herons empedalnya berbentuk kantung berdinding tipis dan berukuran besar. Pada beberapa burung struktur empedal berubah secara musiman dari berukuran besar dan keras menjadi berukuran kecil dan lunak sehubungan dengan perubahan jenis makanannya. Contohnya pada burung Bearded Tit di musim dingin saat biji merupakan makanannya maka empedal bersifat muskular, berkeratin, berukuran besar, dan mengandung kerikil, tetapi saat musim panas serangga merupakan makanan utamanya 79 maka empedal berukuran lebih kecil dan kurang bersifat muskular (Spitzer, 1972 dalam Gill, 1988). Gambar 6.6. Tiga macam lambung burung. A. Lambung ayam. B. Lambung burung American Anthinga. C. Lambung burung Hoatzin. (Gill, 1988: 141) Panjang usus burung rata-rata 8,6 kali panjang tubuh, tetapi bervariasi dari 3 kali panjang tubuh pada burung layang-layang sampai 20 kali panjang tubuh pada burung unta. Panjang usus cenderung pendek pada burung pemakan buah, serangga, dan daging; tetapi pada burung pemakan biji, tanaman, dan ikan ususnya lebih panjang. Histologi dan pola relief pada permukaan usus juga bervariasi sesuai dengan jenis makanan burung (McLelland, 1979 dalam Gill, 1988). Pada usus burung dikenal bagian yang disebut cecae, berupa kantung dan berfungsi membantu mencerna makanan yang berupa tanaman. Cecae pada beberapa jenis burung terletak pada usus besar bagian posterior (Gambar 6.7). Cecae tampak menonjol perkembangannya pada unggas dan burung unta yang secara fungsional mirip fungsi rumen 80 pada sapi. Peranan yang tepat dari cacae berkaitan dengan pencernaan sampai saat ini masih belum jelas, tetapi tampaknya bakteri yang ada di dalam cecae selanjutnya akan mencerna dan memfermentasikan makanan menjadi persenyawaan biokimia yang dapat digunakan tubuh kemudian diserap melalui dinding cecae. Cecae juga mungkin berfungsi untuk memisahkan antara cairan yang kaya nutrisi dengan bagian serat yang akan dikeluarkan (Fenna dan Boag, 1974 dalam Gill, 1988). Gambar 6.7. Berbagai tipe caeca burung: A. Burung Purple Heron, B. Burung Eurasian Sparrow Hawk, C. Burung Marabou Stork, D. Burung rail, E. Burung Helmeted Guineafowl, F. Burung Barn owl, G. Burung Northern Screamer, H. Burung Great Bustartd, I. Burung unta. (Gill, 1988: 142) C. PERILAKU BURUNG MENCARI MAKANAN Perilaku burung mencari makanan tidak saja dipengaruhi oleh perlengkapan anatominya tetapi juga tersedianya makanan. Mangsa mungkin jarang, bersifat kriptik, sehingga diperlukan keahlian untuk menangkapnya atau hal yang tidak disukai mangsa tersebut. Beberapa burung menggunakan alat bantu dalam menangkap mangsa, dan beberapa jenis burung lain ketika ketemu perubahan dalam sumber makanan maka terjadi perubahan kebiasaan. Pada burung Woodpecker Finch dari Galapagos dalam menangkap mangsa yang berada di dalam celah menggunakan ranting atau duri kakatus yang dijepit oleh paruhnya (Milikan dan Bowman, 1967 dalam Gill, 1988). Burung Egyptian Vulture memecah telur burung unta dengan menggunakan batu. Burung Green-backed Herons menggunakan sepotong roti sebagai umpan ikan. Burung tersebut akan menjatuhkan umpan yang berupa sepotong roti ke dalam sungai dan menunggu sampai ikan berkumpul, selanjutnya ikan akan ditangkap. Namun jika aliran sungai yang membawa potongan roti menjauh, maka burung Green-backed Herons akan mengambil kembali dan menggunakan lagi sebagai umpan untuk mamancing ikan. 81 Secara umum burung menyukai makanan yang sudah dikenalnya. Kesenangan terhadap makanan tersebut berkaitan dengan 3 hal yaitu makanan tersebut disukai, tidak beracun, dan tidak berbahaya bagi burung. Tersedianya makanan bervariasi dengan waktu dan tempat, dan burung akan meresponnya dalam beberapa cara. Ketika makana cukup melimpah, keberhasilan seekor burung akan meningkat dengan cara berdiam di dalam atau dekat sumber makanan tersebut; tetapi jika makanan berkurang maka burung akan cepat berpindah tempat. Secara teoritis burung akan merespon tersedianya makanan dengan cara berpindah ke daerah sumber makanan baru segera setelah jumlah makanan menurun. Jika makanan yang ada dalam suatu habitat jarang maka burung akan mencari tempat sumber makanan lebih jauh. RINGKASAN Oleh karena tingginya energi yang dibutuhkan untuk aktifitasnya, maka burung seringkali makan dalam upaya memenuhi persediaan energi untuk aktifitasnya. Adaptasi burung dalam mencari makan merupakan hal yang menarik dari evolusi burung. Adaptasi burung dalam mencari makanan meliputi gerakan burung selama mencari makanan, struktur paruh, dan sistem pencernaan makanan. Paruh burung terdiri atas perluasan tulang rahang yang kemudian diselubungi oleh selubung tanduk yang disebut rhampotheca. Struktur internal paruh memungkinkan burung dapat menekuk paruhnya dan menghilangkan tekanan pada salah satu bagian pada paruh. Sistem pencernaan makanan burung dikhususkan untuk makanan yang tidak dikunyah. Sekresi kelenjar ludah berfungsi untuk melumasi makanan sebelum ditelan. Empedal burung berfungsi menghancurlumatkan makanan untuk proses pencernaan. Empedal berkembang baik pada burung-burung pemakan jenis makanan yang keras. Cecae merupakan kantung yang melekat pada usus bagian posterior , terutama pada burung terestrial dan juga membantu pencernaan makanan. Perilaku burung mencari makanan tidak saja dipengaruhi oleh perlengkapan anatominya tetapi juga tersedianya makanan. Mangsa mungkin jarang, bersifat kriptik, sehingga diperlukan keahlian untuk menangkapnya atau hal yang tidak disukai mangsa tersebut. Secara umum burung menyukai makanan yang sudah dikenalnya. Kesenangan terhadap makanan tersebut berkaitan dengan 3 hal yaitu makanan tersebut disukai, tidak beracun, dan tidak berbahaya bagi burung. Tersedianya makanan bervariasi dengan waktu dan tempat. 82 BAB VII REPRODUKSI BURUNG KOMPETENSI Mahasiswa dapat menjelaskan reproduksi burung ELEMEN KOMPETENSI 1. Mahasiswa dapat menjelaskan perbedaan antara burung jantan dan betina 2. Mahasiswa dapat menjelaskan proses produksi sperma dan ovum pada burung 3. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang kelompok telur burung 4. Mahasiswa dapat menghubungkan bentuk telur burung dengan habitat burung Tahapan dalam proses reproduksi burung cukup rumit. Untuk memahami proses tersebut maka perlu mengetahui tentang beberapa hal meliputi: anatomi dan fisiologi gonad, kopulasi dan fertilisasi ovum, dan produksi ovum yang lengkap di dalam oviduct. Hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pituitari juga berfungsi mengatur reproduksi. Gonad selain fungsi utamanya menghasilkan gonad juga berfungsi menghasilkan hormon sex yang mengontrol perkembangan karakteristik seksual sekunder yang berperanan untuk membedakan antara burung jantan dan betina. Setelah proses fertilisasi ovum yang masak bergerak dalam saluran reproduksi untuk dilengkapi dengan bahan-bahan yang akan digunakan selama perkembangan embrio. Telur burung yang lengkap merupakan sel reproduksi yang rumit. Di dalam telur tersedia lingkungan yang menunjang perkembangan embrio untuk menjadi anak burung yang akhirnya dapat keluar sendiri dari telur tersebut, untuk itu di dalam telur tersedia sumber makanan dan air. Cangkang melindungi kandungan isi telur dan mengijinkan terjadinya pertukaran uap air dan gas-gas respirasi antara lingkungan dalam dengan lingkungan luar telur. A. FISIOLOGI REPRODUKSI BURUNG Gonad burung jantan terdiri atas sepasang testes, sedangkan pada burung betina terdiri atas sebuah ovari. Gonad tersebut berperan dalam menghasilkan sel kelamin dan hormon kelamin. Testes burung jantan berbentuk seperti kacang dan melekat ke dinding tubuh bagian dorsal di sebelah anterior ginjal. Testes burung biasanya berwarna krem, tetapi ada yang berwarna abu-abu gelap bahkan ada yang berwarna hitam. Pada burung kecil panjang testes 83 awalnya hanya beberapa milimeter, tetapi akan membesar dengan cepat di awal musim breeding, seringkali beratnya dapat mencapai 400 sampai 500 kali dibandingkan berat pada saat tidak aktif. Contohnya pada burung puyuh yang dewasa berat testes dapat meingkat dari 8 miligram menjadi 3000 miligram hanya dalam waktu 3 minggu. Ovari burung menyerupai segerombolan kecil buah anggur. Sebagian besar burung memiliki satu ovari yang berkembang yaitu yang terletak di sisi kiri. Ovari kanan bersifat fungsional dimiliki oleh burung raptor familia Accipitridae, Falconidae, dan Cathartidae, serta burung kiwi coklat (Kinsky, 1971 dalam Gill, 1988); keadaan ini juga kadangkala terjadi pada kelompok burung merpati, camar, dan beberapa passerine. Granula yang berukuran mikroskopik dari ovari matang dapat meningkat ukurannya mencapai 10 sampai 15 kali dibandingkan pada burung yang belum dewasa. Jumlah keseluruhan ova dari seekor burung liar sedikitnya 500 buah, seringkali hanya beberapa ratus, tetapi yang pasti jumlahnya lebih banyak daripada jumlah sesungguhnya yang digunakan untuk menghasilkan telur yang fungsional. Folikel-Stimulating Hormon (FSH) mengatur pembentukan sel-sel gamet pada testes dan ovari, sedangkan Luteinizing Hormon (LH) mengatur sekresi hormon dalam testes dan ova yang matang dalam ovari. Hormon gonad yang dihasilkan oleh kedua jenis gonad tersebut adalah hormon testosteron dan estrogen, secara langsung berkaitan dengan perilaku resproduksi dan mengontrol perkembangan karakteristik seksual sekunder. Walaupun testosteron dikenal sebagai hormon jantan dan estrogen dikenal sebagai hormon betina, tetapi kenyataannya kedua jenis hormon tersebut terdapat pada burung jantan dan betina, akan tetapi perbandingan dari kedua jenis hormon tidak sama dan cara jaringan tubuh bereaksi terhadap hormon tersebut menyebabkan perkembangan atribut seksual setiap burung. 1. KARAKTERISTIK SEKSUAL SEKUNDER BURUNG Perbedaan seksual dalam bulu, ukuran tubuh, dan suara dipengaruhi oleh hormon testosteron dan estrogen. Tambahan bulu burung jantan pada musim breeding pada beberapa spesies burung dihasilkan dari meningkatnya kadar hormon testosteron dalam darah. Hormon testosteron menyebabkan warna paruh burung European Starling berubah menjadi kuning cerah pada musim breeding, sementara itu hormon estrogen menyebabkan perubahan warna paruh burung betina Red-billed Queleas dari warna merah menjadi kuning pada musim breeding. Hormon testosteron bertanggung jawab untuk beragamnya karakeritik seksual burung. Contohnya burung Phalaropes (Phalaropidae), bulu burung betina berwarna cerah untuk mempertahankan daerah teritorial sedangkan burung jantan berwarna suram dan bertugas inkubasi telur dan merawat anaknya. Burung betina Phalaropes secara normal kosentrasi hormon testosteron lebih tinggi dibandingkan burung jantan. Pada beberapa anak ayam jantan 84 memiliki bulu seperti ayam betina karena secara kimiawi seluler dalam kulit secara aktif mengubah testosteron menjadi estrogen, tetapi ketika dikastrasi bulu-bulu ayam jantan tumbuh. Injeksi testosteron pada hewan jantan yang dikastrasi menyebabkan bulu hewan tersebut kembali ke tipe bulu betina (George et al, 1981 dalam Gill, 1988). Testosteron dan estrogen tidak bertanggung jawab untuk semua perbedaan seksual burung. Pada burung weavers, warna bulu burung jantan selama musim breeding dihasilkan akibat respon terhadap folikel bulu terhadap LH yang disekresikan oleh kelenjar pituitary. LH mengontrol fisiologi breeding pada kedua jenis kelamin burung weavers tetapi pengaruhnya terhadap burung betina dihambat oleh kehadiran hormon estrogen. 2. PRODUKSI SPERMA Tubulus seminiferus dari testis menghasilkan spermatozoa atau sperma dan hormon kelamin. Sperma yang matang kemudian akan meninggalkan testis melalui serangkaian tubulus yang berdinding tipis meliputi: rete tubulus, vasa eferentia, epididimis, dan vasa deferentia. Testes burung berada di dalam tubuh yaitu di rongga abdominal, sehingga proses spermatogenesis berlangsung utamanya pada malam hari saat suhu tubuh sedikit lebih rendah. Sperma yang baru dihasilkan kemudian disimpan dalam vesikula seminalis menunggu untuk dikeluarkan, dan suhu di dalam organ tersebut lebih rendah 40C daripada suhu dalam tubuh, sehingga analog dengan skrotum dari hewan Mammalia (Wolfson, 1954 dalam Gill, 1988). Pada hewan Mammalia vesikula seminalis dan kelenjar prostat berfungsi menambah nutrisi untuk semen; sedangkan pada burung vesikula seminalis tidak berfungsi menambah nutisi dan burung tidak memiliki kelenjar prostat. Oleh karenanya fruktosa dan citrat tidak ada dalam semen burung serta kosentrasi khlorida rendah (Sturkie, 1976 dalam Gill, 1988). Bagian-bagian spermatozoa burung sama dengan spermatozoa vertebrata lainnya yaitu dibedakan atas 3 bagian maliputi: bagian kepala (akrosom dan nukleus) yang mengandung materi genetik; bagian tengah berfungsi menyediakan energi metabolisme; dan bagian ekor (filamen aksial dan membran ekor) menggerakan sperma. Struktur sperma dari berbagai jenis burung berbeda dan bersifat spesifik (Gambar 7.1). Contohnya sperma burung passerine memiliki kepala berbentuk spiral dan panjang, serta membran ekor berbentuk helik. Sperma burung passerine dapat berenang karena gerakan ekor yang seperti flagelum dan juga sperma melakukan gerakan putaran. 85 Gambar 7.1 Struktur sperma beberapa ordo burung (a: acrosom, af: filamen axial, mp: bagian tengah, n: inti, tm: ekor): A. burung colaared trogon, B. Burung Great Black-backed Gull, C. Burung Common Eider, D. burung Blue Ground-Dove, E. ayam, F. Burung yellow-rumped warbler. (Gill, 1988: 324) 3. PRODUKSI TELUR Setelah fertilisasi ovum mulai melalui oviduct untuk melengkapi proses pembentukan telur. Oviduct merupakan saluran yang berbelit dan panjang dengan dinding yang elastik sehingga mampu menampung telur yang makin bergerak ke arah posterior oviduct makin besar ukurannya. Kontraksi peristaltik dari lapisan otot polos pada oviduct menggerakan telur dari infundibulum menuju vagina dengan melalui bagian-bagian yang berbeda untuk mendapatkan albumen (zat putih telur), membran cangkang, dan pigmentasi. Gerakan telur tersebut di dalam oviduct berlangsung selama 24 jam. Secara rinci proses pergerakan telur tersebut yaitu: setelah telur berada sejenak di infundibulum (sekitar 20 menit), telur masuk ke bagian oviduct yang panjang untuk waktu 3 sampai 4 jam dengan kecepatannya 2.3 milimeter per menit dan pada periode ini ditambahkan albumen. Selanjutnya ditambahkan membran telur dan cangkang di bagian isthmus dari oviduct selama 1 jam dengan kecepatan 1,4 milimeter per menit. Akhirnya pembentukan cangkang terjadi dalam uterus selama 19 sampai 20 jam (Gambar 7.2). 86 Gambar .7.2. Oviduct ayam (Gill, 1988: 329). Fase akhir dari produksi telur adalah penambahan cangkang keras yang tersusun sebagian besar oleh kalsium karbonat dalam bentuk kristal kalsit dan proses tersebut berlangsung di uterus. Magnesium dan fosfat merupakan komponen yang kdarnya sedikit dalam cangkang telur burung, tetapi sedikit variasi kosentrasi untuk kedua zat tersebut mempengaruhi kekuatan dan kekerasan cangkang telur. Jika sedikit kelebihan zat fosfat maka akan mencegah pembentukan kalsit dengan menghalangi pengendapan kalsium karbonat, sebaliknya jika terjadi kelebihan magnesium akan mencegah pertumbuhan kristal kalsit (Cooke, 1975 dalam Gill, 1988). Akibat dari kondisi tersebut cangkang telur menjadi lebih tipis dan mudah rapuh, serta kemungkinan berubahnya keseimbangan gas dan air yang dibutuhkan embrio. Magnesium biasanya terkosentrasi pada lapisan yang sangat tipis dari cangkang sebelah dalam dan berperan dalam pengaturan garam-garam dari cangkang telur yang 87 dibutuhkan oleh embrio. Ayam (Galliformes) dibedakan dari ordo burung lainnya berdasarkan adanya 2 lapisan magnesium (Board dan Love, 1980 dalam Gill, 1988). Pestisida DDT dan DDE mempengaruhi pembetukan cangkang telur secara normal, dengan meningkatnya level magnsium dan fosfat, sehingga dapat berakibat fatal. Contohnya pada burung Common Tern, level normal magnesium pada cangkang telur adalah 1,54% dan fosfat sekitar 0,25%. Namun setelah disemprot dengan DDT dan DDE, maka level magnesium meningkat menjadi 2,1% dan fosfat meningkat menjadi 0,6%, keadaan ini berakibat cangkang telur melekuk dan kegagalan perkembangan embrio (Fox, 1976 dalam Gill, 1988). Bahkan dengan tingginya level fosfat mencapai 0,8% dapat berakibat kematian embrio. Setelah proses penambahan bahan-bahan selesai, maka telur siap untuk dikeluarkan. Pada sebagian burung, pertama telur akan berotasi 1800 sehingga ujung yang tumpul keluar terlebih dahulu (Gambar 7.3). Sebagian besar burung mengeluarkan telur di pagi hari, kemungkinan untuk menghindari beban berat dan resiko telur yang mudah pecah di dalam oviduct karena aktifitasnya di siang hari. Sebagian besar burung passerine, itik, small grebes, ayam, beberapa angsa, woodpecker, roller, dan burung pantai berukuran kecil dapat meletakkan telurnya siang hari. Ukuran telur bervariasi antara burung yang satu dengan yang lain, dari telur yang berukuran kecil sekitar 0,2 gram (burung kolibri) sampai yang berukuran besar sekitar 9 kg pada elephantbird. Walaupun ukuran telur meningkat seiiring dengan meningkatnya massa tubuh, burung yang berukuran kecil meletakkan telur yang berukuran besar terhadap massa tubuhnya dibandingkan burung berukuran besar. Sebagian besar burung meletakkan telur yang relatif berukuran kecil terhadap ukuran tubuhnya yaitu telur bervariasi dari 11% sampai 2% . Namun demikian ada perkecualian, misalnya pada burung kiwi coklat meletakkan sebuah telur yang beratnya 500 gram dimana sekitar 25% dibadingkan massa tubuhnya. Di lain pihak mouse bird, swift, dan parasitic cuckoo meletakkan telur yang sangat kecil dibandingkan massa tubuhnya. Kadangkala dijumpai burung menghasilkan telur yang berukuran kurang dari setengah ukuran normalnya (Ricklefs, 1975 dalam Gill, 1988). Penyebab kondisi telur tersebut umumnya karena kehilangan kuning telur akibat dari rangsangan oviduct yang menyimpang dari biasanya misalnya adanya darah membeku. 88 Gambar 7.3. Rotasi telur di dalam uterus sebelum dikeluarkan: beberapa telur berputar 1800 sehingga ujung tumpul dari telur yang keluar kali keluar (gambar atas), sedangkan umumnya yang keluar pertama kali adalah ujung runcing telur (gambar bawah). (Gill, 1988: 331). 4. KELOMPOK TELUR Kelompok telur merupakan jumlah telur yang dihasilkan burung betina selama musim reproduksi. Jumlah telur burung yang diletakkan dalam sarang antara spesies burung yang satu dengan yang lain berbeda. Misalnya rata-rata ukuran kelompok telur dari spesies burung air yaitu 3 sampai 12 butir telur, sedangkan kelompok telur dari burung spesies gallinosa yaitu 2 sampai 23 butir telur. Namun dapat juga terjadi perbrdaan ukuran kelompok telur dalam suatu spesies, contohnya pada burung Northern Flicker memiliki ukuran kelompok telur sebanyak 4 sampai 14 butir telur sedangkan pada burung Blue Tit meliputi 8 sampai 19 butir telur. Adanya perbedaan jumlah tersebut mencerminkan perbedaan sifat yang diwariskan diantara individu burung, tetapi faktor umur, tersedianya makanan,dan musin juga berpengaruh terhadap berapa banyak jumlah telur yang dikeluarkan oleh burung betina. Pola bertelur burung dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu (a) burung dengan jumlah seluruh telur yang dihasilkan dalam satu musim bertelur adalah tertentu dan (b) burung 89 dengan jumlah telur yang dihasilkan tidak tertentu artinya jika telur burung tersebut diambil maka burung akan menggantinya, contohnya ayam petelur dan burung puyuh dapat menghasilkan sebutir telur setiap hari dalam waktu sepanjang tahun. Sebaliknya kelompok burung dengan jumlah telur tertentu jika telur diambil dari sarangnya maka tidak akan diganti. 5. BENTUK TELUR Bentuk telur secara umum dapat dikatakan bersifat ovoid (seperti oval) dimana salah satu ujungnya lebih runcing, contohnya telur ayam. Bentuk telur yang lain lebih runcing atau lebih tumpul bahkan ada yang bulat (contohnya telur burung kolibri). Pada burung-burung pantai yang bertelur di tebing-tebing curam, maka bentuk telur memipih ke arah ujung yang kecil. Keadaan ini menguntungkan agar telur tidak mudah menggelinding ke arah jurang. Pemipihan atau pengecilan pada salah satu ujung telur menguntungkan dalam hal pengelompokkan telur agar dapat dierami secara merata. Cangkang telur burung pada umumnya memiliki permukaan yang rata dan tidak mnegkilat. Namun pada burung tertentu permukaan cangkang memiliki ornamen, seperti telur burung kaswari permukaan cangkang kasar dan bergranula, sedangkan telur burung unta permukaannya berlekuk. Warna telur burung juga bervariasi, ada telur yang berwarna polos tetapi ada telur burung memiliki pola berbintik-bintik. Warna telur dan juga adanya pola berbintik-bintik tersebut kemungkinan sebagai suatu bentuk perlindungan terhadap pengaruh sinar matahari dan sebagai perlindungan terhadap predatornya. RINGKASAN Gonad burung jantan terdiri atas sepasang testes, sedangkan pada burung betina terdiri atas sebuah ovari. Gonad tersebut berperan dalam menghasilkan sel kelamin dan hormon kelamin. Testes burung jantan berbentuk seperti kacang dan melekat ke dinding tubuh bagian dorsal di sebelah anterior ginjal. Testes burung biasanya berwarna krem, tetapi ada yang berwarna abu-abu gelap bahkan ada yang berwarna hitam. Ovari burung menyerupai segerombolan kecil buah anggur. Sebagian besar burung memiliki satu ovari yang berkembang yaitu yang terletak di sisi kiri. Ovari kanan bersifat fungsional dimiliki oleh burung raptor familia Accipitridae, Falconidae, dan Cathartidae, serta burung kiwi coklat (Kinsky, 1971 dalam Gill, 1988); keadaan ini juga kadangkala terjadi pada kelompok burung merpati, camar, dan beberapa passerine. Jumlah keseluruhan ova dari seekor burung liar sedikitnya 500 buah, seringkali hanya beberapa ratus, tetapi yang pasti jumlahnya lebih banyak daripada jumlah sesungguhnya yang digunakan untuk menghasilkan telur yang fungsional. 90 Folikel-Stimulating Hormon (FSH) mengatur pembentukan sel-sel gamet pada testes dan ovari, sedangkan Luteinizing Hormon (LH) mengatur sekresi hormon dalam testes dan ova yang matang dalam ovari. Hormon gonad yaitu hormon testosteron dan estrogen, secara langsung berkaitan dengan perilaku resproduksi dan mengontrol perkembangan karakteristik seksual sekunder. Setelah fertilisasi ovum mulai melalui oviduct untuk melengkapi proses pembentukan telur. Selama proses ini akan ditambahkan albumen dan cangkang telur. Sebagian besar burung mengeluarkan telur di pagi hari, kemungkinan untuk menghindari beban berat dan resiko telur yang mudah pecah di dalam oviduct karena aktifitasnya di siang hari. Kelompok telur merupakan jumlah telur yang dihasilkan burung betina selama musim reproduksi. Jumlah telur burung yang diletakkan dalam sarang antara spesies burung yang satu dengan yang lain berbeda. Pola bertelur burung dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu (a) burung dengan jumlah seluruh telur yang dihasilkan dalam satu musim bertelur adalah tertentu dan (b) burung dengan jumlah telur yang dihasilkan tidak tertentu. Bentuk telur secara umum dapat dikatakan bersifat ovoid (seperti oval) dimana salah satu ujungnya lebih runcing. Permukan cangkang telur umumnya polos, tetapi ada juga yang memiliki ornamen. Adapun warna telur burung bervariasi ada yang berwarna polos tetapi ada juga disertai dengan pola berbintik-bintik. 91 DAFTAR PUSTAKA Gill, F.B. 1988. Ornithology. New York: W.H. Freeman and Company Harris, C. 1992. Concept in Zoology. New York: Harper Collins Publishers Inc. Nickel, R.; Schummer, A.; dan Seiferle, E. 1977. Anatomy of Domestic Birds. Berlin: Verlag Paul Parey. Pettingill, O.S. 1967. A Laboratory and Field Manual of Ornithology. 3 rd ed. Minneapolis: Burgess Publishing Company. Rogers, E. 1986. Looking at Vertebrates. A Practical Guide to Vertebrate Adaptations. New York: Longman Group Limited. Verma, P.S. 1979. A Manual of Practical Zoology Chordates. New Delhi: S. Chad & Company Ltd. 92