Capai Kesejahteraan Berkesinambungan melalui Kesadaran Pentingnya Pajak Ditulis oleh: Nurmarliana Rahayu "Dari 265 juta penduduk Indonesia, hanya ada 38 juta wajib pajak yang terdaftar." Setelah membaca fakta tersebut, pertanyaan yang patut muncul selanjutnya adalah: "Sudah kah kita menjadi salah satunya?" Berbicara mengenai pajak, berarti kita sedang membicarakan tulang punggung pendapatan negara. Pajak merupakan sumber penerimaan yang sangat diandalkan untuk menjalankan pelbagai program di Indonesia. Dalam postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), setiap tahunnya pajak memiliki dominansi yang besar dengan kontribusi selalu lebih dari 50% dari total penerimaan negara. (Kontribusi penerimaan perpajakan di dalam APBN. Sumber: kemenkeu.go.id/apbn2018) Pada APBN tahun 2018, penerimaan perpajakan diharapkan mampu menyumbang 85,4% dari total penerimaaan negara. Jumlah tersebut selalu naik dari tahun-tahun sebelumnya. Menurut Siti Resmi (2017), pajak juga memiliki fungsi dua utama yang sangat penting, yaitu: a. Fungsi budgetair; pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran, baik rutin maupun pembangunan. b. Fungsi regularend; pajak mempunyai fungsi pengatur sebagai alat untuk mengatur dan melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi serta mencapai tujuantujuan tertentu di luar bidang keuangan. Karena begitu pentingnya peranan pajak secara fungsi dan dalam alokasi pada APBN, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak melakukan berbagai upaya untuk memaksimalkan penerimaan pajak. Upaya yang telah dilakukan pun sudah banyak; mulai dari mereformasi peraturan perundang-undangan tentang official assessment system menjadi self assess-ment system pada tahun 1983, hingga melakukan kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) yang berakhir pada 31 Maret 2017 lalu. Namun yang masih disayangkan, tax ratio di Indonesia masih tergolong rendah, dengan gambaran sebagai berikut: (Tax Ratio di Indonesia. Sumber: kemenkeu.go.id/apbn2018) Perwujudan penerimaan pajak yang maksimal bukan hanya menjadi tugas Ditjen Pajak. Tapi, masyarakat Indonesia pun juga harus mengiringi. Salah satu caranya, dimulai melalui satu kata: sadar. Sadar bahwa pajak dilakukan demi kemakmuran. Sadar bahwa kewajiban membayar pajak bukan berarti membuang kekayaan, tetapi kita justru turut serta mendukung pemerataan kesejahteraan. Selain itu, terdapat alasan-alasan lain yang membuat kita harus sadar pajak. 1. Perpajakan adalah Wujud Gotong Royong Sebagai masyarakat Indonesia, gotong royong adalah kebiasaan bernilai positif dengan saling membantu demi mewujudkan kepentingan bersama. Disadari atau tidak, menaati aturan perpajakan adalah wujud dari gotong royong tersebut. Kita, masyarakat Indonesia, melaksanakan kewajiban pajak sesuai porsinya masing-masing untuk mewujudkan tujuan bersama dalam membangun negara. Gotong royong bukan hanya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga dalam kehidupan bernegara. Karena di saat menyadari aturan pajak, di saat itu pula kita menyadari kewajiban sebagai warga negara. Uang yang kita keluarkan untuk membayar pajak mungkin tidak besar, tetapi saat dikumpulkan maka itu akan bisa mencukupi kebutuhan belanja negara. Kementerian Perencanaan Pembangunan/Bappenas memperkirakan Indonesia akan memiliki "bonus demografi" pada tahun 2045 dengan jumlah penduduk 321 juta jiwa, di antaranya adalah 209 juta jiwa penduduk produktif. Seharusnya itu dapat menjadi potensi bagi Indonesia menerima pajak lebih besar lagi. Karena semakin banyak penerimaan, maka akan semakin banyak lagi dana yang bisa dikucurkan untuk perbaikan kualitas pendidikan, kesehatan masyarakat, keterjaminan pangan, hingga perkembangan infrastruktur. Di sinilah, kita akan bisa merasakan prinsip "dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat" yang sebenarnya. Rakyat Indonesia dapat berdikari, jika dimulai dari diri sendiri. 2. Pajak adalah Jembatan bagi Kesenjangan Ada kesenjangan di antara masyarakat berpenghasilan tinggi, dengan masyarakat berpenghasilan rendah. Antara masyarakat yang tinggal di kota dengan masyarakat yang hidup di desa. Kesenjangan itu menghasilkan jarak di antara mereka. Tentu saja, diperlukan tindakan agar jarak tersebut tidak semakin melebar. Kita dapat membangun "jembatan" bersama untuk mengurangi kesenjangan pada kelas ekonomi atau kelas sosial yang ada. Melalui pembayaran pajak, kita dapat membangun "jembatan" itu untuk mendorong pemerataan kesejahteraan. Sehingga, kita juga dapat mendorong pemerintah untuk membuat masyarakat kalangan bawah tetap mendapatkan fasilitas pendidikan, kesehatan, dan pangan yang baik. Kita juga dapat mengantarkan masyarakat yang tinggal di pedalaman, ikut merasakan akses infrastruktur dan berbagai kemudahan yang sama dengan masyarakat perkotaan. Dengan begitu, apapun kelasnya, berapapun penghasilannya, di manapun tinggalnya, kita bersama-sama dapat menjadi Indonesia yang teguh dalam persatuan. 3. Banyak Kemudahan yang Diberikan Ditjen Pajak Dewasa ini, telah banyak kebijakan-kebijakan terbarukan dari Ditjen Pajak untuk mempermudah pembayaran pajak. Kebijakan tersebut di antaranya adalah penyediaan e-service, mobile tax micro, KPP Mikro, dan outbond call. Integrasi sistem pada e-filling, e-form, dan efaktur juga sangat memudahkan para Wajib Pajak. Melalui sarana-sarana tersebut, para Wajib Pajak dapat melakukan kegiatan perpajakan di manapun mereka berada melalui gawai masingmasing. Sarana yang efisien berada di dalam genggaman kita. Saat bekerja atau liburan, kita tetap dapat memenuhi kewajiban pajak. Dengan kemudahan-kemudahan tersebut, sepatutnya kita dapat membangkitkan semangat untuk memenuhi kewajiban pajak. Ditjen Pajak juga telah memberikan insentif-insentif pajak melalui tax holiday dan tax allowance. Melalui tax holiday, para investor dapat mendapatkan fasilitas pajak dengan adanya pengurangan atau penghilangan pajak secara sementara. Sedangkan melalui tax allowance, terdapat keringanan untuk Wajib Pajak dengan pengurangan presentase kewajiban yang harus dibayarkan. Sehingga kita dapat melihat upaya dari Ditjen Pajak yang memberikan bermacam kemudahan dan kelonggaran kepada para Wajib Pajak. Selanjutnya, tugas kita untuk tidak membiarkan kemudahan dan kelonggaran ini lewat begitu saja. 4. Pajak Dilakukan demi Pembangunan yang Berkesinambungan Pajak memiliki dampak yang sangat krusial bagi keberlangsungan pembangunan sebuah negara. Baik itu pembangunan secara jiwanya, atau pembangunan fisik seperti infrastruktur. Dengan menaati aturan pajak yang berlaku, kita dapat mendukung negara untuk melakukan segala macam bentuk pembangunan secara berkelanjutan. Jaminan pendidikan dan kesehatan adalah dua aspek yang diupayakan pemerintah untuk membangun jiwa masyarakat yang sejahtera. Dari aspek-aspek tersebut, kita bukan hanya menghidupi satu generasi, tapi juga berupaya mempersiapkan masa depan negara dengan sumber daya manusia unggulan. Jika dari segi pembangunan fisik, penerimaan pajak juga berguna untuk menghubungkan negara Indonesia yang secara geografis terpisah lautan. Sebagai negara kepulauan, pembangunan infrastruktur publik seperti jalan dan jembatan menjadi hal yang sangat penting. Selain untuk kemudahan akses transportasi, pembangunan jalan dan jembatan juga bermanfaat untuk kepentingan distribusi barang, akses pariwisata, dan bahkan penanggulangan bencana alam. Melihat begitu pentingnya alasan mematuhi perpajakan, sudah saatnya kita berhenti menutup mata dari peraturan yang ada. Indonesia menjadi tempat tinggal bersama, maka harus dibangun bersama-sama. Pajak bukanlah beban, pajak adalah cara menyebarkan kesejahteraan. Mari hadapi aturan pajak dengan kepatuhan, demi pembangunan Indonesia yang berkesinambungan.