Uploaded by kuntum Sharfina putri

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM klp 6

advertisement
MAKALAH
SUMBER HUKUM ISLAM
(AL-QUR’AN, AS-SUNNAH DAN IJTIHAD)
Disusun oleh:
DILA FITRIANI (1905111228)
RINDA HIDAYATI AKROMAH (1905111126)
KUNTUM SHARFINA PUTRI (1905112382)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS RIAU
2020
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha penyayang. Syukur
Alhamdulillah Penulis ucapan dari lubuk hati Penulis kehadirat Allah yang telah
memberikan kesempatan untuk menyelesaikan tugas ini dengan baik. Sholawat serta
salam Penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Makalah yang berjudul ”Sumber Hukum Islam(Al-Qur’an, as-sunnah,
ijtihad ” ini semoga dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca.
Kami menyadari bahwa yang kami tulis ini masih banyak kekurangan dan
kesalahan. Dan oleh sebab itu, kami sangat mengharapkan adanya masukan dari para
pembaca,baik berupa kritikan ataupun saran yang sifatnya membangun demi
kesempurnaan makalah ini, supaya lebih baik untuk masayang akan datang.
Dan terima kasih atas semua bantuan dari semua pihak yang terkait dalam
penyusunan ini baik secara langsung maupun tidak langsung.
Kemudian kepada Allah kami bertaubat dan kepada manusia kami memohon
maaf atas kesalahan dan kehilafan dalam penulisan makalah ini.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh
Pekanbaru, 15 Maret 2020
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.............................................................................. i
Daftar Isi ........................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................. 1
A. Latar Belakang ...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................. 2
C. Tujuan penulisan .................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................... 3
A. Pengertian Sumber Hukum Islam ................................................. 3
B. Sumber-sumber Hukum Islam…………………………………..4
BAB III PENUTUP ....................................................................... 15
A. Kesimpulan ........................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 16
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw diyakini dapat
menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin. Petunjukpetunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di
dalam sumber ajarannya, Alquran dan Hadis, tampak amat ideal dan agung. Sumber
ajaran islam adalah segala sesuatu yang melahirkan atau menimbulkan aturan yang
mempunyai kekuatan yang bersifat mengikat yang apabila dilanggar akan
menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata (Sudarsono, 1992:1). Dengan demikian
sumber ajaran islam ialah segala sesuatu yang dijadikan dasar, acuan, atau pedoman
syariat islam. Ajaran Islam adalah pengembangan agama Islam. Agama Islam
bersumber dari Al-Quran yang memuat wahyu Allah dan al-Hadis yang memuat
Sunnah Rasulullah. Komponen utama agama Islam atau unsur utama ajaran agama
Islam (akidah, syari‟ah dan akhlak) dikembangkan dengan rakyu atau akal pikiran
manusia yang memenuhi syarat runtuk mengembangkannya. Mempelajari agama
Islam merupakan fardhu ‟ain , yakni kewajiban pribadi setiap muslim dan muslimah,
sedang mengkaji ajaran Islam terutama yang dikembangkan oleh akal pikiran
manusia, diwajibkan kepada masyarakat atau kelompok masyarakat
Allah telah menetapkan sumber ajaran Islam yang wajib diikuti oleh setiap
muslim. Ketetapan Allah itu terdapat dalam Surat An-Nisa (4) ayat 59 yang artinya :”
Hai orang-orang yang beriman, taatilah (kehendak) Allah, taatilah (kehendak) RasulNya, dan (kehendak) ulil amri di antara kamu ...”. Menurut ayat tersebut setiap
mukmin wajib mengikuti kehendak Allah, kehendak Rasul dan kehendak ‟penguasa‟
atau ulil amri (kalangan) mereka sendiri. Kehendak Allah kini terekam dalam AlQuran, kehendak Rasul terhimpun sekarang dalam al Hadis, kehendak ‟penguasa‟
(ulil amri) termaktum dalam kitab-kitab hasil karya orang yang memenuhi syarat
karena mempunyai ”kekuasaan” berupa ilmu pengetahuan. Pada umumnya para
ulama fikih sependapat bahwa sumber utama hukum islam adalah Alquran dan hadist.
Dalam sabdanya Rasulullah SAW bersabda,
“Aku tinggalkan bagi kalian dua hal yang karenanya kalian tidak akan
tersesat selamanya, selama kalian berpegang pada keduanya, yaitu Kitab Allah dan
sunnahku.”
Dan disamping itu pula para ulama fikih menjadikan ijtihad sebagai salah satu
dasar hukum islam, setelah Alquran dan hadist. Berijtihad adalah berusaha sungguhsungguh dengan memperguna kan seluruh kemampuan akal pikiran, pengetahuan dan
pengalaman manusia yang memenuhi syarat untuk mengkaji dan memahami wahyu
dan sunnah serta mengalirkan ajaran, termasuka ajaran mengenai hukum (fikih) Islam
dari keduanya
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja sumber hukum islam?
2. Bagaimana kedudukan sumber hukum islam itu?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai sarana pembelajaran untuk
lebih memahami sumber-sumber hukum islam. Melalui makalah ini diharapkan dapat
menjadi penambah wawasan agar lebih mengetahui apa saja sumber hukum islam itu.
Selain itu penulisan makalah ini ditujukan pula untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pendidikan Agama Islam (PAI)
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sumber Hukum Islam
Hukum
menurut
bahasa
berarti
menetapkan
sesuatu
atau
tidak
menetapkannya. Sedangkan menurut istilah ahli usul fikih, hukum adalah perintah
Allah SWT yang menuntut mukalaf untuk memilih atau mengerjakan dan tidak
mengerjakan, atau menjadikan sesuatu sebagai sebab, syarat atau penghalang bagi
adanya yang lain, sah, batal rukhsah, dan azimah. Maksud sumber hukum adalah
segala sesuatu yang melahirkan atau menimbulkan aturan yang mempunyai kekuatan,
yang bersifat mengikat, yang apabila dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas
dan nyata.
Hukum islam adalah hukum yang bersumber dan menjadi bagian dari agama
islam. Dalam konsep hukum islam, dasar dan kerangka hukumnya ditetapkan oleh
Allah. Yang diatur tidak hanya hubungan manusia dengan manusia lain dalam
masyarakat termasuk dirinya sendiri dan benda serta alam semesta, tetapi juga
hubungan manusia dengan tuhan. Dengan demikian sumber hukum Islam adalah
segala sesuatu yang dijadikan dasar, acuan atau pedoman syari‟at islam.
Pada umumnya ulama fikih sependapat bahwa sumber utama hukum Islam
adalah al Qur‟an dan Hadis. Rasulullah SAW bersabda: “aku tinggalkan bagi kalian
dua hal yang karenanya kalian tidak akan tersesat selama-lamanya, selama kalian
berpegang pada keduanya, yaitu Kitab Allah (al Qur’an) dan sunahku (Hadis).” (H.R.
Baihaqi).
Dalam sistem hukum islam terdapat lima kaidah yang dipergunakan untuk
mengukur perbuatan manusia baik di bidang ibadah maupun dibidang mu‟amalah.
Kelima jenis kaidah tersebut, dinamakan al-ahkam al-homsyah atau penggolongan
hukum yang lima yakni :
a.jaiz atau mubah,
b.sunat,
c.makruh,
d.wajib, dan
e.haram.
Untuk memahami hukum islam dengan baik dan benar seseorang harus
memahami
beberapa
istilah
yang
berkenaan
dengan
hukum
islam.
Dalam pembahasan kerangka dasar agama islam disebutkan bahwa komponen kedua
agama islam adalah syariat yang terdiri dari dua bagian yakni ibadah dan mu‟amalah.
2.2 Sumber-sumber Hukum Islam
A. Al Qur ‟an
1. Pengertian Al Qur‟an
Secara etimologi Al-Qur‟an berasal dari kata qara‟a, yaqra‟u, qiraa‟atan, atau
qur‟anan yang berarti mengumpulkan (al-jam’u) dan menghimpun (al-dlammu).
Sedangkan secara terminologi (syariat), Alquran adalah Kalam Allah ta‟ala yang
diturunkan kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya, Muhammad SAW, diawali
dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas. Dan menurut para ulama
klasik,
Alquran adalah Kalamulllah yang diturunkan padaRasulullah dengan bahasa
arab, merupakan mukjizat dan diriwayatkan secara mutawatir serta membacanya
adalah ibadah.
Alquran berisi perintah dan larangan, ayat yang pertama turun di gua
hira pada permulaan Muhammad diangkat menjadi rasul dengan surah al-alaq.
Sedangkan ayat yang terakhir turun adalah surah al-maa‟idah ayat 3.
Alquran terdiri dari 30 juz, 114 surah, 6.236 ayat, dan 324.345 huruf. Menurut
turunnya, wahyu dapat dibagi dua bagian, yaitu: wahyu (surah) yang turun di mekah
disebut makkiyah, dan wahyu (surah) yang turun di madinah disebut madaniyah.
2.Kedudukan Al-Qur‟an sebagai sumber islam
Allah SWT. Menurunkan Al-Qur‟an itu, gunanya untuk dijadikan dasar
hukum,
dan
disampaikan
kepada
ummat
manusia
untuk
diamalkan
segala perintahnya dan ditinggalkan segala larangannya, sebagaimana firman Allah :
‫ٍ اىر ْ َقُ َاس ٍْك اار ْ اصى ا‬
َ‫م ْتسا‬
َ‫َا َكْل َِ ا‬
َ ‫ۚ س ي اَ َِ ْ َس ُْْااْ يسََّلاْ ْ ِكس‬
Artinya :
“ maka berpeganglah kepada apa diwahyukan kepadamu”. (Az -Zukhruf ayat 43)
Al - Qur‟an sebagai kitab Allah SWT menempati posisi sebagai sumber
pertama dan utama dari seluruh ajaran Islam, sekaligus juga sebagai dalil utama fiqih.
Al-Qur‟an juga membimbing dan memberikan petunjuk untuk menemukan hukumhukum yang terkandung dalam sebagian ayat-ayatnya.
Karena kedudukan Al-Qur‟an itu sebagai sumber utama dan pertama bagi
penetapan hukum, maka apabila seseorang ingin menemukan hukum maka dilakukan
penyelesainnya terlebih dahulu berdasarkan dengan Al- Qur‟an. Dan apabila
menggunakan sumber hukum lain di luar Al- Qur‟an, maka harus sesuai dengan
petunjuk Al-Qur‟an dan tidak boleh melakukan sesuatu yang bertentangan dengan
Al-Qur‟an.
Hal ini berarati bahwa sumber-sumber hukum selain Al-Qur’an tidak boleh
menyalahi apa yang telah ditetapkan Al-Qur‟an. Al-Qur‟an juga mengatur hubungan
manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan
manusia dengan sesamanya, dan hubungan manusia dengan alam.
3. Pokok-pokok isi Al Qur‟an
Isi pokok Al Qur‟an adalah:
a) Tauhid
b) Ibadah
c) Janji dan ancaman
d) Sejarah
4. Hukum yang terkandung dalam Al Qur’an
Hukum yang di kandung oleh Al Qur’an ada 3 macam, yaitu:
a) Hukum-hukum akidah (keimanan), yang bersangkut paut dengan hal-hal yang
harus di percayai oleh setiap mukallaf, tentang malaikat nya, kitabnya, para
rasulnya.
b) Hukum-hukum Allah, yang bersangkut paut dengan hal-hal yang harus di
jadikan perhiasan oleh setiap mukallaf.
c) Hukum-hukum amaliyah, yang bersangkut paut dengan hal-hal tindakan
setiap mukallaf, meliputi masalah ucapan, perbuatan, akad (contract), dan
pembelanjaan (pengelolaan harta benda)
Maka hukum selain ibadah dalam istilah syara’ disebut hukum muamalah. Sedangkan
menurut istilah modern hukum muamalah telah bercabang cabang sesuai dengan halhal yang berhubungan dengan muamalah manusia yakni :
a) Hukum badan pribadi yaitu hukum yang dengan unit keluarga , mulai dari
pemulaan berdirinya.contohnya: mengatur hubungan anak dengan orang tua,
suami istri, dan kerabat. Ayat-ayat mengenai hukum ini dalam Al Qur’an
sekitar 70 ayat.
b) Hukum
perdata
yaitu:
yang
berhubungan
dengan
muamalah
antara perorangan, masyarakat dan persekuatannya, seperti : jual beli, sewamenyewa, gadai-menggadai, pertanggungan, dll. Dalam Al Qur’an ada 70
ayat.
c) Hukum pidana yang berhubungan tindakan kriminal setiap mukalaf dan
masalah pidananya bagi si pelaku kriminal. Dan dalam Al Qur‟an terdapat
sekitar 30 ayat.
d) Hukum acara yaitu : yang berhubungan dengan pengadilan , kesaksian , dan
sumpah. Dalam Al Qur‟an terdapat sekitar 13 ayat
e) Hukum
ketatanegaraan,
yaitu:
yang
berhubungan
dengan
peraturan pemerintahan dan dasar-dasarnya. Dalam Al Qur‟an tercatat sekitar
13 ayat
f) Hukum internasional, yaitu : yang berhubungan dengan masalah-masalah
hubungan antar negara-negara islam dengan bukan negara islam,dan tata cara
pergaulan selain muslim di negara islam. Dalam Al Qur‟an tercatat sekitar 25
ayat.
Hukum ekonomi dan keuangan ,yaitu: yang berhubungan dengan hak orang miskin
yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian dari harta orang kaya.
Dalam Al Qur‟an tercatat sekitar 10 ayat.
B. As-Sunah atau Hadist
1. Pengertian
Sunnah menurut bahasa artinya perjalanan, pekerjaan atau cara. Sunnah menurut
istilah syara‟ ialah perkataan nabi Muhammad saw., perbuatannya, dan
keterangannya yaitu sesuatu yang dikatakan atau diperbuat oleh sahabat dan
ditetapkan oleh nabi, tiada ditegurnya sebagai bukti bahwa perbuatan itu tiada
terlarang hukumnya.
2. Kedudukan Hadist sebagai Sumber Hukum Islam
Al-Hadis adalah sumber kedua agama dan ajaran Islam. Sebagai sumber agama
dan ajaran Islam, al-Hadis mempunyai peranan penting setelah Al-Quran. Al-Quran
sebagai kitab suci dan pedoman hidup umat Islam diturunkan pada umumnya dalam
kata-kata yang perlu dirinci dan dijelaskan lebih lanjut, agar dapat dipahami dan
diamalkan
Ada tiga peranan al-Hadis disamping al-Quran sebagai sumber agama dan ajaran
Islam, yakni sebagai berikut :
a. Menegaskan lebih lanjut ketentuan yang terdapat dalam al-Quran. Misalnya
dalam Al-Quran terdapat ayat tentang sholat tetapi mengenai tata cara
pelaksanaannya dijelaskan oleh Nabi.
b. Sebagai penjelasan isi Al-Quran. Di dalam Al-Quran Allah memerintah- kan
manusia mendirikan shalat. Namun di dalam kitab suci tidak dijelaskan
banyaknya raka‟at, cara rukun dan syarat mendirikan shalat. Nabilah yang
menyebut sambil mencontohkan jumlah raka‟at setiap shalat, cara, rukun dan
syarat mendirikan shalat.
c. Menambahkan atau mengembangkan sesuatu yang tidak ada atau samarsamar ketentuannya di dalam Al-Quran. Sebagai contoh larangan Nabi
mengawini seorang perempuan dengan bibinya. Larangan ini tidak terdapat
dalam larangan-larangan perkawinan di surat An-Nisa (4) : 23. Namun, kalau
dilihat hikmah larangan itu jelas bahwa larangan tersebut mencegah rusak
atau putusnya hubungan silaturrahim antara dua kerabat dekat yang tidak
disukai oleh agama Islam.
3. Pembagian Hadist
a. Sunnah Qouliyah
Sunnah Qouliyah yaitu perkataan nabi saw. yang menerangkan hukum-hukum
agama dan maksud isi Al - Qur‟an serta berisi peradaban, hikmah, ilmu pengetahuan
dan juga menganjurkan akhlaq yang mulia. Sunnah qouliyah (ucapan) dinamakan
juga hadits nabi saw. Sunnah Qouliyah juga disebut “khabar”.
Jadi sunnah qouliyah itu boleh dikatakan sunnah, hadits dan khabar. Khabar
pada umumnya dapat dibagi tiga :
Yang pasti benarnya,seperti apa yang datang dari Allah,RasulNya dan khabar yang
dibeikan dengan jalan mutawatir.
Yang pasti tidak benarnya, yaitu pemberitaan tentang hal-hal yang tidak mungkin
dibenarkan oleh akal, seperti khabar mati dan hidup dapat berkumpul.
Khabar yang tidak dapat dipastikan benar bohongnya seperti khabar-khabar yang
samar,karena kadang-kadang tidak dapat ditentukan mana yang kuat, benarnya atau
bohongnya.
b. Sunnah Fi‟liyah
Sunnah Fi‟liyah yaitu perbuatan Nabi SAW yang menerangkan cara melaksanakan
ibadah, misalnya cara berwudhu, shalat dan sebagainya.
Sunnah Fi‟liyah itu terbagi sebagai berikut :
Pekerjaan nabi saw. yang bersifat gerakan jiwa, gerakan hati, gerakan tubuh,
seperti : bernafas, duduk, berjalan dan sebagainya. Perbuatan seperti ini tidak
bersangkut-paut dengan soal hukum, dan tidak ada hubungannya dengan suruhan
larangan atau tauladan.
Perbuatan nabi saw. yang bersifat kebiasaan, seperti : cara-cara makan, tidur dan
sebagainya. Perbuatan semacam ini pun tidak ada hubungannya dengan perintah,
larangan, dan tauladan. kecuali kalau ada perintah anjuran nabi untuk mengikuti
cara-cara tersebut.
Perbuatan nabi saw. yang khusus untuk beliau sendiri, beristri lebih dari empat.
Dalam hal ini orang lain tidak boleh mengikutinya.
Pekerjaan yang bersifat menjelaskan hukum yang mujmal, seperti : shalatnya,
hajjinya, yang kedua-duanya menjelaskan sabdanya :
‫ﻧيمْكَّ ﻲْﻧُْاريصيَََّ ﺎْصْك مْكّيَس‬
Artinya :
“Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat”.
Dan:
‫خَِس ٍ نك ا ك كس‬
Artinya :
“Ambillah dari padaku hal-hal (pelakuan) ibadah hajimu”.
Hukum perbuatan tersebut sama dengan hukum apa yang dijelaskan, baik wajib
maupun mandubnya.
Pekerjaan yang dilakukan orang lain sebagai hukuman, seperti: menahan
orang,atau mengusahakan milik orang lain.
Pekerjaan yang menunjukkan kebolehan saja, seperti: berwudhu dengan satu kali,
dua kali dan tiga kali.
C. Sunnah Taqririyah
Sunnah Taqririyah yaitu bila Nabi SAW mendengar sahabat mengatakan
sesuatu perkataan atau melihat mereka memperbuat suatu perbuatan, lalu ditetapkan
dan dibiarkan oleh Nabi SAW dan tiada ditegurnya atau dilarangnya, maka yang
demikian dinamai sunnah ketetapan Nabi (taqrir). Maka perkataan atau perbuatan
yang didiamkan itu sama saja dengan perkataan dan perbuatan Nabi sendiri, yaitu
dapat menjadi hujjah bagi ummat seluruhnya. Syarat sahnya taqrir ialah orang yang
dibiarkannya itu benar-benar orang yang tunduk kepada syara‟, bukan orang kafir
atau munafiq.
Contoh-contoh taqrir antara lain sebagai berikut:
Mempergunakan uang yang dibuat oleh orang kafir.
Mempergunakan harta yang diusahakan mereka seketika masih kafir.
Membiarkan dzikir dengan suara keras sesudah shalat
C.IJTIHAD
1.Definisi dan Fungsi Ijtihad
Ijtihad seakar kata dengan juhd, jihad, dan mujahadah, yang artinya
kesungguhan dan usaha keras. Ijtihad dalam pengertian yang luas berarti penggunaan
pikiran dalam mengartikan, menafsirkan, dan mengambil kesimpulan dari sesuatu
ayat atau hadits. Sedangkan dalam konteks istimbat (penetapan) hukum, ijtihad
adalah penggunaan pikiran untuk menentukan sesuatu hukum yang tidak ditentukan
secara eksplisit dalam Al-Quran dan Hadits Nabawi. Memperhatikan definisi ini,
dapat dipahami batasan lapangan ijtihad, sebagai berikut:
a. Terhadap yang hukumnya disebutkan secara pasti (qath’i) dalam nash, tidak
ada peranan nalar.
b. Terhadap kejadian yang sama sekali tidak terdapat dalam nash, nalar dapat
menjalankan fungsi formulasi, dan,
c. Terhadap kejadian yang hukumnya disebutkan dalam nash secara penunjukan
yang tidak pasti, nalar dapat menjalankan fungsi reformulasi.
Secara bahasa, ijtihad berarti pencurahan segenap kemampuan untuk
mendapatkan sesuatu. Yaitu penggunaan akal sekuat mungkin untuk menemukan
sesuatu keputusan hukum tertentu yang tidak ditetapkan secara eksplisit dalam AlQuran dan As-Sunnah.
Mahmud Syaltut berpendapat, bahwa ijtihad atau yang biasa disebut arro’yu
mencakup dua pengertian:
a. Penggunaan pikiran untuk menentukan sesuatu hukum yang tidak ditentukan
secara eksplisit oleh Al-Quran dan As-Sunnah.
b. Penggunaan pikiran dalam mengartikan, menafsirkan, dan mengambil
kesimpulan dari sesuatu ayat atau hadits
Tujuan adanya ijtihad adalah untuk memenuhi keperluan umat manusia
akan pegangan hidup dalam beribadah kepada Allah SWT di tempat dan waktu
tertentu. Fungsi ijtihad adalah sebagai metode untuk merumuskan ketetapanketetapan hukum yang belum terumuskan dalam Al-Quran dan Al-Sunnah.
Meski Al-Quran diturunkan secara sempurna dan lengkap, bukan berarti
kehidupan manusia diatur secara detil oleh Al-Quran dan Hadits. Selain itu ada
perbedaan keadaan pada saat turunnya Al-Quran dengan kehidupan modern, sehingga
setiap saat masalah baru akan terus berkembang dan diperlukan aturan aturan baru
dalam melaksanakan ajaran islam dalam kehidupan sehari-hari.
Jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat Islam di suatu tempat tertentu
atau disuatu masa waktu tertentu, maka persoalan tersebut dikaji apakah perkara yang
dipersoalkan itu sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al-Quran dan Hadits.
Sekiranya sudah ada, maka persoalannya harus mengikuti ketentuan yang
ada berdasarkan Al-Quran dan Hadits. Namun jika persoalannya merupakan perkara
yang tidak jelas atau tidak ada ketentuannya dalam Al-Quran dan Hadits maka umat
Islam memerlukan ijtihad, tapi yang berhak membuat ijtihad adalah mereka
yang paham Al-Quran dan Hadits yang disebut dengan
mujtahid
2.Dasar Hukum Ijtihad
Ada 2 dasar hukum diharuskannya ijtihad, yaitu :
1. Al-Qur’an
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri
di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benarbenar beriman kepada Allah dan hari kemudian Yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (QS.An-nisa:59)
2.Al-Hadits
Sabda Nabi SAW : Ijtihadlah kamu, karena tiap-tiap orang akan mudah
mencapai apa yang diperuntukkan kepadanya‖ (Jalaluddin Rahmat, Dasar Hukum
Islam, hlm 163). “Hakim apabila berijtihad kemudian dapat mencapai kebenaran
maka ia mendapat dua pahala (pahala melakukan ijtihad dan pahala kebenaran
hasilnya). Apabila ia berijtihad kemudian tidak mencapai kebenaran, maka ia
mendapat satu pahala (pahala melakukan ijtihad)”.(Hadits riwayat Bukhari dan
Muslim).
3.Metodologi pelaksanaan ijtihad
Dalam melaksanakan ijtihad, para ulama telah membuat metode-metode, antara lain
sebagai berikut:
1. Qiyas
Yaitu menetapkan sesuatu hukum terhadap sesuatu hal yang belum
diterangkan oleh Al-Quran dan As-Sunnah, dengan dianalogikan kepada hukum
sesuatu yang sudah diterangkan hukumnya oleh Al-Quran atau As-Sunnah, karena
ada sebab yang sama. Beberapa definisi qiyas (analogi):
a. Menyimpulkan hukum dari yang asal menuju kepada cabangnya, berdasarkan
titik persmaan diantara keduanya.
b. Membuktikan hukum definitif untuk yang definitif lainnya, melalui
suatu persamaan diantaranya.
c. Tindakan menganalogikan hukum yang sudah ada penjelasan didalam AlQuran atau Hadist dengan kasus baru yang memiliki persamaan sebab (illat).
2. Ijma’ atau yang disebut ijtihad kolektif,
Yaitu kesepakatan ulama-ulama Islam dalam menentukan sesuatu masalah
ijtihadiyah. Yang menjadi persoalan untuk saat sekarang ini adalah tentang
kemungkinan dapat dicapai atau tidaknya ijma tersebut, karena umat Islam sudah
begitu besar dan berada diseluruh pelosok bumi termasuk para ulamanya.
3. Istihsan
Yaitu menetapkan sesuatu hukum terhadap sesuatu persoalan ijtihadiyah atas
dasar prinsip-prinsip umum ajaran Islam seperti keadilan, kasih sayang, dan lain-lain.
Oleh para ulama istihsan disebut sebagai Qiyas Khofi (analogi samar-samar) atau
disebut sebagai pengalihan hukum yang diperoleh dengan Qiyas kepada hukum lain
atas pertimbangan kemaslahatan umum. Apabila kita dihadapkan dengan keharusan
memilih salah satu diantara dua persoalan yang sama-sama kurang baik, maka kita
harus mengambil yang lebih ringan keburukannya. Beberapa definisi istisan:
a. Fatwa yang dikeliarkan oleh seorang faqih (ahli fiqih), hanya karena dia
merasa hal itu adalah benar,
b. Argumentasi dalam pikiran seorang faqih tanpa bisa diekspresikan secara
lisan olehnya,
c. Mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima untuk maslahat
orang banyak,
d. Tindakan memutuskan suatu perkara untuk mencegah kemudharatan, dan
e. Tindakan menganalogikan suatu perkara di masyarakat terhadap perkara yang
ada sebelumnya.
4. Mashalihul Mursalah
Yaitu menetapkan hukum terhadap sesuatu persoalan ijtihadiyah atas
pertimbangan kegunaan dan kemanfaatan yang sesuai dengan tujuan syari’at.
Perbedaan antara istihsan dan mashalitul mursalah ialah, istihsan mempertimbangkan
dasar kemaslahatan (kebaikan) itu dengan disertai dalil Al-Quran atau Al-Hadits yang
umum, sedang mashalihul mursalah mempertimbangkan dasar kepentingan dan
kegunaan dengan tanpa adanya dalil yang secara tertulis dalam Al-Quran atau AlHadits.
5. Urf
Adalah sesuatu yang telah biasa berlaku, diterima, dan dianggap baik oleh
masyarakat. Juga didefinisikan sebagai tindakan menentukan masih bolehnya suatu
adat istiadat dan kebiasaan masyarakat setempat selama kegiatan tersebut tidak
bertentangan dengan aturan-aturan prinsipal dalam Al-Quran dan Al-Hadits
6. Istishab,
Adalah menetapkan sesuatu menurut keadaan sebelumnya sehingga terdapat
dalil yang menunjukan perubahan keadaan, atau menjadikan hukum yang telah
ditetapkanpada masa lampau secara kekal menurut keadaan sehingga teradapat dalil
yang menunjukan atas perubahannya. Jadi, istihab merupakan suatu tindakan
menetapkan berlakunya suatu ketetapan sampai ada alasan yang bisa mengubahnya.
7. Sududz Dzariah,
Yaitu tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram
demi kepentingan umat.
8. Madzhab Shahabi,
Yaitu menetapkan suatu hukum terhadap suatu persoalan ijtihadiyah atas
pertimbangan pendapat para sahabat tentang suatu kasus, yang
tidak dijelaskan nash dan belum ada ijma’ para sahabat yang menetapkan hukum
tersebut.
9. Syar’un man qoblana,
Berarti syariat sebelum Islam.
10. Ta’arud Ad-Dilalah,
Artinya pertentangan (secara lahir dalam pandangan mujtahid) antara satu
dalil dengan dalil lainnya pada derajat yang sama (ayat dengan ayat; atau antara
sunah dengan sunah).
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Hukum
menurut
bahasa
berarti
menetapkan
sesuatu
atau
tidak
menetapkannya. Sedangkan menurut istilah ahli usul fikih, hukum adalah perintah
Allah SWT yang menuntut mukalaf untuk memilih atau mengerjakan dan tidak
mengerjakan, atau menjadikan sesuatu sebagai sebab, syarat atau penghalang bagi
adanya yang lain, sah, batal rukhsah, dan azimah. Maksud sumber hukum adalah
segala sesuatu yang melahirkan atau menimbulkan aturan yang mempunyai kekuatan,
yang bersifat mengikat, yang apabila dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas
dan nyata.
Pada umumnya ulama fikih sependapat bahwa sumber utama hukum Islam
adalah al Qur‟an dan Hadis. Rasulullah SAW bersabda: “aku tinggalkan bagi kalian
dua hal yang karenanya kalian tidak akan tersesat selama-lamanya, selama kalian
berpegang pada keduanya, yaitu Kitab Allah (al Qur’an) dan sunahku (Hadis).” (H.R.
Baihaqi).
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/8026275/Makalah_Pendidikan_Agama_Islam_Ijtihad
https://www.academia.edu/8512641/Makalah_sumber_hukum_islam
Download