MAKALAH SUMBER HUKUM ISLAM (AL-QUR’AN, AS-SUNNAH DAN IJTIHAD) Disusun oleh: DILA FITRIANI (1905111228) RINDA HIDAYATI AKROMAH (1905111126) KUNTUM SHARFINA PUTRI (1905112382) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU 2020 KATA PENGANTAR Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha penyayang. Syukur Alhamdulillah Penulis ucapan dari lubuk hati Penulis kehadirat Allah yang telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan tugas ini dengan baik. Sholawat serta salam Penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW. Makalah yang berjudul ”Sumber Hukum Islam(Al-Qur’an, as-sunnah, ijtihad ” ini semoga dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca. Kami menyadari bahwa yang kami tulis ini masih banyak kekurangan dan kesalahan. Dan oleh sebab itu, kami sangat mengharapkan adanya masukan dari para pembaca,baik berupa kritikan ataupun saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini, supaya lebih baik untuk masayang akan datang. Dan terima kasih atas semua bantuan dari semua pihak yang terkait dalam penyusunan ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Kemudian kepada Allah kami bertaubat dan kepada manusia kami memohon maaf atas kesalahan dan kehilafan dalam penulisan makalah ini. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh Pekanbaru, 15 Maret 2020 Penulis DAFTAR ISI Kata Pengantar.............................................................................. i Daftar Isi ........................................................................................ ii BAB I PENDAHULUAN .............................................................. 1 A. Latar Belakang ...................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................. 2 C. Tujuan penulisan .................................................................. 2 BAB II PEMBAHASAN ............................................................... 3 A. Pengertian Sumber Hukum Islam ................................................. 3 B. Sumber-sumber Hukum Islam…………………………………..4 BAB III PENUTUP ....................................................................... 15 A. Kesimpulan ........................................................................... 15 DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin. Petunjukpetunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya, Alquran dan Hadis, tampak amat ideal dan agung. Sumber ajaran islam adalah segala sesuatu yang melahirkan atau menimbulkan aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat mengikat yang apabila dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata (Sudarsono, 1992:1). Dengan demikian sumber ajaran islam ialah segala sesuatu yang dijadikan dasar, acuan, atau pedoman syariat islam. Ajaran Islam adalah pengembangan agama Islam. Agama Islam bersumber dari Al-Quran yang memuat wahyu Allah dan al-Hadis yang memuat Sunnah Rasulullah. Komponen utama agama Islam atau unsur utama ajaran agama Islam (akidah, syari‟ah dan akhlak) dikembangkan dengan rakyu atau akal pikiran manusia yang memenuhi syarat runtuk mengembangkannya. Mempelajari agama Islam merupakan fardhu ‟ain , yakni kewajiban pribadi setiap muslim dan muslimah, sedang mengkaji ajaran Islam terutama yang dikembangkan oleh akal pikiran manusia, diwajibkan kepada masyarakat atau kelompok masyarakat Allah telah menetapkan sumber ajaran Islam yang wajib diikuti oleh setiap muslim. Ketetapan Allah itu terdapat dalam Surat An-Nisa (4) ayat 59 yang artinya :” Hai orang-orang yang beriman, taatilah (kehendak) Allah, taatilah (kehendak) RasulNya, dan (kehendak) ulil amri di antara kamu ...”. Menurut ayat tersebut setiap mukmin wajib mengikuti kehendak Allah, kehendak Rasul dan kehendak ‟penguasa‟ atau ulil amri (kalangan) mereka sendiri. Kehendak Allah kini terekam dalam AlQuran, kehendak Rasul terhimpun sekarang dalam al Hadis, kehendak ‟penguasa‟ (ulil amri) termaktum dalam kitab-kitab hasil karya orang yang memenuhi syarat karena mempunyai ”kekuasaan” berupa ilmu pengetahuan. Pada umumnya para ulama fikih sependapat bahwa sumber utama hukum islam adalah Alquran dan hadist. Dalam sabdanya Rasulullah SAW bersabda, “Aku tinggalkan bagi kalian dua hal yang karenanya kalian tidak akan tersesat selamanya, selama kalian berpegang pada keduanya, yaitu Kitab Allah dan sunnahku.” Dan disamping itu pula para ulama fikih menjadikan ijtihad sebagai salah satu dasar hukum islam, setelah Alquran dan hadist. Berijtihad adalah berusaha sungguhsungguh dengan memperguna kan seluruh kemampuan akal pikiran, pengetahuan dan pengalaman manusia yang memenuhi syarat untuk mengkaji dan memahami wahyu dan sunnah serta mengalirkan ajaran, termasuka ajaran mengenai hukum (fikih) Islam dari keduanya 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa saja sumber hukum islam? 2. Bagaimana kedudukan sumber hukum islam itu? 1.3 Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai sarana pembelajaran untuk lebih memahami sumber-sumber hukum islam. Melalui makalah ini diharapkan dapat menjadi penambah wawasan agar lebih mengetahui apa saja sumber hukum islam itu. Selain itu penulisan makalah ini ditujukan pula untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam (PAI) BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Sumber Hukum Islam Hukum menurut bahasa berarti menetapkan sesuatu atau tidak menetapkannya. Sedangkan menurut istilah ahli usul fikih, hukum adalah perintah Allah SWT yang menuntut mukalaf untuk memilih atau mengerjakan dan tidak mengerjakan, atau menjadikan sesuatu sebagai sebab, syarat atau penghalang bagi adanya yang lain, sah, batal rukhsah, dan azimah. Maksud sumber hukum adalah segala sesuatu yang melahirkan atau menimbulkan aturan yang mempunyai kekuatan, yang bersifat mengikat, yang apabila dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata. Hukum islam adalah hukum yang bersumber dan menjadi bagian dari agama islam. Dalam konsep hukum islam, dasar dan kerangka hukumnya ditetapkan oleh Allah. Yang diatur tidak hanya hubungan manusia dengan manusia lain dalam masyarakat termasuk dirinya sendiri dan benda serta alam semesta, tetapi juga hubungan manusia dengan tuhan. Dengan demikian sumber hukum Islam adalah segala sesuatu yang dijadikan dasar, acuan atau pedoman syari‟at islam. Pada umumnya ulama fikih sependapat bahwa sumber utama hukum Islam adalah al Qur‟an dan Hadis. Rasulullah SAW bersabda: “aku tinggalkan bagi kalian dua hal yang karenanya kalian tidak akan tersesat selama-lamanya, selama kalian berpegang pada keduanya, yaitu Kitab Allah (al Qur’an) dan sunahku (Hadis).” (H.R. Baihaqi). Dalam sistem hukum islam terdapat lima kaidah yang dipergunakan untuk mengukur perbuatan manusia baik di bidang ibadah maupun dibidang mu‟amalah. Kelima jenis kaidah tersebut, dinamakan al-ahkam al-homsyah atau penggolongan hukum yang lima yakni : a.jaiz atau mubah, b.sunat, c.makruh, d.wajib, dan e.haram. Untuk memahami hukum islam dengan baik dan benar seseorang harus memahami beberapa istilah yang berkenaan dengan hukum islam. Dalam pembahasan kerangka dasar agama islam disebutkan bahwa komponen kedua agama islam adalah syariat yang terdiri dari dua bagian yakni ibadah dan mu‟amalah. 2.2 Sumber-sumber Hukum Islam A. Al Qur ‟an 1. Pengertian Al Qur‟an Secara etimologi Al-Qur‟an berasal dari kata qara‟a, yaqra‟u, qiraa‟atan, atau qur‟anan yang berarti mengumpulkan (al-jam’u) dan menghimpun (al-dlammu). Sedangkan secara terminologi (syariat), Alquran adalah Kalam Allah ta‟ala yang diturunkan kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya, Muhammad SAW, diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas. Dan menurut para ulama klasik, Alquran adalah Kalamulllah yang diturunkan padaRasulullah dengan bahasa arab, merupakan mukjizat dan diriwayatkan secara mutawatir serta membacanya adalah ibadah. Alquran berisi perintah dan larangan, ayat yang pertama turun di gua hira pada permulaan Muhammad diangkat menjadi rasul dengan surah al-alaq. Sedangkan ayat yang terakhir turun adalah surah al-maa‟idah ayat 3. Alquran terdiri dari 30 juz, 114 surah, 6.236 ayat, dan 324.345 huruf. Menurut turunnya, wahyu dapat dibagi dua bagian, yaitu: wahyu (surah) yang turun di mekah disebut makkiyah, dan wahyu (surah) yang turun di madinah disebut madaniyah. 2.Kedudukan Al-Qur‟an sebagai sumber islam Allah SWT. Menurunkan Al-Qur‟an itu, gunanya untuk dijadikan dasar hukum, dan disampaikan kepada ummat manusia untuk diamalkan segala perintahnya dan ditinggalkan segala larangannya, sebagaimana firman Allah : ٍ اىر ْ َقُ َاس ٍْك اار ْ اصى ا َم ْتسا ََا َكْل َِ ا َ ۚ س ي اَ َِ ْ َس ُْْااْ يسََّلاْ ْ ِكس Artinya : “ maka berpeganglah kepada apa diwahyukan kepadamu”. (Az -Zukhruf ayat 43) Al - Qur‟an sebagai kitab Allah SWT menempati posisi sebagai sumber pertama dan utama dari seluruh ajaran Islam, sekaligus juga sebagai dalil utama fiqih. Al-Qur‟an juga membimbing dan memberikan petunjuk untuk menemukan hukumhukum yang terkandung dalam sebagian ayat-ayatnya. Karena kedudukan Al-Qur‟an itu sebagai sumber utama dan pertama bagi penetapan hukum, maka apabila seseorang ingin menemukan hukum maka dilakukan penyelesainnya terlebih dahulu berdasarkan dengan Al- Qur‟an. Dan apabila menggunakan sumber hukum lain di luar Al- Qur‟an, maka harus sesuai dengan petunjuk Al-Qur‟an dan tidak boleh melakukan sesuatu yang bertentangan dengan Al-Qur‟an. Hal ini berarati bahwa sumber-sumber hukum selain Al-Qur’an tidak boleh menyalahi apa yang telah ditetapkan Al-Qur‟an. Al-Qur‟an juga mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan sesamanya, dan hubungan manusia dengan alam. 3. Pokok-pokok isi Al Qur‟an Isi pokok Al Qur‟an adalah: a) Tauhid b) Ibadah c) Janji dan ancaman d) Sejarah 4. Hukum yang terkandung dalam Al Qur’an Hukum yang di kandung oleh Al Qur’an ada 3 macam, yaitu: a) Hukum-hukum akidah (keimanan), yang bersangkut paut dengan hal-hal yang harus di percayai oleh setiap mukallaf, tentang malaikat nya, kitabnya, para rasulnya. b) Hukum-hukum Allah, yang bersangkut paut dengan hal-hal yang harus di jadikan perhiasan oleh setiap mukallaf. c) Hukum-hukum amaliyah, yang bersangkut paut dengan hal-hal tindakan setiap mukallaf, meliputi masalah ucapan, perbuatan, akad (contract), dan pembelanjaan (pengelolaan harta benda) Maka hukum selain ibadah dalam istilah syara’ disebut hukum muamalah. Sedangkan menurut istilah modern hukum muamalah telah bercabang cabang sesuai dengan halhal yang berhubungan dengan muamalah manusia yakni : a) Hukum badan pribadi yaitu hukum yang dengan unit keluarga , mulai dari pemulaan berdirinya.contohnya: mengatur hubungan anak dengan orang tua, suami istri, dan kerabat. Ayat-ayat mengenai hukum ini dalam Al Qur’an sekitar 70 ayat. b) Hukum perdata yaitu: yang berhubungan dengan muamalah antara perorangan, masyarakat dan persekuatannya, seperti : jual beli, sewamenyewa, gadai-menggadai, pertanggungan, dll. Dalam Al Qur’an ada 70 ayat. c) Hukum pidana yang berhubungan tindakan kriminal setiap mukalaf dan masalah pidananya bagi si pelaku kriminal. Dan dalam Al Qur‟an terdapat sekitar 30 ayat. d) Hukum acara yaitu : yang berhubungan dengan pengadilan , kesaksian , dan sumpah. Dalam Al Qur‟an terdapat sekitar 13 ayat e) Hukum ketatanegaraan, yaitu: yang berhubungan dengan peraturan pemerintahan dan dasar-dasarnya. Dalam Al Qur‟an tercatat sekitar 13 ayat f) Hukum internasional, yaitu : yang berhubungan dengan masalah-masalah hubungan antar negara-negara islam dengan bukan negara islam,dan tata cara pergaulan selain muslim di negara islam. Dalam Al Qur‟an tercatat sekitar 25 ayat. Hukum ekonomi dan keuangan ,yaitu: yang berhubungan dengan hak orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian dari harta orang kaya. Dalam Al Qur‟an tercatat sekitar 10 ayat. B. As-Sunah atau Hadist 1. Pengertian Sunnah menurut bahasa artinya perjalanan, pekerjaan atau cara. Sunnah menurut istilah syara‟ ialah perkataan nabi Muhammad saw., perbuatannya, dan keterangannya yaitu sesuatu yang dikatakan atau diperbuat oleh sahabat dan ditetapkan oleh nabi, tiada ditegurnya sebagai bukti bahwa perbuatan itu tiada terlarang hukumnya. 2. Kedudukan Hadist sebagai Sumber Hukum Islam Al-Hadis adalah sumber kedua agama dan ajaran Islam. Sebagai sumber agama dan ajaran Islam, al-Hadis mempunyai peranan penting setelah Al-Quran. Al-Quran sebagai kitab suci dan pedoman hidup umat Islam diturunkan pada umumnya dalam kata-kata yang perlu dirinci dan dijelaskan lebih lanjut, agar dapat dipahami dan diamalkan Ada tiga peranan al-Hadis disamping al-Quran sebagai sumber agama dan ajaran Islam, yakni sebagai berikut : a. Menegaskan lebih lanjut ketentuan yang terdapat dalam al-Quran. Misalnya dalam Al-Quran terdapat ayat tentang sholat tetapi mengenai tata cara pelaksanaannya dijelaskan oleh Nabi. b. Sebagai penjelasan isi Al-Quran. Di dalam Al-Quran Allah memerintah- kan manusia mendirikan shalat. Namun di dalam kitab suci tidak dijelaskan banyaknya raka‟at, cara rukun dan syarat mendirikan shalat. Nabilah yang menyebut sambil mencontohkan jumlah raka‟at setiap shalat, cara, rukun dan syarat mendirikan shalat. c. Menambahkan atau mengembangkan sesuatu yang tidak ada atau samarsamar ketentuannya di dalam Al-Quran. Sebagai contoh larangan Nabi mengawini seorang perempuan dengan bibinya. Larangan ini tidak terdapat dalam larangan-larangan perkawinan di surat An-Nisa (4) : 23. Namun, kalau dilihat hikmah larangan itu jelas bahwa larangan tersebut mencegah rusak atau putusnya hubungan silaturrahim antara dua kerabat dekat yang tidak disukai oleh agama Islam. 3. Pembagian Hadist a. Sunnah Qouliyah Sunnah Qouliyah yaitu perkataan nabi saw. yang menerangkan hukum-hukum agama dan maksud isi Al - Qur‟an serta berisi peradaban, hikmah, ilmu pengetahuan dan juga menganjurkan akhlaq yang mulia. Sunnah qouliyah (ucapan) dinamakan juga hadits nabi saw. Sunnah Qouliyah juga disebut “khabar”. Jadi sunnah qouliyah itu boleh dikatakan sunnah, hadits dan khabar. Khabar pada umumnya dapat dibagi tiga : Yang pasti benarnya,seperti apa yang datang dari Allah,RasulNya dan khabar yang dibeikan dengan jalan mutawatir. Yang pasti tidak benarnya, yaitu pemberitaan tentang hal-hal yang tidak mungkin dibenarkan oleh akal, seperti khabar mati dan hidup dapat berkumpul. Khabar yang tidak dapat dipastikan benar bohongnya seperti khabar-khabar yang samar,karena kadang-kadang tidak dapat ditentukan mana yang kuat, benarnya atau bohongnya. b. Sunnah Fi‟liyah Sunnah Fi‟liyah yaitu perbuatan Nabi SAW yang menerangkan cara melaksanakan ibadah, misalnya cara berwudhu, shalat dan sebagainya. Sunnah Fi‟liyah itu terbagi sebagai berikut : Pekerjaan nabi saw. yang bersifat gerakan jiwa, gerakan hati, gerakan tubuh, seperti : bernafas, duduk, berjalan dan sebagainya. Perbuatan seperti ini tidak bersangkut-paut dengan soal hukum, dan tidak ada hubungannya dengan suruhan larangan atau tauladan. Perbuatan nabi saw. yang bersifat kebiasaan, seperti : cara-cara makan, tidur dan sebagainya. Perbuatan semacam ini pun tidak ada hubungannya dengan perintah, larangan, dan tauladan. kecuali kalau ada perintah anjuran nabi untuk mengikuti cara-cara tersebut. Perbuatan nabi saw. yang khusus untuk beliau sendiri, beristri lebih dari empat. Dalam hal ini orang lain tidak boleh mengikutinya. Pekerjaan yang bersifat menjelaskan hukum yang mujmal, seperti : shalatnya, hajjinya, yang kedua-duanya menjelaskan sabdanya : ﻧيمْكَّ ﻲْﻧُْاريصيَََّ ﺎْصْك مْكّيَس Artinya : “Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat”. Dan: خَِس ٍ نك ا ك كس Artinya : “Ambillah dari padaku hal-hal (pelakuan) ibadah hajimu”. Hukum perbuatan tersebut sama dengan hukum apa yang dijelaskan, baik wajib maupun mandubnya. Pekerjaan yang dilakukan orang lain sebagai hukuman, seperti: menahan orang,atau mengusahakan milik orang lain. Pekerjaan yang menunjukkan kebolehan saja, seperti: berwudhu dengan satu kali, dua kali dan tiga kali. C. Sunnah Taqririyah Sunnah Taqririyah yaitu bila Nabi SAW mendengar sahabat mengatakan sesuatu perkataan atau melihat mereka memperbuat suatu perbuatan, lalu ditetapkan dan dibiarkan oleh Nabi SAW dan tiada ditegurnya atau dilarangnya, maka yang demikian dinamai sunnah ketetapan Nabi (taqrir). Maka perkataan atau perbuatan yang didiamkan itu sama saja dengan perkataan dan perbuatan Nabi sendiri, yaitu dapat menjadi hujjah bagi ummat seluruhnya. Syarat sahnya taqrir ialah orang yang dibiarkannya itu benar-benar orang yang tunduk kepada syara‟, bukan orang kafir atau munafiq. Contoh-contoh taqrir antara lain sebagai berikut: Mempergunakan uang yang dibuat oleh orang kafir. Mempergunakan harta yang diusahakan mereka seketika masih kafir. Membiarkan dzikir dengan suara keras sesudah shalat C.IJTIHAD 1.Definisi dan Fungsi Ijtihad Ijtihad seakar kata dengan juhd, jihad, dan mujahadah, yang artinya kesungguhan dan usaha keras. Ijtihad dalam pengertian yang luas berarti penggunaan pikiran dalam mengartikan, menafsirkan, dan mengambil kesimpulan dari sesuatu ayat atau hadits. Sedangkan dalam konteks istimbat (penetapan) hukum, ijtihad adalah penggunaan pikiran untuk menentukan sesuatu hukum yang tidak ditentukan secara eksplisit dalam Al-Quran dan Hadits Nabawi. Memperhatikan definisi ini, dapat dipahami batasan lapangan ijtihad, sebagai berikut: a. Terhadap yang hukumnya disebutkan secara pasti (qath’i) dalam nash, tidak ada peranan nalar. b. Terhadap kejadian yang sama sekali tidak terdapat dalam nash, nalar dapat menjalankan fungsi formulasi, dan, c. Terhadap kejadian yang hukumnya disebutkan dalam nash secara penunjukan yang tidak pasti, nalar dapat menjalankan fungsi reformulasi. Secara bahasa, ijtihad berarti pencurahan segenap kemampuan untuk mendapatkan sesuatu. Yaitu penggunaan akal sekuat mungkin untuk menemukan sesuatu keputusan hukum tertentu yang tidak ditetapkan secara eksplisit dalam AlQuran dan As-Sunnah. Mahmud Syaltut berpendapat, bahwa ijtihad atau yang biasa disebut arro’yu mencakup dua pengertian: a. Penggunaan pikiran untuk menentukan sesuatu hukum yang tidak ditentukan secara eksplisit oleh Al-Quran dan As-Sunnah. b. Penggunaan pikiran dalam mengartikan, menafsirkan, dan mengambil kesimpulan dari sesuatu ayat atau hadits Tujuan adanya ijtihad adalah untuk memenuhi keperluan umat manusia akan pegangan hidup dalam beribadah kepada Allah SWT di tempat dan waktu tertentu. Fungsi ijtihad adalah sebagai metode untuk merumuskan ketetapanketetapan hukum yang belum terumuskan dalam Al-Quran dan Al-Sunnah. Meski Al-Quran diturunkan secara sempurna dan lengkap, bukan berarti kehidupan manusia diatur secara detil oleh Al-Quran dan Hadits. Selain itu ada perbedaan keadaan pada saat turunnya Al-Quran dengan kehidupan modern, sehingga setiap saat masalah baru akan terus berkembang dan diperlukan aturan aturan baru dalam melaksanakan ajaran islam dalam kehidupan sehari-hari. Jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat Islam di suatu tempat tertentu atau disuatu masa waktu tertentu, maka persoalan tersebut dikaji apakah perkara yang dipersoalkan itu sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al-Quran dan Hadits. Sekiranya sudah ada, maka persoalannya harus mengikuti ketentuan yang ada berdasarkan Al-Quran dan Hadits. Namun jika persoalannya merupakan perkara yang tidak jelas atau tidak ada ketentuannya dalam Al-Quran dan Hadits maka umat Islam memerlukan ijtihad, tapi yang berhak membuat ijtihad adalah mereka yang paham Al-Quran dan Hadits yang disebut dengan mujtahid 2.Dasar Hukum Ijtihad Ada 2 dasar hukum diharuskannya ijtihad, yaitu : 1. Al-Qur’an “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benarbenar beriman kepada Allah dan hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (QS.An-nisa:59) 2.Al-Hadits Sabda Nabi SAW : Ijtihadlah kamu, karena tiap-tiap orang akan mudah mencapai apa yang diperuntukkan kepadanya‖ (Jalaluddin Rahmat, Dasar Hukum Islam, hlm 163). “Hakim apabila berijtihad kemudian dapat mencapai kebenaran maka ia mendapat dua pahala (pahala melakukan ijtihad dan pahala kebenaran hasilnya). Apabila ia berijtihad kemudian tidak mencapai kebenaran, maka ia mendapat satu pahala (pahala melakukan ijtihad)”.(Hadits riwayat Bukhari dan Muslim). 3.Metodologi pelaksanaan ijtihad Dalam melaksanakan ijtihad, para ulama telah membuat metode-metode, antara lain sebagai berikut: 1. Qiyas Yaitu menetapkan sesuatu hukum terhadap sesuatu hal yang belum diterangkan oleh Al-Quran dan As-Sunnah, dengan dianalogikan kepada hukum sesuatu yang sudah diterangkan hukumnya oleh Al-Quran atau As-Sunnah, karena ada sebab yang sama. Beberapa definisi qiyas (analogi): a. Menyimpulkan hukum dari yang asal menuju kepada cabangnya, berdasarkan titik persmaan diantara keduanya. b. Membuktikan hukum definitif untuk yang definitif lainnya, melalui suatu persamaan diantaranya. c. Tindakan menganalogikan hukum yang sudah ada penjelasan didalam AlQuran atau Hadist dengan kasus baru yang memiliki persamaan sebab (illat). 2. Ijma’ atau yang disebut ijtihad kolektif, Yaitu kesepakatan ulama-ulama Islam dalam menentukan sesuatu masalah ijtihadiyah. Yang menjadi persoalan untuk saat sekarang ini adalah tentang kemungkinan dapat dicapai atau tidaknya ijma tersebut, karena umat Islam sudah begitu besar dan berada diseluruh pelosok bumi termasuk para ulamanya. 3. Istihsan Yaitu menetapkan sesuatu hukum terhadap sesuatu persoalan ijtihadiyah atas dasar prinsip-prinsip umum ajaran Islam seperti keadilan, kasih sayang, dan lain-lain. Oleh para ulama istihsan disebut sebagai Qiyas Khofi (analogi samar-samar) atau disebut sebagai pengalihan hukum yang diperoleh dengan Qiyas kepada hukum lain atas pertimbangan kemaslahatan umum. Apabila kita dihadapkan dengan keharusan memilih salah satu diantara dua persoalan yang sama-sama kurang baik, maka kita harus mengambil yang lebih ringan keburukannya. Beberapa definisi istisan: a. Fatwa yang dikeliarkan oleh seorang faqih (ahli fiqih), hanya karena dia merasa hal itu adalah benar, b. Argumentasi dalam pikiran seorang faqih tanpa bisa diekspresikan secara lisan olehnya, c. Mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima untuk maslahat orang banyak, d. Tindakan memutuskan suatu perkara untuk mencegah kemudharatan, dan e. Tindakan menganalogikan suatu perkara di masyarakat terhadap perkara yang ada sebelumnya. 4. Mashalihul Mursalah Yaitu menetapkan hukum terhadap sesuatu persoalan ijtihadiyah atas pertimbangan kegunaan dan kemanfaatan yang sesuai dengan tujuan syari’at. Perbedaan antara istihsan dan mashalitul mursalah ialah, istihsan mempertimbangkan dasar kemaslahatan (kebaikan) itu dengan disertai dalil Al-Quran atau Al-Hadits yang umum, sedang mashalihul mursalah mempertimbangkan dasar kepentingan dan kegunaan dengan tanpa adanya dalil yang secara tertulis dalam Al-Quran atau AlHadits. 5. Urf Adalah sesuatu yang telah biasa berlaku, diterima, dan dianggap baik oleh masyarakat. Juga didefinisikan sebagai tindakan menentukan masih bolehnya suatu adat istiadat dan kebiasaan masyarakat setempat selama kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan aturan-aturan prinsipal dalam Al-Quran dan Al-Hadits 6. Istishab, Adalah menetapkan sesuatu menurut keadaan sebelumnya sehingga terdapat dalil yang menunjukan perubahan keadaan, atau menjadikan hukum yang telah ditetapkanpada masa lampau secara kekal menurut keadaan sehingga teradapat dalil yang menunjukan atas perubahannya. Jadi, istihab merupakan suatu tindakan menetapkan berlakunya suatu ketetapan sampai ada alasan yang bisa mengubahnya. 7. Sududz Dzariah, Yaitu tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentingan umat. 8. Madzhab Shahabi, Yaitu menetapkan suatu hukum terhadap suatu persoalan ijtihadiyah atas pertimbangan pendapat para sahabat tentang suatu kasus, yang tidak dijelaskan nash dan belum ada ijma’ para sahabat yang menetapkan hukum tersebut. 9. Syar’un man qoblana, Berarti syariat sebelum Islam. 10. Ta’arud Ad-Dilalah, Artinya pertentangan (secara lahir dalam pandangan mujtahid) antara satu dalil dengan dalil lainnya pada derajat yang sama (ayat dengan ayat; atau antara sunah dengan sunah). BAB III PENUTUP A.KESIMPULAN Hukum menurut bahasa berarti menetapkan sesuatu atau tidak menetapkannya. Sedangkan menurut istilah ahli usul fikih, hukum adalah perintah Allah SWT yang menuntut mukalaf untuk memilih atau mengerjakan dan tidak mengerjakan, atau menjadikan sesuatu sebagai sebab, syarat atau penghalang bagi adanya yang lain, sah, batal rukhsah, dan azimah. Maksud sumber hukum adalah segala sesuatu yang melahirkan atau menimbulkan aturan yang mempunyai kekuatan, yang bersifat mengikat, yang apabila dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata. Pada umumnya ulama fikih sependapat bahwa sumber utama hukum Islam adalah al Qur‟an dan Hadis. Rasulullah SAW bersabda: “aku tinggalkan bagi kalian dua hal yang karenanya kalian tidak akan tersesat selama-lamanya, selama kalian berpegang pada keduanya, yaitu Kitab Allah (al Qur’an) dan sunahku (Hadis).” (H.R. Baihaqi). DAFTAR PUSTAKA https://www.academia.edu/8026275/Makalah_Pendidikan_Agama_Islam_Ijtihad https://www.academia.edu/8512641/Makalah_sumber_hukum_islam