LAPORAN KASUS GROSS HEMATURIA ec. VACUO + BPH Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Program Dokter Internship Oleh dr. Ryka Marina Walanda Pembimbing dr. Dewa Nyoman Putra Adiwinata dr. Sri Wahyuni KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KOMITE INTERNSHIP DOKTER INDONESIA RSUD KABELOTA DONGGALA 2020 BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli dan melingkari uretra posterior. Bila mengalami pembesaran, organ ini dapat menyumbat uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli-buli. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa 20 gram. McNeal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior, dan zona periuretra (Gambar 1). Sebagian besar hyperplasia prostat terdapat pada zona transisional; sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer. Gambar 1. Pembesaran prostat benigna menyebabkan penyempitan uretra posterior, A) Skema anatomi zona kelenjar prostat normal; B) Hiperplasia prostat terjadi pada zona transisional menyebabkan penyempitan uretra posterior. Pertumbuhan kelenjar ini tergantung pada hormone testosterone, yang di dalam sel kelenjar prostat, hormone ini akan dirubah menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim 5-reduktase. Dihidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang memacu pertumbuhan dan proliferasi sel kelenjar prostat. Pada usia lanjut beberapa pria mengalami pembesaran prostat benigna. Keadaan ini dialami oleh 50% pria yang berusia 60 tahun dan 80% pria yang berusia 80 tahun. Pembesaran kelenjar prostat mengakibatkan terganggunya aliran urin sehingga menimbulkan gangguan miksi. Etiologi Hingga saat ini, belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hyperplasia prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hyperplasia prostat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hyperplasia prostat adalah: (1) teori dihidrotestosteron, (2) adanya ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron, (3) interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat, (4) berkurangnya kematian sel (apoptosis), dan (5) teori stem sel. 1) Teori dihidrotestosteron Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada pertumbuhan sel kelenjar prostat. DHT dihasilkan dari reaksi perubahan testosterone di dalam sel prostat oleh enzim 5-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat. Pada berbagai penelitian, dikatakan bahwa kadat DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel prostat pada BPH lebih sensitive terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal. 2) Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron Pada usia yang semakin tua, kadar testosterone menurun, sedangkan kadar estrogen relative tetap sehingga perbandingan antara estrogen dan testosterone relative meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terdapat rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan testosterone menurun, tetapi sel-sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar. 3) Interaksi stroma-epitel Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat 4) Berkurangnya kematian sel prostat 5) Teori Sel Stem Patofisiologi Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat aliran urin. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesical. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomic buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli (Gambar 2). Perubahan struktur pada buli-buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenali dengan gejala prostatismus. Tekanan intravesikel yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesikoureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hydroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal. Obstruksi yang diakibatkan oleh hyperplasia prostat benigna tidak hanya disebabkan oleh adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior, tetapi juga disebabkan oleh tonus otot polos yang ada pada stroma prostat, kapsul prostat, dan otot polos pada leher buli-buli. Otot polos itu dipersaragi oleh serabut simpatis yang beradal dari nervus pudendus. Pada BPH terjadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap epitel. Kalau pada prostat normal rasio stroma dibanding dengan epitel adalah 2:1, pada BPH rasionya meningkat menjadi 4:1, hal ini menyebabkan pada BPH terjadi peningkatan tonus otot polos prostat dibandingkan dengan prostat normal. Dalam hal ini massa prostat yang menyebabkan obstruksi komponen static sedangkan tonus otot polos yang merupakan komponen dinamik sebagai penyebab obstruksi prostat. Diagnosis Gambaran Klinis Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di luar saluran kemih. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah Keluhan pada saluran kemih sebelah bawah (LUTS) STATUS PASIEN A. Identitas Pasien Nama : Tn. Usman Ismail Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : (80 tahun) Pekerjaan : Pensiunan Alamat : Agama : Islam Tanggala Pemeriksaan : 16/12/2019 Tempat Pemeriksaan : IGD RSUD Kabelota Donggala Nomor Rekam Medis : B. Anamnesis Keluhan Utama: Nyeri perut bagian bawah Riwayat Penyakit Sekarang: Keluhan dirasakan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan terasa setelah pasien lepas catheter foley di Puskesmas 2 hari lalu. Keputusan untuk melepas catheter foley setelah pasien memaksa menarik keluar catheter saat masih terpasang. Pasien mengeluh kesulitan buang air kecil, keluar darah segar bersama dengan kencing. Demam (-), mual (-), muntah (-), Buang air besar biasa. Riwayat penyakit terdahulu: 1. Riwayat infeksi saluran kemih 2. Riwayat penyakit jantung 3. Riwayat diabetes melitus 4. Riwayat hipertensi 5. Riwayat merokok 6. Riwayat minum alkohol 7. Riwayat alergi 8. Riwayat trauma : (+) : (-) : (-) : (-) : (+) : (-) : (-) : (-) Riwayat penyakit keluarga: Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama dialami pasien Riwayat social ekonomi: Pasien merupakan seorang pensiunan dan sekarang hanya tinggal di rumah bersama keluarga. Biaya pengobatan menggunakan BPJS Kesehatan. C. Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum : Sakit sedang Kesadaran : Compos mentis Tanda Vital: TD : 120/80 mmHg N : 92 x/menit R : 22 x/menit S : 36,7 oC 1. Kepala : 2. Leher 3. Thoraks Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi 4. Abdomen Inspeksi Auskultasi Perkusi Palpasi 5. Anogenital: Status Lokalis 6. Ekstremitas Superior Inferior Status Lokalis: D. E. F. G. H. I. Resume Diagnosis Diagnosis Banding Penatalaksanaan Rencana Tindakan Prognosis 1. Que ad vitam 2. Que ad fungtionam 3. Que ad sanationam : : :