Uploaded by Dika Rahman Maulana

2731-5574-1-PB (1)

advertisement
Ismatullah dan Eriswanto, 2016
ANALISA PENGARUH TEORI GONE FRAUD TERHADAP ACADEMIC
FRAUD DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUKABUMI
Ismet Ismatullah
Program Studi Akuntans, Fakultas Ekonomi
Universitas Muhammaadiyah Sukabumi
ismet.ismatullah@ymail.com1
Elan Eriswanto
Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi
Universitas Muhammaadiyah Sukabumi
r_land_smi@yahoo.co.id
ABSTRACT
This study intends to find out the cause of how big the effectiveness and role GONE theory against
academic fraud. In this study, involving students from Sukabumi Muhammadiyah University from all exiting
Program. Research conducted included in quantitative research and processed using the statistical program. The
data used in this study uses primary data from questionnaires distributed to students and than do processed and
analized in order to obtain results about the object and can be deduced.The results showed that of the four
hypotheses proposed are two hypotheses were accepted and two rejected. Greed and Need which are internal
factors inherent in a person are the root causes of academic fraud while opportunity and exposure factors which are
outside factors do not have a role in the academic fraud.
Keywords: Fraud, Academic Fraud, and GONE Theory
Pendahuluan
Tahun 2014, Transparency International,
melalui penerbitan Coruption Perception Index (CPI)
menobatkan Indonesia sebagai penyandang peringkat
107 dari 175 negara dalam urusan transparansi dan
bebas korupsi. Tentunya peringkat tersebut
mempertegas bahwa penyakit korupsi di Indonesia
semakin akut. Naasnya perilaku-perilaku korupsi tidak
hanya bersarang di kalangan teras saja yang senantiasa
menjadi sorotan publik. Ada satu hal yang tentunya
perlu menjadi bahan refleksi dan sorotan pula, yakni
praktik menyontek dikalangan pelajar/ mahasiswa.
Ketua KPK Abraham Samad dalam berbagai
kesempatan mengatakan bahwa kecurangan akademik
walaupun hanya sekadar mencontek masuk dalam
kategori korupsi, yaitu korupsi intelektual. Mengerikan
sekali menyadari bahwa generasi mudapun bisa
menjadi pelaku korupsi. Bisa jadi nantinya mereka
akan menjadi pelaku korupsi yang sebenarnya.
Menurut Lozier dalam student perceptions of
academic dishonesty scenarios, menyimpulkan hingga
70% pelajar berlaku curang paling sedikitnya satu kali
ketika menempuh pendidikan di universitas, dan 25%
berlaku curang lebih dari satu kali. Republika 07 Juni
2011 menyebutkan bahwa telah terjadi kasus
mencontek massal di Surabaya yang melibatkan guru
dan Kepala Sekolah. Selain terjadi di Indonesia, kasus
serupa juga terjadi di Universitas Harvard yang
melibatkan 125 mahasiswa pada bulan Agustus 2012.
Kecurangan akademik (academic fraud)
bukanlah hal baru di dunia pendidikan khususnya di
Indonesia. Misalnya mencontek saat ujian, baik
melihat buku, membawa catatan kecil, mencari
jawaban dengan browsing lewat handphone ataupun
meng-copy tugas hasil pekerjaan temannya. Dengan
sadar ataupun tidak setiap mahasiswa pasti telah
melakukan perbuatan yang mengarah pada kecurangan
akademik. Apabila hal tersebut tidak ditindaklanjuti,
dikhawatirkan akan membangun persepsi bahwa
kecurangan merupakan sesuatu yang wajar dan bersifat
umum dan ini akan berimplikasi pada kecurangan
professional.
Penelitian yang dilakukan oleh Sierra dan
Hyman (2008) menyebutkan bahwa pelajar yang selalu
melakukan kecurangan akan cenderung terlibat dalam
situasi serupa ketika menemui kesempatan di dunia
134
Riset Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 1(2), 2016
Ismatullah dan Eriswanto, 2016
kerja nantinya.Dalam Buku Panduan Fraud Auditing
yang dikeluarkan oleh BPKP (2008), terdapat empat
factor penyebab seseorang melakukan korupsi, yaitu
Greed, Opportunity, Need dan Exposure atau lebih
dikenal dengan nama Teori GONE yang dikenalkan
oleh Jack Boulogne dalam buku Fraud Auditing and
Forensic Accounting: New Tools and Techniques
(1995). Apabila salah satu dari empat elemen diatas,
dapat diminimalisir, maka tingkat terjadinya
kecurangan akan semakin rendah.
Abdullah Alhadza (2001) dalam Hartoto
(Budaya
Cheating:
Penyakit
dalam
Dunia
Pendidikan)menjelaskan bahwa ada empat faktor yang
menjadi penyebab cheating yaitu: (1) Faktor individual
atau pribadi dari cheater, 2) faktor lingkungan atau
pengaruh kelompok, (3) faktor sistem evaluasi dan (4)
faktor guru/dosen atau penilai.
Namun, akibat seringnya kecurangan dilakukan
secara langsung maupun tidak langsung oleh
mahasiswa, kecurangan akademik (academic fraud)
semakin ditoleransi dan dianggap hal biasa yang tidak
perlu dihindari. Academic fraud biasanya dilakukan
karena kurangnya percaya diri atas jawaban yang
dimiliki, akhirnya lebih percaya jawaban orang lain.
Alasan lain karena mahasiswa malas belajar dan lebih
senang mencari jawaban di buku atau alat lain selama
ujian berlangsung. Tujuannya adalah untuk
mendapatkan nilai yang baik. Bagi akademisi,
kecurangan akademik (academic fraud) dilakukan
dengan tujuan mendapatkan gelar lebih atau kredit
lebih dari hasil penelitian atau tulias yang diperoleh
dengan plagiarisme. Malahan, untuk beberapa kasus
tertentu, Academic fraud ini dilakukan secara massal
antara siswa dan guru hanya karena demi nama baik
sekolah/kampus.
Matindas menyebutkan beberapa hal yang
mendorong terjadinya kecurangan akademik:
1. Yang bersangkutan tidak tahu bahwa perbuatan
itu tidak boleh dilakukan
2. Yang bersangkutan tahu hal itu tidak boleh
dilakukan tetapi yakin bahwa ia dapat
melakukannya tanpa ketahuan
3. Yang bersangkutan tahu hal itu tidak boleh
dilakukan dan tidak yakin bahwa perbuatannya
tidak akan diketahui , tetapi ia tidak melihat
kemungkinan lain untuk mencapai tujuan
utamanya (lulus atau mendapat nilai kredit untuk
kenaikan
pangkat),
dan
berharap
agar
perbuatannya tidak ketahuan. Dalam beberapa hal
ia mungkin percaya bahwa walaupun temannya
mungkin mengetahui kecurangannya, tetapi teman
itu tidak akan melaporkan kepada pihak yang akan
memberikan sanksi
4. Yang bersangkutan tidak percaya bahwa ancaman
sanksi akan benar-benar dilakukan.
5. Yang bersangkutan tidak merasa malu apabila
perbuatannya diketahui orang lain.
Lilis Ummi Faiezahmengemukan beberapa
alasan mengapa kecurangan akademik kerap terjadi,
yaitu:
1. Tuntutan orang tua dan masyarakat yang
berlebihan terhadap prestasi.
2. Kurangnya pengetahuan tentang pembuatan suatu
karya tulis.
3. Kurangnya budaya membaca.
Penelitian ini terfokus pada kecurangan
akademik yang dilakukan oleh mahasiswa serta saran
pencegahannya di Universitas Muhammadiyah
Sukabumi.
Adapun tujuan umum dari kegiatan penelitian
ini adalah:
1.
Mengukur besarnya pengaruh Greed terhadap
academic fraud.
2.
Mengukur besarnya pengaruh Opportunity
terhadap academic fraud.
3.
Mengukur besarnya pengaruh Need terhadap
academic fraud.
4.
Mengukur besarnya pengaruh Exposure
terhadap academic fraud.
Penelitian ini diarahkan untuk memberikan
manfaat sebagai berikut:
1.
Untuk Memperoleh pemahaman tentang
besarnya pengaruh Greed terhadap academic
fraud.
2.
Untuk Memperoleh pemahaman tentang
besarnya pengaruh Opportunity terhadap
academic fraud.
3.
Untuk Memperoleh pemahaman tentang
besarnya pengaruh Need terhadap academic
fraud.
Untuk Memperoleh pemahaman tentang
besarnya pengaruh Exposure terhadap academic fraud.
Kajian Pustaka
Hipotesis
dan
Pengembangan
Von Dran, Callahan, dan Taylor (Lambert,
Hogan dan Barton, 2003) mendefinisikan kecurangan
135
Riset Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 1(2), 2016
Ismatullah dan Eriswanto, 2016
akademik sebagai intensitas perilaku yang tidak
beretika. Kecurangan akademik juga dapat diartikan
sebagai perilaku yang dilakukan oleh pelajar dengan
sengaja, meliputi beberapa bentuk perilaku seperti
pelanggaran terhadap aturan dalam penyelesaian tugas
dan ujian, memberikan keuntungan kepada pelajar lain
dalam mengerjakan tugas atau ujian dengan cara yang
tidak jujur, dan pengurangan keakuratan yang
diharapkan pada performansi pelajar (Cizek dalam
Riski 2009). Hendricks (Riski, 2009) mendefinisikan
kecurangan akademik sebagai bentuk perilaku yang
mendatangkan keuntungan bagi pelajar secara tidak
jujur termasuk di dalamnya menyontek, plagiarisme,
mencuri dan memalsukan sesuatu yang berhubungan
dengan akademik.
Hendricks (Riski, 2004) menambahkan bahwa
kecurangan akademik disebabkan oleh beberapa
faktor, antara lain:
1. Individual
Terdapat berbagai faktor yang dapat
mengidentifikasikan karakteristik individu yang dapat
digunakan untuk memprediksi perilaku curang.
Variabel-variabel tersebut, antara lain:
a. Usia, pelajar yang lebih muda lebih banyak
melakukan kecurangan daripada pelajar yang lebih tua.
b. Jenis kelamin, siswa lebih banyak melakukan
kecurangan daripada siswi. Penjelasan utama dari
pernyataan tersebut dapat dijelaskan oleh teori
sosialisasi peran jenis gender yakni wanita dalam
bersosialisasi lebih mematuhi aturan daripada laki-laki.
c. Prestasi akademik, hubungan prestasi
akademik dengan kecurangan akademik bersifat
konsisten. Pelajar yang memiliki prestasi belajar
rendah lebih banyak melakukan kecurangan akademik
daripada pelajar yang memiliki prestasi belajar tinggi.
Pelajar yang memiliki prestasi belajar rendah berusaha
mencapai prestasi akademik yang lebih tinggi dengan
cara berperilaku curang.
d. Pendidikan orang tua, pelajar yang
mempunyai orang tua dengan latar pendidikan yang
tinggi akan lebih mempersiapkan diri dalam
mengerjakan tugas dan ujian.
e. Aktivitas ekstrakurikuler, pelajar yang
banyak terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler
dilaporkan lebih banyak melakukan kecurangan
akademik.
2. Kepribadian
a. Moralitas, pelajar yang memiliki level
kejujuran yang rendah akan lebih sering melakukan
perilaku curang, namun penelitian yang dilakukan
untuk mengetahui hubungan antara perkembangan
moral dengan menggunakan tahapan moral Kohlberg
menunjukkan hanya ada sedikit hubungan diantara
keduanya.
b. Variabel yang berkaitan dengan pencapaian
akademik, variabel yang berkaitan dengan kecurangan
akademik adalah motivasi, pola kepribadian dan
pengharapan
terhadap
kesuksesan.
Motivasi
berprestasi memiliki hubungan yang positif dengan
perilaku curang.
c. Impulsifitas, afektivitas dan variabel
kepribadian yang lain, terdapat hubungan antara
perilaku curang dengan impulsifitas dan kekuatan ego.
Selain hal tersebut, pelajar yang memiliki level tinggi
dari tes kecemasan lebih cenderung melakukan
perilaku curang.
3. Faktor kontekstual
a. Keanggotaan perkumpulan
Perlajar yang tergabung dalam suatu
perkumpulan pelajar akan lebih sering melakukan
perilaku curang. Pada perkumpulan pelajar diajarkan
norma, nilai dan kemampuan-kemampuan yang
berhubungan dengan mudahnya perpindahan perilaku
curang. Pada suatu perkumpulan, penyediaan catatan
ujian yang lama, tugas-tugas, tugas laboratorium dan
tugas akademik lain mudah untuk dicari dan
didapatkan.
b. Perilaku teman sebaya
Perilaku teman sebaya memiliki pengaruh yang
penting terhadap kecurangan akademik. Hubungan
tersebut dijelaskan dengan menggunakan teori
pembelajaran sosial dari Bandura dan teori hubungan
perbedaan dari Edwin Sutherland. Teori-teori tersebut
mengemukakan bahwa perilaku manusia dipelajari
dengan mencontoh perilaku individu lain yang
memiliki perilaku menyimpang akan berpengaruh
terhadap peningkatan perilaku individu yang
menirunya.
c. Penolakan teman sebaya terhadap perlaku
curang
Penolakan teman sebaya terhadap perilaku
curang merupakan salah satu faktor penentu yang
penting dan dapat berpengaruh terhadap perubahan
perilaku curang pada pelajar.
4. Faktor situasional
a. Belajar terlalu banyak, kompetisi dan ukuran
kelas
136
Riset Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 1(2), 2016
Ismatullah dan Eriswanto, 2016
Pelajar yang belajar terlalu banyak dan
menganggap dirinya berkompetisi dengan pelajar lain
lebih cenderung melakukan kecurangan dibandingkan
pelajar yang tidak belajar terlalu banyak. Ukuran kelas
juga menentukan kecenderungan perilaku curang
pelajar dimana pelajar akan lebih berperilaku curang
jika berada di dalam ruangan kelas yang besar.
b. Lingkungan ujian
Pelajar lebih cenderung melakukan kecurangan
di dalam ujian jika pelajar tersebut berpikir bahwa
hanya ada sedikit resiko ketahuan ketika melakukan
kecurangan.
Tiap faktor yang disebut di atas sesungguhnya
adalah faktor yang mungkin terkait satu dengan
lainnya. Sebagai contoh, self-esteem (harga diri) boleh
jadi berkaitan dengan kompetensi akademik dan
komptensi akademik juga berkaitan dengan selfefficacy maupun teknik belajar.
Colby (2006) menyatakan bahwa di Arizuna
State University kategori kecurangan akademik dibagi
menjadi lima kategori seperti yang dipublikasikan oleh
Arizuna State University Integrity Advocates. Kategori
tersebut adalah:
1. Plagiat
a. Menggunakan kata-kata atau ide orang
lain tanpa menyebut atau mencantumkan
nama orang tersebut.
b. Tidak menggunakan tanda kutipan dan
menyebut sumber ketika menggunakan
kata-kata atau ide pada saat mengerjakan
laporan, makalah dari bahan internet,
majalah, koran, dll.
2. Pemalsuan data, misalnya membuat data
ilmiah yang merupakan data fiktif.
3. Penggandaan tugas, yakni mengajukan dua
karya tulis yang sama pada dua kelas yang
berbeda tanpa izin dosen/guru.
4. Menyontek pada saat ujian
a. Menyalin lembar jawaban orang lain
b. Menggandakan lembar soal kemudian
memberikannya kepada orang lain
c. Menggunakan teknologi untuk mencuri
soal ujian kemudian diberikan kepada
orang lain atau seseorang meminta orang
lain mencuri soal ujian kemudian
diberikan kepada orang tersebut.
5. Kerjasama yang salah
a. Bekerja dengan orang lain untuk
menyelesaikan tugas individual
b.
Tidak melakukan tugasnya ketika bekerja
dengan sebuah tim.
Abdullah Alhadza (2001) menjelaskan bahwa agar
pelajar selalu tidak melakukan kecurangan akademik
pada saat ujian maka caranya adalah mengkondisikan
keempat faktor yang menyebabkan pelajar berperilaku
curang di atas ke arah yang mendukung, yaitu sebagai
berikut:
1. Faktor pribadi
a. Bangkitkan rasa percaya diri
b. Arahkan self consept pelajar ke arah yang
lebih proporsional
c. Biasakan pelajar berpikir lebih realistis dan
tidak ambisius
d. Tumbuhkan kesadaran hati nurani (Das Uber
Ich) yang mampu mengontrol keinginan
untuk berperilaku tidak etis.
2. Faktor Lingkungan dan Kelompok. Ciptakan
kesadaran disiplin dan kode etik kelompok yang
sarat dengan pertimbangan moral.
3. Faktor Sistem Evaluasi
a. Buat instrumen evaluasi yang valid dan
reliable (yang tepat dan tetap)
b. Terapkan cara pemberian skor yang benarbenar objektif
c. Lakukan pengawasan yang ketat
d. Bentuk
soal
disesuaikan
dengan
perkembangan kematangan peserta didik dan
dengan
mempertimbangkan
prinsip
paedagogy serta prinsip andragogy.
4. Faktor Guru/Pengajar
a. Berlaku objektif dan terbuka dalam
pemberian nilai.
b. Bersikap rasional dan tidak melakukan
kecurangan dalam memberikan tugas ujian.
c. Tunjukkan keteladanan dalam perilaku moral.
d. Berikan umpan balik atas setiap penugasan.
Colby (2006) menyebutkan beberapa cara yang bisa
dilakukan oleh pelajar untuk menghindari kecurangan
akademik, antara lain:
a. Bertanya, banyak pelajar yang menyontek
dengan alasan tidak memahami cara
mengerjakan soal ujian, oleh karenanya
sangat penting untuk bertanya kepada
pengajar pada saat proses belajar mengajar.
b. Seek tutoring, meminta kepada guru atau
dosen untuk mencarikan seseorang yang bisa
membantu proses belajar, seperti guru privat.
137
Riset Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 1(2), 2016
Ismatullah dan Eriswanto, 2016
c.
Jaga kesehatan, kesehatan sangat penting
untuk mendukung proses belajar dan juga
pada saat ujian oleh karenanya seorang
pelajar harus mampu menjaga kesehatan, baik
kesehatan fisik maupun kesehatan psikis.
Jack Bologne berpendapat bahwa akar penyebab
korupsi ada empat, yaitu:
Greed, Opportunity, Need dan Exposure (GONE).
Greed, terkait keserakahan dan kerakusan para pelaku.
Opportuniy terjadi karena sistem yang memberi
peluang untuk melakukan kecurangan. Need, sikap
mental yang tidak pernah merasa cukup, selalu sarat
dengan kebutuhan yang tidak pernah usai. Exposure,
hukuman yang dijatuhkan kepada para pelaku korupsi
yang tidak memberi efek jera pelaku maupun orang
lain.
Dari uraian diatas, hipotesis yang diajukan adalah
sebagai berikut:
H1= Greed Berpengaruh terhadap terjadinya academic
fraud.
H2 = Opportunity Berpengaruh terhadap terjadinya
academic fraud.
H3 = Need Berpengaruh terhadap terjadinya academic
fraud.
H4 = Eksposure Berpengaruh terhadap terjadinya
academic fraud.
dianalisis sehingga diperoleh hasil mengenai objek dan
dapat ditarik kesimpulan.
Penelitian ini akan dilaksanakan di Universitas
Muhammadiyah Sukabumi. Subjek penelitian ini
dilakukan kepada seluruh mahasiswa Universitas
Muhammadiyah
Sukabumi.
Data-data
dalam
penelitian ini terdiri atas data-data primer berupa
daftar pertanyaan (kuesioner) yang diberikan kepada
responden.
Dalam
mengumpulkan
data,
peneliti
menggunakan teknik pengumpulan data berupa:
1. Teknik Dokumentasi, yaitu pengumpulan data dan
informasi dengan cara memanfaatkan sejumlah
dokumen dan bahan-bahan tertulis yang memuat
data yang berhubungan dengan penelitian ini.
2. Kuisioner, yaitu teknik pengumpulan data dengan
memberikan daftar pertanyaan kepada responden,
dimana kuisioner ini disusun dengan alat tertutup,
dalam artian setiap pertanyaan disediakan
alternative jawaban, sehingga responden cukup
memilih alternative jawaban yang ada.
3. Wawancara, yaitu mengadakan Tanya jawab
secara langsung dengan pihak-pihak berkompeten
dan mempunyai kaitan erat dengan objek
penelitian guna memperoleh informasi yang
selengkap-lengkapnya.
Metode Penelitian
Analisis Data
Metode analisis yang digunakan dengan
menguji validitas variabel laten. Untuk menguji
validitas variabel laten digunakan prosedur yang
dibuat oleh Churchill, Gerbing dan Anderson, dimana
validitas sebuah variabel laten diperiksa dengan
menggunakan analisa faktor atas nilai dari beberapa
indikator penelitian yang telah ditetapkan dan
dianggap dapat mengukur sebuah variabel laten dalam
sebuah penelitian. Dalam penelitian ini digunakan
analisis faktor konfirmatori atau confirmatory factor
analysis (CFA). CFA merupakan pengembangan dari
analisa faktor yang dikembangkan oleh Joreskog
(1967) dan Joreskog dan Lawley (1971) yang
menggunakan pendekatan atas dasar maksimum
likelihood (ML). Dengan pendekatan ini, para peneliti
dapat menguji hipotesis bahwa ada sejumlah faktor
yang dapat menggambarkan interkorelasi antar
variabel. Dengan konsep meminimumkan fungsi
maksimum likelihood ini maka akan didapatkan
likelihood ratio chi-square test untuk menguji menguji
hipotesis bahwa model yang dihipotesiskan cocok atau
Metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode deskriptif asosiatif dengan
menggunakan pendekatan studi kasus dilihat dari
permasalahan yang ada di masyarakat. Pengertian
desriptif menurut Ety et al (2007:18) menyatakan
sebagai berikut: “metode penelitian deskriptif
merupakan penelitian yang dilakukan untuk
mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel
maupun lebih tanpa membuat perbandingan atau
menghubungkanya dengan variabel lain”.
Metode asosiatif merupakan metode yang
digunakan untuk mencari hubungan dua variabel atau
lebih. Dengan metode ini penulis bermaksud
mengumpulkan data dan meneliti aspek-aspek yang
berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. Penelitian
yang dilakukan termasuk kedalam penelitian
kuantitatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan data sekunder yang berasal dari laporan
pendapatan daerah yang kemudian diproses dan
138
Riset Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 1(2), 2016
Ismatullah dan Eriswanto, 2016
sesuai (fit) dengan data. (Imam Ghozali, 2013).
Evaluasi validitas ini menggunakan factor loading
untuk menentukan apakah sebuah variabel indikator
memang dapat dikelompokkan menjadi satu, sah dan
memiliki common variance. Stevens (1992)
menyarankan untuk menggunakan cut-off dari factor
loading sebesar 0.36, sedangkan Ridgon dan Ferguson
(1991) menyarankan agar cut-off dari factor loading
sebesar 0.70 dengan nilai t lebih besar sama dengan
2.00. Untuk uji realibilitas variabel laten diuji dengan
menggunakan dua ukuran, yaitu dengan menggunakan
construct reliability (CR) dan variance extracted (VE).
Nilai batas yang dipergunakan untuk menilai sebuah
tingat reliabilitas yang dapat dipergunakan dapat
diterima jika memiliki CR > 0.7 sedangkan untuk nilai
VE yang direkomendasikan paling sedikit 0.50.
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan
metode Partial Least Square (PLS).PLS merupakan
metode alternatif analisis dengan Structural Equation
Modelling (SEM) yang berbasis variance.Keunggulan
metode ini adalah tidak memerlukan asumsi dan dapat
diestimasi dengan jumlah sampel yang relatif kecil.
Alat bantu yang digunakan berupa program SmartPLS
Versi 3 yang dirancang khusus untuk mengestimasi
persamaan struktural dengan basis variance.
Hasil dan Pembahasan
Gambar diatas menunjukkan bahwa konstruk fraud
academic (fa) diukur dengan 7 buah indikator yaitu
af1, af2, af3, af4, af5, af6 dan af7.Demikian juga
konstruk eksposure (e) diukur dengan 6 indikator yaitu
e1, e2, e3, e4, e5 dan e6. Konstruk greed (g) diukur
dengan 5 indikator yaitu g1, g2, g3, g4, dan g5
sedangkan kontruk need (n) diukur dengan 5 indikator
yaitu n1, n2, n3,m n4, dan n5 serta konstruk
opportunity (o) diukur dengan menggunakan 5
indikator yaitu o1, o2, o3, o4, dan o5. Hubungan yang
akanditeliti (hipotesis) dilambangkan dengan anak
panah antara konstruk.
Uji Validitas
Suatu indikator dinyatakan valid jika mempunyai
loading factor di atas 0,6 terhadap konstruk yang
dituju. Output SmartPLS untuk loading factor
memberikan hasil sebagai berikut:
Pengujian validitas untuk indikator reflektif
menggunakan korelasi antara skor item dengan skor
konstruknya. Pengukuran dengan indikator reflektif
menunjukkan adanya perubahan pada suatu indikator
dalam suatu konstruk jika indikator lain pada konstruk
yang sama berubah (atau dikeluarkan dari model).
Indikator reflektif cocok digunakan untuk mengukur
persepsi sehingga penelitian ini menggunakan
indikator reflektif. Tabel di atas menunjukkan bahwa
loading factor memberikan nilai di atas nilai yang
disarankan yaitu sebesar 0,6 sehingga dari tabel diatas
terdapat beberapa indikator yang harus dibuang
(dihapus). Indikator yang valid akan dipergunakan
dalam penelitian ini karena telah memenuhi
convergent validity. Berikut adalah diagram loading
factor masing-masing indikator dalam model
penelitian:
139
Riset Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 1(2), 2016
Ismatullah dan Eriswanto, 2016
Lebih lanjut, indikator reflektif juga perlu diuji
discriminant validity dengan melihat nilai square root
of average variance extracted (AVE). Nilai yang
disarankan adalah di atas 0,5. Berikut adalah nilai
AVE dalam penelitian ini:
Tabel di atas memberikan nilai 0.726 untuk konstruk
eksposure yang berarti bahwa eksposure mampuh
menjelaskan varian fraud sebesar 72.6%.setalah
dilakukan pengujian model struktural (inner model),
maka selanjutnya dilakukan uji hipotesis untuk melihat
besarnya pengaruh antar konstruk.
Uji Hipotesis
Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas dilakukan dengan melihat nilai
composite reliability dari blok indikator yang
mengukur konstruk. Hasil composite reliability akan
menunjukkan nilai yang memuaskan jika di atas 0,7.
Uji reliabilitas juga bisa diperkuat dengan Cronbach‟s
Alpha di mana output SmartPLS Versi 3 memberikan
hasil sebagai berikut :
Tabel di atas menunjukkan bahwa nilai composite
reliability untuk semua konstruk adalah di atas 0,7
yang menunjukkan bahwa semua konstruk pada model
yang diestimasi memenuhi kriteria discriminant
validity. Nilai composite reliability yang terendah
adalah sebesar 0.797 dengan nilai Cronbach‟s Alpha
sebesar 0.674.
Pengujian Model Struktural (Inner Model)
Setelah model yang diestimasi memenuhi kriteria
Outer Model, berikutnya dilakukan pengujian model
structural (Inner Model). Berikut adalah nilai R-Square
pada konstruk:
Tabel di atas menunjukkan bahwa hubungan
antara greed dengan academic fraud adalah signifikan
dengan t-statistik sebesar 3,433 (lebih besar dari nilai
1,972 (t table dengan tingkat prob 5% dan df 198)).
Nilai original sample estimate adalah positif yaitu
sebesar
0,146 yang menunjukkan bahwa arah hubungan antara
greed dengan academic fraud adalah positif. Dengan
demikian hipotesis H1 dalam penelitian ini yang
menyatakan bahwa „greed berpengaruh terhadap
academic fraud‟ diterima.
Tabel di atas menunjukkan bahwa hubungan
antara opportunity dengan academic fraud adalah
signifikan dengan tstatistik sebesar 1,561 (lebih kecil
dari nilai 1,972 (t table dengan tingkat prob 5% dan df
198)). Nilai original sample estimate adalah positif
yaitu sebesar 0,071 yang menunjukkan bahwa arah
hubungan antara opportunity dengan academic fraud
adalah positif. Dengan demikian hipotesis H2 dalam
penelitian ini yang menyatakan bahwa „opportunity
berpengaruh terhadap academic fraud‟ ditolak.
Tabel di atas menunjukkan bahwa hubungan
antara need dengan academic fraud adalah signifikan
140
Riset Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 1(2), 2016
Ismatullah dan Eriswanto, 2016
dengan t-statistik sebesar 19,306 (lebih besar dari nilai
1,972 (t table dengan tingkat prob 5% dan df 198)).
Nilai original sample estimate adalah positif yaitu
sebesar 0,836 yang menunjukkan bahwa arah
hubungan antara need dengan academic fraud adalah
positif. Dengan demikian hipotesis H3 dalam
penelitian ini yang menyatakan bahwa „need
berpengaruh terhadap academic fraud‟ diterima.
Tabel di atas menunjukkan bahwa hubungan
antara eksposure dengan academic fraud adalah
signifikan dengan t-statistik sebesar 0,559 (lebih kecil
dari nilai 1,972 (t table dengan tingkat prob 5% dan df
198)).
Nilai original sample estimate adalah positif
yaitu sebesar 0,015 yang menunjukkan bahwa arah
hubungan antara eksposure dengan academic fraud
adalah positif. Dengan demikian hipotesis H4 dalam
penelitian ini yang menyatakan bahwa eksposure
berpengaruh terhadap academic fraud‟ ditolak. Berikut
adalah diagram nilai t-statistic berdasarkan output
dengan SmartPLS Versi 3:
4.
5.
6.
7.
hipotesis kedua ditolak sehingga opportunity tidak
berperan penting dalam terjadinya academic
fraud. Opportunity merupakan faktor yang
berhubungan dengan lingkungan eskternal
mahasiswa seperti adanya kesempatan yang
seolah-olah diberikan sehingga opportunity dapat
dikatakan berhubungan dengan sistem yang ada.
Hipotesis ketiga yang diajukan dalam penelitian
ini adalah hubungan antara need dengan academic
fraud, dimana dalam penelitian ini hipotesis ketiga
diterima sehingga need mempunyai peranan atas
terjadinya academic fraud. Need merupakan
faktor yang berasal dari diri sendiri. Need
biasanya terjadi apabila adanya suatu desakan
yang
mengharuskan
seorang
mahasiswa
mendapatkan nilai sempurna. Desakan ini dapat
berasal dari lingkungan keluarga ataupun dari
lingkungan kampus.
Hipotesis keempat yang diajukan dalam penelitian
ini adalah hubungan antara eksposure dengan
academic fraud, dimana dalam penelitian ini
hipotesis
keempat ditolak sehingga eksposure tidak
mempunyai peranan penting dalam terjadinya
academic fraud. Ekposure dalam academic fraud
merupakan faktor
yang berhubungan dengan proses pembelajaran
berbuat curang, karena manganggap sanksi yang
diberikan terlalu ringan.
Simpulan
Pembahasan
1. Hipotesis pertama yang diajukan dalam penelitian
ini adalah hubungan antara greed dengan
academic fraud, dimana dalam penelitian ini
hipotesis pertama
2. diterima sehingga greed berperan penting dalam
terjadinya academic fraud di kalangan mahasiswa.
Faktor greed merupakan faktor yang berhubungan
langsung dengan perilaku setiap individu. Faktor
ini terjadi karena rasa ketidakpuasan seorang
mahasiswa akan sesuatu yang telah diperolehnya
sehingga faktor greed ini dijadikan suatu
kebiasaan yang harus dilakukan untuk bisa
mendapatkan nilai yang sempurna.
3. Hipotesis kedua yang diajukan dalam penelitian
ini adalah hubungan antara opportunity dengan
academic fraud, dimana dalam penelitian ini
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan
bahwa dari empat hipotesis yang diajukan terdapat dua
hipotesis yang diterima dan dua lainnya ditolak. Greed
dan Need yang merupakan faktor internal yang
terdapat didalam diri seseorang merupakan faktor
penyebab terjadinya academic fraud sedangkan faktor
opportunity dan eksposure yang merupakan faktor luar
tidak mempunyai peranan dalam terjadinya academic
fraud. Faktor greed dan need merupakan faktor yang
berhubungan dengan individu pelaku fraud, atau sering
disebut sebagai faktor individual. Keserakahan dan
kebutuhan merupakan hal yang bersifat sangat
personal sehingga sulit sekali untuk dihilangkan oleh
ketentuan perundangan, karena jika sudah butuh
ditambah motivasi dan sikap serakah maka orang akan
cenderung melanggar ketentuan.
141
Riset Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 1(2), 2016
Ismatullah dan Eriswanto, 2016
Daftar Pustaka
[1] Colby, B. (2006). Cheating; What is it (Online),
(http://clas.asu.edu/files/AI%20Flier.pdf, diakses
18 Mei 2010).
[2] Ghozali, Imam. Model Persamaan Struktural
Konsep dan Aplikasi dengan Program Amos 21.0.
Semarang : Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, 2013.
[3] Hartoto. Budaya Cheating: Penyakit dalam Dunia
Pendidikan.
[4] http://budimatindas.blogspot.co.id/2010/08/mence
gah-kecurangan-akademik.html, diakses tanggal
08 Januari 2016
[5] http://kisuta.com/2014-12-05/mencontek-cikalbakal-plagiarisme-dan-korupsi, diakses tanggal 08
Januari 2016
[6] http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/berit
a-pendidikan/11/06/07/lmeuui-satusekolah-mencontek-massal-saat-ujian-kepalasekolah-dan-guru-diberhentikan, diakses tanggal
08 Januari 2016
[7] http://www.kompasiana.com/elis.nvs/korupsikecil-itu-bernama
menyontek_552e2e726ea834
9d178b45ac , diakses tanggal 08 Januari 2016
[8] http://news.detik.com/internasional/2159488/skan
dalmencontek-massal-60-mahasiswa-harvardkena-skorsing, diakses tanggal 08 Januari 2016
[9] http://news.de.tikcom/internasional/2159488/skan
dalmencontek-massal-60-mahasiswa-harvardkena-skorsing diakses tanggal 08 Januari 2016
[10] http://www.konsultanstatistik.com/2010/10/simula
si-smartpls_852.html diakses tanggal 10 Januari
2016
[11] Lambert, E.G., Hogan, N.L., & Barton, S.M.
(2003). Collegiate academic dishonesty revisited:
what have they done, how often have they done it,
who does it, and why did they do it. Electronic
Journal of Sosiology.
[12] Muslimah. Persepsi Mahasiswa Akuntansi
Terhadap Praktik-Praktik Kecurangan Akademik
(Academic Fraud)
[13] Miranda, Sandra Marisa. Academic Dishonesty
Understanding How Undergraduate Students
Think and Act. ISATT 2011 Conference.
University of Minho. Portugal. 2011
[14] Sierra, J.J. dan M. R. Hyman. 2008. Ethical
Antecendents of Cheating Intentions: Evidence of
Mediation. Journal Academic Ethics, 6. Hal 5166.
[15] Sudarmo, Sawardi. Buku Panduan Fraud Auditing
Ed.5. Jakarta: Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Pengawasan BPKP, 2008.
[16] Tuanakotta, Theodorus M. Akuntansi Forensik
dan Audit Investigatif Edisi 2. Jakarta : Penerbit
Salemba Empat, 2012.
[17] Transparancy
Internatoinal,
Corruption
Perceptions Index 2014.
142
Riset Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 1(2), 2016
Download