Uploaded by Prima C

3. BP KTY Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 4

advertisement
Ketua Tim Yunior
Excellence Learning Center
Pemeriksaan
Berbasis Risiko 1
BUKU PESERTA
Badan Diklat Pemeriksaan Keuangan Negara
BPK RI
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
KATA PENGANTAR
Pendidikan dan pelatihan (diklat) peran dalam keluarga jabatan fungsional
pemeriksa (JFP) merupakan diklat yang memberikan keahlian kepada
pemeriksa untuk dapat melaksanakan peran dan tanggung jawab dalam
jenjang peran yang dituju. Diklat peran JFP merupakan salah satu syarat
untuk dapat diangkat dalam peran tersebut. Diklat peran JFP diberikan
untuk setiap jenjang peran yaitu ATY, ATS, KTY, KTS, PT dan PM. Keahlian
yang diberikan telah dirancang dalam suatu kurikulum, silabus, dan modul
diklat sebagai hasil penjabaran standar kompetensi, baik teknis maupun perilaku. Dengan
demikian, peserta yang lulus diklat ini diharapkan memiliki kompetensi yang diperlukan
untuk dapat melaksanakan tugas sesuai perannya, sehingga layak diangkat dalam peran yang
dituju.
Modul diklat peran JFP dikembangkan dengan bantuan narasumber BPK yang
kompeten. Modul juga dilengkapi kasus-kasus yang diadaptasi dari persoalan riil yang
dihadapi pemeriksa keuangan negara. Diklat peran ini juga mengadopsi metode
pembelajaran orang dewasa (andragogy) yang mengutamakan keaktifan peserta diklat dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran. Instrumen evaluasi yang digunakan juga senantiasa
diperbaiki agar penilaian yang dihasilkan dapat menggambarkan kondisi yang sesungguhnya.
Seluruh rancangan yang terintegrasi, mulai dari kurikulum, silabus, modul, alat bantu
pembelajaran, fasilitator, dan metode evaluasi yang telah kami perbaharui ini merupakan
kumpulan perangkat diklat yang diharapkan dapat mendukung implementasi pembelajaran
berbasis kompetensi, demi tercapainya tujuan pembelajaran yang efektif.
Proses pembelajaran akan dirancang secara berkelanjutan dan sejalan dengan
praktik pemeriksaan keuangan negara di BPK. Melalui pendidikan berkelanjutan pada
program Excellence Learning Center di Badan Diklat PKN BPK RI. Untuk menjamin
pembentukan keahlian pemeriksa sesuai standar dan metodologi pemeriksaan keuangan
negara yang sejalan dengan perkembangan best practice.
Jakarta, 23 Juli 2018
Salam Sukses Pendidikan
Kepala Pusat Standarisasi dan Evaluasi
Pendidikan dan Pelatihan
Dwi Setiawan Susanto, S.E., M.Si., Ak.
NIP 196911261996031001
Badan Diklat PKN BPK RI
i
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
STANDAR KOMPETENSI TEKNIS PEMERIKSA
LEVEL KETUA TIM YUNIOR (KTY)
Badan Diklat PKN BPK RI
ii
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................................................ i
STANDAR KOMPETENSI TEKNIS PEMERIKSA LEVEL KETUA TIM YUNIOR (KTY) ............................ ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 1
A. Deskripsi Singkat Mata Diklat……………………………………………………………...
1
B. Tujuan Pembelajaran………………………………………………………………………. 1
C. Metodologi Pembelajaran…………………………………………………………………
1
D. Deskripsi Singkat Struktur Modul…………………………………………………………
2
E. Standar Kompetensi Mata Diklat…………………………………………………………. 4
BAB II KONSEP PEMERIKSAAN BERBASIS RISIKO (RISK BASED AUDIT) PADA PEMERIKSAAN
KEUANGAN ........................................................................................................................................... 5
A. Gambaran Umum Risk Based Audit (RBA)……………………………………………….. 5
B. Penilaian Risiko dalam Pemeriksaan Keuangan………………………………………….. 16
BAB III ANALISIS ATAS RISIKO BAWAAN (INHERENT RISK) ........................................................... 19
BAB IV MENETAPKAN MATERIALITAS ............................................................................................. 23
A. Gambaran Umum Materialitas
24
B. Metodologi Penetapan Materialitas……………………………………………………… 26
C. Hubungan Risiko Audit dengan Materialitas……………………………………………... 30
BAB V MENENTUKAN STRATEGI PEMERIKSAAN............................................................................. 32
BAB VI SAMPLING DALAM PENGUJIAN SUBTANTIF ....................................................................... 37
A. Maksud dan Tujuan Uji Petik……………………………………………………………… 37
B. Uji Petik dalam Pengujian Substantif……………………………………………………... 39
BAB VII SIMPULAN ............................................................................................................................. 51
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................. 68
Badan Diklat PKN BPK RI
iii
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Perbandingan antara RBA dengan Pemeriksaan Tradisional
Tabel 3.1
Formulir Penilaian Risiko Bawaan Tingkat Akun
Tabel 4.1
Hubungan materialitas dan risiko pemeriksaan serta banyaknya bukti yang
harus diperoleh
Tabel 5.1
Pengembangan Strategi Pemeriksaan
Tabel 5.2
Penentuan Risiko Deteksi
Badan Diklat PKN BPK RI
iv
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Tahapan Pemeriksaan Keuangan
Gambar 2.2
Hubungan antar Risiko dalam Prosedur Pemeriksaan
Gambar 2.3
Hubungan antar Risiko
Gambar 2.4
Alur Keputusan Strategi Pemeriksaan
Gambar 6.3
Tahap Uji Petik Pemeriksaan
Gambar 6.4.
Menu Utama Aplikasi Uji Petik
Badan Diklat PKN BPK RI
v
Buku Peserta
BAB I
PENDAHULUAN
A. Deskripsi Singkat Mata Diklat
Mata diklat ini dimaksudkan untuk mempersiapkan para ketua tim yunior agar dapat
memiliki pemahaman yang memadai dan dapat menerapkan Risk Based Audit saat
melakukan pemeriksaan keuangan pada entitas yang akan diperiksa.
B. Tujuan Pembelajaran
Peserta dapat menjelaskan dan menerapkan pendekatan Pemeriksaan Berbasis Risiko
(Risk Based Audit Approach) secara memadai.
Indikator Keberhasilan mata diklat RBA, yaitu peserta diklat mampu:
 Memahami dan menjelaskan konsep Risiko Audit dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
 Menerapkan analisis dan penilaian Risiko Audit dalam Pemeriksaan Keuangan.
 Menetapkan Materialitas dan Tolerable Misstatement berdasarkan hasil penilaian
risiko audit
 Menerapkan strategi pemeriksaan yang tepat sesuai hasil penilaian risiko audit.
 Menetapkan dan mengevaluasi sampel pengujian substantif dalam pemeriksaan
keuangan.
C. Metodologi Pembelajaran
Agar peserta diklat memiliki kemampuan menerapkan Risk Based Audit Approach dalam
pemeriksaan maka proses belajar mengajar menggunakan pendekatan andragogi. Dalam
pendekatan ini, peserta didorong untuk berpartisipasi secara aktif melalui komunikasi
dua arah. Metode yang digunakan merupakan kombinasi dari ceramah, tanya jawab,
diskusi, dan latihan soal/kasus.
Peta Mata Diklat RBA tingkat KTY dikaitkan dengan Mata diklat pada diklat fungsional,
diklat teknis, serta perangkat lunak pemeriksaan (Juklak, Juknis dan Panduan
Pemeriksaan dapat dilihat pada gambar sebagai berikut:
Badan Diklat PKN BPK RI
1
Hal. 1
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
Gambar 1.1. Peta Mata Diklat RBA Pemeriksaan Keuangan
Instruktur membantu peserta dalam memahami materi melalui ceramah, dimana dalam
proses ini peserta diberikan kesempatan untuk melakukan tanya jawab. Agar proses
pendalaman materi dapat berlangsung dengan baik, dilakukan pula diskusi kelompok,
sehingga peserta diklat benar-benar dapat secara aktif terlibat dalam proses belajar
mengajar.
Dalam proses pembelajaran pada materi ini disertakan pula latihan soal dan kasus
untuk membantu peserta dalam mempercepat dan mempermudah memahami materi.
Metode pembelajaran untuk membantu menerapkan metode pemeriksaan dilakukan
dengan simulasi sesuai pelaksanaan pemeriksaan lapangan (field-audit), dan setelah itu
peserta diharapkan dapat mempresentasikan hasil simulasi yang telah dilakukan.
D.
Deskripsi Singkat Struktur Modul
Buku Peserta ini disusun dengan kerangka bahasan sebagai berikut:
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan penjelasan umum sebagai gambaran menyeluruh
atas isi Buku Peserta meliputi: Deskripsi Singkat Mata Pelajaran, Tujuan
Pembelajaran, Metodologi Pembelajaran, deskripsi singkat struktur modul,
dan standar kompetensi mata diklat.
Badan Diklat PKN BPK RI
2
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
BAB II
Buku Peserta
KONSEP PEMERIKSAAN BERBASIS RISIKO (RISK BASED AUDIT) PADA
PEMERIKSAAN KEUANGAN
Bab ini memuat tentang Gambaran Umum Risk Based Audit (RBA) dan
Hubungan antara Identifikasi Risiko dengan Proses Pemeriksaan.
BAB III
ANALISIS ATAS RISIKO BAWAAN (INHERENT RISK)
Bab ini memuat tentang Analisis Risiko Bawaan pada Tingkat Entitas (Entity
Level) maupun pada Tingkat Akun (Account Level).
BAB IV
MENETAPKAN MATERIALITAS
Bab ini memuat tentang Pengertian Gambaran Umum Materialitas,
Metodologi Penetapan Materialitas, Hubungan Risiko Audit dengan
Materialitas.
BAB V
MENENTUKAN STRATEGI PEMERIKSAAN
Bab ini memuat tentang pengembangan strategi pemeriksaan berdasarkan
hasil dari tahapan-tahapan sebelumnya, terutama penilaian atas risiko-risiko
dalam pemeriksaan keuangan dan penetapan batas materialitas.
BAB VI
SAMPLING DALAM PENGUJIAN SUBTANTIF
Bab ini memuat maksud dan tujuan Uji Petik dan penerapannya dalam
Pengujian Substantif.
BAB VII SIMPULAN
Bab ini memuat tentang inti bahasan dari BAB I s.d. BAB VI.
Badan Diklat PKN BPK RI
3
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
E. Standar Kompetensi Mata Diklat
Badan Diklat PKN BPK RI
4
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
BAB II KONSEP PEMERIKSAAN BERBASIS RISIKO (RISK BASED AUDIT)
PADA PEMERIKSAAN KEUANGAN
Setelah mempelajari materi ini peserta dapat memahami dan
menerapkan pendekatan Pemeriksaan Berbasis Risiko (Risk Based Audit
Approach) secara memadai
A. Gambaran Umum Risk Based Audit (RBA)
1. Pengertian
Risiko mempunyai pengaruh yang penting di dunia pemeriksaan (auditing), karena
hampir seluruh pekerjaan audit selalu mengandung risiko.
Dalam melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan, pemeriksa berusaha untuk
memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance) apakah laporan
keuangan telah disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau basis akuntansi
komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
Salah saji (misstatement) tersebut dapat disebabkan oleh kekeliruan (error) berupa
penghilangan secara tidak disengaja baik jumlah maupun pengungkapan
(disclosure) di laporan keuangan (misal estimasi akuntansi yang tidak masuk akal
akibat adanya kecerobohan/salah tafsir terhadap fakta transaksi) atau sebagai
akibat dari adanya tindak kecurangan (fraud) di laporan keuangan, yang
menyangkut manipulasi dokumen baik berupa salah representasi maupun
penghilangan bagian laporan keuangan tertentu secara sengaja (misal window
dressing, lapping, penggelapan tanda terima barang/uang maupun pencurian
aktiva).
Potensi timbulnya risiko akan semakin besar apabila pemeriksa gagal menerapkan
metodologi dan prosedur pemeriksaan dengan tepat. Hal ini lebih dikenal sebagai
risiko pemeriksaan (audit risk), dimana pemeriksa tanpa disadari tidak memodifikasi
pendapatnya sebagaimana mestinya atas laporan keuangan yang mengandung
salah saji material.
Selama ini BPK RI telah melakukan pemeriksaan atas Laporan Keuangan
Pemerintah, sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
Badan Diklat PKN BPK RI
5
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
Laporan Keuangan tersebut merupakan wujud pertanggungjawaban Pemerintah
atas pelaksanaan APBN untuk pemerintah pusat ataupun APBD untuk pemerintah
daerah.
Dalam
menyusun
laporan
keuangannya,
Pemerintah
diharuskan
berpedoman pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
Pemeriksaan atas Laporan keuangan merupakan jenis pemeriksaan yang bertujuan
untuk pemberian opini atas kewajaran laporan keuangan dalam semua hal yang
material sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Pemeriksaan dilakukan
berdasarkan standar pemeriksaan yang ditetapkan dengan Peraturan Badan
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia dalam bentuk Standar Pemeriksaan
Keuangan Negara (SPKN). SPKN menyatakan secara eksplisit bahwa pemeriksa
harus melakukan penilaian risiko atas salah saji material yang mungkin timbul
karena adanya kecurangan maupun kesalahan pada informasi dalam laporan
keuangan atau data keuangan lain yang secara signifikan terkait dengan tujuan
pemeriksaan. Pemeriksaan berbasis risiko (Risk Based Audit (RBA)) merupakan
suatu metode audit yang dapat diterapkan oleh pemeriksa dalam melaksanakan
tugas pemeriksaannya agar pemeriksaan dapat berjalan secara efektif dan efisien.
Dalam menerapkan RBA, pemeriksa perlu mendalami aspek-aspek apa saja yang
terdapat dalam RBA agar pemeriksa dapat menyusun dan menjalankan program
pemeriksaannya selaras dengan prinsip RBA tersebut.
Secara umum pengertian Risk Based Audit (RBA) adalah suatu pendekatan audit
yang memberikan fokus pemeriksaan pada area/akun laporan keuangan yang
memiliki risiko tinggi atas terjadinya salah saji. Pendekatan ini muncul karena adanya
pemikiran atas kompleksitas dan luasnya cakupan entitas yang diperiksa, sedangkan
institusi yang melakukan pemeriksaan memiliki keterbatatasan sumber daya, seperti
jumlah pemeriksa yang tidak mencukupi, biaya pemeriksaan yang belum memadai
ataupun jumlah hari pemeriksaan yang terbatas. Kompleksitas dan luasnya cakupan
entitas yang diperiksa juga tidak memungkinkan bagi pemeriksa untuk melakukan
pemeriksaan dengan menguji keseluruhan populasi (100% testing) karena selain
tidak efektif juga tidak efisien. Oleh karena itu, meskipun dengan keterbatasan
sumber daya yang ada, fokus pemeriksaan harus diarahkan pada area-area yang
berisiko tinggi agar hasil audit BPK (opini) bebas dari risiko kesalahan audit dan
dapat memenuhi harapan masyarakat berupa hasil audit yang berkualitas tinggi.
Proses identifikasi risiko dalam RBA dimulai dari identifikasi risiko yang terdapat
pada tingkat entitas (entity level), risiko yang terdapat pada tingkat proses atau
Badan Diklat PKN BPK RI
6
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
siklus entitas (process level), dan kemudian identifikasi risiko yang terjadi pada
tingkat akun (account level). Melalui proses identifikasi risiko tersebut, diharapkan
pemeriksa dapat merancang prosedur pemeriksaan secara efektif dan efisien yaitu
fokus pada area-area yang bermasalah (berisiko tinggi).
2. Tujuan dan Manfaat RBA
RBA bertujuan untuk memberikan keyakinan, pemahaman, dan pendalaman
mengenai risiko kepada pemeriksa maupun kepada entitas terperiksa. Metode RBA
tidak hanya memberikan manfaat bagi pemeriksa namun juga bagi entitas yang
diperiksa. Manfaat RBA bagi pemeriksa antara lain:

Pemeriksa dapat menyusun dan melaksanakan prosedur audit lebih efektif dan
efisien.

Pemeriksa dapat mengurangi (memitigasi) risiko dalam pelaksanaan audit.

RBA memberikan pendekatan audit sistematis dan unggul yang terfokus pada
pengurangan risiko.

Membantu pemeriksa untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik atas
kegiatan operasi entitas yang diperiksa.
Sedangkan manfaat RBA bagi entitas terperiksa antara lain:

Entitas terperiksa dapat memperoleh tingkat jaminan yang lebih tinggi atas
proses dan hasil audit.

RBA dapat membantu entitas terperiksa dalam peningkatan proses manajemen,
pengelolaan dan pengendalian risiko dalam rangka mencapai tujuan organisasi.

RBA dapat memberikan nilai tambah bagi entitas terperiksa melalui
rekomendasi/saran yang terkait dengan peningkatan kinerja organisasi dan
bagaimana pengelolaan risiko operasi yang baik.

RBA dapat membantu entitas terperiksa dalam meningkatkan pelaksanaan
Good Corporate Governance (GCG).
Badan Diklat PKN BPK RI
7
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
Apabila pemeriksaan dengan pendekatan lama (tradisional) dibandingkan dengan
RBA maka RBA relatif lebih unggul sebagaimana dideskripsikan dalam Tabel 2.1
berikut:
No
1
2
3
4
5
Tabel 2.1 Perbandingan antara RBA dengan Pemeriksaan Tradisional
Perbedaan
Pendekatan Lama/Tradisional
Pendekatan RBA
Audit
Lebih mengutamakan area finansial Semua aktivitas usaha,
Universe
dan kepatuhan kepada kebijakan dan khususnya yang mengandung
prosedur internal
risiko usaha (business risk)
Tujuan
Memastikan bahwa pengendalian
Lebih
kepada
memberikan
Pemeriksaan internal bekerja secara efektif dan
kepastian (assurance) bahwa
berperan dalam meningkatkan
risiko yang diidentifikasi telah
efisiensi, tanpa melihat keberadaan
dikurangi ke tingkat yang dapat
pengendalian internal dalam
diterima
mengendalikan risiko.
Rencana
 Siklus pemeriksaan ditetapkan  Siklus pemeriksaan berkala
Pemeriksaan
secara berkala dan biasanya
dengan waktu yang
Tahunan
dilakukan
secara
mendadak
terencana.
(surprise pemeriksaan)
 Pemeriksaan lebih
 Tanpa
memperhatikan
tingkat
diprioritaskan pada area yang
risiko.
berisiko tinggi.
Tugas
Berdasarkan seperangkat rencana
Tugas lapangan lebih kepada
Lapangan
kerja (work plan) namun seringkali
memastikan bahwa entitas telah
tanpa tujuan spesifik.
mengidentifikasi,
mengendalikan dan memantau
semua risiko yang ada.
Pengujian
Masih tetap menggunakan
 Pengujian bertujuan untuk
teknik pengujian yang sama,
mengonfirmasi apakah pengendali
tetapi lebih memastikan bahwa
bekerja tanpa melihat pentingya
pengendali kunci (key control)
keberadaan tersebut dalam
mampu mencegah, mendeteksi
mencegah, mendeteksi dan
dan mengoreksi adanya salah
mengoreksi adanya salah saji.
saji (mengurangi risiko).
 Lebih mengarah kepada penemuan
kesalahan walaupun tidak material
yang berakibat tebalnya hasil
laporan.
Penerapan RBA dalam pemeriksaaan keuangan dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu:
1. Perencanaan pemeriksaan (Planning audit)
Pada tahap perencanaan beberapa langkah pemeriksaan yang dilaksanakan antara
lain pemahaman entitas, identifikasi dan analisis risiko, menyusun strategi
pemeriksaan yang mengarah pada risiko-risiko yang teridentifikasi, menetapkan
materialitas, dan lain-lain.
2. Pemeriksaan Interim (Interim audit)
Tahap interim adalah pemeriksaan yang dilaksanakan sebelum berakhirnya tanggal
Neraca (31 Desember 20XX) dan umumnya dilaksanakan pada Bulan Oktober sampai
dengan Desember. Pada fase ini beberapa langkah pemeriksaan yang dilaksanakan
Badan Diklat PKN BPK RI
8
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
antara lain melakukan pemahaman Sistem Pengendalian Internal (SPI), uji
pengendalian, dan uji substantif terbatas atas risiko yang telah diidentifikasi pada
saat perencanaan. Pengujian di fase interim ini akan membantu mengurangi beban
kerja pada saat fase akhir tahun (final) dan juga untuk menilai efektifitas SPI entitas.
3. Pemeriksaan akhir tahun (final year audit)
Pelaksanaan Pemeriksaan akhir tahun (atau lazim pula dikenal sebagai pemeriksaan
terinci) adalah tahap pemeriksaan yang dimulai setelah laporan keuangan entitas
diserahkan ke BPK. Pada tahap ini, pemeriksa antara lain melakukan uji
pengendalian1. Uji pengendalian dilakukan bila pemeriksa yakin bahwa tingkat
pengendalian entitas cukup efektif. Sebaliknya, bila pemeriksa beranggapan bahwa
pengendalian entitas tidak efektif maka pemeriksa akan melakukan pengujian
substantif mendalam. Selain itu, pemeriksa akan mereviu keseluruhan aspek-aspek
yang disajikan dan diungkapkan di dalam laporan keuangan.
Keseluruhan tahapan pemeriksaan di atas merupakan satu rangkaian yang saling
berhubungan dan saling mendukung dalam siklus pemeriksaan laporan keuangan. BPK
menerapkan ketiga tahapan pemeriksaan di atas dengan membagi fase pemeriksaan
keuangannya menjadi tiga tahapan, yakni: perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan
pemeriksaan, sebagaimana diilustrasikan oleh gambar2.1 berikut ini:
1
Uji pengendalian yang dapat dilakukan pada tahap pelaksanaan adalah uji dokumen. Observasi/ walktrhough hanya
relevan dan dapat dilakukan pada tahun periode laporan keuangan
Badan Diklat PKN BPK RI
9
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
Gambar 2.1 Tahapan Pemeriksaan Keuangan
3. Hubungan Antar Risiko
Selama proses pemeriksaan, pemeriksa selalu menghadapi ketidakpastian
(uncertainty). Contohnya ketidakpastian atas kecukupan dan ketepatan bukti
pemeriksaan, ketidakpastian atas tingkat efektivitas SPI entitas dan ketidakpastian
apakah entitas telah menyajikan laporan keuangan secara wajar dalam hal-hal yang
bersifat material. Kunci utama agar tercapai hasil pemeriksaan yang berkualitas
adalah pemeriksa mampu memperhitungkan segala ketidakpastian tersebut dengan
cermat selama melaksanakan pemeriksaan. Dalam pemeriksaan keuangan,
ketidakpastian tersebut diukur dengan risiko. Kita mengenal beberapa jenis risiko
yaitu: risiko bisnis (business risk), risiko bawaan (inherent risk), risiko pengendalian
(control risk), risiko deteksi (detection risk), risiko pemeriksaan (audit risk), dan
risiko kecurangan (fraud risk).
a. Risiko Bisnis (Business Risk)
Risiko bisnis adalah risiko gagalnya entitas dalam mencapai tujuannya. Risiko
bisnis dapat berasal dari faktor internal maupun eksternal. Dalam konteks sektor
Badan Diklat PKN BPK RI
10
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
publik, risiko bisnis yang berasal dari faktor internal misalnya: kondisi entitas
(jumlah satker, sebaran satker secara geografis, dll), kompetensi sumber daya
manusia (SDM) yang dimiliki entitas dalam bidang akuntansi atau pelaporan
keuangan, prosedur dan kebijakan SDM entitas, kelengkapan infrastruktur yang
dapat menunjang operasional entitas, efektivitas pengawasan internal,
manajemen risiko entitas, dan lain-lain. Sedangkan faktor eksternal misalnya:
hubungan dengan para pemangku kepentingan, dasar hukum dan peraturan
yang mempengaruhi faktor sosial, ekonomi, dan politik yang memengaruhi
entitas, dan lain-lain. Tidak ada faktor-faktor yang baku dalam menganalisis risiko
bisnis entitas. Pemeriksa menganalisis semua faktor-faktor internal dan eksternal
yang mungkin berpengaruh terhadap pencapaian tujuan entitas. Pemeriksa
dapat menggunakan hasil kuesioner SPI tingkat entitas (SPI COSO) dalam
mengidentifikasi faktor-faktor internal yang merupakan isu-isu signifikan. Selain
itu hasil lain dalam pemahaman entitas dapat digunakan sebagai input faktorfaktor internal maupun eksternal. Hasil identifikasi atas risiko bisnis dituangkan
dalam Matrik Risiko Bisnis (MRB) seperti terlihat pada Lampiran 1.
b. Risiko bawaan (Inherent risk)
Risiko bawaan adalah risiko terjadinya salah saji (misstatement) yang material
terhadap suatu asersi dalam laporan keuangan, dengan asumsi tidak terdapat
pengendalian memadai yang berhubungan langsung untuk mencegah terjadinya
risiko
tersebut.
Risiko
bawaan
tingkat
entitas
diidentifikasi
dengan
menggunakan MRB sedangkan risiko bawaan pada tingkat akun diidentifikasi
dengan menggunakan Formulir Penilaian Risiko Bawaan Tingkat Akun2. Risiko
bawaan tingkat entitas tidak lain adalah faktor-faktor baik internal maupun
eksternal yang secara signifikan berpengaruh dalam kewajaran laporan
keuangan. Sumber informasi yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi risiko
bawaan antara lain berasal dari:
1) pemahaman tujuan pemeriksaan dan harapan penugasan;
2) pemahaman entitas;
3) analisis pemantauan tindak lanjut; dan
4) prosedur analitis awal.
2
Dibahas dalam BAB III
Badan Diklat PKN BPK RI
11
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
Penilaian awal atas risiko bawaan dilakukan pada tahap perencanaan, namun jika
selama proses pemeriksaan ditemukan fakta-fakta baru yang mempengaruhi
penilaian risiko bawaan, maka pemeriksa harus merevisi dan menilai ulang risiko
bawaan yang telah ditetapkan awal dengan penyesuaian kecukupan bukti-bukti
pemeriksaan. Pengukuran dan analisis Risiko Bawaan akan dibahas secara rinci
selanjutnya dalam modul ini.
c. Risiko Pengendalian (Control Risk)
Risiko pengendalian merupakan risiko salah saji material yang dapat terjadi
dalam suatu asersi dimana SPI entitas tidak dapat mencegah atau mendeteksi
secara tepat waktu (timely basis). Pengendalian internal tidak akan pernah
sempurna, setiap SPI yang dirancang dan diselenggarakan entitas masih memiliki
keterbatasan bawaan yang melekat dalam setiap pengendalian.
Untuk menilai risiko pengendalian dengan tepat, pemeriksa harus memahami
pengendalian internal entitas dan melaksanakan prosedur pemeriksaan untuk
menentukan apakah pengendalian tersebut telah didesain dan berjalan dengan
efektif. Pemeriksa menilai keseluruhan tingkat risiko pengendalian untuk setiap
siklus transaksi berisiko yang teridentifikasi dari hasil analisis matriks risiko bisnis
(MRB) sebagaimana yang telah disusun pada saat menyusun risiko bisnis. Proses
penilaian risiko pengendalian dijelaskan dalam mata diklat Penilaian SPI dengan
menggunakan Matriks Risiko Pengendalian (MRP) atau Control Risk Matrix
(CRM).
Pengukuran dan analisis Risiko Pengendalian telah dibahas pada Mata Diklat
Penilaian SPI dan secara rinci merujuk pada Juknis Pemahaman dan Pengujian
SPI dalam Pemeriksaan Keuangan.
d. Risiko Kecurangan (Fraud Risk)
Definisi Fraud adalah kecurangan atau penipuan dengan tujuan untuk
memperoleh keuntungan secara material maupun non-material. Aspek
kecurangan di pemeriksaan laporan keuangan seringkali didefinisikan sebagai
salah saji di dalam laporan keuangan yang sengaja dilakukan. Ada dua jenis fraud
dalam pemeriksaan laporan keuangan, yakni : kecurangan dalam penyajian
laporan keuangan (fraudulent financial reporting) dan penyalahgunaan aset.
Matriks Penilaian Risiko Kecurangan berfungsi untuk mengidentifikasi dan
mendeteksi
adanya
risiko
kecurangan
pada
entitas
yang
berpotensi
mengakibatkan salah saji dalam laporan keuangan. Jenis kecurangan terbagi
Badan Diklat PKN BPK RI
12
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
menjadi tiga kategori yaitu korupsi, penyalahgunaan aset dan penyajian yang
menyesatkan. Pada setiap hasil identifikasi risiko kecurangan, auditor
menganalisis jenis kecurangannya, klasifikasinya, dampak dan kemungkinan
terjadinya, faktor penyebabnya, prosedur alternatif tambahan untuk meyakinkan
bahwa kecurangan dapat dideteksi serta matriks dan akun yang terkait. Format,
cara pengisian dan contoh FRAM akan dibahas selanjutnya dalam modul ini.
e. Risiko Deteksi (Detection Risk)
Risiko deteksi merupakan risiko bahwa prosedur pemeriksaan yang dilakukan
pemeriksa tidak dapat mendeteksi adanya salah saji yang material dalam suatu
asersi. Risiko ini merupakan fungsi keefektifan prosedur audit dan aplikasinya
oleh pemeriksa. Hal ini juga bisa timbul dari ketidakpastian yang ada ketika
pemeriksa tidak memeriksa semua saldo akun atau kelompok transaksi untuk
mengumpulkan bukti tentang asersi lainnya.
f. Risiko Pemeriksaan (Audit Risk)
Risiko pemeriksaan adalah risiko yang timbul karena pemeriksa, tanpa disadari,
tidak memodifikasi opininya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan
keuangan yang mengandung salah saji material. Pengertian risiko pemeriksaan
tersebut merupakan risiko pemeriksaan yang dapat diterima atau Acceptable
Audit Risk (AAR). Pemeriksa menetapkan risiko pemeriksaan yang dapat diterima
dalam pemeriksaan keuangan pada tingkat keyakinan yang memadai untuk bisa
memberikan opini atas laporan keuangan yang diperiksa.
Input yang dipertimbangkan dalam penilaian risiko pemeriksaan yang dapat
diterima antara lain:
1) hasil atas pemahaman tujuan pemeriksaan dan harapan penugasan;
2) hasil pemahaman entitas;
3) hasil analisis tindak lanjut atas pemeriksaan sebelumnya; dan
4) hasil pemahaman atas SPI entitas.
Hasil pengkajian atas risiko audit tersebut dituangkan dalam Tabel penilaian
risiko pemeriksaan sebagaimana dapat dilihat pada Lampiran. 2.
Hubungan antar risiko diformulasikan dalam audit risk model sebagai berikut:
Audit Risk (AR) = Inherent Risk (IR) X Control Risk (CR) X Detection Risk (DR)
Badan Diklat PKN BPK RI
13
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
Boyton, Johnson, dan Kell mendeskripsikan hubungan seluruh komponen risiko
di atas dan prosedur pemeriksaan dengan gambar 2.2 berikut:
Summary of Audit Risk Components
Assess
Inherent Risk
Susceptibility of
individual
assertions to
material
misstatement
Assess
Control Risk
Client’s
Internal
Controls
Material misstatements not
prevented or detected and
corrected by client’s internal
controls
Misstatements
prevented
or detected and
corrected
by internal controls
Design Audit
to Achieve
Detection Risk
=
Audit Risk
Auditor’s
procedures
For
verifying
assertions
Material
misstatements
remaining
undetected in
individual
assertions
Financial
statements with
reasonable
assurance that
they are free of
material
misstatement
Misstatements
detected by audit
procedures
Source : Boyton, Johnson, Kell, Modern Auditing 7th Edition
Gambar 2.2
Hubungan antar Risiko dalam Prosedur Pemeriksaan
Model ini menjelaskan bahwa keterbatasan akan tetap ada, karena model tersebut
bukan rumusan pasti dalam penilaian risiko pemeriksaan. Sehingga dimungkinkan
bahwa risiko pemeriksaan yang sebenarnya adalah lebih rendah atau lebih tinggi dari
penilaian risiko yang ditetapkan pemeriksa pada tahap perencanaan.
Penilaian atas risiko pemeriksaan dapat menggunakan kualitatif maupun kuantitatif.
Secara kualitatif risiko pemeriksaan dikategorikan menjadi 3 yaitu: rendah, sedang, dan
tinggi. Secara kuantitatif, ASOSAI menggunakan sebuah pendekatan penilaian risiko
pemeriksaan yang dapat diterima (acceptable audit risk) khususnya untuk entitas
sektor publik, sebagai berikut:
Tingkat risiko pemeriksaan yang dapat diterima sebesar 5%, artinya tingkat keyakinan
pemeriksa atas opininya sebesar 95% (AAR = 1–tingkat keyakinan). Tingkat ini berlaku
untuk entitas pada umumnya atau sebagian besar entitas yang diperiksa.
1. Tingkat risiko pemeriksaan yang dapat diterima sebesar 3%, artinya tingkat
keyakinan pemeriksa atas opininya sebesar 97%. Tingkat ini dinilai cukup memadai
untuk beberapa entitas sektor publik yang sangat sensitif dan berisiko tinggi.
Badan Diklat PKN BPK RI
14
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
2. Tingkat risiko pemeriksaan yang dapat diterima sebesar 1%, artinya tingkat
keyakinan pemeriksa atas opininya sampai 99%. Tingkat ini berlaku bagi beberapa
entitas sektor publik dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a. Entitas sektor publik tersebut mempunyai pengguna eksternal yang sangat
ekstensif perhatiannya terhadap laporan keuangan entitas tersebut, dan/
atau;
b. Entitas sektor publik tersebut cukup rentan akan terjadinya salah saji
material dan secara politik sensitif dan/atau adanya harapan publik atas
kewajaran laporan keuangan entitas publik tersebut sehingga pemeriksa
membutuhkan tingkat keyakinan yang sangat tinggi.
Tingkat AR bisa ditentukan dengan suatu kebijakan dengan mempertimbangkan sifat
pemeriksaan BPK dan best practices internasional yaitu sebesar 5%. Namun jika dalam
pelaksanaan pemeriksaan, pemeriksa menghadapi karakteristik entitas yang diperiksa
tidak sesuai dengan tingkat AR 5%, maka dengan pertimbangan profesionalnya,
pemeriksa bisa menetapkan tingkat AR di bawah 5%.
Tingkat AR dapat disesuaikan menjadi di bawah 5% dengan mempertimbangkan hasil
dari BRM dan FRAM, serta opini hasil pemeriksaan tahun sebelumnya. Pemeriksa harus
mendokumentasikan BRM dan pertimbangan profesionalnya yang menjadi dasar
pemilihan untuk menetapkan tingkat AR dibawah 5%.
Selain menggunakan hasil identifikasi kondisi entitas terperiksa, pemeriksa juga harus
mempertimbangkan informasi lainnya yang terkait sebagai dasar menentukan AR,
misalnya harapan penugasan atas entitas terperiksa.
Setelah risiko pemeriksaan dapat ditentukan besarnya, maka tahap selanjutnya adalah
menentukan besarnya risiko bawaan atas masing-masing akun.
Badan Diklat PKN BPK RI
15
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
B. Penilaian Risiko dalam Pemeriksaan Keuangan
Penilaian risiko membantu pemeriksa untuk menentukan luas lingkup pengujian pada
area-area yang akan menjadi fokus pemeriksaan berdasarkan risiko yang telah
diidentifikasi sebagaimana di ilustrasikan gambar2.3 berikut ini:
Risiko Bawaan
Risiko Pengendalian
Risiko Deteksi
Risiko Pemeriksaan
Gambar 2.3 Hubungan antar Risiko
Dalam pemeriksaan keuangan, pemahaman risiko sebenarnya diawali sejak
pemahaman atas entitas. Identifikasi dan penilaian risiko sangat kritis saat pemeriksa
melakukan penilaian atas risiko pengendalian.Bila sistem pengendalian yang didesain
dan dioperasikan oleh entitas berjalan dengan efektif maka pemeriksa dapat
mengandalkan pada sistem pengendalian entitas tersebut. Oleh karena itu, pemeriksa
perlu menerapkan prosedur audit uji pengendalian (test of control). Namun sebaliknya
bila sistem pengendalian entitas tidak berjalan efektif maka pemeriksa tidak
menerapkan uji pengendalian, akan tetapi dilanjutkan dengan pengujian substantif
mendalam guna memperoleh keyakinan yang cukup atas objek yang diperiksanya. Hal
tersebut dapat kita lihat dari gambar 2.4 alur keputusan strategi pemeriksaan berikut
ini:
Badan Diklat PKN BPK RI
16
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
Gambar 2.4 Alur Keputusan Strategi Pemeriksaan
Badan Diklat PKN BPK RI
17
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
Lembar Kerja Bab II
Jelaskan dengan ringkas dan jelas!
1.
Salah saji (misstatement) dapat disebabkan oleh kekeliruan (error) berupa
penghilangan secara tidak disengaja baik jumlah maupun pengungkapan
(disclosure) di laporan keuangan atau sebagai akibat dari adanya tindak kecurangan
(fraud) di laporan keuangan. Jelaskan pemahaman anda terhadap pengertian
tersebut.
2. RBA bertujuan untuk memberikan keyakinan, pemahaman, dan pendalaman
mengenai risiko kepada pemeriksa maupun kepada entitas terperiksa.
Jika dibandingkan dengan pendekatan audit tradisional, apakah penerapan RBA
dapat memberikan manfaat dalam pelaksanaan audit yang Anda lakukan?
3. Persamaan dalam menilai risiko pemeriksaan adalah AR=IRxCRxDR. Jelaskan
bagaimana mekanisme persamaan tersebut bekerja!
4. Jelaskan hubungan hasil penilaian risiko dengan pelaksanaan pengujian audit yang
meliputi uji kendali dan uji substantif.
Badan Diklat PKN BPK RI
18
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
BAB III ANALISIS ATAS RISIKO BAWAAN (INHERENT RISK)
Setelah mempelajari materi ini peserta dapat memahami dan menganalisis
risiko bawaan entity level dan account level pada pemeriksaan laporan
keuangan
Teknik Analisis Risiko Bawaan
Analisis atas risiko bawaan pada level entitas dilakukan melalui Matriks Risiko Bisnis
(MRB) atau Business Risk Matrix (BRM). Dengan menggunakan MRB, pemeriksa
menganalisis isu-isu signifikan baik berasal faktor eksternal dan internal yang dapat
berpengaruh terhadap kewajaran laporan keuangan, isu-isu itulah yang merupakan risiko
bawaan bagi entitas (risiko bawaan level entitas). Dalam MRB tersebut setiap isu
signifikan yang teridentifikasi (risiko bawaan) akan dihubungkan dengan siklus yang
terpengaruh, hanya siklus-siklus yang terpengaruh saja yang akan dilakukan analisis
risiko bawaan lebih lanjut.
Atas siklus-siklus yang terpengaruh tersebut kemudian dianalisis akun-akun yang terkait
dengan menggunakan Tabel 3.1 Formulir Penilaian Risiko Bawaan Tingkat Akun. Faktorfaktor yang mempengaruhi risiko bawaan atas akun-akun meliputi 1) Sifat bisnis/ industri
entitas; 2) Hasil pemeriksaan sebelumnya; 3) Integritas personel kunci; 4) Frekuensi
penugasan pemeriksaan pada entitas bersangkutan; 5) Hubungan dengan pihak-pihak
istimewa; 6) Jenis-jenis transaksi (rutin/nonrutin) dan tingkat kompleksitasnya;
7)
Pertimbangan yang diperlukan untuk mencatat saldo akun dengan tepat; 8) Tingkat
kerentanan terhadap pencurian/ penyalahgunaan aset; dan 9) Tingkat salah saji
dikarenakan adanya kecurangan terhadap laporan keuangan.
Penjelasan masing-masing faktor tersebut adalah sebagai berikut:
1. Risiko bawaan akun-akun pada satu entitas berbeda dengan entitas lainnya
tergantung dari karakteristik entitas masing-masing. Sebagai contoh, risiko bawaan
akun pendapatan pada entitas dengan sumber penerimaannya dominan dari PAD
atau dana bagi hasil akan lebih tinggi risiko bawaannya dibandingkan entitas dengan
sumber penerimaan didominasi dari dana transfer. Terdapat beberapa akun yang
karena karakteristiknya memiliki risiko bawaan tinggi tanpa dipengaruhi sifat bisnis
entitas, seperti akun kas dan setara kas. Informasi mengenai sifat bisnis/industri
entitas diperoleh pemeriksa dari hasil pemahaman entitas.
Badan Diklat PKN BPK RI
19
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
2. Dari tahapan pemantuan tindak lanjut pemeriksaan sebelumnya pemeriksa dapat
menganalisis risiko bawaan suatu akun. Temuan hasil pemeriksaan tahun
sebelumnya yang berupa salah saji dan koreksi memiliki risiko bawaan yang tinggi
karena berpotensi menjadi temuan berulang pada pemeriksaan tahun berjalan.
Misalnya dari hasil pemeriksaan tahun sebelumnya atas belanja modal menunjukkan
salah saji yang material maka risiko bawaan akun belanja modal yang ditetapkan
untuk pemeriksaan tahun berjalan tinggi.
3. Integritas personil kunci akan berpengaruh terhadap risiko bawaan akun terkait.
Personil kunci dengan integritas rendah atau kompetensi kurang, lebih
memungkinkan untuk terjadi salah saji atau penyalahgunaan atas akun tertentu
sehingga risiko bawaan akun tersebut tinggi jika dibandingkan dengan yang
memiliki personil kunci dengan integritas/ kompetensi tinggi.
4. Penugasan pertama pemeriksaan atas suatu entitas akan cenderung ditetapkan
risiko bawaan yang lebih tinggi daripada entitas yang telah diperiksa sebelumnya.
Auditor akan memperoleh pengalaman dan pengetahuan tentang kemungkinan
salah saji setelah mengaudit entitas beberapa kali sehingga penugasan awal dengan
tidak adanya data mengenai hasil audit sebelumnya akan menyebabkan risiko
bawaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan penugasan berulang.
5. Jika akun-akun yang diperiksa merupakan transaksi antar pihak berelasi3 yang dapat
memengaruhi independensi pihak-pihak yang bertransaksi tersebut maka pemeriksa
menilai risiko bawaan atas akun tersebut tinggi. Sebagai contoh: utang-piutang,
penjualan dan pembelian, transfer aset.
6. Pada transaksi-transaksi non rutin, kesalahan akan lebih banyak dijumpai karena
kurangnya pengalaman atau pengetahuan tentang bagaimana pencatatan atau
perlakuan akuntansinya jika dibandingkan dengan transaksi-transaksi yang sifatnya
rutin bagi entitas yang diperiksa. Oleh karena itu, akun-akun non rutin tersebut
risiko bawaannya lebih tinggi dibandingkan dengan akun-akun pada transaksi rutin.
Misalnya, akun-akun terkait transfer aset, akuisisi aset, atau tentang kesepakatan
sewa menyewa, memiliki risiko salah saji lebih besar dibandingkan akun-akun
pendapatan yang merupakan transaksi rutin entitas. Selain itu akun yang
3
PSAK 07 (2009)
Badan Diklat PKN BPK RI
20
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
memerlukan kalkulasi rumit akan memiliki risiko bawaan yang lebih tinggi dengan
suatu akun yang memerlukan kalkulasi sederhana.
7. Beberapa akun membutuhkan asumsi, estimasi, kebijakan, dan pertimbangan
profesional manajemen yang cukup tinggi dalam perlakuan dan pencatatan
akuntansinya. Misalnya akun-akun yang terkait dengan depresiasi aset, penyisihan
piutang, dan revaluasi aset, membutuhkan pertimbangan profesional manajemen
yang disyaratkan oleh standar akuntansi sehingga kemungkinan terjadi kesalahan
dalam penyajian cukup tinggi. Oleh karena itu, risiko bawaan yang ditetapkan
pemeriksa terhadap akun-akun tersebut akan cenderung tinggi.
8. Semakin rentan suatu akun terhadap risiko pencurian/penyalahgunaan aset, maka
semakin tinggi risiko bawaannya.
9. Semakin rentan siklus/ akun terhadap manipulasi atau kerugian pada saat dilakukan
prosedur analitis, maka semakin tinggi risiko bawaannya.
Dengan setiap faktor pengukur, terdapat 3 skor sebagai ukuran nilai dari pengaruh
faktor terhadap risiko pemeriksaan yang dapat diterima. Nilai 1 (satu) mewakili nilai
terendah, dan nilai 3 (tiga) mewakili nilai tertinggi. Skor nilai untuk masing-masing faktor
pengukur diberikan dengan dasar perbandingan kriteria dan kondisi yang ada serta
menggunakan penilaian profesional. Skor nilai total untuk keseluruhan faktor kemudian
dijumlahkan. Berdasarkan jumlah nilai tersebut, ditentukan 3 kategori tingkat risiko
dalam 3 rentang nilai:
Badan Diklat PKN BPK RI
9–14 :
Rendah (30%)
15–21 :
Sedang (70%)
22–27 :
Tinggi (100%)
21
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
Tabel 3.1 Formulir Penilaian Risiko Bawaan Tingkat Akun
Badan Diklat PKN BPK RI
22
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
Lembar Kerja Bab III
Hasil penilaian Risiko Pengendalian suatu entitas menunjukkan bahwa:
No
Permasalahan
Skor
1
Sifat bisnis/ industri entitas
3
2
Hasil pemeriksaan sebelumnya
1
3
Integritas personel kunci
2
4
Frekuensi penugasan pemeriksaan
bersangkutan
Hubungan dengan pihak-pihak istimewa
5
6
7
8
9
pada
entitas
Jenis-jenis transaksi (rutin/nonrutin) dan tingkat
kompleksitasnya
Pertimbangan yang diperlukan untuk mencatat saldo
akun dengan tepat
Tingkat kerentanan terhadap pencurian/ penyalahgunaan
aset
Tingkat salah saji dikarenakan adanya kecurangan
terhadap laporan keuangan
2
1
2
1
2
2
Susun hasil penilaian tersebut dalam Matriks Penilaian Risiko Pengendalian,
kemudian hitung dan tentukan tingkat risiko pengendalian entitas tersebut.
Badan Diklat PKN BPK RI
23
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
BAB IV MENETAPKAN MATERIALITAS
Setelah mempelajari materi ini peserta mampu memahami konsep
materialitas dan dapat mengembangkan prosedur pemeriksaan
A. Gambaran Umum Materialitas
1. Pengertian Materialitas
Materialitas adalah besarnya informasi akuntansi yang apabila terjadi penghilangan
atau salah saji, dilihat dari keadaan yang melingkupinya, mungkin dapat mengubah
atau mempengaruhi pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan atas
informasi tersebut, sehingga akan mempengaruhi pengambilan keputusan.
Keadaan yang melingkupi yang harus dipertimbangkan pemeriksa dalam
menetapkan materialitas diantaranya adalah sifat dan jumlah pos dalam laporan
keuangan yang diperiksa. Suatu jumlah yang material bagi laporan keuangan suatu
entitas mungkin tidak material bagi laporan keuangan entitas lain dengan ukuran
dan sifat entitas yang berbeda. Jumlah yang material bagi laporan keuangan entitas
tertentu kemungkinan berubah dari satu periode ke periode yang lain. Dalam
penetapan materialitas pemeriksa dapat menggunakan pertimbangan kuantitatif
maupun kualitatif.
Pengukuran materialitas secara kuantitatif adalah: materialitas yang diukur
dengan angka dalam ukuran tertentu seperti nilai uang, jumlah waktu, frekuensi
maupun jumlah unit. Sedangkan pengukuran materialitas secara kualitatif
merupakan pengukuran materialitas yang lebih ditentukan oleh pertimbangan
profesional. Pertimbangan profesional tersebut didasarkan pada cara pandang,
pengetahuan, dan pengalaman yang memadai. Namun yang harus diingat oleh
pemeriksa adalah penggunaan unsur kualitatif dalam materialitas harus mencakup
keseluruhan kepentingan dari pemakai laporan keuangan, bukan hanya sebagian
pihak saja agar pertimbangan yang diambil dapat lebih komprehensif. Dalam
penentuan materialitas, tidak terdapat kriteria yang baku, tetapi ada beberapa
faktor yang harus dipertimbangkan pemeriksa dalam menentukan materialitas,
yaitu: a) tingkat kepentingan para pihak terkait terhadap objek yang diperiksa,
misalnya pada objek laporan keuangan pemerintah, pengguna laporan keuangan
memiliki kepentingan yang tinggi terhadap masalah legalitas dan ketaatan pada
ketentuan yang berlaku. b) batasan materialitas untuk penugasan pemeriksaan,
Badan Diklat PKN BPK RI
24
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
misalnya batasan materialitas pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat
cenderung konservatif karena sektor publik lebih mementingkan pengujian
terhadap legalitas, ketaatan terhadap ketentuan yang berlaku.
Dalam pemeriksaan laporan keuangan, pemeriksa perlu menetapkan 2 jenis
materialitas, yaitu :
a. Materialitas Awal (Planning Materiality – PM) atau Materialitas untuk Tingkat
Keseluruhan Laporan Keuangan
Materialitas awal merupakan salah saji agregat minimum dalam laporan
keuangan yang dianggap dapat menyebabkan laporan keuangan tersebut tidak
dapat disajikan dengan wajar.
b. Tingkat Kesalahan Yang Tertoleransi (Tolerable Misstatement – TM) atau
materialitas
terkait
kelas-kelas
transaksi
(siklus),
saldo
akun,
dan
pengungkapan
TM atau sering disebut juga Tolerable Error (TE) merupakan salah saji minimum
pada saldo akun yang dapat menyebabkan akun tersebut dianggap
mengandung salah saji material.
Penetapan nilai materialitas dilakukan pada tahap perencanaan pemeriksaan, awal
pelaksanaan pemeriksaan, dan akhir pelaksanaan pemeriksaan.
 Pada tahap perencanaan pemeriksaan, Pemeriksa menetapkan nilai PM dan TM
awal secara kuantitatif untuk menentukan sifat, saat, dan luas prosedur
pemeriksaan yang akan dilakukan. Pada tahap ini, Pemeriksa juga harus
mempertimbangkan salah saji yang mungkin tidak material secara kuantitatif,
tetapi material secara kualitatif.
 Pada tahap awal pelaksanaan pemeriksaan, Pemeriksa dapat melakukan revisi
atas nilai materialitas awal (nilai PM dan TM awal) secara kuantitatif apabila
terdapat perubahan lingkup pemeriksaan yang signifikan dan informasi
tambahan yang mempengaruhi kewajaran akun-akun dalam laporan keuangan
yang diperiksa. Pemeriksa dapat tidak merevisi nilai materialitas awal apabila
menurut pertimbangan profesional, nilai materialitas awal masih relevan untuk
digunakan.
 Pada tahap akhir pelaksanaan pemeriksaan, Pemeriksa melakukan evaluasi
kembali atas nilai materialitas pada tahap awal pelaksanaan pemeriksaan
berdasarkan pertimbangan kuantitatif dan kualitatif. Tahap ini sangat penting
bagi Pemeriksa untuk melakukan revisi atas materialitas awal secara kuantitatif.
Badan Diklat PKN BPK RI
25
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
B. Metodologi Penetapan Materialitas
Penetapan materialitas dalam pemeriksaan keuangan pada umumnya dilakukan melalui
lima tahapan kegiatan, yaitu:
1. Penentuan Dasar Penetapan Materialitas
Dalam memutuskan nilai yang akan dijadikan dasar, pemeriksa sebaiknya
mempertimbangkan:
a. karakteristik (sifat, besar dan tugas pokok) dan lingkungan entitas yang
diperiksa;
b. area dalam laporan keuangan yang menjadi perhatian pengguna laporan
keuangan; dan
c. kestabilan atau keandalan nilai yang akan dijadikan dasar.
Dasar penetapan materialitas yang dapat digunakan oleh pemeriksa adalah sebagai
berikut:
a. total penerimaan atau total belanja, untuk entitas nirlaba;
b. laba sebelum pajak atau pendapatan, untuk entitas yang bertujuan mencari
laba; dan
c. nilai aset bersih atau ekuitas, untuk entitas yang berbasis aset.
Mengenai angka mana yang harus diambil, apakah angka tahun lalu, tahun berjalan,
atau angka ekspektasi, tergantung pertimbangan reliabilitas atau keakuratan data.
Praktik yang umum adalah dengan mengambil angka tahun lalu, kemudian
disesuaikan dengan inflasi atau perkiraan anggaran. Cara lain adalah dengan
mengambil angka aktual pada saat perencanaan, kemudian diekstrapolasi terhadap
angka keseluruhan laporan keuangan (akhir periode).
2. Penentuan Tingkat Materialitas
Setelah menentukan dasar penetapan, pemeriksa harus mempertimbangkan
tingkat yang akan digunakan dalam menghitung materialitas awal. Tingkat
materialitas dapat ditetapkan sebagai berikut:
a. Untuk entitas nirlaba: 0,5% sampai dengan 5% dari total penerimaan atau total
belanja;
b. Untuk entitas yang bertujuan mencari laba: 5% sampai dengan 10% dari laba
sebelum pajak atau 0.5% sampai dengan 1% dari total penjualan/pendapatan;
dan
c. Untuk entitas yang berbasis aset: 1% dari ekuitas atau 0,5% sampai 1% dari total
aktiva.
Badan Diklat PKN BPK RI
26
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
Penjelasan dari penetapan tingkat materialitas di atas adalah sebagai berikut:
a. 0,5% dari belanja atau pendapatan digunakan pada entitas nirlaba pada saat
pemeriksaan yang baru pertama kali dilakukan atau pada kondisi SPI entitas
yang belum memadai. Pemeriksa dapat berangsur-angsur meningkatkan
tingkat materialitas yang akan digunakannya pada pemeriksaan-pemeriksaan
selanjutnya sampai dengan tingkat materialitas 5% dari total belanja atau
pendapatan.
b. 5% sampai 10% dari laba sebelum pajak. Tingkat materialitas 10% digunakan pada
perusahaan nonpublik dan anak perusahaannya dan 5% digunakan pada
perusahaan publik.
c. 0,5% sampai 1% dari penjualan, apabila sebuah perusahaan telah beroperasi
pada atau mendekati titik impas dan keuntungan atau kerugian bersih
berfluktuasi dari tahun ke tahun.
d. 1% dari ekuitas pada saat hasil dari operasi sangat rendah yang menyebabkan
likuiditas sebagai perhatian utama, atau pada saat pengguna laporan keuangan
lebih memfokuskan perhatian pada ekuitas daripada hasil dari operasi.
e. 0,5% sampai 1% dari total aktiva pada saat ekuitas mengalami penurunan pada
titik paling rendah.
Disarankan untuk menggunakan tingkat materialitas yang paling rendah (paling
konservatif) pada pemeriksaan atas laporan keuangan entitas yang baru kali
pertama diperiksa. Selain itu, tingkat materialitas yang konservatif juga harus
digunakan pada pemeriksaan atas laporan keuangan entitas-entitas yang
mempunyai risiko pemeriksaan tinggi atau belum mempunyai sistem pengendalian
internal yang memadai.
3. Penetapan Nilai Materialitas Awal
Materialitas awal (PM) adalah nilai maksimum yang menjadi batas pemeriksa untuk
meyakini bahwa semua salah saji yang di atas nilai tersebut dianggap material dan
dapat mempengaruhi keputusan para pengguna laporan keuangan tersebut (para
pemangku kepentingan/ stakeholders). Nilai materialitas Awal merupakan nilai
materialitas awal untuk tingkat laporan keuangan secara keseluruhan. Nilai
materialitas
awal
yang
diperoleh
merupakan
besarnya
kesalahan
yang
mempengaruhi pertimbangan pengguna Laporan Keuangan.
Badan Diklat PKN BPK RI
27
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
Dasar penetapan materialitas
Tingkat Materialitas
Nilai Total Belanja & Transfer pada LRA
Nilai PM
:
:
:
:
Total Belanja dan Transfer
1%
Rp2.000.000.000.000,00
1% x Rp2.000.000.000.000,00
= Rp20.000.000.000,00
4. Penetapan Kesalahan yang Dapat Ditoleransi
Tingkat kesalahan yang dapat ditoleransi (TM) merupakan alokasi materialitas awal
(PM) pada setiap akun atau kelompok akun. Alokasi materialitas pada setiap akun
dilakukan dengan tujuan untuk menentukan akun/kelompok akun dalam laporan
keuangan yang memerlukan tambahan prosedur pemeriksaan, memastikan adanya
kemungkinan salah saji yang material yang berasal dari penggabungan salah saji
yang jumlahnya lebih kecil daripada materialitas awal, dan mempertimbangkan
risiko deteksi.
Langkah-langkah pengalokasian PM menjadi TM pada akun-akun laporan keuangan
adalah sebagai berikut:
a. Tentukan nilai PM;
b. Hitung total nilai seluruh akun pada laporan keuangan yang akan diperiksa,
kecuali akun-akun yang bersifat residual, seperti SILPA/SIKPA, ekuitas dana, dan
sebagainya;
c. Alokasi nilai PM pada akun-akun utama dengan menggunakan rumus
TM = PM x
Dimana
TM = Nilai Kesalahan yang dapat tertoleransi
PM = Nilai Materialitas Awal
N
= Nilai akun
T
= Nilai Total Akun yang diperiksa
d. Alokasi kembali dengan menggunakan pertimbangan pemeriksa, diantaranya
dengan mempertimbangkan risiko bawaan, risiko pengendalian masing-masing
akun, jumlah salah saji yang dapat memengaruhi pengguna laporan keuangan,
serta biaya pemeriksaan yang mungkin diperlukan untuk memverifikasi akun
tersebut.
Badan Diklat PKN BPK RI
28
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
5. Pertimbangan atas Penetapan Materialitas Awal
Selain penetapan batas materialitas secara kuantitatif, pemeriksa juga perlu
mempertimbangkan faktor-faktor kualitatif baik dalam menetapkan materialitas
pada tingkat laporan keuangan maupun pada tingkat akun. Faktor kualitatif yang
dapat dijadikan pertimbangan dalam menentukan tingkat materialitas pada tingkat
laporan adalah efektivitas pengendalian internal, aspek-aspek atau akun yang
menyebabkan salah saji pada Laporan Keuangan tahun sebelumnya, serta
kepatuhan terhadap peraturan yang mengatur entitas yang diperiksa.
Jika SPI entitas efektif maka pemeriksa dapat mempertimbangkan tingkat
materialitas awal yang rendah dan sebaliknya jika SPI tidak efektif maka pemeriksa
dapat mempertimbangkan tingkat materialitas awal pada tingkat yang tinggi.
Walaupun nilai suatu akun tidak material pada suatu Laporan Keuangan yang
diperiksa
namun
akun
tersebut
merupakan
akun
yang
mengakibatkan
ketidakwajaran atau pengecualian dari opini tahun lalu maka pemeriksa dapat
menetapkan tingkat materialitas awal pada tingkat yang rendah.
Pada beberapa jenis entitas yang spesifik, terdapat aturan yang harus mereka
patuhi. Misal Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/10/PBI/2011 yang mengatur
tentang Giro Wajib Minimum Bank pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta
Asing, jika suatu bank yang merupakan BUMN/D tidak patuh terhadap ketentuan
tersebut maka pemeriksa dapat mempertimbangkan untuk menurunkan tingkat
materialitas awal.
Pemeriksa juga perlu menetapkan sikap skeptis yang profesional dalam
menentukan apakah manajemen dengan sengaja menyajikan secara salah beberapa
akun tertentu (yang mungkin dilakukan pada angka di bawah batas materialitas)
untuk memanipulasi angka laba. Pemeriksa juga harus menaruh curiga apabila
praktik akuntansi yang dilakukan oleh entitas yang diperiksa tampaknya
bertentangan dengan standar akuntansi yang berlaku umum.
Sedangkan faktor kualitatif yang harus dipertimbangkan oleh pemeriksa dalam
menentukan tingkat materialitas pada tingkat akun adalah signifikansi pengaruh
salah saji akun tersebut terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan. Pemeriksa
perlu waspada terhadap suatu salah saji yang secara kuantitatif mungkin tidak
material, tetapi secara kualitatif menjadi material. Sebagai contoh, tingkat PM untuk
pemeriksaan laporan keuangan pemerintah daerah adalah Rp20 Milyar. Pada saat
pemeriksa melakukan pekerjaan lapangan ditemukan adanya realisasi belanja modal
Badan Diklat PKN BPK RI
29
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
yang seharusnya belum dapat dibayarkan atau menjadi hak pihak ketiga
(pembayaran
melebihi
kemajuan
fisiknya)
sebesar
Rp14
milyar
dengan
menggunakan dokumen proforma dengan tujuan pencapaian target kinerja. Hal
tersebut secara kualitatif menjadi material karena manajemen dengan sengaja
melakukan suatu manipulasi terhadap transaksi keuangan untuk suatu tujuan
tertentu.
C. Hubungan Risiko Audit dengan Materialitas
Tujuan pemeriksaan laporan keuangan adalah memberikan suatu tingkat keyakinan
apakah laporan keuangan secara keseluruhan bebas dari risiko salah saji yang material,
baik yang berasal dari kekeliruan ataupun kecurangan. Dalam pemeriksaan terdapat
risiko pemeriksaan yang dapat berakibat bahwa hasil pemeriksaan (opini) berbeda
dengan kenyataaan. Penetapan materialitas awal (Planning Materiality-PM) pada tahap
perencanaan pemeriksaan sangatlah dipengaruhi oleh tingkat risiko pemeriksaan.
Besarnya batas materialitas berbanding terbalik dengan risiko pemeriksaan yang
ditetapkan oleh pemeriksa. Pada entitas yang menurut pertimbangan pemeriksa
memiliki risiko pemeriksaan lebih tinggi, pemeriksa dapat menetapkan batasan
materialitas yang lebih rendah daripada batasan materialitas untuk entitas yang menurut
pemeriksa memiliki risiko pemeriksaan lebih rendah.
PM dan TM pada tahap perencanaan pemeriksaan sangat berpengaruh terhadap
banyaknya bukti pemeriksaan (ukuran sampel) yang harus diperoleh atau akan diuji.
Tingkat materialitas memiliki hubungan terbalik dengan banyak bukti/ukuran sampel.
Semakin tinggi tingkat materialitas, semakin sedikit bahan bukti yang harus diperoleh
sehingga semakin sedikit sampel yang harus diambil jika pemeriksa memutuskan untuk
melakukan uji petik. Hubungan antara materialitas dan risiko pemeriksaan serta
banyaknya bukti yang harus diperoleh dapat dilihat dari tabel 4.1 berikut:
Tabel 4.1
Hubungan materialitas dan risiko pemeriksaan serta banyaknya bukti yang harus diperoleh
Tinggi
Risiko Salah
Saji Material
Bukti Yang
Harus
diperoleh
Badan Diklat PKN BPK RI
Tinggi
Moderat
Rendah
Banyak
Sedang
Sedikit
Materialitas
Moderat
Rendah
X
X
X
X
X
X
30
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
LEMBAR KERJA BAB IV
1. Pada tahapan mana penetapan materialitas dan TM dilakukan pada saat
pemeriksaan keuangan.
2. Jelaskan bagaimana hubungan tingkat meterialitas, risiko pemeriksaan dan bukti
audit dalam pemeriksaan keuangan.
Badan Diklat PKN BPK RI
31
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
BAB V MENENTUKAN STRATEGI PEMERIKSAAN
Setelah mempelajari materi ini peserta dapat mengembangkan strategi
pemeriksaan berdasarkan hasil penilaian risiko
Prosedur pengujian substantif dirancang dengan mempertimbangkan tahapan-tahapan
pemeriksaan sebelumnya, terutama dalam penilaian risiko, baik risiko bawaan dan risiko
pengendalian. Tabel 5.1 berikut dapat membantu pemeriksa dalam mengembangkan
strategi pemeriksaan.
No
Akun
Sig
1.
kas
ya
Tabel 5.1 Pengembangan Strategi Pemeriksaan
Risiko Bawaan
Risiko Pengendalian
Siklus
Strategi
T/
T/
Terkait
Audit
Ket
S/
Ket
S/
R
R
Rawan
- Menumpuknya T
Siklus
T
Substantif
penyalahgu
pengeluaran di
penerim
mendalam
akhir tahun.
aan dan naan/
untuk
- Banyak
pengelu pencurian,
semua
pengeluaran
penerimaan
aran kas
asersi
fiktif
yang
tidak
jelas
sumbernya
- Tidak
ada
rekonsiliasi
saldo kas
Prosedur
Audit
(merupakan
langkah/
prosedur
pemeriksaan
untuk
melakukan uji
substantif atas
akun
kas
sebagaimana
dituangkan
dalam
program
pemeriksaan)
Keterangan:
Sig = signifikansi akun
T= Tinggi, S: Sedang, R: Rendah,
Pertama-tama,
pemeriksa
mendokumentasikan
akun-akun
berisiko
yang
telah
teridentifikasi pada tahap sebelumnya, terutama penilaian SPI. Kolom signifikan diisi
berdasarkan professional judgement pemeriksa dengan mempertimbangkan:
a. saldo akun lebih besar daripada 50% materialitas awal maka akun tersebut signifikan
b. walaupun saldo akun di bawah 50% materialitas awal namun akan menjadi signifikan
karena nilai transaksi yang besar dan professional judgement pemeriksa.
Badan Diklat PKN BPK RI
32
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
Langkah berikutnya adalah mendokumentasikan siklus yang terkait dengan tiap akun-akun.
Kemudian mendokumentasikan risiko bawaan dan risiko pengendalian termasuk tingkat
risikonya. Langkah-langkah tersebut kemudian menjadi bahan pertimbangan pemeriksa
dalam mengembangkan strategi pemeriksaan dan juga prosedur pemeriksaan yang akan
dilakukan.
Pengembangan strategi pemeriksaan diformulasikan dari risiko deteksi tiap akun tersebut.
Risiko deteksi diperoleh dengan menggunakan audit risk model, dimana input untuk
mendapatkan risiko deteksi adalah risiko pemeriksaan, risiko bawaan, dan risiko
pengendalian. Tabel 5.2 berikut dapat digunakan pemeriksa dalam menentukan risiko
deteksi.
Tabel 5.2 Penentuan Risiko Deteksi
Strategi dalam pemeriksaan meliputi:
Badan Diklat PKN BPK RI
33
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Badan Diklat PKN BPK RI
Buku Peserta
34
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
Strategi pemeriksaan untuk menentukan sifat, saat, dan seberapa jauh prosedur pengujian
substantif, didasarkan pada masing-masing tingkat risiko deteksi yang berbeda, contohnya:
a. Strategi pemeriksaan pada tingkat DR yang rendah:
Sifat: Pengujian pemeriksaan atas seluruh asersi signifikan dengan menggunakan
prosedur pemeriksaan sebagai berikut:
1. Pemeriksaan fisik atas saldo akhir
2. Reviu eksternal dokumen
3. Konfirmasi
4. Reperfomance
Saat: Seluruh pekerjaan yang signifikan dilaksanakan pada akhir tahun
Lingkup: Pengujian yang lebih luas (ekstensif/ luas atas akun atau transaksi yang
signifikan.
b. Strategi pemeriksaan pada tingkat risiko deteksi yang tinggi:
Sifat: Pengujian pemeriksaan dengan menggunakan prosedur pemeriksaan sebagai
berikut:
1. Pemeriksaan fisik (dilakukan pada tahap interim date)
2. Prosedur analitis
3. Pengujian substantif atas transaksi dan saldo
Saat: dilaksanakan pada interim dan akhir tahun
Lingkup: Pengujian yang lebih terbatas atas akun atau transaksi.
Badan Diklat PKN BPK RI
35
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
LEMBAR KERJA V
Pilihlah sebuah akun selain kas:
1.
Tentukan tingkat signifikansi risikonya
2. Sebutkan siklus apa saja yang terkait dengan akun tersebut
3. Tentukan IR dan CR nya serta tingkat risikonya
4. Buatlah strategi audit dan prosedur auditnya
No
Akun
Sig
Siklus
Terkait
Risiko Bawaan
T/
Ket
S/
R
Risiko Pengendalian
T/
Ket
S/
R
Strategi
Audit
Prosedur
Audit
1.
Badan Diklat PKN BPK RI
36
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
BAB VI SAMPLING DALAM PENGUJIAN SUBTANTIF
Setelah mempelajari materi ini peserta dapat mengembangkan strategi
pemeriksaan berdasarkan hasil penilaian risiko
A. Maksud dan Tujuan Uji Petik
Uji petik pemeriksaan atau audit sampling adalah pemilihan dan evaluasi terhadap
kurang dari seratus persen populasi suatu bukti pemeriksaan, bertujuan untuk
memberikan keyakinan yang memadai bagi pemeriksa dalam merumuskan kesimpulan
atas populasi tersebut.
Terdapat beberapa kondisi dimana pemeriksa tidak dapat atau tidak perlu melakukan uji
petik, antara lain:
1. Permintaan keterangan/wawancara (inquiry).
2. Observasi (walkthrough).
3. Prosedur analitis.
4. Jumlah populasi adalah tunggal (satu) atau sedikit.
5. Pemeriksa ingin melaksanakan 100% pemeriksaan karena tidak ingin menanggung
setiap risiko sampling (risiko bila sampel yang dipilih tidak dapat mewakili populasi
dengan tepat).
6. Sumber daya pemeriksa memadai untuk menguji seluruh populasi.
Pemeriksa dapat menggunakan metode statistika maupun non statistika dalam
melakukan uji petik dalam pengujian pengendalian dan substantif. Tujuan uji petik
adalah memberikan keyakinan yang memadai bagi pemeriksa dalam merumuskan
kesimpulan atas populasi. Oleh karena itu, dalam menggunakan metode statistika
maupun non statistika pemeriksa harus mampu memilih sampel yang dapat
merepresentasikan populasi, yaitu memiliki karakteristik dari populasi, sehingga
kesimpulan yang diambil tidak bias.
Keputusan pemeriksa dalam memilih metode statistika atau non statistika didasarkan
pada pertimbangan biaya dan manfaat. Perlu diingat bahwa hasil dari pengujian dengan
metode non statistika tidak dapat diekstrapolasi atau diproyeksikan pada populasi. Tabel
6.1 menunjukkan perbedaan antara metode statstika dengan non statistika.
Badan Diklat PKN BPK RI
37
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
Tabel 6.1 Perbedaan antara Metode Statistika dengan Non Statistika
.
Dalam pemeriksaan keuangan, uji petik diperlukan pemeriksa saat melakukan pengujian
pengendalian dan pengujian substantif. Uji petik dalam pengujian pengendalian disebut
dengan Uji Petik Atribut, sedangkan uji petik dalam pengujian substantif disebut dengan
Uji Petik Variabel. Terdapat tiga metode Uji Petik Atribut, yaitu Fixed Sample Size,
Sequential (Stop or Go), dan Discovery. Uji Petik Atribut akan dijelaskan pada BAB III.
Sedangkan Metode Uji Petik Variabel dibagi menjadi Variable Klasik, yang terdiri dari
Mean Per Unit (Unstratified dan Stratified), Ratio Estimation, dan Difference Estimation,
serta Monetary Unit Sampling (MUS). Uji Petik Variable akan dijelaskan pada BAB IV.
Secara ringkas, metode-metode uji petik tersebut disajikan pada Tabel 6.2.
Tabel 6.2 Metode-metode Uji petik
Badan Diklat PKN BPK RI
38
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
Sampling untuk pengujian pemgendalian telah dibahas pada mata diklat penilaian SPI.
Untuk itu bab ini hanya membahas sampling untuk pengujian substantif saja. Tahapan
dalam melakukan uji petik pemeriksaan, baik dalam pengujian pengendalian dan
pengujian substantif dibagi menjadi tiga tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi yang digambarkan pada Gambar 6.3. sebagai berikut:
Gambar 6.3. Tahap Uji Petik Pemeriksaan
B. Uji Petik dalam Pengujian Substantif
Uji petik dalam pengujian substantif bertujuan untuk memperoleh bukti pemeriksaan
yang cukup dan kompeten secara efisien untuk memperoleh keyakinan yang memadai
bahwa asersi telah diungkapkan secara wajar dalam segala hal yang material. Asersi
tersebut berarti mengukur apakah ada salah saji secara material pada nilai saldo akun.
Pemeriksa menggunakan uji petik dalam pengujian substantif dengan tujuan untuk
menilai apakah saldo akun yang diperiksa wajar secara material. Dalam uji substantif
pemeriksa menilai apakah suatu transaksi memenuhi atau sesuai dengan asersi-asersi
manajemen terkait dengan saldo akun. Asersi-asersi tersebut adalah: Existence
(Keberadaan),
Completeness
(Kelengkapan),
Accuracy
(Akurasi),
Classification
(Klasifikasi), Cut off (Pisah batas periode akuntansi), dan Rights and Obligations (Hak dan
Kewajiban).
Prosedur pemeriksaan terpilih harus prosedur audit yang efektif dan efisien. Prosedur
yang dapat digunakan dalam uji substantif antara lain: cek fisik persediaan/ aset untuk
meyakinkan bahwa persediaan tercatat dalam laporan keuangan memang benar-benar
Badan Diklat PKN BPK RI
39
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
ada, inspeksi dokumen untuk menyakinkan bahwa pengeluaran/belanja benar-benar
terjadi, konfirmasi kepada pihak ketiga, dan lain-lain. Seperti halnya dalam pengujian
pengendalian, dalam pengujian substantif pemeriksa harus menentukan populasi dan
unit sampel yang akan diuji. Perbedaannya adalah, pemeriksa fokus pada nilai rupiah.
Oleh karena itu, pemeriksa sebenarnya dapat melakukan pengujian dengan tujuan ganda
(Dual-Purpose Test).
Dalam pengujian substantif, pemeriksa dapat menggunakan metode uji petik
nonstatistik atau statistik atas pertimbangan biaya dan manfaat serta karakteristik/ profil
risiko dari entitas yang diperiksa. Dalam melakukan uji petik suatu pengujian substantif
dalam pemeriksaan atas laporan keuangan, lebih efektif jika penentuan ukuran sampel
dilakukan pada tingkat entitas, baru kemudian dialokasikan ke satker atau kantor
cabang/wilayah terperiksa. Hal ini karena obyek pemeriksaan adalah entitas dan
kesimpulan atau opini diberikan atas laporan keuangan entitas, bukan satker atau kantor
cabang/ wilayah suatu entitas.
Evaluasi dan pengambilan kesimpulan diperoleh dari akumulasi hasil uji petik pada
seluruh satker atau kantor/wilayah terperiksa. Litbang BPK telah menyediakan
perangkat lunak untuk mempermudah pemeriksa dalam melakukan pemeriksaan,
namun hanya tersedia untuk uji substantif dengan metode statistika. Perangkat lunak
tersebut bukan merupakan solusi mutlak bagi seluruh permasalahan uji petik dalam
pemeriksaan namun hanya merupakan alat bantu. Tidak seluruh kasus uji petik dapat
diselesaikan dengan menggunakan perangkat lunak tersebut karena setiap kasus uji
petik unik/ bervariasi baik ukuran dan karakteristik data populasi, tingkat risiko deteksi,
tolerable error (TE), dan lain-lain. Menu utama perangkat lunak tersebut sebagaimana
pada gambar 6.4.
Gambar 6.4. Menu Utama Aplikasi Uji Petik
Badan Diklat PKN BPK RI
40
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
Seperti pada pengujian pengendalian, langkah awal dalam menggunakan setiap metode
pemeriksa harus menginput terlebih dahulu data populasi yang akan diuji pada sheet
“data audit”.
Teknik Uji petik (sampling) dalam Pengujian Substantif
1. Classical Variable Sampling
Terdapat tiga metode Classical Variable Sampling yaitu Unstratified Mean Per Unit
(MPU), Stratified MPU, Difference Estimation, dan Ratio Estimation.
a. Unstratified MPU
Model ini disebut juga model Simple Extension. Metode ini memroyeksikan nilai
estimasi dari sampel terhadap populasi dengan cara menghitung mean dari
sampel kemudian diproyeksikan terhadap populasi (mean sampel dikalikan
jumlah populasi N untuk menghasilkan estimasi total nilai rupiah populasi).
Unstratified MPU cocok digunakan jika data relatif homogen.
Dalam metode Unstratified MPU, variabel-variabel yang memengaruhi ukuran
sampel adalah: TE, standar deviasi populasi, ukuran populasi, dan tingkat
keyakinan atau risiko pemeriksaan.
Penggunaan perangkat lunak untuk menentukan ukuran sampel
Saat
memilih
metode
Unstratified MPU, pada layar
akan muncul notifikasi bahwa
pemeriksa harus menginput
standar deviasi dari sampel.
Notifikasi berikutnya adalah
apakah
pemeriksa
menggunakan judgement atau
piloting
sample
dalam
mengestimasi standar deviasi
dari sampel. Isikan dengan
angka “1” jika menggunakan
judgement atau isikan “0” jika
menggunakan piloting sample.
Sebagai contoh dipilih angka “1”
yaitu dengan piloting sample
sebanyak 30.
Badan Diklat PKN BPK RI
41
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
Setelah itu pemeriksa harus
menginput jumlah atau ukuran
populasi, misal suatu populasi
saldo akun sebanyak 2300
transaksi kemudian klik “ok”
maka sistem akan merandom
sampel sebanyak 30 secara
otomatis. Sampel tersebut
diambil dari data populasi yang
telah diinput dalam sheet “data
audit”. Output yang keluar
adalah kode transaksi serta nilai
transaksinya (unaudited value).
Langkah berikutnya adalah
pemeriksa menginput data pada
kolom audited value sesuai
dengan hasil pengujian. Jika
tidak terjadi salah saji maka data
yang diinput adalah sama
dengan angka unaudited value.
Setelah
pemeriksa
selesai
menginput seluruh 30 data
audited value, nilai standar
deviasi akan terisi secara
otomatis.
Setelah itu pemeriksa berturutturut harus mengisi nilai risiko
pemeriksaan, risiko deteksi,
serta TE. Sebagai contoh, dalam
risiko pemeriksaan sebesar 5%,
risiko deteksi sebesar 10%, dan
TE sebesar Rp72.239.073,70.
Selanjutnya dalam menentukan
ukuran sampel dengan metode
Unstratified
MPU
adalah
memilih tombol “Hitung Ukuran
Sampel”. Secara otomatis akan
muncul jumlah sampel yang
dalam contoh ini ukuran sampel
diperoleh sebesar 68. Karena
sebelumnya
telah
diambil
piloting sample sebanyak 30,
maka sistem hanya akan
menambah
jumlah
kekurangannya, yaitu sebesar
38 sampel.
Badan Diklat PKN BPK RI
42
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
Pengujian atas sampel dilakukan untuk menguji apakah nilai suatu trasaksi pada
sampel memenuhi asersi atau tidak (terjadi salah saji atau tidak). Pemeriksa
kemudian memasukan data/nilai hasil pengujian pada kolom audited value
sebagaimana telah diilustrasikan di atas. Pada contoh, pemeriksa harus
melanjutkan pengujian atas 38 sampel tambahan karena ukuran sampel yang
diperoleh dari sistem sebesar 68 sedangkan sebelumnya telah diambil piloting
sample sebesar 30.
Evaluasi atas hasil pengujian dilakukan dengan memilih tombol “Kesimpulan”.
Sebelum disajikan kesimpulan atas hasil pengujian, sistem terlebih dahulu akan
menghitung nilai saldo akun, presisi, nilai estimasi (Estimated Value/ EV), batas
atas dan batas bawah nilai saldo akun yang dapat ditoleransi. Nilai batas atas
berasal dari “EV + Presisi” dan nilai batas bawah berasal dari “EV – Presisi”.
Jika nilai saldo akun berada diantara batas atas dan batas bawah maka dapat
dapat disimpulkan bahwa akun yang diuji adalah wajar. Sebaliknya jika nilai saldo
akun berada diluar rentang antara batas atas dan batas bawah maka akun
disimpulkan tidak wajar. Nilai saldo akun berada di bawah batas bawah artinya
terjadi kurang saji dan berada di atas batas atas artinya terjadi lebih saji.
Penggunaan perangkat lunak untuk evaluasi hasil pengujian sampel
Dalam contoh diperoleh nilai
presisi Rp35.763.306,43 dan EV
sebesar
Rp1.394.357.310,29
sehingga nilai batas atas sebesar
Rp1.430.120.616,73 dan batas
bawah
sebesar
Rp1.358.594.003,86. Karena nilai
saldo
akun
sebesar
Rp1.444.781.474 berada di atas
batas atas maka disimpulkan
bawa akun tidak wajar, terjadi
lebih saji.
b. Stratified MPU
Metode ini adalah pengembangan dari Metode Unstratified MPU. Stratified MPU
tepat digunakan jika data populasi heterogen. Dalam Stratified MPU, populasi
dibagi menjadi beberapa strata (kelompok). Tujuan dari pembagian dalam strata
adalah mengurangi keragaman (variability) item populasi, sehingga anggota sub
populasi dalam tiap strata relatif homogen. Pembagian dalam strata dapat
Badan Diklat PKN BPK RI
43
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
meningkatkan efisiensi pemeriksaan karena mampu mengurangi ukuran sampel
tanpa meningkatkan sampling risk.
Penggunaan perangkat lunak untuk menentukan ukuran sampel.
Saat
memilih
metode
Unstratified MPU, pada layar
akan muncul notifikasi bahwa
pemeriksa harus menginput
standar deviasi dari sampel.
Notifikasi berikutnya adalah
apakah
pemeriksa
menggunakan judgement atau
piloting
sample
dalam
mengestimasi standar deviasi
dari sampel. Isikan dengan
angka “1” jika menggunakan
judgement atau isikan “0” jika
menggunakan piloting sample.
Sebagai contoh dipilih angka “1”
yaitu dengan piloting sample
sebanyak 30.
Setelah itu pemeriksa harus
menginput jumlah atau ukuran
populasi, misal suatu populasi
saldo akun sebanyak 2300
transaksi kemudian klik “ok”
maka sistem akan merandom
sampel sebanyak 30 secara
otomatis. Sampel tersebut
diambil dari data populasi yang
telah diinput dalam sheet “data
audit”. Output yang keluar
adalah kode transaksi serta nilai
Badan Diklat PKN BPK RI
44
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
transaksinya (unaudited value).
Langkah berikutnya adalah
pemeriksa menginput data pada
kolom audited value sesuai
dengan hasil pengujian. Jika
tidak terjadi salah saji maka data
yang diinput adalah sama
dengan angka unaudited value.
Setelah
pemeriksa
selesai
menginput seluruh 30 data
audited value, nilai standar
deviasi akan terisi secara
otomatis.
Setelah itu pemeriksa berturutturut harus mengisi nilai risiko
pemeriksaan, risiko deteksi,
serta TE. Sebagai contoh, dalam
risiko pemeriksaan sebesar 5%,
risiko deteksi sebesar 10%, dan
TE sebesar Rp72.239.073,70.
Langkah
berikutnya
dalam
menentukan ukuran sampel
dengan metode Unstratified
MPU adalah memilih tombol
“Hitung
Ukuran
Sampel”.
Secara otomatis akan muncul
jumlah sampel yang dalam
contoh ini ukuran sampel
diperoleh sebesar 68. Karena
sebelumnya
telah
diambil
piloting sample sebanyak 30,
maka sistem hanya akan
menambah
jumlah
kekurangannya, yaitu sebesar
38 sampel.
Pemilihan, Pengujian dan Evaluasi Sampel
Dalam perangkat lunak pemilihan sampel dilakukan secara random yang
otomatis dilakukan oleh sistem. Pengujian atas sampel dilakukan untuk menguji
apakah nilai suatu transaksi pada sampel memenuhi asersi atau tidak (terjadi
salah saji atau tidak). Seperti halnya dalam Metode Unstratified MPU, pemeriksa
kemudian memasukan data/ nilai hasil pengujian pada kolom audited value.
Badan Diklat PKN BPK RI
45
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
Evaluasi atas hasil pengujian sama dengan metode Unstratified MPU, yaitu
dengan memilih tombol “Kesimpulan”. Sebelum disajikan kesimpulan atas hasil
pengujian, sistem terlebih dahulu akan menghitung nilai saldo akun, presisi, nilai
estimasi (Estimated Value/ EV), serta batas atas dan batas bawah nilai saldo akun
yang dapat ditoleransi. Nilai batas atas berasal dari “EV + Presisi” dan nilai batas
bawah berasal dari “EV – Presisi”.
Jika nilai saldo akun berada diantara batas atas dan batas bawah maka dapat
disimpulkan bahwa akun yang diuji adalah wajar. Sebaliknya jika nilai saldo akun
berada diluar rentang antara batas atas dan batas bawah maka akun disimpulkan
tidak wajar. Nilai saldo akun berada di bawah batas bawah artinya terjadi kurang
saji dan berada di atas batas atas artinya terjadi lebih saji.
c. Monetary Unit Sampling (MUS)
Metode MUS lebih mudah daripada Classical Variables Sampling karena tidak
memerlukan ukuran karatersitik populasi seperti standar deviasi dan normalitas.
Model ini menggunakan pendekatan secara proporsional dengan jumlah nominal
rupiah. Kekurangan dari model ini adalah sulit mendeteksi kurang saji/
understatement karena sampel yang terpilih probabilitasnya proporsional dengan
nilai nominalnya, yaitu nilai yang besar akan memiliki probabilitas besar pula untuk
terpilih. Oleh karena itu, metode ini tepat digunakan jika diduga ditemukan
overstatement. Dua asumsi yang harus dipenuhi (Rules of Thumbs) jika
menggunakan model ini adalah 1) Tingkat salah saji populasi adalah kecil (kurang
dari10%) dan jumlah populasi cukup besar (lebih dari 2000) dan 2). Nilai salah saji
pada setiap deviasi yang ditemukan tidak lebih dari nilai buku, misal jika nilai buku
adalah Rp5juta maka nilai salah saji tidak lebih dari Rp5juta. Metode ini juga
mengasumsikan bahwa salah saji yang ditemukan tidak banyak.
Dalam metode MUS, variabel-variabel yang menentukan ukuran sampel adalah: nilai
buku saldo akun, TE, expected misstatement (estimasi pemeriksa atas terjadinya
salah saji dalam populasi), risiko pemeriksaan, risiko pengendalian, dan risiko
bawaan.
Badan Diklat PKN BPK RI
46
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
Penggunaan perangkat lunak untuk menentukan ukuran sampel
Untuk
menentukan
ukuran
sampel dengan menggunakan
perangkat lunak
uji petik,
pemeriksa perlu menginput nilai
saldo
akun,
TE,
expected
misstatement, serta risiko deteksi.
Dengan
model
risiko
pemeriksaan, pemeriksa dapat
memperoleh
risiko
deteksi
dengan cara membagi risiko
pemeriksaan
dengan
risiko
pengendalian dan risiko bawaan.
Contohnya, saldo akun belanja
barang suatu entitas sebesar
Rp82.612.523.887,00. Akun tersebut memiliki risiko bawaan
sebesar 70% dan risiko deteksi
juga sebesar 70% dengan risiko
pemeriksaan ditentukan sebesar
5%,
sehingga
risiko
deteksi
, yaitu sebesar
10%.
TE ditetapkan sebesar 5% dari
saldo akun (Rp4.130.626.194,35)
dan pemeriksa menduga terdapat
jumlah
salah
saji
sebesar
Rp1.000.000.000,00.
Variabelvariabel
tersebut
kemudian
diinput ke sel-sel yang sesuai.
Setelah semua sel terisi, pilih
tombol “Hitung Sampel” untuk
menghitung
ukuran
sampel.
Jumlah sampel yang disarankan
adalah sebanyak 73 dan “Sampel
Interval”
sebesar
Rp1.131.678.410,00.
Badan Diklat PKN BPK RI
47
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
Kemudian pemeriksa memasukan
nilai insiasi, yang nilainya harus
lebih kecil dari nilai sampling
interval, misal dipilih angka
Rp1.000.000,00.
Seperti telah disebutkan bahwa
model
ini
menggunakan
pendekatan secara proporsional
dengan jumlah nominal rupiah,
artinya nominal 10.000 memiliki
peluang 10 kali lebih besar dari
nominal 1000. Cara pemilihan
sampel seperti ini disebut dengan
Probability-proportional-to-size
(PPS).
Pilih tombol “Generate Sampel”
untuk
memperoleh
sampel
sejumlah 73 dengan metode PPS.
Dalam
melakukan
pengujian
sampel, pemeriksa melakukan
pengujian apakah dokumen yang
diperiksa memenuhi asersi terkait
dengan saldo akun yang menjadi
tujuan pengujian, misal apakah
transaksi
dicatat
dengan
akurat/benar angkanya atau tidak,
apakah
transaksi
telah
diklasifikasikan pada akun yang
tepat, dan lain-lain. Nilai hasil
pengujian (audited value) diisikan
dalam kolom “Nilai Seharusnya”.
Setelah sampel diuji, misalnya ditemukan 3 salah saji yaitu:
1. sampel 7 nilai hasil pemeriksaan sebesar Rp1.100.000.000,00 (lebih saji sebesar
Rp118.636.364.00),
2. sampel 9 nilai hasil pemeriksaan sebesar Rp525.000.000,00 (lebih saji sebesar
Rp101.535.000,00), dan
3. sampel 71 nilai hasil pemeriksaan sebesar Rp422.630.000,00 (lebih saji sebesar
Rp175.000.000,00).
Badan Diklat PKN BPK RI
48
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
Kesimpulan atau hasil evaluasi
dapat diperoleh dengan cara
memilih tombol “Kesimpulan”
dan akan keluar output: Total
Salah
Saji
Rp395.171.364,00,
Proyeksi
Salah
Saji
Rp679.260.024,12 Risiko Sampling
Rp2.913.663.196,69,
sehingga
Batas Atas Salah Saji (Proyeksi
Salah Saji + Risiko Sampling)
sebesar Rp3.592.923.220,81.
Karena Batas Atas Salah Saji
masih lebih kecil dari TE maka
disimpulkan bahwa Akun yang
diuji
adalah
Wajar.
Dalam
perangkat lunak ini juga diberikan
informasi proporsi nilai akun yang
disampel terhadap populasi,
dalam contoh ini sebesar 32%.
Badan Diklat PKN BPK RI
49
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
LEMBAR KERJA BAB VI
Praktikkan pengambilan sampel dan uji petik dengan menggunakan data yang telah
disediakan! Data dalam bentuk soft file.
1.
Melaksanakan Pengujian Pengendalian
a. Tentukan jumlah sample yang akan diuji kendali
b. Pilih sample yang akan diuji kendali
c. Evaluasi dan Interpretasi hasil pengujian pengendalian, jika:
 Tidak dijumpai kesalahan dalam pengujian
 Terdapat Empat Kesalahan dalam pengujian
d. Gunakan data base pendapatan yang di berikan panitia
e. Dokumentasikan dan Presentasikan hasil pengujian pengendalian di depan
kelas
2. Melaksanakan Pengujian Substantif
a. Tentukan jumlah sample yang akan diuji substansi
b. Pilih sample yang akan diuji substansi
c. Evaluasi dan Interpretasi hasil pengujian substansi, jika:
 Tidak dijumpai kesalahan dalam pengujian
 Terdapat Empat Kesalahan dalam pengujian sebesar:
o Transaksi tercatat senilai Rp250.000.000.000,00 seharusnya
Rp245.000.000.000,00
o Transaksi tercatat senilai Rp49.000.000.,00 seharusnya
Rp47.000.000.,00
o Transaksi tercatat senilai Rp2.000.000.000,00 seharusnya
Rp1.900.000.000,00
o Transaksi tercatat senilai Rp149.000.000.,00 seharusnya
Rp145.000.000.000,00
d. Gunakan data base belanja yang diberikan panitia
e. Dokumentasikan dan Presentasikan hasil pengujian substansi di depan kelas
Badan Diklat PKN BPK RI
50
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
BAB VII SIMPULAN
Berdasarkan Pembahasan atas Pemeriksaan Berbasis Risiko (Risk Based Audit) atas
Pemeriksaan Laporan Keuangan maka dapat kita simpulkan hal-hal berikut ini:
1.
Pendekatan pemeriksaan berbasis risiko (RBA) sangat bermanfaat untuk mengatasi
beberapa keterbatasan dalam pelaksanaan pemeriksaan, seperti: waktu, sumber daya
manusia, dan lain-lain, sehingga mampu memfokuskan pemeriksaan pada area
pemeriksaan yang memiliki risiko tinggi;
2.
RBA sangat membantu pemeriksa dalam hal melakukan identifikasi dan analisis atas
risiko-risiko yang mungkin terjadi. Analisis dan identifikasi risiko tersebut dilakukan
pada level entitas, siklus, maupun akun;
3.
Efektifitas Penerapan RBA sangat ditentukan oleh beberapa hal, seperti: tingkat
pemahaman serta komitmen pemeriksa, kemampuan analisis risiko yang mumpuni,
dan konsistensi dalam penerapan RBA di setiap objek pemeriksaan;
4.
Ketua tim dapat mempertimbangkan dampak risiko terhadap bukti dan sebaliknya.
Badan Diklat PKN BPK RI
51
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
LEMBAR KERJA BAB VII STUDI KASUS
PENDAHULUAN
Kasus ini berisi petunjuk dan instruksi yang harus dikerjakan. Kasus yang akan
dikerjakan meliputi langkah-langkah pemeriksaan yang ada dalam tahapan perencanaan,
pelaksanaan dan pelaporan.
Dalam kasus ini disediakan Contoh Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)
Kota Semangka Jaya Tahun Anggaran 2015. LKPD tersebut meliputi Neraca, Laporan
Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas dan Laporan Realisasi Anggaran , Laporan
Perubahan Sisa Anggaran Lebih serta Laporan Arus Kas.
Untuk tahap perencanaan pemeriksaan peserta akan diminta mengerjakan
beberapa langkah sebagai berikut:
1.
Pemahaman Entitas
2. Prosedur Analisis Awal
3. Penentuan Materialitas Awal
4. Pemahaman SPI
5. Penilaian Risiko
Untuk tahap pelaksanaan pemeriksaan (pekerjaan lapangan) peserta akan diminta
mengerjakan beberapa langkah sebagai berikut:
1.
Melaksanakan Pengujian Pengendalian
2. Melaksanakan Pengujian Substantif
GAMBARAN UMUM ENTITAS
Sekilas Kota Semangka Jaya
Secara geografis, Kota Semangka Jaya terletak antara 6 50’ – 7 10’ Lintang Selatan
dan garis 109 35’ – 110 50’ Bujur Timur, dengan batas-batas sebelah Utara dengan Laut
Jawa, sebelah Timur dengan Kabupaten Demak, sebelah Barat dengan Kabupaten Kendal,
dan sebelah Selatan dengan Kabupaten Semangka Jaya. Suhu Udara berkisar antara 20-30
Celcius dan suhu rata-rata 27 Celcius.
Kota Semangka Jaya memiliki Luas 373,70 km atau 37.366.836 Ha terdiri dari 16
kecamatan dan 117 kelurahan. Penduduknya sangat heterogen terdiri dari campuran
Badan Diklat PKN BPK RI
52
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
beberapa etnis, Jawa, Cina, Arab dan Keturunan. Mata pencaharian penduduk beraneka
ragam, terdiri dari pedagang, pegawai pemerintah, pekerjaan pabrik dan petani.
Sebagai kota Metropolitan, Kota Semangka Jaya juga memiliki fasilitas yang sangat
memadai. Disini terdapat fasilitas pelabuhan, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan,
fasilitas perbelanjaan, kawasan bisnis, dll.Kota Semangka Jaya nampaknya akan terus
berkembang, selain sebagai kota perdagangan juga menjadi kota jasa pariwisata. Oleh
karena itu, di Semangka Jaya terus bertumbuh hotel-hotel dari kelas, melati hingga bintang.
Perkembangan menjadi kota jasa itu akan ditunjang sarana transportasi udara dengan
Bandara yang ditingkatkan statusnya menjadi Bandara Internasional, maupun transportasi
darat berupa Kereta Api (KA) dan bus dengan berbagai jurusan.
Visi Kota Semangka Jaya adalah “Terwujudnya Kota Perdagangan Dan Jasa, Yang
Berbudaya Menuju Masyarakat Sejahtera”
Misi Kota Semangka Jaya, meliputi:
1.
Mewujudkan sumberdaya manusia dan masyarakat yang berkualitas
2. Mewujudkan Pemerintahan Daerah yang efektif dan efisien, meningkatkan kualitas
pelayanan publik, serta menjunjung tinggi supremasi hukum.
3. Mewujudkan kemandirian dan daya saing daerah
4. Mewujudkan tata ruang wilayah dan infrastruktur yang berkelanjutan
5. Mewujudkan Kesejahteraan Sosial Masyarakat
Organisasi
Pemerintah Kota Semangka Jaya di pimpin oleh Walikota dan Wakil Walikota
dengan Sekretaris Daerah sebagai koordinator pengelolaan keuangan. Berikut Struktur
Organisasi di lingkungan Skretariat Daeah Kota Semangka Jaya.
Badan Diklat PKN BPK RI
53
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
Badan Diklat PKN BPK RI
54
Hal. 54
Buku Peserta
Selain Lingkungan Sekretariat Daerah, organisasi pemerintahan Kota Semangka
Jaya secara keseluruhan 52 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas, Badan, Kantor
dan Kecamatan. Rincian SKPD tersebut adalah sebagai berikut:
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
SKPD
Dinas Pendidikan
Dinas Kesehatan
RSUD
Dinas Bina Marga
Dinas Sosial, Pemuda dan Olah Raga
Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
Dinas Tata Kota dan Perumahan
Dinas Penerangan Jalan dan pengelolaan Reklame
Sekretariat Daerah
Badan Kepegawaian Daerah
Bappeda
Inspektorat
BPPT
Sekretariat Dewan
DPRD
Kepala Daerah Walikota
Kantor Satpol PP
BPBD
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Dinas Koperasi dan UKM
Badan Kesbangpolinmas
Dinas Kelautan dan Perikanan
Kantor Perpustakaan dan Arsip
Dinas PSDA dan ESDM
Dinas Kebakaran
Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika
Badan Lingkungan Hidup
Kantor Diklat
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Dinas Pasar
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Dinas Pertanian
Kantor Ketahanan Pangan
Bapermas
37
Kecamatan
Badan Diklat PKN BPK RI
Keterangan
SKPD ES II
SKPD ES II
BLUD Direktur
SKPD ES II
SKPD ES II
SKPD ES II
SKPD ES II
SKPD ES II
SKPD ES II
SKPD ES II
SKPD ES II
SKPD ES II
SKPD ES II
SKPD ES II
SKPD ES II
SKPD ES II
SKPD ES III
SKPD ES II
SKPD ES II
SKPD ES II
SKPD ES II
SKPD ES II
SKPD ES II
SKPD ES III
SKPD ES II
SKPD ES II
SKPD ES II
SKPD ES II
SKPD ES III
SKPD ES II
SKPD ES II
SKPD ES II
SKPD ES II
SKPD ES II
SKPD ES III
SKPD ES II
Sebanyak 16
Kecamatan
Setingkat Es III
55
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
Kebijakan Akuntansi
Sebagaimana diamanatkan Undang-undang No. 17 tahun 2003 pasal 32 bahwa
bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD disusun dan disajikan
sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Penyusunan Laporan Keuangan
Pemerintah Kota Semangka Jaya telah mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 71
tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), dimana Lapoan Keuangan yang
disusun sebanyak 7 (tujuh) terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, Laporan
Operasional (LO), Laporan Arus Kas (LAK), Laporan Perubahan SILPA (SAL), Laporan
Perubahan Ekuitas ( LPE), dan Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK).
Pemerintah Kota Semangka baru menerapkan Akuntansi Berbasis Akrual penuh
sejak Tahun 2015. Pada Tahun 2014 LKPD Pemerintah Kota Semangka Jaya telah diperiksa
BPK dengan opini WTP dan dipertanggungjawabkan kepada DPRD.
Pengungkapan Informasi Penting Lainnya
1.
Di lingkungan Pemerintah Kota Semangka Jaya telah ada penggantian manajemen
selama tahun berjalan pada tahun 2015, antara lain :
a. Pergantian Jabatan Walikota Semangka Jaya Periode Masa Jabatan tahun 20152019. Telah terpilih melalui Pilkada Langsung pada Tahun 2015. Sementara itu
sepanjang Tahun 2015 ditunjuk Plt. Walikota Sdr. Jaka Sultana (Asisten Sekda
Provinsi Idaman).
b. Adanya kekosongan jabatan Sekda Kota Semangka Jaya, untuk kelanjutan dan
kelancaran pelaksanaan tugas dan pembangunan di Pemerintah Kota Semangka
Jaya, serta menunggu pengisian pejabat yang definitif Sekda Kota Semangka Jaya,
perlu ditunjuk Pejabat Pelaksana Tugas Sekda Kota Semangka Jaya.
c. Dalam rangka meningkatkan kinerja di lingkungan PNS Pemerintah Kota Semangka
Jaya dan untuk mengisi kekosongan jabatan maka dilaksanakan mutasi pejabat
struktural di lingkungan Pemerintah Kota Semangka Jaya, dengan rincian sebagai
berikut :
1) Eselon II sebanyak 19 orang
2) Eselon III sebanyak 68 orang
2. Pengelolaan Pendapatan PBB sektor Perkotaan baru diserahkan dari Pemerintah Pusat
kepada Pemerintah Kota pada Tahun 2014. Sampai dengan Tahun 2015 proses validasi
data wajib pajak terkait penetapan pajak dan data base piutang pajak masih berjalan.
Badan Diklat PKN BPK RI
56
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
3. Pengelolaan Keuangan RSUD yang berbentuk BLUD selain yang berasal dari APBD
dikelola secara tersendiri dan belum menjadi bagian dalam LKPD .
Laporan Keuangan
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kota Semangka Jaya tersedia dalam Soft
Copy yang diberikan Panitia.
Badan Diklat PKN BPK RI
57
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
KASUS PERENCANAAN PEMERIKSAAN
1.
Pemahaman Entitas
a. Lakukan pemahaman entitas berdasarkan informasi yang tersedia
b. Buat catatan terhadap hal-hal yang akan berdampak terhadap LKPD dengan
form matriks sebagai berikut:
(File 02 LEMBAR KERJA PEMAHAMAN ENTITAS)
Informasi Yang dipertimbangkan
Dokumentasi yang
diperlukan
untuk
pemahaman lebih
lanjut
Jelaskan
dampak
informasi
tersebut
terhadap risiko salah
saji LKPD
1.
Faktor
Regulasi
Pengelolaan
Keuangan
Daerah
(misalnya
perubahan aturan secara nasional
dll)
2. Sifat Khusus dari Entitas yang
diperiksa (misalnya proses bisnis
tertentu, pertanggungjawaban LK
dll)
3. Pemilihan dan penerapan kebijkan
akuntansi
(misalnya
metode
penyusutan AT dll)
4. Tujuan dan strategi terkait dengan
risiko bisnis entitas (penerapan
Perda dan pejabat baru dll)
5. Pengukuran dan Review atas
Kinerja Keuangan Entitas (misalnya
tersedia sistem pengukuran dan
review, laporan penilaian kinerja
dll)
Kesimpulan:
Informasi dari lingkungan Entitas yang memadai telah tersedia/belum tersedia untuk
menilai Risiko Salah Saji Laporan Keuangan.
c. Presentasikan hasil pemahaman entitas di depan kelas
2. Prosedur Analisis Awal
a. Berdasarkan informasi dalam laporan keuangan lakukan prosedur analisis
awal
b. Gunakan form prosedur analisis awal yang telah tersedia.
(File 03 LEMBAR KERJA PROSEDUR ANALISIS AWAL)
 Prosedur Analisis Vertikal
 Prosedur Analisis Horisontal
 Prosedur Analisis awal lainnya
c. Berikan catatan atas selisih/penyimpangan yang terjadi, kemudian tentukan
kemungkinan penyebabnya
Badan Diklat PKN BPK RI
58
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
d. Susun prosedur untuk menelusuri terjadinya selisih tersebut
e. Presentasikan hasil prosedur analisis awal di depan kelas
3. Pemahaman SPI
a. Lakukan pemahaman atas SPI Entitas
b. Selain berdasarkan informasi yang tersedia anda dapat menggunakan
Informasi Real terkait entitas yang akan anda periksa
c. Pemahaman SPI level Entitas
d. Pemahaman SPI level Siklus
e. Form Pemahaman SPI tersedia di (File 04 a dan File 04 b LEMBAR KERJA
PEMAHAMAN SPI)
f.
Presentasikan hasil pemahaman SPI di depan kelas
4. Penentuan Materialitas Awal
a. Dalam perencanaan pemeriksa menetukan batas materialitas awal
b. Cari Informasi Real terkait entitas yang akan anda periksa
c. Tetapkan prosentase materialitas awal dengan pertimbangan indikator
sebagai berikut:
Matriks Penetapan Tarif Materialitas Awal
No.
Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi
Skor
Kriteria
1
Opini terakhir tahun
sebelumnya
Skor 3 jika opini tahun sebelumnya WTP, skor 2
jika opini tahun sebelumnya WDP, dan skor 1
jika opini tahun sebelumnya TW atau TMP
2
Hasil pemeriksaan tahun
anggaran yang diperiksa
Semakin banyak permasalahan signifikan yang
ditemukan
BPK
dalam
pemeriksaan
sebelumnya, baik dari pemeriksaan kinerja,
pemeriksaan PDTT, maupun pemeriksaan
interim/pendahuluan maka skor semakin kecil.
3
Efektivitas tindak lanjut
Semakin tidak efektif penyelesaian tindak
lanjut, maka skor akan semakin kecil.
4
Integritas personil kunci
Penilaian
Integritas
personil
kunci
mempertimbangkan rekam jejak personil kunci,
serta sosialisasi dan penegakan peraturan
disiplin pegawai, serta tingkat kepedulian
personil kunci terhadap kelancaran proses
Badan Diklat PKN BPK RI
1
2
3
59
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
No.
Buku Peserta
Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi
Skor
Kriteria
1
2
3
pemeriksaan.Semakin diragukan integritas
personil kunci, maka skor akan semakin kecil.
5
Efektivitas atas Sistem
Pengendalian Intern
Semakin tidak efektif SPI maka skor akan
semakin kecil
6
Potensi adanya kecurangan
(fraud) dalam dua tahun
anggaran terakhir
Semakin besar potensi kecurangan maka skor
yang diberikan semakin besar
Sub Total
Total
d. Penetapan Nilai Materialitas dengan format dokumentasi sebagai berikut:
Dasar
Penetapan :
Materialitas
Total Belanja
Nilai Dalam LK
Rp
:
(alasan)
Pertimbangan Tingkat :
Materialitas
Ref Ke Matriks Pertimbangangan Materialitas
Awal
Tingkat Materialitas
:
%
Materialitas Awal
:
Interpretasi
:
Dampak Salah Saji terhadap perencanaan dan
kesimpulan pengujian
e. Alokasikan Materialitas awal untuk keseluruhan LK ke dalam materialitas
level akun (Tolerable Misstatement)
f. Form Penetapan Materialitas Awal dan Alokasi TM terdapat di File 04
LEMBAR KERJA PENETAPAN MATERIALITAS AWAL
g. Presentasikan hasil penetapan materialitas awal di depan kelas
Badan Diklat PKN BPK RI
60
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
Penilaian Risiko
a. Dalam penilaian risiko pemeriksaan LKPD
Buku Panduan menetapkan Risiko Pemeriksaan (Audit Risk ) sebesar 5% dan
Risiko Bawaan Level Akun sesuai tabel dalam Form 05 Matriks Penilaian
Risiko Bawaan.
b. Dengan pertimbangan hal tersebut dan hasil pemahaman SPI, anda harus
melengkapi Matriks Penilaian Risiko serta strategi pemeriksaannya
c. Presentasikan hasil penilaian risiko awal di depan kelas
Badan Diklat PKN BPK RI
61
Buku Peserta
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Lampiran 1/a
Contoh:
Badan Diklat PKN BPK RI
Hal. 62
Buku Peserta
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Lampiran 1/b
Contoh:
Badan Diklat PKN BPK RI
Hal. 63
Buku Peserta
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Lampiran 1/c
Contoh:
Badan Diklat PKN BPK RI
Hal. 64
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
Lampiran 1/d
Contoh:
Badan Diklat PKN BPK RI
Hal. 65
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
Lampiran 1/e
Contoh:
Badan Diklat PKN BPK RI
Hal. 66
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
Lampiran 2
Contoh:
Badan Diklat PKN BPK RI
Hal. 67
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Buku Peserta
DAFTAR PUSTAKA
Griffiths, Phill. 2005. Risk based Auditing, Gower Publishing.
Pickett, Spencer, Willey. 2006. KH. Audit Planning : A risk Based Approach.
Beasley, Elder., 2010. Auditing and Assurance Services, 13th edition.
BPK RI. 2014. Keputusan BPK RI No. 4/K/I-XIII.2/7/2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pemeriksaan Keuangan BPK RI.
BPK RI. 2012. Keputusan BPK RI No. 2/K/I-XIII.2/7/2012 tentang Petunjuk Teknis Pemahaman
dan Pengujian SPI.
BPK RI. 2016. Keputusan BPK RI No. 3/K/I-XIII.2/3/2016 tentang Panduan Pemeriksaan LKPD
Tahun 2016
BPK RI. 2014. Keputusan BPK RI No. ./K/I-XIII.2/./2014 tentang Petunjuk Teknis Penilaian
Risiko
BPK RI. 2014. Keputusan BPK RI No. 8/K/I-XIII.2/8/2014 tentang Petunjuk Teknis Uji Petik
Pemeriksaan Keuangan
BPK RI. 2013. Keputusan BPK RI No. 5/K/I-XIII.2/10/2013 tentang Petunjuk Teknis Penetapan
Batas Materialitas
BPK RI, 2017. Peraturan BPK No. 1 tahun 2017 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan
Negara
Badan Diklat PKN BPK RI
Badan Diklat PKN BPK Badan DiklatHal.
PKN68BPK RI
Buku Peserta
Pemeriksaan Berbasis Risiko 1
Tim Penyusun
Pengarah
: Dwi Setiawan Susanto
Penanggung Jawab dan Penyunting
: Palupi Widyanthi
Perevisi
: Jarot Sembodo
Sekretariat
:
1. Caesar Rudy Rahardjo
2. Dewi Sarwoassri Wijayakusuma
© 2018 Bidang Standarisasi
Saran dan kritik dapat disampaikan ke:
palupi.widyanthi@bpk.go.id
Badan Diklat PKN BPK RI
Hal. 69
Download