Ketua Tim Yunior Excellence Learning Center Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 BUKU PESERTA Badan Diklat Pemeriksaan Keuangan Negara BPK RI Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta KATA PENGANTAR Pendidikan dan pelatihan (diklat) peran dalam keluarga jabatan fungsional pemeriksa (JFP) merupakan diklat yang memberikan keahlian kepada pemeriksa untuk dapat melaksanakan peran dan tanggung jawab dalam jenjang peran yang dituju. Diklat peran JFP merupakan salah satu syarat untuk dapat diangkat dalam peran tersebut. Diklat peran JFP diberikan untuk setiap jenjang peran yaitu ATY, ATS, KTY, KTS, PT dan PM. Keahlian yang diberikan telah dirancang dalam suatu kurikulum, silabus, dan modul diklat sebagai hasil penjabaran standar kompetensi, baik teknis maupun perilaku. Dengan demikian, peserta yang lulus diklat ini diharapkan memiliki kompetensi yang diperlukan untuk dapat melaksanakan tugas sesuai perannya, sehingga layak diangkat dalam peran yang dituju. Modul diklat peran JFP dikembangkan dengan bantuan narasumber BPK yang kompeten. Modul juga dilengkapi kasus-kasus yang diadaptasi dari persoalan riil yang dihadapi pemeriksa keuangan negara. Diklat peran ini juga mengadopsi metode pembelajaran orang dewasa (andragogy) yang mengutamakan keaktifan peserta diklat dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Instrumen evaluasi yang digunakan juga senantiasa diperbaiki agar penilaian yang dihasilkan dapat menggambarkan kondisi yang sesungguhnya. Seluruh rancangan yang terintegrasi, mulai dari kurikulum, silabus, modul, alat bantu pembelajaran, fasilitator, dan metode evaluasi yang telah kami perbaharui ini merupakan kumpulan perangkat diklat yang diharapkan dapat mendukung implementasi pembelajaran berbasis kompetensi, demi tercapainya tujuan pembelajaran yang efektif. Proses pembelajaran akan dirancang secara berkelanjutan dan sejalan dengan praktik pemeriksaan keuangan negara di BPK. Melalui pendidikan berkelanjutan pada program Excellence Learning Center di Badan Diklat PKN BPK RI. Untuk menjamin pembentukan keahlian pemeriksa sesuai standar dan metodologi pemeriksaan keuangan negara yang sejalan dengan perkembangan best practice. Jakarta, 23 Juli 2018 Salam Sukses Pendidikan Kepala Pusat Standarisasi dan Evaluasi Pendidikan dan Pelatihan Dwi Setiawan Susanto, S.E., M.Si., Ak. NIP 196911261996031001 Badan Diklat PKN BPK RI i Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta STANDAR KOMPETENSI TEKNIS PEMERIKSA LEVEL KETUA TIM YUNIOR (KTY) Badan Diklat PKN BPK RI ii Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................................................................................................................ i STANDAR KOMPETENSI TEKNIS PEMERIKSA LEVEL KETUA TIM YUNIOR (KTY) ............................ ii DAFTAR ISI ........................................................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 1 A. Deskripsi Singkat Mata Diklat……………………………………………………………... 1 B. Tujuan Pembelajaran………………………………………………………………………. 1 C. Metodologi Pembelajaran………………………………………………………………… 1 D. Deskripsi Singkat Struktur Modul………………………………………………………… 2 E. Standar Kompetensi Mata Diklat…………………………………………………………. 4 BAB II KONSEP PEMERIKSAAN BERBASIS RISIKO (RISK BASED AUDIT) PADA PEMERIKSAAN KEUANGAN ........................................................................................................................................... 5 A. Gambaran Umum Risk Based Audit (RBA)……………………………………………….. 5 B. Penilaian Risiko dalam Pemeriksaan Keuangan………………………………………….. 16 BAB III ANALISIS ATAS RISIKO BAWAAN (INHERENT RISK) ........................................................... 19 BAB IV MENETAPKAN MATERIALITAS ............................................................................................. 23 A. Gambaran Umum Materialitas 24 B. Metodologi Penetapan Materialitas……………………………………………………… 26 C. Hubungan Risiko Audit dengan Materialitas……………………………………………... 30 BAB V MENENTUKAN STRATEGI PEMERIKSAAN............................................................................. 32 BAB VI SAMPLING DALAM PENGUJIAN SUBTANTIF ....................................................................... 37 A. Maksud dan Tujuan Uji Petik……………………………………………………………… 37 B. Uji Petik dalam Pengujian Substantif……………………………………………………... 39 BAB VII SIMPULAN ............................................................................................................................. 51 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................. 68 Badan Diklat PKN BPK RI iii Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Perbandingan antara RBA dengan Pemeriksaan Tradisional Tabel 3.1 Formulir Penilaian Risiko Bawaan Tingkat Akun Tabel 4.1 Hubungan materialitas dan risiko pemeriksaan serta banyaknya bukti yang harus diperoleh Tabel 5.1 Pengembangan Strategi Pemeriksaan Tabel 5.2 Penentuan Risiko Deteksi Badan Diklat PKN BPK RI iv Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Tahapan Pemeriksaan Keuangan Gambar 2.2 Hubungan antar Risiko dalam Prosedur Pemeriksaan Gambar 2.3 Hubungan antar Risiko Gambar 2.4 Alur Keputusan Strategi Pemeriksaan Gambar 6.3 Tahap Uji Petik Pemeriksaan Gambar 6.4. Menu Utama Aplikasi Uji Petik Badan Diklat PKN BPK RI v Buku Peserta BAB I PENDAHULUAN A. Deskripsi Singkat Mata Diklat Mata diklat ini dimaksudkan untuk mempersiapkan para ketua tim yunior agar dapat memiliki pemahaman yang memadai dan dapat menerapkan Risk Based Audit saat melakukan pemeriksaan keuangan pada entitas yang akan diperiksa. B. Tujuan Pembelajaran Peserta dapat menjelaskan dan menerapkan pendekatan Pemeriksaan Berbasis Risiko (Risk Based Audit Approach) secara memadai. Indikator Keberhasilan mata diklat RBA, yaitu peserta diklat mampu: Memahami dan menjelaskan konsep Risiko Audit dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menerapkan analisis dan penilaian Risiko Audit dalam Pemeriksaan Keuangan. Menetapkan Materialitas dan Tolerable Misstatement berdasarkan hasil penilaian risiko audit Menerapkan strategi pemeriksaan yang tepat sesuai hasil penilaian risiko audit. Menetapkan dan mengevaluasi sampel pengujian substantif dalam pemeriksaan keuangan. C. Metodologi Pembelajaran Agar peserta diklat memiliki kemampuan menerapkan Risk Based Audit Approach dalam pemeriksaan maka proses belajar mengajar menggunakan pendekatan andragogi. Dalam pendekatan ini, peserta didorong untuk berpartisipasi secara aktif melalui komunikasi dua arah. Metode yang digunakan merupakan kombinasi dari ceramah, tanya jawab, diskusi, dan latihan soal/kasus. Peta Mata Diklat RBA tingkat KTY dikaitkan dengan Mata diklat pada diklat fungsional, diklat teknis, serta perangkat lunak pemeriksaan (Juklak, Juknis dan Panduan Pemeriksaan dapat dilihat pada gambar sebagai berikut: Badan Diklat PKN BPK RI 1 Hal. 1 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta Gambar 1.1. Peta Mata Diklat RBA Pemeriksaan Keuangan Instruktur membantu peserta dalam memahami materi melalui ceramah, dimana dalam proses ini peserta diberikan kesempatan untuk melakukan tanya jawab. Agar proses pendalaman materi dapat berlangsung dengan baik, dilakukan pula diskusi kelompok, sehingga peserta diklat benar-benar dapat secara aktif terlibat dalam proses belajar mengajar. Dalam proses pembelajaran pada materi ini disertakan pula latihan soal dan kasus untuk membantu peserta dalam mempercepat dan mempermudah memahami materi. Metode pembelajaran untuk membantu menerapkan metode pemeriksaan dilakukan dengan simulasi sesuai pelaksanaan pemeriksaan lapangan (field-audit), dan setelah itu peserta diharapkan dapat mempresentasikan hasil simulasi yang telah dilakukan. D. Deskripsi Singkat Struktur Modul Buku Peserta ini disusun dengan kerangka bahasan sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan penjelasan umum sebagai gambaran menyeluruh atas isi Buku Peserta meliputi: Deskripsi Singkat Mata Pelajaran, Tujuan Pembelajaran, Metodologi Pembelajaran, deskripsi singkat struktur modul, dan standar kompetensi mata diklat. Badan Diklat PKN BPK RI 2 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 BAB II Buku Peserta KONSEP PEMERIKSAAN BERBASIS RISIKO (RISK BASED AUDIT) PADA PEMERIKSAAN KEUANGAN Bab ini memuat tentang Gambaran Umum Risk Based Audit (RBA) dan Hubungan antara Identifikasi Risiko dengan Proses Pemeriksaan. BAB III ANALISIS ATAS RISIKO BAWAAN (INHERENT RISK) Bab ini memuat tentang Analisis Risiko Bawaan pada Tingkat Entitas (Entity Level) maupun pada Tingkat Akun (Account Level). BAB IV MENETAPKAN MATERIALITAS Bab ini memuat tentang Pengertian Gambaran Umum Materialitas, Metodologi Penetapan Materialitas, Hubungan Risiko Audit dengan Materialitas. BAB V MENENTUKAN STRATEGI PEMERIKSAAN Bab ini memuat tentang pengembangan strategi pemeriksaan berdasarkan hasil dari tahapan-tahapan sebelumnya, terutama penilaian atas risiko-risiko dalam pemeriksaan keuangan dan penetapan batas materialitas. BAB VI SAMPLING DALAM PENGUJIAN SUBTANTIF Bab ini memuat maksud dan tujuan Uji Petik dan penerapannya dalam Pengujian Substantif. BAB VII SIMPULAN Bab ini memuat tentang inti bahasan dari BAB I s.d. BAB VI. Badan Diklat PKN BPK RI 3 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta E. Standar Kompetensi Mata Diklat Badan Diklat PKN BPK RI 4 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta BAB II KONSEP PEMERIKSAAN BERBASIS RISIKO (RISK BASED AUDIT) PADA PEMERIKSAAN KEUANGAN Setelah mempelajari materi ini peserta dapat memahami dan menerapkan pendekatan Pemeriksaan Berbasis Risiko (Risk Based Audit Approach) secara memadai A. Gambaran Umum Risk Based Audit (RBA) 1. Pengertian Risiko mempunyai pengaruh yang penting di dunia pemeriksaan (auditing), karena hampir seluruh pekerjaan audit selalu mengandung risiko. Dalam melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan, pemeriksa berusaha untuk memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance) apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau basis akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Salah saji (misstatement) tersebut dapat disebabkan oleh kekeliruan (error) berupa penghilangan secara tidak disengaja baik jumlah maupun pengungkapan (disclosure) di laporan keuangan (misal estimasi akuntansi yang tidak masuk akal akibat adanya kecerobohan/salah tafsir terhadap fakta transaksi) atau sebagai akibat dari adanya tindak kecurangan (fraud) di laporan keuangan, yang menyangkut manipulasi dokumen baik berupa salah representasi maupun penghilangan bagian laporan keuangan tertentu secara sengaja (misal window dressing, lapping, penggelapan tanda terima barang/uang maupun pencurian aktiva). Potensi timbulnya risiko akan semakin besar apabila pemeriksa gagal menerapkan metodologi dan prosedur pemeriksaan dengan tepat. Hal ini lebih dikenal sebagai risiko pemeriksaan (audit risk), dimana pemeriksa tanpa disadari tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya atas laporan keuangan yang mengandung salah saji material. Selama ini BPK RI telah melakukan pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah, sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Badan Diklat PKN BPK RI 5 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta Laporan Keuangan tersebut merupakan wujud pertanggungjawaban Pemerintah atas pelaksanaan APBN untuk pemerintah pusat ataupun APBD untuk pemerintah daerah. Dalam menyusun laporan keuangannya, Pemerintah diharuskan berpedoman pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Pemeriksaan atas Laporan keuangan merupakan jenis pemeriksaan yang bertujuan untuk pemberian opini atas kewajaran laporan keuangan dalam semua hal yang material sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Pemeriksaan dilakukan berdasarkan standar pemeriksaan yang ditetapkan dengan Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia dalam bentuk Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN). SPKN menyatakan secara eksplisit bahwa pemeriksa harus melakukan penilaian risiko atas salah saji material yang mungkin timbul karena adanya kecurangan maupun kesalahan pada informasi dalam laporan keuangan atau data keuangan lain yang secara signifikan terkait dengan tujuan pemeriksaan. Pemeriksaan berbasis risiko (Risk Based Audit (RBA)) merupakan suatu metode audit yang dapat diterapkan oleh pemeriksa dalam melaksanakan tugas pemeriksaannya agar pemeriksaan dapat berjalan secara efektif dan efisien. Dalam menerapkan RBA, pemeriksa perlu mendalami aspek-aspek apa saja yang terdapat dalam RBA agar pemeriksa dapat menyusun dan menjalankan program pemeriksaannya selaras dengan prinsip RBA tersebut. Secara umum pengertian Risk Based Audit (RBA) adalah suatu pendekatan audit yang memberikan fokus pemeriksaan pada area/akun laporan keuangan yang memiliki risiko tinggi atas terjadinya salah saji. Pendekatan ini muncul karena adanya pemikiran atas kompleksitas dan luasnya cakupan entitas yang diperiksa, sedangkan institusi yang melakukan pemeriksaan memiliki keterbatatasan sumber daya, seperti jumlah pemeriksa yang tidak mencukupi, biaya pemeriksaan yang belum memadai ataupun jumlah hari pemeriksaan yang terbatas. Kompleksitas dan luasnya cakupan entitas yang diperiksa juga tidak memungkinkan bagi pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan dengan menguji keseluruhan populasi (100% testing) karena selain tidak efektif juga tidak efisien. Oleh karena itu, meskipun dengan keterbatasan sumber daya yang ada, fokus pemeriksaan harus diarahkan pada area-area yang berisiko tinggi agar hasil audit BPK (opini) bebas dari risiko kesalahan audit dan dapat memenuhi harapan masyarakat berupa hasil audit yang berkualitas tinggi. Proses identifikasi risiko dalam RBA dimulai dari identifikasi risiko yang terdapat pada tingkat entitas (entity level), risiko yang terdapat pada tingkat proses atau Badan Diklat PKN BPK RI 6 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta siklus entitas (process level), dan kemudian identifikasi risiko yang terjadi pada tingkat akun (account level). Melalui proses identifikasi risiko tersebut, diharapkan pemeriksa dapat merancang prosedur pemeriksaan secara efektif dan efisien yaitu fokus pada area-area yang bermasalah (berisiko tinggi). 2. Tujuan dan Manfaat RBA RBA bertujuan untuk memberikan keyakinan, pemahaman, dan pendalaman mengenai risiko kepada pemeriksa maupun kepada entitas terperiksa. Metode RBA tidak hanya memberikan manfaat bagi pemeriksa namun juga bagi entitas yang diperiksa. Manfaat RBA bagi pemeriksa antara lain: Pemeriksa dapat menyusun dan melaksanakan prosedur audit lebih efektif dan efisien. Pemeriksa dapat mengurangi (memitigasi) risiko dalam pelaksanaan audit. RBA memberikan pendekatan audit sistematis dan unggul yang terfokus pada pengurangan risiko. Membantu pemeriksa untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik atas kegiatan operasi entitas yang diperiksa. Sedangkan manfaat RBA bagi entitas terperiksa antara lain: Entitas terperiksa dapat memperoleh tingkat jaminan yang lebih tinggi atas proses dan hasil audit. RBA dapat membantu entitas terperiksa dalam peningkatan proses manajemen, pengelolaan dan pengendalian risiko dalam rangka mencapai tujuan organisasi. RBA dapat memberikan nilai tambah bagi entitas terperiksa melalui rekomendasi/saran yang terkait dengan peningkatan kinerja organisasi dan bagaimana pengelolaan risiko operasi yang baik. RBA dapat membantu entitas terperiksa dalam meningkatkan pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG). Badan Diklat PKN BPK RI 7 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta Apabila pemeriksaan dengan pendekatan lama (tradisional) dibandingkan dengan RBA maka RBA relatif lebih unggul sebagaimana dideskripsikan dalam Tabel 2.1 berikut: No 1 2 3 4 5 Tabel 2.1 Perbandingan antara RBA dengan Pemeriksaan Tradisional Perbedaan Pendekatan Lama/Tradisional Pendekatan RBA Audit Lebih mengutamakan area finansial Semua aktivitas usaha, Universe dan kepatuhan kepada kebijakan dan khususnya yang mengandung prosedur internal risiko usaha (business risk) Tujuan Memastikan bahwa pengendalian Lebih kepada memberikan Pemeriksaan internal bekerja secara efektif dan kepastian (assurance) bahwa berperan dalam meningkatkan risiko yang diidentifikasi telah efisiensi, tanpa melihat keberadaan dikurangi ke tingkat yang dapat pengendalian internal dalam diterima mengendalikan risiko. Rencana Siklus pemeriksaan ditetapkan Siklus pemeriksaan berkala Pemeriksaan secara berkala dan biasanya dengan waktu yang Tahunan dilakukan secara mendadak terencana. (surprise pemeriksaan) Pemeriksaan lebih Tanpa memperhatikan tingkat diprioritaskan pada area yang risiko. berisiko tinggi. Tugas Berdasarkan seperangkat rencana Tugas lapangan lebih kepada Lapangan kerja (work plan) namun seringkali memastikan bahwa entitas telah tanpa tujuan spesifik. mengidentifikasi, mengendalikan dan memantau semua risiko yang ada. Pengujian Masih tetap menggunakan Pengujian bertujuan untuk teknik pengujian yang sama, mengonfirmasi apakah pengendali tetapi lebih memastikan bahwa bekerja tanpa melihat pentingya pengendali kunci (key control) keberadaan tersebut dalam mampu mencegah, mendeteksi mencegah, mendeteksi dan dan mengoreksi adanya salah mengoreksi adanya salah saji. saji (mengurangi risiko). Lebih mengarah kepada penemuan kesalahan walaupun tidak material yang berakibat tebalnya hasil laporan. Penerapan RBA dalam pemeriksaaan keuangan dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu: 1. Perencanaan pemeriksaan (Planning audit) Pada tahap perencanaan beberapa langkah pemeriksaan yang dilaksanakan antara lain pemahaman entitas, identifikasi dan analisis risiko, menyusun strategi pemeriksaan yang mengarah pada risiko-risiko yang teridentifikasi, menetapkan materialitas, dan lain-lain. 2. Pemeriksaan Interim (Interim audit) Tahap interim adalah pemeriksaan yang dilaksanakan sebelum berakhirnya tanggal Neraca (31 Desember 20XX) dan umumnya dilaksanakan pada Bulan Oktober sampai dengan Desember. Pada fase ini beberapa langkah pemeriksaan yang dilaksanakan Badan Diklat PKN BPK RI 8 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta antara lain melakukan pemahaman Sistem Pengendalian Internal (SPI), uji pengendalian, dan uji substantif terbatas atas risiko yang telah diidentifikasi pada saat perencanaan. Pengujian di fase interim ini akan membantu mengurangi beban kerja pada saat fase akhir tahun (final) dan juga untuk menilai efektifitas SPI entitas. 3. Pemeriksaan akhir tahun (final year audit) Pelaksanaan Pemeriksaan akhir tahun (atau lazim pula dikenal sebagai pemeriksaan terinci) adalah tahap pemeriksaan yang dimulai setelah laporan keuangan entitas diserahkan ke BPK. Pada tahap ini, pemeriksa antara lain melakukan uji pengendalian1. Uji pengendalian dilakukan bila pemeriksa yakin bahwa tingkat pengendalian entitas cukup efektif. Sebaliknya, bila pemeriksa beranggapan bahwa pengendalian entitas tidak efektif maka pemeriksa akan melakukan pengujian substantif mendalam. Selain itu, pemeriksa akan mereviu keseluruhan aspek-aspek yang disajikan dan diungkapkan di dalam laporan keuangan. Keseluruhan tahapan pemeriksaan di atas merupakan satu rangkaian yang saling berhubungan dan saling mendukung dalam siklus pemeriksaan laporan keuangan. BPK menerapkan ketiga tahapan pemeriksaan di atas dengan membagi fase pemeriksaan keuangannya menjadi tiga tahapan, yakni: perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan pemeriksaan, sebagaimana diilustrasikan oleh gambar2.1 berikut ini: 1 Uji pengendalian yang dapat dilakukan pada tahap pelaksanaan adalah uji dokumen. Observasi/ walktrhough hanya relevan dan dapat dilakukan pada tahun periode laporan keuangan Badan Diklat PKN BPK RI 9 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta Gambar 2.1 Tahapan Pemeriksaan Keuangan 3. Hubungan Antar Risiko Selama proses pemeriksaan, pemeriksa selalu menghadapi ketidakpastian (uncertainty). Contohnya ketidakpastian atas kecukupan dan ketepatan bukti pemeriksaan, ketidakpastian atas tingkat efektivitas SPI entitas dan ketidakpastian apakah entitas telah menyajikan laporan keuangan secara wajar dalam hal-hal yang bersifat material. Kunci utama agar tercapai hasil pemeriksaan yang berkualitas adalah pemeriksa mampu memperhitungkan segala ketidakpastian tersebut dengan cermat selama melaksanakan pemeriksaan. Dalam pemeriksaan keuangan, ketidakpastian tersebut diukur dengan risiko. Kita mengenal beberapa jenis risiko yaitu: risiko bisnis (business risk), risiko bawaan (inherent risk), risiko pengendalian (control risk), risiko deteksi (detection risk), risiko pemeriksaan (audit risk), dan risiko kecurangan (fraud risk). a. Risiko Bisnis (Business Risk) Risiko bisnis adalah risiko gagalnya entitas dalam mencapai tujuannya. Risiko bisnis dapat berasal dari faktor internal maupun eksternal. Dalam konteks sektor Badan Diklat PKN BPK RI 10 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta publik, risiko bisnis yang berasal dari faktor internal misalnya: kondisi entitas (jumlah satker, sebaran satker secara geografis, dll), kompetensi sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki entitas dalam bidang akuntansi atau pelaporan keuangan, prosedur dan kebijakan SDM entitas, kelengkapan infrastruktur yang dapat menunjang operasional entitas, efektivitas pengawasan internal, manajemen risiko entitas, dan lain-lain. Sedangkan faktor eksternal misalnya: hubungan dengan para pemangku kepentingan, dasar hukum dan peraturan yang mempengaruhi faktor sosial, ekonomi, dan politik yang memengaruhi entitas, dan lain-lain. Tidak ada faktor-faktor yang baku dalam menganalisis risiko bisnis entitas. Pemeriksa menganalisis semua faktor-faktor internal dan eksternal yang mungkin berpengaruh terhadap pencapaian tujuan entitas. Pemeriksa dapat menggunakan hasil kuesioner SPI tingkat entitas (SPI COSO) dalam mengidentifikasi faktor-faktor internal yang merupakan isu-isu signifikan. Selain itu hasil lain dalam pemahaman entitas dapat digunakan sebagai input faktorfaktor internal maupun eksternal. Hasil identifikasi atas risiko bisnis dituangkan dalam Matrik Risiko Bisnis (MRB) seperti terlihat pada Lampiran 1. b. Risiko bawaan (Inherent risk) Risiko bawaan adalah risiko terjadinya salah saji (misstatement) yang material terhadap suatu asersi dalam laporan keuangan, dengan asumsi tidak terdapat pengendalian memadai yang berhubungan langsung untuk mencegah terjadinya risiko tersebut. Risiko bawaan tingkat entitas diidentifikasi dengan menggunakan MRB sedangkan risiko bawaan pada tingkat akun diidentifikasi dengan menggunakan Formulir Penilaian Risiko Bawaan Tingkat Akun2. Risiko bawaan tingkat entitas tidak lain adalah faktor-faktor baik internal maupun eksternal yang secara signifikan berpengaruh dalam kewajaran laporan keuangan. Sumber informasi yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi risiko bawaan antara lain berasal dari: 1) pemahaman tujuan pemeriksaan dan harapan penugasan; 2) pemahaman entitas; 3) analisis pemantauan tindak lanjut; dan 4) prosedur analitis awal. 2 Dibahas dalam BAB III Badan Diklat PKN BPK RI 11 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta Penilaian awal atas risiko bawaan dilakukan pada tahap perencanaan, namun jika selama proses pemeriksaan ditemukan fakta-fakta baru yang mempengaruhi penilaian risiko bawaan, maka pemeriksa harus merevisi dan menilai ulang risiko bawaan yang telah ditetapkan awal dengan penyesuaian kecukupan bukti-bukti pemeriksaan. Pengukuran dan analisis Risiko Bawaan akan dibahas secara rinci selanjutnya dalam modul ini. c. Risiko Pengendalian (Control Risk) Risiko pengendalian merupakan risiko salah saji material yang dapat terjadi dalam suatu asersi dimana SPI entitas tidak dapat mencegah atau mendeteksi secara tepat waktu (timely basis). Pengendalian internal tidak akan pernah sempurna, setiap SPI yang dirancang dan diselenggarakan entitas masih memiliki keterbatasan bawaan yang melekat dalam setiap pengendalian. Untuk menilai risiko pengendalian dengan tepat, pemeriksa harus memahami pengendalian internal entitas dan melaksanakan prosedur pemeriksaan untuk menentukan apakah pengendalian tersebut telah didesain dan berjalan dengan efektif. Pemeriksa menilai keseluruhan tingkat risiko pengendalian untuk setiap siklus transaksi berisiko yang teridentifikasi dari hasil analisis matriks risiko bisnis (MRB) sebagaimana yang telah disusun pada saat menyusun risiko bisnis. Proses penilaian risiko pengendalian dijelaskan dalam mata diklat Penilaian SPI dengan menggunakan Matriks Risiko Pengendalian (MRP) atau Control Risk Matrix (CRM). Pengukuran dan analisis Risiko Pengendalian telah dibahas pada Mata Diklat Penilaian SPI dan secara rinci merujuk pada Juknis Pemahaman dan Pengujian SPI dalam Pemeriksaan Keuangan. d. Risiko Kecurangan (Fraud Risk) Definisi Fraud adalah kecurangan atau penipuan dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan secara material maupun non-material. Aspek kecurangan di pemeriksaan laporan keuangan seringkali didefinisikan sebagai salah saji di dalam laporan keuangan yang sengaja dilakukan. Ada dua jenis fraud dalam pemeriksaan laporan keuangan, yakni : kecurangan dalam penyajian laporan keuangan (fraudulent financial reporting) dan penyalahgunaan aset. Matriks Penilaian Risiko Kecurangan berfungsi untuk mengidentifikasi dan mendeteksi adanya risiko kecurangan pada entitas yang berpotensi mengakibatkan salah saji dalam laporan keuangan. Jenis kecurangan terbagi Badan Diklat PKN BPK RI 12 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta menjadi tiga kategori yaitu korupsi, penyalahgunaan aset dan penyajian yang menyesatkan. Pada setiap hasil identifikasi risiko kecurangan, auditor menganalisis jenis kecurangannya, klasifikasinya, dampak dan kemungkinan terjadinya, faktor penyebabnya, prosedur alternatif tambahan untuk meyakinkan bahwa kecurangan dapat dideteksi serta matriks dan akun yang terkait. Format, cara pengisian dan contoh FRAM akan dibahas selanjutnya dalam modul ini. e. Risiko Deteksi (Detection Risk) Risiko deteksi merupakan risiko bahwa prosedur pemeriksaan yang dilakukan pemeriksa tidak dapat mendeteksi adanya salah saji yang material dalam suatu asersi. Risiko ini merupakan fungsi keefektifan prosedur audit dan aplikasinya oleh pemeriksa. Hal ini juga bisa timbul dari ketidakpastian yang ada ketika pemeriksa tidak memeriksa semua saldo akun atau kelompok transaksi untuk mengumpulkan bukti tentang asersi lainnya. f. Risiko Pemeriksaan (Audit Risk) Risiko pemeriksaan adalah risiko yang timbul karena pemeriksa, tanpa disadari, tidak memodifikasi opininya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material. Pengertian risiko pemeriksaan tersebut merupakan risiko pemeriksaan yang dapat diterima atau Acceptable Audit Risk (AAR). Pemeriksa menetapkan risiko pemeriksaan yang dapat diterima dalam pemeriksaan keuangan pada tingkat keyakinan yang memadai untuk bisa memberikan opini atas laporan keuangan yang diperiksa. Input yang dipertimbangkan dalam penilaian risiko pemeriksaan yang dapat diterima antara lain: 1) hasil atas pemahaman tujuan pemeriksaan dan harapan penugasan; 2) hasil pemahaman entitas; 3) hasil analisis tindak lanjut atas pemeriksaan sebelumnya; dan 4) hasil pemahaman atas SPI entitas. Hasil pengkajian atas risiko audit tersebut dituangkan dalam Tabel penilaian risiko pemeriksaan sebagaimana dapat dilihat pada Lampiran. 2. Hubungan antar risiko diformulasikan dalam audit risk model sebagai berikut: Audit Risk (AR) = Inherent Risk (IR) X Control Risk (CR) X Detection Risk (DR) Badan Diklat PKN BPK RI 13 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta Boyton, Johnson, dan Kell mendeskripsikan hubungan seluruh komponen risiko di atas dan prosedur pemeriksaan dengan gambar 2.2 berikut: Summary of Audit Risk Components Assess Inherent Risk Susceptibility of individual assertions to material misstatement Assess Control Risk Client’s Internal Controls Material misstatements not prevented or detected and corrected by client’s internal controls Misstatements prevented or detected and corrected by internal controls Design Audit to Achieve Detection Risk = Audit Risk Auditor’s procedures For verifying assertions Material misstatements remaining undetected in individual assertions Financial statements with reasonable assurance that they are free of material misstatement Misstatements detected by audit procedures Source : Boyton, Johnson, Kell, Modern Auditing 7th Edition Gambar 2.2 Hubungan antar Risiko dalam Prosedur Pemeriksaan Model ini menjelaskan bahwa keterbatasan akan tetap ada, karena model tersebut bukan rumusan pasti dalam penilaian risiko pemeriksaan. Sehingga dimungkinkan bahwa risiko pemeriksaan yang sebenarnya adalah lebih rendah atau lebih tinggi dari penilaian risiko yang ditetapkan pemeriksa pada tahap perencanaan. Penilaian atas risiko pemeriksaan dapat menggunakan kualitatif maupun kuantitatif. Secara kualitatif risiko pemeriksaan dikategorikan menjadi 3 yaitu: rendah, sedang, dan tinggi. Secara kuantitatif, ASOSAI menggunakan sebuah pendekatan penilaian risiko pemeriksaan yang dapat diterima (acceptable audit risk) khususnya untuk entitas sektor publik, sebagai berikut: Tingkat risiko pemeriksaan yang dapat diterima sebesar 5%, artinya tingkat keyakinan pemeriksa atas opininya sebesar 95% (AAR = 1–tingkat keyakinan). Tingkat ini berlaku untuk entitas pada umumnya atau sebagian besar entitas yang diperiksa. 1. Tingkat risiko pemeriksaan yang dapat diterima sebesar 3%, artinya tingkat keyakinan pemeriksa atas opininya sebesar 97%. Tingkat ini dinilai cukup memadai untuk beberapa entitas sektor publik yang sangat sensitif dan berisiko tinggi. Badan Diklat PKN BPK RI 14 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta 2. Tingkat risiko pemeriksaan yang dapat diterima sebesar 1%, artinya tingkat keyakinan pemeriksa atas opininya sampai 99%. Tingkat ini berlaku bagi beberapa entitas sektor publik dengan ciri-ciri sebagai berikut: a. Entitas sektor publik tersebut mempunyai pengguna eksternal yang sangat ekstensif perhatiannya terhadap laporan keuangan entitas tersebut, dan/ atau; b. Entitas sektor publik tersebut cukup rentan akan terjadinya salah saji material dan secara politik sensitif dan/atau adanya harapan publik atas kewajaran laporan keuangan entitas publik tersebut sehingga pemeriksa membutuhkan tingkat keyakinan yang sangat tinggi. Tingkat AR bisa ditentukan dengan suatu kebijakan dengan mempertimbangkan sifat pemeriksaan BPK dan best practices internasional yaitu sebesar 5%. Namun jika dalam pelaksanaan pemeriksaan, pemeriksa menghadapi karakteristik entitas yang diperiksa tidak sesuai dengan tingkat AR 5%, maka dengan pertimbangan profesionalnya, pemeriksa bisa menetapkan tingkat AR di bawah 5%. Tingkat AR dapat disesuaikan menjadi di bawah 5% dengan mempertimbangkan hasil dari BRM dan FRAM, serta opini hasil pemeriksaan tahun sebelumnya. Pemeriksa harus mendokumentasikan BRM dan pertimbangan profesionalnya yang menjadi dasar pemilihan untuk menetapkan tingkat AR dibawah 5%. Selain menggunakan hasil identifikasi kondisi entitas terperiksa, pemeriksa juga harus mempertimbangkan informasi lainnya yang terkait sebagai dasar menentukan AR, misalnya harapan penugasan atas entitas terperiksa. Setelah risiko pemeriksaan dapat ditentukan besarnya, maka tahap selanjutnya adalah menentukan besarnya risiko bawaan atas masing-masing akun. Badan Diklat PKN BPK RI 15 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta B. Penilaian Risiko dalam Pemeriksaan Keuangan Penilaian risiko membantu pemeriksa untuk menentukan luas lingkup pengujian pada area-area yang akan menjadi fokus pemeriksaan berdasarkan risiko yang telah diidentifikasi sebagaimana di ilustrasikan gambar2.3 berikut ini: Risiko Bawaan Risiko Pengendalian Risiko Deteksi Risiko Pemeriksaan Gambar 2.3 Hubungan antar Risiko Dalam pemeriksaan keuangan, pemahaman risiko sebenarnya diawali sejak pemahaman atas entitas. Identifikasi dan penilaian risiko sangat kritis saat pemeriksa melakukan penilaian atas risiko pengendalian.Bila sistem pengendalian yang didesain dan dioperasikan oleh entitas berjalan dengan efektif maka pemeriksa dapat mengandalkan pada sistem pengendalian entitas tersebut. Oleh karena itu, pemeriksa perlu menerapkan prosedur audit uji pengendalian (test of control). Namun sebaliknya bila sistem pengendalian entitas tidak berjalan efektif maka pemeriksa tidak menerapkan uji pengendalian, akan tetapi dilanjutkan dengan pengujian substantif mendalam guna memperoleh keyakinan yang cukup atas objek yang diperiksanya. Hal tersebut dapat kita lihat dari gambar 2.4 alur keputusan strategi pemeriksaan berikut ini: Badan Diklat PKN BPK RI 16 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta Gambar 2.4 Alur Keputusan Strategi Pemeriksaan Badan Diklat PKN BPK RI 17 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta Lembar Kerja Bab II Jelaskan dengan ringkas dan jelas! 1. Salah saji (misstatement) dapat disebabkan oleh kekeliruan (error) berupa penghilangan secara tidak disengaja baik jumlah maupun pengungkapan (disclosure) di laporan keuangan atau sebagai akibat dari adanya tindak kecurangan (fraud) di laporan keuangan. Jelaskan pemahaman anda terhadap pengertian tersebut. 2. RBA bertujuan untuk memberikan keyakinan, pemahaman, dan pendalaman mengenai risiko kepada pemeriksa maupun kepada entitas terperiksa. Jika dibandingkan dengan pendekatan audit tradisional, apakah penerapan RBA dapat memberikan manfaat dalam pelaksanaan audit yang Anda lakukan? 3. Persamaan dalam menilai risiko pemeriksaan adalah AR=IRxCRxDR. Jelaskan bagaimana mekanisme persamaan tersebut bekerja! 4. Jelaskan hubungan hasil penilaian risiko dengan pelaksanaan pengujian audit yang meliputi uji kendali dan uji substantif. Badan Diklat PKN BPK RI 18 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta BAB III ANALISIS ATAS RISIKO BAWAAN (INHERENT RISK) Setelah mempelajari materi ini peserta dapat memahami dan menganalisis risiko bawaan entity level dan account level pada pemeriksaan laporan keuangan Teknik Analisis Risiko Bawaan Analisis atas risiko bawaan pada level entitas dilakukan melalui Matriks Risiko Bisnis (MRB) atau Business Risk Matrix (BRM). Dengan menggunakan MRB, pemeriksa menganalisis isu-isu signifikan baik berasal faktor eksternal dan internal yang dapat berpengaruh terhadap kewajaran laporan keuangan, isu-isu itulah yang merupakan risiko bawaan bagi entitas (risiko bawaan level entitas). Dalam MRB tersebut setiap isu signifikan yang teridentifikasi (risiko bawaan) akan dihubungkan dengan siklus yang terpengaruh, hanya siklus-siklus yang terpengaruh saja yang akan dilakukan analisis risiko bawaan lebih lanjut. Atas siklus-siklus yang terpengaruh tersebut kemudian dianalisis akun-akun yang terkait dengan menggunakan Tabel 3.1 Formulir Penilaian Risiko Bawaan Tingkat Akun. Faktorfaktor yang mempengaruhi risiko bawaan atas akun-akun meliputi 1) Sifat bisnis/ industri entitas; 2) Hasil pemeriksaan sebelumnya; 3) Integritas personel kunci; 4) Frekuensi penugasan pemeriksaan pada entitas bersangkutan; 5) Hubungan dengan pihak-pihak istimewa; 6) Jenis-jenis transaksi (rutin/nonrutin) dan tingkat kompleksitasnya; 7) Pertimbangan yang diperlukan untuk mencatat saldo akun dengan tepat; 8) Tingkat kerentanan terhadap pencurian/ penyalahgunaan aset; dan 9) Tingkat salah saji dikarenakan adanya kecurangan terhadap laporan keuangan. Penjelasan masing-masing faktor tersebut adalah sebagai berikut: 1. Risiko bawaan akun-akun pada satu entitas berbeda dengan entitas lainnya tergantung dari karakteristik entitas masing-masing. Sebagai contoh, risiko bawaan akun pendapatan pada entitas dengan sumber penerimaannya dominan dari PAD atau dana bagi hasil akan lebih tinggi risiko bawaannya dibandingkan entitas dengan sumber penerimaan didominasi dari dana transfer. Terdapat beberapa akun yang karena karakteristiknya memiliki risiko bawaan tinggi tanpa dipengaruhi sifat bisnis entitas, seperti akun kas dan setara kas. Informasi mengenai sifat bisnis/industri entitas diperoleh pemeriksa dari hasil pemahaman entitas. Badan Diklat PKN BPK RI 19 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta 2. Dari tahapan pemantuan tindak lanjut pemeriksaan sebelumnya pemeriksa dapat menganalisis risiko bawaan suatu akun. Temuan hasil pemeriksaan tahun sebelumnya yang berupa salah saji dan koreksi memiliki risiko bawaan yang tinggi karena berpotensi menjadi temuan berulang pada pemeriksaan tahun berjalan. Misalnya dari hasil pemeriksaan tahun sebelumnya atas belanja modal menunjukkan salah saji yang material maka risiko bawaan akun belanja modal yang ditetapkan untuk pemeriksaan tahun berjalan tinggi. 3. Integritas personil kunci akan berpengaruh terhadap risiko bawaan akun terkait. Personil kunci dengan integritas rendah atau kompetensi kurang, lebih memungkinkan untuk terjadi salah saji atau penyalahgunaan atas akun tertentu sehingga risiko bawaan akun tersebut tinggi jika dibandingkan dengan yang memiliki personil kunci dengan integritas/ kompetensi tinggi. 4. Penugasan pertama pemeriksaan atas suatu entitas akan cenderung ditetapkan risiko bawaan yang lebih tinggi daripada entitas yang telah diperiksa sebelumnya. Auditor akan memperoleh pengalaman dan pengetahuan tentang kemungkinan salah saji setelah mengaudit entitas beberapa kali sehingga penugasan awal dengan tidak adanya data mengenai hasil audit sebelumnya akan menyebabkan risiko bawaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan penugasan berulang. 5. Jika akun-akun yang diperiksa merupakan transaksi antar pihak berelasi3 yang dapat memengaruhi independensi pihak-pihak yang bertransaksi tersebut maka pemeriksa menilai risiko bawaan atas akun tersebut tinggi. Sebagai contoh: utang-piutang, penjualan dan pembelian, transfer aset. 6. Pada transaksi-transaksi non rutin, kesalahan akan lebih banyak dijumpai karena kurangnya pengalaman atau pengetahuan tentang bagaimana pencatatan atau perlakuan akuntansinya jika dibandingkan dengan transaksi-transaksi yang sifatnya rutin bagi entitas yang diperiksa. Oleh karena itu, akun-akun non rutin tersebut risiko bawaannya lebih tinggi dibandingkan dengan akun-akun pada transaksi rutin. Misalnya, akun-akun terkait transfer aset, akuisisi aset, atau tentang kesepakatan sewa menyewa, memiliki risiko salah saji lebih besar dibandingkan akun-akun pendapatan yang merupakan transaksi rutin entitas. Selain itu akun yang 3 PSAK 07 (2009) Badan Diklat PKN BPK RI 20 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta memerlukan kalkulasi rumit akan memiliki risiko bawaan yang lebih tinggi dengan suatu akun yang memerlukan kalkulasi sederhana. 7. Beberapa akun membutuhkan asumsi, estimasi, kebijakan, dan pertimbangan profesional manajemen yang cukup tinggi dalam perlakuan dan pencatatan akuntansinya. Misalnya akun-akun yang terkait dengan depresiasi aset, penyisihan piutang, dan revaluasi aset, membutuhkan pertimbangan profesional manajemen yang disyaratkan oleh standar akuntansi sehingga kemungkinan terjadi kesalahan dalam penyajian cukup tinggi. Oleh karena itu, risiko bawaan yang ditetapkan pemeriksa terhadap akun-akun tersebut akan cenderung tinggi. 8. Semakin rentan suatu akun terhadap risiko pencurian/penyalahgunaan aset, maka semakin tinggi risiko bawaannya. 9. Semakin rentan siklus/ akun terhadap manipulasi atau kerugian pada saat dilakukan prosedur analitis, maka semakin tinggi risiko bawaannya. Dengan setiap faktor pengukur, terdapat 3 skor sebagai ukuran nilai dari pengaruh faktor terhadap risiko pemeriksaan yang dapat diterima. Nilai 1 (satu) mewakili nilai terendah, dan nilai 3 (tiga) mewakili nilai tertinggi. Skor nilai untuk masing-masing faktor pengukur diberikan dengan dasar perbandingan kriteria dan kondisi yang ada serta menggunakan penilaian profesional. Skor nilai total untuk keseluruhan faktor kemudian dijumlahkan. Berdasarkan jumlah nilai tersebut, ditentukan 3 kategori tingkat risiko dalam 3 rentang nilai: Badan Diklat PKN BPK RI 9–14 : Rendah (30%) 15–21 : Sedang (70%) 22–27 : Tinggi (100%) 21 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta Tabel 3.1 Formulir Penilaian Risiko Bawaan Tingkat Akun Badan Diklat PKN BPK RI 22 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta Lembar Kerja Bab III Hasil penilaian Risiko Pengendalian suatu entitas menunjukkan bahwa: No Permasalahan Skor 1 Sifat bisnis/ industri entitas 3 2 Hasil pemeriksaan sebelumnya 1 3 Integritas personel kunci 2 4 Frekuensi penugasan pemeriksaan bersangkutan Hubungan dengan pihak-pihak istimewa 5 6 7 8 9 pada entitas Jenis-jenis transaksi (rutin/nonrutin) dan tingkat kompleksitasnya Pertimbangan yang diperlukan untuk mencatat saldo akun dengan tepat Tingkat kerentanan terhadap pencurian/ penyalahgunaan aset Tingkat salah saji dikarenakan adanya kecurangan terhadap laporan keuangan 2 1 2 1 2 2 Susun hasil penilaian tersebut dalam Matriks Penilaian Risiko Pengendalian, kemudian hitung dan tentukan tingkat risiko pengendalian entitas tersebut. Badan Diklat PKN BPK RI 23 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta BAB IV MENETAPKAN MATERIALITAS Setelah mempelajari materi ini peserta mampu memahami konsep materialitas dan dapat mengembangkan prosedur pemeriksaan A. Gambaran Umum Materialitas 1. Pengertian Materialitas Materialitas adalah besarnya informasi akuntansi yang apabila terjadi penghilangan atau salah saji, dilihat dari keadaan yang melingkupinya, mungkin dapat mengubah atau mempengaruhi pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan atas informasi tersebut, sehingga akan mempengaruhi pengambilan keputusan. Keadaan yang melingkupi yang harus dipertimbangkan pemeriksa dalam menetapkan materialitas diantaranya adalah sifat dan jumlah pos dalam laporan keuangan yang diperiksa. Suatu jumlah yang material bagi laporan keuangan suatu entitas mungkin tidak material bagi laporan keuangan entitas lain dengan ukuran dan sifat entitas yang berbeda. Jumlah yang material bagi laporan keuangan entitas tertentu kemungkinan berubah dari satu periode ke periode yang lain. Dalam penetapan materialitas pemeriksa dapat menggunakan pertimbangan kuantitatif maupun kualitatif. Pengukuran materialitas secara kuantitatif adalah: materialitas yang diukur dengan angka dalam ukuran tertentu seperti nilai uang, jumlah waktu, frekuensi maupun jumlah unit. Sedangkan pengukuran materialitas secara kualitatif merupakan pengukuran materialitas yang lebih ditentukan oleh pertimbangan profesional. Pertimbangan profesional tersebut didasarkan pada cara pandang, pengetahuan, dan pengalaman yang memadai. Namun yang harus diingat oleh pemeriksa adalah penggunaan unsur kualitatif dalam materialitas harus mencakup keseluruhan kepentingan dari pemakai laporan keuangan, bukan hanya sebagian pihak saja agar pertimbangan yang diambil dapat lebih komprehensif. Dalam penentuan materialitas, tidak terdapat kriteria yang baku, tetapi ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan pemeriksa dalam menentukan materialitas, yaitu: a) tingkat kepentingan para pihak terkait terhadap objek yang diperiksa, misalnya pada objek laporan keuangan pemerintah, pengguna laporan keuangan memiliki kepentingan yang tinggi terhadap masalah legalitas dan ketaatan pada ketentuan yang berlaku. b) batasan materialitas untuk penugasan pemeriksaan, Badan Diklat PKN BPK RI 24 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta misalnya batasan materialitas pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat cenderung konservatif karena sektor publik lebih mementingkan pengujian terhadap legalitas, ketaatan terhadap ketentuan yang berlaku. Dalam pemeriksaan laporan keuangan, pemeriksa perlu menetapkan 2 jenis materialitas, yaitu : a. Materialitas Awal (Planning Materiality – PM) atau Materialitas untuk Tingkat Keseluruhan Laporan Keuangan Materialitas awal merupakan salah saji agregat minimum dalam laporan keuangan yang dianggap dapat menyebabkan laporan keuangan tersebut tidak dapat disajikan dengan wajar. b. Tingkat Kesalahan Yang Tertoleransi (Tolerable Misstatement – TM) atau materialitas terkait kelas-kelas transaksi (siklus), saldo akun, dan pengungkapan TM atau sering disebut juga Tolerable Error (TE) merupakan salah saji minimum pada saldo akun yang dapat menyebabkan akun tersebut dianggap mengandung salah saji material. Penetapan nilai materialitas dilakukan pada tahap perencanaan pemeriksaan, awal pelaksanaan pemeriksaan, dan akhir pelaksanaan pemeriksaan. Pada tahap perencanaan pemeriksaan, Pemeriksa menetapkan nilai PM dan TM awal secara kuantitatif untuk menentukan sifat, saat, dan luas prosedur pemeriksaan yang akan dilakukan. Pada tahap ini, Pemeriksa juga harus mempertimbangkan salah saji yang mungkin tidak material secara kuantitatif, tetapi material secara kualitatif. Pada tahap awal pelaksanaan pemeriksaan, Pemeriksa dapat melakukan revisi atas nilai materialitas awal (nilai PM dan TM awal) secara kuantitatif apabila terdapat perubahan lingkup pemeriksaan yang signifikan dan informasi tambahan yang mempengaruhi kewajaran akun-akun dalam laporan keuangan yang diperiksa. Pemeriksa dapat tidak merevisi nilai materialitas awal apabila menurut pertimbangan profesional, nilai materialitas awal masih relevan untuk digunakan. Pada tahap akhir pelaksanaan pemeriksaan, Pemeriksa melakukan evaluasi kembali atas nilai materialitas pada tahap awal pelaksanaan pemeriksaan berdasarkan pertimbangan kuantitatif dan kualitatif. Tahap ini sangat penting bagi Pemeriksa untuk melakukan revisi atas materialitas awal secara kuantitatif. Badan Diklat PKN BPK RI 25 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta B. Metodologi Penetapan Materialitas Penetapan materialitas dalam pemeriksaan keuangan pada umumnya dilakukan melalui lima tahapan kegiatan, yaitu: 1. Penentuan Dasar Penetapan Materialitas Dalam memutuskan nilai yang akan dijadikan dasar, pemeriksa sebaiknya mempertimbangkan: a. karakteristik (sifat, besar dan tugas pokok) dan lingkungan entitas yang diperiksa; b. area dalam laporan keuangan yang menjadi perhatian pengguna laporan keuangan; dan c. kestabilan atau keandalan nilai yang akan dijadikan dasar. Dasar penetapan materialitas yang dapat digunakan oleh pemeriksa adalah sebagai berikut: a. total penerimaan atau total belanja, untuk entitas nirlaba; b. laba sebelum pajak atau pendapatan, untuk entitas yang bertujuan mencari laba; dan c. nilai aset bersih atau ekuitas, untuk entitas yang berbasis aset. Mengenai angka mana yang harus diambil, apakah angka tahun lalu, tahun berjalan, atau angka ekspektasi, tergantung pertimbangan reliabilitas atau keakuratan data. Praktik yang umum adalah dengan mengambil angka tahun lalu, kemudian disesuaikan dengan inflasi atau perkiraan anggaran. Cara lain adalah dengan mengambil angka aktual pada saat perencanaan, kemudian diekstrapolasi terhadap angka keseluruhan laporan keuangan (akhir periode). 2. Penentuan Tingkat Materialitas Setelah menentukan dasar penetapan, pemeriksa harus mempertimbangkan tingkat yang akan digunakan dalam menghitung materialitas awal. Tingkat materialitas dapat ditetapkan sebagai berikut: a. Untuk entitas nirlaba: 0,5% sampai dengan 5% dari total penerimaan atau total belanja; b. Untuk entitas yang bertujuan mencari laba: 5% sampai dengan 10% dari laba sebelum pajak atau 0.5% sampai dengan 1% dari total penjualan/pendapatan; dan c. Untuk entitas yang berbasis aset: 1% dari ekuitas atau 0,5% sampai 1% dari total aktiva. Badan Diklat PKN BPK RI 26 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta Penjelasan dari penetapan tingkat materialitas di atas adalah sebagai berikut: a. 0,5% dari belanja atau pendapatan digunakan pada entitas nirlaba pada saat pemeriksaan yang baru pertama kali dilakukan atau pada kondisi SPI entitas yang belum memadai. Pemeriksa dapat berangsur-angsur meningkatkan tingkat materialitas yang akan digunakannya pada pemeriksaan-pemeriksaan selanjutnya sampai dengan tingkat materialitas 5% dari total belanja atau pendapatan. b. 5% sampai 10% dari laba sebelum pajak. Tingkat materialitas 10% digunakan pada perusahaan nonpublik dan anak perusahaannya dan 5% digunakan pada perusahaan publik. c. 0,5% sampai 1% dari penjualan, apabila sebuah perusahaan telah beroperasi pada atau mendekati titik impas dan keuntungan atau kerugian bersih berfluktuasi dari tahun ke tahun. d. 1% dari ekuitas pada saat hasil dari operasi sangat rendah yang menyebabkan likuiditas sebagai perhatian utama, atau pada saat pengguna laporan keuangan lebih memfokuskan perhatian pada ekuitas daripada hasil dari operasi. e. 0,5% sampai 1% dari total aktiva pada saat ekuitas mengalami penurunan pada titik paling rendah. Disarankan untuk menggunakan tingkat materialitas yang paling rendah (paling konservatif) pada pemeriksaan atas laporan keuangan entitas yang baru kali pertama diperiksa. Selain itu, tingkat materialitas yang konservatif juga harus digunakan pada pemeriksaan atas laporan keuangan entitas-entitas yang mempunyai risiko pemeriksaan tinggi atau belum mempunyai sistem pengendalian internal yang memadai. 3. Penetapan Nilai Materialitas Awal Materialitas awal (PM) adalah nilai maksimum yang menjadi batas pemeriksa untuk meyakini bahwa semua salah saji yang di atas nilai tersebut dianggap material dan dapat mempengaruhi keputusan para pengguna laporan keuangan tersebut (para pemangku kepentingan/ stakeholders). Nilai materialitas Awal merupakan nilai materialitas awal untuk tingkat laporan keuangan secara keseluruhan. Nilai materialitas awal yang diperoleh merupakan besarnya kesalahan yang mempengaruhi pertimbangan pengguna Laporan Keuangan. Badan Diklat PKN BPK RI 27 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta Dasar penetapan materialitas Tingkat Materialitas Nilai Total Belanja & Transfer pada LRA Nilai PM : : : : Total Belanja dan Transfer 1% Rp2.000.000.000.000,00 1% x Rp2.000.000.000.000,00 = Rp20.000.000.000,00 4. Penetapan Kesalahan yang Dapat Ditoleransi Tingkat kesalahan yang dapat ditoleransi (TM) merupakan alokasi materialitas awal (PM) pada setiap akun atau kelompok akun. Alokasi materialitas pada setiap akun dilakukan dengan tujuan untuk menentukan akun/kelompok akun dalam laporan keuangan yang memerlukan tambahan prosedur pemeriksaan, memastikan adanya kemungkinan salah saji yang material yang berasal dari penggabungan salah saji yang jumlahnya lebih kecil daripada materialitas awal, dan mempertimbangkan risiko deteksi. Langkah-langkah pengalokasian PM menjadi TM pada akun-akun laporan keuangan adalah sebagai berikut: a. Tentukan nilai PM; b. Hitung total nilai seluruh akun pada laporan keuangan yang akan diperiksa, kecuali akun-akun yang bersifat residual, seperti SILPA/SIKPA, ekuitas dana, dan sebagainya; c. Alokasi nilai PM pada akun-akun utama dengan menggunakan rumus TM = PM x Dimana TM = Nilai Kesalahan yang dapat tertoleransi PM = Nilai Materialitas Awal N = Nilai akun T = Nilai Total Akun yang diperiksa d. Alokasi kembali dengan menggunakan pertimbangan pemeriksa, diantaranya dengan mempertimbangkan risiko bawaan, risiko pengendalian masing-masing akun, jumlah salah saji yang dapat memengaruhi pengguna laporan keuangan, serta biaya pemeriksaan yang mungkin diperlukan untuk memverifikasi akun tersebut. Badan Diklat PKN BPK RI 28 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta 5. Pertimbangan atas Penetapan Materialitas Awal Selain penetapan batas materialitas secara kuantitatif, pemeriksa juga perlu mempertimbangkan faktor-faktor kualitatif baik dalam menetapkan materialitas pada tingkat laporan keuangan maupun pada tingkat akun. Faktor kualitatif yang dapat dijadikan pertimbangan dalam menentukan tingkat materialitas pada tingkat laporan adalah efektivitas pengendalian internal, aspek-aspek atau akun yang menyebabkan salah saji pada Laporan Keuangan tahun sebelumnya, serta kepatuhan terhadap peraturan yang mengatur entitas yang diperiksa. Jika SPI entitas efektif maka pemeriksa dapat mempertimbangkan tingkat materialitas awal yang rendah dan sebaliknya jika SPI tidak efektif maka pemeriksa dapat mempertimbangkan tingkat materialitas awal pada tingkat yang tinggi. Walaupun nilai suatu akun tidak material pada suatu Laporan Keuangan yang diperiksa namun akun tersebut merupakan akun yang mengakibatkan ketidakwajaran atau pengecualian dari opini tahun lalu maka pemeriksa dapat menetapkan tingkat materialitas awal pada tingkat yang rendah. Pada beberapa jenis entitas yang spesifik, terdapat aturan yang harus mereka patuhi. Misal Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/10/PBI/2011 yang mengatur tentang Giro Wajib Minimum Bank pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing, jika suatu bank yang merupakan BUMN/D tidak patuh terhadap ketentuan tersebut maka pemeriksa dapat mempertimbangkan untuk menurunkan tingkat materialitas awal. Pemeriksa juga perlu menetapkan sikap skeptis yang profesional dalam menentukan apakah manajemen dengan sengaja menyajikan secara salah beberapa akun tertentu (yang mungkin dilakukan pada angka di bawah batas materialitas) untuk memanipulasi angka laba. Pemeriksa juga harus menaruh curiga apabila praktik akuntansi yang dilakukan oleh entitas yang diperiksa tampaknya bertentangan dengan standar akuntansi yang berlaku umum. Sedangkan faktor kualitatif yang harus dipertimbangkan oleh pemeriksa dalam menentukan tingkat materialitas pada tingkat akun adalah signifikansi pengaruh salah saji akun tersebut terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan. Pemeriksa perlu waspada terhadap suatu salah saji yang secara kuantitatif mungkin tidak material, tetapi secara kualitatif menjadi material. Sebagai contoh, tingkat PM untuk pemeriksaan laporan keuangan pemerintah daerah adalah Rp20 Milyar. Pada saat pemeriksa melakukan pekerjaan lapangan ditemukan adanya realisasi belanja modal Badan Diklat PKN BPK RI 29 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta yang seharusnya belum dapat dibayarkan atau menjadi hak pihak ketiga (pembayaran melebihi kemajuan fisiknya) sebesar Rp14 milyar dengan menggunakan dokumen proforma dengan tujuan pencapaian target kinerja. Hal tersebut secara kualitatif menjadi material karena manajemen dengan sengaja melakukan suatu manipulasi terhadap transaksi keuangan untuk suatu tujuan tertentu. C. Hubungan Risiko Audit dengan Materialitas Tujuan pemeriksaan laporan keuangan adalah memberikan suatu tingkat keyakinan apakah laporan keuangan secara keseluruhan bebas dari risiko salah saji yang material, baik yang berasal dari kekeliruan ataupun kecurangan. Dalam pemeriksaan terdapat risiko pemeriksaan yang dapat berakibat bahwa hasil pemeriksaan (opini) berbeda dengan kenyataaan. Penetapan materialitas awal (Planning Materiality-PM) pada tahap perencanaan pemeriksaan sangatlah dipengaruhi oleh tingkat risiko pemeriksaan. Besarnya batas materialitas berbanding terbalik dengan risiko pemeriksaan yang ditetapkan oleh pemeriksa. Pada entitas yang menurut pertimbangan pemeriksa memiliki risiko pemeriksaan lebih tinggi, pemeriksa dapat menetapkan batasan materialitas yang lebih rendah daripada batasan materialitas untuk entitas yang menurut pemeriksa memiliki risiko pemeriksaan lebih rendah. PM dan TM pada tahap perencanaan pemeriksaan sangat berpengaruh terhadap banyaknya bukti pemeriksaan (ukuran sampel) yang harus diperoleh atau akan diuji. Tingkat materialitas memiliki hubungan terbalik dengan banyak bukti/ukuran sampel. Semakin tinggi tingkat materialitas, semakin sedikit bahan bukti yang harus diperoleh sehingga semakin sedikit sampel yang harus diambil jika pemeriksa memutuskan untuk melakukan uji petik. Hubungan antara materialitas dan risiko pemeriksaan serta banyaknya bukti yang harus diperoleh dapat dilihat dari tabel 4.1 berikut: Tabel 4.1 Hubungan materialitas dan risiko pemeriksaan serta banyaknya bukti yang harus diperoleh Tinggi Risiko Salah Saji Material Bukti Yang Harus diperoleh Badan Diklat PKN BPK RI Tinggi Moderat Rendah Banyak Sedang Sedikit Materialitas Moderat Rendah X X X X X X 30 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta LEMBAR KERJA BAB IV 1. Pada tahapan mana penetapan materialitas dan TM dilakukan pada saat pemeriksaan keuangan. 2. Jelaskan bagaimana hubungan tingkat meterialitas, risiko pemeriksaan dan bukti audit dalam pemeriksaan keuangan. Badan Diklat PKN BPK RI 31 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta BAB V MENENTUKAN STRATEGI PEMERIKSAAN Setelah mempelajari materi ini peserta dapat mengembangkan strategi pemeriksaan berdasarkan hasil penilaian risiko Prosedur pengujian substantif dirancang dengan mempertimbangkan tahapan-tahapan pemeriksaan sebelumnya, terutama dalam penilaian risiko, baik risiko bawaan dan risiko pengendalian. Tabel 5.1 berikut dapat membantu pemeriksa dalam mengembangkan strategi pemeriksaan. No Akun Sig 1. kas ya Tabel 5.1 Pengembangan Strategi Pemeriksaan Risiko Bawaan Risiko Pengendalian Siklus Strategi T/ T/ Terkait Audit Ket S/ Ket S/ R R Rawan - Menumpuknya T Siklus T Substantif penyalahgu pengeluaran di penerim mendalam akhir tahun. aan dan naan/ untuk - Banyak pengelu pencurian, semua pengeluaran penerimaan aran kas asersi fiktif yang tidak jelas sumbernya - Tidak ada rekonsiliasi saldo kas Prosedur Audit (merupakan langkah/ prosedur pemeriksaan untuk melakukan uji substantif atas akun kas sebagaimana dituangkan dalam program pemeriksaan) Keterangan: Sig = signifikansi akun T= Tinggi, S: Sedang, R: Rendah, Pertama-tama, pemeriksa mendokumentasikan akun-akun berisiko yang telah teridentifikasi pada tahap sebelumnya, terutama penilaian SPI. Kolom signifikan diisi berdasarkan professional judgement pemeriksa dengan mempertimbangkan: a. saldo akun lebih besar daripada 50% materialitas awal maka akun tersebut signifikan b. walaupun saldo akun di bawah 50% materialitas awal namun akan menjadi signifikan karena nilai transaksi yang besar dan professional judgement pemeriksa. Badan Diklat PKN BPK RI 32 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta Langkah berikutnya adalah mendokumentasikan siklus yang terkait dengan tiap akun-akun. Kemudian mendokumentasikan risiko bawaan dan risiko pengendalian termasuk tingkat risikonya. Langkah-langkah tersebut kemudian menjadi bahan pertimbangan pemeriksa dalam mengembangkan strategi pemeriksaan dan juga prosedur pemeriksaan yang akan dilakukan. Pengembangan strategi pemeriksaan diformulasikan dari risiko deteksi tiap akun tersebut. Risiko deteksi diperoleh dengan menggunakan audit risk model, dimana input untuk mendapatkan risiko deteksi adalah risiko pemeriksaan, risiko bawaan, dan risiko pengendalian. Tabel 5.2 berikut dapat digunakan pemeriksa dalam menentukan risiko deteksi. Tabel 5.2 Penentuan Risiko Deteksi Strategi dalam pemeriksaan meliputi: Badan Diklat PKN BPK RI 33 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Badan Diklat PKN BPK RI Buku Peserta 34 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta Strategi pemeriksaan untuk menentukan sifat, saat, dan seberapa jauh prosedur pengujian substantif, didasarkan pada masing-masing tingkat risiko deteksi yang berbeda, contohnya: a. Strategi pemeriksaan pada tingkat DR yang rendah: Sifat: Pengujian pemeriksaan atas seluruh asersi signifikan dengan menggunakan prosedur pemeriksaan sebagai berikut: 1. Pemeriksaan fisik atas saldo akhir 2. Reviu eksternal dokumen 3. Konfirmasi 4. Reperfomance Saat: Seluruh pekerjaan yang signifikan dilaksanakan pada akhir tahun Lingkup: Pengujian yang lebih luas (ekstensif/ luas atas akun atau transaksi yang signifikan. b. Strategi pemeriksaan pada tingkat risiko deteksi yang tinggi: Sifat: Pengujian pemeriksaan dengan menggunakan prosedur pemeriksaan sebagai berikut: 1. Pemeriksaan fisik (dilakukan pada tahap interim date) 2. Prosedur analitis 3. Pengujian substantif atas transaksi dan saldo Saat: dilaksanakan pada interim dan akhir tahun Lingkup: Pengujian yang lebih terbatas atas akun atau transaksi. Badan Diklat PKN BPK RI 35 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta LEMBAR KERJA V Pilihlah sebuah akun selain kas: 1. Tentukan tingkat signifikansi risikonya 2. Sebutkan siklus apa saja yang terkait dengan akun tersebut 3. Tentukan IR dan CR nya serta tingkat risikonya 4. Buatlah strategi audit dan prosedur auditnya No Akun Sig Siklus Terkait Risiko Bawaan T/ Ket S/ R Risiko Pengendalian T/ Ket S/ R Strategi Audit Prosedur Audit 1. Badan Diklat PKN BPK RI 36 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta BAB VI SAMPLING DALAM PENGUJIAN SUBTANTIF Setelah mempelajari materi ini peserta dapat mengembangkan strategi pemeriksaan berdasarkan hasil penilaian risiko A. Maksud dan Tujuan Uji Petik Uji petik pemeriksaan atau audit sampling adalah pemilihan dan evaluasi terhadap kurang dari seratus persen populasi suatu bukti pemeriksaan, bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi pemeriksa dalam merumuskan kesimpulan atas populasi tersebut. Terdapat beberapa kondisi dimana pemeriksa tidak dapat atau tidak perlu melakukan uji petik, antara lain: 1. Permintaan keterangan/wawancara (inquiry). 2. Observasi (walkthrough). 3. Prosedur analitis. 4. Jumlah populasi adalah tunggal (satu) atau sedikit. 5. Pemeriksa ingin melaksanakan 100% pemeriksaan karena tidak ingin menanggung setiap risiko sampling (risiko bila sampel yang dipilih tidak dapat mewakili populasi dengan tepat). 6. Sumber daya pemeriksa memadai untuk menguji seluruh populasi. Pemeriksa dapat menggunakan metode statistika maupun non statistika dalam melakukan uji petik dalam pengujian pengendalian dan substantif. Tujuan uji petik adalah memberikan keyakinan yang memadai bagi pemeriksa dalam merumuskan kesimpulan atas populasi. Oleh karena itu, dalam menggunakan metode statistika maupun non statistika pemeriksa harus mampu memilih sampel yang dapat merepresentasikan populasi, yaitu memiliki karakteristik dari populasi, sehingga kesimpulan yang diambil tidak bias. Keputusan pemeriksa dalam memilih metode statistika atau non statistika didasarkan pada pertimbangan biaya dan manfaat. Perlu diingat bahwa hasil dari pengujian dengan metode non statistika tidak dapat diekstrapolasi atau diproyeksikan pada populasi. Tabel 6.1 menunjukkan perbedaan antara metode statstika dengan non statistika. Badan Diklat PKN BPK RI 37 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta Tabel 6.1 Perbedaan antara Metode Statistika dengan Non Statistika . Dalam pemeriksaan keuangan, uji petik diperlukan pemeriksa saat melakukan pengujian pengendalian dan pengujian substantif. Uji petik dalam pengujian pengendalian disebut dengan Uji Petik Atribut, sedangkan uji petik dalam pengujian substantif disebut dengan Uji Petik Variabel. Terdapat tiga metode Uji Petik Atribut, yaitu Fixed Sample Size, Sequential (Stop or Go), dan Discovery. Uji Petik Atribut akan dijelaskan pada BAB III. Sedangkan Metode Uji Petik Variabel dibagi menjadi Variable Klasik, yang terdiri dari Mean Per Unit (Unstratified dan Stratified), Ratio Estimation, dan Difference Estimation, serta Monetary Unit Sampling (MUS). Uji Petik Variable akan dijelaskan pada BAB IV. Secara ringkas, metode-metode uji petik tersebut disajikan pada Tabel 6.2. Tabel 6.2 Metode-metode Uji petik Badan Diklat PKN BPK RI 38 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta Sampling untuk pengujian pemgendalian telah dibahas pada mata diklat penilaian SPI. Untuk itu bab ini hanya membahas sampling untuk pengujian substantif saja. Tahapan dalam melakukan uji petik pemeriksaan, baik dalam pengujian pengendalian dan pengujian substantif dibagi menjadi tiga tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang digambarkan pada Gambar 6.3. sebagai berikut: Gambar 6.3. Tahap Uji Petik Pemeriksaan B. Uji Petik dalam Pengujian Substantif Uji petik dalam pengujian substantif bertujuan untuk memperoleh bukti pemeriksaan yang cukup dan kompeten secara efisien untuk memperoleh keyakinan yang memadai bahwa asersi telah diungkapkan secara wajar dalam segala hal yang material. Asersi tersebut berarti mengukur apakah ada salah saji secara material pada nilai saldo akun. Pemeriksa menggunakan uji petik dalam pengujian substantif dengan tujuan untuk menilai apakah saldo akun yang diperiksa wajar secara material. Dalam uji substantif pemeriksa menilai apakah suatu transaksi memenuhi atau sesuai dengan asersi-asersi manajemen terkait dengan saldo akun. Asersi-asersi tersebut adalah: Existence (Keberadaan), Completeness (Kelengkapan), Accuracy (Akurasi), Classification (Klasifikasi), Cut off (Pisah batas periode akuntansi), dan Rights and Obligations (Hak dan Kewajiban). Prosedur pemeriksaan terpilih harus prosedur audit yang efektif dan efisien. Prosedur yang dapat digunakan dalam uji substantif antara lain: cek fisik persediaan/ aset untuk meyakinkan bahwa persediaan tercatat dalam laporan keuangan memang benar-benar Badan Diklat PKN BPK RI 39 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta ada, inspeksi dokumen untuk menyakinkan bahwa pengeluaran/belanja benar-benar terjadi, konfirmasi kepada pihak ketiga, dan lain-lain. Seperti halnya dalam pengujian pengendalian, dalam pengujian substantif pemeriksa harus menentukan populasi dan unit sampel yang akan diuji. Perbedaannya adalah, pemeriksa fokus pada nilai rupiah. Oleh karena itu, pemeriksa sebenarnya dapat melakukan pengujian dengan tujuan ganda (Dual-Purpose Test). Dalam pengujian substantif, pemeriksa dapat menggunakan metode uji petik nonstatistik atau statistik atas pertimbangan biaya dan manfaat serta karakteristik/ profil risiko dari entitas yang diperiksa. Dalam melakukan uji petik suatu pengujian substantif dalam pemeriksaan atas laporan keuangan, lebih efektif jika penentuan ukuran sampel dilakukan pada tingkat entitas, baru kemudian dialokasikan ke satker atau kantor cabang/wilayah terperiksa. Hal ini karena obyek pemeriksaan adalah entitas dan kesimpulan atau opini diberikan atas laporan keuangan entitas, bukan satker atau kantor cabang/ wilayah suatu entitas. Evaluasi dan pengambilan kesimpulan diperoleh dari akumulasi hasil uji petik pada seluruh satker atau kantor/wilayah terperiksa. Litbang BPK telah menyediakan perangkat lunak untuk mempermudah pemeriksa dalam melakukan pemeriksaan, namun hanya tersedia untuk uji substantif dengan metode statistika. Perangkat lunak tersebut bukan merupakan solusi mutlak bagi seluruh permasalahan uji petik dalam pemeriksaan namun hanya merupakan alat bantu. Tidak seluruh kasus uji petik dapat diselesaikan dengan menggunakan perangkat lunak tersebut karena setiap kasus uji petik unik/ bervariasi baik ukuran dan karakteristik data populasi, tingkat risiko deteksi, tolerable error (TE), dan lain-lain. Menu utama perangkat lunak tersebut sebagaimana pada gambar 6.4. Gambar 6.4. Menu Utama Aplikasi Uji Petik Badan Diklat PKN BPK RI 40 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta Seperti pada pengujian pengendalian, langkah awal dalam menggunakan setiap metode pemeriksa harus menginput terlebih dahulu data populasi yang akan diuji pada sheet “data audit”. Teknik Uji petik (sampling) dalam Pengujian Substantif 1. Classical Variable Sampling Terdapat tiga metode Classical Variable Sampling yaitu Unstratified Mean Per Unit (MPU), Stratified MPU, Difference Estimation, dan Ratio Estimation. a. Unstratified MPU Model ini disebut juga model Simple Extension. Metode ini memroyeksikan nilai estimasi dari sampel terhadap populasi dengan cara menghitung mean dari sampel kemudian diproyeksikan terhadap populasi (mean sampel dikalikan jumlah populasi N untuk menghasilkan estimasi total nilai rupiah populasi). Unstratified MPU cocok digunakan jika data relatif homogen. Dalam metode Unstratified MPU, variabel-variabel yang memengaruhi ukuran sampel adalah: TE, standar deviasi populasi, ukuran populasi, dan tingkat keyakinan atau risiko pemeriksaan. Penggunaan perangkat lunak untuk menentukan ukuran sampel Saat memilih metode Unstratified MPU, pada layar akan muncul notifikasi bahwa pemeriksa harus menginput standar deviasi dari sampel. Notifikasi berikutnya adalah apakah pemeriksa menggunakan judgement atau piloting sample dalam mengestimasi standar deviasi dari sampel. Isikan dengan angka “1” jika menggunakan judgement atau isikan “0” jika menggunakan piloting sample. Sebagai contoh dipilih angka “1” yaitu dengan piloting sample sebanyak 30. Badan Diklat PKN BPK RI 41 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta Setelah itu pemeriksa harus menginput jumlah atau ukuran populasi, misal suatu populasi saldo akun sebanyak 2300 transaksi kemudian klik “ok” maka sistem akan merandom sampel sebanyak 30 secara otomatis. Sampel tersebut diambil dari data populasi yang telah diinput dalam sheet “data audit”. Output yang keluar adalah kode transaksi serta nilai transaksinya (unaudited value). Langkah berikutnya adalah pemeriksa menginput data pada kolom audited value sesuai dengan hasil pengujian. Jika tidak terjadi salah saji maka data yang diinput adalah sama dengan angka unaudited value. Setelah pemeriksa selesai menginput seluruh 30 data audited value, nilai standar deviasi akan terisi secara otomatis. Setelah itu pemeriksa berturutturut harus mengisi nilai risiko pemeriksaan, risiko deteksi, serta TE. Sebagai contoh, dalam risiko pemeriksaan sebesar 5%, risiko deteksi sebesar 10%, dan TE sebesar Rp72.239.073,70. Selanjutnya dalam menentukan ukuran sampel dengan metode Unstratified MPU adalah memilih tombol “Hitung Ukuran Sampel”. Secara otomatis akan muncul jumlah sampel yang dalam contoh ini ukuran sampel diperoleh sebesar 68. Karena sebelumnya telah diambil piloting sample sebanyak 30, maka sistem hanya akan menambah jumlah kekurangannya, yaitu sebesar 38 sampel. Badan Diklat PKN BPK RI 42 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta Pengujian atas sampel dilakukan untuk menguji apakah nilai suatu trasaksi pada sampel memenuhi asersi atau tidak (terjadi salah saji atau tidak). Pemeriksa kemudian memasukan data/nilai hasil pengujian pada kolom audited value sebagaimana telah diilustrasikan di atas. Pada contoh, pemeriksa harus melanjutkan pengujian atas 38 sampel tambahan karena ukuran sampel yang diperoleh dari sistem sebesar 68 sedangkan sebelumnya telah diambil piloting sample sebesar 30. Evaluasi atas hasil pengujian dilakukan dengan memilih tombol “Kesimpulan”. Sebelum disajikan kesimpulan atas hasil pengujian, sistem terlebih dahulu akan menghitung nilai saldo akun, presisi, nilai estimasi (Estimated Value/ EV), batas atas dan batas bawah nilai saldo akun yang dapat ditoleransi. Nilai batas atas berasal dari “EV + Presisi” dan nilai batas bawah berasal dari “EV – Presisi”. Jika nilai saldo akun berada diantara batas atas dan batas bawah maka dapat dapat disimpulkan bahwa akun yang diuji adalah wajar. Sebaliknya jika nilai saldo akun berada diluar rentang antara batas atas dan batas bawah maka akun disimpulkan tidak wajar. Nilai saldo akun berada di bawah batas bawah artinya terjadi kurang saji dan berada di atas batas atas artinya terjadi lebih saji. Penggunaan perangkat lunak untuk evaluasi hasil pengujian sampel Dalam contoh diperoleh nilai presisi Rp35.763.306,43 dan EV sebesar Rp1.394.357.310,29 sehingga nilai batas atas sebesar Rp1.430.120.616,73 dan batas bawah sebesar Rp1.358.594.003,86. Karena nilai saldo akun sebesar Rp1.444.781.474 berada di atas batas atas maka disimpulkan bawa akun tidak wajar, terjadi lebih saji. b. Stratified MPU Metode ini adalah pengembangan dari Metode Unstratified MPU. Stratified MPU tepat digunakan jika data populasi heterogen. Dalam Stratified MPU, populasi dibagi menjadi beberapa strata (kelompok). Tujuan dari pembagian dalam strata adalah mengurangi keragaman (variability) item populasi, sehingga anggota sub populasi dalam tiap strata relatif homogen. Pembagian dalam strata dapat Badan Diklat PKN BPK RI 43 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta meningkatkan efisiensi pemeriksaan karena mampu mengurangi ukuran sampel tanpa meningkatkan sampling risk. Penggunaan perangkat lunak untuk menentukan ukuran sampel. Saat memilih metode Unstratified MPU, pada layar akan muncul notifikasi bahwa pemeriksa harus menginput standar deviasi dari sampel. Notifikasi berikutnya adalah apakah pemeriksa menggunakan judgement atau piloting sample dalam mengestimasi standar deviasi dari sampel. Isikan dengan angka “1” jika menggunakan judgement atau isikan “0” jika menggunakan piloting sample. Sebagai contoh dipilih angka “1” yaitu dengan piloting sample sebanyak 30. Setelah itu pemeriksa harus menginput jumlah atau ukuran populasi, misal suatu populasi saldo akun sebanyak 2300 transaksi kemudian klik “ok” maka sistem akan merandom sampel sebanyak 30 secara otomatis. Sampel tersebut diambil dari data populasi yang telah diinput dalam sheet “data audit”. Output yang keluar adalah kode transaksi serta nilai Badan Diklat PKN BPK RI 44 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta transaksinya (unaudited value). Langkah berikutnya adalah pemeriksa menginput data pada kolom audited value sesuai dengan hasil pengujian. Jika tidak terjadi salah saji maka data yang diinput adalah sama dengan angka unaudited value. Setelah pemeriksa selesai menginput seluruh 30 data audited value, nilai standar deviasi akan terisi secara otomatis. Setelah itu pemeriksa berturutturut harus mengisi nilai risiko pemeriksaan, risiko deteksi, serta TE. Sebagai contoh, dalam risiko pemeriksaan sebesar 5%, risiko deteksi sebesar 10%, dan TE sebesar Rp72.239.073,70. Langkah berikutnya dalam menentukan ukuran sampel dengan metode Unstratified MPU adalah memilih tombol “Hitung Ukuran Sampel”. Secara otomatis akan muncul jumlah sampel yang dalam contoh ini ukuran sampel diperoleh sebesar 68. Karena sebelumnya telah diambil piloting sample sebanyak 30, maka sistem hanya akan menambah jumlah kekurangannya, yaitu sebesar 38 sampel. Pemilihan, Pengujian dan Evaluasi Sampel Dalam perangkat lunak pemilihan sampel dilakukan secara random yang otomatis dilakukan oleh sistem. Pengujian atas sampel dilakukan untuk menguji apakah nilai suatu transaksi pada sampel memenuhi asersi atau tidak (terjadi salah saji atau tidak). Seperti halnya dalam Metode Unstratified MPU, pemeriksa kemudian memasukan data/ nilai hasil pengujian pada kolom audited value. Badan Diklat PKN BPK RI 45 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta Evaluasi atas hasil pengujian sama dengan metode Unstratified MPU, yaitu dengan memilih tombol “Kesimpulan”. Sebelum disajikan kesimpulan atas hasil pengujian, sistem terlebih dahulu akan menghitung nilai saldo akun, presisi, nilai estimasi (Estimated Value/ EV), serta batas atas dan batas bawah nilai saldo akun yang dapat ditoleransi. Nilai batas atas berasal dari “EV + Presisi” dan nilai batas bawah berasal dari “EV – Presisi”. Jika nilai saldo akun berada diantara batas atas dan batas bawah maka dapat disimpulkan bahwa akun yang diuji adalah wajar. Sebaliknya jika nilai saldo akun berada diluar rentang antara batas atas dan batas bawah maka akun disimpulkan tidak wajar. Nilai saldo akun berada di bawah batas bawah artinya terjadi kurang saji dan berada di atas batas atas artinya terjadi lebih saji. c. Monetary Unit Sampling (MUS) Metode MUS lebih mudah daripada Classical Variables Sampling karena tidak memerlukan ukuran karatersitik populasi seperti standar deviasi dan normalitas. Model ini menggunakan pendekatan secara proporsional dengan jumlah nominal rupiah. Kekurangan dari model ini adalah sulit mendeteksi kurang saji/ understatement karena sampel yang terpilih probabilitasnya proporsional dengan nilai nominalnya, yaitu nilai yang besar akan memiliki probabilitas besar pula untuk terpilih. Oleh karena itu, metode ini tepat digunakan jika diduga ditemukan overstatement. Dua asumsi yang harus dipenuhi (Rules of Thumbs) jika menggunakan model ini adalah 1) Tingkat salah saji populasi adalah kecil (kurang dari10%) dan jumlah populasi cukup besar (lebih dari 2000) dan 2). Nilai salah saji pada setiap deviasi yang ditemukan tidak lebih dari nilai buku, misal jika nilai buku adalah Rp5juta maka nilai salah saji tidak lebih dari Rp5juta. Metode ini juga mengasumsikan bahwa salah saji yang ditemukan tidak banyak. Dalam metode MUS, variabel-variabel yang menentukan ukuran sampel adalah: nilai buku saldo akun, TE, expected misstatement (estimasi pemeriksa atas terjadinya salah saji dalam populasi), risiko pemeriksaan, risiko pengendalian, dan risiko bawaan. Badan Diklat PKN BPK RI 46 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta Penggunaan perangkat lunak untuk menentukan ukuran sampel Untuk menentukan ukuran sampel dengan menggunakan perangkat lunak uji petik, pemeriksa perlu menginput nilai saldo akun, TE, expected misstatement, serta risiko deteksi. Dengan model risiko pemeriksaan, pemeriksa dapat memperoleh risiko deteksi dengan cara membagi risiko pemeriksaan dengan risiko pengendalian dan risiko bawaan. Contohnya, saldo akun belanja barang suatu entitas sebesar Rp82.612.523.887,00. Akun tersebut memiliki risiko bawaan sebesar 70% dan risiko deteksi juga sebesar 70% dengan risiko pemeriksaan ditentukan sebesar 5%, sehingga risiko deteksi , yaitu sebesar 10%. TE ditetapkan sebesar 5% dari saldo akun (Rp4.130.626.194,35) dan pemeriksa menduga terdapat jumlah salah saji sebesar Rp1.000.000.000,00. Variabelvariabel tersebut kemudian diinput ke sel-sel yang sesuai. Setelah semua sel terisi, pilih tombol “Hitung Sampel” untuk menghitung ukuran sampel. Jumlah sampel yang disarankan adalah sebanyak 73 dan “Sampel Interval” sebesar Rp1.131.678.410,00. Badan Diklat PKN BPK RI 47 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta Kemudian pemeriksa memasukan nilai insiasi, yang nilainya harus lebih kecil dari nilai sampling interval, misal dipilih angka Rp1.000.000,00. Seperti telah disebutkan bahwa model ini menggunakan pendekatan secara proporsional dengan jumlah nominal rupiah, artinya nominal 10.000 memiliki peluang 10 kali lebih besar dari nominal 1000. Cara pemilihan sampel seperti ini disebut dengan Probability-proportional-to-size (PPS). Pilih tombol “Generate Sampel” untuk memperoleh sampel sejumlah 73 dengan metode PPS. Dalam melakukan pengujian sampel, pemeriksa melakukan pengujian apakah dokumen yang diperiksa memenuhi asersi terkait dengan saldo akun yang menjadi tujuan pengujian, misal apakah transaksi dicatat dengan akurat/benar angkanya atau tidak, apakah transaksi telah diklasifikasikan pada akun yang tepat, dan lain-lain. Nilai hasil pengujian (audited value) diisikan dalam kolom “Nilai Seharusnya”. Setelah sampel diuji, misalnya ditemukan 3 salah saji yaitu: 1. sampel 7 nilai hasil pemeriksaan sebesar Rp1.100.000.000,00 (lebih saji sebesar Rp118.636.364.00), 2. sampel 9 nilai hasil pemeriksaan sebesar Rp525.000.000,00 (lebih saji sebesar Rp101.535.000,00), dan 3. sampel 71 nilai hasil pemeriksaan sebesar Rp422.630.000,00 (lebih saji sebesar Rp175.000.000,00). Badan Diklat PKN BPK RI 48 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta Kesimpulan atau hasil evaluasi dapat diperoleh dengan cara memilih tombol “Kesimpulan” dan akan keluar output: Total Salah Saji Rp395.171.364,00, Proyeksi Salah Saji Rp679.260.024,12 Risiko Sampling Rp2.913.663.196,69, sehingga Batas Atas Salah Saji (Proyeksi Salah Saji + Risiko Sampling) sebesar Rp3.592.923.220,81. Karena Batas Atas Salah Saji masih lebih kecil dari TE maka disimpulkan bahwa Akun yang diuji adalah Wajar. Dalam perangkat lunak ini juga diberikan informasi proporsi nilai akun yang disampel terhadap populasi, dalam contoh ini sebesar 32%. Badan Diklat PKN BPK RI 49 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta LEMBAR KERJA BAB VI Praktikkan pengambilan sampel dan uji petik dengan menggunakan data yang telah disediakan! Data dalam bentuk soft file. 1. Melaksanakan Pengujian Pengendalian a. Tentukan jumlah sample yang akan diuji kendali b. Pilih sample yang akan diuji kendali c. Evaluasi dan Interpretasi hasil pengujian pengendalian, jika: Tidak dijumpai kesalahan dalam pengujian Terdapat Empat Kesalahan dalam pengujian d. Gunakan data base pendapatan yang di berikan panitia e. Dokumentasikan dan Presentasikan hasil pengujian pengendalian di depan kelas 2. Melaksanakan Pengujian Substantif a. Tentukan jumlah sample yang akan diuji substansi b. Pilih sample yang akan diuji substansi c. Evaluasi dan Interpretasi hasil pengujian substansi, jika: Tidak dijumpai kesalahan dalam pengujian Terdapat Empat Kesalahan dalam pengujian sebesar: o Transaksi tercatat senilai Rp250.000.000.000,00 seharusnya Rp245.000.000.000,00 o Transaksi tercatat senilai Rp49.000.000.,00 seharusnya Rp47.000.000.,00 o Transaksi tercatat senilai Rp2.000.000.000,00 seharusnya Rp1.900.000.000,00 o Transaksi tercatat senilai Rp149.000.000.,00 seharusnya Rp145.000.000.000,00 d. Gunakan data base belanja yang diberikan panitia e. Dokumentasikan dan Presentasikan hasil pengujian substansi di depan kelas Badan Diklat PKN BPK RI 50 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta BAB VII SIMPULAN Berdasarkan Pembahasan atas Pemeriksaan Berbasis Risiko (Risk Based Audit) atas Pemeriksaan Laporan Keuangan maka dapat kita simpulkan hal-hal berikut ini: 1. Pendekatan pemeriksaan berbasis risiko (RBA) sangat bermanfaat untuk mengatasi beberapa keterbatasan dalam pelaksanaan pemeriksaan, seperti: waktu, sumber daya manusia, dan lain-lain, sehingga mampu memfokuskan pemeriksaan pada area pemeriksaan yang memiliki risiko tinggi; 2. RBA sangat membantu pemeriksa dalam hal melakukan identifikasi dan analisis atas risiko-risiko yang mungkin terjadi. Analisis dan identifikasi risiko tersebut dilakukan pada level entitas, siklus, maupun akun; 3. Efektifitas Penerapan RBA sangat ditentukan oleh beberapa hal, seperti: tingkat pemahaman serta komitmen pemeriksa, kemampuan analisis risiko yang mumpuni, dan konsistensi dalam penerapan RBA di setiap objek pemeriksaan; 4. Ketua tim dapat mempertimbangkan dampak risiko terhadap bukti dan sebaliknya. Badan Diklat PKN BPK RI 51 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta LEMBAR KERJA BAB VII STUDI KASUS PENDAHULUAN Kasus ini berisi petunjuk dan instruksi yang harus dikerjakan. Kasus yang akan dikerjakan meliputi langkah-langkah pemeriksaan yang ada dalam tahapan perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan. Dalam kasus ini disediakan Contoh Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kota Semangka Jaya Tahun Anggaran 2015. LKPD tersebut meliputi Neraca, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas dan Laporan Realisasi Anggaran , Laporan Perubahan Sisa Anggaran Lebih serta Laporan Arus Kas. Untuk tahap perencanaan pemeriksaan peserta akan diminta mengerjakan beberapa langkah sebagai berikut: 1. Pemahaman Entitas 2. Prosedur Analisis Awal 3. Penentuan Materialitas Awal 4. Pemahaman SPI 5. Penilaian Risiko Untuk tahap pelaksanaan pemeriksaan (pekerjaan lapangan) peserta akan diminta mengerjakan beberapa langkah sebagai berikut: 1. Melaksanakan Pengujian Pengendalian 2. Melaksanakan Pengujian Substantif GAMBARAN UMUM ENTITAS Sekilas Kota Semangka Jaya Secara geografis, Kota Semangka Jaya terletak antara 6 50’ – 7 10’ Lintang Selatan dan garis 109 35’ – 110 50’ Bujur Timur, dengan batas-batas sebelah Utara dengan Laut Jawa, sebelah Timur dengan Kabupaten Demak, sebelah Barat dengan Kabupaten Kendal, dan sebelah Selatan dengan Kabupaten Semangka Jaya. Suhu Udara berkisar antara 20-30 Celcius dan suhu rata-rata 27 Celcius. Kota Semangka Jaya memiliki Luas 373,70 km atau 37.366.836 Ha terdiri dari 16 kecamatan dan 117 kelurahan. Penduduknya sangat heterogen terdiri dari campuran Badan Diklat PKN BPK RI 52 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta beberapa etnis, Jawa, Cina, Arab dan Keturunan. Mata pencaharian penduduk beraneka ragam, terdiri dari pedagang, pegawai pemerintah, pekerjaan pabrik dan petani. Sebagai kota Metropolitan, Kota Semangka Jaya juga memiliki fasilitas yang sangat memadai. Disini terdapat fasilitas pelabuhan, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas perbelanjaan, kawasan bisnis, dll.Kota Semangka Jaya nampaknya akan terus berkembang, selain sebagai kota perdagangan juga menjadi kota jasa pariwisata. Oleh karena itu, di Semangka Jaya terus bertumbuh hotel-hotel dari kelas, melati hingga bintang. Perkembangan menjadi kota jasa itu akan ditunjang sarana transportasi udara dengan Bandara yang ditingkatkan statusnya menjadi Bandara Internasional, maupun transportasi darat berupa Kereta Api (KA) dan bus dengan berbagai jurusan. Visi Kota Semangka Jaya adalah “Terwujudnya Kota Perdagangan Dan Jasa, Yang Berbudaya Menuju Masyarakat Sejahtera” Misi Kota Semangka Jaya, meliputi: 1. Mewujudkan sumberdaya manusia dan masyarakat yang berkualitas 2. Mewujudkan Pemerintahan Daerah yang efektif dan efisien, meningkatkan kualitas pelayanan publik, serta menjunjung tinggi supremasi hukum. 3. Mewujudkan kemandirian dan daya saing daerah 4. Mewujudkan tata ruang wilayah dan infrastruktur yang berkelanjutan 5. Mewujudkan Kesejahteraan Sosial Masyarakat Organisasi Pemerintah Kota Semangka Jaya di pimpin oleh Walikota dan Wakil Walikota dengan Sekretaris Daerah sebagai koordinator pengelolaan keuangan. Berikut Struktur Organisasi di lingkungan Skretariat Daeah Kota Semangka Jaya. Badan Diklat PKN BPK RI 53 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta Badan Diklat PKN BPK RI 54 Hal. 54 Buku Peserta Selain Lingkungan Sekretariat Daerah, organisasi pemerintahan Kota Semangka Jaya secara keseluruhan 52 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas, Badan, Kantor dan Kecamatan. Rincian SKPD tersebut adalah sebagai berikut: No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 SKPD Dinas Pendidikan Dinas Kesehatan RSUD Dinas Bina Marga Dinas Sosial, Pemuda dan Olah Raga Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Dinas Tata Kota dan Perumahan Dinas Penerangan Jalan dan pengelolaan Reklame Sekretariat Daerah Badan Kepegawaian Daerah Bappeda Inspektorat BPPT Sekretariat Dewan DPRD Kepala Daerah Walikota Kantor Satpol PP BPBD Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Dinas Perindustrian dan Perdagangan Dinas Koperasi dan UKM Badan Kesbangpolinmas Dinas Kelautan dan Perikanan Kantor Perpustakaan dan Arsip Dinas PSDA dan ESDM Dinas Kebakaran Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Badan Lingkungan Hidup Kantor Diklat Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Dinas Pasar Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Dinas Kebersihan dan Pertamanan Dinas Pertanian Kantor Ketahanan Pangan Bapermas 37 Kecamatan Badan Diklat PKN BPK RI Keterangan SKPD ES II SKPD ES II BLUD Direktur SKPD ES II SKPD ES II SKPD ES II SKPD ES II SKPD ES II SKPD ES II SKPD ES II SKPD ES II SKPD ES II SKPD ES II SKPD ES II SKPD ES II SKPD ES II SKPD ES III SKPD ES II SKPD ES II SKPD ES II SKPD ES II SKPD ES II SKPD ES II SKPD ES III SKPD ES II SKPD ES II SKPD ES II SKPD ES II SKPD ES III SKPD ES II SKPD ES II SKPD ES II SKPD ES II SKPD ES II SKPD ES III SKPD ES II Sebanyak 16 Kecamatan Setingkat Es III 55 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta Kebijakan Akuntansi Sebagaimana diamanatkan Undang-undang No. 17 tahun 2003 pasal 32 bahwa bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Kota Semangka Jaya telah mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), dimana Lapoan Keuangan yang disusun sebanyak 7 (tujuh) terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, Laporan Operasional (LO), Laporan Arus Kas (LAK), Laporan Perubahan SILPA (SAL), Laporan Perubahan Ekuitas ( LPE), dan Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK). Pemerintah Kota Semangka baru menerapkan Akuntansi Berbasis Akrual penuh sejak Tahun 2015. Pada Tahun 2014 LKPD Pemerintah Kota Semangka Jaya telah diperiksa BPK dengan opini WTP dan dipertanggungjawabkan kepada DPRD. Pengungkapan Informasi Penting Lainnya 1. Di lingkungan Pemerintah Kota Semangka Jaya telah ada penggantian manajemen selama tahun berjalan pada tahun 2015, antara lain : a. Pergantian Jabatan Walikota Semangka Jaya Periode Masa Jabatan tahun 20152019. Telah terpilih melalui Pilkada Langsung pada Tahun 2015. Sementara itu sepanjang Tahun 2015 ditunjuk Plt. Walikota Sdr. Jaka Sultana (Asisten Sekda Provinsi Idaman). b. Adanya kekosongan jabatan Sekda Kota Semangka Jaya, untuk kelanjutan dan kelancaran pelaksanaan tugas dan pembangunan di Pemerintah Kota Semangka Jaya, serta menunggu pengisian pejabat yang definitif Sekda Kota Semangka Jaya, perlu ditunjuk Pejabat Pelaksana Tugas Sekda Kota Semangka Jaya. c. Dalam rangka meningkatkan kinerja di lingkungan PNS Pemerintah Kota Semangka Jaya dan untuk mengisi kekosongan jabatan maka dilaksanakan mutasi pejabat struktural di lingkungan Pemerintah Kota Semangka Jaya, dengan rincian sebagai berikut : 1) Eselon II sebanyak 19 orang 2) Eselon III sebanyak 68 orang 2. Pengelolaan Pendapatan PBB sektor Perkotaan baru diserahkan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Kota pada Tahun 2014. Sampai dengan Tahun 2015 proses validasi data wajib pajak terkait penetapan pajak dan data base piutang pajak masih berjalan. Badan Diklat PKN BPK RI 56 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta 3. Pengelolaan Keuangan RSUD yang berbentuk BLUD selain yang berasal dari APBD dikelola secara tersendiri dan belum menjadi bagian dalam LKPD . Laporan Keuangan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kota Semangka Jaya tersedia dalam Soft Copy yang diberikan Panitia. Badan Diklat PKN BPK RI 57 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta KASUS PERENCANAAN PEMERIKSAAN 1. Pemahaman Entitas a. Lakukan pemahaman entitas berdasarkan informasi yang tersedia b. Buat catatan terhadap hal-hal yang akan berdampak terhadap LKPD dengan form matriks sebagai berikut: (File 02 LEMBAR KERJA PEMAHAMAN ENTITAS) Informasi Yang dipertimbangkan Dokumentasi yang diperlukan untuk pemahaman lebih lanjut Jelaskan dampak informasi tersebut terhadap risiko salah saji LKPD 1. Faktor Regulasi Pengelolaan Keuangan Daerah (misalnya perubahan aturan secara nasional dll) 2. Sifat Khusus dari Entitas yang diperiksa (misalnya proses bisnis tertentu, pertanggungjawaban LK dll) 3. Pemilihan dan penerapan kebijkan akuntansi (misalnya metode penyusutan AT dll) 4. Tujuan dan strategi terkait dengan risiko bisnis entitas (penerapan Perda dan pejabat baru dll) 5. Pengukuran dan Review atas Kinerja Keuangan Entitas (misalnya tersedia sistem pengukuran dan review, laporan penilaian kinerja dll) Kesimpulan: Informasi dari lingkungan Entitas yang memadai telah tersedia/belum tersedia untuk menilai Risiko Salah Saji Laporan Keuangan. c. Presentasikan hasil pemahaman entitas di depan kelas 2. Prosedur Analisis Awal a. Berdasarkan informasi dalam laporan keuangan lakukan prosedur analisis awal b. Gunakan form prosedur analisis awal yang telah tersedia. (File 03 LEMBAR KERJA PROSEDUR ANALISIS AWAL) Prosedur Analisis Vertikal Prosedur Analisis Horisontal Prosedur Analisis awal lainnya c. Berikan catatan atas selisih/penyimpangan yang terjadi, kemudian tentukan kemungkinan penyebabnya Badan Diklat PKN BPK RI 58 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta d. Susun prosedur untuk menelusuri terjadinya selisih tersebut e. Presentasikan hasil prosedur analisis awal di depan kelas 3. Pemahaman SPI a. Lakukan pemahaman atas SPI Entitas b. Selain berdasarkan informasi yang tersedia anda dapat menggunakan Informasi Real terkait entitas yang akan anda periksa c. Pemahaman SPI level Entitas d. Pemahaman SPI level Siklus e. Form Pemahaman SPI tersedia di (File 04 a dan File 04 b LEMBAR KERJA PEMAHAMAN SPI) f. Presentasikan hasil pemahaman SPI di depan kelas 4. Penentuan Materialitas Awal a. Dalam perencanaan pemeriksa menetukan batas materialitas awal b. Cari Informasi Real terkait entitas yang akan anda periksa c. Tetapkan prosentase materialitas awal dengan pertimbangan indikator sebagai berikut: Matriks Penetapan Tarif Materialitas Awal No. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Skor Kriteria 1 Opini terakhir tahun sebelumnya Skor 3 jika opini tahun sebelumnya WTP, skor 2 jika opini tahun sebelumnya WDP, dan skor 1 jika opini tahun sebelumnya TW atau TMP 2 Hasil pemeriksaan tahun anggaran yang diperiksa Semakin banyak permasalahan signifikan yang ditemukan BPK dalam pemeriksaan sebelumnya, baik dari pemeriksaan kinerja, pemeriksaan PDTT, maupun pemeriksaan interim/pendahuluan maka skor semakin kecil. 3 Efektivitas tindak lanjut Semakin tidak efektif penyelesaian tindak lanjut, maka skor akan semakin kecil. 4 Integritas personil kunci Penilaian Integritas personil kunci mempertimbangkan rekam jejak personil kunci, serta sosialisasi dan penegakan peraturan disiplin pegawai, serta tingkat kepedulian personil kunci terhadap kelancaran proses Badan Diklat PKN BPK RI 1 2 3 59 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 No. Buku Peserta Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Skor Kriteria 1 2 3 pemeriksaan.Semakin diragukan integritas personil kunci, maka skor akan semakin kecil. 5 Efektivitas atas Sistem Pengendalian Intern Semakin tidak efektif SPI maka skor akan semakin kecil 6 Potensi adanya kecurangan (fraud) dalam dua tahun anggaran terakhir Semakin besar potensi kecurangan maka skor yang diberikan semakin besar Sub Total Total d. Penetapan Nilai Materialitas dengan format dokumentasi sebagai berikut: Dasar Penetapan : Materialitas Total Belanja Nilai Dalam LK Rp : (alasan) Pertimbangan Tingkat : Materialitas Ref Ke Matriks Pertimbangangan Materialitas Awal Tingkat Materialitas : % Materialitas Awal : Interpretasi : Dampak Salah Saji terhadap perencanaan dan kesimpulan pengujian e. Alokasikan Materialitas awal untuk keseluruhan LK ke dalam materialitas level akun (Tolerable Misstatement) f. Form Penetapan Materialitas Awal dan Alokasi TM terdapat di File 04 LEMBAR KERJA PENETAPAN MATERIALITAS AWAL g. Presentasikan hasil penetapan materialitas awal di depan kelas Badan Diklat PKN BPK RI 60 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta Penilaian Risiko a. Dalam penilaian risiko pemeriksaan LKPD Buku Panduan menetapkan Risiko Pemeriksaan (Audit Risk ) sebesar 5% dan Risiko Bawaan Level Akun sesuai tabel dalam Form 05 Matriks Penilaian Risiko Bawaan. b. Dengan pertimbangan hal tersebut dan hasil pemahaman SPI, anda harus melengkapi Matriks Penilaian Risiko serta strategi pemeriksaannya c. Presentasikan hasil penilaian risiko awal di depan kelas Badan Diklat PKN BPK RI 61 Buku Peserta Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Lampiran 1/a Contoh: Badan Diklat PKN BPK RI Hal. 62 Buku Peserta Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Lampiran 1/b Contoh: Badan Diklat PKN BPK RI Hal. 63 Buku Peserta Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Lampiran 1/c Contoh: Badan Diklat PKN BPK RI Hal. 64 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta Lampiran 1/d Contoh: Badan Diklat PKN BPK RI Hal. 65 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta Lampiran 1/e Contoh: Badan Diklat PKN BPK RI Hal. 66 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta Lampiran 2 Contoh: Badan Diklat PKN BPK RI Hal. 67 Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Buku Peserta DAFTAR PUSTAKA Griffiths, Phill. 2005. Risk based Auditing, Gower Publishing. Pickett, Spencer, Willey. 2006. KH. Audit Planning : A risk Based Approach. Beasley, Elder., 2010. Auditing and Assurance Services, 13th edition. BPK RI. 2014. Keputusan BPK RI No. 4/K/I-XIII.2/7/2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan BPK RI. BPK RI. 2012. Keputusan BPK RI No. 2/K/I-XIII.2/7/2012 tentang Petunjuk Teknis Pemahaman dan Pengujian SPI. BPK RI. 2016. Keputusan BPK RI No. 3/K/I-XIII.2/3/2016 tentang Panduan Pemeriksaan LKPD Tahun 2016 BPK RI. 2014. Keputusan BPK RI No. ./K/I-XIII.2/./2014 tentang Petunjuk Teknis Penilaian Risiko BPK RI. 2014. Keputusan BPK RI No. 8/K/I-XIII.2/8/2014 tentang Petunjuk Teknis Uji Petik Pemeriksaan Keuangan BPK RI. 2013. Keputusan BPK RI No. 5/K/I-XIII.2/10/2013 tentang Petunjuk Teknis Penetapan Batas Materialitas BPK RI, 2017. Peraturan BPK No. 1 tahun 2017 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara Badan Diklat PKN BPK RI Badan Diklat PKN BPK Badan DiklatHal. PKN68BPK RI Buku Peserta Pemeriksaan Berbasis Risiko 1 Tim Penyusun Pengarah : Dwi Setiawan Susanto Penanggung Jawab dan Penyunting : Palupi Widyanthi Perevisi : Jarot Sembodo Sekretariat : 1. Caesar Rudy Rahardjo 2. Dewi Sarwoassri Wijayakusuma © 2018 Bidang Standarisasi Saran dan kritik dapat disampaikan ke: palupi.widyanthi@bpk.go.id Badan Diklat PKN BPK RI Hal. 69