DANA DESA DALAM APBN-P 2015: POTENSI, KETERBATASAN DAN KONSEKUENSI IMPLEMENTASINYA Dahlan Tampubolon, Ph.D Ekonom (Regional Economist) Kementerian Keuangan RI dahlantbolon@gmail.com RINGKASAN Penduduk miskin pada 2014 mencapai 27,73 juta (10,96 % total penduduk). Sebanyak 17,37 juta berada di desa dan 10,36 juta di kota. Menanggapi permasalahan tersebut, strategi pemerintah untuk mengatasi ketimpangan pembangunan yaitu dengan melaksanakan pembangunan nasional yang menaruh perhatian besar terhadap pembangunan desa. Pembangunan pedesaan berperanan penting dan strategis di dalam pembangunan nasional dan daerah, karena mengandung unsur pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya serta menyentuh secara langsung kepentingan sebagian besar masyarakat yang bermukim di perdesaan. Di dalam APBN-P 2015 dana desa sebesar Rp. 20.766 milyar. Dana desa ini merupakan lesson learnt dari PNPM-Mandiri. Peningkatan ini merupakan keseriusan pemerintah untuk membangun Indonesia dari pinggiran. Dalam Roadmap Dana Desa yang diajukan pemerintah pusat, pada tahun 2019 alokasi untuk untuk desa mencecah angka Rp.175,5 triliun. Dari Rp. 20 triliun Dana Desa dari Pusat pada tahun 2015, Riau mendapat hanya Rp. 230.140.145.040,-. Kabupaten Kampar memperoleh alokasi terbesar mencapai Rp. 34 milyar lebih, manakala Kabupaten Kepulauan Meranti memperoleh kurang dari Rp. 14 milyar. Kabupaten Bengkalis hanya mendapatkan Rp. 19,6 milyar, namun dana otonomisasi desa pada APBD 2014 sebesar Rp 3 miliar per desa, dan hingga tahun 2015 ini telah Rp 1,5 triliun lebih telah dianggarkan di dalam APBD. Beberapa konsekuensi akibat keterbatasan di desa di dalam mengelola keuangan desa yaitu kesalahan mekanisme, ADD menjadi ATM aparatur desa untuk kepentingan pribadi, penyelewengan aset desa dan bertumbuh suburnya korupsi di desa. Konsekuensi lainnya adalah adanya desakan pembentukan desa baru karena besarnya dana yang masuk ke desa. Perlu ada persiapan implementasi: Peningkatan kapasitas pemerintah desa dalam perencanaan pembangunan (RPJMDes dan RKPDesa) oleh pemerintah pusat dan/daerah serta OMS. Demikian pulan dengan peningkatan kapasitas pemerintah desa dalam pengelolaan keuangan dan aset desa oleh pemerintah pusat dan/ daerah serta OMS. Key Performance Indicator (KPI) menjadi salah satu hal penting yang perlu diperhatikan dalam setiap kegiatan atau proyek yang dilakukan di desa. Untuk menghindari kesalahan penyelenggaraan di desa perlu disusun sistem keuangan desa. Di peringkat desa perlu lebih mengoptimalkan pernaan BPD dalam fungsi pengawasan internal (budgeting) pada pengelolaan keuangan pemerintah desa. 1 DANA DESA DALAM APBN-P 2015: Potensi, Keterbatasan Dan Konsekuensi Implementasinya PENDAHULUAN Pemerintah Indonesia ketika ini berupaya meningkatkan pelaksanaan Pembangunan Nasional agar laju pembangunan daerah serta laju pembangunan desa dan kota semakin seimbang dan serasi. Namun pembangunan Nasional pada pelaksanaannya masih dihadapkan dengan masalah pokok pembangunan seperti ketimpangan pembangunan antara desa dan kota di Indonesia. Ketimpangan pembangunan terjadi karena banyak faktor yang mempengaruhinya sehingga pembangunan di Indonesia tidak merata sehingga berdampak pada tingginya kemiskinan di Indonesia. Terkait dengan masalah kemiskinan, menurut data BPS jumlah penduduk miskin pada September 2014 mencapai 27,73 juta (10,96 % total penduduk). Sebanyak 17,37 juta berada di desa dan 10,36 juta di kota. Menanggapi permasalahan tersebut, strategi pemerintah untuk mengatasi ketimpangan pembangunan yaitu dengan melaksanakan pembangunan nasional yang menaruh perhatian besar terhadap pembangunan desa. Pembangunan pedesaan berperanan penting dan strategis di dalam pembangunan nasional dan daerah, karena mengandung unsur pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya serta menyentuh secara langsung kepentingan sebagian besar masyarakat yang bermukim di perdesaan. Pada masa lalu secara substansial pembangunan desa cenderung dilakukan secara seragam (penyeragaman) oleh pemerintah pusat. Program pembangunan desa lebih bersifat top-down. Pada era reformasi secara substansial pembangunan desa lebih cenderung diserahkan kepada desa itu sendiri. Sedangkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah cenderung mengambil posisi dan peran sebagai fasilitator, memberi bantuan dana, pembinaan dan pengawasan (Muhi, 2012). Banyak program pembangunan masuk ke desa akan tetapi hanya dikelola oleh dinas. Program semacam itu mendulang kritikan karena program tersebut tidak memberikan akses pembelajaran bagi desa, dan program itu bersifat top down sehingga tidak sejalan dengan kebutuhan desa dan masyarakatnya. Di dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa disebutkan pembangunan desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk kesejahteraan masyarakat desa. Di dalam undang-undang ini disebutkan bahwa pendapatan desa bersumber dari pendapatan asli desa, alokasi APBN, bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten, alokasi dana Desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima kabupaten, bantuan keuangan dari APBD, hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga, dan lain-lain pendapatan Desa yang sah. Alokasi anggaran untuk desa yang bersumber dari belanja pusat 2 DANA DESA DALAM APBN-P 2015: Potensi, Keterbatasan Dan Konsekuensi Implementasinya dilakukan dengan mengefektifkan program yang berbasis desa secara merata dan berkeadilan. Pemerintah memberi dukungan keuangan kepada desa salah satunya adalah berasal dari dana Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah minimal 10% diperuntukkan bagi desa yang disebut Alokasi Dana Desa (ADD). Maksud pemberian ADD sebenarnya adalah sebagai bantuan stimulan atau dana perangsang untuk mendorong dalam membiayai program pemerintah desa yang ditunjang dengan partisipasi swadaya gotong royong masyarakat dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan dan pemberdayaan masyarakat. Total dana yang menjadi pendapatan desa yang masuk dari APBN melalui ADD ke daerah tahun 2013 mencapai rata-rata Rp. 565 juta dan pada tahun 2014 meningkat menjadi Rp.624 juta. Di dalam APBN 2015 dianggarkan Rp. 9.066 milyar untuk dana desa dan pada APBNP 2015 berubah menjadi RP. 20.766 milyar. Peningkatan ini merupakan keseriusan pemerintah untuk membangun Indonesia dari pinggiran. Menelisik Roadmap Dana Desa yang diajukan pemerintah pusat, pada tahun 2019 alokasi untuk ADD mencapai Rp. 60.287 milyar, ditambah transfer ke daerah 10% (Rp. 111.840 milyar), bagi hasil PDRD (Rp. 3.377 milyar), sehingga keseluruhannya mencecah angka Rp.175,5 triliun atau rata-rata Rp. 2.368,6 milyar per desa. ALOKASI DANA DESA Terminologi pendapatan desa, keuangan desa atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) sebenarnya sudah ada sejak Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Selanjutnya dengan judul yang sama, pemerintah mengganti UU 22/1999 dengan UU 32/2004. Berdasarkan Pasal 216 UU 32/2004, pemerintah menerbitkan PP Nomor 72 Tahun 2005. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 menyatakan Pemerintah mengamanatkan bahwa sumber pendapatan desa berasal dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota untuk Desa paling sedikit 10 persen setelah dikurangi belanja pegawai dibagi untuk setiap Desa secara proporsional merupakan alokasi dana desa. Sedangkan pengelolaan keuangan ADD diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa pasal 18 Alokasi Dana Desa berasal dari APBD Kabupaten/Kota yang bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/Kota untuk Desa paling sedikit 10 % (sepuluh persen). 3 DANA DESA DALAM APBN-P 2015: Potensi, Keterbatasan Dan Konsekuensi Implementasinya Pengelolaan ADD mengacu pada azas merata adalah besarnya bagian ADD yang sama untuk setiap desa, yang selanjutnya disebut ADD Minimal dan azas adil adalah besarnya bagian ADD berdasarkan Nilai Bobot Desa (BDx) yang dihitung dengan rumus dan variabel tertentu, (misalnya kemiskinan, keterjangkauan, pendidikan dasar, kesehatan dll) yang disebut ADD proporsional. Besarnya prosentase perbandingan antara azas merata dan adil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di atas, adalah besarnya ADDM adalah 60% (enampuluh persen) dari jumlah ADD dan besarnya ADDP adalah 40% (empat puluh persen) dari jumlah ADD (Permendagri Nomor 37/2007 pasal 20). Dalam PP 72/2005 diatur mengenai sumber-sumber pendapatan desa yang dikelola dalam APBDes. Untuk itu, Pemerintah desa harus menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) dan Rencana Kerja Pembangunan (RKP) Desa dalam rangka pengelolaaan dan pelaksanaan APBDes. Dari jumlah desa di Indonesia sebanyak 72.944 desa, diduga belum banyak pemerintah desa yang mampu mengelola APBDes hingga miliaran rupiah secara akuntabel dan transparan. Pada awal tahun 2014, pemerintah dengan persetujuan DPR telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Undang-Undang ini terbit pada saat revisi atas UU 32/2004 dan UU 33/2004 masih dalam proses pembahasan di DPR. Dalam ketentuan penutup, UU 6/2014 ini menyatakan telah mencabut berlakunya pasal 200 sampai pasal 216 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Padahal, PP 72/2005 sendiri diterbitkan sebagai amanat dari Pasal 216 UU 32/2004. Dana program berbasis desa sebenarnya cukup banyak tersebar di berbagai K/L, tetapi untuk sampai pada tahap identifikasi bahwa suatu dana program K/L benar-benar akan direalokasi menjadi Dana Desa serta penetapan besaran dana program K/L yang akan direalokasi menjadi Dana Desa memerlukan koordinasi yang intensif antara para pihak (Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Bappenas, serta kementerian teknis) dan penetapan kriteria yang jelas. Salah satu kriteria yang diusulkan agar program K/L bisa direalokasi ke pos Dana Desa adalah kegiatan yang outputnya berdampak meningkatkan sarana dan prasarana desa atau pemberdayaan terhadap masyarakat desa. Misalnya, dana kegiatan PNPM Mandiri seperti di atas. Namun, untuk kegiatan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan kegiatan berbasis desa tersebut tetap menjadi domain dari pemerintah di atasnya (pemerintah pusat, pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota). 4 DANA DESA DALAM APBN-P 2015: Potensi, Keterbatasan Dan Konsekuensi Implementasinya Ada dua cara yang dapat ditempuh oleh pemerintah untuk menyediakan Dana Desa yaitu pertama, dengan merealokasikan anggaran program berbasis desa dengan besaran persentase tertentu dalam jangka waktu tertentu. Cara kedua yaitu menyesuaikan jumlah dana program K/L berbasis desa yang berhasil diidentifikasi tanpa harus menetapkan suatu angka yang spesifik dan berapa lama waktu yang diperlukan untuk memenuhi angka sepuluh persen. Adanya prinsip money follows function mengharuskan pemerintah desa dapat menyelenggarakan fungsi pelayanan kepada masyarakat dan penyelenggaraan pemerintah yang baik dan jelas dengan program kerja yang terarah. Namun, penerapan prinsip tersebut membutuhkan kesiapan perangkat desa dan kelembagaan desa serta penetapan key performance indicator (KPI). Penyelenggaraan pemerintahan desa yang berdasarkan prinsip money follows function dan KPI wajib diterapkan dalam rangka penyaluran Dana Desa agar seluruh kegiatan pemerintah desa memiliki output dan outcomes yang optimal. Mahfud (2009) menyatakan sebagian besar penggunaan ADD lebih banyak diarahkan pada kegiatan fisik (pembangunan sarana dan prasarana fisik) dan penambahan kesejahteraan perangkat desa dalam bentuk dana purna bakti, tunjangan dan sejenisnya serta sebagian lagi untuk kegiatan rutin. Sementara itu, dari aspek realisasi masih ditemui realisasi ADD di bawah 60%. Namun Hargono (2011) menemukan besarnya ADD yang diberikan ke setiap desa tidak menggunakan formula yang ditentukan dengan pembobotan tujuh variabel penting desa, tetapi menggunakan pembagian total jumlah desa di kabupaten untuk penentuan ADDM (ADD Merata) dan pembagian total jumlah banjar dinas untuk penentuan ADDP (ADD proporsional). Dengan demikian, cara tersebut dinilai tidak adil bagi Desa, sehingga menimbulkan ketidakefektifan penyaluran ADD. Dilihat dari aspek yuridis dan ADD terhadap pembangunan desa, seperti yang dikemukakan oleh Aldi (2012). Hasil kajiannya menyimpulkan pelaksanaan ADD belum efektif, beberapa kendala yang ditemui seperti kurangnya partrisipasi masyarakat, belum berlakunya pembagian alokasi dana desa sesuai dengan ketentuan peraturan pemerintah, dan masih adanya ”lobi-lobi” yang dilakukan pemerintah desa kepada pemerintah daerah. Hal ini terkait dengan relatif rendahnya sumber daya manusia di desa. Penelitian tentang dampak ADD terhadap perekonomian yang dilakukan Prasetyanto (2012) menunjukkan ADD mampu meningkatkan kinerja fiskal dan perekonomian daerah, mampu mengurangi jumlah penduduk miskin dan meningkatkan produk domestik regional bruto sektor pertanian. Thomas (2013) 5 DANA DESA DALAM APBN-P 2015: Potensi, Keterbatasan Dan Konsekuensi Implementasinya mendapati 30% dari dana ADD bisa berjalan sesuai dengan yang diharapkan dan sisanya kurang optimal. Rendahnya sumber daya manusia aparat desa dan kurangnya koordinasi tentang pengelolaan ADD disinyalir menjadi hambatan dalam proses pengelolaan Alokasi Dana Desa. Namun Azwardi dan Sukanto (2014) menemukan penyaluran dana ADD belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Bila dilihat dari jumlah yang disalurkan hingga tahun 2012 belum satu pun yang memenuhi ketentuan yang berlaku (minimal 10% dari dana bagi hasil ditambah pajak dikurangi belanja pegawai). Daerah yang telah melakukan penyaluran ADD menunjukkan peningkatkan, bila tahun 2006 sebesar 35,71%, meningkat menjadi 90% pada tahun 2012. Alasan yang mengemuka, peraturan tidak memberikan sanksi terhadap dearah yang tidak menyalurkan ADD. Bila suatu daerah merasa belum mampu untuk menganggarkan ADD pemerintah provinsi maupun pusat tidak bisa melakukan tindakan (sanksi). PENGALOKASIAN DANA DESA DALAM APBN-P 2015 Skema Alokasi Keuangan Dari APBN merupakan wujud kongkrit dari pengakuan negara terhadap kewenangan asal-usul (asas pengkuan) dan kewenangan skala lokal desa (asas subsidiaritas). Alokasi ini juga untuk memenuhi kesetimbangan pembangunan desa sebagai akibat dari keberagaman dari yang bersumber dari perimbangan. Desa yang mendapatkan dana dari kabupaten yang besar, akan mendapatkan dana yang kecil dari APBN. Dana desa ini merupakan lesson learnt dari PNPM-Mandiri. Dana desa yang bersumber dari APBN diperuntukkan bagi Desa dan Desa Adat ditransfer melalui APBD Kabupaten/Kota dan digunakan untuk membiayai: 1. 2. 3. 4. Penyelenggaraan pemerintahan; Pembangunan; Pemberdayaan masyarakat; Kemasyarakatan. • Alokasi APBN bersumber dari belanja pusat dengan mengefektifkan program yang berbasis desa secara merata dan berkeadilan. • Besaran alokasi anggaran yg peruntukannya langsung ke desa ditentukan10% dari dan di luar dana transfer ke daerah (on top) secara bertahap. Anggaran bersumber dari APBD Prov/Kab/Kota 6 DANA DESA DALAM APBN-P 2015: Potensi, Keterbatasan Dan Konsekuensi Implementasinya • Bagian hasil Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) Kabupaten/Kota paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) dari PDRD; • Alokasi Dana Desa paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kotadalam APBD setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus; • Bantuan keuangan dari APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota. Implikasi UU Nomor 6 Tahun 2014 Bagi Pemerintah Pusat : 1. Menyiapkan peraturan pelaksanaan berupa PP, Peraturan menteri yang menangani desa, Peraturan Menteri Keuangan tentang Dana Desa yang BersumberDari APBN. 2. Menganggarkan, mengalokasikan, dan menyalurkan Dana Desa yang bersumber dari APBD (termasuk dengan merealokasi belanja K/L untuk program berbasis desa ke Dana Desa); 3. Melakukan pelatihan kepada aparat pemda dan aparat desa; 4. Melakukan pendampingan kepada desa; 5. Melakukan pemantauan dan evaluasi. Bagi Pemerintah Daerah 1. Menyiapkan Perda APBD yang menampung dan mengalokasikan Dana Desa, serta mengalokasikan ADD dan bagian hasil Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD); 2. Menyiapkan peraturan bupati/ walikota tentang pembagian Dana Desa yang bersumber dari APBN ke masing-masing Desa; 3. Melakukan penyaluran Dana Desa, ADD, dan bagi hasil PDRD ke rekening Desa; 4. Menyiapkan pelatihan kepada aparat desa; 5. Melaksanakan pemantauan dan evaluasi Dana Desa; 6. Menyampaikan laporan pelaksanaan Dana Desa. Kebijakan Dana Desa Dalam RAPBN-P 2015 1. Sejalan dengan visi Pemerintah untuk Membangun Indonesia dari Pinggiran dalam kerangka NKRI, perlu dialokasikan dana yang lebih besar untuk memperkuat pembangunan daerah dan desa. 2. Dalam rangka memenuhi ketentuan UU6/2014, yakni anggaran Dana Desa dari APBN sebesar 10% dari dan di luar dana transfer ke daerah secara bertahap, Pemerintah sedang menyiapkan Road Map Dana Desa. 7 DANA DESA DALAM APBN-P 2015: Potensi, Keterbatasan Dan Konsekuensi Implementasinya 3. Sesuai roadmap Dana Desa, dalam RAPBNP tahun 2015 diusulkan tambahan anggaran dana desa sebesar Rp 11.700,0 miliar, sehingga total dana desa dalam RAPBNP 2015 sebesar Rp 20.766,2 miliar. 4. Anggaran Dana Desa tersebut akan dialokasikan melalui mekanisme sebagai berikut: Alokasi dari Pusat ke kab/kota (ditetapkan dalam Perpres Rincian APBN) dan Alokasi dari kab/kota ke desa (ditetapkan dalam Peraturan Kepala Daerah) 5. Untuk menghindari ketimpangan alokasi Dana Desa untuk setiap kab/kota dan setiap desa, penghitungan alokasi dana desa akan dilakukan berdasarkan: (a) alokasi yang dibagi secara merata; dan (b) alokasi yang dibagi berdasarkan jumlahpenduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis. 8 DANA DESA DALAM APBN-P 2015: Potensi, Keterbatasan Dan Konsekuensi Implementasinya Formula Keterangan: • Jumlah Penduduk adalah Jumlah Penduduk Desa pada kabupaten/kota (sumber BPS) • Jumlah Penduduk Miskin adalah Jumlah Penduduk Miskin Desa pada kabupaten/ kota (sumber BPS) • Luas Wilayah adalah Luas Wilayah Desa pada kabupaten/ kota (sumber Kemendagri dan BPS) • IKK adalah IKK kabupaten/ kota (sumber BPS) 9 DANA DESA DALAM APBN-P 2015: Potensi, Keterbatasan Dan Konsekuensi Implementasinya Tabel 1: No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jumlah Desa Menurut Provinsi dan Kelompok Pulau Prov Desa NAD Sumut Sumbar Riau Kepri Jambi Bengkulu Sumsel Babel Lampung Sumatera 11 12 13 14 15 Banten Jabar Jateng DIY Jatim Jawa 6,474 5,389 880 1,592 275 1,398 1,341 2,817 309 2,435 22,910 1,238 5,319 7,809 392 7,723 22,481 No. Prov 16 17 18 Bali NTB NTT 19 20 21 22 23 Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Kaltara 24 25 26 27 28 29 Sulut Gorontalo Sulteng Sultra Sulsel Sulbar 30 31 32 33 Sulawesi Maluku Malut Pabar Papua Maluku & Papua Bali Nusra Kalimantan Sumber: Kemnedragi, 2015 Penyaluran Dana Desa 10 DANA DESA DALAM APBN-P 2015: Potensi, Keterbatasan Dan Konsekuensi Implementasinya Desa 634 995 2,931 4,560 1,908 1,434 1,864 833 447 6,486 1,491 657 1,838 1,820 2,253 576 8,635 1,191 1,064 1,628 5,090 8,973 Mekanisme Dan Jadwal Penyaluran Dana Desa - Menteri Keuangan selaku BUN akan menyalurkan Dana Desa dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) untuk alokasi per Kab/Kota; - Mekanisme penyaluran dari RKUN ke RKUD sesuai mekanisme APBN untuk Transfer ke Daerah; - Selanjutnya Bupati/Walikota selaku BUD akan menyalurkan alokasi Dana Desa setiap Desa dari RKUD ke Rekening Kas Desa. - Mekanisme penyaluran dari RKUD ke Rekening Desa sesuai mekanisme Transfer dalam APBD. 11 DANA DESA DALAM APBN-P 2015: Potensi, Keterbatasan Dan Konsekuensi Implementasinya ROADMAP ALOKASI DANA DESA TA 2015 – 2019 12 DANA DESA DALAM APBN-P 2015: Potensi, Keterbatasan Dan Konsekuensi Implementasinya Tabel 2: Alokasi Dana Desa Dalam APBN TA 2015 -2019 Sumber: DJPK Kementerian Keuangan, 2015 Keterangan: 1. Alokasi Transfer ke Daerah TA 2016 – 2019 berdasarkan Medium-Term Budget Framework 2. Dari 508 kab/kota, yang mempunyai Desa sebanyak 419 kab/kota. 3. Alokasi Dana Desa (ADD) sebesar 10% dari DAU dan DBH dan bagian hasil PDRD sebesar 10% dihitung berdasarkan jumlah kab/kota yang memiliki Desa. 4. Jumlah Desa berdasarkan data dari Kemendagri (Draft Revisi Permendagri No.18/2013) sebanyak 74.093 Desa, dan diasumsikan s.d. tahun 2019 tidak bertambah. Sumber Anggaran: • Realokasi belanja pusat yang berbasis desa pada kementerian teknis/ lembaga pemerintah non-kementerian. • Alokasi on top berasal dari realokasi pos belanja negara berdasarkan kemampuan keuangan negara. ADD DI PROVINSI RIAU Alokasi Dana Desa di dalam APBN-P 2015 mencapai Rp 20 triliun, meningkat Rp 11 triliun dari anggaran sebelumnya yang hanya mencantumkan anggaran desa Rp 9 triliun (APBN 2015). Kementrian keuangan RI akan mengalokasikan anggaran tersebut kepada 409 kabupaten dari 34 provinsi di Indonesia. Dari 20 Triliun Dana Alokasi Dana Desa Dari Pusat tersebut, Riau mendapat bagian sebesar Rp. 230.140.145.040,-. Rincian alokasi dana desa dapat pada Tabel 3. Kabupaten Kampar memperoleh alokasi terbesar mencapai Rp. 34 milyar lebih. Jumlah ini relatif besar untuk alokasi APBN-P 2015, dianggarkan setiap desa penerima memperoleh Rp. 1,4 milyar namun tidak semua desa serentak memperoleh ADD tersebut. Pemerintah Kabupaten Kampar mensyaratkan 13 DANA DESA DALAM APBN-P 2015: Potensi, Keterbatasan Dan Konsekuensi Implementasinya aparatur desa harus mampu menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMdes) dan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPdes) sebagai syarat mendapatkan dana Rp1,4 miliar dari APBN. Pemerintah Kabupaten Kampar melalui BPMPD siap mengawal dan membantu desa dalam menyiapkan kedua berkas tersebut. Tabel 3: Alokasi Dana Desa pada APBN-P 2015 Di Provinsi Riau No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10 Kabupaten Kampar Kuantan Singingi Indragiri Hilir Indragiri Hulu Rokan Hilir Rokan Hulu Bengkalis Siak Pelalawan Kepulauan Meranti Jumlah 34.212.473.259 31.469.701.141 28.582.572.596 25.695.444.051 22.952.671.933 20.787.325.524 19.632.474.106 17.611.484.125 15.301.781.289 13.858.217.016 Sumber: DJPK Kementerian Keuangan, 2015 Penyusunan RPJMDes, RKPDes dan APBDes merupakan dasar pelaksanaan program atau kegiatan di Desa agar terarah, tepat waktu, tepat sasaran dan efisien, sehingga semua dokumen ini harus oleh desa sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan pembangunan di desa. Program pemerintah pusat ini sesuai dengan program Lima Pilar Pembangunan Kabupaten kampar, oleh itu pemerintah desa haruslah menyusun perencanaan pembangunan desa yang selaras sehingga kesatuan gerakan ‘Desa membangun’ dan ‘Membangun Desa’ diharapkan benar-benar mampu mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Kabupaten Kepulauan Meranti kebagian jatah ADD dari APBN-P 2015 kurang dari Rp. 14 milyar, dan paling kecil di antara 10 kabupaten yang ada di Provinsi Riau. Oleh itu, Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti menyiapkan anggaran hingga Rp. 90,9 miliar, untuk peningkatan infrastruktur di pedesaan. Setiap desa akan mendapatkan anggaran sekitar Rp700 juta - Rp900 juta, yang diperuntukkan guna peningkatan infrastruktur. Total desa yang mendapatkan kucuran dana ini sebanyak 101 desa. Beberapa infrastruktur utama yang akan dibangun ialah jalan desa, jembatan, dan toilet umum. Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti menyiapkan beragam program untuk meningkatkan infrastruktur dan mendorong tumbuhnya ekonomi masyarakat. Hilir 14 Pelaksanaan Program Alokasi Dana Desa (ADD) pada di kabupaten Rokan (Rohil) tahun 2015 ini akan segera digulirkan langsung ke DANA DESA DALAM APBN-P 2015: Potensi, Keterbatasan Dan Konsekuensi Implementasinya desa/kepenghuluan. Kabupaten ini memperoleh bagian ADD dari APBN-P2015 hampir Rp. 23 milyar. Pemerintah daerah telah meningkatkan kesiapan penghulu sejak Desember 2014 untuk mampu mengelola ADD termasuk administrasinya melalui pelatihan. Tujuannya agar hasilnya bisa lebih baik dan terhindar dari berbagai hal yang menjurus penyimpangan. ADD di Kabupaten Rokan Hilir akan disebar ke 178 desa yang ada. Alokasi APBN-P 2015 untuk ADD Kabupaten Bengkalis hanya Rp. 19,6 milyar, masih sangat kecil untuk dibagikan kepada 136 desa yang ada. Oleh karena itu Pemerintah Kabupaten Bengkalis pada tahun 2015 ini mengucurkan dana alokasi desa sebesar Rp 1 miliar per desa/tahun yang digulirkan untuk mempercepat pembangunan dan pemberdayaan masyarakat di daerah itu. Semenjak kebijakan penyaluran dana untuk otonomisasi desa di Kabupaten Bengkalis hingga tahun 2015 ini telah Rp 1,5 triliun lebih telah dianggarkan di dalam APBD. Dana otonomisasi desa pada APBD 2014 sebesar Rp 3 miliar per desa, dan khusus untuk ADD pada 2015 dikucurkan lagi sebanyak Rp 190 miliar lebih. Selain ADD, program otonomisasi desa lainnya yang digulirkan ialah Instruksi Bupati Program Penguatan Infrastruktur Desa (Inbup PPIP) dan Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UED SP), sebesar Rp 1 miliar per desa/tahun. Program dapat dimanfaatkan untuk melanjutkan PNPM MPd. Untuk bidang usaha ada program Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UED SP) dengan dana yang diberikan ke desa Rp 1 miliar per tahun yang dimulai sejak empat tahun lalu. Sementara untuk pembangunan infrastruktur desa melalui Inbup PPIP yang digulirkan sejak 2012 dengan alokasi juga Rp 1 miliar per desa/tahun. Direncanakan mulai 2016 dana Inbup PPIP ini ditingkatkan menjadi Rp 2 miliar per tahun. Di Indonesia, hanya Kabupaten Bengkalis yang memiliki program demikian. Alokasi ADD APBN-P 2015 di kabupaten lainnya yang terbesar adalah untuk Kabupaten Kuantan Singingi mencapai Rp. 28,6 milyar, diikuti Kabupaten Rokan Hilir, Rokan Hulu, kemudian Siak dan Pelalawan. Besar kecilnya perolehan ADD untuk masing-masing daerah mengacu pada PP No. 60 Tahun 2014 dan formula baru yang memasukkan unsur jumlah penduduk desa dalam kabupaten, penduduk miskin, luas wilayah dan IKK kabupaten. Dengan melakukan perhitungan untuk potensi anggaran yang akan langsung dikelola pemerintah desa pada tahun 2015 ini, setiap desa akan memperoleh satu hingga 3,7 milyar rupiah, bersumber dari APBN, ADD, bagi hasil dan bantuan keuangan yang masuk ke dalam APBDesa. Hasil simulasi FITRA Riau, 15 DANA DESA DALAM APBN-P 2015: Potensi, Keterbatasan Dan Konsekuensi Implementasinya desa-desa di Bengkalis akan mengelola anggaran mencapai RP. 3,7 Miliyar. Setiap desa di Kabupaten Siak dan Rokan Hilir akan mengelola Rp. 1,9 Miliyar. Kemudian desa di Kabupaten Kepulauan Meranti, Pelalawan dan Rokan Hulu potensi akan mengelola Rp. 1,6 miliyar. Sementara untuk Desa di Kabupaten Indragiri Hulu dan Indragiri Hilir berpotensi akan mengelola anggaran sebesar Rp. 1,2 Milyar. Sedangkan Desa di Kabupaten Kampar berpotensi akan mengelola anggaran sebesar Rp. 1,3 Miliyar. KETERBATASAN DESA DALAM IMPLEMENTASI ADD Implementasi otonomi bagi desa akan menjadi kekuatan bagi pemerintah desa untuk mengurus, mengatur dan menyelenggarakan rumah tangganya sendiri, sekaligus bertambah pula beban tanggung jawab dan kewajiban desa, namun demikian penyelenggaraan pemerintahan tersebut tetap harus dipertanggungjawabkan. Pertanggungjawaban yang dimaksud diantaranya adalah pertanggungjawaban dalam pengelolaan anggaran desa. Untuk saat ini kendala umum yang dirasakan oleh sebagian besar desa terkait keterbatasan dalam keuangan desa. Seringkali Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) tidak berimbang, antara penerimaan dengan pengeluaran. Apabila melihat jumlah anggaran yang diberikan kepada desa melalui Alokasi Dana Desa yaitu hingga mencapai Rp. 1,2 – 3,7 miliar/desa, maka muncul pertanyaan apakah desa beserta elemen yang ada sudah mampu melaksanakan pengelolaan anggaran tersebut secara baik. Hal ini mengingat bahwa desa yang dulunya sebelum melaksanakan pembangunan hanya mendapat bantuan keuangan yang terbatas dan pengelolaannya masih sangat sentralistis oleh satuan instansi pemerintahan, akan tetapi setelah kebijakan alokasi dana desa diberlakukan sekarang ini, desa mendapatkan alokasi anggaran yang cukup besar dan pengelolaannya dilakukan secara mandiri, sehingga keraguan terhadap kemampuan desa secara internal untuk mengelola alokasi dana tersebut masih dipertanyakan. Selain itu desa juga masih banyak memiliki keterbatasan-keterbatasan tertentu khususnya pada organisasi pemerintahannya, sehingga hal tersebut juga akan mempengaruhi dalam pengelolaan alokasi dana desa. Adapun mengenai keterbatasan yang dimaksud tersebut. Wasistiono dan Tahir (2006) menyatakan bahwa, unsur kelemahan yang dimiliki oleh pemerintahan desa pada umumnya yaitu : (1) Kualitas sumber daya aparatur yang dimiliki desa pada umumnya masih rendah. (2) Belum sempurnanya kebijakan pengaturan tentang organisasi 16 DANA DESA DALAM APBN-P 2015: Potensi, Keterbatasan Dan Konsekuensi Implementasinya pemerintah desa, sejak dikeluarkan peraturan pemerintah No 72 tahun 2005 tentang desa, masih diperlukan beberapa aturan pelaksana baik sebagai pedoman maupun sebagai operasional. (3) Rendahnya kemampuan perencanaan ditingkat desa, sering berakibat pada kurangnya sinkronisasi antara output (hasil/keluaran) implementasi kebijakan dengan kebutuhan dari masyarakat yang merupakan input dari kebijakan. (4) Sarana dan prasarana penunjang operasional administrasi pemerintah masih sangat terbatas, selain mengganggu efisiensi dan efektivitas pelaksanaan pekerjaan, juga berpotensi menurunkan motivasi aparat pelaksana, sehingga pada akhirnya menghambat pencapaian tujuan, tugas dan pekerjaan. Ashari (2013) melihat faktor penghambat terdiri dari SDM aparat pemerintah desa yang masih rendah dan masih rumitnya birokrasi pengurusan ADD dari kabupaten khususnya dalam proses pencairan. Sedangkan faktor pendukungnya yaitu masih adanya dukungan masyarakat dalam kegiatan pembangunan melalui swadaya dan adanya komitmen Pemerintah Daerah dalam memberikan perhatian atas aspek keuangan desa baik secara kuantitas dan kualitas. Kenyataan yang demikian disebabkan oleh empat faktor utama (Hudayana dan FPPD, 2005). Pertama: desa memiliki APBDes yang kecil dan sumber pendapatannya sangat tergantung pada bantuan yang sangat kecil pula. Kedua: kesejahteraan masyarakat desa rendah. Ketiga: rendahnya dana operasional desa untuk menjalankan pelayanan. Keempat: bahwa banyak program pembangunan masuk ke desa, tetapi hanya dikelola oleh dinas. Untuk saat ini kendala umum yang dirasakan oleh sebagian besar desa terkait keterbatasan dalam keuangan desa. Seringkali Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) tidak berimbang, antara penerimaan dengan pengeluaran. Kenyataan yang demikian disebabkan oleh empat faktor utama (Hudayana dan FPPD, 2005). Pertama: desa memiliki APBDes yang kecil dan sumber pendapatannya sangat tergantung pada bantuan yang sangat kecil pula. Kedua: kesejahteraan masyarakat desa rendah. Ketiga: rendahnya dana operasional desa untuk menjalankan pelayanan. Keempat: bahwa banyak program pembangunan masuk ke desa, tetapi hanya dikelola oleh dinas Sistem pengelolaan dana desa yang dikelola oleh pemerintah desa termasuk didalamnya mekanisme penghimpunan dan pertanggungjawaban merujuk pada Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dalam aturan tersebut dijelaskan bahwa pendanaan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah daerah termasuk didalamnya pemerintah desa menganut prinsip money follows function yang berarti bahwa pendanaan mengikuti fungsi pemerintahan yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab masing-masing tingkat 17 DANA DESA DALAM APBN-P 2015: Potensi, Keterbatasan Dan Konsekuensi Implementasinya pemerintahan. Dengan kondisi tersebut maka transfer dana menjadi penting untuk menjaga/menjamin tercapainya standar pelayanan publik minimum (Simanjuntak, 2002). KONSEKUENSI IMPLEMENTASI ADD DI DESA Untuk mewujudkan kemandirian desa, pemerintah pusat mengalokasikan anggaran di dalam APBN 2015 untuk desa (dana desa). Namun akan selalu ada trade off antara diskresi keuangan desa dan potensi penyalahgunaan dana desa (risiko). Akibatnya ada stigma yang mengabaikan potensi penyalahgunaan, menjadikan desa menjadi objek pembangunan, melakukan sentralisasi program pembangunan desa, menegasikan perencanaan desa (RPJMDes dan RKPDes) sebagai pedoman implementasi dana desa, serta menggeneralisir bahwa pemerintah desa tidak mampu mengelola dana desa dan akan banyak yang terjerat kasus korupsi. Beberapa konsekuensi akibat keterbatasan di desa di dalam mengelola keuangan desa adalah: kesalahan karena ketidaktahuan (mekanisme), tidak sesuai rencana (tidak jelas peruntukannya/tidak sesuai spesifikasi atau tidak sesuai pedoman, juklak, juknis, khususnya pengadaan barang dan jasa), pengadministrasian laporan keuangan (mark-up dan mark-down, double counting), pengurangan ADD (seperti ADD menjadi ATM aparatur desa untuk kepentingan pribadi), tidak dapat mempertanggung jawabkan penggunaan dan penyelewengan aset desa. Konsekuensi penyimpangan ADD ini muncul karena belum kuatnya: mekanisme koordinasi dan pengawasan; sistem pengelolaan keuangan; kualitas SDM masih rendah dan belum merata, motif kepentingan politik tertentu; sistem perencanaan di pusat, daerah, dan desa; sistem pengadaan dan pengelolaan aset di desa; bimbingan teknis dan pendampingan; penerapan prinsip kehati-hatian; sistem sanksi administrasi dan hukum; dan fungsi kontrol di desa (BPD dan masyarakat). Modus penyimpangan ADD oleh aparatur desa dapat terjadi karena: beban sosial kemasyarakatan kepala desa (kepala desa sering terkondisikan ujung tombak dan lebih ujung tombok); elektabilitas yang bagus, namun sisi modalitas ekonomi sangat lemah terdorong untuk melakukan tindak pidana korupsi; kepentingan politik: posisi kepala desa menjadi ATM partai politik di desa; dan political power dari elit desa (urusan pemerintahan, penganggaran, dan keuangan 18 DANA DESA DALAM APBN-P 2015: Potensi, Keterbatasan Dan Konsekuensi Implementasinya hanyalah milik elit desa) serta kurangnya pengawasan dan keterbukaan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Oleh itu, perlu mereduksi risiko (potensi penyimpangan ADD) tanpa mengorbankan amanat dari UU No. 6 Tahun 2014 yaitu kemandirian desa. Konsep pemberantasan korupsi harus menyeluruh. Mulai dari rakyat sampai pemegang kekuasaan, pengambil kebijakan harus bertekad bulat memberantas korupsi. Selain penyimpangan, konsekuensi lainnya adalah pembentukan desa baru karena besarnya dana yang masuk ke desa. Seringkali perbedaan kepentingan di desa memunculkan keinginan memekarkan desa, selain ingin berkuasa juga menginginkan uang serta jaringan strategis seperti pengurus partai di desa. PENUTUP Di dalam APBN-P 2015 dana desa sebesar Rp. 20.766 milyar. Dana desa ini merupakan lesson learnt dari PNPM-Mandiri. Peningkatan ini merupakan keseriusan pemerintah untuk membangun Indonesia dari pinggiran. Dalam Roadmap Dana Desa yang diajukan pemerintah pusat, pada tahun 2019 alokasi untuk untuk desa mencecah angka Rp.175,5 triliun. Dari Rp. 20 triliun Dana Desa dari Pusat pada tahun 2015, Riau mendapat hanya Rp. 230.140.145.040,-. Kabupaten Kampar memperoleh alokasi terbesar mencapai Rp. 34 milyar lebih, manakala Kabupaten Kepulauan Meranti kebagian jatah ADD dari APBN-P 2015 kurang dari Rp. 14 milyar, dan paling kecil di antara 10 kabupaten yang ada di Provinsi Riau. Alokasi APBN-P 2015 untuk ADD Kabupaten Bengkalis hanya Rp. 19,6 milyar, namun dana otonomisasi desa pada APBD 2014 sebesar Rp 3 miliar per desa, dan hingga tahun 2015 ini telah Rp 1,5 triliun lebih telah dianggarkan di dalam APBD. Diperkirakan desa-desa di Bengkalis akan mengelola anggaran mencapai RP. 3,7 Miliyar, manakala desa-desa di Kabupaten Kampar berpotensi akan mengelola anggaran sebesar Rp. 1,3 Miliyar. Muncul pertanyaan apakah desa beserta elemen yang ada sudah mampu melaksanakan pengelolaan anggaran tersebut secara baik. Beberapa konsekuensi akibat keterbatasan di desa di dalam mengelola keuangan desa yaitu kesalahan mekanisme, ADD menjadi ATM aparatur desa untuk kepentingan pribadi, penyelewengan aset desa dan bertumbuh suburnya korupsi di desa. Konsekuensi lainnya adalah adanya desakan pembentukan desa baru karena besarnya dana yang masuk ke desa. 19 DANA DESA DALAM APBN-P 2015: Potensi, Keterbatasan Dan Konsekuensi Implementasinya REKOMENDASI Perlu ada persiapan implementasi: Peningkatan kapasitas pemerintah desa dalam perencanaan pembangunan (RPJMDes dan RKPDesa) oleh pemerintah pusat dan/daerah serta OMS. Demikian pulan dengan peningkatan kapasitas pemerintah desa dalam pengelolaan keuangan dan aset desa oleh pemerintah pusat dan/ daerah serta OMS. Key Performance Indicator (KPI) menjadi salah satu hal penting yang perlu diperhatikan dalam setiap kegiatan atau proyek yang dilakukan di desa. Untuk menghindari kesalahan penyelenggaraan di desa perlu disusun sistem keuangan desa; pedoman pengadaan barang dan jasa yang layak dan akuntanbel; model pendampingan [Kab: BPMPD, BPKAD, Bappeda; Desa: Pemdes, BPD, Musdes]; pengawasan dan monev pengembangan sistem pengawasan: auditor (BPK) dan inspektorat kabupaten (Pengawasan); dan sitem Monitoring dan Evaluasi. Di peringkat desa perlu lebih mengoptimalkan pernaan BPD dalam fungsi pengawasan internal (budgeting) pada pengelolaan keuangan pemerintah desa. 20 DANA DESA DALAM APBN-P 2015: Potensi, Keterbatasan Dan Konsekuensi Implementasinya BIBLIOGRAFI Aldi, R (2012) . Tinjauan Yuridis Efektifitas Alokasi Dana Desa Dalam Menunjang Pembangunan Desa Di Desa Aliantan Kecamatan Kabun Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2011. Dikutip dari http://repository.unri.ac.id/bitstream/ 123456789/2556/1/riko Ashari, N (2013). Implementasi Alokasi Dana Desa (ADD) Di Desa Kelinjau Ilir Kecamatan Muara Ancalong Kabupaten Kutai Timur. Journal Ilmu Pemerintahan, 2013, 1 (3): hal. 1135-1144. Azwardi dan Sukanto (2014). Efektifitas Alokasi Dana Desa (ADD) Dan Kemiskinan Di Provinsi Sumatera Selatan. Jurnal Ekonomi Pembangunan 12 (1): hal: 29 – 41 Hargono, D.S (2011). Efektifitas Penyaluran Alokasi Dana Desa Pada Empat desa di Kabupaten Karangasem Propinsi Bali. Tesis Program Studi Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik Universitas Indonesia. Hudayana, B. dan Tim Peneliti FPPD (2005). Peluang PengembanganPartisipasi Masyarakat melalui Kebijakan Alokasi Dana Desa, Pengalaman Enam Kabupaten”, Makalah disampaikan pada Pertemuan ForumPengembangan Partisipasi Masyarakat (FPPM) di Lombok Barat 27-29 Januari2005. Mahfud, S (2009). Analisis Dampak Alokasi Dana Desa (Add) Terhadap Pemberdayaan Masyarakat Dan Kelembagaan Desa. Jurnal Organisasi dan Manajemen 5 (1). . Muhi, A. H. (2012). Fenomena Pembangunan Desa. Dikutip http://alimuhi.staff.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/F. dari Prasetyanto, Eko PP (2012). Dampak Alokasi Dana Desa Pada Era Desentralisasi Fiskal Terhadap Perekonomian Daerah Di Indonesia. Disertasi Doktor. IPB, Bogor. Simanjuntak, R. A., 2002: Berbagai Isu Penerimaan Daerah di Era Desentralisasi. Makalah Disampaikan Pada Lokakarya Kebijakan Fiskal Untuk Pembangunan Daerah dalam Era Desentralisasi, Medan 14 – 16 Mei 2002. Wasistiono, S. dan I. Tahir, 2006. Prospek Pengembangan Desa. Bandung. Fokus Media. 21 DANA DESA DALAM APBN-P 2015: Potensi, Keterbatasan Dan Konsekuensi Implementasinya