TUGAS SUMBER DAYA ALAM INDONESIA PEMANFAATAN PRODUK UNGGULAN DAERAH LAMPUNG TENGAH (SINGKONG KARET) MENJADI BIOETANOL DENGAN PROSES SSF Disusun Oleh Arista Dwi R 18/437568/PTK/12601 Fikrah Dian Indrawati S 18/437571/PTK/12604 Frita Dewi D 18/437572/PTK/12605 Mega Mustikaningrum 18/437581/PTK/12614 Rara Ayu Lestary 18/437584/PTK/12620 Ulfia Al Rahma 18/437590/PTK/12623 PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK KIMIA DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA 2020 DAFTAR ISI COVER ......................................................................................................... i DAFTAR ISI ................................................................................................ ii DAFTAR GAMBAR .................................................................................... iii DAFTAR TABEL ........................................................................................ iv BAB 1. PENDAHULUAN ........................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 4 2.1 Singkong Karet .............................................................................. 4 2.2 Bioetanol ........................................................................................ 6 2.3 Metode Pembuatan BIOETANOL 7 ...................................................... BAB 3. PEMBAHASAN ............................................................................. 11 3.1 Pembudidayaan Singkong Karet ................................................... 11 3.2 Pemasaran Produk ......................................................................... 13 3.3 Prospek Singkong Karet menjadi Biothanol ................................. 15 3.4 Hambatan dari Produksi BIOETANOL 16 .............................................. DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 17 ii DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Proyeksi Kebutuhan Energi Final Per Jenis ....................... 1 Gambar 1.2 Statistik Kebutuhan Energi ................................................ 2 Gambar 2.1 Singkong Karet .................................................................. 5 Gambar 2.2 Blok Diagram SSF ............................................................ 8 Gambar 3.1 Peta Struktur Ruang Dan Pola Pemanfaatan Ruang 11 Provinsi Lampung ................................................................................... Gambar 3.2 (a) Lahan tanam singkong karet (b) Hasil panen singkong 12 karet ......................................................................................................... Gambar 3.3 Peta Petunjuk Jalan dari Kabupaten Lampung Tengah Ke 14 Pelabuhan Bakauheni .............................................................................. iii DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Kandungan Singkong Karet ...................................................... 5 Tabel 2.2 Spesifikasi Bioetanol ................................................................. 7 iv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia Industri masa sekarang sedang terfokus pada pencarian energi alternatif bahan bakar biomassa sebagai sumber energi terbarukan (renewable). Hal ini disebabkan oleh ketergantungan terhadap energi minyak bumi yang tidak dapat diperbaharui sementara ketersediaan bahan bakar fosil semakin menipis dan harga minyak dunia yang tidak stabil (Safitri dkk, 2016). Berikut adalah grafik kebutuhan penggunaan energi di Indonesia berasal dari Outlook Energi Indonesia 2018. Gambar 1.1 Proyeksi Kebutuhan Energi Final Tiap Jenis Sumber: BPPT, 2018 Gambar 1.1 menunjukkan bahwa penggunaan energi oil fuel masih mendominasi. BPPT 2018 menyebutkan bahwa laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) rata-rata 6 % per tahun akan mendorong kebutuhan energi 2050 menjadi 5,8 kali lipat kebutuhan energi pada tahun 2016. Untuk skenario tinggi dengan laju PDB rata-rata 6,9 % per tahun, kebutuhan energi pada tahun 2050 anak naik menjadi 7,6 kali lipat kebutuhan energi 2016. Bahan bakar minyak ( bensin, minyak solar, minyak tanah dan avtur ) masih mendominasi kebutuhan energi nasional dengan pangsa 31,5 % tahun 2016 kemudian di tahun 2050 meningkat menjadi 40,7 % untuk skenario 1 dasar dan 42,5 % untuk skenario tinggi. Hal ini terjadi karena penggunaan peralatan berbahan bakar BBM masih lebih efisien dibandingkan peralatan lainnya. Proyeksi kebutuhan energi berbasis bahan bakar fosil yang mengalami peningkatan, sementara bahan bakar fosil merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui dan dapat habis ketika digunakan secara terus-menerus. Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah telah mengumumkan rencana untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak dengan meluncurkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti Bahan Bakar Minyak (Sanditya dkk., 2013). Saat ini masih banyak penggunaan biomassa dan energi alternatif di sektor industri yang belum dipertimbangkan dalam statistik kebutuhan energi. Potensi pemanfaatan energi alternatif meningkat bertahap dari 3 % pada tahun 2016 menjadi 10 % pada tahun 2035 dan 20% pada tahun 2050. Salah satu pemanfaatan bahan bakar alternatif yang dimanfaatkan adalah bioetanol. Gambar 1.2 Statistik KebutuhanEnergi Sumber: BPPT, 2018 2 Bioetanol merupakan salah satu bahan bakar terbarukan yang dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif. Bioetanol (C2H5OH) dikenal sebagai bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai minyak premium yang ramah lingkungan karena bersih dari emisi bahan pencemar. Bioetanol merupakan hasil fermentasi biomassa dari sumber karbohidrat dengan menggunakan mikroorganisme (Natelense A dkk., 2012). Salah satu bahan alternatif yang dapat digunakan untuk pembuatan bioetanol adalah singkong karet (Manihot Glaziovii). Singkong karet merupakan salah satu jenis singkong pohon yang mengandung senyawa beracun (HCN) sehingga tidak diperjual belikan dan kurang dimanfaatkan oleh masyarakat. Tanaman singkong ini menghasilkan ubi dengan berat hampir empat kali lipat dibandingkan singkong biasa sehingga apabila dijadikan bahan baku bioetanol sangat layak dari segi ketersediannya, Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hapsari dkk (2013) singkong karet memiliki kadar karbohidrat sebesar 80,4674 % dan kadar air sebesar 17,9933 %, dengan kandungan karbohidrat yang cukup tinggi diharapkan konversi singkong karet menjadi bioetanol memiliki yield yang tinggi dan ekonomis untuk di produksi. Salah satu metode yang dilakukan untuk pembuatan bioetanol yaitu dengan proses Simultaneus Saccharification and Fermentasion (SSF) atau proses sakarifikasi fermentasi serentak (SSF). Proses SSF yaitu kombinasi antara hidrolisis menggunakan enzim selulose dan yeast Saccharomyces cereviceae untuk fermentasi gula menjadi etanol secara simultan. Proses SSF hampir sama dengan proses terpisah antara hidrolisis dan fermentasi, sementara pada proses SSF hidrolisis dan fermentasi dilakukan dalam satu reaktor (Khaira dkk, 2015). 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Singkong Karet Tumbuhan singkong karet (Manihot Glaziovii) merupakan tanaman berupa perdu dengan nama lain ketela karet dan ubi karet. Singkong karet memiliki beberapa nama lokal di berbagai negara misalnya tree cassava (Inggris), manioc de ceara; ceara; caouchouc de ceara (Prancis), manicoba (Portugis), mpira (Swahili), dan gbaguna (Yoruba). Singkong karet (Manihot Glaziovii) berasal dari negara Amerika latin atau tepatnya brazil. Penyebarannya hampir ke suluruh dunia, antara lain Afrika, Madagaskar, India serta China. Singkong Karet (Manihot Glaziovii) diperkirakan masuk ke Indonesia pada tahun 1852. Sistematika tanaman singkong karet (Manihot Glaziovii) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Dicotyledonae (berkeping dua /dikotil) Sub Kelas : Rosidae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Manihot Spesies : Manihot glaziovii (Putra HP, 2015) Tanaman singkong karet ini merupakan tanaman dengan tinggi rata-rata mencapai 6 meter, namun terkadang memiliki tinggi mencapai 10-20 meter. Seringkali tanaman ini memiliki cabang, kulitnya tipis dan mudah untuk terkelupas, serta berwarna merah gelap. Tunas yang masih muda berwarna keabu-abuan dan memiliki 4 daun yang berbentuk hati. Daging buah singkong karet memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan singkong pada umumnya. Buah singkong karet dapat dilihat pada Gambar 2.1. Singkong karet dapat ditanam pada curah hujan 600-700 mm per tahun, juga dapat di tanam pada berbagai jenis tanah yang tandus dan asam. Singkong karet memiliki bunga yang tidak beracun. Gambar 2.1 Singkong Karet (Choirul I, 2017) Kadar karbohidrat (pati) yang tinggi pada daging buah singkong karet mencapai 80,4674 % dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol. Komposisi kandungan dari singkong karet dapat dilihat pada Tabel 2.1. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Tabel 2.1 Kandungan Singkong Karet Analisa Kadar 100 % BK Kadar Abu 0,4734 Kadar Lemak Kasar 0,5842 Kadar Serat Kasar 0,0067 Kadar Protein Kasar 0,4750 Kadar Karbohidrat 80,4674 Kadar Air 17,9933 (Hapsari dkk, 2013) 5 2.2. Bioetanol Bioetanol merupakan salah satu bahan bakar terbarukan yang dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif. Bioetanol (C2H5OH) dikenal sebagai bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai minyak premium yang ramah lingkungan karena bersih dari emisi bahan pencemar. Bioetanol merupakan hasil fermentasi biomassa dari sumber karbohidrat dengan menggunakan bantuan mikroorganisme. Mengingat pemanfaatan bioetanol yang beraneka ragam, sehingga grade ethanol yang dimanfaatkan harus berbeda sesuai dengan penggunaanya. Secara umum, bioetanol diaplikasikan pada berbagai sektor, yaitu: 1. Kadar < 50% sebagai pembersih alat-alat medis, bahan pencampur dan pelarut. 2. Kadar 60 % s/d 70 % sebagai substitusi BBM jenis minyak tanah 3. Kadar 70 % s/d 80 % sebagai substitusi produk alkohol (Industri Farmasi) 4. Kadar 70 % s/d 90 % sebagai bahan baku pendukung makanan dan minuman 5. Kadar 99,5 % sebagai subtitusi bahan bakar minyak (Fuel Grade Ethanol) Manfaat bioetanol dalam kehidupan sehari-hari yatu sebagai bahan bakar altenatif yang ramah lingkungan karena memiliki bilangan oktan yang cukup tinggi, selain itu bioetanol juga dijadikan sebagai bahan baku beralkohol. Adapun manfaat bioetanol secara lengkap adalah sebagai berikut: • Sebagai bahan dasar minuman beralkohol • Sebagai bahan bakar kendaraan • Sebagai bahan bakar Direct-ethanol fuel cells (DEFC) • Sebagai bahan bakar roket • Sebagai bahan kimia dasar senyawa organik • Sebagai antiseptik • Sebagai antidote beberapa racun • Sebagai pelarut untuk parfum, cat dan larutan obat 6 Bioetanol berbahan dasar singkong karet direncanakan memiliki spesifikasi kadar yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia 7390:2012, adapun spesifikasinya dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Spesifikasi Bioetanol No. Parameter Uji 1. Kadar Ethanol 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Satuan Min/Maks % v, min Kadar Methanol Kadar Air Kadar Denaturan Hidrokarbon atau Denatorium Benzoat Kadar Tembaga Keasaman sebagai Asam Asetat Tampakan % v, maks % v, maks %v Persayaratan 99,5 ( setelah didenaturasi dengan denatonium benzoat) 94,0 ( setelah didenaturasi dengan hidrokarbon) 0,5 0,7 2-5 mg/l mg/kg, maks 0,1 30 Kadar Ion Klorida (Cl) Kandungan Belerang (S) Kadar getah ( Washed Gum) mg/l, maks mg/l, maks mg/ 100 ml, maks Jernih dan terang, tidak ada endapan dan kotoran 20 50 5 (Badan Standarisasi Nasional, 2012) 2.3. Metode Pembuatan Bioetanol Proses pembuatan bioetanol dari singkong karet menggunakan Proses Simultaneous Saccharification and Fermentasion (SSF). Proses ini berlangsung dalam waktu yang relatif singkat dan tidak membutuhkan energi yang terlalu besar karena 7 dilakukan pada suhu yang tidak terlalu tinggi. Tinjauan proses secara umum dikutip dari US Patent 2005/0026261 A1 dapat dilihat pada Gambar 2.2. Gambar 2.2 Blok Diagram SSF (US.Patent,2005) 1. Milling Penggilingan pada proses SSF ini dilakukan dengan alat jenis hummer mill atau roller mill. Jenis penggilingan ini dapat dibagi menjadi dry milling dan wet milling, untuk penggunaan wet millling aplikasinya nantinya akan di gunakan untuk indusri minuman, sedangkan dry milling digunakan untuk industri ethanol. Penggilingan ini dimaksudkan untuk memecah partikel pati menjadi lebih kecil hingga kurang lebih 60 mesh dan untuk memudahkan proses selanjutnya. Setelah proses penggilingan, bubuk singkong tersebut dicampur dengan menggunakan air untuk masuk ke tahap selanjutnya. 8 2. Tahap Liquefication Liquifikasi ini bertujuan untuk memecah (hidrolisis) dari pati menjadi dekstrin dengan bantuan enzym α-amylase. Proses ini adalah proses hidrolisis polisakarida yang diwakilkan oleh pati menjadi oligosakarida yang diwakilkan oleh dekstrin dengan bantuan α amylase pada suhu tinggi. Apabila dilakukan pada suhu 60-95 0C dilakukan selama 10-120 menit, apabila dilakukan pada suhu 75-90 0C dilakukan selama 15-40 menit. Pada tahap ini dilakukan pada pH 4-7 dan optimum pada suhu 4,5-6,5. Proses ini berhenti apabila nilai DE sudah mencapai 10-14. Reaksinya adalah sebagai berikut : α - amylase (C6H10O5)n + 2H2O Pati ( C18H32O16) n Air Dekstrin 3. Tahap Sakarifikasi dan Fermentasi Tahap sakarifikasi berlangsung pada suhu 30-65 0C pada pH 4-5 dengan bantuan glucoamylase untuk memecah dekstrin menjadi glukosa. Tahap fermentasi berlangsung pada pH 4-5 dengan waktu 24 – 96 jam pada suhu 32 0C. Pada tahap ini glukosa akan di fermentasikan dengan yeast (Saccharomyces cereviceae) untuk menjadi ethanol. Pada tahapan sakarifikasi reaksi yang terjadi: Glucoamylase C18H32O16 + 2H2O Dekstrin 3C6H12O16 Air Glukosa Secara singkat reaksi fermentasi dapat ditulis menjadi: S.sereviceae C6H12O6 Glukosa 2 C2H5OH + 2CO2 Etanol 9 4. Tahap Distilasi Proses distilasi yang baik digunakan untuk mengasilkan kemurnian minimal 95% adalah menggunakan kolom destilasi Pressure Swing Distilation. Presssure Swing Distilation adalah salah satu metode untuk memurnikan ethanol. Tahap pemisahan ini menggunakan kolom distilasi yang telah diatur hingga mencapai kondisi 1 atm. Selanjutnya untuk memenuhi spesifikasi produk dilakukan tahap pervorasi untuk menghilangkan kadar air atau memurnikan ethanol dengan membrane pervorasi. Pemurnian ethanol dengan membran adalah teknologi terbaru yang telah dikembangkan baru-baru ini. Pervorasi (penguapan melalui mebran) adalah operasi berdasakan pemisahan dua komponen dengan membran selektif di mana komponen yang memiliki ukuran molekul lebih kecil dari celah memran dapat melintasi membran (permeat). Sedangkan komponen tidak dapat melewati membran dapat melintasi celah lain dalam membran, pada tahap ini diharapkan ethanol yang terbentuk memiliki kemurnian 99,5 %. 10 BAB 3 PEMBAHASAN 3.1. Pembudidayaan Singkong Karet Budidaya singkong karet merupakan aspek yang penting untuk menjaga ketersediaan jangka panjang dari bahan baku dan produktivitas bioetanol yang akan dihasilkan. Lokasi penanaman dan metode penanaman menjadi aspek yang penting untuk menjada sustantability dari bahan baku dan produk yang dihasilkan. a. Pemilihan Lokasi Budidaya Singkong Karet Lampung menjadi lokasi yang dipilih untuk budidaya singkong karet bahan baku produksi bioetanol. Peta Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang di Provinsi Lampung dengan total luas tanah penanaman 75 ha yang terdiri dari hutan, perkebunan, penanaman lahan basah dan penanaman lahan kering dapat dilihat pada Gambar 3.1. Gambar 3.1 Peta Struktur Ruang Dan Pola Pemanfaatan Ruang Provinsi Lampung Sumber: Website Dinas Provinsi Lampung 2017 11 Persediaan bahan baku singkong karet untuk produksi bioetanol dipenuhi dengan menyiapkan lahan seluas 2 hektar untuk penanaman pada wilayah pertanian lahan kering di lampung. Singkong karet dapat tumbuh dalam lahan tandus dan tanah yang bersifat asam. Selain untuk menjaga ketersediaan dan kelanjutan bahan baku, meningkatkan nilai tambah singkong karet, penyiapan lahan tersebut dilakukan agar tidak mengganggu produktivitas tanaman singkong yang dikonsumsi oleh masyarakat yang ditanam pada lokasi penanaman lahan basah. b. Metode Penanaman Gambar 3.2 (a) Lahan tanam singkong karet (b) Hasil panen singkong karet • Menyiapkan lokasi penanaman Tanah yang digunakan untuk menanam singkong harus memiliki tekstur remah, gembur, tidak terlalu liat, tidak terlalu berpori serta kaya akan bahan organik. Derajat keasaman tanah yang baik yaitu 4,5 sampai 8,0 dengan pH ideal 5,8. Lokasi yang baik yaitu pada ketinggian 10-700 mdpl, dengan curah hujan antara 1500-2500 mm/tahun serta suhu udara 10 derajat celcius dengan kelembaban 60-65%, dan cukup mendapatkan sinar matahari. Sebelum bibit ditanam disarankan agar bibit direndam terlebih dahulu dengan pupuk hayati SOT HCS yang telah dicampur dengan air selama 3-4 jam. Kemudian baru dilakukan penanaman di lahan, ini sangat bagus untuk membantu pertumbuhan dari bibit. Penanaman dilakukan dengan melancipkan ujung bawah stek singkong, kemudian ditanam sedalam 5 – 10 cm ke dalam tanah. 12 • Memulai penanaman di awal musim penghujan Penanaman singkong dilakukan di awal musim hujan. Pengolahan tanah dianggap membutuhkan waktu 1 bulan, sehingga musim tanam berikutnya juga di awal musim penghujan. Penanaman yang dilakukan di musim kemarau dapat menyebabkan stek tanaman banyak yang mati. Jika berhasil tumbuh, maka akan mengalami kekurangan air, karena akarnya masih belum banyak dan belum cukup panjang menghujam untuk mencari kandungan air tanah. Tanaman singkong yang mengalami kekurangan air di masa muda, akarnya sulit berkembang menjadi ubi meskipun kemudian mendapatkan cukup curah hujan. • Menerapkan sistem penanaman ½ lahan Singkong termasuk tanaman yang rakus hara sehingga pemeliharaan tanah sangatlah dibutuhkan. Menanamnya secara terus menerus dapat membuat tanah menjadi tandus. Menyelingi satu atau dua musim tanam dengan tanaman lain yang tidak rakus hara akan cukup membantu. Sistem penanaman ½ lahan merupakan sistem penanaman dimana lahan untuk budidaya singkong karet dibagi menjadi dua bagian. Pada awal penanaman, untuk ½ lahan akan ditanami dengan singkong karet dan ½ lahan lagi akan ditanami dengan tumbuhan yang dapat menjerap nitrogen di udara dan menghasilkan hara untuk tanah. Hal ini dilakukan bergantian untuk setiap musim tanam dan panen. 3.2. Pemasaran Produk Proyeksi pemasaran produk menjadi aspek yang penting untuk mendistribusikan produk kepada konsumen baik untuk kebutuhan di Lampung maupun di luar daerah. Lokasi lampung terdapat Pelabuhan Bakauheni yang dapat dimanfaatkan sebagai lokasi penyeberangan untuk mensuplai bioetanol untuk kebutuhan dalam dan luar negeri. 13 Gambar 3.3 Peta Petunjuk Jalan dari Kabupaten Lampung Tengah Ke Pelabuhan Bakauheni Sumber: Google Maps,2020 Pemasaran produk bioetanol berbasis singkong karet dapat dilakukan dengan cara menawarkan inovasi produk baru yang memberikan solusi pasti bagi permasalahan para konsumen, seperti strategi pemasaran yang dilakukan oleh PT. Energi Karya Madani. Perusahaan tersebut menciptakan kompor etanol 80% dengan harga jual yang relatif cukup terjangkau. Bioetanol 98% bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar kendaraan bermotor yang setara dengan pertamax, sedangkan bioetanol 80% dan 96% bisa dimanfaatkan untuk bahan bakar kompor etanol. Kompor bioetanol terbilang lebih hemat dengan resiko kebocoran yang lebih kecil dan aman bagi para konsumennya jika dibandingkan dengan kompor minyak. Melalui sistem kemitraan atau keagenan yang diterapkan, saat ini produk kompor etanol telah berhasil menjangkau pasaran pedesaan dan pinggiran kota seperti wilayah Bogor, Jakarta, Sukabumi, dan Cianjur. 14 3.3. Prospek Singkong karet menjadi bioetanol Awalnya bioetanol digunakan untuk bahan baku industri kimia, kosmetik, dan farmasi. Namun seiring dengan meningkatnya kebutuhan BBM yang semakin tinggi, bioetanol mulai diinovasikan menjadi bahan bakar alternatif untuk menggantikan keberadaan BBM yang sekarang ini semakin mahal, untuk bioetanol harganya mencapai Rp 10.380 per liter. Bioetanol memiliki beberapa keunggulan antara lain dapat mengurangi adanya efek rumah kaca, bebas terhadap zat yang berbahaya (CO, NOx, UHC), sebagai diversifikasi Energi dan diharapkan mempu menciptakan teknologi berwawasan untuk mengurangi kebutuhan BBM khusunya premium, serta sebagai diversifikasi industri yang berujung pada penciptaan lapangan pekerjaan. Produksi bioetanol juga menghasilkan produk samping berupa DDGS (Distiller Dried Grains with Soluble) dan CO2. DDGS dapat dimanfaatkan sebagai alternatif pengganti pakan ternak, sementara CO2 yang dihasilkan dapat dijual dalam bentuk CO2 cair dan dry ice. Konsep adanya pemanfaatan biomasa sebagai bioetanol juga didukung oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Salah satu wujudnya yaitu terbitnya Instruksi Presiden No. 5 tahun 2006 tentang penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai bahan bakar yang dimana munculnya instruksi kepada daerah untuk melalukan percepatan dan pemanfaatan biofuel. Upaya dalam pengembangan Bioetanol di Indonesia diantaranya sebagai berikut: • Menyusun agenda bersama untuk mendapatkan konsensus terhadap program yang komprehensif dan terpadu agar supaya memberikan hasil yang konkret dan maksimal, antara lain melalui penetapan sasaran dan upaya pencapaiannya untuk produksi, distribusi dan pemakaian bioetanol serta penjabaran agenda dan program implementasi yang konkret. • Melakukan inventarisasi dan evaluasi secara rinci berbagai peluang dan tantangan untuk investasi bioetanol, khususnya berbagai insentif yang diperlukan. 15 • Membangun rantai tata niaga bioetanol secara bertahap yang difasilitasi oleh Pemerintah • Menyatukan semua rencana pengembangan bioetanol dari berbagai pihak terkait dalam suatu ”Blueprint Pengembangan Bio-fuel” yang dapat dijadikan pegangan bagi para stakeholder. 3.4. Hambatan dari Produksi Bioetanol Adapun Hambatan-hambatan dalam pengembangan bioetanol di Indonesia antara lain: • Rencana pengembangan lahan untuk tanaman penghasil bahan baku bioetanol yang dibuat oleh Departemen Pertanian dan Departemen Kehutanan belum terkait langsung dengan rencana pengembangan bioetanol di sektor energi. • Rencana Pemerintah dalam pengembangan energi dan instrumen kebijakan yang diperlukan dalam pengembangan bioetanol belum terkait langsung dengan rencana dari para pihak pelaku bisnis bioetanol dan pengelola lahan pertanian yang sangat luas untuk menghasilkan bahan baku. • Ketidakpastian resiko investasi dalam komersialisasi pengembangan bioetanol dan belum terbentuknya rantai tata niaga bioetanol. 16 DAFTAR PUSTAKA Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. 2018. Outlook Energi Indonesia 2018“ Pengambangan Energi Untuk Mendukung Energi Hijau. Pusat Teknologi Sumber Daya Energi Dan Industri Kimia (PTSEIK) : Jakarta. Dinas Provinsi Lampung. 2017. Peta Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang Provinsi Lampung. www.lampung.org : Diakses pada Mei 2017. Google Maps. 2020. Jalur Lampung Tengah-Bakauheni. www.googlemap.com : Diakses pada : Maret 2020. Hapsari M,dkk. 2013. . Jurnal Teknologi Kimia Dan Industri, Vol.2, No.2 Tahun 2013, Halaman 240-245 : Semarang. Khaira Z, dkk. Pembuatan Bioetanol Dari Limbah Tongkol Jagung Menggunakan Proses Simultaneus Saccharification And Fermentation (SSF) Dengan Variasi Konsentrasi Enzim Dan Waktu Fermentasi. Universitas Riau : Pekanbaru. Natalense A,dkk. 2012. Bioetanol. ISSN 978-952-51-0008-9 : Croatia. Putra HP. 2015. Tinjauan Pustaka Singkong Karet (Manihot Glaziovii). eprints.polsri.ac.id : 2015. Safitri N, dkk. 2016. Pembuatan Bioetanol Dari Kulih Buah Nanas Dengan Metode Solid State Fermentation (SSF) Dan Pemurnian Dengan Proses DistilasiAdsorbsi Dengan Variasi Ratio Bioetanol:Adsorben. Universitas Riau : Pekanbaru. Sanditya B,dkk. 2013. Pra Rancangan Pabrik Bioetanol Berbahan Dasar Singkong Metode SSF. Universitas Diponegoro : Semarang. Standar Nasional Indonesia. 2012. Bioetanol Terdenaturasi Untuk Gasohol. Badan Standarisasi Nasional : SNI 7390-2012. United States Patent Application Publication. Ethanol Production By Simultaneous Saccharification And Fermentation (SSF). Pub.No : US 2005/0026261 A1, 3 Februari 2005. 17