Uploaded by DENY SOMA IRAWAN

Kuliah 5 ontologi

advertisement
Kuliah-5 an 6 (Filsafat Ilmu)
ONTOLOGI ILMU
4/17/2020
1. Kriteria Kebenaran
Seorang anak kelas I SD setelah masuk sekolah selama 3 hari,
dia mogok tidak mau sekolah lagi. Kedua orangtuanya
berusaha membujuk agar anaknya itu masuk sekolah lagi, akan
tetapi tidak berhasil.
Setelah didesak-desak, akhirnya anak itu bercerita dengan jujur
“Buat apa saya sekolah, jika Ibu guruku seorang pembohong”
Anak itu kemudian melanjutkan:
“Tiga hari yang lalu bu Guru berkata 5 + 2 = 7”
“Sehari kemudian mengatakan
6 + 1 = 7”
“Eh, kemarin berkata lagi
3 + 4 = 7”
“Jadi mana yang benar??”
Pertanyaan: Apa yang disebut dengan teori kebenaran?
4/17/2020
Bagi kita, tidaklah sulit untuk menerima bahwa ketiga
pernyataan di atas (5 + 2 = 7; 6 + 1 = 7; 3 + 4 = 7) semuanya
benar, karena secara deduktif dapat dibuktikan.
Sesuatu dikatakan “Benar” jika:
a). Koheren/ konsisten
Berdasarkan teori Koherensi suatu pernyataan dikatakan benar
jika pernyataan tersebut bersifat Koheren atau Konsisten dengan
pernyataan –pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.
Contoh, jika pernyataan: bahwa:
• Semua manusia pasti akan mati
(Benar)
Dan jika pernyataan bahwa:
• Si Fulan adalah seorang manusia
(Benar)
maka:
• Si Fulan pasti akan mati
4/17/2020
(Benar)
Matematika adalah pengetahuan yang penyusunannya dilakukan
berdasarkan pembuktian Teori Koherensi.
Sistem matematika disusun di atas beberapa dasar pernyataan
yang dianggap benar (berupa Aksioma), kemudian berdasarkan
aksioma-aksioma tersebut dapat disusun suatu Teori.
b). Korespondensi
Menurut paham ini , suatu pernyataan dikatakan Benar jika
materi pengetahuan yang dikandung dalam pernyataan
tersebut berkorespondensi (berhubungan) dengan objek yang
dituju oleh pernyataan itu.
Misalnya:
Presiden RI ke-7 adalah Joko Widodo
(Benar)
Karena pernyataan itu berkorespondensi dengan objek yang
bersifat faktual; yakni Joko Widodo memang menjadi presiden
ke-7 RI.
4/17/2020
Jika ada orang menyatakan:
Presiden ke-7 RI adalah Soeharto
(Salah)
Karena tidak ada objek yang berkorespondensi dengan
pernyataan tersebut.; atau Presiden ke-7 RI bukan Soeharto,
akan tetapi Joko Widodo.
Teori Koherensi dan Teori Korespondensi, kedua-duanya
dipergunakan dalam cara berpikir ilmiah.
Penalaran Teoretis berdasarkan logika deduktif menggunakan
Teori Koherensi; sedangkan proses pembuktian secara empiris
dalam bentuk pengumpulan fakta/ data yang mendukung
pernyataan menggunakan Teori Korespondensi.
c). Pragmatis
Di samping kedua teori tersebut, ada teori kebenaran yang lain
yaitu Teori Pragmatis.
4/17/2020
Bagi kaum Pragmatis suatu pernyataan dikatakan benar apabila
pernyataan atau konsekuensi dari pernyataan tersebut bersifat
fungsional dalam kehidupan praktis; artinya memberikan manfaat
atau kegunaan.
Kaum pragmatis menganggap bahwa ajaran agama sebagai
suatu kebenaran; karena di dalamnya memuat ajaran yang
bersifat fungsional dan bermanfaat dalam memberikan pegangan
moral untuk menuju kehidupan yang bahagia lahir-batin.
2. Ontologi Ilmu
Dari segi bahasa, istilah “ontology” berasal dari bahasa Yunani
yaitu “ontos = ada” dan “logos = ilmu”; jadi ontology adalah ilmu
tentang yang ada.
Dari segi istilah, ontology adalah ilmu yang membahas tentang
hakikat yang ada, yang merupakan realitas baik yang berbentuk
jasmani/ konkret maupun yang rohani/ abstrak (Bachtiar, 2004)
4/17/2020
Sumantri (1985) menjelaskan bahwa ontology adalah ilmu yang
membahas tentang apa yang ingin kita ketahui dan seberapa jauh
kita ingin tahu atau dengan perkataan lain suatu pengkajian
mengenai teori tentang “ada”.
Telaah ontologis menjawab pertanyaan-pertanyaan sbb.
a) Apakah objek ilmu yang akan ditelaah;
b) Bagaimana wujud yang hakiki dari objek tersebut, dan
c) Bagaimana hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap
manusia (seperti: berpikir, merasa, mengindera) yang
membuahkan pengetahuan.
Pengetahuan manusia itu dibangun atas kerja sama antara
subjek yang ingin mengetahui dengan objek yang diketahui; oleh
sebab itu pengetahuan manusia bersifat subjektif-objektif dan
objektif-subjektif, dalam arti:
1. Subjek dapat mengetahui objeknya karena subjek memiliki
daya intelektual; sedangkan objek juga memiliki daya untuk
dirasa (sensibility) dan daya untuk dimengerti (intelligibility).
4/17/2020
2. Kemanunggalan antara subjek dan objek tidaklah sempurna
dan mutlak, oleh karena itu pengetahuan manusia juga tidak
sempurna dan juga tidak mutlak (relatif).
Akan tetapi perlu diingat bahwa:
a) Subjek itu memiliki keterbatasan daya inderawi maupun daya
intelektualnya karena pengaruh sosio-kultural setempat.
b) Objek yang ingin diketahui juga tidak semuanya sederhana
akan tetapi kompleks dan rumit.
Dengan demikian, MANUSIA hanya mampu mengetahui yang
fenomenal saja dari objeknya, dan TIDAK mampu MERENGKUH
objek yang bersifat noumenal.
Simpulan: Pengetahuan manusia tentang sesuatu objek tidak
pernah secara total, selalu ada yang tidak terungkapkan.
4/17/2020
Dengan pengetahuan, subjek yang tadinya tidak atau kurang
tahu, menjadi tahu atau lebih tahu.
Demikian pula objek, yang tadinya tidak diketahui, melalui
pengetahuan menjadi dapat diketahui.
Tetapi (--sekali lagi--) pengetahuan manusia itu sifatnya
terbatas, tidak sempurna, tumbuh dan berkembang secara
setapak demi setapak dalam rentang waktu yang sangat lama
(bersifat evolutif).
Karena manusia menyadari bahwa pengetahuannya
terbatas, menjadikan manusia lebih “rendah hati”, karena
manusia itu membutuhkan sumbangan pengetahuan dan
memerlukan perspektif dari orang lain yang ahli di
bidangnya sehingga saling melengkapi.
Pengetahuan manusia dapat dikelompokkan menjadi (1) seni,
(2) kepercayaan/ agama, (3) filsafat, dan (4) ilmu .
4/17/2020
Landasan Ontologi ilmu akan menjawab pertanyaan “Apa” yang
dikaji oleh pengetahuan itu? Seni, agama, dan filsafat secara
ontologi mempunyai landasan ontologi yang berbeda karena
apa yang dikaji/ dipelajari masing-masing (seni, agama,
filsafat) juga berbeda-beda.
Objek (material) Filsafat ilmu adalah “ilmu” itu sendiri dalam
arti umum; sedangkan objek (formal) adalah tinjauan secara
filosofis (menyeluruh, mendasar, dan spekulatif)
Objek material (kenyataan yang menjadi objek kajian) ilmu
dapat berupa: gejala-gejala alam (ilmu-ilmu alam), gejala-gejala
sosial (ilmu-ilmu sosial), dan gejala-gejala budaya (ilmu-ilmu
budaya), yang dapat berupa:
1. Ide abstrak
2. Gejala Rohani
3. Benda fisik
4. Jasad hidup
5. Peristiwa sosial
6. Proses tanda
4/17/2020
Dari 6 objek material ilmu pengetahuan itu, melahirkan 6 jenis
ilmu dan 1 jenis ilmu yang bersifat interdisipliner yakni:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Ilmu-ilmu matematis;
Ilmu-ilmu Fisik;
Ilmu-ilmu Biologis;
Ilmu-ilmu Psikologi;
Ilmu-ilmu Sosial;
Ilmu-ilmu Linguistik; dan
Ilmu-ilmu Interdisipliner
Klien (dalam Dali, 1980) menyebutkan ada 80 cabang
Matematika; bahkan dewasa ini ada yang menyebutkan 3400
subcabang Matematika (Sumaji, 1998); meskipun sebagian
besar para ilmuwan menyebut 6 cabang besar Matematika
dan 7 cabang terapan matematika (The Liang Gie, 1984).
Sejarah dan perkembangan Matematika hingga menemukan
bentuknya yang sekarang ini terekam dalam kebudayaan
Mesopotamia, Mesir kuno, Yunani kuno, Arab, Persia, dan
negara-negara di Eropa.
4/17/2020
Objek Ilmu-ilmu Fisik (natural science) ada yang
mengelompokkan menjadi sejumlah cabang besar seperti;
1. Astronomi dan falak;
2. Ekologi;
3. Fisika;
4. Geologi
5. Geografi;
6. Ilmu Bumi;
7. Kimia
Objek material ilmu-ilmu Lingusitik setidak-tidaknya mencakup:
1. Fonologi: bunyi sebagai sitem terkecil (vokal, konsonan,
diphthong, triphthong);
2. Morfologi: kata dan pembentukannya (free and bound
morphem, affixes);
3. Sintaks: sturktur kata/ kalimat (tata-bahasa, struktur);
4. Semantik: makna kata, frase, kalimat tanpa konteks)
5. Pragmatik: makna kata, frase, kalimat dgn konteks)
6. Leksikon: makna & pemakaian dlm bahasa; kamus)
4/17/2020
Catatan:
1. Ilmu berkembang dengan sangat pesat sehingga jumlah
cabang-cabangnya terus bertambah;
2. Hasrat untuk men-spesialisasi-kan diri pada satu bidang
telaah, menyebabkan objek ontologis ilmu kain terbatas.
3. Pada awalnya, ilmu berkembang dalam 2 cabang utama
yakni (a) filsafat alam, yang menjadi Ilmu-ilmu Alam dan
(b) filsafat moral, yang menjadi Ilmu-ilmu Sosial.
4. Ilmu-ilmu Alam berkembang menjadi Ilmu Alam dan Ilmu
Hayat.
5. Ilmu Alam berkembang lagi menjadi: Ilmu Fisika, Kimia,
Astronomi, dan Ilmu Bumi.
6. Setiap cabang membikin ranting-ranting baru (misal Fisika
menjadi: Mekanika, Hidrodinamika, Bunyi, Listrik, Cahaya,
Termodinamika, Fiber Optik, dst)
4/17/2020
4. Batas-batas Penjelajahan Ilmu
Pertanyaan untuk direnungkan:
1. Apakah batas yang merupakan lingkup penjelajahan ilmu?
2. Dimanakah ilmu berhenti dan menyerahkan pengkajian
selanjutnya kepada pengetahuan lain?
3. Apakah yang menjadi karakteristik objek ontologi ilmu yang
membedakan ilmu dari pengetahuan lain?
Ilmu memulai penjelajahannya pada pengalaman manusia dan
berhenti pada batas pengalaman manusia. Ilmu tidak
mempelajari masalah Surga dan Neraka, dan juga tidak
mempelajari sebab musabab kejadian terjadinya manusia
(sebelum lahir) dan hal-hal setelah kematian; dikarena kan itu
semua berada di luar jangkauan pengalaman manusia.
Pertanyaan lanjutannya:
Mengapa ilmu hanya membatasi diri pada hal-hal yang berada
pada pengalaman manusia saja?
4/17/2020
1. Karena fungsi ilmu dalam kehidupan manusia adalah
sebagai alat pembantu manusia dalam menanggulangi
masalah yang dihadapi sehari-hari.
2. Karena metode yang digunakan dalam menyusun sesuatu
yang telah teruji kebenarannya secara empirik melalui
pengumpulan data.
3. Jika ilmu juga membahas objek yang berada di luar batas
pengalaman empirik, berarti terjadi kontradiksi dan
menghapus kesahihan metode ilmiah (deduktif-induktif).
Pertanyaan selanjutnya:
Kalau begitu, sempit sekali objek yang menjadi jelajah ilmu,
Cuma sepotong dari “sekian” permasalahan kehidupan.
BETUL SEKALI, ruang jelajah ilmu sangat sempit, kemudian
dikapling-kapling dalam berbagai cabang/ disiplin ilmu.
Kapling-kapling itu makin lama makin sempit sesuai dengan
perkembangan kualitatif dan kuantitatif disiplin ilmu.
4/17/2020
Jika pada fase permulaan hanya dibedakan Ilmu-ilmu Alam
dan Ilmu-ilmu Sosial, maka sekarang ini terdapat lebih dari
650 cabang ilmu.
Jika manusia berbicara tentang Baik dan Buruk, maka harus
berpaling kepada sumber-sumber moral (ETIKA); dan ketika
bicara tentang Indah dan Jelek, maka harus berpaling kepada
pengkajian ESTETIKA.
Ilmu diharapkan bisa membantu manusia dalam memerangi
penyakit, membangun jembatan, irigasi, listrik, mendidik anak,
dlsb; tetapi masalah-masalah yang terkait dengan kehidupan
setelah “kematian”, kita tanyakan kepada Agama.
4/17/2020
Ilmu membatasi lingkup penjelajahannya pada batas
pengalaman manusia, karena metode yang dipergunakan
dalam menyusun pengetahuan harus dapat diuji secara
empirik.
Ilmu hanya berwenang dalam menentukan “benar” atau “salah”
nya suatu pernyataan (melalui LOGIKA).
Hal-hal yang terkait dengan “Baik” atau “Buruk” kita harus
berpaling kepada sumber-sumber moral (ETIKA), sedangkan
untuk membahas masalah “indah” dan “jelek”, maka kita harus
berpaling kepada “ESTETIKA”.
Mengenali batas-batas “kapling” ilmu akan menjadikan kita
makin matang dan profesional.
Ilmu juga tidak mempelajari sebab musabab kejadian
terciptanya manusia, karena hal tersebut juga berada di luar
jangkauan pengalaman manusia.
4/17/2020
Download