Uploaded by math anwar

Teorema Ketidaklengkapan Gödel: Makalah Matematika

advertisement
Gödel Untuk Semua1
Ivan Mulianta2
“Either mathematics is too big for the human mind or the human mind is more than a machine.”
Kurt Friedrich Gödel (1906-1976)
0. Pengantar
Formalisme adalah suatu metode dalam matematika untuk membuktikan kebenaran suatu hal.
Formalisme ini juga menjadi pekerjaan penting bagi setiap matematikawan. Namun, tidak semua
hal dapat dibuktikan kebenarannya melalui formalisme ini. Adalah Kurt Friedrich Gödel,
matematikawan Austria yang kali pertama membuktikan secara formal bahwa tidak semua hal
dapat dibuktikan kebenarannya melalui formalisme. Kalau memang tidak semua hal tidak dapat
dibuktikan, lalu kenapa? Apa manfaatnya? Seberapa pentingkah hal itu sehingga ada orang yang
mau menulisnya. Untuk permulaan anggaplah ini sangat penting sehingga anda akan menelusuri
tulisan ini, mulai dari riwayat hidup Gödel secara sekilas, cara Gödel membuktikan
ketidaklengkapan dan ketidakkonsistenan dalam formalisme, dan bagaimana perkembangan bukti
itu dan berbagai penerapannya. Setelah anda membaca tulisan ini, tentu anda akan menyadari
betapa pentingnya ketidaklengkapan dan ketidakkonsistenan dalam kehidupan ini.
1. Riwayat Hidup Gödel
Kurt Friedrich Gödel, dilahirkan di kota Brno (sekarang
Brunn), daerah Austro-Hungary (sekarang Republik Ceko)
pada tanggal 28 April 1906 dari pasangan Rudolf Gödel dan
Marianne Handschuh. Selain Kurt, pasangan ini juga
melahirkan Rudolf (1902).
Kurt dan Rudolf Gödel
menghabiskan masa kecil dan remajanya di Brno. Pada
masa kecilnya, Kurt sudah menunjukkan kejeniusannya,
misalnya pada pelajaran bahasa latin, dia selalu menulis
dengan tata bahasa latin yang sempurna. Dia juga orang
yang mempunyai rasa ingin tahu yang sangat besar,
sampai-sampai teman-temannya memanggilnya “Tuan
Mengapa” (“Herr Warum”).
Kurt melanjutkan studinya ke Universitas Vienna pada tahun
1924. Pada awal kuliahnya, dia mempelajari filsafat, fisika,
dan matematika, dia belum menentukan subyek yang akan diambil. Bahkan dia sebenarnya
bermaksud mendalami fisika teori setelah menghadiri kuliah Hans Thirring tetapi Kurt akhirnya
memilih matematika. Menurut Prof. Edmund Hlawka, hal ini dipengaruhi oleh Hans Hahn dan Karl
Menger, pada saat Kurt menghadiri kuliah teori himpunan (set theory) dan fungsi real (real
function). Selain itu, Kurt juga pernah menghadiri kuliah Phillip Furtwängler tentang teori bilangan
(number theory) yang kemudian dia terapkan pada logika. Kelak, melalui metode teori bilangan ini
1 Makalah ini dibuat untuk menyambut 74 tahun penemuan Gödel (1931 – 2005) tentang teorema ketidaklengkapan
dan ketidakkonsitenan beserta dampaknya pada perkembangan ilmu pengetahuan hingga sekarang
2 Dept. Dynamical System Modeling, Bandung Fe Institute, email: ivanm@students.bandungfe.net
2
juga, Kurt mampu membuktikan ketidaklengkapan dan ketidakkonsistenan pada formalisme
matematika.3
Kurt Gödel menikah dengan Adelle Nimburg pada tahun 1927. Adelle sangat setia mendampingi
Kurt, bahkan ia juga berperan sebagai pengetes makanan Kurt (Kurt percaya bahwa ada orang
yang ingin meracuni makanannya). Selama perang dunia II, Austria dikuasai oleh NAZI (saat itu
dipimpin oleh Adolf Hittler) yang menangkapi orang-orang Yahudi dan teman-teman dekatnya.
Kurt termasuk dalam senarai hitam (black list) tersebut. Dia berhasil keluar dari Austria menuju
Universitas Princeton di New Jersey, Amerika Serikat (tempat dia pernah melakukan kuliah tamu)
meskipun melalui perjalanan panjang melalui trans Siberia. Kurt menghabiskan sisa hidupnya di
Universitas Princeton dan menjadi profesor tetap sejak 1949. Selama masa pengabdiannya di
Universitas Princeton, Kurt berkumpul bersama beberapa raksasa ilmu pengetahuan lainnya
seperti: Albert Einstein, John Von Neumann di Institut Studi Lanjut (Institute of Advance Studies).
Kurt juga mendapatkan beberapa penghargaan seperti National Medal Science, Einstein’s Award.
Kurt meninggal dunia pada tahun 1976.
2. Ketidaklengkapan dan Ketidakkonsistenan
2.1 Ilustrasi contoh
Anda tentu pernah minum jus, yaitu minuman sari buah. Jus ini tidak hanya terbuat dari satu
macam buah saja tetapi juga dapat dicampur-campur. Kita tentu mengetahui bahwa jus ini tidak
hanya terbuat dari sari buah saja tapi juga ada beberapa campuran lain seperti gula, air, susu,
yang akan membuat rasa jus tersebut khas. Untuk menciptakan jus tersebut, kita membutuhkan
proses yang mengubah dari campuran bahan-bahan seperti: sari buah, gula, air menjadi jus.
Untuk lebih jelasnya, coba kita lihat gambar 1.
Gambar 1 Mesin Jus
Untuk membuat jus, kita memerlukan bahan-bahan seperti sari buah, gula, air, susu sebagai masukan pada mesin jus
tersebut. Mesin tersebut akan mengolah bahan-bahan tersebut. Hasil proses tersebut berupa jus atau bukan jus.
Untuk melakukan proses ini, kita membutuhkan suatu alat, sebut saja mesin jus. Mesin jus ini
akan mengubah campuran bahan-bahan tadi menjadi jus berdasarkan resep yang kita buat. Cara
3 Kurt membuktikan teorema ketidaklengkapan dan ketidakkonsistenan formalisme matematika (teorema Gödel) pada
tahun 1931 dengan makalah yang berjudul “Über formal unentscheidbare Sätze der Principia Mathematica und
verwandter Systeme”
3
kerja mesin jus ini seperti berikut: masukkan sari buah, gula, air, tentukan resep untuk jus buah,
maka mesin jus ini akan memproses dan menjadikan campuran tadi menjadi jus. Sekarang, kita
pikirkan bagaimana mesin jus yang ideal tersebut.
Untuk membuat mesin jus yang ideal tersebut ada dua kriteria yang diperlukan (Casti & De Pauli,
2000). Yang pertama, mesin itu dapat diandalkan (reliable), artinya setiap campuran bahan-bahan
dan resep yang kita masukkan, kemudian akan diproses hanya akan menjadi jus. Yang kedua
adalah keutuhan (totality), artinya mesin ini mampu menjalani uji jus. Jika ada sebuah jus tertentu,
pastilah dapat dibuat oleh mesin jus tersebut.
Dua hal tersebut, keandalan (reliability) dan keutuhan (totality), yang akan membuat jus ini dapat
dipasarkan di mana pun, bahkan di rumah kita sendiri. Tetapi muncul pertanyaan besar, apakah
mesin ini khayalan atau hanya rekayasa sedemikian rupa sehingga kita dapat meniru jus tertentu?
Jika ya, maka banyak pedagang jus akan segera gulung tikar!
2.2 Mesin Kebenaran
Ilustrasi di atas menggambarkan upaya yang dilakukan oleh David Hilbert4 untuk membuktikan
kebenaran segala hal. Pada tahun 1928, di sebuah Kongres Internasional Matematika
(International Congress of Mathematics, ICM) yang diselenggarakan di Bologna, Italia, David
Hilbert membuat tantangan bahwa dia dapat membuat suatu perangkat yang dapat membuktikan
kebenaran dari semua pernyataan (lihat gambar 2). Singkatnya, mesin kebenaran Hilbert akan
membuktikan semua pernyataan matematika. Dalam kuliahnya di Bologna, Hilbert membuat
persyaratan untuk mesin kebenaran atau penekanan pada istilah aksiomatis, formal, sistem formal,
serta dengan keyakinan bahwa programnya akan menghasilkan formalisasi yang lengkap dari
seluruh matematika.
True
Statement
Tr u t h
Ma c hine
OR
False
Gambar 2 Mesin Kebenaran Hilbert
4 David Hilbert adalah matematikawan Jerman yang mempunyai ambisi untuk menciptakan sebuah mesin yang jika
dimasukkan suatu pernyataan akan menghasilkan output benar atau salah.
4
Melalui pemikirannya tersebut, David Hilbert menyimpulkan:
1. matematika konsisten, yaitu sebuah pernyataan matematika dan ingkarannya tidak akan
pernah dapat dibuktikan kebenaran keduanya
2. matematika lengkap, yaitu semua pernyataan matematika yang benar dapat dibuktikan
3. matematika dapat ditentukan, yaitu akan selalu ada aturan mekanisme untuk menentukan
apakan suatu pernyataan matematika itu benar atau salah.
Mari kita kembali ke masalah jus tadi, apakah semua jus ini mempunyai resep tertentu sehingga
selain itu bukan jus? Orang kebanyakan mempercayai bahwa semua jus itu dapat dituliskan
resepnya. Kurt Gödel secara meyakinkan dapat membuktkan bahwa apa yang benar dan apa
yang dapat dibuktikan adalah dua hal yang berbeda pada tahun 1931 (tidak sampai 3 tahun
setelah karya Hilbert). Kita akan membahas bagaimana Gödel membuktikan bahwa ambisi Hilbert
itu tidak akan pernah tercapai.
2.3 Teorema Gödel
Pada makalah ini hanya akan dibahas ide dasar dari
ketidaklengkapan dan ketidakkonsistenan sistem formal.
pembuktian Gödel saja terhadap
Untuk membuktikan ketidaklengkapan ini, Gödel memakai self-reference, yaitu mencoba
merepresentasikan bahasa, simbol, tanda yang ada di Principia Mathematica5 (untuk selanjutnya
akan disingkat PM) dengan bahasa, simbol, tanda lain yang terdapat di PM, misalnya bilanganbilangan (yang nantinya akan disebut bilangan Gödel). Gödel mengembangkan skema
pengodean untuk menerjemahkan setiap formula logika ke dalam bilangan-bilangan (lihat Tabel I
pada lampiran 7.1 untuk penerjemahan tanda-tanda logika elementer ke dalam bilangan asli).
Sebagai contoh, “Untuk setiap nilai x maka berlaku x ditambah 0 sama dengan x”, jika dituangkan
dalam pernyataan logika menjadi: (∀x )( x + 0 = x ) . Dalam hal ini, x adalah variabel numerik
maka diterjemahkan menjadi bilangan prima yang lebih besar dari 12, yaitu 13. Maka pernyataan
logika ini jika diterjemahkan dalam bilangan Gödel akan menjadi (8, 11, 13, 9, 8, 13, 12, 6, 5, 13,
9). Selanjutnya bilangan-bilangan ini akan menjadi pangkat dari bilangan-bilangan prima, karena
untuk pernyataan ini dihasilkan 11 bilangan, maka yang dipakai adalah 11 bilangan prima awal,
yaitu (2, 3, 5, 7, 11, 13, 17, 19, 23, 29, 31). Maka bilangan Gödel untuk pernyataan logika:
(∀x )(x + 0 = x ) adalah:
2 8 x 3 11 x 5 13 x 7 9 x11 8 x13 13 x17 12 x19 6 x 23 5 x 29 13 x 31 9 = 6 , 9414 x10 108
Setelah penomeran, Gödel melanjutkan dengan pemakaian paradoks kebohongan6 namun ia
mengganti “false” dengan “unprovable” sehingga menjadi “pernyataan ini tidak dapat dibuktikan”
(“this statement is unprovable”). Melalui penomeran Gödel dihasilkan bilangan Gödel, sebut saja
(G) dari “pernyataan ini tidak dapat dibuktikan”. Jika sistem formal tersebut konsisten maka
bilangan Gödel (G) ini benar walaupun tidak dapat dibuktikan. Hal ini menunjukkan
ketidaklengkapan dari sistem formal tersebut. Hampir serupa dengan ketidaklengkapan, Gödel
juga memperlihatkan bagaimana membangun pernyataan aritmatika A, yang diterjemahkan dalam
Principia Mathematica adalah buku yang berisikan prinsip-prinsip dasar matematika, terdiri dari 3 volume, ditulis
oleh dua matematikawan besar, yaitu Bertrand Russell dan Alfred North Whitehead
5
6 Paradoks kebohongan adalah pernyataan salah yang mengandung kebenaran (kali pertama dipakai oleh
Epimenedes), misalnya “Orang itu berbohong”, “pernyataan itu salah”, bagaimana nilai kebenarannya?
5
klaim “aritmatika adalah konsisten”. Dia kemudian menunjukkan “pernyataan A tidak dapat
dibuktikan” yang berimplikasi bahwa konsistensi aritmatika tidak dapat ditentukan oleh sistem
formal yang merepresentasikan aritmatika sendiri. Untuk ringkasan cara Gödel untuk
membuktikan ketidaklengkapan dapat dilihat pada lampiran 2.
Berdasarkan langkah-langkah di atas, maka Kurt Gödel mengeluarkan teorema ketidaklengkapan
yang terkenal, yaitu:
1. Teorema ketidaklengkapan pertama: Untuk setiap formalisasi aritmatika yang konsisten,
akan ada kebenaran aritmatika yang tidak dapat dibuktikan melalui sistem formal tersebut.
2. Teorema ketidaklengkapan kedua: Untuk setiap formalisasi aritmatika yang membentuk
suatu pernyataan tidak dapat membuktikan kekonsistenannya sendiri.
Sekarang, kita lihat kembali mesin jus tadi. Akan ada suatu jus yang tidak diperoleh dari bahanbahan yang kita sebutkan (sari buah, susu, air, gula), misalnya jika kita masukkan jus, hasilnya
akan berupa jus juga. Padahal mesin jus ini hanya menghasilkan jus dari proses bahan-bahan
tersebut tetapi ada juga jus yang dihasilkan bukan dari proses tersebut, yaitu dari jus itu sendiri.
Jadi, ide mesin jus ini hanya sebuah khayalan saja.
Karya Gödel ini merupakan salah suatu masterpiece dalam abad XX, sebab dampak dari karya ini
menyentuh hampir semua aspek dalam kehidupan manusia, seperti bahasa, psikologi, fisika, dan
terutama perkembangan komputer! Pada bagian selanjutnya akan dibahas berbagai dampak
yang terjadi pada ilmu pengetahuan dan kehidupan pada umumnya.
3. Dampak Karya Gödel
Setelah karya Gödel ini dipublikasikan tahun 1931, berbagai perkembangan dan penelitian
dilakukan terutama pada ilmu komputer. Setelah itu, ilmu komputer mengalami perkembangan
pesat dan mulai memasuki “mesin berpikir”, yang kemudian berkembang menjadi “kecerdasan
buatan” (artificial intellegence). Dalam bagian ini, hanya akan dibahas beberapa saja, seperti
komputer, logika, dan ilmu sosial.
3.1 Mesin Komputasi Universal
Pada tahun 1935, adalah Alan Turing, yang kali pertama mengembangkan ilmu komputer, dengan
memecahkan “masalah penentuan” (“decision problem”), yaitu apakah ada sebuah prosedur
sistematis yang akan memberitahu setiap bentuk string yang diberikan termasuk dalam sistem
formal (F). Solusi Turing pada masalah penentuan ini (pada konteks komputasi), sebenarnya
identik dengan hasil Gödel pada masalah logika matematika. Masalah ini pada konteks komputasi
lebih dikenal dengan istilah ‘masalah pemberhentian’ (‘halting problem’).
Pemikiran itu tercipta ketika Alan Turing masih menjadi mahasiswa di Universitas Cambridge saat
dia mengikuti kuliah tentang logika matematika. Ide utama dari kuliah itu adalah apakah ada
sebuah aturan himpunan terbatas (finite sets) yang merupakan suatu mekanisme yang akan
menentukan kebenaran atau kesalahan dari setiap pernyataan yang mungkin dari bilangan yang
dapat dibuat dalam bahasa Principia-Mathematica-nya Russell dan Whitehead. Atau singkatnya
apakah ada sebuah mesin yang jika diberikan masukan pernyataan apa saja akan memprosesnya
6
dalam suatu waktu tertentu, dalam konteks ini terbatas (finite) lalu mampu memberikan keputusan
pernyataan itu benar atau salah.
Alan Turing yang ingin menciptakan aturan mekanis guna memecahkan masalah penentuan ini
mengembangkan bentuk matematika untuk komputer. Alat yang dibuatnya, kemudian disebut
Mesin Turing (Turing Machine), memberikan jawaban lengkap pertama yang memuaskan untuk
memunculkan komputasi. Dia menggunakan pemikiran pengetahuan umum dari manusia ketika
melakukan komputasi. Pada dasarnya, perhitungan sehingga menjadi pemikiran di luar kepala itu
mengikuti suatu aturan tertentu. Sebagai contoh, ketika kita ingin menghitung berapa nilai dari
5 . Kita dapat menggunakan sebuah aturan yang akan memunculkan himpunan bilangan⎛x ⎞ ⎛ 1 ⎞
bilangan ( xi ) , yaitu xn +1 = ⎜ n ⎟ + ⎜⎜ ⎟⎟ . Nilai awal dapat merupakan tebakan, berapa nilai yang
⎝ 2 ⎠ ⎝ xn ⎠
dekat dekat dengan 5 , katakanlah 2 4 = 2 , maka x0 = 2 . Untuk nilai-nilai berikutnya akan
disajikan pada Tabel II.
(
)
Tabel II nilai-nilai xx
Xn
Xn+1
n
0
2
2.4
1
2.4 2.146667
2 2.146667 2.292687
3 2.292687 2.203215
4 2.203215 2.256172
5 2.256172 2.224149
6 2.224149 2.24327
7 2.24327 2.231765
8 2.231765 2.238656
9 2.238656 2.234517
10 2.234517 2.236999
11 2.236999 2.23551
12 2.23551 2.236403
13 2.236403 2.235867
14 2.235867 2.236189
15 2.236189 2.235996
16 2.235996 2.236111
17 2.236111 2.236042
18 2.236042 2.236084
19 2.236084 2.236059
20 2.236059 2.236074
21 2.236074 2.236065
22 2.236065 2.23607
23 2.23607 2.236067
24 2.236067 2.236069
25 2.236069 2.236068
26 2.236068 2.236068
27 2.236068 2.236068
28 2.236068 2.236068
29 2.236068 2.236068
30 2.236068 2.236068
7
Setelah 26 langkah dilakukan, baru kita mempunyai nilai yang diinginkan dan mengumpul pada
2.236068 sampai 6 pecahan desimal. Tapi yang paling penting mengenai metode NewtonRaphson untuk menghitung 5 adalah bahwa prosedur terseebut merupakan sebuah mekanisme
murni, proses langkah demi langkah (secara teknis adalah sebuah algoritma) untuk menemukan
angka yang diinginkan.
Berangkat dari hasil inilah yang membuat Alan Turing mempercayai bahwa sangat mungkin untuk
membuat suatu mesin untuk melakukan komputasi. Begitu algoritma dan nilai awal dimasukkan,
maka komputasi dari urutan hasil menjadi masalah mekanis murni tanpa gangguan dari luar. Ini
akan memerlukan suatu mesin khusus untuk menyelesaikan perhitungan tersebut (bukan
sembarang mesin), yaitu mesin Turing.
Mesin Turing terdiri dari dua komponen, yaitu:
i. Suatu ‘pita’ (‘tape’) yang panjangnya tidak terbatas yang berbentuk persegi-persegi. Setiap
persegi memuat satu dari himpunan simbol terbatas.
ii. Kepala pembacaan (scanning head) yang dapat berupa salah satu dari bilangan terbatas
keadaan (state) atau konfigurasi setiap langkah dari proses komputasional. Kepala ini dapat
membaca persegi-persegi dari pita dan menuliskan salah satu simbol pada setiap persegi.
Perilaku mesin Turing ini dikontrol oleh suatu algoritma (sekarang disebut program). Program ini
disusun dari instruksi bilangan terbatas yang dipilih dari himpunan kemungkinan:
i. Berubah atau tetap pada keadaan sekarang dari kepala tersebut (2 kemunginan)
ii. Mencetak simbol baru atau mempertahankan simbol lama pada persegi tersebut (2)
iii. Bergerak ke kiri atau ke kanan satu persegi (2)
iv. Berhenti (1)
Ada tujuh kemungkinan perilaku mesin Turing
Mesin Turing melakukan komputasi dengan langkah bertahap (step by step procedure), setiap
langkahnya dispesifikasikan dalam bahasa tanda pada sebuah 'pita', lalu diperiksa, kemudian
didefinisikan (secara diskrit) sebagai 'keadaan internal' ('internal state'). Perbedaan yang
diperbolehkan pada 'keadaan internal' adalah bilangan terbatas (finite) dan jumlah total bilangan di
'pita' tersebut juga harus terbatas (walaupun sebenarnya panjang 'pita' itu sendiri tidak terbatas).
Mesin ini memulai dari keadaan tertentu, misalnya 0 dan dimasukkan instruksi pada 'pita'
(katakanlah dalam urutan 0 dan 1). Kemudian mesin tersebut akan membaca instruksi, lalu
memindahkan 'pita' dengan jalan yang definitif sesuai langkah bertahap yang dibuat, yang
ditentukan setiap tahap dari 'keadaan internal' dan digit tertentu yang akan diperiksa. Mesin
tersebut akan menghapus tanda, membuat yang baru berdasarkan prosedur ini. Ini akan terus
berlangsung sampai instruksi 'berhenti' ('stop') pada sebuah nilai tertentu yang ditampilkan pada
'pita' tersebut, dan aktivitas mesin tersebut akan berhenti.
Beberapa mesin Turing direferensikan sebagai mesin Turing universal karena dapat mensimulasi
mesin Turing apapun. Setiap mesin Turing universal mempunyai kemampuan untuk melakukan
komputasi yang dispesifikasi oleh seseorang. Sumbangan Alan Turing yang jenius adalah tipe
mesin komputasi yang sederhana ini adalah bentuk dasar dari komputer-komputer yang pernah
dibuat bahkan untuk komputer di zaman ini!
8
Kita akan membahas bagaimana teorema Gödel dalam terminologi mesin Turing. Yang menjadi
perhatian kita adalah bagaimana menentukan komputasi itu berhenti atau tidak (‘halting problem’)?
Kita lihat kembali mesin jus kita. Kita akan membuat jus dari dua mesin jus, mesin jus pertama (J)
dan mesin jus kedua (Y). Apa yang dilakukan mesin jus pertama (J) dapat dibuktikan oleh mesin
jus kedua (Y). Mesin jus kedua (Y) tidak melakukan proses pengolahan namun hanya untuk
menentukan apakah mesin jus pertama (J) menhasilkan jus atau bukan jus. Sesuai cara kerja
mesin jus kita, jika dimasukkan campuran bahan-bahan jus maka akan dihasilkan jus. Perhatikan
contoh-contoh berikut ini:
(A) Jika campuran bahan-bahan jus dimasukkan pada J, maka J akan menghasilkan jus. Hal ini
dapat dibuktikan pada Y.
Hal ini sesuai dengan kriteria mesin jus kita. Jika kita masukkan bukan campuran bahan-bahan
jus, maka:
(B) Jika bukan campuran bahan-bahan jus dimasukkan pada J, maka J akan menghasilkan bukan
jus. Hal ini juga terbukti pada Y.
Sekarang kita pilih campuran bahan-bahan jus tadi, misalkan jeruk, maka kita mendapatkan:
(C) Jika jeruk dimasukkan pada J, maka J akan menghasilkan jus jeruk.
Bagaimana jika bukan campuran bahan-bahan jus yang dimasukkan melainkan jus jeruk itu
sendiri, maka:
(D) Jika jus jeruk dimasukkan pada J, maka J tidak mengubah apapun dan tetap menghasilkan jus
jeruk juga. Hal ini juga terbukti pada Y.
Bagaimana jika bukan jus yang dimasukkan, seharusnya akan menghasilkan bukan jus. Misalnya
apel, maka:
(E) Jika batu dimasukkan pada J, maka J tidak akan menghasilkan jus. Namun, hal ini tidak
terbukti pada Y, Y tidak dapat menentukan hasil dari J.
Berdasarkan (E) batu menghasilkan bukan jus pada J, sementara pada Y hasil dari batu tidak
dapat ditentukan. Hal seperti inilah yang disebut ketidakdapatditentukan (undecidability), yang
juga berlaku pada mesin Turing, yaitu halting problem (untuk contoh lain yang sedikit rumit, anda
dapat melihat di lampiran 3).
3.2 Logika
Seperti telah dikemukan bahwa paradoks merupakan kesalahan paling dasar dalam sistem logika
biner (dua nilai) sehingga membuka jalan bagi Kurt Gödel untuk menciptakan teorema
ketidaklengkapan. Salah satu sifat khas dari paradoks ini adalah self-reference. Perlu diingat
bahwa self reference bukanlah suatu syarat perlu dan cukup untuk memunculkan sebuah
paradoks walaupun hampir sebagian besar paradoks melibatkan self-reference. Self reference
9
ini juga digunakan sebagai dasar dalam sistem kecerdasan buatan (artificial intelligence) untuk
menggambarkan agen yang berintrospeksi, yaitu agen yang memilki kemampuan refleksi diri
terhadap pikiran, kepercayaan, dan rencana. Salah satu sifat khas agen yang berintrospeksi
adalah hadirnya operator percaya (belief) yaitu kondisi ketika agen percaya terhadap sebuah
pernyataan dari sebuah teori formal.
Logika juga telah berkembang pada arah yang benar-benar baru, yaitu dengan lahirnya logika
kabur (fuzzy logic) yang kali pertama diformalkan oleh Lotfi Zadeh melalui himpunan kabur (fuzzy
set). Penemuan logika kabur tersebut ini diharapkan dapat memberikan solusi atas munculnya
paradoks dalam logika biner. Logika kabur ini berbeda dengan logika biner yang hanya
mendasarkan pada dua nilai kebenaran saja, yaitu benar (1) dan salah (0) sedangkan pada logika
kabur nilai kebenarannya terbentang dari 0 sampai 1 [0, 1].
Paradoks menghasilkan ketidakkonsistenan dalam logika biner, misalnya pada kalimat:
“Pernyataan ini salah”
(1)
Jika kalimat tersebut bernilai benar (p) maka pernyataan ini akan bernilai salah (q=1-p) sementara
kalimat tersebut akan konsisten jika p=q atau p=1-p. Hal ini tidak dipenuhi oleh logika biner sebab
pada logika biner nilai p dan q hanya 1 atau 0, maka jika p=1, q=0, demikian juga jika p=0, q=1.
Hal ini menyebabkan kontradiksi sebab kalimat tersebut bernilai benar sekaligus salah, inilah yang
disebut tidak konsisten!
Bagaimana dengan logika kabur? Pada logika kabur, nilai kebenaran terbentang pada selang [0,
1] maka kalimat itu konsisten jika p=1-p dan nilai itu dipenuhi pada p=½. Dalam logika kabur, nilai
kebenaran kalimat tersebut adalah separuh benar atau separuh salah!
Sementara itu Hariadi (2004) , mencoba mengkaji hubungan antara paradoks bohong, logika
kabur, dan chaos. Hariadi (2004) mengembangkan paradoks bohong dengan menggunakan
logika kabur, dengan memplot derajat kebenaran dari pernyataan dalam paradoks bohong tersebut
terhadap parameter kontrol alpha (α) yang juga merupakan derajat kebenaran dalam peta logistik.
Simulasi dilakukan terhadap dua kasus, dengan kasus yang kedua merupakan penegasan dari
kasus pertama, yaitu pengkuadratan dari kasus pertama. Hasil yang diperoleh untuk kasus
pertama selang atraktor semakin bertambah dengan meningkatnya parameter kontrol α sedangkan
pada kasus kedua, atraktor berperilaku unik dengan pada awalnya hanya mempunyai dua titik
atraktor dan berubah menjadi tak-hingga titik atraktor atau disebut chaos pada α=0.25, tetapi
ketika α mendekati nilai 1, titik atraktornya berubah menjadi satu. Pemberian nilai parameter alpha
(α) ini merupakan pengembangan dari model Ian Stewart (1999) yang menggunakan model self
reference. Tetapi hasil simulasi tetap menunjukkan adanya ketidakkonsistenan yang terlihat dari
penambahan selang atraktor dan perubahan titik atraktor! Ternyata, masih tidak mungkin untuk
menemukan suatu sistem logika yang lengkap sekaligus juga konsisten!
10
3.3 Ilmu Sosial
Teorema ketidaklengkapan Gödel bersifat abstrak dan sangat jauh dari kegiatan praktis7. Tetapi
ini bukan berarti tidak berguna untuk dipelajari. Teorema ini telah banyak mempengaruhi banyak
bidang ilmu pengetahuan khususnya ilmu pengetahuan alam, seperti fisika. Sayangnya, ilmu
pengetahuan sosial mengabaikan dampak tersebut. Ini dapat dimengerti sebab teorema
ketidaklengkapan Gödel tersebut ditulis dalam bahasa logika formal yang sulit.
Namun, Situngkir (2004) mencoba suatu usaha untuk menemukan dampak dari teorema
ketidaklengkapan Gödel pada pendekatan fenomena sosial dengan metodologi ilmiah melalui teori
informasi algoritmik, yang kali pertama diperkenalkan oleh Gregory Chaitin (1974). Dalam hal ini,
yang dimaksud teori sosial adalah informasi yang dapat membuat kita menggeneralisasi fenomena
sosial dalam pengetahuan sosiologis agar mendapatkan suatu pemahaman. Fenomena sosial ini
meliputi segala kejadian yang melibatkan identitas, budaya, simbol-simbol, kepercayaan, dan
sebagainya. Kejadian-kejadian tersebut dapat berupa konflik sosial, proses pemilihan (voting), dan
lain-lain oleh sebab itu fenomena sosial dapat dikatakan sebagai suatu yang tak-terbatas
(infinite).
Cara mengkonstruksi fenomena sosial adalah dengan mereduksi informasi yang dijelaskan
sebagai fenomena sosial. Salah satu diktum ilmiah yang terkenal yaitu pisau cukur Ockham, yang
secara prinsipnya mengatakan bahwa teori yang paling banyak dipakai mempunyai penjelasan
yang terbaik. Selanjutnya, salah seorang sosiolog besar, yaitu Talcott Parson8 (1945)
menambahkan bahwa teori yang baik adalah teori yang sederhana namun mampu menjelaskan
banyak hal. Maka untuk membentuk teori sosial adalah dengan memadatkan sekecil mungkin
informasi yang diperoleh dalam fenomena sosial untuk menjelaskan hal yang paling umum.
Secara sekilas, pemikiran Parson ini menyerupai David Hilbert yang ingin membuktikan secara
formal semua pernyataan matematik (Casti & De Pauli, 2000). Tetapi seperti kita sudah bahas
pada bagian sebelumnya bahwa hal itu tidak mungkin dengan munculnya teorema Gödel.
Kita dapat memodelkan seorang teoretisi sosial sebagai komputer teoretis yang mencari
penjelasan fenomena sosial berdasarkan pemahamannya pada teori sosial. Tapi, perlu diingat
tidak selamanya komputer dapat menjelaskan fenomena tertentu.
Selain itu, penelitian sosial dilakukan untuk menjelaskan suatu fenomena sosial dengan melalui
algoritma tertentu dengan suatu aturan kesimpulan dari sebuah teori sosial untuk merekonstruksi
fenomena sosial yang dimaksud. Berdasarkan teori informasi algoritmik, fenomena sosial
mengandung kompleksitas yang tak-terbatas maka tidak mungkin menangkap seluruh fenomena
sosial secara lengkap dalam sebuah teori sosial tunggal dalam lingkungan yang logis juga, yaitu
tidak mungkin menghasilkan sebuah teori sosial tunggal yang lengkap dan konsisten sekaligus!
Maka Situngkir (2004) menyarankan bahwa untuk mengukur kekuatan sebuah teori sosial dapat
melalui dua cara, yaitu kemampuan untuk menjelaskan dan ketepatan dalam prediksi. Melalui
pendekatan inilah diharapkan teori sosial tidak terperangkap lagi dalam perangkap deksripsi dan
perangkap logika. Seperti telah dikemukan bahwa kebanyakan fenomena sosial belum diketahui
secara maksimal dengan kompleksitas tak-terbatas dari fenomena sosial dibandingkan dengan
kompleksitas tak-terbatas dari teori sosial. Memang kompleksitas tak-terbatas dari fenomena
7
8
Pernyataan dari Gregory Chaitin saat memberikan kuliah di Massachusetts Institute of Technology, Amerika Serikat
Talcott Parson adalah seseorang sosiolog besar yang dikenal sebagai pelopor fungsionalisme
11
sosial ini menjadikan suatu batas tetapi bukan berarti itu menjadi penghalang malah sebaliknya
memberikan suatu tantangan untuk menciptakan teori yang lebih baik lagi, seperti penelitian oleh
Doran (1997), Axtell (2000), Langton (2000) tentang kehidupan dan masyarakat buatan (artificial
life, society). Ini juga memberikan tantangan kepada kita untuk mengeksplorasi fenomena sosial
yang belum kita tahu untuk kehidupan sosial yang lebih baik lagi.
3.4 Sains kognitif
Sejak Descartes9, banyak orang yang mulai berspekulasi tentang mungkin atau tidaknya
memahami pikiran (mind) seperti layaknya sebuah mesin. Setelah itu Alan Turing berhasil
menciptakan Mesin Turing, yaitu sebuah mesin komputasi melalui sebuah proses mekanis.
Bangunan dasar mesin itu adalah suatu sistem formal. Orang-orang kembali melihat sistem formal
untuk memahami pikiran seperti layaknya mesin. Tetapi J.R Lucas yang kemudian dilanjutkan
oleh Roger Penrose membantah hal ini. Banyak orang mulai meragukan lagi kemampuan sistem
formal untuk menjelaskan pikiran. Tetapi ketidakmungkinan memahami pikiran seperti mesin telah
membuat beberapa peneliti untuk melakukan dirty and quick trick untuk membiarkan pikiran yang
tidak mekanistik itu tidak lengkap atau tidak konsisten sebab yang dicari adalah teori tentang
pikiran yang bersifat commonsense dengan “ketidak-dapat ditentukan” (“undecidability”) itu adalah
hal yang wajar.
Tetapi kemudian trik ini tidak dapat menjelaskan mana yang commonsense atau bukan dalam
sistem formal. Timbul pertanyaan selanjutnya bagaimanakah menghadirkan pikiran commonsense
dalam fisik mesin. Turing mengusulkan “permainan tiruan” (imitation game, 1950) dengan
menyebutkan kemungkinan mesin yang belajar (learning machine).
Pada awal 90’an, sejalan dengan perkembangan komputasi dan simulasi memunculkan konsep
brojol-an (emergence) dalam suatu bidang penelitian yang disebut ilmu kompleksitas.
Suroso (2004) memperlihatkan kemungkinan pemahaman (atau pemodelan) pikiran sebagai mesin
dalam konteks mesin yang belajar atau otonomi (autonomous) sehingga pembatasan sistem
formal dapat diabaikan.
Suroso (2004) mencoba mengelaborasi bagaimana mesin
diimplementasikan dalam tubuh yang bio-mekanis atau komponen-komponen fisik apa saja yang
diperlukan untuk menjelaskan suatu jenis khusus pikiran dari manusia dapat bekerja (tetapi tidak
semua pikiran mengikuti aturan sistem formal). Jika pikiran secara kasarnya adalah program
komputer maka dapat dikatakan bahwa pikiran adalah sebagai manipulasi sintaktis yang
diimplementasikan dalam tubuh biologis sementara manipulasi sintaktis itu sendiri dianggap tidak
lengkap atau tidak konsisten yang akan membawa pada masalah brojol-an. Implementasi ini
dibedakan berdasarkan metode yang paling banyak digunakan ada dua, yaitu koneksionisme
(connectionism) dan representasi pengetahuan (knowledge representation) (Suroso, 2004:3-6).
Untuk memodelkan mesin yang otonomi maka kita akan menempatkan diri sebagai pengamat
suatu mesin tertentu sehingga kita dapat melakukan apapun terhadapnya. Jika mesin tersebut
merespon, (kita sebagai pengamat) berharap respon tersebut bukan hanya hasil dari stimuli
tertentu dan desain yang mengandung aksioma dan aturan-aturan yang diberikan di awal. Inilah
9 René Descrates, salah satu tokoh filsuf rasional dan matematikawan terkenal. Salah satu jasanya dalam matematika
adalah diagran cartesius yang kita pakai dekarang. Peryataan beliau yang terkenal, yaitu “cogito ergo sum” (“aku
berpikir maka aku ada”)
12
yang dimaksud dengan mesin otonomi. Singkat kata, mesin yang bebas memodifikasi dirinya,
misalnya mendapatkan proposisi baru seperti konsep baru, menolak beberapa kesimpulan yang
ilegal, semuanya ini diringkas dalam prinsip umum.
Namun, perdebatan masih berlangsung antara, kaum yang melihat secara fisik saja dengan kaum
yang melihat secara fungsi, perdebatannya antara level mikro dan level makro, antara mental dan
biologis, ada sebuah hukum yang menghubungkan keduanya (misal: mikro dan makro) yang
beroperasi sebagai proses menengah (intermediate), yang disebut Ernest Nagel sebagai “Hukum
Jembatan” (“Bridge Law”) sedangkan pada pendekatan kontinu, Stephen Pepper menyebutnya
sebagai “Hukum Brojol-an” (“Emergence Law”). Kondisi “tak-terprediksikan” (unpredictibility) hadir
ketika tidak adanya penghubung antara level mikro dan level makro atau tidak adanya “Hukum
Jembatan” tersebut.
Level meso (menengah) ini yang menghubungkan dua level yang sangat jauh berbeda ini sedang
menjadi topik penelitian yang menarik. Level meso ini tetap dihasilkan dari brojol-an pada level
mikro tetapi tidak akan mem-brojol lagi pada level makro!
Meskipun jika pikiran itu sepenuhnya mekanik atau otonomi dan “tak-dapat ditentukan”
(undecidable) hadir maka menurut pengamat, ada suatu kemungkinan bahwa “tak-dapat
ditentukan” itu di-brojol-kan dari dua sifat level mikro yang berlainan.
Yang menjadi perhatian adalah walaupun “tak-dapat ditentukan” itu hadir, hal ini tokh tidak akan
membunuh kita atau membuat pikiran kognitif atau mesin kognitif kita bekerja dengan tidak benar,
misalnya jika “tidak-dapat ditentukan” hadir, kita dapat langsung berpindah ke teorema yang lain
tanpa harus terganggu untuk menyelesaikan konsep logika abstrak tersebut. Kita dapat mengikut
Gödel bahwa apa yang benar tidak perlu terkomputasi. Bisa juga mengikuti Turing “jika suatu
desain diimplementasikan untuk tidak saja untuk kelengkapan untuk menemukan teorema dalam
satu level melainkan lengkap secara keseluruhan pada semua level, maka kelengkapan seperti itu
tidak akan tercapai tetapi mesin tersebut akan memulai sesuatu yang lain”. Kita tidak akan
membahas sampai sejauh mana kita dapat dihitung atau tidak(computable) tapi sebaliknya
bagaimana kita memahami diri kita dengan bantuan komputer.
4. Penutup
Setelah kita berkelana mulai dari awal abad XX sampai awal XXI, tentu kita dapat melihat
kegunaan dari Teorema Gödel ini. Beberapa contoh telah diberikan di atas dan diharapkan
mampu memperkaya cakrawala kita. Untuk diketahui bahwa Teorema Gödel ini tidak saja
digunakan untuk bidang ilmu penngetahuan saja tetapi juga dihubungkan dengan masalah mistik
dan agama (Casti & De Pauli, 2000: hal 41) meskipun Gödel sewaktu di Universitas Princeton dia
menjadi tertarik untuk mempelajari keberadaan Tuhan dan perpindahan jiwa (hal 86).
Tidak mungkin mendapatkan kelengkapan dan kekonsistenan sekaligus secara bersamaan ini
menjadi hal yang perlu diperhatikan juga untuk kalangan yang bergerak di bidang hukum.
Sewaktu Gödel ingin mendapatkan kewarganegaraan Amerika Serikat, dia harus mempelajari
undang-undang negara tersebut. Dia menemukan ketidakkonsistenan dalam undang-undang
tersebut bahwa presiden Amerika Serikat dapat menjadi diktator padahal menurut hakim undang-
13
undang Amerika itu lengkap, kemudian dia memberitahu kepada sahabat-sahabat dekatnya, yaitu
Oskar Morgenstern10 dan Albert Einstein.
Kita memang tidak dapat menghindari ketidaklengkapan dan ketidakkonsistenan tersebut tetapi ini
bukan berarti dunia akan kiamat. Teorema Gödel bukan sebagai suatu penghalang kita untuk
menciptakan sesuatu seperti kecerdasan buatan, kehidupan buatan (Langton), masyarakat buatan
(Eipsten & Axtell), dan lain-lain. Setelah kita ber-Gödel ria sejenak, sekarang mari kita nikmati jus
kita dulu.
5. Pengakuan
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Surya Research Intl. untuk bantuan dana selama
penulisan makalah ini, Yohanes Surya untuk beberapa bukunya, Board of Science BFI yang telah
memberikan kesempatan untuk menulis ulang topik ini, Hokky Situngkir, Rendra Suroso atas
diskusinya, khususnya Yun Hariadi yang telah memberikan inspirasi, dan terakhir untuk semua
scholars dan civitas akademika di BFI atas bantuannya. Semua kesalahan dalam makalah ini
menjadi tanggung jawab pribadi penulis sepenuhnya.
6. Daftar Pustaka
[1] Casti, John L. & De Pauli, Werner, Gödel: A Life of Logic, Cambrigde, MA, Perseus Publishing,
2000
[2] Franzén, Torkel, “Using the Gödel sentence to prove the incompleteness theorem”, published
online, URL: http://www.sm.luth.se/~torkel/eget/godel/theorems.html
[3] Gödel, Kurt, “Über formal unentscheidbare Sätze der Principia Mathematica und verwandter
Systeme” (transl. B. Meltzer), Monatshefte für Mathematik und Physik, 38:173-198,
1931/1962
[4] Hariadi, Yun, “Attractor Logic: On Liar Paradox with Fuzzy Logic, will be published on
forthcoming Journal of Social Complexity (JOSC) Vol 1 No.5 2004, 2004
[5] Hofstadter, Douglas, “Kurt Gödel”, TIME Magazine, published
http://www.time.com/time/time100/scientist/profile/godel.html
online:
[6] O'Connor, J.J, et al., “Kurt Godel”, published online,
URL: http://www-groups.dcs.st-and.ac.uk/~history/Mathematicians/Godel.html
[7] Penrose, Roger, “Shadows of the Mind: A Search for the Missing Science of Consciousness”,
New York, NY, Oxford University Press Inc., 1994
Oskar Morgenstern adalah ekonom hebat dari Austria, bersama John Von Neumann menerapkan game theory
dalam ekonomi
10
14
[8] Shalizi, Cosma Rohilla, "Gödel's Theorem", notebooks, published online,
URL : http://cscs.umich.edu/~crshalizi/notebooks/godels-theorem.htm l
[9] Situngkir, Hokky, "How Far Can We Go Through Social System?", will be published on
forthcoming Journal of Social Complexity (JOSC) Vol 1 No.5 2004, 2004
[10] Suroso, Rendra, "Emergent Undecidability Is Decidable", will be published on forthcoming
Journal of Social Complexity (JOSC) Vol 1 No.5 2004, 2004
7. Lampiran
7.1 Lampiran 1
Tanda
~
∨
⊃
∃
=
0
S
(
)
‘
∀
+
Tabel I Penomeran Gödel Untuk Tanda-tanda Logika Elementer
Bilangan Gödel
Arti
1
ingkaran
2
atau
3
jika... mka
4
terdapat
5
sama dengan
6
nol
7
kelanjutan langsung
8
tanda kurung buka
9
tanda kurung tutup
10
aksen
11
untuk setiap
12
tambah
7.2 Lampiran 2
Langkah-langkah utama yang dilakukan Gödel untuk membuktikan teoremanya adalah sebagai
berikut (disarikan oleh Casti dan DePauli):
1. Penomeran Gödel, yaitu mengembangkan skema pengodean (coding) untuk
menerjemahkan setiap formula logika dan urutan pembuktian dalam Principia
Mathematica ke dalam pernyataan-pernyataan “cermin-gambar” (“mirror image”) pada
bilangan asli (lihat Tabel I).
2. Paradoks Bohong, yaitu mengganti pemikiran dari “benar” (“truth”) dengan “terbuktikan”
(“provability”), dengan cara demikian maka paradoks kebohongan diterjemahkan menjadi
“pernyataan ini tidak terbuktikan” (“this statement is unprovable”)
3. Kalimat Gödel, yaitu memperlihatkan bahwa kalimat “pernyataan ini tidak terbuktikan”
mempunyai imbangan aritmatika, kalimat Godel (G), dalam setiap formalisasi aritmatika
yang mungkin.
4. Ketidakklengkapan, yaitu membuktikan bahwa kalimat Gödel (G) pasti benar jika sistem
formal tersebut konsisten.
15
5. Tidak ada jalan keluar, yaitu membuktikan bahwa walaupun ditambah aksioma baru
untuk membentuk sistem baru, yang dapat membuktikan G, maka sistem baru tersebut
(dengan tambahan aksioma baru) akan mempunyai kalimat Gödel (G) yang tidak
terbuktikan lagi.
6. Konsistensi, yaitu membangun pernyataan aritmetis yang menegaskan bahwa “aritmatika
adalah konsisten”. Menunjukkan bahwa peryataan aritmetis ini tidak dapat dibuktikan,
maka ini menunjukkan bahwa aritmatika sebagai sebuah sistem yang formal terlalu lemah
untuk membuktikan konsistensinya.
7.3 Lampiran 3
Kita akan melihat bagaimana teorema Godel dalam terminologi mesin Turing. Pertimbangkan
suatu komputasi yang bergantung atau bekerja berdasarkan pada bilangan asli, a . Kita namakan
saja komputasi tersebut, K (a ) . Komputasi ini akan menyediakan 'keluarga komputasi' (‘family of
computation’) untuk setiap komputasi terpisah dari setiap bilangan asli (0,1,2,3,K) yang disebut
K (0 ), K (1), K (2 ), K . Dalam terminologi mesin Turing, K (a ) ini adalah eksekusi dari mesin
Turing terhadap bilangan a , yaitu bilangan a sebagai masukan dan mesin itu akan melakukan
komputasi! Yang menjadi perhatian kita adalah apakah mesin ini akan pernah berhenti atau tidak
untuk setiap pilihan bilangan a.
Untuk menjelaskan hal ini, kita coba lihat contoh-contoh berikut ini:
(A) Temukan suatu bilangan yang bukan penjumlahan dari bilangan kuadrat a
dan
(B) Temukan suatu bilangan ganjil yang merupakan penjumlahan dari bilangan genap a
Komputasi (A) hanya akan berhenti ketika a = 0,1,2, dan 3 ketika menemukan bilangan
1,2,3, dan 7 (7 bukan merupakan penjumlahan 3 bilangan ganjil, untuk perhitungannya lihat
Penrose, 1994: 66-67). Sementara untuk (B), komputasi ini tidak akan pernah berhenti pada a
berapapun! Tetapi jika kita ingin memastikan bahwa (A) tidak berhenti ketika a ≥ 4 , maka kita
membutuhkan matematika yang canggih (dalam hal ini bukti Lagrange), tetapi untuk (B) sudah
jelas tidak akan pernah berhenti! Tentu ada sebuah prosedur yang ada di matematika untuk
memastikan ketidakberhentian dari suatu komputasi, tetapi bisakah diterapkan dalam bahasa
komputasi?
Katakanlah, kita mempunyai suatu prosedur komputasi, yaitu P , yang ketika berhenti akan tetap
mendemonstrasikan bahwa komputasi seperti K (a ) sebenarnya tidak pernah berhenti.
Bayangkan jika P dapat menangkap semua prosedur yang ada pada para matematikawan untuk
mendemonstrasikan bahwa komputasi tidak berhenti. Sesuai dengan itu, jika dalam sebuah kasus
P ini pernah berakhir, tetap akan mendemonstrasikan seperti manusia bahwa komputasi tidak
pernah berhenti!
16
Yang ditekankan di sini adalah bahwa P ini tidak akan pernah memberikan jawaban yang salah,
yaitu jika disimpulkan bahwa K (a ) ini tidak berhenti maka pada kenyataannya memang tidak
berhenti. Jika P memberikan jawaban sesuai kenyataan, kita katakan P itu selaras. Namun
sebaliknya, jika P tidak selaras, maka komputasinya pasti salah! Untuk setiap P yang
memberikan kesalahan bahwa komputasi, K (a ) tidak berhenti padahal pada kenyataannya
berhenti, maka komputasi K (a ) akan mengantar pada penolakan (refutation) P !
Untuk menerapkan P pada komputasi secara umum, kita memerlukan pengodean untuk seluruh
komputasi yang berbeda dari K (a ) , jadi P ini akan menggunakan kode tersebut untuk
komputasi. Semua kemungkinan komputasi yang berbeda pada kenyataannya dapat dibuat
senarainya, katakanlah menjadi: K 0 , K 1 , K 2 , K 3 , K yang disebut K q atau komputasi ke-q.
Ketika komputasi itu diterapkan pada bilangan tertentu, a , kita tuliskan K 0 (a ), K 1 (a ), K 2 (a ),K
yang disebut K q (a ) . Komputasi ini dalam terminologi mesin Turing berarti komputasi yang
mengeksekusi pasangan bilangan q dan a (pertama Komputasi pada q dilanjutkan a ) untuk
menghasilkan K q (a ) .
Prosedur P sebenarnya dapat dikatakan sebagai komputasi tertentu, yang ketika ditampilkan
pasangan bilangan tertentu, q, a , yang mencoba memastikan bahwa komputasi K q (a ) tidak
akan pernah berhenti! Prosedur P hanyalah suatu himpunan keselarasan dari aturan komputasi
untuk memastikan bahwa beberapa komputasi K q (a ) tidak akan pernah berhenti sebab P
bergantung pada dua bilangan, yaitu q dan a , maka kita mendapatkan:
(C) Jika P(q, a ) berhenti maka K q (a ) tidak berhenti
Sekarang coba pertimbangkan jika pernyataan tertentu dari (C) yang q -nya dibuat sama dengan
a ( q = a , ini adalah langkah pertama dari 'diagonal slash’11), maka untuk q = a , kita
mendapatkan:
(D) Jika P (a, a ) berhenti maka K a (a ) tidak berhenti
Sekarang, P hanya bergantung pada satu bilangan saja, a , jadi niscaya P ini adalah salah satu
dari komputasi K a (K 1 , K 2 , K 3 , K) sebab K a ini adalah senarai dari semua komputasi yang
ditampilkan terhadap satu bilangan tertentu dari a , katakanlah pada t , pada kenyataan dari K t ,
kita akan mendapatkan:
(E) P (a, a ) = K t (a )
Diagonal slash adalah cara yang menggunakan penyamaan variabel. Cara ini ditemukan oleh Georg Cantor,
matematikawan yang berpengaruh di abad XIX.
11
17
Bagaimana jika nilai tertentu dari a itu adalah t ( a = t , langkah kedua dari 'diagonal slash'),
berdasarkan (E) kita mendapatkan:
(F) P (t , t ) = K t (t )
Berdasarkan (D), dengan a = t , kita mendapatkan:
(G) Jika P (t , t ) berhenti maka K t (t ) tidak berhenti
Subtitusi (F) pada (G), kita mendapatkan
(H) Jika K t (t ) berhenti maka K t (t ) tidak berhenti
Melalui deduksi ini, komputasi K t (t ) pada kenyataannya tidak berhenti (berdasarkan (H), jika
K t (t ) berhenti maka K t (t ) tidak berhenti). Namun P(t , t ) tidak berhenti juga sebab melalui (F),
P (t , t ) = K t (t ) . Maka, prosedur P tidak mampu memastikan bahwa komputasi tertentu ini,
K t (t ) tidak berhenti meskipun K t (t ) tidak berhenti. Inilah yang disebut ketidakdapatditentukan
(undecidability).
Download