3 STRUKTUR KRISTAL 3.1 STRUKTUR LOGAM Dalam usaha mengklasifikasikan material perlu ditentukan apakah material berbentuk kristalin ( logam paduan konvensional), non kristalin (gelas) atau campuran dari kedua jenis struktur tersebut. Perbedaan yang perlu diperhatikan antara struktur kristalin dan non kristalin dapat dilakukan dengan menerapkan konsep tatanan. Susunan bahan padat tergantung pada susunan atom-atom, ion-ion atau molekul-molekul yang saling berikatan. Kristal adalah bahan padat yang atom-atomnya tersusun dalam satu pola yang berulang dalam tiga dimensi yang juga disebut sebagai padatan kristalin (Crystaline solid). Susunan atom-atom yang beraturan tersebut disebut struktur kristal. Keteraturan atau kekristalan suatu struktur tidak dapat dijumpai pada gas atau cairan. Diantara padatan, logam, keramik dan polimer dapat berupa kristalin ataupun kristalin tergantung pada proses pembuatannya atau parameter komposisinya. Sebagai contoh, logam jika didinginkan dari keadaan cairnya dengan kecepatan pendinginan yang sangat cepat akan terbentuk amorph (bukan kristal). Keteraturan susunan atom ini dapat digambarkan dengan menggunakan tiga sistem sumbu (x,y,z) seperti gambar 3.1. Gambar 3.1 Strukrur Kristral dalam sistem sumbu X, Y, Z. Bab 3 – Struktur Kristal 31 Material Teknik Ada tiga cara pendekatan untuk mempelajari sifat-sifat logam, yaitu : 1. Menghitung sifat-sifat seperti konstanta elastik dan konsuktifitas listrik untuk logam yang berbeda langsung dengan menggunakan hukum-hukum yang mengatur perilaku elektron-elektron pada pada atom-atom logam dengan menggunakan teori kuantum. 2. Menggunakan prinsip parameter termodinamika seperti koefisien aktifitas dan energi bebas yang sangat efektif untuk mengetahui sifat-sifat kimia logam dan hubungan antar fasa pada paduan logam. 3. Menggunakan prinsip struktur kristal dan menghubungkan sifat-sifat logam terhadap karakteristik susunan ataom-atom penyusunnya. Ikatan logam dapat divisualisasikan secara sederhana sebagai sebaran ion positif yang terikat satu sama lain oleh elektron yang seolah-olah berfungsi sebagai perekat. Ionion positif yang saling tolak-menolak ini tertarik oleh perekat tersebut yang dikenal dengan istilah awan elektron. Struktur kristal yang umumnya terdapat pada logam murni adalah BCC (body centered cubic), FCC (face centered cubic) dan HCP ( hexagonal closed packed).Namun untuk logam paduan dan senyawa non logam struktur kristalnya sangat komplek. 3.1.1 Kubik Berpusat Badan (body centered cubic/BCC) Gambar 3.2. di bawah menunjukkan sel satua dari BCC dan contoh logam yang mempunyai struktur kristal BCC antara lain Fe , Cr, Li, Mo, W, V. Dari gambar atomic site unit cell terlihat bahwa atom pusat dikelilingi oleh 8 atom terdekat dan dikatakan mempunyai bilangan koordinasi 8. Dari gambar isolated unit cell terlihat bahwa ada satu atom utuh terletak di tengah sel satuan dan 1/8 atom terdapat pada tiap-tiap sudut sel satuan, sehingga dalam satu sel satuan BCC terdapat 2 atom. Berdasarkan gambar di bawah dapat ditentukan jari-jari atomnya dengan menggunakan formula : 4R 3 dari gambar hard sphere unit cell dimana sel satuan BCC digambarkan sebagai bola, 3 a = 4R atau a = faktor penumpukan atom (atomic facking factor) dapat dihitung dengan formula : APF = Voleme atom - atom dalam sel satuan Volume sel satuan dari hasil perhitungan diperoleh harga APF untuk sel satuan BCC adalah 68%, artinya 68% dari volume sel satuan BCC tersebut ditempati oleh atom-atom dan sisanya sebesar Bab 3 – Struktur Kristal 32 Material Teknik 32% merupakan tempat kosong. Jadi struktur kristal BCC bukan merupakan struktur yang padat. Gambar 3.2 Struktur Kristal Kubik berpusat Badan (BCC) 3.1.2 Kubik Berpuast Muka (face centered cubic /FCC) Gambar di bawah menunjukkan sel satuan dari FCC dan contoh logam yang mempunyai struktur kristal FCC antara lain Fe , Al, Cu, Ni, Pb. Dari gambar di bawah terlihat bahwa sel satuan FCC terdiri dari satu titik lattice pada setiap sudut dan satu titik lattice pada setiap sisi kubus. Setiap atom pada struktur kristal FCC dikelilingi oleh 12 atom, jadi bilangan koordinasinya adalah 12. Dari gambar di bawah hard sphere unit cell terlihat bahwa atom-atom dalam struktur kristal FCC Bab 3 – Struktur Kristal 33 Material Teknik tersusun dalam kondisi yang cukup padat. Ini terbukti dengan tingginya harga APF dari sel satuan FCC yaitu 74% dibandingkan denag APF sel satuan BCC. Sel satuan FCC mempunyai 8 x 1/8 (pada sudut kubus) + 6 x ½ ( pada pusat sisi kubut) = 4 atom per sel satuan. Hubungan antara panjang sisi kubus a, dengan jari-jari R dapat ditentukan dengan menggunkan formula : 2 a = 4R atau a = 4R 2 Gambar 3.3 Struktur Kristal Kubik berpusat Muka (FCC) 3.1.3 Hexagonal closed packed (HCP) Gambar di bawah menunjukkan sel satuan dari HCP dan contoh logam yang mempunyai struktur kristal HCP antara lain Cd, Co, Mg, Ti, Zn, Zr. Setiap atom pada struktur kristal HCP dikelilingi oleh 12 atom, sama dengan FCC mempunyai bilangan Bab 3 – Struktur Kristal 34 Material Teknik koordinasinya adalah 12. Dari gambar di bawah hard sphere unit cell terlihat bahwa atom-atom dalam struktur kristal HCP tersusun dalam kondisi yang cukup padat. Ini terbukti dengan tingginya harga APF dari sel satuan HCP yaitu 74% . Sel satuan HCP mempunyai 6 atom per sel satuan, yaitu 2 x 6 x 1/6 ( pada sudut lapisan bawah dan atas + 2 x ½ ( pada pusat lapisan bawah dan atas) + 3 (lapisan tengah). Gambar 3.4 Struktur Sel Satuan Hexagonal Close-Packed Contoh soal 1. Tentukan volume packing fraction (VPF) dan estimasi kerapatan dar (a) molybdinum , (b) Emas, (c) Cobalt dan (d0 Silikon (a). Molybdinum struktrur kristalnya berbentuk BCC mempunyai dua atom dengan jarak antar atom a = 3,140 Ao dan berat atom = 95,94 gr/mol sehingga VPF = Volume atom per unit sel Volume dalam unit sel 4 2 x π .r 3 3 VPF = 4r ( )3 3 VPF = 3π 8 = 0.68 Estimasi kerapatan dari molybdinum Kerapa tan = Massa atom per unit sell Volume dalam unit sel Bab 3 – Struktur Kristal 35 Material Teknik 95.94 6.022 x 10 23 Kerapa tan = (3.1048 x l0 -8 ) 3 2x Kerapa tan = 10.285 gr / cm 3 (b). Emas struktrur kristalnya berbentuk FCC mempunyai empat atom dengan jarak antar atom a = 4,0729 Ao dan berat atom = 196,97 gr/mol sehingga VPF = Volume atom per unit sel Volume dalam unit sel 4 4 x π .r 3 3 VPF = 4r 3 ( ) 2 VPF = 2π 6 = 0.74 Estimasi kerapatan dari molybdinum Kerapa tan = Massa atom per unit sell Volume dalam unit sel 196.97 6.022 x 10 23 Kerapa tan = (4,0729 x l0 -8 ) 3 4x Kerapa tan = 19,265 gr / cm 3 (C). Cobalt struktrur kristalnya berbentuk HCP mempunyai dua atom dengan jarak antar atom a = 2,50 Ao , C = a = 4.0825 Ao dan berat atom = 58,93 gr/mol sehingga VPF = Volume atom per unit sel Volume dalam unit sel 4 2 x π .r 3 = VPF = 2 3 a Cos 30 VPF 4 2 x π .r 3 3 4.r 2 x 1,633 x 2 r x 3 2 = 0.74 Estimasi kerapatan dari molybdinum Kerapa tan = Massa atom per unit sell Volume dalam unit sel Bab 3 – Struktur Kristal 36 Material Teknik 2x Kerapa tan = 58,93 6.022 x 10 23 (2.50) 2 x 4.0825x10 -8 x 3 2 Kerapa tan = 8,856 gr / cm 3 (D). Silikon adalan kubin diamon mempunyai dengan jarak antar atom a = 5,404 Ao 8 atom dalam satu unit sel dan berat atom = 28,085 gr/mol sehingga VPF = Volume atom per unit sel Volume dalam unit sel 4 8 x π .r 3 3 VPF = = 0.34 8r 3 ( ) 3 Estimasi kerapatan dari molybdinum Kerapa tan = Massa atom per unit sell Volume dalam unit sel 28,085 6.022 x 10 23 = 2,364 gr/cm3 Kerapa tan = (5,404 x10 -8 ) 3 8x 3.2 KRISTAL SEJATI DAN KETIDAKSEMPURNAAN Dalam mengembangkan pemahaman kita tentang logam, kita telah berangapan bahwa kisi kristal logam terbentuk dari tatanan atom-atom yang sempurna dan beraturan. Teori zona, yang dibahas berpijak pada pandangan tentang kristal ideal, meskipun kita menyadari bahwa kristal sejati (kristal dalam kenyataan sehari-hari) tidak pernah demikian sempurna. Struktur dasar krstal logam sejati memang beraturan, namun distorsi kisi serta ketidaksempurnaan tertentu lain memang ada. Salah satu penyebab ketidakteraturan itu adalah karena atom-atom tidak pernah diam melainkan bergetar disekitar kedudukan purata dalam kisi, dengan frekuensi yang ditentukan oleh gaya antaratom dan dengan amplitudo yang bergantung pada temperatur kristal. Panas jenis (specifi heat) logam terjadi karena adanya efek ini. Komplikasi yang kedua adalah adanya kristal mungkin mengandung atom-atom asing, baik disengaja seperti pada unsur paduan (alloy) atau tidak Bab 3 – Struktur Kristal 37 Material Teknik disengaja – disebut takmurnian (impurities), yang karena berbeda ukuran atomknya menyebabkan distorsi-distorsi local pada kisi pelarut (solvent) bersangkutan. Atomatom terlarut (solvent) itu mungkin tersebar secara acak dalam kristal seperti pada Gambar 3.5(a) dan (b), yakni bila dijumlah pada larutan padat (solid solution), atau mungkin mengumpal dengan sesama membentuk partikel-partikel fase kedua (Gambar 3.5(c)). Gambar 3.5 Diagram skematik (a) larutan padat substitusional, (b) larutan padat interstisial, (c) campuran fase, (d) dislokasi, (e) pasangan kosong-interstisial Disamping akibat adanya atom-atom asing, ketidakmurnian lain adalah yang umumnya digolongkan sebagai ketidasempurnaan atau cacat kisi. Ketidaksempurnaan ini mungkin berupa (i) cacat volume, misalnya karena adanya retakan atau rongga; (ii) cacat garis, misalnya karena adanya dislokasi; atau (iii) cacat titik, misalnya karena adanya kedudukan kisi yang kosong dan adanya atom intertisi. Salah susun (stacking fault) timbul karena pada pendekatan pertama secara elektrostatik sedikit sekali pilihan yang dapat diambil dari urutan menurut bidang susunan rapat dalam logam f.c.c. ABCABC… dan menurut bidang susunan rapat Bab 3 – Struktur Kristal 38 Material Teknik dalam logam c.p.h ABABAB… Jadi pada logam seperti tembaga atau emas, atomatom disebagian dari salah satu lapisan susunan rapat mungkin masuk ke posisi yang “salah” dalam hubungan dengan atom-atom di lapisan sebelah atas serta di sebelah bawahnya, sehingga terjadilah salah susun yang dimaksudkan (misalnya, ABCBCABC…). Susunan demikian sesungguhnya stabil, namun karena harus ada usaha khusus untuk membuatnya dengan sengaja, kondisi salah susun lebih sring dijumpai pada logam yang diubah bentuknya ketimbang pada logam yang dianil. Dislokasi juga ditemukan pada kristal sejati. Ketidaksempurnaan ini berpengaruh sekali terhadap sifat-sifat kristal yang erat kaitannya dengan struktur, misalnya kekuatan ulur (yield strength), kekerasan, dan sebagainnya, dan diketahuio bahwa menurut perhitungan kekuatan ulur serta kekuatan patah (breaking strength) kristal ideal sekitar 100 hingga 10.000 kali lebih besar ketimbang pada kristal sejati. Ini karena dislokasi baris menyebabkan banyak diameter atomic pada kisi menjadi lebih panjang, seperti tampak pada Gambar 1.8(d); akibatnya bagian ini menjadi bagian yang lemah. Cacat titik juga berpangaruh terhadap sifat mekanik, akan tetapi lebih besar lagi pengaruhnya terhadap gejala sepeti difusi, misalnya, yang melibatkan gerak tiap atom secara sendiri-sendiri didalam kristal. Diagram skematik untuk kisi, yang tampak pada Gambar 1.8(e), mengambarkan baik danya kedudukan kosong pada kisi, yang pada kristal sempurna seharusnya menmpati rongga diantara atomatom normal. Dengan mudah kita bergerak disbanding atom-atom lain. Guna melengkapi gambaran kita tentang logam, perlu ditekankan bahwa sepotong logam yang dijumpai sehari-hari bukan terbentuk dari sebuah kristal tunggal berukuran besar, melainkan terdiri atas kristal-kristal kecilsaling taut yang banyak sekali (disebut polycrystalline). Dalam keseluruhan massa logam, tiap kristal atau butir dibatasi dari sesamanya oleh suatu permukaan tiga dimensi yang disebut batas butir (grain boundary) yang bentuknya tidak ada hubungan dengan tatanan atom dalam kristal. Orientasi poros krstal dalam suatu butir biasanya brbeda dari orientasi butir lain, yang seringkali antara 30o dan 40o, sehingga batas butir boleh dibayangkan sebagai suatu daerah sempit (sekitar dua kali tebal atom). Lewat dari batas itu orientasi kisi butir yang satu berbeda dari yang lain. Bab 3 – Struktur Kristal 39 Material Teknik Karena cacat kisi (yaitu, adanya atom terlarut, adanya kedudukan kosong, dan adanya dislokasi) dapat didistribusikan ke seluruh logam dengan berbagai cara yang beragam, fisika logam bias menjadi bidang pengkajian yang sangat menarik. 3.3 DASAR-DASAR KRISTALOGRAFI Sering sekali perlu mengacu ke bidang dan arah tertentu dalam suatu kisi kristal, misalnya untuk menyatakan bahwa pengedepan (presipitasi) terjadi pada bidang-bidang sejajar dengan sisi kubus, atau bahwa suatu logam memiliki bagian paling lunak pada arah sejajar dengan diagonal kubus. Agar sedehana, pernyataanprenyataan seperti di atas diungkapkan dalm notasi yang disebut system indeks Miller. Dalam sistem itu dipilih tiga sumbu: X, Y, dan Z, yang masing-masing sejajar dengan ketiga rusuk sel kristal. Untuk menetapkan suatu bidang kristal kita perlu menentukan perpotongannya dengan ketiga sumbu X, Y, dan Z, kemudian mengambil kebalikannya (reciprocal/invers) dan menyamakan penyebutya. Bentuk kebalikan perpotongan itu aka menjadi h/n, k/n, l/n, sehigga bila bilangan bulat hkl ditulis dalam kurung aka menyatakan indeks Miller untuk bidang bersangkutan (h, k, l). Gamabar 3.6 menampilkan beberapa bidang penting dalam syitem kubus untuk menjelaskan metode di atas. Bidang yang tampak dalam Gambar 3.6(a) membuat perpotongan dengan sumbu-sumbu X, Y, dan Z, masing-masing seharga panjang satu sel, yaitu, 1, 1, 1. Kelebihan harga-harga itu tetap 1, 1, 1 atau 11 , 11 , 11 , dan karena penyebut ketiga harga itu sudah sama maka bidang tadi dinyatakan dengan (111). Gambar 3.6b) memperlihatkan sebuah bidang yang memotong sumbusumbu X, Y, dan Z di titik-titik 1, 1, dan ∞ (tak terhingga). Kebalikan perpotongan bidang itu adalah 1, 1, dan 0, karena itu disebut bidang (110). Contoh terakhir, Gambar 3.6c), memperlihatkan sebuah bidang yang harga-harga perpotongannya adalah 1 2 ,− 13 , dan 1. Kebalikan harga-harga tersebut adalah 2, -3, dan 1 sehingga notasi untuk bidang itu adalah (2 3 1). Bab 3 – Struktur Kristal 40 Material Teknik Gambar 3.6 Indikasi Miller mengenai bidang dalam kristal kubik, (a) (111), (b) (110), (c) (231) Indeks (123), misalnya, atau lebih umum (hkl), bukan hanya mengambarkan bidag dengan harga-harga h, k, dan l yang telah ditentukan, melainkan semua himpunan bidang yang sejajar dengan bidang tersebut. Sering kita harus mendefinisikan semua bidang yang tipe kristalografiknya tertentu, misalnya semua sisi kubus, bukan hanya yang sejajar dengan (100) dan ini dinyatakan dengan indeks yang sama tetapi mengunakan kurung berbeda. Jadi himpunan semua sisi kubus dinyatakan dengan {100}, yang isinya meliputi bidang-bidang (100), ( 1 00), (010), (0 1 0), (001), dan (00 1 ). Untuk mendefinisikan arah kita harus menarik sebuah garis melalui titik pusat sejajar dengan arah yang belum diketahui, kemudian menentukan koordinat salah satu titik pada garis tadi dengan rusuk sel sebagai satuan panjang. Koordinat yang didapat dengan cara ini selanjutnya dibulatkan, dan untuk membedakannya dari indeks yang dimaksudkan untuk bidang, indeks arah ditulis di dalam kurung persegi. Sebagai contoh, bila koordinat tersebut adalah X = a, Y = -2b, Z = c/3, maka notasi untuk arah garis adalah [361]. Untuk sistem kubus, penentuan indeks arah masih mudah, karena ternyata arah yang didefinisikan seperti di atas memiliki indeks sama dengan bidang tegak lurusnya. Jadi, sumbu X yang tegak lurus bidang (100) mempunyai arah [100], sementara arah yang sejajar dengan diagonal kubus adalah arah [111]. Untuk menunjukan himpunan semua arah bertipe kristalografik sama, lagi-lagi kita mengunakan bentuk kurung yang berbeda. Dalam hal ini 100 Bab 3 – Struktur Kristal 41 Material Teknik menyatakan himpunan semua rusuk kubus, yang meliputi garis-garis dengan arah [100], [010], [001], [100], [010], dan [001]. Dalam system kristal lain misalnya tetragonal atau orthorombus, notasi indeks Miller juga digunakan, namun dalam kristal heksagonal notasi itu perlu dimodifikasi. Dalam notasi Miller-Bravais kita mengunakan empat sumbu, tiga di antaranya(X, Y, dan U) saling membentuk sudut 120o sepanjang arah-arah susunan rapat pada bidang basal, sementara sumbu keempat (Z) adalah sumbuh tegak lurus. Perpotongan sebuah bidang dengan sumbu-sumbu itu ditentukan seperti cara terdahulu, dan notasi untuk indeks Miller-Bravais adalah (hkil). Gambar 3.6 memperlihatkan beberapa bidang utama kristal heksagonal. Sekarang coba jabarkan bidang yang ditampilkan pada Gambar 3.6(c). Titik-titik potong dengan sumbusumbu X, Y, U, dan Z di situ berturut-turut adalah 1, 1, - 12 dan 1, sehingga kebalikan masing-masing adalah 1, 1, -2, dan 1, jadi indeks Miller-Bravais untuk menyatakan bidang ini adalah (11 2 1). Dari contoh ini kita dapat melihat bahwa (h + k + i) sama dengan nol. Dan ini merupakan cirri umum sistem kristal heksagonal. Untuk arah-arah kristalografik dalam sistem heksagonal boleh digunakan tiga atau empat sumbu. Arah d3 yang dijabarkan dengan sistem tiga sumbu atau sistem Miller mempunyai indeks U, V, W sedemikian sehingga d3 = Ua1 + Va2 + Wc Jadi arah susunan rapat pada bidang basal adalah [100], [110] dan [010]. Arah d4 yang dijabarkan dengan system empat sumbu memiliki indeks u, v, t, w sedemikian sehingga d4 = ua1 + va2 + ta3 + wc Gambar 3.7 Indikasi Miller-Bravais mengenai bidang dalam kristal heksagonal, (a) bidang dasar {100}, (b) bidang prisma {1010}, dan (c) bidang pyramid {1121} Bab 3 – Struktur Kristal 42 Material Teknik Jika kondisi ditentukan sedemikian sehingga u + v + t = 0, maka secara kristalografik arah-arah yang sama akan mempunyai indeks sama pula, sebagai contoh arah-arah susunan rapat akan menjadi [2 11 0], [11 2 0] dan [ 1210 ]. Indeksindeks Miller untuk arah tidak dapat dikonversikan ke indeks-indeks Millere-Bravias dengan hanya menyisipkan indeks t sehingga t = -(u + v), namun harus mengunakan persamaan-persamaan U = u – t, V = v – t, W = w atau u = 13 (2U – V), v = 13 (2V- U), t = -(u + v) Sistem Miller-Bravais untuk notasi bidang-bidang dan arah-arah kristalografik memiliki kelebihan disbanding sistem tiga indeks, karena bidangbidang dan arah-arah yang sma memiliki indeks-indeks yang sama pula. 3.4 PROYEKSI STEREOGRAFIK Hubungan antara bidang, arah dan sudut kristal dapat digambarkan dengan lebih mudah pada digram dua dimensi menggunakan gemetri proyeksi. Proyeksi stereografik sering digunakan, terutama dalam analisis tanda-tanda yang muncul pada butir-butir polesan sesudah deformasi, yaitu garis-garis pergeseran (slip), kembaran (twin), retakan (crack), dan sebagainya, dan dalam penentuan orientasi kristrl tunggal atau kecenderungan orientasi butir-butir dalam agregat polikristalin. Kristal diandaikan terletak di pusat sebuah bola, seperti tampak pada Gambar 3.8(a) untuk sebuah kristal kubus, sedemikian sehingga bidang seperti (111) yang ditandai, boleh diwakili oleh sebuah titik P di permukaan bola yang disebut kutub dan merupakan perpotongan antara normal bidang (111) dengan permukaan bola. Sudut antara dua kutub (001) dan (111) pada Gambar 3.7(b) dapat diukur dalam satuan derajat melalui busur lingkaran besar antara kutub-kutub P dan P’. Menyatakan semua bidang dalam sebuah kristal dengan cara ini tentu menjemukan. Karena itu dalam proyeksi setereografik, susunan kutub pada bola acuan, yang menyatakan bebagai bidang dalam kristal, diproyeksikan ke bidang ekuator. Pola kutub-kutub yang diproyeksikan ke bidang ekuator atau bidang primitif ini degan demikian merupakan proyeksi stereografik kristal. Bab 3 – Struktur Kristal 43 Material Teknik Sebagaimana tampak pada Gambar 3.7(c), kutub-kutub di belahan utara bola acuan diproyeksikan ke bidang ekuator dengan menghubungkan kutub P ke kutub selatan S, sementara yang di belahan selatan bola acuan, misalnya Q, diproyeksikan dengan cara sama ke arah kutub utara N. Gambar 3.7(c) memperlihatkan proyeksi stereografik beberapa bidang kubus sederhana seperti {100}, {110} dan {111}, yang menunjukan bahwa bidang-bidang kristalografik dengan kutub-kutub di belahan selatan bola acuan dalam stereogram diberi notasi berupa lingkaran, sementara yang mempunyai kutub di belahan utara diberi notasi titik. Gambar 3.8 Prinsip proyeksi stereografik, mengilustrasikan (a) kutub P ke bidang (111), (b) sudut antara dua kutub P, P’, dan (c) proyeksi stereografik kutub P, dan P’ ke bidang (111) dan (001) respectivety Dalam Gambar 3.8(b), sudut antara dua kutub pada bola acuan sama dengan banyaknya derajat busur yang memisahkan keduanya pada lingkaran besar. Oleh sebab itu, sudut antara P dan P’ dapat diketahui dengan mudah dengan bantuan sebuah oenutup transparan berpola lingkaran-lingkaran bujur dan lintang seperti yang Bab 3 – Struktur Kristal 44 Material Teknik digunakan untuk keperluan geografi. Sarana sejenis lain untuk itu adalah jala stereografik, yang biasa disebut jala Wulff. Jala Wulff seperti yang tampak dalam Gambar 3.8(a) terbagi dalam selang-selang 2o. Bujur-bujur dalam proyeksi itu digambarkan dari atas ke bawah, sedagka lintang-llintang dari kiri ke kanan. Jadi untuk mengukur jarak menyudut (angular distance) antara dua kutub dalam stereogram, jala diroptasikan terhadap pusat bola sampai kedua kutub terletak pada bujur yang sama, yang berhimpit dengan salah satu lingkaran besar pada bola acuan. Sudut antara kedua kutub tersebut adalah selisih lintang sepanjang bujur. Pembaca mungkin saja ingin mengukur sudut antara beberapa bidang degan cara ini hasilnya dapat diperbadingkan dengan sudut hasil perhitungan mengunakan rumus berikut cosθ = (h1h2 + k1k2 + l1l2)/ [( h12 + k12 + l12 )( h22 + k 22 + l 22 )] dengan (h1, k1, l1) dan (h2, k2, l2) indeks-indeks Miller untuk dua bidang yang diamati. Beberapa aturan kristalografik yang penting dapat diringkaskan sebagai berikut: (i) Hukum zona: jika hu + kv + lw = 0, maka bidang (hkl) berisi garis [uvw]. Semua bidang berbeda yang berisi [uvw] disebut membentuk sebuah zona dengan [uvw] sebagai sumbu zona (analog dengan lembar-lembar buku terhadap lipatannya. Kutub bidang berisi [uvw] harus terletak 90o terhadap bidang bersangkutan. Tempat kedudukan semua kutub seperti itu disebut lingkaran zona. Hubungan antara lingkaran zona terhadap sama dengan hubungan antara bidang terhadap kutub. Dalam sistem kubus, lingkaranlingkaran zona dan tempat-tempat kedudukan bidang dengan indeks sama saling bertumpuk. Tidak demikian halnya pada sistem kristal lain. (ii) Bila sebuah zona berisi (h1k1l1) dan (h2k2l2) maka zona tersebut juga berisi setiap kombinasi linier bidang-bidang itu, misalnya m(h1k1l1) + n(h2k2l2). Sebagai contoh, zona [111] + berisi [ 110 ] dan [011], dan karena itu juga harus berisi [1 10 ] + [01 1 ] = [01 1 ], [1 1 0] + 2[01 1 ] = [11 2 ], dsb. Hal yang sama berlaku untuk semua arah-arah berbeda dalam bidang yang sama. (iii) Menurut hokum penambahan vector, [u1v1w1] + [u2v2w2] terletak antara [u1v1w1] dan [u2v2w2]. (iv) Sudut antara dua arah dapat dihitung dengan rumus berikut: Bab 3 – Struktur Kristal 45 Material Teknik cosθ = [u1v1 w1 ][. u 2 v2 w2 ] = u1v1 w1 u 2 v 2 w2 u1u 2 + v1v 2 + w1 w2 [(u + v12 + w12 )(u 22 + v 22 + w22 )] 2 1 yang pada dasarnya sama dengan rumus untuk sudut antara dua bidang. Namun ini hanya berlaku untuk sistem kubus. Dalam pembuatan stereogram baku untuk kristal mana pun alangkah baiknya memperlihatkan dahulu unsur-unsur simetri dalam strukturnya. Sebagai contoh, coba perhatikan kristal kubus, kaena ini yang paling simetrik disbanding kristal-kristal lain. Kalau diamati lebih teliti terlihat bahwa kubus mempunyai tiga belas sumbu, sembilan bidang dan sebuah pusat simetri, serta bahwa ketiga belas sumbu simetri terbentuk dari 3 sumbu lipatan-empat atau tetrad axes, 4 sumbu lipatan-tiga atau triad axes, dan 6 sumbu lipatan-ganda atau diad axes. Sumbu simetri lipatan-n berfungsi sedemikian rupa sehingga sesudah rotasi dengan sudut 2 π /n, kristal akan menempati posisi identik atau sama dengan posisi semula dalam ruang. Jadi, sumbu tetrad melalui pusat setiap muka kubus sejajar dengan slah satu rusuk, dan rotasi 90o ke arah mana pun terhadap salah satu sumbu ini akan membuat kubus menempati Gambar 3.9 (a) Jaringan Wullf (dari jaringan yang disiapakan pada tahun 1888 oleh Admiral C.D sigsbee, seizing Hydrographic Dept., US navy Posisi baru yang secara kristalografi tidak dapat dibedakan dari posisi lama. Demikian pula, diagonal kubus membentuk 4 sumbu lipatan-tiga, dan setiap garis melaluibagian tengah rusuk-rusuk berlawanan membentuk 6 sumbu simetri lipatanganda. Unsur-unsu simetri ini mudah terlihat dalam proyeksi sferik kristal kubus dalam Gambar 3.9(b). Di situ sumbu-sumbu tetared 〈001〉 dituliskan dengan simbol “kotak” , sumbu triad 〈111〉 dengan simbol “segitiga” ∆ , dan sumbu diad dengan simbol () (segidua). Dalam proyeksi stereogram ke dalam 24 segitiga bola yang Bab 3 – Struktur Kristal 46 Material Teknik sama, biasa disebut segita unit. Segita-segita ini berhubungan dengan ke-48 segitiga yang tampak dalam proyeksi sferik (24 diatas dan 24 di bawah). Gambar 3.10 Proyeksi bidang dalam kristal kubik, (b) proyeksi sferek, dan (c) proyeksi stereografik Simetri lipatan-dua, simetri lipatan-tiga dan simetri lipatan-empat terhadap kutub-kutub {110}, {111} dan {110}, juga mudah dillihat. Akhirnya, pembuatan stereogram menunjukan berlakunya aturan vektor yang menyatakan bahwa indeks suatu bidang dapat ditentukan cukup dengan menambahkan hasilkali-hasilkali bidang lain yang terletak dalam zona sama. Sebagai contoh, dari Gamabar 3.10(b) dapat dilihat bidang (011) terletak antara bidang (001) dan (010) dan di sini jelas bahwa 001 = 001 + 010. Dengan bantuan unsur-unsur simetri itu, jelas pula bahwa bidang {011} harus ada 12 sebab simetri terhadap sumbu-sumbu {111} dan {100} berturut-turut merupakan sumbu-sumbu lipatan-tiga dan lipatan-empat. Dalam contoh lain, jelaslah bahwa bidang (112) terletak antara bidang (111) dan (001) karena 112 = 111 + 011 dan bahwa nimpunan bidang {112} harus terdiri atas 24 bidang, juga disebut icositerahedron. Bidang (123) adalah contoh bidang kristal paling umum dalam system kubus karena indeks-indeksnya, yaitu h, k, dan l, semua berbeda. Bidang ini terletak antara (112) dan (011), dan ke48 bidang angota himpunan {123} bersama-sama membentuk heksakisoktahedron, yaitu octahedron bermuka enam. Suatu hal penting untuk menggunakan referensi terhadap suatu bidang dan arah tertentu pada suatu kristal. Notasi yang digunakan adalah sistem indek Miller. Mengacu pada sumbu utama OA, OB, OC dari suatu sel satuan ( lihat gambar ), Bidang PQR Bab 3 – Struktur Kristal 47 Material Teknik dapat dituangkan dalam indek Miller h, k, dan l dimana indek tersebut merupakan kebalikan dari perpotongan bidang dengan sumbu utama, dalam hal panjang sumbu, Jadi : h = OA OP ; k= OC OB ;l= OQ OR Indeks tersebut di atas berada dalam kurung, jadi (h, k, l) atau (h k l). Setiap pecahan selalu dibulatkan untuk menghasilkan bilangan bulat yang terkecil. Untuk menggambarkan arah di dalam suatu kristal, gambar sebuah titik asal suatu sel satuan ( titik O pada gambar ) sejajar dengan arah yang ingin ditentukan, dan catat koordinat dari titik yang muncul dari sel satuan. Disini juga sama seperti bidang kristal, yaitu setiap nilai pecahan dibulatkan kebilangan bulat yang terkecil. Sebagai contoh arah UV dengan menarik garis OW dari titik O sejajar dengan UV. Koordinat dari titik yang muncul W adalah 0, 1, ½ atau 0,2,1 yang ditulis dalam bentuk (0,2,1). Dalam penulisan notasi Miller telah disepakati bahwa ; Tada kurung ( ) dan [ ] menyatakan arah bidang spesifik Tada kurung < > dan { } menyatakan arah dan bidang dengan tipe yang sama Soal-soal 1. Apa yang dimaksud dengan sel satuan dan kristal? 2. Uraikan jenis kristal yang saudara ketahui! 3. Hitung jarak antar atom dari struktur kristal BCC, FCC dan HCP! 4. Hitung Volume Packing Factor (VPF) dan estimasikan kerapatan dari (a). Molybdinum, (b). Emas, (c). Cobalt dan (d) Silikon! 5. Hitung Volume Packing Factor (VPF) dan estimasikan kerapatan dari BeO dan MgO. Gunakan konstanta kisi BeO = 3,9029 oA dan MgO = 4,20 oA! 6. Tentukan Indek miller dalam arah (a). Dari titik ( 2,0,3) ke titik (4,5,6). (b). Dari titik ( -1,3,5) ke titik (3,2,1). (c). Dari titik ( 3,5,7) ke titik (1,-3,5). (d). Dari titik ( 1,4,5) ke titik (-2,1,-1) (e). Dari titik (2,3,6) ke titik (5,0,2)! 7. Gambarkan struktur bidang {100}, {111}, {101}! Bab 3 – Struktur Kristal 48 Material Teknik Daftar Pustaka 1. Mangonon. P.L, 1999 .’ The Principles of materials Selection for Engineering Design’, Printice-Hall International,Inc. Hal- 29 -81. 2. Smallman R.E. dan R.J. Bishop,1999. “ Metalurgi Fisik Moderen dan Rekayasa Material’ Erlangga. Jakarta. Bab 3 – Struktur Kristal 49