PERPAJAKAN 1 PERTEMUAN 2 Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Disusun oleh: 1. Dhiya Septi Wulan Suri 2. Indriani Novita Sari 3. Togi Marito Simanjuntak ADHIRAYAKTA X PANDA HIMAS 2020 1 PERPAJAKAN 1 BAB 1 Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan A. Pendaftaran dan atau Pelaporan Usaha (PMK 182/PMK.03/2015 jo. PER-20/PJ/2013 Jo. PER-38/PJ/2013) 1. Wajib Pajak harus mengisi Formulir Permohonan Pendaftaran Wajib Pajak dan/atau Formulir Permohonan Pengukuhan PKP secara lengkap dan jelas. 2. Wajib Pajak menyerahkan Formulir Permohonan Pendaftaran Wajib Pajak dan/atau Formulir Pengukuhan PKP yang telah diisi secara lengkap dan jelas serta ditandatangani Wajib Pajak. 3. Permohonan secara tertulis disampaikan ke KPP atau KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha wajib pajak. Penyampaian secara tertulis dilakukan ; secara langsung melalui pos; atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir 4. Dalam hal permohonan dinyatakan diterima secara lengkap, maka KPP atau KP2KP memberikan Bukti Penerimaan Surat kepada Wajib Pajak. 5. Permohonan pendaftaran NPWP yang telah diberikan Bukti Penerimaan Surat oleh KPP atau KP2KP, maka pihak KPP atau KP2KP akan menerbitkan Kartu NPWP dan Surat Keterangan Terdaftar Paling Lama 1 (satu) hari kerja. B. Pembukuan dan Pencatatan 1. Yang Wajib Menyelenggarakan Pembukuan 1. Wajib Pajak (WP) Badan; 2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, kecuali Wajib Pajak Orang Pribadi yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00 ADHIRAYAKTA X PANDA HIMAS 2020 2 PERPAJAKAN 1 2. Yang Wajib Menyelenggarakan Pencatatan 1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00 , dapat menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto, dengan syarat memberitahukan ke Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan; 2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. 3. Syarat-Syarat Penyelenggaraan Pembukuan 1. Diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya. 2. Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan. 3. Diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas. 4. Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat diselenggarakan oleh WP setelah mendapat izin Menteri Keuangan. 5. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang. 4. Syarat-Syarat Penyelenggaraan Pencatatan Pencatatan harus menggambarkan antara lain : a. Peredaran atau penerimaan bruto dan/atau jumlah penghasilan bruto yang diterima dan/atau diperoleh; ADHIRAYAKTA X PANDA HIMAS 2020 3 PERPAJAKAN 1 b. Penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final. c. Bagi WP yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha dan/atau tempat usaha, pencatatan harus menggambarkan secara jelas untuk masing-masing jenis usaha dan/atau tempat usaha yang bersangkutan. d. Selain kewajiban untuk menyelenggarakan pencatatan, WP orang pribadi harus menyelenggarakan pencatatan atas harta dan kewajiban. 5. Tujuan Penyelenggaraan Pembukuan/Pencatatan adalah untuk mempermudah: 1. Pengisian SPT; 2. Penghitungan Penghasilan Kena Pajak; 3. Penghitungan PPN dan PPnBM; Penyelenggaraan pembukuan juga untuk mengetahui posisi keuangan dan hasil kegiatan usaha/pekerjaan bebas. C. Pembayaran Pajak Pada saat melakukan pembayaran kita akan diberikan bukti pembayaran atau penyetoran pajak (Surat Setoran Pajak) yang telah di lakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. SPP ini berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila telah mendapatkan validasi. 1. Tempat Pembayaran dan Penyetoran Pajak 1. Bank ditunjuk oleh Menteri Keuangan 2. Kantor Pos ADHIRAYAKTA X PANDA HIMAS 2020 4 PERPAJAKAN 1 2. Jangka Waktu Pembayaran atau Penyetoran Pajak Jangka waktu pembayaran atau penyetoran pajak diatur sebagai berikut: a. Pembayaran Masa Batas Pembayaran No. 1. Jenis Pajak PPh pasal 4 (2) setor sendiri (Paling Lambat...) Batas pelaporan (Pasal 2 PMK Undang-Undang di 242/PMK.03/2014) bidang Perpajakan Tgl 15 bulan berikutnya Tgl 20 bulan berikutnya 2. PPh pasal 4 (2) pemotongan Tgl 10 bulan berikutnya Tgl 20 bulan berikutnya 3. PPh paal 15 setor sendiri Tgl 15 bulan berikutnya Tgl 20 bulan berikutnya 4. 5. 6. 7. PPh pasal 15 pemotongan PPh pasal 21 PPh pasal 23/26 PPh pasal 25 Tgl 10 bulang Tgl 20 bulan berikutnya berikutnya Tgl 10 bulang Tgl 20 bulan berikutnya berikutnya Tgl 10 bulang Tgl 20 bulan berikutnya berikutnya Tgl 15 bulan berikutnya Tgl 20 bulan berikutnya 8. PPh pasal 22 impor setor sendiri Saat penyelesaian (dilunasi bersamaan dg bea masuk, dokumen PIB PPN, PPnBM) 9. PPh pasal 22 impor yang pemungutan oleh BC ADHIRAYAKTA X PANDA HIMAS 2020 1 hari kerja berikutnya Hari kerja terakhir minggu berikutnya 5 PERPAJAKAN 1 10. PPh pasal 22 pemungutan oleh Hari yang sama dg 14 hari setelah masa bendaharawan pembayaran atas pajak berakhir penyerahan barang 11. PPh pasal 22 migas Tgl 10 bulan berikutnya Tgl 20 bulan berikutnya 12. PPh pasal 22 pemungutan oleh WP Tgl 10 bulan berikutnya badan tertentu 13. PPN & PPnBM Tgl 20 bulan berikutnya Akhir bulan berkutnya Akhir bulan setelah masa pajak berikutnya setelah berakhir & sebelum SPT masa pajak berakhir masa PPN disampaikan 14. 15. 16. PPN atas kegiatan membangun Tgl 15 bulan berikutnya Akhir bulan sendiri setelah masa pajak berikutnya setelah berakhir masa pajak berakhir PPN atas pemamfaatan BKP tidak Tgl 15 bulan berikutnya Akhir bulan berwujud dan/atau JKP dari Luar setelah terutangnya berikutnya setelah Daerah Pabean pajak masa pajak berakhir PPN & PPnBM Pemungutan Tgl 7 bulan berikutnya Akhir bulan Bendaharawan berikutnya setelah masa pajak berakhir 17. PPN dan/atau PPnBM pemungutan Harus disetor pada hari oleh Pejabat Penandatanganan yang sama dengan Surat Perintah Membaya sebagai pelaksanaan Pemungut PPN pembayaran kepada PKP Rekanan Pemerintah melalui KPPN 18. PPN & PPnBM Pemungutan selain Tgl 15 bulan berikutnya Akhir bulan bendaharawan setelah Masa Pajak berikutnya setelah ADHIRAYAKTA X PANDA HIMAS 2020 6 PERPAJAKAN 1 berakhir masa pajak berakhir PPh 25 WP kriteria tertentu yang Harus dibayar paling 20 hari setelah dapat melaporkan beberapa Masa lama pada akhir Masa berakhirnya Masa Pajak dalam satu SPT Masa (Pasal 3 Pajak Terakhir Pajak terakhir Pembayaran masa selain PPh 25 Harus dibayar paling 20 hari setelah WP kriteria tertentu yang dapat lama sesuai dengan berakhirnya Masa melaporkan beberapa Masa Pajak batas waktu untuk Pajak terakhir dalam satu SPT Masa. (Pasal 3 ayat masing-masing jenis (3B) UU KUP) pajak 19. ayat (3B) UU KUP) 20. b. Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dan surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yanh harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan. c. Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT PPh harus dibayar lunas sebelum SPT PPh disampaikan. D. Pelaporan Pajak Selain berguna sebagai sarana untuk melaporkan penghitungan jumlah pajak terutang, SPT juga berfungsi untuk melaporkan pembayaran/pelunasan pajak dan melaporkan harta serta kewajiban. Pelaporan pajak semestinya disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) tempat wajib pajak terdaftar. 1. Pelaporan Pajak Menggunakan e-Filing Perkembangan teknologi juga merambah ke dunia perpajakan. Guna mempermudah masyarakat dalam menuntaskan kewajiban perpajakan mereka, kini SPT sudah bisa disampaikan melalui aplikasi e-Filing. ADHIRAYAKTA X PANDA HIMAS 2020 7 PERPAJAKAN 1 2. Keterlambatan Pelaporan Pajak Terhadap pelaporan pajak yang telat disampaikan, wajib pajak akan dikenakan sanksi berupa denda. Berikut ini daftar denda yang dibebankan kepada wajib pajak yang telambat melakukan pelaporan pajak: - Terlambat pelaporan pajak untuk SPT Masa PPN, dikenakan denda sebesar Rp500.000. - Terlambat pelaporan pajak untuk SPT Masa lainnya dikenakan denda sebesar Rp100.000. - Terlambat pelaporan pajak untuk SPT tahunan PPh orang pribadi dikenakan denda sebesar Rp100.000. - Terlambat pelaporan pajak SPT tahunan PPh badan dikenakan denda sebesar Rp1.000.000. E. Pemeriksaan Pajak Berdasarkan ruang lingkupnya jenis-jenis pemeriksaan sebagaimana disebutkan di atas dapat dibedakan menjadi pemeriksaan lapangan dan pemeriksaan kantor. Pemeriksaan Kantor dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan dan dapat diperpanjang menjadi 6 (enam) bulan yang dihitung sejak tanggal Wajib Pajak datang memenuhi surat panggilan dalam rangka Pemeriksaan Kantor sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan. Pemeriksaan Lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 8 (delapan) bulan yang dihitung sejak tanggal Surat perintah Pemeriksaan sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan. 1. Kewajiban Wajib Pajak yang diperiksa adalah: - Memenuhi panggilan untuk datang menghadiri Pemeriksaan sesuai dengan waktu yang ditentukan khususnya untuk jenis Pemeriksaan Kantor; - Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain termasuk data yang dikelolah secara elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak. Khusus untuk Pemeriksaan ADHIRAYAKTA X PANDA HIMAS 2020 8 PERPAJAKAN 1 Lapangan, Wajib Pajak wajib memberikan kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik; - Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan lainnya guna kelancaran pemeriksaan; - Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan; - Meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh Akuntan Publik khususnya untuk jenis Pemeriksaan Kantor; - Memberikan keterangan lain baik lisan maupun tulisan yang diperlukan. 2. Hak-hak Wajib Pajak dalam pemeriksaan antara lain: - Meminta Surat Perintah Pemeriksaan - Melihat Tanda Pengenal Pemeriksa - Mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan pemeriksaan - Meminta rincian perbedaan antara hasil pemeriksaan dan SPT - Hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang ditentukan. F. Ketetapan Pajak 1. Definisi Berdasarkan UU no. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan pasal 1 ayat 15 “Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.” ADHIRAYAKTA X PANDA HIMAS 2020 9 PERPAJAKAN 1 Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) Surat Ketetapan Pajak Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) 1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administratif, dan jumlah yang masih harus dibayar. SKPKB diterbitkan hanya terhadap kasus–kasus tertentu, dengan perkataan lain hanya terhadap WP tertentu yang nyata–nyata atau berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan atau kewajiban material. Ketentuan SKPKB diatur dalam Pasal 13 UU KUP. 2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang ditetapkan (dalam surat ketetapan pajak yang sudah di terbitkan sebelumnya). Sesuai dengan Pasal 15 UU KUP, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKPKBT dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terutang pajak, berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak, apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak terhutang, setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan SKPKBT. SKPKBT baru diterbitkan apabila telah pernah diterbitkan ketetapan pajak. Penerbitan SKPKBT dilakukan dengan syarat adanya data baru yang menyebabkan penambahan pajak yang terhutang dalam surat ketetapan pajak sebelumnya. Sejalan dengan itu setelah SKPLB diterbitkan sebagai akibat telah lewat waku 12 bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B UU KUP, SKPKBT diterbitkan hanya dalam hal ditemukan data baru dan atau data ADHIRAYAKTA X PANDA HIMAS 2020 10 PERPAJAKAN 1 yang semula belum terungkap, dalam hal masih ditemukan lagi data yang semula belum terungkap pada saat diterbitkannya SKPKBT, dan atau data baru yang diketahui kemudian oleh fiskus SKPKBT masih dapat diterbitkan lagi. 3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pada pajak yang terhutang atau tidak seharusnya terhutang. Sesuai dengan Pasal 17 UU KUP, SKPLB ini terbit dalam hal setelah Direktur Jenderal Pajak melakukan Pemeriksaan, jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terhutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terhutang. SKPLB diterbitkan sehubungan dengan hasil pemeriksaan baik atas SPT LB yang diajukan restitusi, SPT LB yang tidak diajukan restitusi, SPT Nihil, maupun SPT KB. 4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang atau tidak ada kredit pajak. SKPN diterbitkan sehubungan dengan hasil pemeriksaan baik atas SPT Nihil, SPT Kurang Bayar, maupun SPT Lebih Bayar. 2. Kapan SKP diterbitkan? Penerbitan suatu surat ketetapan pajak hanya terbatas kepada wajib kepada wajib pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan oleh wajib pajak. 3. Fungsi Surat Ketetapan Pajak a. Sarana untuk melakukan koreksi fiskal terhadap WP tertentu yang nyata-nyata atau berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan atau kewajiban materiil dalam memenuhi ketentuan perpajakan. b. Sarana untuk mengenakan sanksi administrasi perpajakan. c. Sarana administrasi untuk melakukan penagihan pajak. d. Sarana untuk mengembalikan kelebihan pajak dalam hal lebih bayar. ADHIRAYAKTA X PANDA HIMAS 2020 11 PERPAJAKAN 1 e. Sarana untuk memberitahukan jumlah pajak yang terutang. 4. Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak yang Tidak Benar Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya atau atas permohonan WP dapat mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak yang tidak benar. Permohonan pengurangan atua pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar harus memenuhi ketentuan. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia untuk suatu surat ketetapan pajak.. Menyebutkan jumlah pajak yang menurut penghitungan WP seharusnya terutang. Direktur Jenderal Pajak harus memberi keputusan atas permohonan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar paling lama 12 bulan sejak tanggal permohonan diterima. Apabila jangka waktu tersebut telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan maka permohonan dianggap diterima. G. Penagihan Pajak 1. Definisi Surat Tagihan Pajak (STP) adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. STP mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak lainnya sesuai ketentuan Pasal 14 ayat (2) UU KUP, sehingga dalam hal penagihannya dapat juga dilakukan dengan Surat Paksa. 2. Fungsi STP 1. Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT Wajib Pajak, 2. Sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga atau denda. 3. Sarana untuk menagih pajak. ADHIRAYAKTA X PANDA HIMAS 2020 12 PERPAJAKAN 1 3. Penyebab Dikeluarkannya STP Pajak penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar; Dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung; Wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga; Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN tetapu tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP; Pengusaha yang tidak dikukuhkan sbg. PKP tetapi membuat faktur pajak atau pengusaha telah dikukuhkan sbg. PKP tetapi tidak membuar faktur pajak atau membuat faktur pajak tetapi tidak tepat waktu atau tidak mengisi selengkapnya faktur pajak. 4. Sanksi Administrasi terkait STP 1. Sanksi administrasi berupa denda Rp 50.000 ,- jika Wajib Pajak tidak atau terlambat penyampaian SPT Masa dan Rp 100.000,- jika tidak atau terlambat menyampaikan SPT Tahunan. 2. Sanksi administrasi berupa denda 2% dari Dasar Pengenaan Pajak dalam hal Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN tetapi tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP atau Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai PKP tetapi membuat faktur pajak atau pengusaha te1ah dikukuhkan sebagai PKP tetapi tidak membuat Faktur Pajak atau membuat faktur pajak tetapi tidak tepat waktu atau tidak mengisi selengkapnya faktur pajak. 3. Sanksi administrasi berupa bunga dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri SPTnya, dimana hasil pembetulan tersebut menyatakan kurang bayar. 4. Sanksi administrasi berupa bunga apabila Wajib Pajak terlambat/ tidak membayar pajak yang sudah jatuh tempo pembayarannya. 5. ADHIRAYAKTA X PANDA HIMAS 2020 13 PERPAJAKAN 1 H. Upaya Administrasi 1. Keberatan a. Ruang Lingkup Keberatan 1. Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktorat Jenderal Pajak atas suatu: 2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), 3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), 4. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), 5. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN), 6. pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Wajib Pajak hanya dapat mengajukan keberatan terhadap materi atau isi dari surat ketetapan pajak, yang meliputi jumlah rugi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, jumlah besarnya pajak, atau terhadap materi atau isi dari pemotongan atau pemungutan pajak. Dalam hal terdapat alasan keberatan selain mengenai materi atau isi dari surat ketetapan pajak atau pemotongan atau pemungutan pajak, alasan tersebut tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan. b. Syarat Pengajuan Keberatan a. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia; b. mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar penghitungan; c. 1 (satu) keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak, untuk 1 (satu) pemotongan pajak, atau untuk 1 (satu) pemungutan pajak; d. Wajib Pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil ADHIRAYAKTA X PANDA HIMAS 2020 14 PERPAJAKAN 1 pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil verifikasi, sebelum Surat Keberatan disampaikan; e. diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal: o surat ketetapan pajak dikirim; atau o pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga; kecuali Wajib Pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak; f. Surat Keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal Surat Keberatan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, Surat Keberatan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang KUP; dan g. Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 Undang-Undang KUP. c. Alur Penyelesaian Keberatan a. Dalam proses penyelesaian keberatan, Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk: o meminjam buku, catatan, data, dan informasi dalam bentuk hardcopy dan/atau softcopy kepada Wajib Pajak terkait dengan materi yang disengketakan melalui penyampaian surat permintaan peminjaman buku, catatan, data dan informasi; o meminta Wajib Pajak untuk memberikan keterangan terkait dengan materi yang disengketakan melalui penyampaian surat permintaan keterangan; o meminta keterangan atau bukti terkait dengan materi yang disengketakan kepada pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak melalui penyampaian surat permintaan data dan keterangan kepada pihak ketiga; o meninjau tempat Wajib Pajak, termasuk tempat lain yang diperlukan; ADHIRAYAKTA X PANDA HIMAS 2020 15 PERPAJAKAN 1 o melakukan pembahasan dan klarifikasi atas hal-hal yang diperlukan dengan memanggil Wajib Pajak melalui penyampaian surat panggilan; o Surat panggilan dikirimkan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sebelum tanggal pembahasan dan klarifikasi atas sengketa perpajakan. o Pembahasan dan klarifikasi dituangkan dalam berita acara pembahasan dan klarifikasi sengketa perpajakan. o melakukan pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka keberatan untuk mendapatkan data dan/atau informasi yang objektif yang dapat dijadikan dasar dalam mempertimbangkan keputusan keberatan. b. Wajib Pajak harus memenuhi peminjaman dan/atau permintaan paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah tanggal surat permintaan peminjaman dan/atau surat permintaan keterangan dikirim. c. Apabila sampai dengan jangka waktu 15 (lima belas) hari kerja setelah tanggal surat permintaan peminjaman dan/atau surat permintaan keterangan dikirim berakhir, Wajib Pajak tidak meminjamkan sebagian atau seluruh buku, catatan, data dan informasi dan/atau tidak memberikan keterangan yang diminta, Direktur Jenderal Pajak menyampaikan: o surat permintaan peminjaman yang kedua; dan/atau o surat permintaan keterangan yang kedua. d. Wajib Pajak harus memenuhi peminjaman dan/atau permintaan yang kedua paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah tanggal surat peminjaman dan/atau permintaan yang kedua dikirim. d. Jangka Waktu Penyelesaian Keberatan a. Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan. o Jangka waktu tersebut dihitung sejak tanggal Surat Keberatan diterima sampai dengan tanggal Surat Keputusan Keberatan diterbitkan. ADHIRAYAKTA X PANDA HIMAS 2020 16 PERPAJAKAN 1 b. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan gugatan ke Pengadilan Pajak atas surat dari Direktur Jenderal Pajak yang menyatakan bahwa keberatan Wajib Pajak tidak dipertimbangkan, jangka waktu 12 (dua belas) bulan tertangguh, terhitung sejak tanggal dikirim surat dari Direktur Jenderal Pajak tersebut kepada Wajib Pajak sampai dengan Putusan Gugatan Pengadilan Pajak diterima oleh Direktur Jenderal Pajak. c. Apabila jangka waktu di atas telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi keputusan atas keberatan, keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan Keberatan sesuai dengan pengajuan keberatan Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak jangka waktu 12 (dua belas) bulan tersebut berakhir. e. Pecabutan Pengajuan Keberatan a. Wajib Pajak dapat mencabut pengajuan keberatan yang telah disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak sebelum tanggal b. Pencabutan pengajuan keberatan dilakukan melalui penyampaian permohonan dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut: o permohonan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan dapat mencantumkan alasan pencabutan; o surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak dan dalam hal surat permohonan tersebut ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak, surat permohonan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus; o surat permohonan harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Pajak dan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang merupakan atasan Kepala Kantor Pelayanan Pajak. c. Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan jawaban atas permohonan pencabutan pengajuan keberatan berupa surat persetujuan atau surat penolakan. d. Wajib Pajak yang mencabut pengajuan keberatan yang telah disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak ini tidak dapat mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar. ADHIRAYAKTA X PANDA HIMAS 2020 17 PERPAJAKAN 1 e. Dalam hal Wajib Pajak mencabut pengajuan keberatan, Wajib Pajak dianggap tidak mengajukan keberatan. f. Dalam hal Wajib Pajak dianggap tidak mengajukan keberatan, pajak yang masih harus dibayar dalam SKPKB atau SKPKBT yang tidak disetujui dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi menjadi utang pajak sejak tanggal penerbitan SKP. f. Ketentuan Tambahan Wajib Pajak yang mengajukan keberatan tidak dapat mengajukan permohonan: 1. pengurangan, penghapusan, dan pembatalan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan; 2. pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar; atau 3. pembatalan surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan atau verifikasi yang dilaksanakan tanpa: o penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan atau surat pemberitahuan hasil Verifikasi; atau o pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi dengan Wajib Pajak. 2. Pasal 36 Ayat 1 Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat: a. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya; b. mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar; c. mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 yang tidak benar; atau ADHIRAYAKTA X PANDA HIMAS 2020 18 PERPAJAKAN 1 d. membatalkan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa: 1. penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan; atau 2. pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak. I. Upaya Hukum ( Banding, Gugatan, dan Peninjauan Kembali) 1. Banding 1. Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan. 2. Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas paling lama 3 (tiga) bulan sejak Surat Keputusan Keberatan diterima dan dilampiri dengan salinan Surat Keputusan Keberatan tersebut. 3. Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding. 2. Gugatan i. Gugatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak. ii. Jangka waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap pelaksanaan penagihan Pajak adalah 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penagihan. Jangka waktu ini tidak mengikat apabila jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan penggugat. Perpanjangan jangka waktunya adalah 14 (empat belas) hari terhitung sejak berakhirnya keadaan diluar kekuasaan penggugat. iii. Jangka waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap Keputusan selain Gugatan adalah 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima keputusan yang digugat. Jangka waktu ini tidak mengikat apabila jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan penggugat. Perpanjangan jangka waktunya adalah 14 (empat belas) hari terhitung sejak berakhirnya keadaan diluar kekuasaan penggugat. ADHIRAYAKTA X PANDA HIMAS 2020 19 PERPAJAKAN 1 iv. Terhadap 1 (satu) pelaksanaan penagihan atau 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Gugatan Gugatan. v. Gugatan disertai dengan alasan-alasan yang jelas, mencantumkan tanggal diterima, pelaksanaan penagihan, atau Keputusan yang digugat dan dilampiri salinan dokumen yang digugat. 3. Peninjauan Kembali a. Permohonan Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak. b. Permohonan Peninjauan Kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan Pengadilan Pajak. c. Hukum Acara yang berlaku pada pemeriksaan peninjauan kembali adalah hukum acara pemeriksaan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, kecuali yang diatur secara khusus dalam UU Pengadilan Pajak. Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak Amsal 6:6 ADHIRAYAKTA X PANDA HIMAS 2020 20