Uploaded by Alia Putri

RESENSI BUKU

advertisement
RESENSI BUKU
FILSAFAT SAINS MENURUT AL-QUR’AN
Disusun Oleh :
Alia Saputri (1113091000047)
Dosen Pembimbing
Juni Dahlan, MA
JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
RESENSI BUKU
Judul Buku : Filsafat Sains Menurut Al-Qur’an
Pengarang
: Dr. Mehdi Golshani
Penerbit
: Mizan
Tahun Terbit : 2003
Tebal Buku : 23 cm / 163 halaman
ISBN
: 979-433-323-9
Buku yang berjudul Filsafat Sains Menurut Al-Qur’an ini sebenarnya adalah terjemahan
Bahasa Indonesia dari buku yang berjudul The Holy Qur’an and The Science Of Nature. Buku ini
berasal dari kumpulan materi kuliah yang disampaikan oleh penulis dimana notabene beliau adalah
seorang Guru besar Fisika Universitas Teknologi Syarif, Iran. Setelah itu, buku ini diterjemahkan
kedalam Bahasa Indonesia oleh Agus Effendi dan disunting bagian kata pengantarnya oleh Zainal
Abidin (Dosen Filsafat Universitas Gadjah Mada).
Seperti yang telah kita ketahui persoalan Islam dan sains didiskusikan terutama dalam rangka
pembicaraan tentang Islamisasi ilmu. Setiap tokoh berbagi kritik tentang sains modern, dimana secara
ringkas sains modern dianggap tidak sepenuhnya memuaskan lahir dan batin umat Islam. Islam telah
memiliki konsep yang utuh tentang langit, bumi, dan apa yang ada diantara keduanya. Termasuk
konsep manusia, alam dan ilmu atau sains. Dari persoalan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa
umat Islam saat ini menginginkan adanya pembentukan suatu sistem sains yang didasari oleh
pemikiran-pemikiran Islam.
Buku karangan Mehdi Golshani ini terdiri atas empat bab, dimana dalam setiap bab terdapat
kutipan ayat Al-Qur’an dan hadis yang diikuti oleh kesimpulan-kesimpulan penulis yang berkaitan
dengan sains. Pada bab pertama diuraikan tentang sains dan umat Islam, dimana didalamnya dibahas
tentang bagaimanan hubungan Islam dan ilmu pengetahuan, konsepsi Islam tentang ilmu, kriteria ilmu
yang berguna, hingga kemunduran sains di dunia Islam.
Pada bab ini, pembaca dapat melihat pemikiran Mehdi Golshani yang tidak setuju mengenai
konsepsi Islam tentang ilmu yang dipaparkan oleh ilmuan Islam seperti imam Al-Ghazzali dan Mulla
Muhsin Faydh Al-Khasani. Dimana Al-Ghazzali mengklasifikasikan ilmu agama dalam dua kelompok
yaitu terpuji (Mahmud) da tercela (Madzmum). Sedangkan menurut Mulla Muhsin Faydh Al-Khasani
dalam bukunya Mahajjat Al-Baydha mengatakan: “Mempelajari hukum Islam sesuai kebutuhannya
merupakan kewajiban perseorangan (fardhu ain) bagi setiap orang Islam. Lebih jauh, belajar fiqih utuk
memenuhi hajat orang banyak adalah (fardhu kifayah)”.
Dari pandangan imam Al-Ghazzali dan Al-Khasani tersebut terlihat bahwa konsepsi Islam
tentang ilmu terbagi atas dua cabang yaitu ilmu yang berkaitan dengan Fardhu Ain (Ushul, Furu’, dan
qaidah Bahasa Arab) dan yang berkaitan dengan Fardhu Kifayah (ilmu-ilmu kealaman). Menurut
Mehdi Golshani, pandangan ilmu semacam itu hanya akan melumpuhkan cabang ilmu, yang akibatnya
cabang ilmu tersebut akan terlihat terpisah dari universalisme ilmu dalam Islam itu sendiri
sebagaimana yang terdapat di dalam Al-Qur’an surat (Al-Baqarah:31),(Az-Zumar:9) dan (Al-‘Alaq:5).
Pada bab kedua dalam buku ini, dijabarkan tentang titik pentingnya ilmu-ilmu kealaman
menurut Islam. Diantaranya membahas peran sains dalam mengenal Allah SWT, peran sains dalam
menjaga stabilitas dan pengembangan masyarakat Islam.
Selain menjelaskan tentang keseimbangan ilmu agama dan sains, Mehdi Golshani juga
menekankan tulisanya mengenai kepentingan ilmu sains yang bersifat empirikal. Menurutnya terdapat
dua alasan mengapa Islam mengakui kepentingan ilmu sains. Pertama, karena sains memandu kita
untuk mengenal Tuhan melalui tanda-tanda yang ditunjukkan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an. Hal
ini terbukti dengan terdapatnya lebih dari 750 ayat-ayat suci Al-Qur’an yang menceritakan tentang
fenomena alam, dan manusia diminta untuk memikirkan fenomena-fenomena tersebut. Kedua, karena
penerapan dalam bidang sains itu sendiri dapat memajukan peradaban Islam dalam mengikuti
peradaban-peradaban mutakhir yang dibuat orang barat dan merebut kembali kejayaan Islam dari
tangan orang-orang non islam.
Di zaman sekarang negara-negara islam berada dibawah pengaruh orang kafir, umat Islam
memikul tanggung jawab besar di pundak mereka. Sebagaimana diterangkan dalam ayat dibawah ini:
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa raja yang kamu sanggupi dan kuda-kuda
yang ditambat untuk berperang”.
Sesuai dengan ayat diatas, umat Islam harus mempersiapkan diri dalam segala hal. Umat Islam
perlu mempelajari sains dan teknologi dari negara-negara maju dalam bidang tersebut. Ini bukanlah
hal yang tercela, sebagimana sabda Rasullah SAW: “Carilah ilmu walau ke negeri Cina”,“Ambilah
ilmu dari apa yang dikatakan orang-orang”. Sekarang kita berada dalam dua realitas, dimana disatu
sisi kita dapat melihat negara-negara barat telah maju dalam berbagai lapangan sains dan teknologi,
dan disisi lain kemajuan matril ini tidak memberikan kepuasan kepada orang barat. Dalam keadaan
semacam ini, kewajiban seorang muslim adalah mengisi ketimpangan-ketimpangan mereka dalam
bidang sains dan teknologi dengan cara membanggakan ajaran-ajaran Islam dan pandangan Islam yang
luhur menuju kebahagiaan yang sejati.
Pada bab ketiga, penulis memaparkan tentang dimensi keilmuan Al-Qur’an. Diantaranya
membahas: Al-Qur’an sebagai Sumber Pengetahuan Ilmiyah, Al-Qur’an sebagai Kitab Petunjuk dan
Pesan al-Qur’an bagi para ilmuan Muslim. Pandangan yang menganggap Al-Qur’an sebagai sumber
segala ilmu adalah bukan hal yang baru, banyak ulama Muslim terdahulu pun yang berpandangan
demikian. Seperti Al-Suyuthi dalam bukunya Al-ithqan fi Ulumul Al-Qur’an. Beliau berpendapat
bahwa Al-Qur’an mencakup seluruh ilmu seperti dalam hadis Rasullah :
“Rasullah bersabda : ‘Akan terjadi kejahatan-kejahatan’. Beliau ditanya, ‘Apa yang dapat
menyelamatkan kita darinya?’Beliau menjawab, ‘Kitab Allah didalamnya terdapat berita-berita
tentang apa yang terjadi sebelum kalian dan berita-berita yang akan terjadi setelah kalian.”
Selain itu, penulis juga menjelaskan bahwa terdapat masalah- masalah esensial yang perlu
diperhatikan oleh ilmuan Muslim. Diantaranya ilmuan Muslim dianjurkan untuk mengkaji seluruh
aspek alam dan menemukan misteri-misteri penciptaan, sebagaimana firman Allah SWT dalam AlQur’an surat (Al-Jasiyah : 4). Ilmuan Muslim juga harus memberikan prioritas pada penemuan alam
dengan menggunakan alat indera dan akal manusia, dengan tetap berpedoman pada Al-Qur’an sebagai
penuntun pandangan hidup yang benar.
Bab terakhir berisi sangat banyak bahasan yang kompleks. Dalam bab ini, penulis membahas
beberapa masalah mendasar epistemologis dari pandangan al-Qur’an dan dari prespektif para ilmuan
Muslim. Dalam prakata buku ini, penulis berusaha merangsang para ilmuan Muslim agar memberikan
lebih banyak waktu dan tenaga pada masalah yang amat penting ini yaitu Epistimologi.
Epistimologi membawa kita kepada makna bagaimana ilmu pengetahuan itu dibangunkan.
Walaupun dalam kacamata Al-Qur’an tujuan utama dalam memahami pengetahuan adalah untuk
mengetahui dan mendekati Tuhan, tetapi ada tujuan-tujuan tambahan tertentu. Dalam hubungannya
dengan fenomena alam, ada beberapa masalah yang ditunjukan kedalam Al-Qur’an seperti masalah
tentang asal-usul dan evolusi mahluk hidup. Fenomena alam inilah yang akan membantu dalam
meningkatkan keimanan manusia dan membawa manusia lebih dekat kepada Allah SWT.
Melalui petikan Al-Qur’an, Mehdi Golshani juga merumuskan terdapat tiga saluran untuk kita
dapat memahami alam. Yaitu melalui inderawi mata dan telinga, melaui intelek, dan melalui wahyu
(ilham). Melalui inderawi, kita dapat melakukan pemerhatian dan pendengaran terhadap fenomena
alam dengan jelas dan pasti. Melalui intelek kita menggunakan kesadaran akal manusia untuk
menggunakan ilmu yang diperoleh kepada jalan kebaikan dan keadilan. Sedangkan melalui wahyu
merupakan sumber pengetahuan utama yang diberikan oleh Allah SWT, dimana setiap manusia
memiliki tingkat wahyu (ilham) yang berbeda beda.
Buku karangan Mehdi Golshani ini secara sistematis membahas konsep Islam tentang ilmu dan
meletakannya dalam konteks sains modern. Jadi dapat dikatakan bahwa buku ini menjawab persoalan
umat Islam saat ini yaitu mengenai sistem sains yang didasari oleh pemikiran Islam. Uraian yang jelas
dan tidak dibuat-buat menjadikan pembaca nyaman dalam menelusuri setiap kata dan lembar buku ini.
Selain itu, buku ini juga mampu mengaitkan sains modern dengan sumber hukum Islam yaitu AlQuran dan sunah, sehingga mampu mempertebal keimanan bagi pembacanya.
Walaupun demikian, buku ini juga memiliki beberapa kelemahan. Diantaranya dalam buku ini
tidak disertakan ilustrasi akan masalah yang dibahas. Dimana pada masalah tersebut, seharusnya
menonjolkan pendapat beliau yang memang menandakan orisinalitas ide. Selain itu, dalam buku ini
juga tidak dibahas perjalanan sains Islam dari masa ke masa, sehingga pembaca sedikit mengalami
kesulitan dalam memaknai kisah-kisah yang dikutip penulis dari ulama-ulama terdahulu. Tetapi
terlepas dari itu semua, secara keseluruhan buku karya Mehdi Golshani ini sangat menarik dan
bermanfaat bagi pembacanya.
Download