PENDIDIKAN PANCASILA TERORISME MENGANCAM PANCASILA Oleh: ARIF FAKHRUDIN NIM. 1905076007 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA DAN DAERAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA 2019 KATA PENGANTAR Alhamdulillah segala puji bagi Allah Subhanahu Wata’ala yang telah memberikan rahmat, karunia serta kesempatan dan kesehatan sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini, dengan judul “Terorisme Mengancam Pancasila” dalam waktu yang telah ditentukan. Pancasila menjadi sebuah landasan dalam penentuan prinsip dan pandangan hidup. Namun dewasa ini semakin banyak penyimpangan nilai-nilai Pancasila berdasarkan butir-butir yang terkandung di dalamnya. Namun nilai tersebut serasa hilang jika dibandingkan dengan kehidupan bangsa pada zaman ini. Tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu sebagai salah satu tugas dalam mata kuliah Pendidikan Pancasila. Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca demi tercapainya kesempurnaan makalah ini. Saya berharap semoga Makalah ini dapat bermanfaat untuk berbagai pihak dan perkembangan di Indonesia, khususnya dalam kehidupan sosial. Samarinda, 12 November 2019 ARIF FAKHRUDIN 1905076007 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pancasila merupakan rumusan dan pandangan kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia. Pancasila juga merupakan pemersatu dari semua keberagaman masyarakat, budaya, suku dan ras yang ada di Indonesia. Seiring dengan berjalannya waktu pancasila terus mendapatkan tantangan dan ancaman yang dapat membuat keretakan terhadap integrasi bangsa Indonesia dan berkurangnya penerapan nilai-nilai pancasila itu sendiri di kehidupan modern ini. Dewasa ini peran pancasila sangat penting untuk tetap menjaga eksistensi kepribadian bangsa Indonesia, karena dengan seiring meluasnya pemahaman dan kebudayaan asing yang sangat mudah masuk ke ranah masyarakat menjadikan masyarakat Indonesia dituntut untuk dapat menyaring segala sesuatu informasi yang masuk. Khususnya terhadap kasus-kasus yang dapat memecah belah persatuan Indonesia. Salah satu kasus dari dulu hingga sekarang masih saja terjadi saat ini adalah terorisme yang dapat memecah belah persatuan bangsa dan bahkan dapat memakan korban jiwa. Sebagai masyarakat Indonesia yang mempunyai ideologi dan agama kita harusnya bisa mencegah hal ini terjadi. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apa saja pernanan pancasila saat ini? 2. Bagaimana cara mengatipasi kasus terorisme yang kian terjadi? C. Tujuan Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas maka tujuan yang akan dicapai adalah: 1. Untuk mengetahui pernanan Pancasila saat ini. 2. Untuk mengetahui cara mengatisipasi terorisme yang sedang terjadi. BAB II PEMBAHASAN A. Pancasila sebagai Dasar Negara Pancasila sebagai dasar negara harus menjadi jiwa yang menginspirasi seluruh pengaturan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Nilai-nilai Pancasila baik sebagai ideologi dan dasar negara sampai hari ini tetap kokoh menjadi landasan dalam bernegara. Pancasila juga tetap tercantum dalam konstitusi negara kita meskipun beberapa kali mengalami pergantian dan perubahan konstitusi. Ini menunjukkan bahwa Pancasila merupakan konsensus nasional dan dapat diterima oleh semua kelompok masyarakat Indonesia. Pancasila terbukti mampu memberi kekuatan kepada bangsa Indonesia, sehingga perlu dimaknai, direnungkan, dan diingat oleh seluruh komponen bangsa. B. Pengertian Terorisme Pemetintah Indonesia mendefinisikan Terorisme sebagai perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, menimbulkan korban yang bersifat massal, atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik atau fasilitas internasional. Terorisme muncul pada akhir abad 19 dan menjelang terjadinya Perang Dunia-I, Terorisme terjadi hampir di seluruh belahan dunia. Pada pertengahan abad ke-19, Terorisme mulai banyak dilakukan di Eropa Barat, Rusia dan Amerika. Mereka percaya bahwa Terorisme adalah cara efektif untuk melakukan revolusi politik maupun sosial, dengan cara membunuh orang-orang yang berpengaruh. C. Radikalisme Melahirkan Terorisme Terorisme bukan persoalan siapa pelaku, kelompok dan jaringannya. Namun, lebih dari itu terorisme merupakan tindakan yang memiliki akar keyakinan, doktrin dan ideologi yang dapat menyerang kesadaran masyarakat. Tumbuh suburnya terorisme tergantung di lahan mana ia tumbuh dan berkembang. Jika ia hidup di tanah gersang, maka terorisme sulit menemukan tempat, sebaliknya jika ia hidup di tanah yang subur maka ia akan cepat berkembang. Tanah subur tersebut menurut Hendropriyono adalah masyakarat yang dicemari oleh paham fundamentalisme ekstrim atau radikalisme keagamaan. Radikalisme merupakan embrio lahirnya terorisme. Radikalisme merupakan suatu sikap yang mendambakan perubahan secara total dan bersifat revolusioner dengan menjungkir balikkan nilai-nilai yang ada secara drastis lewat kekerasan (violence) dan aksi-aksi yang ekstrim. Ada beberapa ciri yang bisa dikenali dari sikap dan paham radikal, yaitu: 1) Intoleran yaitu tidak mau menghargai pendapat dan keyakinan orang lain, 2) Fanatik yaitu selalu merasa benar sendiri; menganggap orang lain salah, 3) Eksklusif yaitu membedakan diri dari umat Islam pada umumnya) dan 4) Revolusioner yaitu cenderung menggunakan cara-cara kekerasan untuk mencapai tujuan. Memiliki sikap dan pemahaman radikal saja tidak menjadikan seseorang terjerumus dalam paham dan aksi terorisme. Ada pula faktor lain yang memotivasi seseorang bergabung dalam jaringan teroris. Motivasi tersebut disebabkan oleh beberapa factor yaitu antara lain: 1. Faktor domestik, yakni kondisi dalam negeri yang semisal kemiskinan, ketidakadilan atau merasa kecewa dengan pemerintah. 2. faktor internasional, yakni pengaruh lingkungan luar negeri yang memberikan daya dorong tumbuhnya sentimen keagamaan seperti ketidakadilan global, politik luar negeri yang arogan, dan imperialisme modern negara adidaya. 3. faktor budaya yang sangat terkait dengan pemahaman keagamaan yang dangkal dan penafsiran kitab suci yang sempit dan leksikal (harfiyah). Sikap dan pemahaman yang radikal dan dimotivasi oleh berbagai faktor di atas seringkali menjadikan seseorang memilih untuk bergabung dalam aksi dan jaringan terorisme. D. Terorisme Mengatasnamakan Agama Munculnya kasus-kasus kekerasan dan terorisme mengatasnamakan agama tersebut dilatar belakangi oleh fenomena fanatisme keagamaan yang sempit sebagai dampak dari meluasnya gerakan radikalisme Islam. Zunly Nadia mengungkapkan bahwa radikalisme Islam dinisbatkan sebagai gerakan yang berpandangan kolot dan sering menggunakan kekerasan dalam mengajarkan serta mempertahankan keyakinan mereka. Pada akhirnya Islam yang tadinya merupakan agama yang damai bagi semesta alam menjadi agama yang terkesan “kejam”, simpatisan gerakan radikal Islam pun terkesan sangar dan beringas di mata khalayak umum. Sungguh sangat disayangkan, masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam yang terkenal ramah di mata dunia, kini telah menjadi masyarakat muslim Indonesia yang kejaam, dan mudah menebar kebencian. E. Strategi Menghadapi Paham Radikalisme dan Terorisme Di masa Orde Lama kebijakan dan strategi penanggulangan terorisme dilaksanakan dengan pendekatan keamanan melalui operasi militer dengan basis UU Subversif. Hampir sama dengan Orde Lama, penanggulangan terorisme pada masa Orde Baru juga mendasarkan pada UU Subversif dengan penekanan lebih pada operasi intelijen. Pada era reformasi, demokratisasi, kebebasan dan perspektif HAM di berbagai sektor telah turut mempengaruhi kebijakan dan strategi penanggulangan terorisme yang lebih mengedepankan aspek penegakan hukum misalnya lahirnya UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme setelah tragedi Bom Bali I Tahun 2002 di Legian Bali. Pada perkembangan selanjutnya pada tahun 2010 pemerintah mengeluarkan Perpres No. 46 Tahun 2010 tentang pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang pada tahun 2012 diubah dengan Perpres No. 12 Tahun 2012. Pembentukan BNPT merupakan kebijakan negara dalam melakukan terorisme di Indonesia sebagai pengembangan dari Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme (DKPT) yang dibuat pada tahun 2002. Dalam kebijakan nasional BNPT merupakan leading sector yang berwenang untuk menyusun dan membuat kebijakan dan strategi serta menjadi koordinator dalam bidang penanggulangan terorisme. Dipimpin oleh seorang kepala, BNPT mempunyai tiga kebijakan bidang pencegahan perlindungan dan deradikalisasi, bidang penindakan dan pembinaan kemampuan dan bidang kerjasama internasional. Dalam menjalankan kebijakan dan strateginya, BNPT menjalankan pendekatan holistik dari hulu ke hilir. Penyelesaian terorisme tidak hanya selesai dengan penegakan dan penindakan hukum (hard power) tetapi yang paling penting menyentuh hulu persoalan dengan upaya pencegahan (soft power). Dalam bidang pencegahan, BNPT menggunakan dua strategi yaitu: 1) Kontra radikalisasi yakni upaya penanaman nilai-nilai ke-Indonesiaan serta nilai-nilai non-kekerasan. Dalam prosesnya strategi ini dilakukan melalui pendidikan baik formal maupun non formal. Kontra radikalisasi lebih diarahkan masyarakat umum melalui kerjasama dengan tokoh agama, tokoh pendidikan, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh pemuda dan stakeholder lain dalam memberikan nilai-nilai kebangsaan. 2) Deradikalisasi. Bidang deradikalisasi ditujukan pada kelompok simpatisan, pendukung, inti dan militan yang dilakukan baik di dalam maupun di luar lapas. Tujuan dari deradikalisasi adalah agar kelompok inti, militan simpatisan dan pendukung meninggalkan cara-cara kekerasan dan teror dalam memperjuangkan misinya serta memoderasi paham-paham radikal mereka sejalan dengan semangat kelompok Islam moderat dan cocok dengan misi-misi kebangsaan yang memperkuat NKRI. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian di atas saya dapat menyimpulkan bahwa aksi terorisme merupakan tindak kejahatan yang dilakukan oleh individu maupun organisasi yang mempunyai akar dan jaringan yang luas, dan tidak hanya bisa ditelusuri dengan pendekatan kelembagaan penegak hukum semata. Keterlibatan kelompok masyarakat terutama lingkungan institusi pendidikan, paranata keluarga, dan lingkungan masyarakat serta generasi muda itu sendiri dalam mencegah aksi terorisme menjadi sangat penting. Oleh karena itu diperlukan keterlibatan seluruh unsur masyarakat dalam mencegah aksi terorisme, demi kelangsungan hidup bangsa dan negara tercinta yang damai, adil dan sejahtera. B. Saran Masalah terorisme harus ditindak lanjuti dari berbagai pandangan disiplin ilmu dan buka hanya dari satu pandangan saja. Masyarakat dan pemerintah dituntut untuk memberikan keterlibatannya mengatasi ancaman terorisme yang saat saat ini kian semakin marak. Masyrakat dan pemerintah harus sadar bahwa terorisme bukan semata beban TNI atau polisi, akan tetapi ini merupakan tangguung jawab dan kepentingan bersama. DAFTAR PUSTAKA Terorisme, B. N. P. (2016). Strategi Menghadapi Paham Radikalisme Terorisme–ISIS. Jakarta: Belmawa. Kasjim, K. (2008). Terorisme dan jihad dalam perspektif hukum Islam (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar). Kusumah, M. W. (2002). Terorisme dalam perspektif politik dan hukum. Indonesian Journal of Criminology. Wiyani, N. A. (2013). Pendidikan agama Islam berbasis anti terorisme di SMA. Jurnal Pendidikan Islam, 2(1), 65-83. Fair, C. C., & Shepherd, B. (2006). Who supports terrorism? Evidence from fourteen Muslim countries. Coastal Management, 29(1), 51-74.