Uploaded by Khusnul Hayati Osnawanto 1810247038

MAKALAH CG 2

advertisement
CORPORATE GOVERNANCE
“PROTECTION OF SHAREHOLDERS RIGHTS
CASE STUDY : ASSESSMENT ON PRACTICE OF OECD PRINCIPLE”
Dosen Pembimbing: Dr. H. Ruhul Fitrios, SE, M.Si.,Ak,CA
OLEH :
1. KHUSNUL HAYATI
2. VIVI RIZKIANA
3. YUSMA
1810247038
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur marilah kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat rahmat dan karuniaNya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Tema daripada makalah
kali ini adalah “Protection of Shareholders Rights”.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas didalam mata kuliah Corporate
Governance yang mana materi didalam makalah ini digunakan sebagai acuan presentasi yang
dilakukan pada hari yang bersangkutan.
Dalam penyusunan makalah ini, kami merasa masih ada beberapa kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi. Untuk itu bagi dosen pembimbing kami minta kritik dan
saran agar untuk berikutnya kami dapat memperbaiki pembuatan makalah ini di masa yang
akan datang.
Besar harapan kami makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya
mahasiswa “Fakultas Ekonomi”.
Pekanbaru, Maret 2020
Salam
Penulis
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .................................................................................................................2
Daftar Isi ..........................................................................................................................3
Bab I
Bab II
Pendahuluan ....................................................................................................4
1.1
Latar Belakang ......................................................................................4
1.2
Rumusan Masalah ..................................................................................5
1.3
Tujuan Penulisan ....................................................................................5
Landasan Teori ................................................................................................7
2.1
Prinsip II OECD : Hak Pemegang Saham dan Fungsi Kepemilikan
Saham utama ..........................................................................................
2.2
KNKG : Pemegang Saham .....................................................................
Bab III
Aplikasi PSAK Instrumen Keuangan di Bank BCA .......................................88
Bab IV
Penutup ............................................................................................................96
4.1
Kesimpulan .............................................................................................96
Daftar Pustaka . ................................................................................................................
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Berbagai peristiwa yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir telah menjadikan
Corporate Governance menjadi isu penting di kalangan para eksekutif bisnis, para konsultan
korporasi, regulator dan akademisi di seluruh dunia. Kita semua pasti masih mengingat kasus
yang terjadi pada Goldman Sachs, Bear Stren, Lehman Brothers, Merril Lynch, Morgan
Stanley. Kelima perusahaan tersebut merupakan lima besar Bank Investasi di Amerika Serikat.
Apa yang telah terjadi adalah setengah dari mereka sudah bangkrut dan di Negara kita
Indonesia, tidak luput dari kejadian serupa. Ada banyak perusahaan efek yang di cabut izin nya
oleh pengawas pasar modal antara lain seperti Antaboga Sekuritas dan Sari Jaya Permana
( Daniri dan Angela, 2009).
Corporate Governance menjadi salah satu isu paling penting pasca krisis yang terjadi
pada tahun 2008 lalu bagi para pelaku usaha di Indonesia. Sentralisasi isu di latarbelakangi
beberapa permasalahan terkait trend industry pasar modal, pasar audit, korporasi, tuntutan
akan independensi dan transparansi serta krisis finansial asia. Akan tetapi, industry pada pasar
modal juga telah memunculkan banyak permasalahan mendasar. Sesuai dengan fungsi nya,
pasar modal mengubah nilai dari suatu perusahaan menjadi lebih financial. Dengan sejumlah
alasan, nilai finansial dari perusahaan terbuka dapat di citrakan diatasnya, atau sebaliknya
terjerumus ke bawah, nilai ekonomi yang sesungguh nya. Hal ini tmelahirkan tuntutan agar
perusahaan tersebut dikelola dengan baik, bagi kesehjateraan pihak-pihak berkepentingan (
stakeholderss) serta terlindunginya hak-hak para pemegang saham baik mayoritas maupun
minoritas.
Dalam makalah ini kami akan membahasa bagaimana perlindungan hak-hak para
pemegang saham.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa itu Pemegang Saham ?
2. Bagaimana Klasifikasi Pemegang Saham ?
3. Bagaimana Prinsip Perlindungan bagi Pemegang Saham menurut OECD?
4. Apa saja hak-hak pemegang saham minoritas ?
4
5. Bagaimana perlindungan terhadap pemegang saham minortitas ?
1.3
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui apa itu Pemegang Saham.
2. Untuk mengetahui bagaimana Klasifikasi Pemegang Saham.
3. Untuk mengetahui bagaimana prinsip perlindungan terhadap pemegang saham menurut
OECD.
4. Untuk mengetahui apa saja hak-hak pemegang saham minoritas.
5. Untuk mengetahui bagaimana perlindungan terhadap pemegang saham minoritas.
5
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Pemegang Saham
Menurut Prof. Dr. Sukmawati Sukamulja pemegang saham (Shareholders) adalah
individu maupun kelompok yang terlibat dalam optimalisasi kekayaan perusahaan
(maximize company’s wealth), baik itu manajemen maupun para pemegang saham.
Sedangkan menurut Bussiness Dictionary, pemegang saham adalah individu, kelompok,
ataupun organisasi yang memegang satu atau lebih lembar saham di suatu perusahaa, dan
yang namanya tercantum di sertifikat lembar saham.
Menurut Cambrigde Dictionary, pemegang saham adalah orang yang memiliki saham
di suatu perusahaan dan oleh karenanya mendapatkan bagian dari keuntungan perusahaan
dan hak untuk memberikan suara (pendapat) terhadap cara perusahaan tersebut
dikendalikan.
Sebagaimana telah di uraikan diatas, maka dapat kami simpulkan bahwa yang
dimaksud dengan pemegang saham adalah pihak-pihak yang memasukkan modalnya
kedalam suatu perusahaan dalam bentuk pembelian saham dari perusahaan tersebut. Pihak
tersebut dapat berupa individu ataupun badan hukum.
2.2 Klasifikasi Pemegang Saham
Secara garis besar, pemegang saham dapat diklasifikasikan berdasarkan jumlah saham
yang dimilikinya dalam suatu perusahaan, yaitu :
1. Pemegang Saham Mayoritas
Pemegang saham mayoritas adalah pihak-pihak yang memiliki saham suatu perusahaan
dalam jumlah yang besar. Pemegang saham mayoritas pada umumnya juga memiliki
kedudukan dalam organ perusahaan tersebut baik sebagai anggota direksi maupun
sebagai komisaris. Dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), pemegang saham
mayoritas memiliki hak suara yang sama dengan kelompok pemegang saham lainnya.
Namun seringkali yang terjadi adalah bahwa suara ataupun pendapat yang dikeluarkan
oleh pemegang saham mayorits lebih diutamakan dibandingkan pendapat dari
kelompok pemegang saham lainnya.
2. Pemegang Saham Minoritas
6
Pemegang saham minoritas adalah pihak-pihak yang memiliki saham dalam suatu
perusahaan dalam jumlah terbatas dan sedikit. Pada umumnya pemegang saham
minoritas tidak memiliki kedudukan dalam suatu perusahaan baik sebagai direksi
ataupun komisaris. Pemegang saham minoritas hanya memiliki tanggungjawab
sebanyak modal yang disetorkan kedalam perusahaan dan memperoleh dividen sebesar
saham yang disetorkan ke dalam perusahaan. Pemegang saham minoritas tidak turut
serta dalam pengelolaan perusahaan secara langsung. Akan tetap, pemegang saham
minoritas dapat meminta diadakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa
(RUPSLB), apabila merasa kebijakan yang dilakukan oleh direksi ataupun komisaris
dapat merugikan perusahaan.
Selain hal diatas, pemegang saham juga diklasifikasikan berdasarkan
kewarganegaraan dari pemegang saham, yaitu
1. Pemegang Saham dalam Negeri
Pemegang saham dalam negeri adalah pihak-pihak yang berkewarganegaraan
Indonesia yang memiliki saham dalam suatu perusahaan yang berada dalam wilaya
Negara Indonesia. Pemegang saham dalam negeri dapat menginvestasikan modalnya
kedalam perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia dan juga dapat menguasai
mayoritas saham-saham yang ada dalam suatu perusahaan di Indonesia.
2. Pemegang Saham Asing
Merupakan pihak-pihak yang bukan warga Negara Indonesia yang memiliki saham
dalam suatu perusahaan di wilayah Indonesia. Pemegang saham asing dapat
menginvestasikan modalnya hampir keseluruh perusahaan yang ada di Indonesia akan
tetapi untuk perusahaan yang menyangkut hajat hidup bersama tidak dapat dimiliki oleh
pemegang saham asing, seperti PLN, PAM, dll.
2.3
Prinsip II OECD : Hak Pemegang Saham dan Fungsi Kepemilikan Saham utama
a. Hak-hak dasar pemegang saham termasuk hak untuk:
1) Metode pendaftaran kepemilikan yang aman
2) Mengalihkan atau memindahkan saham
3) Mendapatkan informasi yang relevan dan material tentang korporasi secara tepat
waktu dan teratur
4) Berpartisipasi dan memberikan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS)
7
5) Mengangkat dan memberhentikan Direksi dan Dewan Komisaris
6) Mendapatkan bagian dalam keuntungan perusahaan
b. Pemegang saham memiliki hak untuk berpartisipasi dan mendapatkan informasi yang
cukup dalam pengambilan keputusan penting perusahaan, seperti :
1) Perubahan anggaran dasar perusahaan atau akte pendirian atau dokumen-dokumen
tentang pengelolaan perusahaan lainnya
2) Otorisasi penambahan atau penerbitan saham baru
3) Transaksi luar biasa (extraordinary transaction), termasuk pengalihan sebagian
atau hampir seluruh aset yang berdampak pada penjualan perusahaan.
c. Pemegang saham memiliki kesempatan untuk berpartisipasi secara efektif dan
memberikan suara dalam RUPS serta diberikan informasi mengenai peraturanperaturan termasuk prosedur penyampaian hak suara. Hal ini meliputi :
1) Pemegang saham diberikan informasi yang memadai dan tepat waktu terkait
tanggal, lokasi, dan agenda RUPS, termasuk masalah-masalah yang akan
diputuskan dalam rapat
2) Pemegang saham memiliki kesempatan untuk bertanya kepada dewan, termasuk
pertanyaan berkaitan dengan audit eksternal tahunan, mengusulkan butir-butir
agenda rapat, dan mengajukan pemecahannya dalam batas-batas yang wajar.
3) Pemberian fasilitas kepada pemegang saham untuk berpartisipasi efektif dalam
keputusan-keputusan pokok corporate governance, termasuk mengusulkan dan
memilih calon anggota pengurus. Selain itu, kewajaran atas komponen penggajian
atau kompensasi bagi anggota pengurus dan karyawan harus didasarkan pada
persetujuan pemegang saham.
4) Pemegang saham harus dapat memberikan hak suara secara langsung atau in
absentia (tidak hadir secara langsung), dan hasil yang sama harus diberikan kepada
mereka yang memberikan hak suaranya, baik yang secara langsung atau in
absentia.(tidak hadir secara langsung).
d. Struktur dan komposisi modal yang memungkinkan pemegang saham tertentu untuk
mendapatkan tingkat pengendalian yang tidak proporsional dengan kepemilikan ekuitas
mereka harus diungkapkan.
8
e. Pasar untuk pengendalian perusahaan berfungsi secara efisien dan transparan.
1) Peraturan dan prosedur yang mengatur akuisisi perusahaan di pasar modal, dan
transaksi yang luar biasa, seperti merger dan penjualan aset perusahaan dalam
jumlah yang substansial, harus diatur secara jelas dan diungkapkan sehingga
investor mengetahui hak-hak dan pilihan-pilihannya. Transaksi harus terjadi pada
harga transparan dan dalam kondisi yang adil yang melindungi hak-hak semua
pemegang saham sesuai dengan klasifikasinya.
2) Perangkat anti-take-over tidak boleh digunakan untuk melindungi manajemen dan
dewan direksi dari akuntabilitas.
f. Pelaksanaan hak-hak atas kepemilikan oleh seluruh pemegang saham, termasuk
investor institusi, harus difasilitasi. Hal-hal yang diatur adalah :
1) Investor
instutional
yang
bertindak
dalam
kapasitas
fiduciary
harus
mengungkapkan keseluruhan tata kelola perusahaan dan kebijakan pemungutan
suara berkaitan dengan investasinya, termasuk tata cara yang telah ditetapkan
untuk memutuskan penggunaan hak suara mereka.
2) Investor
Institutional
yang
bertindak
dalam
kapasitas
fiduciary
harus
mengungkapkan bagaimana mereka menangani conflict of interest (konflik
kepentingan) yang material yang mungkin mempengaruhi pelaksanaan hak-hak
pemilik utama berkaitan dengan investasinya.
g. Pemegang saham, termasuk pemegang saham institusional, harus diperbolehkan untuk
saling berkonsultasi tentang masalah-masalah berkenaan dengan hak-hak dasar
pemegang saham sebagaimana didefinisikan dalam prinsip-prinsip tersebut di atas,
dapat dikecualikan untuk mencegah penyalahgunaan.
2.4
KNKG : Pemegang Saham
Prinsip Dasar
Pemegang saham sebagai pemilik modal, memiliki hak dan tanggung jawab atas perusahaan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar perusahaan. Dalam
melaksanakan hak dan tanggung jawabnya, perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Pemegang saham harus menyadari bahwa dalam melaksanakan hak dan tanggung
jawabnya harus memperhatikan juga kelangsungan hidup perusahaan.
9
2. Perusahaan harus menjamin dapat terpenuhinya hak dan tanggung jawab pemegang
saham atas dasar asas kewajaran dan kesetaraan (fairness) sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan anggaran dasar perusahaan.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
1. Hak dan Tanggungjawab Pemegang Saham
1.1. Hak pemegang saham harus dilindungi dan dapat dilaksanakan sesuai peraturan
perundang-undangan dan anggaran dasar perusahaan. Hak pemegang saham tersebut
pada dasarnya meliputi:
a. Hak untuk menghadiri, menyampaikan pendapat, dan memberikan suara dalam
RUPS berdasarkan ketentuan satu saham memberi hak kepada pemegangnya
untuk mengeluarkan satu suara;
b. Hak untuk memperoleh informasi mengenai perusahaan secara tepat waktu,
benar dan teratur, kecuali hal-hal yang bersifat rahasia, sehingga memungkinkan
pemegang saham membuat keputusan mengenai investasinya dalam perusahaan
berdasarkan informasi yang akurat;
c. Hak untuk menerima bagian dari keuntungan perusahaan yang diperuntukkan
bagi pemegang saham dalam bentuk dividen dan pembagian keuntungan
lainnya, sebanding dengan jumlah saham yang dimilikinya;
d. Hak untuk memperoleh penjelasan lengkap dan informasi yang akurat mengenai
prosedur yang harus dipenuhi berkenaan dengan penyelenggaraan RUPS agar
pemegang saham dapat berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, termasuk
keputusan mengenai hal-hal yang mempengaruhi eksistensi perusahaan dan hak
pemegang saham;
e. Dalam hal terdapat lebih dari satu jenis dan klasifikasi saham dalam perusahaan,
maka: (i) setiap pemegang saham berhak mengeluarkan suara sesuai dengan
jenis, klasifikasi dan jumlah saham yang dimiliki; dan (ii) setiap pemegang
saham berhak untuk diperlakukan setara berdasarkan jenis dan klasifikasi saham
yang dimilikinya.
1.2. Pemegang saham harus menyadari tanggung jawabnya sebagai pemilik modal dengan
memperhatikan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar perusahaan.
Tanggung jawab pemegang saham tersebut pada dasarnya meliputi:
a. Pemegang saham pengendali harus dapat: (i) memperhatikan kepentingan
pemegang saham minoritas dan pemangku kepentingan lainnya sesuai peraturan
10
perundang-undangan; dan (ii) mengungkapkan kepada instansi penegak hukum
tentang pemegang saham pengendali yang sebenarnya (ultimate shareholders)
dalam hal terdapat dugaan terjadinya pelanggaran terhadap peraturan
perundang-undangan, atau dalam hal diminta oleh otoritas terkait;
b. Pemegang saham minoritas bertanggung jawab untuk menggunakan haknya
dengan baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar;
c. Pemegang saham harus dapat: (i) memisahkan kepemilikan harta perusahaan
dengan kepemilikan harta pribadi; dan (ii) memisahkan fungsinya sebagai
pemegang saham dengan fungsinya sebagai anggota Dewan Komisaris atau
Direksi dalam hal pemegang saham menjabat pada salah satu dari kedua organ
tersebut;
d. Dalam hal pemegang saham menjadi pemegang saham pengendali pada
beberapa perusahaan, perlu diupayakan agar akuntabilitas dan hubungan antarperusahaan dapat dilakukan secara jelas.
2. Tanggungjawab Perusahaan terhadap Hak dan Kewajiban Pemegang Saham
2.1 Perusahaan harus melindungi hak pemegang saham sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan anggaran dasar perusahaan.
2.2 Perusahaan harus menyelenggarakan daftar pemegang saham secara tertib sesuai
dengan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar.
2.3 Perusahaan harus menyediakan informasi mengenai perusahaan secara tepat waktu,
benar dan teratur bagi pemegang saham, kecuali hal-hal yang bersifat rahasia.
2.4 Perusahaan tidak boleh memihak pada pemegang saham tertentu dengan memberikan
informasi yang tidak diungkapkan kepada pemegang saham lainnya. Informasi harus
diberikan kepada semua pemegang saham tanpa menghiraukan jenis dan klasifikasi
saham yang dimilikinya.
2.5 Perusahaan harus dapat memberikan penjelasan lengkap dan informasi yang akurat
mengenai penyelenggaraan RUPS.
2.5 Hak Pemegang Saham Minoritas
Seperti yang dijelaskan diatas, hak-hak dasar dari pemegang saham yang harus
dilindungi karena kedudukan pemegang saham minoritas tak lain juga adalah pemegang saham
pada umumnya. Hak-hak dasar dari pemegang saham yang harus dilindungi dikelompokkan
menjadi 2 (dua) golongan yaitu :
11
a) Hak-hak yang berkaitan dengan kepemilikan perusahaan;
b) Hak-hak yang diciptakan sebagai konsekuensi pemisahan fungsi pemegang saham dan
dewan pegurus atau board of directors serta manajemen perusahaan. Hak yang kedua
lazim disebut hak ikut mengambil keputusan penting.
Atas saham yang dimiliki pemegang saham, maka saham tersebut memberikan secara
prorata kepada pemegang saham ikut memiliki perseroan. Hak-hak yang dimiliki pemegang
saham berkaitan dengan kepemilikan perseroan, yakni :
a) Menghadiri RUPS dan secara Prorata ikut melakukan pemungutan suara;
b) Hak untuk menerima pembagian keuntungan; dan
Kedua hal tersebut diatur dalam pasal 52 ayat 1 UUPT yang menyatakan bahwa :
1. Saham memberikan hak kepada pemiliknya untuk :
a. Menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS;
b. Menerima pembayaran dividend an sisa kekayaan likuiditas;
c. Menjalankan hak lainnya berdasarkan undang-undang
c) Hak untuk memperoleh laporan tentang kondisi dan perkembangan usaha dan keuangan
perseroan secara teratur dan akurat dan diungkapkan secara benar dan tepat waktu
sebagaimana diatur dalam pasal 66 ayat 1 UUPT.
Sedangkan hak pemegang saham karena konsekuensi pemisahaan antara pemilikan dan
control perseroan yang lazim disebut hak ikut memutuskan hal-hal penting antara lain dalam
hal :
a. Merger dan akuisisi;
b. Penjualan dan pembelian harga tetap perseroan sebagaimana diatur dalam pasal 102
ayat 1 UUPT.
*COBA CARI TAMBAHANNYA YA VI*
2.6 Perlindungan terhadap Hak-Hak Pemegang Saham Minoritas
Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham minoritas berasal dari Negara yang
menganut system common law, yang kemudian diadopsi oleh UUPT antara lain :
a. Perlindungan hukum menurut hak perorangan (personal right)
12
Persona right merupakan hak perseorangan yang dimiliki pemegang saham sebagai
subjek hukum untuk menggugat kelalaian maupun kesalahan direksi dan dewan
komisaris sehingga merugikan pemegang saham. Hal ini diatur dalam pasal 61 ayat 1
dan 2 UUPT. Dalam pasal tersebut ditegaskan pemegang saham minoritas dapat
menolak tindakan atau kebijakan perusahaan apabila dirugikan karena tindakan
perseroan dianggap kurang adil dan tanpa alasan yang wajar. Sebagai tindak lanjut dari
penggunaan hak perseorangan maka pemegang saham minoritas dapat meminta
perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga wajar. Apabila perseroan tidak dapat
membeli sahammnya, maka pemegang saham minoritas tersebut dapat menggugat
perseroan meminta ganti rugi.
b. Perlindungan hukum melalui Appraisal Right
Merupakan hak pemegang saham agar sahamnya dinilai secara wajar dalam hal
pemegang saham tidak menyetujui tindakan perseroan. Hak ini digunakan pemegang
saham pada saat meminta kepada perseroan agar sahamnya dinilai dan dibeli dengan
harga wajar, karena pemegang saham tersebut tidak menyetuji tindakan perseroan yang
dapat merugikannya atau merugikan perseroan itu sendiri, dalam pasal 62 ayat 1 dan 2
UUPT dijelaskan seperti, adanya perubahan anggaran dasar, pengalihan atau
peminjaman kekayaan perseroan yang mempunyai nilai lebih dari 50% kekayaan bersih
perseroan, serta penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan.
c. Perlindungan hukum melalui pre-emptive right
Adalah kewajiban dari perseroan terbatas untuk menawarkan terlebih dahulu kepada
seluruh pemegang saham yang ada dalam perseroan terbatas, dalam setiap penerbitan
saham baru perseroan terbatas dengan tujuan peningkatan modal perseroan terbatas,
hak untuk mengambil bagian saham baru tersebut besarnya harus sama dan seimbang
dengan bagian kepemilikan saham masing-masing pemegang saham dalam perseroan
terbatas.
d. Perlindungan hukum melalui Derivative Right
e. Perlindungan hukum melalui hak angket
Selain perlindungan yang diberikan diatas, pemegang saham minoritas juga
mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan dari direksi yang melakukan pengurusan
didalam perseroan. Pengurusan wajib dilaksanakan dengan itikad baik dan penuh
tanggungjawab (Yahya Harahap, Hal. 374)
13
*COBAA TAMBAH YA VII*
14
BAB III
KASUS
ANALISIS KASUS PT. SUMALINDO LESTARI JAYA, Tbk
3.1.
Profil Perusahaan
PT. Sumalindo Lestari Jaya, Tbk adalah perusahaan kayu di Kalimantan Timur berdiri
sejak tanggal 14 April 1880 dan memiliki empat anak perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Jakarta (BEJ) sejak 21 Maret 1994. Sejak mulai awal dibentuk, PT SLJ mengkhususkan diri
di bidang kehutanan dan industri perkayuan dengan mengelola 1 areal seluas 132.000 ha dan
pabrik kayu lapis dengan kapasitas produksi 66.000 m3/tahun. Pada Tahun 1985 PT.
Sumalindo Lestari Jaya melakukan penggabungan usaha dengan 4 (empat) Perseroan
perkayuan yakni PT. Rimba Nusantara, PT. Emporium Lumber, PT. Rimba Lapis Permai dan
PT. Gonpu Indonesia Limited. Melalui penggabungan usaha tersebut PT. Sumalindo Lestari
Jaya mendapat tambahan areal hutan alam seluas 150.000 ha dan kapasitas produksi kayu lapis
dan kayu lapis olahan menjadi 120.000m3/tahun. PT. Sumalindo Lestari Jaya kian berkembang
hingga pada Tahun 1994 dan resmi menjadi Perseroan terbuka (Go Publik) melalui Penawaran
Umum 25.000.000 saham biasa atas nama kepada masyarakat dan mencatatkan seluruh saham
yang telah dikeluarkan di Bursa Efek Jakarta (BEJ).
Dana yang dihasilkan dari penawaran umum ini membiayai investasi pembangunan
industri MDF dengan kapasitas produksi 100.000/m3 pertahun serta untuk membiayai
pengembangan hutan tanaman PT. Sumalindo Lestari Jaya, Tbk dan anak perusahaan. Pada
tahun 1998 PT. Sumalindo Lestari Jaya, Tbk melakukan Penawaran Umum Terbatas I dalam
rangka Penerbitan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (Right Issue I) dengan menawarkan
343.750.000 saham. Dana yang dihasilkan untuk mengakuisisi seluruh saham yang
ditempatkan dan disetor di PT. Suryaraya Wahana (PT. SRW). PT.SRW adalah Perseroan yang
memiliki investasi di bidang industri MDF (MDF Line II) berkapasitas 100.000/m3 dengan
spesifikasi produk berukuran tipis, industri perekat, memiliki ijin industri pulp and paper serta
pengembangan hutan tanaman. Pada tahun yang sama, usaha PT.SRW tersebut digabungkan
ke dalam PT. Sumalindo Lestari Jaya, Tbk.
Pada tahun 2002, PT. Astra International Tbk selaku pemegang saham mayoritas PT.
Sumalindo Lestari Jaya, Tbk sebesar 75% menjual seluruh kepemilikan sahamnya kepada PT.
Sumber Graha Sejahtera (PT. SGS) merupakan sebuah perseroan telah cukup lama
berkecimpung di bidang Perkayuan Indonesia. Pada bulan Juli 2006, PT. Sumalindo Lestari
15
Jaya, Tbk melakukan Penawaran Umum Terbatas II dengan menawarkan 155.713.448 saham
dan sebanyak 155.713.488 waran seri I. Dana yang dihasilkan dari Right Issue II sebagian besar
digunakan untuk membiayai program Strategic Cost Reduction Perseroan (pembangunan
Power plant dan Mini rotary plant ). Diakhir tahun 2006, PT. Sumalindo Lestari Jaya, Tbk
mengakuisisi 60% saham PT. Orica Resindo Mahakam yang bergerak dibidang industri
perekat. Sebagian besar hasil produksi industri ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan
bahan baku perekat bagi pabrik PT. Sumalindo Lestari Jaya, Tbk.
Tahun 2008, PT SLJ mengambil alih areal IUPHHK Hutan Alam PT. Essam Timber
yang berlokasi di Kabupaten Malinau, Provinsi Kalimantan Timur dengan luas 355.800 hektar.
Melalui anak perusahaan mereka yaitu PT. Sumalindo Alam Lestari, mereka mengambil alih
99.2 % saham PT. Wana Kaltim Lestari berupa suatu unit usaha hutan tanaman industri dengan
luas 16.280 hektar di propinsi Kalimantan Timur.
Pada tahun 2009, PT SLJ kembali mendapatkan kepercayaan dari pemerintah dengan
memberikan 1 (satu) ijin pengelolaan hutan alam seluas 69.765 ha yakni PT. Sumalindo Lestari
Jaya Tbk (PT. SLJ Tbk) sesuai SK 438/Menhut-II/2009 tanggal 27 Juli 2009. Areal baru ini
berlokasi di Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur, berdampingan dengan areal hutan alam
PT SLJ dan anak perusahaan lainnya yakni IUPHHK-HA PT. SLJ-Unit- II Long Bagun dan
areal IUPHHK- HA PT. Essam Timber.
Akhirnya pada tahun 2010, PT SLJ melaksanakan Penawaran Umum Terbatas (PUT)
III pada 24 Maret sampai 30 Maret 2010 dengan melepas saham sejumlah 1.236.022.311
lembar saham. Diakhir tahun tersebut, PT SLJ melakukan divestasi sebagian saham pada anak
perusahaan mereka yaitu PT. Sumalindo Mitra Resindo.
3.1.1. Tata Kelola Perusahaan
Berikut adalah penjabaran tata kelola perusahaan yang tercantum dalam laporan
keuangan tahunan mereka yang dipublikasikan tahun 2015:
Dalam menerapkan prinsip Good Corporate Governance (GCG) dengan sungguhsungguh, Dewan Komisaris perusahaan melakukan kontrol melalui fungsi utamanya sebagai
pengawas Direksi dalam menjalankan tata kelola perusahaan. Fungsi pengawasan Dewan
Komisaris tersebut dilaksanakan melalui mekanisme yang sudah ditentukan antara lain melalui
optimalisasi fungsi Komite Audit sebagai Komite independen yang dibentuk oleh Dewan
Komisaris dan berperan membantu Komisaris mendapatkan informasi mengenai kondisi serta
16
aktifitas- aktifitas tertentu yang sedang atau telah dilaksanakan oleh perusahaan, melalui
laporan rutinnya.
Sementara itu Direksi perusahaan memastikan bahwa setiap rencana kerja, strategi
maupun kebijakan yang akan diambil dalam pelaksanaan tata kelola perusahaan sehari-hari
selalu mengikutsertakan peran para karyawannya melalui divisi-divisi yang dibentuk dalam
organisasi sesuai dengan fungsinya masing-masing. Dengan demikian apa yang diputuskan dan
dilaksanakan tetap berpedoman pada prinsip GCG, dan tentu berpedoman pula pada peraturan
dan ketentuan yang berlaku di bidang pasar modal, bidang kehutanan, anggaran dasar
perusahaan serta peraturan dan ketentuan lain yang berlaku.
Dalam menganut prinsip keterbukaan, perusahaan juga menugaskan salah seorang
personil sebagai sekertaris perusahaan. Fungsi dan peran utama dari Sekretaris perusahaan
adalah :
 Sebagai Penghubung antara perusahaan dengan lembaga regulator pasar modal
yakni BEI dimana saham-saham perusahaan dicatatkan.
 Sebagai pusat informasi bagi para pemegang saham dan seluruh stakeholdersyang
memerlukan informasi-informasi penting dan akurat yang berkaitan dengan kegiatan
maupun perkembangan perusahaan.
 Memberikan masukan kepada Direksi perusahaan agar tindakan korporat yang
dilakukan Direksi maupun transaksi yang dilakukan oleh korporat sesuai dengan
peraturan dan perundangan yang berlaku di pasar modal
 Menyelenggarakan Rapat Pemegang Rapat Direksi, Rapat Dewan Komisaris.
 Menyampaikan setiap hal yang pertimbangan Direksi dan sesuai peraturan yang
berlaku perlu segera disampaikan kepada masyarakat.
3.1.2. Gugatan Pemegang Saham terhadap PT SLJ
Kasus sengketa di Sumalindo cukup menarik perhatian karena melibatkan pemegang
saham mayoritas sekaligus pendiri perusahaan (Sampoerna dan Sunarko), dengan pemegang
saham minoritas (Deddy Hartawan Jamin). Konflik di Sumalindo dipicu oleh anjloknya kinerja
perusahaan, bahkan terus merugi setiap tahunnya. Padahal dalam laporan tahunan perusahaan
patungan keluarga Sampoerna dan Sunarko pada 2012, total menguasai lebih dari 840 ribu
hektare hutan alam dan 73 ribu hektar hutan tanaman industri (HTI).
Dengan kapasitas produksi kayu lapis hingga 1,1 juta meter kubik per tahun, Sumalindo
menguasai lebih dari 30 persen pasar Indonesia dan termasuk lima besar produsen kayu di
dunia. Sejak 1980-an, keluarga Hasan Sunarko sudah malang melintang di bisnis kayu dengan
17
bendera Hasko Group dan PT Buana Alam Semesta. Adapun Sampoerna baru masuk ke
industri hutan pada 2007 dengan mengibarkan bendera Samko Timber, Ltd di bursa Singapura.
Sebagai perusahaan raksasa pemegang hak penguasaan hutan terbesar, hal itu tentu bukanlah
sebuah hal yang wajar. Indikator paling nyata adalah harga saham perusahaan yang pada 2007
senilai Rp 4.800, terjun bebas terjun bebas di kisaran Rp 100 pada 2012. Terkait hal tersebut,
Deddy Hartawan Jamin, pemilik 336, 27 juta saham atau 13,6 persen, sejak awal
mempertanyakan duduk soalnya kepada Direktur Utama Amir Sunarko bin Hasan Sunarko.
Ketika itu, Direktur Utama hanya menjawab bahwa Sumalindo merugi karena dampak krisis
ekonomi 2008. Sementara upaya untuk mendapat keterbukaan selalu kandas, bahkan di RUPS
upaya ini selalu digagalkan melalui voting, karena manajemen mendapat dukungan dari
pemegang saham mayoritas/pengendali.
Kenyataan bahwa selalu kalah dalam voting ketika meminta audit perusahaan, Deddy
Hartawan Jamin akhirnya mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ada dua
hal yang dituntutnya, yakni audit terhadap pembukuan perusahaan dan audit dalam bidang
industri kehutanan. Hasilnya, pada 9 Mei 2011 majelis hakim PN Jakarta Selatan mengabulkan
permohonan tersebut. Upaya memperjuangkan keterbukaan ini sempat mendapat halangan
dari Sumalindo dengan mengajukan Kasasi di MA, namun mendapat penolakan tahun 2012.
Selain persoalan tersebut, Deddy Hartawan Jamin merasa yakin untuk memperkarakan
konflik tersebut ke meja hijau karena adanya sejumlah temuan penting, yakni:
1. Pada laporan keuangan Sumalindo tercetak “Piutang Ragu-Ragu” tanpa ada
penjelasan sedikit pun tentang siapa yang menerima utang tersebut. Padahal selama
ini laporan keuangan PT Sumalindo Lestari Jaya, Tbk diaudit oleh auditor Ernest &
Young. Belakangan diketahui bahwa Piutang Ragu-Ragu tersebut adalah “pinjaman
tanpa bunga sama sekali” yang diberikan kepada anak perusahaan Sumalindo, yakni
PT Sumalindo Hutani Jaya (SHJ) mencapai lebih dari Rp 140 miliar sejak 1997.
2. Terkait pernyataan Direktur Utama kepada Pemegang Saham Publik Minoritas
bahwa PT Sumalindo Hutani Jaya telah dijual kepada PT Tjiwi Kimia Tbk. Selain
tidak memiliki manfaat sama sekali bagi Sumalindo, penjualan tersebut dinilai
sangat merugikan. Pada 1 Juli 2009, SHJ telah menerbitkan Zero Coupon Bond
(surat utang tanpa bunga) atas utangnya kepada Sumalindo sebesar 140 miliar lebih,
untuk jangka waktu satu tahun.Atas dasar itulah, bisa dikatakan arah dan tujuan
penjualan anak perusahaan ini cukup mencurigakan. Pada 15 Juli 2009, tak lama
setelah surat utang diterbitkan, Sumalindo dan pabrik kertas Tjiwi Kimia
18
menandatangani akta pengikatan jual beli. Selain memberi uang muka, Tjiwi Kimia
membayar kepada Sumalindo dengan cara mencicil selama tiga tahun, sebagian
lainnya dibayar dengan kayu hasil tebangan yang ada di areal eks lahan
SHJ. Penentuan nilai aset SHJ pun sarat akan kepentingan, karena penilaian hanya
didasarkan atas saham dan besaran utang kepada Sumalindo. Padahal, banyaknya
pohon yang ada di areal SHJ pun seharusnya masuk dalam perhitungan aset.
3. Surat Menteri Kehutanan yang menyetujui penjualan SHJ kepada Tjiwi Kimia patut
dipertanyakan. Menteri Kehutanan merilis surat persetujuan pengalihan saham
tersebut tertanggal 1 Oktober 2009. Padahal Rapat Umum Pemegang Saham Luar
Biasa (RUPSLB) yang mengagendakan penjualan SHJ baru dilangsungkan pada 15
Oktober 2009. Apalagi dalam salah satu klausulnya, ditegaskan bahwa jika terjadi
sengketa di antara pemegang saham, maka hal tersebut menjadi tanggung jawab
perusahaan dan tidak melibatkan Kementerian Kehutanan.
3.2.
Analisis
Terkait dengan tidak adanya transparansi audit pembukuan perusahaan dan audit dalam
bidang industri kehutanan. Berdasarkan OECD pada Prinsip II point A, mengenai hak dasar
pemegang saham point 3, yang berbunyi “ pemegang saham mendapatkan informasi
perusahaan yang relevan dan material secara tepat waktu dan teratur”. Dengan tidak adanya
tranparansi yang dilakukan PT. Sumalindo Lestari Jaya, Tbk, telah melanggar salah satu prinsip
Corporate Goverance yakni Transparansi. Prinsip transparansi atau keterbukaan merupakan
salah satu unsur pokok dalam penerapan GCG dalam suatu perusahaan dan penerapan prinsip
GCG dalam suatu perusahaan sudah merupakan kebutuhan mutlak dalam suatu praktek
korporat yang modern.
Pada PT. Sumalindo Lestari Jaya Tbk, RUPS ini selalu digagalkan melalui voting,
karena manajemen mendapat dukungan dari pemegang saham mayoritas/pengendali. Menurut
KNKG, Pedoman Pokok Pelaksanaan tentang “Pemegang saham minoritas bertanggung jawab
untuk menggunakan haknya dengan baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan
anggaran dasar”. Hak Pemegang Minoritas, pada dasarnya ketentuan-ketentuan di bawah ini
terutama ditujukan untuk melindungi kepentingan pemegang saham minoritas dari kekuasaan
pemegang saham mayoritas.
Pelaksanaan perlindungan bagi pemegang saham minoritas diatur dalam beberapa pasal
dalam UndangUndang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yaitu:
19
1. Kewenangan pemagang saham dalam mengajukan gugatan terhadap perseroan apabila
dirugikan sebagai akibat dari keputusan RUPS, Direksi dan/atau Dewan Komisaris Diatur
dalam Pasal 61 (1) UUPT yang berbunyi: “Setiap pemegang saham berhak mengajukan
gugatan terhadap Perseroan ke pengadilan negeri apabila dirugikan karena tindakan
Perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan
RUPS, Direksi, dan/atau Dewan Komisaris.
2. Kewenangan pemagang saham dalam meminta kepada Persero agar sahamnya dapat
dibeli kembali akibat tidak setujunya pemagang saham terhadap tindakan perseroan
tentang perubahan AD, pengalihan atau penjaminan kekayaan perseroan yang nilainya
lebih dari 50 % dan penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan Diatur
dalam Pasal 62 UUPT yang berbunyi: (1) Setiap pemegang saham berhak meminta
kepada Perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar apabila yang
bersangkutan tidak menyetujui tindakan Perseroan yang merugikan pemegang saham
atau Perseroan berupa: a. Perubahan anggaran dasar; b. Pengalihan atau penjaminan
kekayaan Perseroan yang menyangkut nilai lebih dan 50% (lima puluh persen) kekayaan
bersih Perseroan; c. Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan. (2)
Dalam hal saham yang diminta untuk dibeli sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
melebihi batas ketentuan pembelian kembali saham oleh Perseroan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf b, Perseroan wajib mengusahakan agar sisa
saham dibeli oleh pihak ketiga.
3. Kewenangan pemagang saham untuk diselengarakannya RUPS, tanpa kewenangan
memutuskan diadakannya RUPS Diatur dalam Pasal 79 ayat 2 UUPT yang berbunyi: (2)
Penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dapat dilakukan atas
permintaan: a. 1 (satu) orang atau lebih pemegang saham yang bersamasama mewakili
1/10 (satu persepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali
anggaran dasar menentukan suatu jumlah yang lebih kecil; atau b. Dewan Komisaris
4. Kewenangan untuk mewakili perseroan untuk mengajukan gugatan terhadap anggota
direksi yang menyebabkan kerugian perseroan. Diatur dalam Pasal 97 ayat (6) UUPT
yang berbunyi: “Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit
1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat
mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri terhadap anggota Direksi yang karena
kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan.” Pasal 114 ayat 6
UUPT “Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu
20
persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat menggugat
anggota Dewan Komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan
kerugian pada Perseroan ke pengadilan negeri.”
5. Kewenangan pemagang saham untuk dilakukannya audit terhadap perseroan, atas dugaan
terjadinya Perbuatan Melawan Hukum yang merugikan yang dilakukan oleh Perseroan,
Direksi atau komisaris. Pasal 138 Ayat (3) Permohonan pemeriksaan Perseroan dapat
diajukan oleh: a. 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10
(satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara; b. pihak lain yang
berdasarkan peraturan perundang-undangan, anggaran dasar Perseroan atau perjanjian
dengan Perseroan diberi wewenang untuk mengajukan permohonan pemeriksaan; atau c.
kejaksaan untuk kepentingan umum
Meskipun ketentuan yang ditujukan untuk melindungi kepentingan pemegang saham
minoritas terdapat dalam UUPT, namun cara terbaik adalah dengan melakukan pencegahan
yaitu dengan perusahaan harus mempunyai tata kelola perusahaan yang baik dan adanya
kerjasama yang baik antara perusahaan dengan para pemegang sahamnya agar pemegang
saham minoritas tidak merasa dirugikan oleh perusahaan.
Kesimpulan :
1. Perusahaan tidak memenuhi prinsip good corporate governance yang telah diatur dalam
OECD dan KNKG.
2. Penerapan good corporate governance akan menambah nilai perusahaan bagi para
pemegang saham.
3. PT. Sumalindo Lestari Jaya tidak menerapkan prinsip transparansi dan kewajaran
dimana itu terdapat dalam OECD dan KNKG sehingga tidak terpenuhinya beberapa hak
pemegang saham.
4. Meskipun ketentuan yang ditujukan untuk melindungi kepentingan pemegang saham
minoritas terdapat dalam UUPT, namun cara terbaik adalah dengan melakukan
pencegahan yaitu dengan perusahaan harus mempunyai tata kelola perusahaan yang baik
dan adanya kerjasama yang baik antara perusahaan dengan para pemegang sahamnya
agar pemegang saham minoritas tidak merasa dirugikan oleh perusahaan.
21
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
22
DAFTAR PUSTAKA
Komite Nasional Kebijakan Governance. 2006. Pedoman Umum Good Corporate Governance
Indonesia. Jakarta.
Organization for Economic Cooperation & Development. 2004. OECD Principles of Corporate
Governance. The OECD Paris.
Otoritas Jasa Keuangan. 2014. RoadMap Tata Kelola Perusahaan Indonesia. Jakarta.
Sukrisno Agoes dan I Cenik Ardana 2011. Etika Bisnis dan Profesi. Ed. Revisi. Salemba
Empat: Jakarta
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
23
Download