CORPORATE GOVERNANCE “PROTECTION OF SHAREHOLDERS RIGHTS CASE STUDY : ASSESSMENT ON PRACTICE OF OECD PRINCIPLE” Dosen Pembimbing: Dr. H. Ruhul Fitrios, SE, M.Si.,Ak,CA OLEH : 1. KHUSNUL HAYATI 2. VIVI RIZKIANA 3. YUSMA 1810247038 PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU 2020 KATA PENGANTAR Puji dan syukur marilah kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat dan karuniaNya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Tema daripada makalah kali ini adalah “Protection of Shareholders Rights”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas didalam mata kuliah Corporate Governance yang mana materi didalam makalah ini digunakan sebagai acuan presentasi yang dilakukan pada hari yang bersangkutan. Dalam penyusunan makalah ini, kami merasa masih ada beberapa kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi. Untuk itu bagi dosen pembimbing kami minta kritik dan saran agar untuk berikutnya kami dapat memperbaiki pembuatan makalah ini di masa yang akan datang. Besar harapan kami makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya mahasiswa “Fakultas Ekonomi”. Pekanbaru, Maret 2020 Salam Penulis 2 DAFTAR ISI Kata Pengantar .................................................................................................................2 Daftar Isi ..........................................................................................................................3 Bab I Bab II Pendahuluan ....................................................................................................4 1.1 Latar Belakang ......................................................................................4 1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................5 1.3 Tujuan Penulisan ....................................................................................5 Landasan Teori ................................................................................................7 2.1 Prinsip II OECD : Hak Pemegang Saham dan Fungsi Kepemilikan Saham utama .......................................................................................... 2.2 KNKG : Pemegang Saham ..................................................................... Bab III Aplikasi PSAK Instrumen Keuangan di Bank BCA .......................................88 Bab IV Penutup ............................................................................................................96 4.1 Kesimpulan .............................................................................................96 Daftar Pustaka . ................................................................................................................ 3 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai peristiwa yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir telah menjadikan Corporate Governance menjadi isu penting di kalangan para eksekutif bisnis, para konsultan korporasi, regulator dan akademisi di seluruh dunia. Kita semua pasti masih mengingat kasus yang terjadi pada Goldman Sachs, Bear Stren, Lehman Brothers, Merril Lynch, Morgan Stanley. Kelima perusahaan tersebut merupakan lima besar Bank Investasi di Amerika Serikat. Apa yang telah terjadi adalah setengah dari mereka sudah bangkrut dan di Negara kita Indonesia, tidak luput dari kejadian serupa. Ada banyak perusahaan efek yang di cabut izin nya oleh pengawas pasar modal antara lain seperti Antaboga Sekuritas dan Sari Jaya Permana ( Daniri dan Angela, 2009). Corporate Governance menjadi salah satu isu paling penting pasca krisis yang terjadi pada tahun 2008 lalu bagi para pelaku usaha di Indonesia. Sentralisasi isu di latarbelakangi beberapa permasalahan terkait trend industry pasar modal, pasar audit, korporasi, tuntutan akan independensi dan transparansi serta krisis finansial asia. Akan tetapi, industry pada pasar modal juga telah memunculkan banyak permasalahan mendasar. Sesuai dengan fungsi nya, pasar modal mengubah nilai dari suatu perusahaan menjadi lebih financial. Dengan sejumlah alasan, nilai finansial dari perusahaan terbuka dapat di citrakan diatasnya, atau sebaliknya terjerumus ke bawah, nilai ekonomi yang sesungguh nya. Hal ini tmelahirkan tuntutan agar perusahaan tersebut dikelola dengan baik, bagi kesehjateraan pihak-pihak berkepentingan ( stakeholderss) serta terlindunginya hak-hak para pemegang saham baik mayoritas maupun minoritas. Dalam makalah ini kami akan membahasa bagaimana perlindungan hak-hak para pemegang saham. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apa itu Pemegang Saham ? 2. Bagaimana Klasifikasi Pemegang Saham ? 3. Bagaimana Prinsip Perlindungan bagi Pemegang Saham menurut OECD? 4. Apa saja hak-hak pemegang saham minoritas ? 4 5. Bagaimana perlindungan terhadap pemegang saham minortitas ? 1.3 Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu : 1. Untuk mengetahui apa itu Pemegang Saham. 2. Untuk mengetahui bagaimana Klasifikasi Pemegang Saham. 3. Untuk mengetahui bagaimana prinsip perlindungan terhadap pemegang saham menurut OECD. 4. Untuk mengetahui apa saja hak-hak pemegang saham minoritas. 5. Untuk mengetahui bagaimana perlindungan terhadap pemegang saham minoritas. 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pemegang Saham Menurut Prof. Dr. Sukmawati Sukamulja pemegang saham (Shareholders) adalah individu maupun kelompok yang terlibat dalam optimalisasi kekayaan perusahaan (maximize company’s wealth), baik itu manajemen maupun para pemegang saham. Sedangkan menurut Bussiness Dictionary, pemegang saham adalah individu, kelompok, ataupun organisasi yang memegang satu atau lebih lembar saham di suatu perusahaa, dan yang namanya tercantum di sertifikat lembar saham. Menurut Cambrigde Dictionary, pemegang saham adalah orang yang memiliki saham di suatu perusahaan dan oleh karenanya mendapatkan bagian dari keuntungan perusahaan dan hak untuk memberikan suara (pendapat) terhadap cara perusahaan tersebut dikendalikan. Sebagaimana telah di uraikan diatas, maka dapat kami simpulkan bahwa yang dimaksud dengan pemegang saham adalah pihak-pihak yang memasukkan modalnya kedalam suatu perusahaan dalam bentuk pembelian saham dari perusahaan tersebut. Pihak tersebut dapat berupa individu ataupun badan hukum. 2.2 Klasifikasi Pemegang Saham Secara garis besar, pemegang saham dapat diklasifikasikan berdasarkan jumlah saham yang dimilikinya dalam suatu perusahaan, yaitu : 1. Pemegang Saham Mayoritas Pemegang saham mayoritas adalah pihak-pihak yang memiliki saham suatu perusahaan dalam jumlah yang besar. Pemegang saham mayoritas pada umumnya juga memiliki kedudukan dalam organ perusahaan tersebut baik sebagai anggota direksi maupun sebagai komisaris. Dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), pemegang saham mayoritas memiliki hak suara yang sama dengan kelompok pemegang saham lainnya. Namun seringkali yang terjadi adalah bahwa suara ataupun pendapat yang dikeluarkan oleh pemegang saham mayorits lebih diutamakan dibandingkan pendapat dari kelompok pemegang saham lainnya. 2. Pemegang Saham Minoritas 6 Pemegang saham minoritas adalah pihak-pihak yang memiliki saham dalam suatu perusahaan dalam jumlah terbatas dan sedikit. Pada umumnya pemegang saham minoritas tidak memiliki kedudukan dalam suatu perusahaan baik sebagai direksi ataupun komisaris. Pemegang saham minoritas hanya memiliki tanggungjawab sebanyak modal yang disetorkan kedalam perusahaan dan memperoleh dividen sebesar saham yang disetorkan ke dalam perusahaan. Pemegang saham minoritas tidak turut serta dalam pengelolaan perusahaan secara langsung. Akan tetap, pemegang saham minoritas dapat meminta diadakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB), apabila merasa kebijakan yang dilakukan oleh direksi ataupun komisaris dapat merugikan perusahaan. Selain hal diatas, pemegang saham juga diklasifikasikan berdasarkan kewarganegaraan dari pemegang saham, yaitu 1. Pemegang Saham dalam Negeri Pemegang saham dalam negeri adalah pihak-pihak yang berkewarganegaraan Indonesia yang memiliki saham dalam suatu perusahaan yang berada dalam wilaya Negara Indonesia. Pemegang saham dalam negeri dapat menginvestasikan modalnya kedalam perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia dan juga dapat menguasai mayoritas saham-saham yang ada dalam suatu perusahaan di Indonesia. 2. Pemegang Saham Asing Merupakan pihak-pihak yang bukan warga Negara Indonesia yang memiliki saham dalam suatu perusahaan di wilayah Indonesia. Pemegang saham asing dapat menginvestasikan modalnya hampir keseluruh perusahaan yang ada di Indonesia akan tetapi untuk perusahaan yang menyangkut hajat hidup bersama tidak dapat dimiliki oleh pemegang saham asing, seperti PLN, PAM, dll. 2.3 Prinsip II OECD : Hak Pemegang Saham dan Fungsi Kepemilikan Saham utama a. Hak-hak dasar pemegang saham termasuk hak untuk: 1) Metode pendaftaran kepemilikan yang aman 2) Mengalihkan atau memindahkan saham 3) Mendapatkan informasi yang relevan dan material tentang korporasi secara tepat waktu dan teratur 4) Berpartisipasi dan memberikan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) 7 5) Mengangkat dan memberhentikan Direksi dan Dewan Komisaris 6) Mendapatkan bagian dalam keuntungan perusahaan b. Pemegang saham memiliki hak untuk berpartisipasi dan mendapatkan informasi yang cukup dalam pengambilan keputusan penting perusahaan, seperti : 1) Perubahan anggaran dasar perusahaan atau akte pendirian atau dokumen-dokumen tentang pengelolaan perusahaan lainnya 2) Otorisasi penambahan atau penerbitan saham baru 3) Transaksi luar biasa (extraordinary transaction), termasuk pengalihan sebagian atau hampir seluruh aset yang berdampak pada penjualan perusahaan. c. Pemegang saham memiliki kesempatan untuk berpartisipasi secara efektif dan memberikan suara dalam RUPS serta diberikan informasi mengenai peraturanperaturan termasuk prosedur penyampaian hak suara. Hal ini meliputi : 1) Pemegang saham diberikan informasi yang memadai dan tepat waktu terkait tanggal, lokasi, dan agenda RUPS, termasuk masalah-masalah yang akan diputuskan dalam rapat 2) Pemegang saham memiliki kesempatan untuk bertanya kepada dewan, termasuk pertanyaan berkaitan dengan audit eksternal tahunan, mengusulkan butir-butir agenda rapat, dan mengajukan pemecahannya dalam batas-batas yang wajar. 3) Pemberian fasilitas kepada pemegang saham untuk berpartisipasi efektif dalam keputusan-keputusan pokok corporate governance, termasuk mengusulkan dan memilih calon anggota pengurus. Selain itu, kewajaran atas komponen penggajian atau kompensasi bagi anggota pengurus dan karyawan harus didasarkan pada persetujuan pemegang saham. 4) Pemegang saham harus dapat memberikan hak suara secara langsung atau in absentia (tidak hadir secara langsung), dan hasil yang sama harus diberikan kepada mereka yang memberikan hak suaranya, baik yang secara langsung atau in absentia.(tidak hadir secara langsung). d. Struktur dan komposisi modal yang memungkinkan pemegang saham tertentu untuk mendapatkan tingkat pengendalian yang tidak proporsional dengan kepemilikan ekuitas mereka harus diungkapkan. 8 e. Pasar untuk pengendalian perusahaan berfungsi secara efisien dan transparan. 1) Peraturan dan prosedur yang mengatur akuisisi perusahaan di pasar modal, dan transaksi yang luar biasa, seperti merger dan penjualan aset perusahaan dalam jumlah yang substansial, harus diatur secara jelas dan diungkapkan sehingga investor mengetahui hak-hak dan pilihan-pilihannya. Transaksi harus terjadi pada harga transparan dan dalam kondisi yang adil yang melindungi hak-hak semua pemegang saham sesuai dengan klasifikasinya. 2) Perangkat anti-take-over tidak boleh digunakan untuk melindungi manajemen dan dewan direksi dari akuntabilitas. f. Pelaksanaan hak-hak atas kepemilikan oleh seluruh pemegang saham, termasuk investor institusi, harus difasilitasi. Hal-hal yang diatur adalah : 1) Investor instutional yang bertindak dalam kapasitas fiduciary harus mengungkapkan keseluruhan tata kelola perusahaan dan kebijakan pemungutan suara berkaitan dengan investasinya, termasuk tata cara yang telah ditetapkan untuk memutuskan penggunaan hak suara mereka. 2) Investor Institutional yang bertindak dalam kapasitas fiduciary harus mengungkapkan bagaimana mereka menangani conflict of interest (konflik kepentingan) yang material yang mungkin mempengaruhi pelaksanaan hak-hak pemilik utama berkaitan dengan investasinya. g. Pemegang saham, termasuk pemegang saham institusional, harus diperbolehkan untuk saling berkonsultasi tentang masalah-masalah berkenaan dengan hak-hak dasar pemegang saham sebagaimana didefinisikan dalam prinsip-prinsip tersebut di atas, dapat dikecualikan untuk mencegah penyalahgunaan. 2.4 KNKG : Pemegang Saham Prinsip Dasar Pemegang saham sebagai pemilik modal, memiliki hak dan tanggung jawab atas perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar perusahaan. Dalam melaksanakan hak dan tanggung jawabnya, perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. Pemegang saham harus menyadari bahwa dalam melaksanakan hak dan tanggung jawabnya harus memperhatikan juga kelangsungan hidup perusahaan. 9 2. Perusahaan harus menjamin dapat terpenuhinya hak dan tanggung jawab pemegang saham atas dasar asas kewajaran dan kesetaraan (fairness) sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar perusahaan. Pedoman Pokok Pelaksanaan 1. Hak dan Tanggungjawab Pemegang Saham 1.1. Hak pemegang saham harus dilindungi dan dapat dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar perusahaan. Hak pemegang saham tersebut pada dasarnya meliputi: a. Hak untuk menghadiri, menyampaikan pendapat, dan memberikan suara dalam RUPS berdasarkan ketentuan satu saham memberi hak kepada pemegangnya untuk mengeluarkan satu suara; b. Hak untuk memperoleh informasi mengenai perusahaan secara tepat waktu, benar dan teratur, kecuali hal-hal yang bersifat rahasia, sehingga memungkinkan pemegang saham membuat keputusan mengenai investasinya dalam perusahaan berdasarkan informasi yang akurat; c. Hak untuk menerima bagian dari keuntungan perusahaan yang diperuntukkan bagi pemegang saham dalam bentuk dividen dan pembagian keuntungan lainnya, sebanding dengan jumlah saham yang dimilikinya; d. Hak untuk memperoleh penjelasan lengkap dan informasi yang akurat mengenai prosedur yang harus dipenuhi berkenaan dengan penyelenggaraan RUPS agar pemegang saham dapat berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, termasuk keputusan mengenai hal-hal yang mempengaruhi eksistensi perusahaan dan hak pemegang saham; e. Dalam hal terdapat lebih dari satu jenis dan klasifikasi saham dalam perusahaan, maka: (i) setiap pemegang saham berhak mengeluarkan suara sesuai dengan jenis, klasifikasi dan jumlah saham yang dimiliki; dan (ii) setiap pemegang saham berhak untuk diperlakukan setara berdasarkan jenis dan klasifikasi saham yang dimilikinya. 1.2. Pemegang saham harus menyadari tanggung jawabnya sebagai pemilik modal dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar perusahaan. Tanggung jawab pemegang saham tersebut pada dasarnya meliputi: a. Pemegang saham pengendali harus dapat: (i) memperhatikan kepentingan pemegang saham minoritas dan pemangku kepentingan lainnya sesuai peraturan 10 perundang-undangan; dan (ii) mengungkapkan kepada instansi penegak hukum tentang pemegang saham pengendali yang sebenarnya (ultimate shareholders) dalam hal terdapat dugaan terjadinya pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan, atau dalam hal diminta oleh otoritas terkait; b. Pemegang saham minoritas bertanggung jawab untuk menggunakan haknya dengan baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar; c. Pemegang saham harus dapat: (i) memisahkan kepemilikan harta perusahaan dengan kepemilikan harta pribadi; dan (ii) memisahkan fungsinya sebagai pemegang saham dengan fungsinya sebagai anggota Dewan Komisaris atau Direksi dalam hal pemegang saham menjabat pada salah satu dari kedua organ tersebut; d. Dalam hal pemegang saham menjadi pemegang saham pengendali pada beberapa perusahaan, perlu diupayakan agar akuntabilitas dan hubungan antarperusahaan dapat dilakukan secara jelas. 2. Tanggungjawab Perusahaan terhadap Hak dan Kewajiban Pemegang Saham 2.1 Perusahaan harus melindungi hak pemegang saham sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar perusahaan. 2.2 Perusahaan harus menyelenggarakan daftar pemegang saham secara tertib sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar. 2.3 Perusahaan harus menyediakan informasi mengenai perusahaan secara tepat waktu, benar dan teratur bagi pemegang saham, kecuali hal-hal yang bersifat rahasia. 2.4 Perusahaan tidak boleh memihak pada pemegang saham tertentu dengan memberikan informasi yang tidak diungkapkan kepada pemegang saham lainnya. Informasi harus diberikan kepada semua pemegang saham tanpa menghiraukan jenis dan klasifikasi saham yang dimilikinya. 2.5 Perusahaan harus dapat memberikan penjelasan lengkap dan informasi yang akurat mengenai penyelenggaraan RUPS. 2.5 Hak Pemegang Saham Minoritas Seperti yang dijelaskan diatas, hak-hak dasar dari pemegang saham yang harus dilindungi karena kedudukan pemegang saham minoritas tak lain juga adalah pemegang saham pada umumnya. Hak-hak dasar dari pemegang saham yang harus dilindungi dikelompokkan menjadi 2 (dua) golongan yaitu : 11 a) Hak-hak yang berkaitan dengan kepemilikan perusahaan; b) Hak-hak yang diciptakan sebagai konsekuensi pemisahan fungsi pemegang saham dan dewan pegurus atau board of directors serta manajemen perusahaan. Hak yang kedua lazim disebut hak ikut mengambil keputusan penting. Atas saham yang dimiliki pemegang saham, maka saham tersebut memberikan secara prorata kepada pemegang saham ikut memiliki perseroan. Hak-hak yang dimiliki pemegang saham berkaitan dengan kepemilikan perseroan, yakni : a) Menghadiri RUPS dan secara Prorata ikut melakukan pemungutan suara; b) Hak untuk menerima pembagian keuntungan; dan Kedua hal tersebut diatur dalam pasal 52 ayat 1 UUPT yang menyatakan bahwa : 1. Saham memberikan hak kepada pemiliknya untuk : a. Menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS; b. Menerima pembayaran dividend an sisa kekayaan likuiditas; c. Menjalankan hak lainnya berdasarkan undang-undang c) Hak untuk memperoleh laporan tentang kondisi dan perkembangan usaha dan keuangan perseroan secara teratur dan akurat dan diungkapkan secara benar dan tepat waktu sebagaimana diatur dalam pasal 66 ayat 1 UUPT. Sedangkan hak pemegang saham karena konsekuensi pemisahaan antara pemilikan dan control perseroan yang lazim disebut hak ikut memutuskan hal-hal penting antara lain dalam hal : a. Merger dan akuisisi; b. Penjualan dan pembelian harga tetap perseroan sebagaimana diatur dalam pasal 102 ayat 1 UUPT. *COBA CARI TAMBAHANNYA YA VI* 2.6 Perlindungan terhadap Hak-Hak Pemegang Saham Minoritas Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham minoritas berasal dari Negara yang menganut system common law, yang kemudian diadopsi oleh UUPT antara lain : a. Perlindungan hukum menurut hak perorangan (personal right) 12 Persona right merupakan hak perseorangan yang dimiliki pemegang saham sebagai subjek hukum untuk menggugat kelalaian maupun kesalahan direksi dan dewan komisaris sehingga merugikan pemegang saham. Hal ini diatur dalam pasal 61 ayat 1 dan 2 UUPT. Dalam pasal tersebut ditegaskan pemegang saham minoritas dapat menolak tindakan atau kebijakan perusahaan apabila dirugikan karena tindakan perseroan dianggap kurang adil dan tanpa alasan yang wajar. Sebagai tindak lanjut dari penggunaan hak perseorangan maka pemegang saham minoritas dapat meminta perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga wajar. Apabila perseroan tidak dapat membeli sahammnya, maka pemegang saham minoritas tersebut dapat menggugat perseroan meminta ganti rugi. b. Perlindungan hukum melalui Appraisal Right Merupakan hak pemegang saham agar sahamnya dinilai secara wajar dalam hal pemegang saham tidak menyetujui tindakan perseroan. Hak ini digunakan pemegang saham pada saat meminta kepada perseroan agar sahamnya dinilai dan dibeli dengan harga wajar, karena pemegang saham tersebut tidak menyetuji tindakan perseroan yang dapat merugikannya atau merugikan perseroan itu sendiri, dalam pasal 62 ayat 1 dan 2 UUPT dijelaskan seperti, adanya perubahan anggaran dasar, pengalihan atau peminjaman kekayaan perseroan yang mempunyai nilai lebih dari 50% kekayaan bersih perseroan, serta penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan. c. Perlindungan hukum melalui pre-emptive right Adalah kewajiban dari perseroan terbatas untuk menawarkan terlebih dahulu kepada seluruh pemegang saham yang ada dalam perseroan terbatas, dalam setiap penerbitan saham baru perseroan terbatas dengan tujuan peningkatan modal perseroan terbatas, hak untuk mengambil bagian saham baru tersebut besarnya harus sama dan seimbang dengan bagian kepemilikan saham masing-masing pemegang saham dalam perseroan terbatas. d. Perlindungan hukum melalui Derivative Right e. Perlindungan hukum melalui hak angket Selain perlindungan yang diberikan diatas, pemegang saham minoritas juga mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan dari direksi yang melakukan pengurusan didalam perseroan. Pengurusan wajib dilaksanakan dengan itikad baik dan penuh tanggungjawab (Yahya Harahap, Hal. 374) 13 *COBAA TAMBAH YA VII* 14 BAB III KASUS ANALISIS KASUS PT. SUMALINDO LESTARI JAYA, Tbk 3.1. Profil Perusahaan PT. Sumalindo Lestari Jaya, Tbk adalah perusahaan kayu di Kalimantan Timur berdiri sejak tanggal 14 April 1880 dan memiliki empat anak perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) sejak 21 Maret 1994. Sejak mulai awal dibentuk, PT SLJ mengkhususkan diri di bidang kehutanan dan industri perkayuan dengan mengelola 1 areal seluas 132.000 ha dan pabrik kayu lapis dengan kapasitas produksi 66.000 m3/tahun. Pada Tahun 1985 PT. Sumalindo Lestari Jaya melakukan penggabungan usaha dengan 4 (empat) Perseroan perkayuan yakni PT. Rimba Nusantara, PT. Emporium Lumber, PT. Rimba Lapis Permai dan PT. Gonpu Indonesia Limited. Melalui penggabungan usaha tersebut PT. Sumalindo Lestari Jaya mendapat tambahan areal hutan alam seluas 150.000 ha dan kapasitas produksi kayu lapis dan kayu lapis olahan menjadi 120.000m3/tahun. PT. Sumalindo Lestari Jaya kian berkembang hingga pada Tahun 1994 dan resmi menjadi Perseroan terbuka (Go Publik) melalui Penawaran Umum 25.000.000 saham biasa atas nama kepada masyarakat dan mencatatkan seluruh saham yang telah dikeluarkan di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Dana yang dihasilkan dari penawaran umum ini membiayai investasi pembangunan industri MDF dengan kapasitas produksi 100.000/m3 pertahun serta untuk membiayai pengembangan hutan tanaman PT. Sumalindo Lestari Jaya, Tbk dan anak perusahaan. Pada tahun 1998 PT. Sumalindo Lestari Jaya, Tbk melakukan Penawaran Umum Terbatas I dalam rangka Penerbitan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (Right Issue I) dengan menawarkan 343.750.000 saham. Dana yang dihasilkan untuk mengakuisisi seluruh saham yang ditempatkan dan disetor di PT. Suryaraya Wahana (PT. SRW). PT.SRW adalah Perseroan yang memiliki investasi di bidang industri MDF (MDF Line II) berkapasitas 100.000/m3 dengan spesifikasi produk berukuran tipis, industri perekat, memiliki ijin industri pulp and paper serta pengembangan hutan tanaman. Pada tahun yang sama, usaha PT.SRW tersebut digabungkan ke dalam PT. Sumalindo Lestari Jaya, Tbk. Pada tahun 2002, PT. Astra International Tbk selaku pemegang saham mayoritas PT. Sumalindo Lestari Jaya, Tbk sebesar 75% menjual seluruh kepemilikan sahamnya kepada PT. Sumber Graha Sejahtera (PT. SGS) merupakan sebuah perseroan telah cukup lama berkecimpung di bidang Perkayuan Indonesia. Pada bulan Juli 2006, PT. Sumalindo Lestari 15 Jaya, Tbk melakukan Penawaran Umum Terbatas II dengan menawarkan 155.713.448 saham dan sebanyak 155.713.488 waran seri I. Dana yang dihasilkan dari Right Issue II sebagian besar digunakan untuk membiayai program Strategic Cost Reduction Perseroan (pembangunan Power plant dan Mini rotary plant ). Diakhir tahun 2006, PT. Sumalindo Lestari Jaya, Tbk mengakuisisi 60% saham PT. Orica Resindo Mahakam yang bergerak dibidang industri perekat. Sebagian besar hasil produksi industri ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku perekat bagi pabrik PT. Sumalindo Lestari Jaya, Tbk. Tahun 2008, PT SLJ mengambil alih areal IUPHHK Hutan Alam PT. Essam Timber yang berlokasi di Kabupaten Malinau, Provinsi Kalimantan Timur dengan luas 355.800 hektar. Melalui anak perusahaan mereka yaitu PT. Sumalindo Alam Lestari, mereka mengambil alih 99.2 % saham PT. Wana Kaltim Lestari berupa suatu unit usaha hutan tanaman industri dengan luas 16.280 hektar di propinsi Kalimantan Timur. Pada tahun 2009, PT SLJ kembali mendapatkan kepercayaan dari pemerintah dengan memberikan 1 (satu) ijin pengelolaan hutan alam seluas 69.765 ha yakni PT. Sumalindo Lestari Jaya Tbk (PT. SLJ Tbk) sesuai SK 438/Menhut-II/2009 tanggal 27 Juli 2009. Areal baru ini berlokasi di Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur, berdampingan dengan areal hutan alam PT SLJ dan anak perusahaan lainnya yakni IUPHHK-HA PT. SLJ-Unit- II Long Bagun dan areal IUPHHK- HA PT. Essam Timber. Akhirnya pada tahun 2010, PT SLJ melaksanakan Penawaran Umum Terbatas (PUT) III pada 24 Maret sampai 30 Maret 2010 dengan melepas saham sejumlah 1.236.022.311 lembar saham. Diakhir tahun tersebut, PT SLJ melakukan divestasi sebagian saham pada anak perusahaan mereka yaitu PT. Sumalindo Mitra Resindo. 3.1.1. Tata Kelola Perusahaan Berikut adalah penjabaran tata kelola perusahaan yang tercantum dalam laporan keuangan tahunan mereka yang dipublikasikan tahun 2015: Dalam menerapkan prinsip Good Corporate Governance (GCG) dengan sungguhsungguh, Dewan Komisaris perusahaan melakukan kontrol melalui fungsi utamanya sebagai pengawas Direksi dalam menjalankan tata kelola perusahaan. Fungsi pengawasan Dewan Komisaris tersebut dilaksanakan melalui mekanisme yang sudah ditentukan antara lain melalui optimalisasi fungsi Komite Audit sebagai Komite independen yang dibentuk oleh Dewan Komisaris dan berperan membantu Komisaris mendapatkan informasi mengenai kondisi serta 16 aktifitas- aktifitas tertentu yang sedang atau telah dilaksanakan oleh perusahaan, melalui laporan rutinnya. Sementara itu Direksi perusahaan memastikan bahwa setiap rencana kerja, strategi maupun kebijakan yang akan diambil dalam pelaksanaan tata kelola perusahaan sehari-hari selalu mengikutsertakan peran para karyawannya melalui divisi-divisi yang dibentuk dalam organisasi sesuai dengan fungsinya masing-masing. Dengan demikian apa yang diputuskan dan dilaksanakan tetap berpedoman pada prinsip GCG, dan tentu berpedoman pula pada peraturan dan ketentuan yang berlaku di bidang pasar modal, bidang kehutanan, anggaran dasar perusahaan serta peraturan dan ketentuan lain yang berlaku. Dalam menganut prinsip keterbukaan, perusahaan juga menugaskan salah seorang personil sebagai sekertaris perusahaan. Fungsi dan peran utama dari Sekretaris perusahaan adalah : Sebagai Penghubung antara perusahaan dengan lembaga regulator pasar modal yakni BEI dimana saham-saham perusahaan dicatatkan. Sebagai pusat informasi bagi para pemegang saham dan seluruh stakeholdersyang memerlukan informasi-informasi penting dan akurat yang berkaitan dengan kegiatan maupun perkembangan perusahaan. Memberikan masukan kepada Direksi perusahaan agar tindakan korporat yang dilakukan Direksi maupun transaksi yang dilakukan oleh korporat sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku di pasar modal Menyelenggarakan Rapat Pemegang Rapat Direksi, Rapat Dewan Komisaris. Menyampaikan setiap hal yang pertimbangan Direksi dan sesuai peraturan yang berlaku perlu segera disampaikan kepada masyarakat. 3.1.2. Gugatan Pemegang Saham terhadap PT SLJ Kasus sengketa di Sumalindo cukup menarik perhatian karena melibatkan pemegang saham mayoritas sekaligus pendiri perusahaan (Sampoerna dan Sunarko), dengan pemegang saham minoritas (Deddy Hartawan Jamin). Konflik di Sumalindo dipicu oleh anjloknya kinerja perusahaan, bahkan terus merugi setiap tahunnya. Padahal dalam laporan tahunan perusahaan patungan keluarga Sampoerna dan Sunarko pada 2012, total menguasai lebih dari 840 ribu hektare hutan alam dan 73 ribu hektar hutan tanaman industri (HTI). Dengan kapasitas produksi kayu lapis hingga 1,1 juta meter kubik per tahun, Sumalindo menguasai lebih dari 30 persen pasar Indonesia dan termasuk lima besar produsen kayu di dunia. Sejak 1980-an, keluarga Hasan Sunarko sudah malang melintang di bisnis kayu dengan 17 bendera Hasko Group dan PT Buana Alam Semesta. Adapun Sampoerna baru masuk ke industri hutan pada 2007 dengan mengibarkan bendera Samko Timber, Ltd di bursa Singapura. Sebagai perusahaan raksasa pemegang hak penguasaan hutan terbesar, hal itu tentu bukanlah sebuah hal yang wajar. Indikator paling nyata adalah harga saham perusahaan yang pada 2007 senilai Rp 4.800, terjun bebas terjun bebas di kisaran Rp 100 pada 2012. Terkait hal tersebut, Deddy Hartawan Jamin, pemilik 336, 27 juta saham atau 13,6 persen, sejak awal mempertanyakan duduk soalnya kepada Direktur Utama Amir Sunarko bin Hasan Sunarko. Ketika itu, Direktur Utama hanya menjawab bahwa Sumalindo merugi karena dampak krisis ekonomi 2008. Sementara upaya untuk mendapat keterbukaan selalu kandas, bahkan di RUPS upaya ini selalu digagalkan melalui voting, karena manajemen mendapat dukungan dari pemegang saham mayoritas/pengendali. Kenyataan bahwa selalu kalah dalam voting ketika meminta audit perusahaan, Deddy Hartawan Jamin akhirnya mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ada dua hal yang dituntutnya, yakni audit terhadap pembukuan perusahaan dan audit dalam bidang industri kehutanan. Hasilnya, pada 9 Mei 2011 majelis hakim PN Jakarta Selatan mengabulkan permohonan tersebut. Upaya memperjuangkan keterbukaan ini sempat mendapat halangan dari Sumalindo dengan mengajukan Kasasi di MA, namun mendapat penolakan tahun 2012. Selain persoalan tersebut, Deddy Hartawan Jamin merasa yakin untuk memperkarakan konflik tersebut ke meja hijau karena adanya sejumlah temuan penting, yakni: 1. Pada laporan keuangan Sumalindo tercetak “Piutang Ragu-Ragu” tanpa ada penjelasan sedikit pun tentang siapa yang menerima utang tersebut. Padahal selama ini laporan keuangan PT Sumalindo Lestari Jaya, Tbk diaudit oleh auditor Ernest & Young. Belakangan diketahui bahwa Piutang Ragu-Ragu tersebut adalah “pinjaman tanpa bunga sama sekali” yang diberikan kepada anak perusahaan Sumalindo, yakni PT Sumalindo Hutani Jaya (SHJ) mencapai lebih dari Rp 140 miliar sejak 1997. 2. Terkait pernyataan Direktur Utama kepada Pemegang Saham Publik Minoritas bahwa PT Sumalindo Hutani Jaya telah dijual kepada PT Tjiwi Kimia Tbk. Selain tidak memiliki manfaat sama sekali bagi Sumalindo, penjualan tersebut dinilai sangat merugikan. Pada 1 Juli 2009, SHJ telah menerbitkan Zero Coupon Bond (surat utang tanpa bunga) atas utangnya kepada Sumalindo sebesar 140 miliar lebih, untuk jangka waktu satu tahun.Atas dasar itulah, bisa dikatakan arah dan tujuan penjualan anak perusahaan ini cukup mencurigakan. Pada 15 Juli 2009, tak lama setelah surat utang diterbitkan, Sumalindo dan pabrik kertas Tjiwi Kimia 18 menandatangani akta pengikatan jual beli. Selain memberi uang muka, Tjiwi Kimia membayar kepada Sumalindo dengan cara mencicil selama tiga tahun, sebagian lainnya dibayar dengan kayu hasil tebangan yang ada di areal eks lahan SHJ. Penentuan nilai aset SHJ pun sarat akan kepentingan, karena penilaian hanya didasarkan atas saham dan besaran utang kepada Sumalindo. Padahal, banyaknya pohon yang ada di areal SHJ pun seharusnya masuk dalam perhitungan aset. 3. Surat Menteri Kehutanan yang menyetujui penjualan SHJ kepada Tjiwi Kimia patut dipertanyakan. Menteri Kehutanan merilis surat persetujuan pengalihan saham tersebut tertanggal 1 Oktober 2009. Padahal Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang mengagendakan penjualan SHJ baru dilangsungkan pada 15 Oktober 2009. Apalagi dalam salah satu klausulnya, ditegaskan bahwa jika terjadi sengketa di antara pemegang saham, maka hal tersebut menjadi tanggung jawab perusahaan dan tidak melibatkan Kementerian Kehutanan. 3.2. Analisis Terkait dengan tidak adanya transparansi audit pembukuan perusahaan dan audit dalam bidang industri kehutanan. Berdasarkan OECD pada Prinsip II point A, mengenai hak dasar pemegang saham point 3, yang berbunyi “ pemegang saham mendapatkan informasi perusahaan yang relevan dan material secara tepat waktu dan teratur”. Dengan tidak adanya tranparansi yang dilakukan PT. Sumalindo Lestari Jaya, Tbk, telah melanggar salah satu prinsip Corporate Goverance yakni Transparansi. Prinsip transparansi atau keterbukaan merupakan salah satu unsur pokok dalam penerapan GCG dalam suatu perusahaan dan penerapan prinsip GCG dalam suatu perusahaan sudah merupakan kebutuhan mutlak dalam suatu praktek korporat yang modern. Pada PT. Sumalindo Lestari Jaya Tbk, RUPS ini selalu digagalkan melalui voting, karena manajemen mendapat dukungan dari pemegang saham mayoritas/pengendali. Menurut KNKG, Pedoman Pokok Pelaksanaan tentang “Pemegang saham minoritas bertanggung jawab untuk menggunakan haknya dengan baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar”. Hak Pemegang Minoritas, pada dasarnya ketentuan-ketentuan di bawah ini terutama ditujukan untuk melindungi kepentingan pemegang saham minoritas dari kekuasaan pemegang saham mayoritas. Pelaksanaan perlindungan bagi pemegang saham minoritas diatur dalam beberapa pasal dalam UndangUndang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yaitu: 19 1. Kewenangan pemagang saham dalam mengajukan gugatan terhadap perseroan apabila dirugikan sebagai akibat dari keputusan RUPS, Direksi dan/atau Dewan Komisaris Diatur dalam Pasal 61 (1) UUPT yang berbunyi: “Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap Perseroan ke pengadilan negeri apabila dirugikan karena tindakan Perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi, dan/atau Dewan Komisaris. 2. Kewenangan pemagang saham dalam meminta kepada Persero agar sahamnya dapat dibeli kembali akibat tidak setujunya pemagang saham terhadap tindakan perseroan tentang perubahan AD, pengalihan atau penjaminan kekayaan perseroan yang nilainya lebih dari 50 % dan penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan Diatur dalam Pasal 62 UUPT yang berbunyi: (1) Setiap pemegang saham berhak meminta kepada Perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan Perseroan yang merugikan pemegang saham atau Perseroan berupa: a. Perubahan anggaran dasar; b. Pengalihan atau penjaminan kekayaan Perseroan yang menyangkut nilai lebih dan 50% (lima puluh persen) kekayaan bersih Perseroan; c. Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan. (2) Dalam hal saham yang diminta untuk dibeli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melebihi batas ketentuan pembelian kembali saham oleh Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf b, Perseroan wajib mengusahakan agar sisa saham dibeli oleh pihak ketiga. 3. Kewenangan pemagang saham untuk diselengarakannya RUPS, tanpa kewenangan memutuskan diadakannya RUPS Diatur dalam Pasal 79 ayat 2 UUPT yang berbunyi: (2) Penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dapat dilakukan atas permintaan: a. 1 (satu) orang atau lebih pemegang saham yang bersamasama mewakili 1/10 (satu persepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali anggaran dasar menentukan suatu jumlah yang lebih kecil; atau b. Dewan Komisaris 4. Kewenangan untuk mewakili perseroan untuk mengajukan gugatan terhadap anggota direksi yang menyebabkan kerugian perseroan. Diatur dalam Pasal 97 ayat (6) UUPT yang berbunyi: “Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan.” Pasal 114 ayat 6 UUPT “Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu 20 persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat menggugat anggota Dewan Komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan ke pengadilan negeri.” 5. Kewenangan pemagang saham untuk dilakukannya audit terhadap perseroan, atas dugaan terjadinya Perbuatan Melawan Hukum yang merugikan yang dilakukan oleh Perseroan, Direksi atau komisaris. Pasal 138 Ayat (3) Permohonan pemeriksaan Perseroan dapat diajukan oleh: a. 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara; b. pihak lain yang berdasarkan peraturan perundang-undangan, anggaran dasar Perseroan atau perjanjian dengan Perseroan diberi wewenang untuk mengajukan permohonan pemeriksaan; atau c. kejaksaan untuk kepentingan umum Meskipun ketentuan yang ditujukan untuk melindungi kepentingan pemegang saham minoritas terdapat dalam UUPT, namun cara terbaik adalah dengan melakukan pencegahan yaitu dengan perusahaan harus mempunyai tata kelola perusahaan yang baik dan adanya kerjasama yang baik antara perusahaan dengan para pemegang sahamnya agar pemegang saham minoritas tidak merasa dirugikan oleh perusahaan. Kesimpulan : 1. Perusahaan tidak memenuhi prinsip good corporate governance yang telah diatur dalam OECD dan KNKG. 2. Penerapan good corporate governance akan menambah nilai perusahaan bagi para pemegang saham. 3. PT. Sumalindo Lestari Jaya tidak menerapkan prinsip transparansi dan kewajaran dimana itu terdapat dalam OECD dan KNKG sehingga tidak terpenuhinya beberapa hak pemegang saham. 4. Meskipun ketentuan yang ditujukan untuk melindungi kepentingan pemegang saham minoritas terdapat dalam UUPT, namun cara terbaik adalah dengan melakukan pencegahan yaitu dengan perusahaan harus mempunyai tata kelola perusahaan yang baik dan adanya kerjasama yang baik antara perusahaan dengan para pemegang sahamnya agar pemegang saham minoritas tidak merasa dirugikan oleh perusahaan. 21 BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan 22 DAFTAR PUSTAKA Komite Nasional Kebijakan Governance. 2006. Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia. Jakarta. Organization for Economic Cooperation & Development. 2004. OECD Principles of Corporate Governance. The OECD Paris. Otoritas Jasa Keuangan. 2014. RoadMap Tata Kelola Perusahaan Indonesia. Jakarta. Sukrisno Agoes dan I Cenik Ardana 2011. Etika Bisnis dan Profesi. Ed. Revisi. Salemba Empat: Jakarta Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. 23