Uploaded by Aime RSM

BAB 1 PENDAHULUAN

advertisement
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang
INDONESIA sebagai negara agraris masih mengandalkan pasokan pupuk
untuk meningkatkan produksi tanaman. Kebutuhan pupuk setiap tahun semakin
meningkat, padahal hanya sebagian saja pupuk yang diberikan dapat
dimanfaatkan oleh tanaman. Seperti halnya pupuk P yang dipasok dalam bentuk
TSP, SP36 sebagian besar tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Pada tanah
yang masam, banyak anion Al3+ dan Fe3+ di dalam tanah yang dapat mengikat
ion H2P04- yang berasal dari pemberian pupuk P. Akibatnya sebagian kecil saja
(kurang lebih 30%) pupuk P yang dapat diserap oleh tanaman. Sementara pada
daerah dengan curah hujan rendah, seperti di Nusa Tenggara dan biasanya
tanahnya banyak mengandung kapur (tanah alkalin), kation Ca2+ yang banyak
pada tanah tersebut akan mengikat unsur P. Maka, ketersediaan P dalam tanah
tersebut rendah. Padahal, unsur P sangat penting bagi tanaman antara lain untuk
pembelahan sel, perkembangan akar, pembentukan bunga, buah, biji, dll.
Beberapa peneliti di bidang bioteknologi tanah sudah memanfaatkan
mikroba pelarut fosfat sebagai pupuk biologis alias biofertiliser (mikroba yang
dapat menyediakan hara untuk pertumbuhan tanaman). Kelompok mikroba
mikroba pelarut fosfat tersebut berasal dari golongan bakteri (Pseudomonas,
Bacillus, Escherichia, Brevibacterium, dan Serratia) dan dari golongan cendawan
(Aspergillus, Penicillium, culvularia, Humicola, dan Phoma). Populasi mikroba
tersebut dalam tanah berkisar dari ratusan sampai puluhan ribu sel per gram tanah.
Mikroba pelarut fosfat bersifat me-nguntungkan karena mengeluarkan berbagai
macam asam organik seperti asam formiat, asetat, propionat, laktat, glikolat,
fumarat, dan suksinat. Asam-asam organik ini dapat membentuk khelat (kompleks
stabil) dengan kation Al Fe atau Ca yang mengikat P, sehingga ion H2P04menjadi bebas dari ikatannya dan tersedia bagi tanaman untuk diserap.
Kemampuan mikroba pelarut fosfat dalam melarutkan fosfat yang terikat
dapat diketahui dengan membiakkan biakan murninya pada media agar
'Pikovskaya' yang berwarna putih keruh, karena mengandung P tidak larut seperti
kalsium fosfat Ca3(P04)2. Pada akhir masa inkubasi (48 - 72 jam) pertumbuhan
mikroba pelarut fosfat dicirikan dengan adanya zone bening di sekitar koloni
mikroba yang tumbuh. Sedangkan mikroba lainnya tidak menunjukkan ciri
tersebut. Mikroba pelarut fosfat yang unggul dapat diseleksi dari uji tersebut,
yaitu yang menghasilkan diameter zone bening yang paling besar dibandingkan
koloni mikroba lainnya.
1.2.
Tujuan
1. Mahasiswa mampu melakukan penetapan bakteri pelarut fosfat
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Fosfor merupakan unsur esensial kedua setelah N yang berperan penting
dalam proses pertumbuhan tanaman, serta metabolisme dan proses mikrobiologi
tanah. Fosfor dalam tanah, 70% berada dalam keadaan tidak larut, hal tersebut
sangat berpengaruh terhadap serapan hara lain, khususnya pada saat unsur P
menjadi faktor pembatas. Ketersediaan unsur P dalam tanah ternyata sangat
bergantung pada aktivitas mikroorganisme dalam tanah (Amarisi dan Olsen,
1973), seperti adanya aktivitas dari kelompok bakteri pelarut fosfat/BPF. Bakteri
pelarut fosfat merupakan satu-satunya kelompok bakteri yang dapat melarutkan P
yang terjerap permukaan oksida-oksida besi dan almunium sebagai senyawa Fe-P
dan Al-P. Bakteri tersebut berperan juga dalam transfer energi, penyusunan
protein, koenzim, asam nukleat dan senyawa-senyawa metabolik lainnya yang
dapat menambah aktivitas penyerapan P pada tumbuhan yang kekurangan P
(Widawati, 2006).
Bakteri pelarut fosfat mampu mensekresi asam organik sehingga akan
menurunkan pH tanah dan memecahkan ikatan pada beberapa bentuk senyawa
fosfat untuk ga meningkatkan ketersediaan fosfat dalam larutan tanah. Bakteri
yang berperan sebagai pelarut fosfat pada tanah telah banyak ditemukan,
diantaranya
genera
Pseudomonas,
Micrococcus,
Bacillus,
Azotobacter,
Microbacterium dan Flavobacterium. Hasil penelitian Widiawati dan Suliasih
(2006) menyatakan bahwa bakteri Pseudomonas dan Bacillus merupakan bakteri
pelarut fosfat yang memiliki kemampuan terbesar sebagai biofertilizer dengan
cara melarutkan unsur fosfat yang terikat pada unsur lain (Fe, Al, Ca, dan Mg),
sehingga unsur P tersebut menjadi tersedia bagi tanaman (Marista dkk. 2013).
Isolasi dan seleksi bakteri tanah yang mampu melarutkan P dapat
dilakukan dengan cara sebafai berikut, sampel tanah diambil dari areal
Perkebunan Kelapa Sawit di Sei. Garo pada kedalaman 5-15 cm. pH tanah diukur
saat pengambilan sampel tanah. Isolasi bakteri pelarut P dilakukan dalam medium
Pikovskaya cair dan diinkubasi pada suhu kamar selama 3 hari. Hasil isolasi
ditumbuhkan secara pour plate dalam medium Pikovskaya agar dan diinkubasi
selama 3 hari. Koloni bakteri yang memiliki zona bening dianggap bakteri yang
mampu melarutkan P. Aktivitas bakteri pelarut P secara semi-kuantitatif diukur
berdasarkan diameter zona bening yang terbentuk. Tiga isolat bakteri yang
membentuk diameter zona bening tertinggi dipilih sebagai isolat potensial untuk
dilakukan uji potensi melarutkan P pada media cair (Lestari dkk 2011).
Pada akhir masa inkubasi (48 - 72 jam) pertumbuhan mikroba pelarut
fosfat dicirikan dengan adanya zone bening di sekitar koloni mikroba yang
tumbuh. Sedangkan mikroba lainnya tidak menunjukkan ciri tersebut. Mikroba
pelarut fosfat yang unggul dapat diseleksi dari uji tersebut, yaitu yang
menghasilkan diameter zone bening yang paling besar dibandingkan koloni
mikroba lainnya. Kemampuan pelarutan fosfat terikat secara kuantitatif dapat pula
diukur dengan menumbuhkan biakan murni mikroba pelarut fosfat pada media
cair Pikovskaya. Kandungan P terlarut media cair tersebut diukur setelah masa
inkubasi. Sebagai contoh cendawan Aspergillus sp. mampu melarutkan P terikat
dari media tersebut sebesar 11,32 mg P2O5/50 ml media (Sutanto, 2002).
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.2. pembahasan
Bakteri pelarut fosfat (BPF) merupakan kelompok mikroorganisme tanah
yang berkemampuan melarutkan P yang terfiksasi dalam tanah dan mengubahnya
menjadi bentuk yang tersedia sehingga dapat diserap tanaman. Mikroorganisme
pelarut fosfat ini dapat berupa bakteri (Pseudomonas, Bacillus, Escheria,
Actinomycetes, dan lain lain). Sekitar sepersepuluh sampai setengah jumlah
baketri yang diisolasi dari tanah mampu melarutkan fosfat, jumlah bakteri tersebut
berkisar 10 5- 10 7 per gram tanah adan banayk dijumpai di daearah perakaran
tanaman. Menurut Widawati (2006) dari beberapa strain bakteri, ternyata genus
Pseudomonas dan Bacillus mempunyai kemampuan yang tinggi dalam melarutkan
fosfat.
Dalam melakukan analisis bakteri pelarut fosfat pada suatu contoh sampel
tanah terdapat banyak factor yang dapat mempengaruhinya. Salah satunya adalah
peralatan yang digunakan selama penetapan BPF. Kondisi peralatan tersebut
menjadi hal yang harus diperhatikan dalam melakukan analisis ini sebab hal ini
akan menentukan keberhasilan analisis BPF, sehingga terlebih dahulu sebelum
melakukan analisis maka peralatan yang akan diguanakan harus diperiksa. Bila
ada yang rusak atau tidak berfungsi maka segera diganti karena alat-alat yang
rusak juga akan menghambat proses analisa. Hal ini berkaitan langsung dengan
kesterilan peralatan serta bahan-bahan yang digunakan selama analaisa BPF.
Peralatan yang digunakan, sebelum digunakan perlu disterilkan dulu dengan
menggunakan berbagi bahan seperti alcohol untuk menjaga kemurnian bahan
yang akan dikelola.
Selain itu, hal yang dapat mempengaruhi analisis BPF juga adalah
langkah-langkah kerja yang ditempu dalam analisis tersebut. Proses kerja analisa
BPF diawali dari persiapan bahan seperti larutan fisiologis dan alat-alat sperti
cawan petri hingga penghitungan koloni bakteri dengan menggunakan Colony
Counter Number. Dalam hal tersebut, ukuran atau kuantitas bahan yang
digunakan menjadi perhatian dimana ukuran tersbeut harus mengikuti anjuran
penggunaan yang akurat agar mandapatkan hasil analisa yang eksak. Begitu pula
dalam melakukan pengenceran dimana larutan yang diencer harus mengikuti
volume yang sudah ditentukan.
Dalam melakukan analisis BPF, jenis serta komposisi media yang
digunakan juga dapat menjadi pengaruh yang sangat penting. Biasanya untuk
analisis BPF ini, media yang digunakan adala media pikovskaya. Media
Pikovskaya merupakan media spesifik yang ditemukan oleh Pikovskaya yang
dapat memudahkan isolasi mikrobia pelarut fosfat (MPF) baik bakteri pelarut
fosfat (BPF) maupun fungi pelarut fosfat (FPF). Media spesifik Pikovskaya
memudahkan
isolasi
mikrobia
pelarut
fosaft
(MPF)
termasuk
juga
memudahkandalam isolasi bakteri pelarut fosfat (BPF) karena media ini
menggunakan sumber fosfat darimono kalsium fosfat, sehingga hanya mikrobia
yang mampu melarutkan fosfat dari monokalsium fosfat tersebut saja yang dapat
tumbuh dan berkembang pada media tersebut.Kemampuan dari pelarutan fosfat
dari mono kalsium fosfat dicirikan dari terbentuknya zona bening disekitar
mikrobia tersebut.
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa:

Bakteri pelarut fosfat (BPF) merupakan kelompok mikroorganisme tanah yang
berkemampuan melarutkan P yang terfiksasi dalam tanah dan mengubahnya
menjadi bentuk yang tersedia sehingga dapat diserap tanaman.

Kondisi peralatan tersebut menjadi hal yang harus diperhatikan dalam
melakukan analisis ini sebab hal ini akan menentukan keberhasilan analisis
BPF

hal yang dapat mempengaruhi analisis BPF juga adalah langkah-langkah kerja
yang ditempu dalam analisis tersebut.
5.2. saran
Sebaiknya waktu pengerjaan praktkum ini lebih diperpanjang lagi agar
mahasiswa tidak terburu-buru dalam melakukan analisis BPF, begitu pula dengan
peralatan yang digunakan sebaiknya diperlengkap agar tidak menghambat
pekerjaan
DAFTAR PUSTAKA
Lestari, W., T. M. LInda dan A. Martina. 2011. Kemampuan Bakteri Pelarut
Fosfat Isolat Asal Sei Garo dalam Penyediaan Fosfat Terlarut dan
Serapannya pada Tanaman Kedelai. Biospecies, 4 (2): 1 – 5
Marista, E., S. Khotimah dan R. Linda. 2013. Bakteri Pelarut Fosfat Hasil Isolasi
dari Tiga Jenis Tanah Rizosfer Tanaman Pisang Nipah (Musa paradisiaca
var. nipah) di Kota Singkawang. Protobiont, 2 (2): 93 – 101
Sutanto, R. 2002. Penerapan pertanian organic. Anisius: Yogyakarta
Widawati, S. dan Suliasih. 2006. Augmentasi Bakteri Pelarut Fosfat (BPF)
Potensial sebagai Pemacu Pertumbuhan Caysin (Brasica caventis Oed.) di
Tanah Marginal. BIODIVERSITAS, 7(1): 10-14
Download