Uploaded by irmahelza201299

etika luar biasa 1 (Autosaved)

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pulau Ternate jika dilihat dari aspek topografis, berbentuk bulat kerucut atau
strato vulkano yang luas diagonal pulau kecil ini dari arah utara ke selatan
sepanjang 13 km dan dari arah barat ke timur sepanjang 11 km, dengan
panjang bibir pantai keliling pulau kurang lebih 55 km dengan bentangan luas
seluruh daratan pulau adalah 92,12 km2.
Dengan kondisi geografis demikian, maka sudah pasti bahwa jika kita
mengelilingi gunung Gamalama haruslah dilakukan dengan mengelilingi
pulau Ternate tersebut.Gunung Gamalama merupakan satu-satunya gunung
yang bertengger di pulau tersebut yang hingga saat ini masih merupakan
gunung berapi aktif dengan ketinggian saat ini kurang lebih 1.715 m dari
permukan laut.
Masyarakat Ternate memiliki sebuah kearifan lokal bernama kololi kie atau
keliling gunung. Kololi Kie dapat didefinisikan sebagai kegiatan ritual
masyarakat tradisional untuk mengitari atau mengililingi gunung Gamalama
sambil menziarahi beberapa makam keramat yang ada di sekeliling pulau
kecil. ritual adat kololi kie ini memiliki makna ganda selain merupakan tradisi
yg selalu dilakukan leluhur jaman dahulu untuk menjiarahi beberapa tempat
yang dianggap keramat juga merupakan upaya untuk menjauhkan masyarakat
Ternate dari berbagai ancaman bencana dari gunung berapi Gamalama
tersebut. Hal seperti ini juga terjadi di beberapa gunung di pulau Jawa,
Sumatera dan tempat lain di nusantara ini. Ritual kololi kie ini sudah
dilakukan oleh masyarakat Ternate sejak ratusan tahun lalu. Ritual adat ini
1
merupakan salah satu dari dua ritual tertua yang dianggap satu paket, yakni
ritual Fere Kie yaitu kegiatan ritual naik ke puncak gunung Gamalama untuk
berziarah. Tradisi ritual adat kololi kie ini, dapat dilalui dua jalur, yaitu;
melalui jalur laut dan melalui jalur darat.
Untuk jalur darat: Kololi kie toma nyiha (sering disebut juga nyiho) biasanya
dilakukan dengan dua cara, yaitu; dengan menggunakan kendaraan (mobil
atau motor) dan dengan berjalan kaki, tapi yang terakhir ini sudah jarang
dilakukan lagi.
Ritual adat kololi kie ini merupakan suatu kegiatan napak tilas dari sejarah
proses kedatangan dan berlabuhnya tokoh legendaris “Maulana Sayyidinaa
Syekh Djaffar Shaddiq” sang pembawa agama Islam pertama kali ke pulau
Ternate ini dan kemudian menyebarkan siar Islam ke seluruh jazirah Maluku
bagian utara. Sebagaimana yang diyakini oleh masyarakat setempat menurut
legenda yang ada bahwa sebelum tokoh ini mendaratkan perahunya di pulau
Ternate, beliau terlebih dahulu mengitari pulau ini untuk melihat situasi
sekaligus mencari tempat yang pantas untuk berlabuh. Akhirnya “Ake Sibu”
atau yang sekarang dikenal “Ake Rica” yang berada di desa atau kelurahan
Ruwa saat ini, adalah tempat yang dipilih untuk berlabuh ketika itu.
Ritual ini dilakukan karena ingin berdamai dengan gunung. Perdamaian
dengan gunung mungkin terjadi di kalangan masyarakat yang secara berkala
dihinggapi bencana. Beberapa kawasan di Asia Tenggara (termasuk daerah
Maluku Utara tentu saja) yang memiliki gunung berapi aktif, dapat dianggap
sebagai representasi penguasa alam. keberadaan gunung selalu dihormati
dengan cara melakukan beberapa ritual tertentu. Sebuah gunung dianggap
mewakili sosok yang mengagumkan sekaligus mengancam, sehingga
diperlukan upacara penghormatan Tujuannya untuk menjamin ketenteraman,
2
keamanan, dan keberadaan masyarakat di sekitarnya. Dalam hal ini, ritual
adat kololi kie yang telah dilakukan sejak lama, dianggap sebagai salah satu
cara untuk menjauhkan masyarakat dari berbagai ancaman. Ini dilakukan
sebagai upaya untuk menjinakkan ancaman dari Gunung Gamalama yang
masih aktif itu. Tradisi yang ditambah dengan ziarah ke makam keramat juga
bermakna seperti itu. Ritual seperti ini (dengan corak yang berbeda) juga ada
pada upaya untuk menjinakkan gunung berapi yang ada di wilayah lain di
nusantara.
3
BAB II
PERMASALAHAN
2.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang diatas,saya akan merumuskan suatu masalah yang
akan dibahas dalam makalah ini yaitu :
1. Sejarah suku bangsa Ternate
2. Karakteristik masyarakat Ternate
3. Pengertian Kololi Kie
4. Sejarah Tradisi Kololi Kie
5. Keistimewaan Tradisi Kololi Kie
6. Makna filosofi Tradisi Kololi Kie
7. Tahapan-tahapan pelaksanaan Kololi Kie
2.2 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :
1. Mengetahui Sejarah suku bangsa Ternate
2. Mengetahui Karakteristik masyarakat Ternate
3. Mengetahui Pengertian Kololi Kie
4. Mengetahui Sejarah Tradisi Kololi Kie
5. Mengetahui Keistimewaan Tradisi Kololi Kie
6. Mengetahui Makna filosofi Tradisi Kololi Kie
7. Mengetahui Tahapan-tahapan pelaksanaan Kololi Kie
4
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Sejarah Suku Bangsa Ternate
Sebelum masuknya Islam dan berdirinya Kesultanan Ternate, masyarakat
Ternate terbagi dalam empat kelompok sosial masyarakat, yaitu:
1. Tubo, merupakan penduduk yang berada di kawasan puncak atau
lereng sebelah utara Pulau Ternate
2. Tobona, merupakan penduduk yang mendiami kawasan di
lereng sebelah selatan, di Foramadiyahi.
3. Tabanga, merupakan penduduk yang berdiam di
kawasan pantai bagian utara
4. Toboleu, merupakan penduduk yang tinggal di
kawasan pesisir pantai timur di Ternate.
Keempat kelompok besar masyarakat tersebut terbagi-bagi lagi ke dalam
kelompok-kelompok yang lebih kecil, yang mendiami kawasan yang
disebut dengan gam. Penghuni gam umumnya terdiri dari beberapa keluarga
atau kerabat, yang dalam bahasa setempat disebut sebagai soa (kelompok
marga).Setiap soa dipimpin oleh seorang fanyira, dan para kepala soa
atau fanyira tersebut dibawah kepemimpinan seorang momole (kepala
kampung). Istilah“momole” mungkin diambil dari kata “tomole”, yang dapat
berarti kehebatan atau kesaktian. Jadi, secara harfiah, “momole” berarti
orang yang dipilih untuk dijadikan pemimpin karena ia dinilai mempunyai
kelebihan kesaktian dalam berbagai hal.
5
Di antara kelompok-kelompok yang pada waktu tersebut masih menjalankan
sistem pemerintahan yang sederhana tersebut, terkadang terjadi pertentangan
demi memperebutkan hegemoni.
Setelah agama Islam hadir, sistem pemerintahan Momole berubah.
Keempat momole tersebut, bersatu dengan dipimpin oleh seorang “kolano”.
Seiring perkembangan dan menguatnya pengaruh Islam terhadap kehidupan
sosial masyarakat Ternate, dan wilayah di sekitarnya, yakni Tidore, Bacan,
dan Jailolo, berkembang juga pemerintahan-pemerintahan lokal dibawah
para kolano.
Dalam perkembangan selanjutnya, keempat kolano ini yang masing-masing
juga membawahi wilayah Bacan, Jailolo, Ternate, dan Tidore bersepakat
bergabung untuk membentuk konfederasi persekutuan, yang disebut dengan
persatuan “Moloku Kie Raha”.
Pada saat penggabungan, Ternate dipimpin oleh Sida Arif ma Lamao yang
merupakan kolano ke-7. Ia memerintah kurang lebih selama sembilan tahun
(1322-1331 Masehi). Dalam konfederasi ini, sistem pemerintahan di Ternate
dan wilayah lainnya semakin disempurnakan.
Pada 1486 Masehi, ketika kepemimpinan kolano ke-19 yaitu Zainal Abidin.
Beliau lah pemimpin Ternate pertama yang konon menggunakan sebutan
Sultan
untuk
pemimpin
pemerintahan
dan
juga
merubah
bentuk
pemerintahan ke-kolano-an menjadi kesultanan. Sultan Zainal Abidin
memerintah dari 1486-1500, dan bergelar Paduka Sri Sultan Zainal Abidin.
Di dalam struktur kepemimpinan tradisional kesultanan Ternate, memiliki
semacam Dewan Rakyat yang disebut dengan Gam Raha . Gam Raha
6
merupakan dewan dengan empat perwakilan kelompok masyarakat yang
menyokong kesultanan Ternate, yakni:
1. Soa-Sio, yakni komunitas masyarakat yang terdiri dari sembilan
kelompok Soa atau distrik yang berada di wilayah pusat
kekuasaan kesultanan.
2. Sangadji, yakni komunitas beberapa distrik yang berada di negeri
seberang atau wilayah-wilayah yang dijadikan taklukkan.
3. Heku, yakni komunitas masyarakat Ternate yang wilayahnya
terbentang dari Ake Santosa ke utara (sekarang merupakan
wilayah Kelurahan Salero) hingga ke wilayah pulau Hiri yang
termasuk Halmahera Muka.
4. Cim, yakni komunitas masyarakat dari Ake Santosa ke wilayah
salatan hingga mencapai batas wilayah desa Kalumata.
Gam Raha berfungsi mengesahkan calon sultan. Dalam tradisinya, calon
pengganti sultan umumnya adalah anak lelaki putera sultan, tidak hanya
yang tertua, tapi semua anak laki-laki sultan punya kesempatan yang sama.
Jika tidak ditemukan dalam garis pertama, maka tahta akan bergeser ke pada
anak-anak dari kakak sultan atau anak-anak dari adik sultan (keponakan),
bahkan dimungkinkan dapat langsung ke cucu Sultan (catatan sejarah
silsilah para raja-raja di Ternate). Pun telah ditetapkan menurut hukum adat,
calon Sultan itu tetap lah harus disahkan Gam Raha.
Para calon biasanya terlebih dahulu diajukan oleh pihak dari Soa-Sio dan
Sangaji. Selanjutnya apabila calon yang diajukan tersebut ditolak oleh pihak
Cim dan Heku, maka mau tidak mau harus diganti.
7
Sistem ini merupakan suatu hal yang unik dan ciri khas demokrasi ala
Ternate, di mana sistem pemerintahan adalah berbentuk monarki, tetapi
pewaris kekuasaan dilakukan melalui pemilihan atau penunjukan dari Gam
Raha, berdasarkan kriteria tertentu.
3.2 Karakteristik masyarakat Ternate
3.2.1 Bahasa Ternate
Bahasa Melayu Maluku Utara atau Bahasa Melayu Ternate adalah suatu
dialek bahasa Melayu yang dituturkan di
hampir seluruh wilayah
provinsi Maluku Utara,Indonesia. Di wilayah Kepulauan Sula, masyarakat di
sana biasanya menggunakan Bahasa Melayu Sula (bahasanya mirip Bahasa
Melayu Ambon, tetapi strukturnya masih mengikuti bahasa-bahasa di
Maluku Utara), sedangkan di Bacan, Mandioli, dan wilayah di sekitar Bacan
menggunakan Bahasa Melayu Bacan, meskipun penuturnya sekarang
jumlahnya masih lebih sedikit daripada masyarakat yang menggunakan
bahasa Melayu Maluku Utara. Tetapi jika orang Sula dan Bacan bertemu
dengan orang Maluku Utara yang lain, mereka akan menggunakan bahasa
Melayu Maluku Utara sebagai bahasa persatuan masyarakat Maluku Utara.
Oleh sebab itu, Maluku Utara mempunyai tiga bahasa pasaran, tetapi hanya
Melayu Maluku Utara yang digunakan sebagai bahasa persatuan.
Di Maluku Utara sendiri, namanya dikenal oleh masyarakat di sana sebagai
Bahasa Pasar. Nama ini diambil karena bahasa ini adalah percakapan seharihari masyarakat Maluku Utara. Bahasa ini mempunyai pengucapan yang cepat
dan nadanya yang datar serta intonasinya yang agak kasar (ini sesuai dengan
percakapan masyarakat Maluku Utara di pasar), sehingga masyarakat di
8
sebelah barat Indonesia kebanyakan akan tidak mengerti bahasa ini, terkecuali
orang-orang yang pernah menetap di Maluku Utara. Bahasa ini juga dikenal
sebagai bahasa Melayu Ternate, karena basis bahasa ini terletak di Ternate.
Sebagian masyarakat Indonesia salah dengan menyebut bahasa ini sebagai
bahasa Ternate (ada pula yang menyebut bahasa ini sebagai bahasa Maluku),
padahal bahasa Ternate sangat berbeda dengan bahasa Melayu Ternate,
terkecuali dalam hal struktur bahasanya ada yang relatif sama. Bahkan ada
yang salah dengan menyebut bahasa ini sebagai bahasa Manado (Bahasa
Melayu Manado) karena banyak persamaan kata, tetapi dalam hal intonasi,
pengucapan, dan nada, kedua bahasa tersebut berbeda.
3.2.2 Mata Pencaharian
Mata pencaharian orang Ternate bertani dan nelayan. Dalam bidang pertanian
mereka menanam padi, sayur mayur, kacang-kacangan, ubi kayu, dan ubi
jalar. Tanaman keras yang mereka usahakan adalah cengkeh, kelapa dan pala.
Cengkeh merupakan tanaman rempah-rempah yang sudah mempunyai sejarah
panjang di Ternate. Cengkeh merupakan daya tarik yang mengundang
kedatangan bangsa Eropa ke daerah ini. orang-orang Ternate juga dikenal
sebagai pelaut-pelaut yang ulung.selain itu,ternate memiliki beberapa
perusahaan tambang yang menjadi sumber mata pencaharian dari masyarakat
sekitar ternate (maluku utara).
3.2.3 Pola Pemukiman
Pemukiman penduduk umumnya membentang di sepanjang garis pantai.
Rumah-rumah mereka dibangun di sepanjang jalan-jalan dan sejajar dengan
garis pantai di daerah perkotaan. Struktur bangunannya beraneka ragam sesuai
9
dengan gaya para pendatang dari luar Halmahera di perdesaan. Di pedesaan,
rumah-rumah penduduk terbuat dari rumput ilalang.taek
3.2.4 Agama
Sebelum agama Islam masuk ke Pulau Ternate, suku ini terbagi dalam
kelompok-kelompok masyarakat. Masing-masing kelompok kerabat suku
Ternate dipimpin oleh mamole. Seiring dengan masuknya Islam. mamole ini
bergabung menjadi satu konfederasi yang dipimpin oleh kolano. Kemudian,
setelah Islam menjadi lebih mantap, struktur kepemimpinan kolano berubah
menjadi kesultanan. Dalam struktur kolano, ikatan genealogis dan teritorial
berperan sebagai faktor pemersatu, sedangkan dalam kesultanan agama
Islamlah yang menjadi faktor pemersatu. Dalam struktur kesultanan, selain
lembaga tradisional yang sudah ada, dibentuk pula lembaga keagamaan.
Kesultanan Ternate masih ada sampai saat ini meskipun hanya dalam arti
simbolik. Namun belakangan ini kesultanan Ternate tampak bangkit kembali.
Umumnya orang Ternate beragama Islam. Pada masa lalu kesultanan
merupakan salah satu pusat penyebaran agama Islam di wilayah Indonesia
bagian Timur. Sampai sekarang, mayoritas suku Ternate adalah orang Islam
Sunni dan sedikit yang menganut agama Kristen Protestan.
3.2.5 Kesenian
Ada 2 jenis kesenian di daerah Ternate, Yaitu Kesenian Istana dan Kesenian
Rakyat.Kesenian istana umumnya merupakan kelengkapan adat yang bersifat
ritual maupun seremonial.Tarian klasik yang bersifat ritual yaitu Legu – legu.
Legu – legu mengandung makna bahwa Legu-Legu mempunyai sifat
sakral.Para penari merupakan medium yang masih suci.Kadang ada satu atau
lebih penari yang melakukannya gerakan, tidak dalam keadaan sadar atau
10
kemasukan roh nenek moyang.Tarian legu-Legu ini hanya dipentaskan pada
saat-saat tertentu dengan pertimbangan utamanya harus bersifat ritual dan
mempunyai keterkaitan dengan adat keramat keraton.
Alat Musik Daerah Maluku : Tifa merupakan alat musik yang paling terkenal
dari Maluku. Alat musik ini bentuknya menyerupai kendang dan terbuat dari
kayu yang di lubangi tengahnya.Ada beberapa macam jenis alat musik Tifa
seperti Tifa Jekir, Tifa Dasar, Tifa Potong, Tifa Jekir Potong dan Tifa Bas.
Alat musik lainnya yang berasal dari Maluku adalah Toto Buang dan Kulit
Bia. Alat musik ini merupakan serangkaian gong-gong yang kecil bentuknya
dan biasanya di taruh pada sebuah meja dengan beberapa lubang sebagai
penyanggah. Sedangkan alat musik Kulit Bia merupakan alat musik tiup yang
terbuat dari Kulit Kerang.
Tari Cakalele merupakan nama tarian yang paling populer dan terkenal dari
Maluku. Taian ini menggambarkan Tari perang.Tari ini sering di pentaskan
dan di peragakan oleh para pria dewasa sambil memegang Parang dan
Salawaku (Perisai).
Nama tarian lain yang berasal dari Maluku adalah tari Saureka-Reka dan tari
Katreji.Tari Katreji dimainkan oleh wanita dan pria. Saat memainkan Tarian
ini diiringi berbagai alat musik seperti biola, suling bambu, ukulele, karakas,
guitar, tifa dan bas gitar.
Tari Pelangi Maluku Utara merupakan garapan kreasi yang diciptakan dari
perpaduan tari tradisional Maluku Utara, yaitu tari soya-soya dan tari
cakalele.Garapan kreasi ini menggambarkan kekayaan dan potensi yang
dimiliki oleh Maluku Utara, baik dari segi kekayaan alam, seni, maupun
kebudayaannya.Pengaruh tari soya-soya begitu kental dalam garapan kreasi
ini.
11
Tarian Soya-soya,Tarian ini berlatarbelakang peristiwa dalam sejarah Ternate,
semasa pemerintah Sultan Babullah (1570-1583), yaitu tatkala Sultan
Babullah menyerbu benteng Portugis di Kastela (Santo Paolo Pedro) untuk
mengambil jenasah ayahnya. Sultan Khairun yang dibunuh secara kejam oleh
tentara Portugis di dalam benteng tersebut.Tarian yang bertemakan
patriotisme ini diciptakan oleh para seniman kesultanan untuk mengabdikan
peristiwabersejarahtersebut.
Tarian soya-soya ini, diartikan sebagai tarian pejmeputan. Sebab, biasanya
tarian ini kerap diperagakan saat akan melakukan penjemputan tamu penting
atau
tamu
kebesaran
oleh
pihak
Keslutanan
yang
datang.
Selain tarian cakalele, tarian soya-soya ini juga diistilahkan dengan tarian
perang, karena berdasarkan laterbalakang tarian ini, digunakan oleh pasukan
keslutanan untuk berperang melawan penjajah.
3.3 Pengertian Kololi Kie
Secara Bahasa , kata “Kololi Kie” berasal dari bahasa asli Ternate yakni
gabungan dari dua kata, yaitu ; kata “kololi” yang berarti keliling atau
mengintari dan kata “kie” yang berarti gunung, pulau, darat atau juga berarti
daratan. Jadi, pengertian kata Kololi Kie merupakan kegiatan mengitari atau
mengililingi pulau atau gunung. Ada istilah lain yang mempunyai arti serupa
yang juga di masyarakat Ternate terhadap kegiatan kololi kie ini, yaitu “Ron
Gunung“.
3.4 Sejarah Tradisi Kololi Kie
12
Tradisi Kololi Kie merupakan ancaman berupa bencana alam yang
ditimbulkan oleh sebuah gunung berapi terkadang dapat melahirkan satu
tradisi yang khas. Beberapa kawasan di Asia Tenggara, termasuk di daerah
Maluku Utara, gunung terutama gunung berapi aktif dianggap sebagai
representasi penguasa alam. Oleh sebab itu, keberadaan gunung selalu
dihormati dengan cara melakukan beberapa ritual tertentu. Sebuah gunung
dianggap mewakili sosok yang mengagumkan sekaligus mengancam,
sehingga diperlukan upacara penghormatan supaya keberadaannya menjamin
ketentraman, keamanan, dan keberadaan masyarakat di sekitarnya. Jadi,
upacara adat ini merupakan ritual mengelilingi sebuah gunung di Pulau
Ternate, yaitu Gunung Gamalama. Gunung Gamalama merupakan gunung
aktif dengan ketinggian 1.715 meter di atas permukaan laut yang menjadi ikon
pulau penghasil cengkeh ini. Upacara Adat Kololi Kie biasanya diadakan
apabila terdapat gejala alam yang menandai bakal meletusnya Gunung
Gamalama, yang dapat mengganggu ketenangan masyarakat Ternate. Namun
pada perkembangannya, selain untuk menghormati keberadaan Gunung
Gamalama, upacara adat ini juga menjadi ritual pihak kesultanan dalam
menghormati leluhur-leluhur mereka.
Tradisi ritual adat kololi kie ini, terdapat dua jalur yang bisa dilalui, yaitu;
melalui jalur laut dan melalui jalur darat.
1). Melalui Jalur Laut, (Kololi kie toma ngolo).
Kendaraan yang digunakan pada kegiatan ritual adat kololi kie toma
ngolo ini adalah perahu atau kapal ukuran sedang. Saat ini biasanya
menggunakan perahu atau kapal bermotor, sedangkan pada jaman
dahulu hal itu dilakukan dengan menggunakan perahu tanpa mesin,
yakni mendayung dengan tangan.
13
2). Melalui Jalur Darat, (Kololi kie toma nyiha atau nyiho).
Kololi kie toma nyiha sering disebut juga nyiho biasanya dilakukan
dengan dua cara, yaitu; dengan menggunakan kendaraan mobil atau
motor dan dengan berjalan kaki, tapi yang terakhir ini sudah jarang
dilakukan lagi.
3.5 Keistimewaan Tradisi Kololi Kie
Upacara Adat Kololi Kie dimulai dari jembatan kesultanan semacam
pelabuhan) yang dikenal dengan nama Jembatan Dodoku Ali. Sebelum
rombongan sultan dan para pembesar kerajaan menaiki perahu masingmasing, Imam Masjid Sultan Ternate yang bergelar Jou Kalem akan
membacakan doa keselamatan di jembatan ini. Usai berdoa, sultan diikuti para
pembesar kerajaan serta para pemimpin soa atau kampung menaiki perahu
masing-masing. Perahu sultan dan para pembesar kerajaan memiliki ukuran
yang lebih besar dengan bentuk menyerupai naga dan dihiasi kertas serta
bendera kebesaraan kesultanan. Sementara perahu-perahu yang lebih kecil
(kora-kora) dinaiki oleh para kepala soa dan masyarakat umum.
Pelayaran perahu dimulai dengan mengelililingi perahu sultan sebanyak tiga
kali. Setelah itu, dipimpin oleh perahu naga yang ditumpangi sultan, iringiringan tersebut mulai mengelilingi Pulau Ternate melalui arah utara. Untuk
meramaikan suasana, tiap perahu dilengkapi dengan berbagai alat musik,
seperti tifa, gong, dan fiol yaitu alat musik gesek.
Dalam perjalanan mengililingi Gunung Gamalama, rombongan perahu akan
berhenti di tiga tempat untuk melakukan tabur bunga dan memanjatkan doa.
Ritual ini merupakan bentuk penghormatan terhadap para leluhur kesultanan.
14
Selain berhenti di tiga tempat, sultan juga akan dijamu dalam upacara Joko
Kaha, yaitu upacara penyambutan yang dilakukan oleh masyarakat adat di
tepi Pantai Ake Rica. Setelah perahu-perahu merapat di tepi pantai, sultan dan
permaisuri akan turun untuk mencuci kaki, lalu disambut secara adat oleh para
tetua desa dan disuguhi berbagai hidangan lezat, seperti nasi kuning, ayam
bakar, serta ikan bakar. Upacara penyambutan rombongan ini diiringi oleh
alunan berbagai alat musik pukul dan gesek tradisional. Suguhan ini
menggambarkan pengakuan masyarakat Ternate terhadap kebesaran sultan
dankerajaannya.
Setelah menikmati hidangan yang ada, sultan dan permaisuri beserta
rombongan lainnya melanjutkan pelayaran mengelilingi Gunung Gamalama.
Selama perjalanan, peserta Kololi Kie akan memperoleh sambutan meriah
dari masyarakat yang menyaksikan iring-ringan perahu dari tepi pantai. Tak
hanya itu, pemandangan indah laut Ternate yang tenang, pulau-pulau kecil di
sekitar Ternate, serta keanggunan Gunung Gamalama tak akan mudah
dilupakan oleh mereka yang mengikuti pelayaran sakral ini.
Perjalanan selama kurang lebih empat jam ini kemudian berakhir dan kembali
ke Jembatan Dodoku Ali,Masyarakat menunggu kedatangan rombongan
perahu di Jembatan Dodoku Ali.
Kololi Kie dilaksanakan dalam rangkaian acara Festival Legu Gam Moloku
Kie Raha, yaitu pada bulan April menjelang ulang tahun Sultan Ternate yaitu
Sultan Mudaffar Sjah. Dalam festival ini, selain dapat mengikuti pelayaran
Kololi Kie, wisatawan juga dapat menyaksikan berbagai pertunjukan
15
kesenian, karnaval budaya, pameran kerajinan, serta berbagai perlombaan
tradisional khas Maluku Utara.
3.6 Makna filosofis tradisi kololi kie
Ritual kololi kie ini sudah dilakukan oleh masyarakat Ternate sejak ratusan
tahun lalu. Ritual adat ini merupakan salah satu dari dua ritual tertua yang
dianggap satu paket, yakni ritual “Fere Kie” yaitu kegiatan ritual naik ke
puncak gunung Gamalama untuk berziarah. Tradisi ritual adat kololi kie ini,
jika dilihat dari jalur yang dilalui, maka terdapat dua jalur yang bisa dilalui,
yaitu; melalui jalur laut dan melalui jalur darat.
Jika dilihat dari aspek “niat” atau “hajat” untuk melaksanakan ritual ini, maka
ritual adat kololi kie ini dibagi atas tiga kategori, yaitu ; niat atau hajat
perorangan, hajatan kelompok, dan hajatan besar dari pihak kesultanan.
1). Niat atau Hajatan Perorangan
Hajat perorangan biasanya dilakukan oleh seseorang apabila mencapai apa
yang dicita-citakannya tercapai, maka ia ber-nazar akan melakukan ritual
adat kololi kie ini sebagai ungkapan rasa syukur atas apa yang telah
diberikan oleh Allah SWT. Selain melalui sholat, masyarakat tradisional
Ternate juga menziarahi para leluhur mereka yakni ke makam-makam dan
keramat para sufi, para mubaligh dan tempat-tempat yang dianggap
Jere,Jere sendiri merupakan makam keramat beberapa ulama tasawuf
Ternate jaman dahulu yang dalam bahasa Ternate ulama tasawuf ini disapa
“Joguru Lamo” atau “Khalifah” yang makam keramatnya tersebar di
sekelilingi pulau ini.
16
Pada ritual adat kololi kie kategori niat atau hajat perorangan ini biasanya
jarang dilakukan melalui laut, tapi kebanyakan melalui darat dengan
menggunakan kendaraan darat baik mobil atau motor. Ritual adat ini
biasanya dilakukan oleh seseorang apabila ia
hendak merantau atau kembali ke kampung halaman setelah sekian lama
merantau, atau juga mereka yang hendak melakukan pernikahan, atau
sembuh dari penyakit yang lama dideritanya.
Hingga saat ini masih saja ada beberapa calon jemah haji di pulau Ternate
yang hendak melakukan ibadah haji ke tanah suci, sebelum belaksanakan
rukun haji, mereka juga melakukan kegiatan ritual adat Kololi Kie dan Fere
Kie ini dengan niat menziarahi makam atau jere para sufi dan mubaligh
Ternate jaman dahulu yang telah berjasa memperkokoh tegaknya syariat
Islam di jazirah Moloku Kie Raha yakni di Ternate dan sekitarnya yang
menurut pandangan mereka bahwa aqidah Islam yang dianut hingga saat
ini dan masih tetap terpelihara turun-temurun hingga sampai pada dirinya
yang saat ini hendak menjalankan rukun Islam yang kelima ke tanah suci
Mekkah adalah hasil jerih payah para leluhur dalam menegakkan syariat
Islam waktu itu.
2). Niat dan Hajatan Kelompok
Pada ritual adat kololi kie kategori niat atau hajatan kelompok kebanyakan
dilakukan melalui jalur laut (kololi kie toma ngolo). Maksudnya juga sama
yaitu melaksanakan nazar yaitu ungkapan rasa syukur atas apa yang telah
diberikan oleh Allah SWT sekaligus menziarahi makam-makam dan jere
para sufi. Ritual adat ini biasanya dilakukan apabila kerabat atau keluarga
batih ataupun kelompok yang hendak mendirikan rumah, hendak panen
17
rempah-rempah atau mereka yang selamat dari malapetakan, bencana atau
wabah.
3). Niat dan Hajatan Besar dari Kesultanan Ternate
Ritual adat kololi kie pada hajatan besar dari kesultanan adalah merupakan
kegiatan ritual dilakukan setiap tahun. Ritual adat ini dilakukan secara
besar-besaran dan sangat meriah terutama di sepanjang route yang
dilaluinya. Route yang dilalui hanya melalui jalur laut, (kololi kie toma
ngolo). Kata “toma ngolo” dalam bahasa Ternate berarti “di laut”.
Makna utama dari ritual adat kololi kie ini adalah aktivitas ritual untuk
menziarahi makam dan keramat para auliyah, mubaligh, dan beberapa orang
ulama tasawuf Ternate jaman dahulu. Makam-makam keramat mereka ini
tersebar di tempat-tempat tertentu di sekelilingi pulau ini, sehingga untuk
menziarahi keseluruhannya dalam waktu yang bersamaan, harus dilakukan
dengan mengitari pulau tersebut. Orang Ternate menyebut makam-makam
para Joguru Lamo di jazirah ini dengan istilah Jere.
Makna verbalistis yang bisa dipetik dari ritual adat kololi kie ini juga adalah
mendoakan untuk keselamatan dan kemaslahatan negeri “Limau Gapi” ini
baik di darat maupun di laut agar tetap kokoh sebagaimana tegaknya huruf alif
dan berada dalam satu wadah laksana sebuah perahu yang bentuk seperti
huruf baa, serta mensyukuri atas apa yang telah dilakukan oleh para mubaligh
dan para sufi pendahulu di negeri para raja-raja ini, seperti; telah
diletakkannya dasar aqidah Islam dan ke-tauhid-an yang tetap ada dan masih
dipertahankan hingga anak cucu sekarang ini. Sikap bersyukur dan ungkapan
terima kasih tersebut diekpresikan dengan cara tradisional yakni kegiatan
ritual menziarahi tempat-tempat tertentu yang diyakini sebagai tempat makam
atau Jere mereka yang berada di sekeliling pulau ini.Kebiasaan inilah yang
18
kemudian menjadi suatu tradisi yang masih dipertahankan hingga saat ini,
yang kita kenal dengan ritual kololi kie ini.
Ritual adat kololi kie ini adalah juga kegiatan napak tilas yang wajib bagi
setiap warga pribumi Ternate jaman dahulu, yakni melakukan patroli darat
dan laut dari kampung ke kampung untuk berjaga-jaga dan memantau situasi
kampung-kampung dan perairan sekitar jika adanya ancaman yang datang
dari pihak luar terhadap penduduk dan warga pesisir di sekeliling pulau
Ternate melalui jalur laut. Hal ini sering dilakukan pada masa lampau oleh
pasukan angkatan laut kesultanan Ternate dengan “Armada Kora-Kora”
dalam memantau situasi negeri sepanjang pantai dan lautan sekeliling pulau
Ternate waktu itu.
Makna pedagogis yang tersirat dari tradisi ritual adat ini adalah mengajari kita
tentang kewaspadaan territorial nasional dalam artian sempit khusus
lingkungan wilayah territorial kedaulatan kesultanan atas gangguanngangguan keamanan dan ketertiban masyarakat yang datang dari pihak luar.
Makna pedagogis yang tersirat lainnnya adalah “kebersamaan”. karena sejak
mulainya perjalanan ritual ini, tidak ada dari perahu-perahu peserta tersebut
yang berkejar-kejaran atau saling mendahului. Semua dalam rasa dan nuansa
kebersamaan. Semua sudah tahu dan menyadari bahwa perahu atau kapal
yang ditumpangi Sultan adalah yang paling depan dan menjadi penjuru iringiringan.
3.7 Tahapan-Tahapan Pelaksanaan Tradisi Kololi Kie
Khusus pada pelaksanaan ritual adat kololi kie toma ngolo (melalui jalur laut),
selalu diawali tepat di perairan depan keraton kesultanan Ternate, yakni dari
ujung jembatan kesultanan semacam pelabuhan kerajaan jaman dahulu yang
19
dikenal dengan nama jembatan “Dodoku Ali” atau “Dodoku Mari”. Walaupun
kadang-kadang para peserta menaiki perahu dari pelabuhan Dufa-Dufa, tapi
tetap harus menuju ke posisi awal ini untuk mulai pelaksanaan ritual keliling
pulau ini.
Sebelum rombongan Sultan dan para pembesar kerajaan menaiki perahu
masing-masing, Imam Agung Kesultanan di Masjid Sultan Ternate yang
bergelar Jou Qalem atau Kadhi yang akan membacakan doa keselamatan di
jembatan ini. Usai berdoa, sultan diikuti para pembesar kerajaan serta para
pemimpin soa (kampung) yang bergelar Fanyira akan menaiki perahu masingmasing. Perahu yang ditumpangi Sultan, Permaisuri dan para pembesar
kerajaan biasanya dihiasi lebih megah dan memiliki ukuran yang lebih besar
dan selama perjalanan senantiasa selalu berada paling depan dari semua
rombongan yang turut serta. Perahu besar ini dijuluki dengan sebutan “oti
Juanga” yang dihiasi ukiran kepala naga di bagian haluan dan ekor naga di
buritan. Selain itu dihiasi pula dengan umbul-umbul dan bendera kebesaraan
kesultanan.
Dalam perjalanan mengililingi pulau ini, rombongan perahu akan berhenti di
beberapa tempat untuk melakukan tabur bunga dan memanjatkan doa. Tempat
persinggahan yang agak lama dan biasanya peserta rombongan turun ke darat
adalah di Ake Rica ini.
Ritual adat ini merupakan bentuk penghormatan terhadap para leluhur
kesultanan yaitu; Syai’idinaa Maulana Syekh DjaffarShaddiq sang pembawa
agama Islam ke pulau ini. Perlu digaris bawahi bahwa dalam ritual adat kololi
kie di pulau Ternate ini, semua peserta yang ikut dalam pelaksanaan ritual ini
akan melewati 4 (empat) sudut utama dari lingkaran pulau Ternate. Istilah
20
untuk keempat sudut ini adalah “Libuku Raha” (libuku artinya sudut dan raha
artinya empat),yaitu: Tabam ma dehe, Buku Deru-deru, Banding Mari
Hisa,dan Foramadiyahi.
Dalam ritual ini terdapat terdapat 13 (tiga belas) titik keramat yang wajib
diziarahi sepanjang route mengelilingi pulau hingga kembali ke posisi semula.
Sedangkan 13 kuburan keramat yang diziarahi, yaitu:
1) Kadato ma Ngara
2) Jere Kubu Lamo
3) Libuku Tabam ma Dehe
4) Jere Kulaba
5) Sao ma Dana (Sulamadaha)
6) Libuku Buku Deru-deru
7) Libuku Bandinga Mari Hisa
8) Ruwa Ake Sibu (Ake Rica)
9) Jere Foramadiyahi
10) Ngade-Gam ma Duso
11) Talangame
12) Benteng Oranje Malayu Cim
13) Jere Toma Sigi Lamo (Masjid Kesultanan).
Jere Kulaba adalah makam keramat salah satu dari beberapa orang sufi
Ternate yang terkenal di masanya dengan peran utamanya adalah
memperkokoh tegaknya syariat Islam di Ternate pada pada sekitar tahun
1705. Menurut keterangan dari salah satu nara sumber penulis Abdul Kadir
Mailudu atau sering disapa Tete Baa sudah almarhum, yang keterangannya
diperoleh penulis beberapa tahun lalu, terungkap bahwa nama pemilik makam
dengan batu nisan tertinggi di Jere Kulaba ini adalah seorang ahli tasawuf
21
Ternate yang hidup sekitar akhir abad ke-17 hingga awal abad ke-18 Masehi,
yang bernama; “Syekh Abdul ibnur-Rachman” yang bernama asli Ternate
adalah; “Dumade”. Tidak semua orang di sini tahu nama makam keramat
yang sangat sering diziarahi penduduk Ternate ini.
Semua penduduk Ternate hanya tahu makam keramat ini dengan sebutan Jere
Kulaba saja. Makam ini sangat terkenal di seantero pulau Ternate dan pulau
sekitarnya. Makam keramat ini memiliki batu nisan tertinggi di pulau Ternate,
yakni kurang lebih hampir 1,7 meter atau setinggi tubuh orang dewasa. Orang
banyak sering menyebutnya Jere Kulaba karena lokasinya berada tepat di
belakang desa Kulaba di pulau Ternate.
Kira-kira sekitar 20 hingga 30 menit meninggalkan tempat itu rombongan
perahu ini melewati salah satu tempat keramat di desa sulamadaha yakni “Sao
Madaha”. Tempat yang dianggap keramat ini berada di dalam sebuah teluk
kecil di ujung desa ini. Nun jauh di atas di lereng pegunungan gunung
Gamalama terdapat sebuah bukit yang disebut dengan “Buku Deru-Deru”.
Bukit ini oleh orang Ternate secara ritual juga dianggap sebagai salah satu
sudut pulau dari empat sudut (Libuku Raha) yang ada di pulau ini. Sambil
melewat tempat ini juga dilakukan pembacaan doa khusus oleh salah satu
Imam yang turut menumpangi perahu Sultan berada.
Sekitar 20 menit dari tempat ini rombongan tiba di perairan desa Bandinga.
Tempat ini juga dianggap oleh masyarakat Ternate merupakan sudut pulau
yang ketiga yang dikenal “Libuku Bandinga Mari Hisa” .mari artinya batu dan
hisa artinya pulau . Libuku Bandinga Mari Hisa ini merupakan salah sudut
pulau yang dianggap keramat dimana pulau Ternate dibagi dua dengan
patokan posisi awal dari depan Keraton kesultanan Ternate. Artinya
22
rombongan upacara ritual kololi kie ini sudah melewati separuh lingkaran
keliling pulau Ternate. Sekali lagi dijelaskan, bahwa selama melalukan
perjalanan mengelilingi pulau ini, iring-iringan perahu tiap “Soa” (kampung)
dilengkapi dengan alat musik Tifa, Gongdan Fiol (alat musik gesek), suasana
adat dan tradisional sangat terasa dalam perjalanan ini. Selepas dari tempat
Ake Rica ini, rombongan armada melanjutkan perjalanan yang kurang lebih
sudah mencapai separuh dari lingkarang keliling pulau Ternate.
Kira-kira sekitar 25 menit, rombongan melewati pemukiman Foramadiyahi
yang terletak jauh di atas lereng gunung Gamalama. Di tempat ini terdapat
makam Sultan Babullah ibn Khairun Djamilu sang legendaris pengusir
penjajah dari bumi Ternate. Dari kejauhan di laut, rombongan ini melakukan
pembacaan doa-doa khusus untuk makam ini. Sepuluh menit dari pesisir
pantai Talangame, rombongan mulai memasuki pesisir kota Ternate, dan arah
perjalanan rombongan sudah menghadap ke utara. Perjalanan keliling pulau
ini sudah hamper sampai . Setelah melewati mesjid raya Ternate Al-Munawar,
dibacakan pula doa khusus ketika sedang melewati kawasan Malayu Cim
yang berasa di Benteng Oranye dan sekitarnya. Rombongan armada melewati
perairan di pusat kota Ternate.
Perjalanan ritual adat kololi kie ini tinggal kira-kira 15 menit lagi. Sekitar satu
kilometer menjelang tempat pemberhentian di pelabuhan Dokoku Ali yaitu
tempat memulainya perjalanan ini dari laut dibacakan doa khusus untuk
beberapa makam para Sultan Ternate yang berada di daratan tepatnya di
dalam kompleks mesjid kesultanan, makam-makam disebut oleh orang
Ternate dengan “Jere Sigi Lamo” yaitu Makam raja di Mesjid Sultan.
23
Perjalanan ritual adat selama kurang lebih empat jam ini kemudian berakhir
dan kembali ke Jembatan Dodoku Ali, tempat dimana perjalanan ritual ini
dimulai di pagi hari.
24
BAB IV
KESIMPULAN
Indonesia semestinya bangga akan budaya yang dimilikinya, maka sudah selayaknya
bagi bangsa dan masyarakat negeri ini untuk melestarikan dan menjaga beraneka
ragam budaya yang unik di berbagai daerah Indonesia ini. Berbicara mengenai
budaya bangsa Indonesia pasti tidak akan ada habisnya, mengingat begitu banyaknya
budaya yang terdapat mulai dari Sabang sampai Merauke. Pulau-pulau di Indonesia
dengan berbagai macam suku bangsa yang semuanya memiliki keunikan masingmasing. Tapi semua terangkum menjadi satu yaitu sebuah ikatan yang satu yaitu
Bhineka Tungga Ika.
Salah satu Tradisi yang ada di Indonesia yaitu Tradisi Kololi Kie yang dapat
disimpulkan bahwa tradisi ini adalah sebuah kebiasaan masyarakat yang bersifat
ritualistis karena pelaksanaannya tidak sekedar mengitari pulau ini, tapi harus
dipandu dan dipimpin oleh orang yang mengetahui dengan benar ritual ini.
Kegiatan ritual kololi kie ini bukan sekedar aktivitas biasa, melainkan banyak makna
yang tersirat dan tersurat yang bisa diambil dalam kehidupan. Mungkin tradisi ritual
seperti ini ada juga di tempat-tempat lain di nusantara ,tapi dengan nuansa dan
sebutan yang mungkin berbeda pula.
Upacara Adat Kololi Kie biasanya diadakan apabila terdapat gejala alam yang
menandai
bakal meletusnya Gunung Gamalama, yang dapat mengganggu
ketenangan masyarakat Ternate. Namun pada perkembangannya, selain untuk
menghormati keberadaan Gunung Gamalama, upacara adat ini juga menjadi ritual
pihak kesultanan dalam menghormati leluhur-leluhur mereka.Jadi, kita sebagai
generasi muda harus dapat dan melestarikan tradisi yang ada. Karena ini sudah
menjadi kebiasaan dan ini menjadikan warga atau masyarakat Ternate. Dan ini akan
menjadikan Ternate semakin dikenal oleh dunia luar.
25
DAFTAR PUSTAKA
Abdulrahman, Jusuf. 2013. Kapita Selecta: Sejarah, Bahasa dan Budaya Moloku Kie
Raha. Yogyakarta: Kanisius
Doa, Busranto Latif. 2011. Kololi Kie,Tradisi Ritual Adat Mengelilingi Pulau
Ternate sambil Ziarah Beberapa Makam Keramat
Wordpress.2010.Tradisi Kololi Kie.Diakses di
https://ternate.wordpress.com/2010/02/23/kololi-kie-tradisi-ritual-adatmengelilingi-pulau-ternate-sambil-ziarah-beberapa-makam-keramat/ Pada 26
Desember 2017 Pukul 09.35 WIB
Ulilamrizen.2015. Kebudayaan suku Ternate.Diakses di
http://ulilamrizen.blogspot.co.id/2015/01/kebudayaan-suku-ternate.html Pada
26 Desember 2017 Pukul 10.45 WIB
26
Download