ISSN 2621-9883 ELIPSOIDA Vol 01 No 02, Juni 2019 (1-10) @Departemen Teknik Geodesi UNDIP TEKNOLOGI GEOSPATIAL UNTUK INVESTIGASI PENYERANGAN RATTUS ARGENTIVENTER, SEBAGAI UPAYA MITIGASI LAHAN PERTANIAN Beben Graha Putra1, Robet Tri Arjunet2, Rizki Atthoriq Hidayat3 Program studi Geografi -Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang Jl.Prof.Dr.Hamka, Kampus UNP Air Tawar, Padang-25171 Telp./Faks: (0751) 7055671, e-mail: bebengp355@gmail.com 1 ABSTRAK Rattus argentiventer atau Tikus Sawah merupakan salah satu hama yang cukup merugikan para petani. Hal ini didasari oleh sifat Tikus Sawah yang Nocturnal sehingga sulit untuk diamati pergerakannya, bahkan tikus dalam semalam dapat menghabiskan Padi sebanyak 11-176 batang. Dengan melihat Landscape Ekologi dan fisiologis dari Tikus Sawah dapat menjadikan hubungan indikator dalam penyerangan hama. Tikus Sawah menyukai tempat yang kotor serta dipenuhi oleh semak belukar, karena merupakan tempat favorit dalam berkembang biak. Batas ruang gerak tikus apabila cukup tersedia makanan dan perlindungan, biasanya tidak lebih dari 100 m dengan menyerang padi dimulai dari tengah sawah, tetapi apabila makanan tidak cukup maka tikus akan mengembara dan dapat mencapai jarak 700 m. Tujuan penelitian untuk mengetahui distibusi titik lokasi penyerangan Hama Tikus Sawah, menentukan tingkat bahaya dan persentasi gagal panen, memahami hubungan bahaya penyerangan hama tikus dengan kondisi landscape ekologi pada lahan pertanian. Metode yang digunakan yaitu Kernel Density Estimation dan ditambah dengan metode Overlay. Berdasarkan hasil pengolahan dengan menggunakan GIS didapatkan persentase luas kerugian sebesar 46,258%. Selain luas, didapatkan pula indikator yang menyebabkan terjadi nya kegagalan panen yaitu daerah yang berada didekat Irigasi serta pematang yang kotor tingkat kerusakan nya lebih tinggi. Kata kunci : Kernel Density Estimation, Rattus Argentiventer, Zona Ancaman ABSTRACT Rattus argentiventer is one pest that is quite detrimental to farmer. This is based on the nature of the Rice Fields rat that are Nocturnal so that it is difficult to observe their movements, even mice overnight can spend as much as 11-176 stems of Rice. By looking at the Ecological and Physiological Landscape of the Rice field Rat, it can make the indicator relationship in pest attacks. Rice field rat likes dirty places and is filled with shrubs, because it is a favorite place in breeding. The limit of movement of mice when enough food is available and protection, usually not more than 100 m by attacking the rice starts from the middle of the rice fields, but if food is not enough the rats will wander and can reach a distance of 700 m. The aim of the study was to determine the distribution of the location of paddy rat pest attacks, determine the level of danger and percentage of crop failures, to understand the relationship between the danger of pest attack and ecological landscape conditions on agricultural land. The method used is the Kernel Density Estimation and added with the Overlay method. Based on the results of processing using GIS, the total area of loss is 46.258%. In addition to the area, there are also indicators that cause crop failures, namely areas near irrigation and dirty embankments with higher levels of damage. Keywords : Kernel Density Estimation, Rattus Argentiventer, Threat Zone. 1. PENDAHULUAN Tikus sawah Rattus argentiventer merupakan salah satu hama mengerat yang seringkali merugikan manusia, terutama di bidang pertanian salah satunya di lahan pertanian padi yang dapat menyebabkan tanaman puso atau gagal panen. Kehilangan hasil gabah akibat serangan hama itu hampir terjadi setiap musim tanam ,mulai dari proses semai sampai padi akan di panen bahkan juga di gudang penyimpanan, kerusakan tanaman padi karena serangan tikus umumnya terjadi pada fase vegetstif atau pada saat umur padi sewaktu muda, batang padi tersebut digit atau dipotong karna pada saat fase ini batang padi lebih cendrung berasa manis dibandingkan pada saat umur padi sudah tua. Seekor tikus dapat merusak antara 11-176 batang padi per malam. Sedangkan pada fase generatif pada saat tikus bunting kemampuan merusak meningkat, menjadi 24-246 batang per malam. Hal tersebut mengakibatkan kerusakan yang berat, Upaya pengendalikan tikus perlu disusun strategi pengendalian yang tepat sesuai dengan skala prioritas berdasarkan kategori serangan. Dalam rangka menyediakan informasi yang dapat digunakan sebagai dasar dalam membuat perencanaan dalam pengambilan kebijakan pengendalian tikus di Kecamatan Koto Tangah Kota Padang, maka dilakukan Beben Graha Putra TEKNOLOGI GEOSPATIAL UNTUK INVESTIGASI PENYERANGAN RATTUS ARGENTIVENTER, SEBAGAI UPAYA MITIGASI LAHAN PERTANIAN analisis dan identifikasi daerah penyebaran serangan tikus di Kecamatan Koto Tangah tersebut. Tikus menyerang padi pada malam hari. Pada siang hari tikus bersembunyi di dalam lubang pada tanggul tanggul irigasi, jalan sawah, pematang, dan daerah perkampungan dekat sawah. Pada periode sawah bera (setelah panen), sebagian besar tikus bermigrasi ke daerah perkampungan dekat sawah dan akan kembali lagi ke sawah setelah pertanaman padi menjelang generatif. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi dan Morfologi Tikus sawah (R. argentiventer) digolongkan ke dalam Kelas Mammalia, Ordo Rodentia, Subordo Myomorpha, Famili Muridae, dan Subfamili Murinae, Genus Rattus (Robinson & Kloss 1916) Tikus sawah mempunyai ciri morfologi yaitu tekstur rambut agak kasar, bentuk hidung kerucut, bentuk badan silindris, warna badan dorsal coklat kelabu kehitaman, warna badan ventral kelabu pucat atau putih kotor, warna ekor ventral coklat gelap, bobot badan antara 70-300 gram, panjang badan 130-210 mm, panjang ekor antara 110-160 mm, panjang secara keseluruhan dari kepala sampai ekor 240-370 mm, lebar daun telinga 19-22 mm, panjang telapak kaki 32-39 mm, lebar sepasang gigi seri yang sering digunakan untuk mengerat 3 mm, formula puting susu 3 + 3 pasang (Priyambodo 2003). 2.2 Bioekologi Tikus sawah ini adalah jenis hama pengganggu pertanian utama dan sulit dikendalikan karena tikus ini mampu ”belajar” dari tindakantindakan yang telah dilakukan sebelumnya. Tikus menyerang padi pada malam hari, pada siang hari tikus bersembunyi di dalam lubang pada tanggul irigasi, jalan sawah, pematang, dan daerah perkampungan dekat sawah. Pada periode sawah bera sebagian tikus bermigrasi ke daerah perkampungan dekat sawah dan akan kembali ke sawah setelah pertanaman padi menjelang generatif. Kehadiran tikus di daerah persawahan dapat dideteksi dengan memantau keberadaan jejak kaki (foot print), jalur jalan (run way), kotoran/feses, lubang aktif, dan gejala serangan. Tikus betina mengalami masa bunting sekitar 2123 hari dan mampu beranak rata-rata sejumlah 10 ekor. Tikus dapat berkembang biak apabila makanannya banyak mengandung zat tepung. Populasi tikus sawah sangat ditentukan oleh ketersediaan makanan dan tempat persembunyian Jurnal “ELIPSOIDA”, Volume 1 Nomor 02, Juni 2019 yang memadai. Tempat persembunyian tikus antara lain tanaman, semak belukar, rumpun bambu, pematang sawah yang ditumbuhi gulma, dan kebun yang kotor (Sudarmaji 2005). 2.3 Kernel Density Estimation (KDE) Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan sistem yang dirancang untuk bekerja dengan data yang tereferensi secara spasial atau koordinatkoordinat geografi. Sistem informasi geografis adalah bentuk sistem informasi yang menyajikan informasi dalam bentuk grafis dengan menggunakan peta sebagai antar muka. SIG tersusun atas konsep beberapa lapisan (layer) dan relasi. KDE adalah suatu pendekatan statistika untuk mengestimasi fungsi distribusi probabilitas dari suatu variabel acak jika diasumsikan bentuk atau model distribusi dari variabel acak tersebut tidak diketahui, Karnel Density Estimation Merupakan jenis density yang pengertiannya ialah salah satu formula statistik non parametrik untuk mengestimasi kerapatan yang dapat diaplikasikan pada ArcGIS 10.2 Dalam konteks spasial, kernel density banyak digunakan untuk menganalisis pola persebaran kerapatan dalam suatu area, salah satunya adalah kerawanan kejahatan. Fungsi matematika dalam perhitungan kernel density pada prinsipnya bertujuan mengestimasi persebaran intensitas suatu titik dalam bidang dengan radius tertentu (Silverman, B.W, 1986). Konsep ini akan diilustrasikan oleh gambar di bawah ini. Gambar 1. Cara Kerja Kernel Density Dalam ilustrasi di atas, sel raster ditunjukkan dengan lingkungan yang melingkar. Garis L1 dan L2 merupakan panjang bagian dari setiap baris yang ada di dalam lingkaran. 3. METODE PENELITIAN Beben Graha Putra TEKNOLOGI GEOSPATIAL UNTUK INVESTIGASI PENYERANGAN RATTUS ARGENTIVENTER, SEBAGAI UPAYA MITIGASI LAHAN PERTANIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif, dengan menggunakan data primer yang diambil survey lapangan, studi literatur, dan di analisis secara spasial. 3.2 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Tani Bungo Padi Rimbun, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat. 3.3 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam mengolah data yaitu menggunakan perangkat keras dan lunak. Perangkat keras seperti GPS, Laptop dan perangkat lunak menggunakan software Arcgis 10.2. 3.4 Teknik Analisis Data 4. 1. Analisis Deskripsi Analisis ini digunakan untuk melihat sebaran titik tikus yang melakukan penyerangan. 2. Analisis Spasial Statistik Kernel Membahas indeks bahaya penyerangan hama tikus yang diperoleh dari hasil pengolahan Kernel Density. 3. Overlay Peta Analisis hubungan indeks bahaya dengan kenampakan citra kondisi eksisting dan data observasi lapangan. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam kasus ini menerapkan statistik GIS dalam pemahaman fenomena Spasial, Ekologi, terutama ekosistem Sawah, Dengan ketentuan variabel seperti Fisiologi tikus sawah, Pola penyerangan, Indikator lingkungan, habitat untuk kamuflase. Kondisi ini saling bersinergi dalam Jaringan ekosistem terhadap Pola penyerangan Tikus. 4.1 Sebaran Titik Penyerangan Hama Tikus Dari hasil survey lapangan dengan pengumpulan data primer lapangan dalam dua kali survey ke lokasi penelitian, pengumpulan titik koordinat penyerangan hama tikus di peroleh sebaran titik penyerangan seperti gambar peta di bawah ini. Jurnal “ELIPSOIDA”, Volume 1 Nomor 02, Juni 2019 Gambar 2. Peta persebaran Hama bulan Januari dan Februari Dari peta diatas menjelaskan persebaran penyerangan hama tikus dengan riwayat kejadian. Pengambilan titik diambil 2 kali yaitu pada tanggal 4 Januari dan 28 Februari, dari 2 data ini terlihat perbedaan yaitu terjadi penambahan lokasi baru serangan hama tikus sehingga kerusakan yang terjadi semakin besar. Pengambilan titik koordinat pada padi yang rusak karena serangan hama diolah menggunakan GIS dengan prinsip Kernel Density sehingga hasil dari pengolahan tersebut dapat menggambarkan bagaimana serangan hama tikus sawah (Rattus argentiventer) dari titik yang mengelompok tersebut akan tergambarkan pula intesitas penyerangan. Tikus sawah yang menyerang dimulai dari bagian tengah dan bergerak hingga padi pada sawah tersebut rusak. Tikus sawah aktif dimalam hari (nocturnal) dan pada siang hari mereka berlindung didalam lubang atau semak. Sehingga untuk mengamati penyerangannya secara langsung cukup sulit maka diperlukan peta hasil pengolahan Kernel Density agar dapat melihat daerah yang terdampak serta pola penyerangan. Serangan tikus ini membentuk pola-pola tersendiri tergantung kondisi padi di sekitarnya. Pada kasus ini,terdapat perbedaan waktu panen yang menyababkan adanya sawah yang sudah dipanen letaknya berdekatan dengan sawah yang belum dipanen sehingga tikus sawah tersebut terus mencari padi-padi yang belum dipanen untuk merka makan. Apabila area padi yang merupakan sumber makanan mereka sudah habis, maka mereka akan mencari area lainnya sebagai tempat baru untuk memperoleh makanan, begitu seterusnya sehingga terbentuknya pola-pola penyerangan akibat aktivitas tikus sawah. 4.2 Tingkat Persentase Gagal Panen dan Penyerangan Hama Tikus Sawah Persebaran kerusakan dari hama tikus dianalisis menggunakan metode kernel density. Kernel density merupakan fungsi matematika yang kemudian dikembangkan dalam fungsi spasial untuk mengukur persebaran intensitas suatu titik dalam bidang dengan Beben Graha Putra TEKNOLOGI GEOSPATIAL UNTUK INVESTIGASI PENYERANGAN RATTUS ARGENTIVENTER, SEBAGAI UPAYA MITIGASI LAHAN PERTANIAN radius tertentu. Dari peta hasil pengolahan Kernel Density menghasilkan persebaran serta tingkat kerusakan yang terjadi. Pengamatan dilakukan selama 1 bulan dimulai dari Januari sampai Februari sehingga pola penyerangan bisa analisis pergerakannya. Dari pola penyerangan tersebut dapat memahami bagaimana arah pergerakan penyerangan nya seperti titik-titik kecil kerusakan menggambarkan lokasi penyerangan selanjutnya. Jika dilihat titik tersebut tidak lah jauh dari daerah yang mengalami kerusakan paling parah itu sesuai dengan fisiologis tikus sawah yang telah dijelaskan sebelumnya. Gambar 3. Peta Kernel Density Hasil analisis Spasial kernel density diperoleh sebuah zona bahaya serangan hama tikus. Didalam pengolahan menghasilkan indeks tingkat kerusakan. Sehingga pergerakan serangan hama tikus bisa dilihat secara jelas dengan radius serangan 100m . Dari peta di atas dijelaskan bahwa Indeks bewarna merah merupakan daerah yang tingkat kerusakan paling tinggi atau inti, nilai didapat dari perhitungan statistik non parametrik atau dari titik kejadian dan tingkat kerusakan rendah bewarna hijau. Titik kerusakan kecil yang berada disekitar kawasan kerusakan inti merupakan titik selanjutnya serangan hama tikus sawah. Jika dilihat pergerakan nya tidak lah jauh dari kerusakan inti. Sehingga jika dibandikan antar 2 bulan kejadian akan terlihat jelas kerusakan semakin melebar. Dari perhitungan luas kerusakan didapatkan persentase kerugian : 4.3 Hubungan Tingkat Bahaya dengan Kondisi Landscape Ekologi Tikus sawah diketahui lebih suka menyerang tanaman padi yang sedang bunting, sehingga pada umumnya padi stadium bunting akan mengalami kerusakan yang paling tinggi. Berdasarkan pengamatan dari malai padi yang dipotong, ternyata hanya beberapa malai saja yang dimakan (Rochman & Toto, 1976). Kebutuhan pakan tikus setiap hari hanya seberat kurang lebih 10% dari bobot tubuhnya, sedangkan daya rusaknya terhadap malai padi 5 kali lebih besar dari bobot malai padi yang dikonsumsi. Jika dihubungkan dengan fisiologis dan tingkah laku dari Tikus Sawah (Rattus argentiventer) maka akan didapatkan pola persebaran kerusakan serangan hama. Ruang gerak setiap hari tikus menempuh perjalanan secara teratur untuk mencari pakan, pasangan, sekaligus orientasi kawasan sekitarnya. Perjalanan harian tersebut menempuh jalan yang sama hingga terbentuk lintasan tetap (run ways). Rentang lintasannya ditentukan oleh jarak pakan, tempat bersembunyi atau lubang. Batas ruang gerak tikus apabila cukup tersedia makanan dan perlindungan, biasanya tidak lebih dari 100 m dengan menyerang padi dimulai dari tengah sawah, tetapi apabila makanan tidak cukup maka tikus akan mengembara dan dapat mencapai jarak 700 m. Dari peta dapat disimpulkan bahwa pengaruh ekosistem disekitar sawah sangat berpengaruh seperti, irigas dan pematang. Sawah yang paling tinggi tingkat kerusakan nya adalah Sawah yang berada didekat irigasi kotor serta pematang yang penuh ditumbuhi rerumputan. Dari indikator tersebut dapat dilihat fisiologis tikus yang menyenangi daerah tertutup serta kotor sehingga tikus sawah membuat sarang disekitar pematang dan irigasi yang kotor. ∑ = 46,258 % . Luas daerah yang mengalami kerusakan dihitung dari hasil zona Kernel Density sehingga dapat melihat luasan daerah dalam satuan meter dan dibandingkan dengan luas sawah kelompok tani Bungo Padi Rimbun. Sehingga diketahui luas kerusakan oleh hama tikus sawah adalah 46,258 %. Jurnal “ELIPSOIDA”, Volume 1 Nomor 02, Juni 2019 Gambar 4. Peta indikator lingkungan dan ekosistem hama Tikus Sawah Sistem pematang sawah sangat berdampak terhadap pertumbuhan populasi tikus sawah karena pematang merupakan tempat untuk tinggal dan berlindung bagi tikus sawah. Pematang yang lebar, tinggi, dan bersemak merupakan tempat yang paling Beben Graha Putra TEKNOLOGI GEOSPATIAL UNTUK INVESTIGASI PENYERANGAN RATTUS ARGENTIVENTER, SEBAGAI UPAYA MITIGASI LAHAN PERTANIAN disukai tikus sawah karena di tempat-tempat demikianlah tikusa sawah bersembunyi, melahirkan, dan menyusui anaknya sehingga potenssi pertumbuhan populasi tikus sawah tergantung oleh pematangnya. Kondisi pematang yang ditumbuhi semak tak beraturan dan kotor, mendukung pertambahan populasi tikus sawah dengan sangat peasat. Irigasi atau pengairan merupakan indikator yang harus diperhatikan karena hal ini berkaitan dengan mobilitas dan tempat bersarangnya tikus di sawah. Sistem irigasi di sawah termasuk sistem irigasi permukaan penggenangan secara terkendali dan melalui Irigasi yang baik akan memberikan dampak yang naik pula terhadap pertumbuhan padi, hal ini mengakibatkan tikus sawah kesulitan utuk mencapai padi. Apabila pematang yang seperti ini terus dibiarkan, maka jumlah tikus sawah akan terus bertambah diiringi dengan pertambahan julah pasokan makannya, yaitu padi, sehingga padi-padi akan terus diserang dan pertumbuhan padi sangat lambat. Hal ini lah yang menyebabkan gagal panen. Jarak waktu panen, kegiatan panen dilakukan dengan cara yang tidak serempak mengakibatkan ruginya petani yang melaksanakan kegiatan panen yang terlambat. Dengan ketidak samaan waktu panen inilah yang nantinya akan membentu pola-pola penyerangan hama tikus. Sebelum masa panen, tikus sawah menyerang padi-padi yang terdapat disekitarnya. Namun apabila padi-padi yang ada di sekitar sarang tikus sawah ini dipanen, maka pasokan makanan tikus sawah pun habis sehingga terjadilah pergerakan untuk mencari titik dimana masih terdapat padi yang belum dipanen. Hal ini mengakibatkan adanya pola-pola penyerangan hama tikus. Terhambatnya pertumbuhan padi yang diakibatkan rusaknya batang padi di bagian pangkalnya. Salah satu tanda yang sangat jelas adalah dengan melihat warna padi yang masih hijau saat musim panen yang mana padi-padi yang lain di sekitarnya sudah menguning. Saat awal menanam atau pertumbuhan awal padi, tikus sawah tersebut juga dapat memakan bibit-bibit padi yang baru ditanam atau padi-padi yang baru menunjukkan pertumbuhan awalnya, dan bahkan menyerang padi yang ada di dalam gudang penyimpanan sehingga sangat memungkinkan gagal panen dapat terjadi saat baru menenanam padi. Salah satu hal yang membuat sangat sulitnya pembasmian hama ini karena tikus aktif menyerang padi pada malam hari. Pola penanaman juga menjadi indikator yang sangat besar karena apabila tidak kompak dalam menanam dan memanen tentu pasokan makanan untuk tikus selalu tersedia. Sawah yang terakhir memanen akan menjadi bulan bulanan serangan tikus sawah karena itu lah sisa terakhir dari makanan nya. Inilah yang perlu ditekankan kepada para petani untuk lebih kompak dalam waktu penanaman maupun waktu panen. Jurnal “ELIPSOIDA”, Volume 1 Nomor 02, Juni 2019 Dengan adanya peta ini sawah yang rusak diserang hama tikus sawah (Rattus argentiventer) dapat diketahui sehingga bisa diantisipasi kedepannya dengan mitigasi yang baik. Dan memberikan edukasi kepada para petani agar kedepannya serangan hama tikus dapat di minimalisir sekecil mungkin. 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil pengolahan Kernel memunculkan zona bahaya hama tikus yang dilihat dari indeks bahaya nya, seperti pada peta sebelumnya dijelaskan bahwa warna merah merupakan daerah tingkat kerusakan paling tinggi dan yang bewarna hijau adalah daerah kerusakan kecil hasil, dari perhitungan luas kerusakan didapatkan persentase kegagalan panen sebesar 46,258% . Dengan adanya peta zona serangan hama tikus petani dapat melihat penyebab tinggi nya serangan hama tikus seperti pematang dan irigasi yang kotor belukar maupun penanaman dan pemanenan yang tidak kompak sehingga membuat pasokan makanan bagi hama tikus sawah selalu terjaga. 5.2 Saran Penanganan hama tikus di lapangan harus dilakukan dengan strategi atau teknis khusus dan relative untuk mendapatkan hasil yang maksimal . Di antaranya teknik pengendalian tikus sawah yang cukup efektif untuk mengendalikan tikus di lapangan. yaitu Dengan melakukan pengaturan pola tanam dan panen serentak, Pengaturan Jarak Tanam/Tata Tanam Legow, Sanitasi Habitat tikus, Pengemposan Massal (Fumigasi), dan Penerapan TBS (Trap Barrier System/Sistem Bubu Perangkap). DAFTAR PUSTAKA Setiawan, Erwan. 2016. Analisis Penggunaan Metode Kernel Density Estimation pada Loss Distribution Approach untuk Risiko Operasional. Jurnal Matematika Integratif ISSN 1412-6184 Volume 12 No 1, April 2016, pp 11 – 18. Universitas Indonesia Manueke1, Jusuf. 2017. PESTS ON RICE FIELD CROPS (Oryza sativa L.) IN THE MAKALONSOW VILLAGE OF EAST TONDANO DISTRICT IN MINAHASA REGENCY . Eugenia Volume 23 No. 3 Oktober 2017. Manado Beben Graha Putra TEKNOLOGI GEOSPATIAL UNTUK INVESTIGASI PENYERANGAN RATTUS ARGENTIVENTER, SEBAGAI UPAYA MITIGASI LAHAN PERTANIAN Flint, M.L. and van den Bosch. 1981. Introduction to Integrated Pest Management. Plenom Pre4ss. New York. 240 hlm. Zambom, A. Z. dan Dias, R. 2012. A review of Kernel Density Estimation with Applications to Econometrics. arXiv:1212.2812v1 [stat.ME]. diunduh pada: 26 Oktober 2018. Shevchenko, P.V. 2009. Implementing Loss Distribution Approach for Operational Risk. Applied Stochastic Models in Business and Industry, vol. 26(3), pages 277–307. Southwood, T.R.E. and M.J Woy. 1970. Ecologycal Background to Pest management in R.I. Rabb and E.E Guthrie (eds) Concep of Pest management North Caroline State University Releigh North Caroline. Untung, K. 1993. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gadjah Mada University Press, Roja, A. 2009. Pengendalian Hama dan Penyakit Secara Terpadu pada Tanaman Padi Sawah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat. Padang. Sudarmaji. 2017. Perkembangan Populasi Tikus Sawah pada Lahan Sawah Irigasi dalam Pola Indeks Pertanaman Padi 300. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta. Sudarmaji. 2007. Pengendalian Hama Tikus Secara Terpadu Pada Ekositem sawa Irigasi. Risalah Seminar 2006. Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Puslitbangtan Bogor.p. 129-144 Jurnal “ELIPSOIDA”, Volume 1 Nomor 02, Juni 2019