Uploaded by Beben Graha Putra

TEKNOLOGI GEOSPATIAL UNTUK INVESTIGASI PENYERANGAN RATTUS ARGENTIVENTER, SEBAGAI UPAYA MITIGASI LAHAN PERTANIAN

advertisement
LOMBA KARYA TULIS ILMIAH NASIONALFORESTIME 2019
TEKNOLOGI GEOSPATIAL UNTUK INVESTIGASI PENYERANGAN RATTUS
ARGENTIVENTER, SEBAGAI UPAYA MITIGASI LAHAN PERTANIAN
Diusulkan Oleh :
1. Beben Graha Putra (NIM. 17136085/ Angkatan 2017)
2. Robet Triarjunet (NIM. 17136101/ Angkatan 2017)
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
PADANG
TAHUN 2019
1
i
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
Lomba Karya Tulis Ilmiah ini dengan baik meskipun banyak kekurangan yang
terdapat didalamnya. Kami sangat berharap karya tulis ilmiah ini dapat berguna
dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Teknologi
Geospasial Dalam Investigasi Penyerangan Rattus argentiventer, Sebagai Upaya
Mitigasi Lahan Pertanian di Sumatera Barat.
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam susunan karya tulis
ilmiah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan karya tulis ilmiah yang
telah kami buat dimasa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga karya tulis ilmiah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun
yang membacanya. Sekiranya karya tulis yang telah disusun ini dapat berguna
bagi kami maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf
apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon
kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi perbaikan karya tulis ini di
waktu yang akan datang.
iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. i
LEMBAR PERNYATAAN ORISINILITAS KARYA ................................... ii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... vi
ABSTRAK ....................................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Batasan Masalah ................................................................................... 1
C. Rumusan Masalah ................................................................................ 2
D. Tujuan Penelitian .................................................................................. 2
E. Manfaat ................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Taksonomi dan Morfologi .................................................................... 3
B. Bioekologi ............................................................................................ 3
C. Analisis Spasial Kernel Density Estimation ......................................... 3
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ..................................................................................... 5
B. Lokasi Penelitian .................................................................................. 5
C. Alat dan Bahan Penelitian .................................................................... 5
D. Teknik Analis Data ............................................................................... 5
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sebaran Titik Penyerangan Hama Tikus .............................................. 6
B. Tingkat Persentase Gagal Panen dan Penyerangan Hama Tikus ......... 7
C. Hubungan Tingkat Bahaya dengan Kondisi Landscape Ekologi ......... 9
iv
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................... 12
B. Saran ..................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 13
LAMPIRAN .....................................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kernel Density..................................................................................... 4
Gambar 2. Peta Persebaran Hama Bulan Januari dan Februari ............................ 6
Gambar 3. Peta Kernel Density............................................................................. 8
Gambar 4. Peta Indikator Lingkungan dan Ekosistem Hama Tikus ..................... 10
vi
ABSTRAK
Rattus argentiventer atau Tikus Sawah merupakan salah satu hama
yang cukup merugikan para petani. Hal ini didasari oleh sifat Tikus
Sawah yang Nocturnal sehingga sulit untuk diamati pergerakannya,
bahkan tikus dalam semalam dapat menghabiskan Padi sebanyak 11-176
batang. Dengan melihat Landscape Ekologi dan fisiologis dari Tikus
Sawah dapat menjadikan hubungan indikator dalam penyerangan hama.
Tikus Sawah menyukai tempat yang kotor serta dipenuhi oleh semak
belukar, karena merupakan tempat favorit dalam berkembang biak. Batas
ruang gerak tikus apabila cukup tersedia makanan dan perlindungan,
biasanya tidak lebih dari 100 m dengan menyerang padi dimulai dari
tengah sawah, tetapi apabila makanan tidak cukup maka tikus akan
mengembara dan dapat mencapai jarak 700 m. Tujuan penelitian untuk
mengetahui distibusi titik lokasi penyerangan Hama Tikus Sawah,
menentukan tingkat bahaya dan persentasi gagal panen, memahami
hubungan bahaya penyerangan hama tikus dengan kondisi landscape
ekologi pada lahan pertanian. Metode yang digunakan yaitu Kernel
Density Estimation dan ditambah dengan metode Overlay. Berdasarkan
hasil pengolahan dengan menggunakan GIS didapatkan persentase luas
kerugian sebesar 46,258%. Selain luas didapatkan pula indikator yang
menyebabkan terjadi nya kegagalan panen. Yaitu daerah yang berada
didekat Irigasi serta pematang yang kotor tingkat kerusakan nya lebih
tinggi.
Kata Kunci: Kernel Density Estimation, Overlay, Rattus Argentiventer
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tikus sawah Rattus argentiventer merupakan salah satu hama mengerat
yang seringkali merugikan manusia, terutama di bidang pertanian salah satunya di
lahan pertanian padi yang dapat menyebabkan tanaman puso atau gagal panen.
Kehilangan hasil gabah akibat serangan hama itu hampir terjadi setiap musim
tanam ,mulai dari proses semai sampai padi akan di panen bahkan juga di gudang
penyimpanan, kerusakan tanaman padi karena serangan tikus umumnya terjadi
pada fase vegetstif atau pada saat umur padi sewaktu muda, batang padi tersebut
digit atau dipotong karna pada saat fase ini batang padi lebih cendrung berasa
manis dibandingkan pada saat umur padi sudah tua.
Seekor
tikus
dapat
merusak
antara
11-176
batang
padi
per
malam. Sedangkan pada fase generatif pada saat tikus bunting kemampuan
merusak meningkat, menjadi 24-246 batang per malam. Hal tersebut
mengakibatkan kerusakan yang berat, Upaya pengendalikan tikus perlu disusun
strategi pengendalian yang tepat sesuai dengan skala prioritas berdasarkan
kategori serangan.
Dalam rangka menyediakan informasi yang dapat digunakan sebagai dasar
dalam membuat perencanaan dalam pengambilan kebijakan pengendalian tikus di
Kecamatan Koto Tangah Kota Padang, maka dilakukan analisis dan identifikasi
daerah penyebaran serangan tikus di Kecamatan Koto Tangah tersebut. Tikus
menyerang padi pada malam hari. Pada siang hari tikus bersembunyi di dalam
lubang pada tanggul tanggul irigasi, jalan sawah, pematang, dan daerah
perkampungan dekat sawah. Pada periode sawah bera (setelah panen), sebagian
besar tikus bermigrasi ke daerah perkampungan dekat sawah dan akan kembali
lagi ke sawah setelah pertanaman padi menjelang generatif.
B. Batasan Masalah
Penelitian ini fokus mengkaji riwayat penyerangan hama tikus, bahaya
penyerangan dari analisis kernel dan hubungan dengan kondisi ekologi landscape
1
lahan pertanian.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah dalam penelitian ini,
maka masalah dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana distribusi titik lokasi penyerangan hama tikus di kelompok tani
bungo padi rimbun.
2. Bagaimana tingkat bahaya dan persentasi gagal panen akibat penyerangan
hama tikus?
3. Bagaimana hubungan bahaya penyerangan hama tikus dengan kondisi
landscape ekologi pada lahan pertanian7
D. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui distribusi titik lokasi penyerangan hama tikus di
kelompok tani bungo padi rimbun.
2. Untuk menentukan tingkat bahaya dan persentasi gagal panen akibat
penyerangan hama tikus.
3. untuk memahami hubungan bahaya penyerangan hama tikus dengan kondisi
landscape ekologi pada lahan pertanian
E. Manfaat
Memberikan masukan yang bermanfaat bagi petani, serta edukasi mitigasi
dari hama tikus Rattus argentiventer dan peta pola persebaran hama tikus , bagi
petani di kelompok tani bungo padi rimbun di kecamatan Koto Tangah seterusnya
Memberikan Gambaran kepada pemerintah untuk di jadikan acuan bagi kelompok
tani lainnya di kota Padang.Provinsi Sumatra Barat.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Taksonomi dan Morfologi
Tikus sawah (R. argentiventer) digolongkan ke dalam Kelas Mammalia,
Ordo Rodentia, Subordo Myomorpha, Famili Muridae, dan Subfamili Murinae,
Genus Rattus (Robinson & Kloss 1916) Tikus sawah mempunyai ciri morfologi
yaitu tekstur rambut agak kasar, bentuk hidung kerucut, bentuk badan silindris,
warna badan dorsal coklat kelabu kehitaman, warna badan ventral kelabu pucat
atau putih kotor, warna ekor ventral coklat gelap, bobot badan antara 70-300
gram, panjang badan 130-210 mm, panjang ekor antara 110-160 mm, panjang
secara keseluruhan dari kepala sampai ekor 240-370 mm, lebar daun telinga 19-22
mm, panjang telapak kaki 32-39 mm, lebar sepasang gigi seri yang sering
digunakan untuk mengerat 3 mm, formula puting susu 3 + 3 pasang (Priyambodo
2003).
B. Bioekologi
Tikus sawah ini adalah jenis hama pengganggu pertanian utama dan sulit
dikendalikan karena tikus ini mampu ”belajar” dari tindakan-tindakan yang telah
dilakukan sebelumnya. Tikus menyerang padi pada malam hari, pada siang hari
tikus bersembunyi di dalam lubang pada tanggul irigasi, jalan sawah, pematang,
dan daerah perkampungan dekat sawah. Pada periode sawah bera sebagian tikus
bermigrasi ke daerah perkampungan dekat sawah dan akan kembali ke sawah
setelah pertanaman padi menjelang generatif. Kehadiran tikus di daerah
persawahan dapat dideteksi dengan memantau keberadaan jejak kaki (foot print),
jalur jalan (run way), kotoran/feses, lubang aktif, dan gejala serangan. Tikus
betina mengalami masa bunting sekitar 21-23 hari dan mampu beranak rata-rata
sejumlah 10 ekor. Tikus dapat berkembang biak apabila makanannya banyak
mengandung zat tepung. Populasi tikus sawah sangat ditentukan oleh ketersediaan
makanan dan tempat persembunyian yang memadai. Tempat persembunyian tikus
antara lain tanaman, semak belukar, rumpun bambu, pematang sawah yang
ditumbuhi gulma, dan kebun yang kotor (Sudarmaji 2005).
C.
Analsis Spasial Kernel Density Estimation (KDE).
3
Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan sistem yang dirancang untuk
bekerja dengan data yang tereferensi secara spasial atau koordinat-koordinat
geografi. Sistem informasi geografis adalah bentuk sistem informasi yang
menyajikan informasi dalam bentuk grafis dengan menggunakan peta sebagai
antar muka. SIG tersusun atas konsep beberapa lapisan (layer) dan relasi. KDE
adalah suatu pendekatan statistika untuk mengestimasi fungsi distribusi
probabilitas dari suatu variabel acak jika diasumsikan bentuk atau model distribusi
dari variabel acak tersebut tidak diketahui,
Karnel Density Estimation Merupakan jenis density yang pengertiannya
ialah salah satu formula statistik non parametrik untuk mengestimasi kerapatan
yang dapat diaplikasikan pada ArcGIS 10.2 Dalam konteks spasial, kernel density
banyak digunakan untuk menganalisis pola persebaran kerapatan dalam suatu
area, salah satunya adalah kerawanan kejahatan. Fungsi matematika dalam
perhitungan kernel density pada prinsipnya bertujuan mengestimasi persebaran
intensitas suatu titik dalam bidang dengan radius tertentu (Silverman, B.W, 1986).
Konsep ini akan diilustrasikan oleh gambar di bawah ini.
Gambar 1. Kernel Density
Dalam ilustrasi di atas, sel raster ditunjukkan dengan lingkungan yang
melingkar. Garis L1 dan L2 merupakan panjang bagian dari setiap baris yang ada
di dalam lingkaran.
4
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif, dengan menggunakan
data primer yang diambil survey lapangan, studi literatur, dan di analisis secara
spasial.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Tani Bungo Padi Rimbun,
Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang.
C. Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam mengolah data yaitu menggunakan perangkat
keras dan lunak. Perangkat keras seperti GPS, Laptop dan perangkat lunak
menggunakan software Arcgis 10.2.
D. Teknik Analis Data
1. Analisis Deskripsi
Analisis ini digunakan untuk melihat sebaran titik tikus yang melakukan
penyerangan.
2. Analisis Spasial Statistik Kernel
Membahas indeks bahaya penyerangan hama tikus yang diperoleh dari
hasil pengolahan Kernel Density.
3. Overlay peta
Analis hubungan indeks bahaya dengan kenampakan citra kondisi
eksisting dan data observasi lapangan.
5
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam kasus ini menerapkan statistik GIS dalam pemahaman fenomena
Spasial, Ekologi, terutama ekosistem Sawah, Dengan ketentuan variabel seperti
Fisiologi tikus sawah, Pola penyerangan, Indikator lingkungan, habitat untuk
kamuflase. Kondisi ini saling bersinergi dalam Jaringan ekosistem terhadap Pola
penyerangan Tikus.
A. Sebaran Titik Penyerangan Hama Tikus
Dari hasil survey lapangan dengan pengumpulan data primer lapangan
dalam dua kali survey ke lokasi penelitian, pengumpulan titik koordinat
penyerangan hama tikus di peroleh sebaran titik penyerangan seperti gambar peta
di bawah ini.
Gambar 2. Peta persebaran hama bulan Januari dan bulan Februari
Dari peta diatas menjelaskan persebaran penyerangan hama tikus dengan
riwayat kejadian. Pengambilan titik diambil 2 kali yaitu pada tanggal 4 Januari
dan 28 Februari, dari 2 data ini terlihat perbedaan yaitu terjadi penambahan lokasi
6
baru serangan hama tikus sehingga kerusakan yang terjadi semakin besar
Pengambilan titik koordinat pada padi yang rusak karena serangan hama
diolah menggunakan GIS dengan prinsip Kernel Density sehingga hasil dari
pengolahan tersebut dapat menggambarkan bagaimana serangan hama tikus
sawah (Rattus argentiventer) dari titik yang mengelompok tersebut akan
tergambarkan pula intesitas penyerangan. Tikus sawah yang menyerang dimulai
dari bagian tengah dan bergerak hingga padi pada sawah tersebut rusak. Tikus
sawah aktif dimalam hari (nocturnal) dan pada siang hari mereka berlindung
didalam lubang atau semak. Sehingga untuk mengamati penyerangannya secara
langsung cukup sulit maka diperlukan peta hasil pengolahan Kernel Density agar
dapat melihat daerah yang terdampak serta pola penyerangan.
Serangan tikus ini membentuk pola-pola tersendiri tergantung kondisi padi
di sekitarnya. Pada kasus ini,terdapat perbedaan waktu panen yang menyababkan
adanya sawah yang sudah dipanen letaknya berdekatan dengan sawah yang belum
dipanen sehingga tikus sawah tersebut terus mencari padi-padi yang belum
dipanen untuk merka makan. Apabila area padi yang merupakan sumber makanan
mereka sudah habis, maka mereka akan mencari area lainnya sebagai tempat baru
untuk memperoleh makanan, begitu seterusnya sehingga terbentuknya pola-pola
penyerangan akibat aktivitas tikus sawah.
B. Tingkat persentase gagal panen dan Penyerangan Hama Tikus
Persebaran kerusakan dari hama tikus dianalisis menggunakan metode
kernel density. Kernel density merupakan fungsi matematika yang kemudian
dikembangkan dalam fungsi spasial untuk mengukur persebaran intensitas suatu
titik dalam bidang dengan radius tertentu. Dari peta hasil pengolahan Kernel
Density menghasilkan persebaran serta tingkat kerusakan yang terjadi.
Pengamatan dilakukan selama 1 bulan dimulai dari Januari sampai Februari
sehingga pola penyerangan bisa analisis pergerakannya. Dari pola penyerangan
tersebut dapat memahami bagaimana arah pergerakan penyerangan nya seperti
titik-titik kecil kerusakan menggambarkan lokasi penyerangan selanjutnya. Jika
dilihat titik tersebut tidak lah jauh dari daerah yang mengalami kerusakan paling
parah itu sesuai dengan fisiologis tikus sawah yang telah dijelaskan sebelumnya.
7
Gambar 3. Peta Kernel Density
Hasil analisis Spasial kernel density diperoleh sebuah zona bahaya
serangan hama tikus. Didalam pengolahan menghasilkan indeks tingkat
kerusakan. Sehingga pergerakan serangan hama tikus bisa dilihat secara jelas
dengan radius serangan 100m .
Dari peta di atas dijelaskan bahwa Indeks bewarna merah merupakan
daerah yang tingkat kerusakan paling tinggi atau inti,
nilai didapat dari
perhitungan statistik non parametrik atau dari titik kejadian dan tingkat kerusakan
rendah bewarna hijau. Titik kerusakan kecil yang berada disekitar kawasan
kerusakan inti merupakan titik selanjutnya serangan hama tikus sawah. Jika dilihat
pergerakan nya tidak lah jauh dari kerusakan inti. Sehingga jika dibandikan antar
2 bulan kejadian akan terlihat jelas kerusakan semakin melebar.
Dari perhitungan luas kerusakan didapatkan persentase kerugian :
45214,8 ∑ (luas total)
20915,32 𝑅𝑢𝑠𝑎𝑘
% 𝑘𝑒𝑟𝑢𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 =
20915,32
𝑥100
45214,8
= 46,258 %
.
Luas daerah yang mengalami kerusakan dihitung dari hasil zona Kernel
8
Density sehingga dapat melihat luasan daerah dalam satuan meter dan
dibandingkan dengan luas sawah kelompok tani Bungo Padi Rimbun. Sehingga
diketahui luas kerusakan oleh hama tikus sawah adalah 46,258 %.
C. Hubungan tingkat bahaya dengan kondisi Landsacepe Ekologi
Tikus sawah diketahui lebih suka menyerang tanaman padi yang sedang
bunting, sehingga pada umumnya padi stadium bunting akan mengalami
kerusakan yang paling tinggi. Berdasarkan pengamatan dari malai padi yang
dipotong, ternyata hanya beberapa malai saja yang dimakan (Rochman & Toto,
1976). Kebutuhan pakan tikus setiap hari hanya seberat kurang lebih 10% dari
bobot tubuhnya, sedangkan daya rusaknya terhadap malai padi 5 kali lebih besar
dari bobot malai padi yang dikonsumsi.
Jika dihubungkan dengan fisiologis dan tingkah laku dari Tikus Sawah
(Rattus argentiventer) maka akan didapatkan pola persebaran kerusakan serangan
hama. Ruang gerak setiap hari tikus menempuh perjalanan secara teratur untuk
mencari pakan, pasangan, sekaligus orientasi kawasan sekitarnya. Perjalanan
harian tersebut menempuh jalan yang sama hingga terbentuk lintasan tetap (run
ways). Rentang lintasannya ditentukan oleh jarak pakan, tempat bersembunyi atau
lubang. Batas ruang gerak tikus apabila cukup tersedia makanan dan
perlindungan, biasanya tidak lebih dari 100 m dengan menyerang padi dimulai
dari tengah sawah, tetapi apabila makanan tidak cukup maka tikus akan
mengembara dan dapat mencapai jarak 700 m.
Dari peta dapat disimpulkan bahwa pengaruh ekosistem disekitar sawah
sangat berpengaruh seperti, irigas dan pematang. Sawah yang paling tinggi tingkat
kerusakan nya adalah Sawah yang berada didekat irigasi kotor serta pematang
yang penuh ditumbuhi rerumputan. Dari indikator tersebut dapat dilihat fisiologis
tikus yang menyenangi daerah tertutup serta kotor sehingga tikus sawah membuat
sarang disekitar pematang dan irigasi yang kotor.
9
Gambar 4. Peta Indikator Lingkungan dan ekosistem hama tikus sawah
Sistem pematang sawah sangat berdampak terhadap pertumbuhan populasi
tikus sawah karena pematang merupakan tempat untuk tinggal dan berlindung
bagi tikus sawah. Pematang yang lebar, tinggi, dan bersemak merupakan tempat
yang paling disukai tikus sawah karena di tempat-tempat demikianlah tikusa
sawah bersembunyi, melahirkan, dan menyusui anaknya sehingga potenssi
pertumbuhan populasi tikus sawah tergantung oleh pematangnya. Kondisi
pematang yang ditumbuhi semak tak beraturan dan kotor, mendukung
pertambahan populasi tikus sawah dengan sangat peasat.
Irigasi
atau pengairan merupakan indikator yang harus diperhatikan
karena hal ini berkaitan dengan mobilitas dan tempat bersarangnya tikus di sawah.
Sistem irigasi di sawah termasuk sistem irigasi permukaan penggenangan secara
terkendali dan melalui Irigasi yang baik akan memberikan dampak yang naik
pula terhadap pertumbuhan padi, hal ini mengakibatkan tikus sawah kesulitan
utuk mencapai padi. Apabila pematang yang seperti ini terus dibiarkan, maka
jumlah tikus sawah akan terus bertambah diiringi dengan pertambahan julah
pasokan makannya, yaitu padi, sehingga padi-padi akan terus diserang dan
pertumbuhan padi sangat lambat. Hal ini lah yang menyebabkan gagal panen.
Jarak waktu panen, kegiatan panen dilakukan dengan cara yang tidak serempak
mengakibatkan ruginya petani yang melaksanakan kegiatan panen yang
10
terlambat. Dengan ketidak samaan waktu panen inilah yang nantinya akan
membentu pola-pola penyerangan hama tikus. Sebelum masa panen, tikus sawah
menyerang padi-padi yang terdapat disekitarnya. Namun apabila padi-padi yang
ada di sekitar sarang tikus sawah ini dipanen, maka pasokan makanan tikus sawah
pun habis sehingga terjadilah pergerakan untuk mencari titik dimana masih
terdapat padi yang belum dipanen. Hal ini mengakibatkan adanya pola-pola
penyerangan hama tikus.
Terhambatnya pertumbuhan padi yang diakibatkan rusaknya batang padi
di bagian pangkalnya. Salah satu tanda yang sangat jelas adalah dengan melihat
warna padi yang masih hijau saat musim panen yang mana padi-padi yang lain di
sekitarnya sudah menguning. Saat awal menanam atau pertumbuhan awal padi,
tikus sawah tersebut juga dapat memakan bibit-bibit padi yang baru ditanam atau
padi-padi yang baru menunjukkan pertumbuhan awalnya, dan bahkan menyerang
padi yang ada di dalam gudang penyimpanan sehingga sangat memungkinkan
gagal panen dapat terjadi saat baru menenanam padi. Salah satu hal yang
membuat sangat sulitnya pembasmian hama ini karena tikus aktif menyerang padi
pada malam hari.
Pola penanaman juga menjadi indikator yang sangat besar karena apabila
tidak kompak dalam menanam dan memanen tentu pasokan makanan untuk tikus
selalu tersedia. Sawah yang terakhir memanen akan menjadi bulan bulanan
serangan tikus sawah karena itu lah sisa terakhir dari makanan nya. Inilah yang
perlu ditekankan kepada para petani untuk lebih kompak dalam waktu penanaman
maupun waktu panen.
Dengan adanya peta ini sawah yang rusak diserang hama tikus sawah
(Rattus argentiventer) dapat diketahui sehingga bisa diantisipasi kedepannya
dengan mitigasi yang baik. Dan memberikan edukasi kepada para petani agar
kedepannya serangan hama tikus dapat di minimalisir sekecil mungkin.
11
BAB V
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Tikus sawah (Rattus Argentiventer) merupakan salah satu musuh terbesar
bagi petani padi, tikus sawah dapat menyerang sekitar 11-176 batang padi per
malam. Hewan ini begitu cepat berkembang biak dan dapat beradaptasi dengan
lingkungan disekitarnya, tikus sawah menyukai tempat yang penuh semak belukar
karena menjadi tempat terbaik dalam berlindung dari predator serta membangun
sarang disekitar irigasi, pematang,dan tempat yang kotor. Padi yang mengalami
kerusakan akan mempunyai ciri warna kehijauan (muda) daripada padi
disekitarnya yang telah menguning ataupun bisa dibedakan dari pertumbuhannya
yang begitu lambat. Titik kerusakan atau kejadian diambil titik koordinat nya dan
diolah dengan GIS serta menggunakan metode Kernel Density.
Dari hasil pengolahan tersebut akan memunculkan zona bahaya hama tikus
yang dilihat dari indeks bahaya nya, seperti pada peta sebelumnya dijelaskan
bahwa warna merah merupakan daerah tingkat kerusakan paling tinggi dan yang
bewarna hijau adalah daerah kerusakan kecil. Dengan adanya peta zona serangan
hama tikus petani dapat melihat penyebab tinggi nya serangan hama tikus seperti
pematang dan irigasi yang kotor belukar maupun penanaman dan pemanenan
yang tidak kompak sehingga membuat pasokan makanan bagi hama tikus sawah
selalu terjaga.
B.
SARAN
Penanganan hama tikus di lapangan harus dilakukan dengan strategi atau
teknis khusus dan relative untuk mendapatkan hasil yang maksimal . Di antaranya
teknik pengendalian tikus sawah yang cukup efektif untuk mengendalikan tikus di
lapangan. yaitu Dengan melakukan pengaturan pola tanam dan panen serentak,
Pengaturan
Pengemposan
Jarak
Tanam/Tata
Massal
Tanam
(Fumigasi),
dan
Legow,
Sanitasi
Penerapan
TBS
Habitat
(Trap
tikus,
Barrier
System/Sistem Bubu Perangkap). Sehingga kegagalan panen akibat hama Tikus
Sawah bukan lagi permasalahan tahunan yang sering terjadi, hingga akhir dari
penelitian ini Indonesia dapat meningkatkan produksi beras nasional.
12
DAFTAR PUSTAKA










Setiawan, Erwan. 2016. Analisis Penggunaan Metode Kernel Density
Estimation pada Loss Distribution Approach untuk Risiko Operasional.
Jurnal Matematika Integratif ISSN 1412-6184 Volume 12 No 1, April
2016, pp 11 – 18. Universitas Indonesia
Manueke1, Jusuf. 2017. PESTS ON RICE FIELD CROPS (Oryza sativa
L.) IN THE MAKALONSOW VILLAGE OF EAST TONDANO DISTRICT
IN MINAHASA REGENCY . Eugenia Volume 23 No. 3 Oktober 2017.
Manado
Flint, M.L. and van den Bosch. 1981. Introduction to Integrated Pest
Management. Plenom Pre4ss. New York. 240 hlm.
Zambom, A. Z. dan Dias, R. 2012. A review of Kernel Density Estimation
with Applications to Econometrics. arXiv:1212.2812v1 [stat.ME]. diunduh
pada: 26 Oktober 2018.
Shevchenko, P.V. 2009. Implementing Loss Distribution Approach for
Operational Risk. Applied Stochastic Models in Business and Industry,
vol. 26(3), pages 277–307.
Southwood, T.R.E. and M.J Woy. 1970. Ecologycal Background to Pest
management in R.I. Rabb and E.E Guthrie (eds) Concep of Pest
management North Caroline State University Releigh North Caroline.
Untung, K. 1993. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gadajah Mada
University Press,
Roja, A. 2009. Pengendalian Hama dan Penyakit Secara Terpadu pada
Tanaman Padi Sawah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera
Barat. Padang.
Sudarmaji. 2017. Perkembangan Populasi Tikus Sawah pada Lahan
Sawah Irigasi dalam Pola Indeks Pertanaman Padi 300. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Yogyakarta.
Sudarmaji. 2007. Pengendalian Hama Tikus Secara Terpadu Pada
Ekositem sawa Irigasi. Risalah Seminar 2006. Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan. Puslitbangtan Bogor.p. 129-144
13
Lampiran 1. Peta Persebaran Hama Tikus Sawah Bulan Januari dan Februari
14
Lampiran 2. Peta Hasil Kernel Density
15
Lampiran 3. Peta Indikator Lingkungan dan Ekosistem Hama Tikus
16
Download