WFH – ‘The New Normal’ Strategi Adaptasi Efektif Dr. Arum E. Hidayat, M.Psi., Psikolog Dr. Endang Parahyanti, M. Psi., Psikolog • Siapa yang dulu membayangkan bahwa “work form home” adalah suatu hal yang menyenangkan…. Mentimeter.com code: 21 64 16 Pada kenyataannya, saat ini hampir semua orang merasakan dampak yang ternyata ada di luar bayangan indah …. BAHKAN KADANG TERLUPA BAHWA KITA HARUS MELAKUKANNYA DENGAN BERBEDA, KARENA JIKA TIDAK, MAKA…. https://www.youtube.com/watch?v=ApOj_4oBBZA https://www.youtube.com/watch?v=48KjeTeWe7Y Normal --> Tidak Normal • Program PSBB - #dirumahaja – physical distancing dst yang berimbas pada kebijakan untuk WFH demi memutus rantai penyebaran covid-19 membuat banyak orang yang merasa frustrasi. Sehingga memengaruhi suasana hati atau mood menjadi up down, tidak stabil, galau, ’amburadul’ dst.. --> apakah normal ? • Menghadapai situasi yang berbeda dari yang biasanya seringkali menimbulkan ketidaknyaman karena harus keluar dari ‘comfort zone’ atau dari rutinitas / kebiasaan yang sehari-hari dilakukan. • Apabila ada kesempatan yang cukup untuk mempersiapkan diri menghadapai situasi yang berbeda tersebut maka dampak ‘kekagetan’ akan berkurang dan orang akan lebih mudah dalam menerimanya. • Namun bagaimana kalau perubahan seketika harus terjadi, tanpa permisi dan tanpa persiapan matang ? Pilihannya … Suka tidak suka harus dijalankan … Siap tidak siap harus dihadapi … • Shock ? Kaget ? Cemas ? Bingung ? Galau ? normaaal… • Selanjutnya harus bagaimana ? … ‘READY FOR CHANGE’ BERADAPTASI! Normal New Normal ? Normal New Normal? Jadiii…bagaimana reaksi dan respon kita untuk menghadapi situasi “work form home” saat ini? WORK FROM HOME.. Salah satu bentuk dari work flexibility arrangement (WFA) (Robbins & Judge, 2020). Muncul pertama kali saat terdapat fenomena untuk memahami kondisi dan latar belakang pekerja yang beragam. Contoh : Susah bangun pagi : flexitime -> bekerja sesuai waktu yang dirasa nyaman oleh pekerja. Agar punya waktu bersama keluarga: job sharing -> satu pekerjaan yang sama, dikerjakan berdua. Konsekuensi gaji juga dibagi 2. menghindari macet, rush hour, mau kerja suka-suka : telecommuting -> bekerja dari rumah atau dimana pun lokasi yang dirasa nyaman oleh pekerja. Bisa di kafe atau di tempat berlibur. Chart Title 45,00% 40,00% 35,00% 30,00% 25,00% 20,00% 15,00% 10,00% 5,00% 0,00% Bachelor degrees college or assosiate degrees High school or diploma GAMBARAN PEKERJA WORK FORM HOME.. less than high school Namun… Situasi akibat pandemic corona / covid-19 yang “memaksa” perusahaan/organisasi “merumahkan” pegawai atau karyawannya memiliki dampak yang berbeda -> WFH tidak terprogram. Alih-alih membuat produktif, beberapa dampak negative mulai bermunculan. Bosan SEBULAN SETELAH WORK FROM HOME DIBERLAKUKAN.. Kesal Stres Lelah Sakit kepala/sakit punggung/sakit mata Cognitive failure at work or at home At work : lupa apakah sudah mematikan laptop? sudah mengirim file yang diminta atasan? At home : lupa apakah sudah mematikan kompor? Sudahkan menyuapi anak? Lupa ini hari apa dan tanggal berapa? “Wah kelamaan WFH ni, aku dah mulai stress” (Darin, 45 tahun, Ibu seorang putra berkebutuhan khusus, K3 Manajer di sebuah perusahaan perlengkapan olahraga PMA). “Gila ya, ngurusin anak sekolah online ternyata puyeng juga…” (Risma, 34 tahun, Ibu 3 anak kelas 6, 4 dan TK,Staf HR di sebuah perusahaan nasional). YANG DIRASAKAN… “Alhamdulilah, aku fine aja. Mungkin karena anakku dah gede ya, jadi udah bisa ngatur diri sendiri..” (Anti, 46 tahun, Ibu seorang putri yang sudah SMA, freelancer). “Aku malah pengennya abis PSBB ini, tetap WFH aja deh..” (Febri, 43 tahun, peneliti, single). “Mesti pinter strategi, kayak tentara aja ni dalam menjalankan WFH…” (Purwa, 44 tahun, Ibu seorang putri, pengajar). “Bosen di rumah aja..” (Noah, 45 tahun, ayah dua anak, PNS). “Gimana mastiin output karyawan di masa WFH gini ya?..” (William, 52 tahun, HR Manager). Note: testimony sebenarnya, nama disamarkan. • Penyebab terbesar dari stress akibat WFH adalah rasa ‘terisolasi’. Pada situasi normal di kantor, di kala mendapatkan tekanan / stress kerja (mis : target kerja yang belum tercapai, tuntutan produktifitas dst), berinteraksi / ‘ketemuan’ dengan orang lain merupakan salah satu cara untuk mengelola stress kerja sehari-hari. Kegiatan ngupi-ngupi atau maksibar menjadi ‘ajang’ untuk menghilangkan ketegangan / stress Sedangkan pada saat WFH, interaksi seperti itu tidak dapat dilakukan. • WFH --> perlu adanya adaptasi yang efektif sehingga tidak menimbulkan dampak negatif bagi diri kita sehingga tetap dapat terbangun wellbeing. • Strategi efektif dari setiap orang untuk beradaptasi terhadap WFH mungkin saja berbeda, tergantung dari profil diri masingmasing. • Bagaimanakah beradaptasi pada kondisi new normal – WFH agar tidak merasa stress / tertekan / ‘terisolasi’ sehingga dapat tetap menjaga ‘wellbeing’ dan produktifitas kerja ? Bagaimanakah strateginya ? PERLU STRATEGI AGAR KITA DAPAT MENGHADAPI SITUASI INI DENGAN EFEKTIF Kondisi “negatif” muncul karena.. Faktor pribadi individu : misal kepribadian Ketidaksiapan Perbedaan harapan dengan kenyataan Beban kerja yang ternyata malah bertambah. “tergabung”nya pekerjaan kantor dan pekerjaan rumah : jam kerja menjadi lebih panjang. Harus adaptasi : proses kerja berubah, bekerja dengan teknologi ternyata tidak mudah Semua work from home : anak sekolah online, pasangan bekerja di rumah juga -> emotional exhausted Terima keadaan: penolakan menjadi salah satu penyebab terbesar individu gagal beradaptasi. Mindset negative -> positif. Mindfull: berusaha untuk fokus dan konsentrasi. Berteman dengan teknologi : gagal mengikuti teknologi sementara semua pekerjaan saat ini dilakukan dengan teknologi. Buat jadwal: kerja kantor – kerja rumah -> work - home integration, kolaborasi dengan seluruh anggota keluarga. Pilih spot kerja yang nyaman: pojokan, teras Jaga kehidupan social: menghadapi social distancing bukan berarti menjadi social ignoring. Relasi dengan rekan kerja, keluarga, saudara, tetap dijaga. STRATEGI EFEKTIF : Tetap menjaga empati: beberapa rekan kerja mengalami PHK (?). Bersyukur: WFH menandakan kita masih bekerja. Salah satu cara untuk dapat membangun penyesuaian diri / adaptasi yang efektif dalam menghadapi new normal adalah dengan melihat profil pribadi (kepribadian dan tipe pekerja) sehingga kemudian dapat membangun pola adaptasi yang tepat dan sesuai dengan dirinya. Salah satu profile kepribadian klasik yang dapat dipergunakan adalah Eysenck’s model of personality dan profile tipe kerja dari Kahler. Eysenck’s model of personality Extraversion-Introversion • Seorang dengan tingkat extraversion yang tinggi senang dengan kegiatan yang bersifat komunal. Mereka memiliki kecenderungan untuk lebih banyak berbicara, suka berteman, suka bergaul, dan merasa lebih nyaman dalam kelompok. Extraverts menikmati menjadi fokus perhatian dan sering mengumpulkan jejaringan sosial. Adaptasi agar tidak merasa terisolasi : berdiam diri di rumah bisa saja menjadi ‘bencana’ bagi extrovert untuk itu untuk mengurangi dampak kurangnya sosialisasi /pertemuan buat virtual ‘ngupi’ / ‘maksibar’, jalin silaturahmi dengan berbagai grup pertemanan, tiktok bersama, buat nyanyian bersama2 dst. • Introvert cenderung tenang, menjauh atau menghindari dari pertemuan sosial yang ramai, dan merasa tidak nyaman terlibat dengan orang asing atau orang yang tidak dikenal. Sebagai alternatif, mereka bergabung dengan kelompok kecil, kebanyakan adalah teman dekat dan lebih mungkin untuk menikmati kegiatan kontemplatif dan introspektif. Adaptasi agar tidak stress/ merasa terisolasi mis akhiri hari kerja dengan waktu bersantai, membaca buku, mendengarkan musik, menonton film, olahraga di dalam rumah, meditating dst. Neuroticism-Emotional Stability • Individu yang tergolong neurotisme cenderung mengalami tingkat stres dan kecemasan yang lebih tinggi. Mereka khawatir tentang hal-hal yang relatif tidak penting, membesar-besarkan suatu permasalahan dan sering merasa tidak mampu mengatasi stresor kehidupan. Lebih fokus pada aspek-aspek negatif dari suatu situasi, daripada positif, cenderung mengadopsi pandangan negatif yang tidak proporsional. Merekapun mungkin merasa iri atau cemburu pada orang lain yang mereka rasa berada dalam posisi yang lebih diuntungkan. • Neuroticism juga ditandai sebagai perfeksionisme, cenderung merasa tidak puas, marah atau frustrasi dengan orang lain ketika keinginan mereka tidak terpenuhi, atau ketika harapan mereka tidak terpenuhi. Memiliki keharusan untuk selalu sempurna, harus sukses, menjadi yang terbaik dan tidak boleh salah membuatnya mudah cemas. Untuk itu agak sulit baginya untuk beradaptasi dalam menghadapi perubahan tanpa adanya persiapan matang karena akan membuatnya ‘terganggu’. Untuk itu ia perlu lebih menghargai pencapaian yang diperoleh meskipun belum sempurna, re-frame arti /standard dari ‘sempurna’, Pada WFH, apabila pekerjaan belum terselesaikan misalnya buatlah reminder bahwa jam kerja sudah berakhir, dan anggap anda sudah pulang kerumah dan meninggalkan pekerjaan hari itu agar tidak berlarut. , Neuroticism-Emotional Stability • Seseorang dengan tingkat neurotisme yang rendah umumnya akan mengalami stabilitas emosional yang lebih besar. Mereka merasa lebih mampu mengatasi peristiwa-peristiwa yang membuat stres dan menetapkan tuntutan diri mereka sendiri yang realistis. • Individu dengan tingkat neurotisme yang rendah juga lebih toleran terhadap kegagalan orang lain dan tetap lebih tenang dalam situasi yang menekan / memiliki tuntutan tinggi. Penelitian menunjukkan bahwa Emotional Stability berkontribusi dalam kesiapan seseorang dalam menghadapi perubahan (change readiness) baik secara cognitive, affective maupun intentional (Tappin, 2014). Dari model personality tersebut, profil manakah yang akan mudah merasakan stress ketika terjadi perubahan dari situasi normal new normal / WFH ? Profile yang mengarah pada sumbu neuroticism ? Melancholic (Introvert) dan Choleric (Extrovert) ? Dari model personality tersebut, profil manakah yang akan lebih mudah mengatasi stress ketika terjadi perubahan dari situasi normal new normal / WFH ? Profile yang mengarah pada sumbu stable emotion ? Phlegmatic (Introvert) dan Sanguine (Extrovert) ? Profile Pribadi Tipe Pekerja Sesuai Profile Pribadi Contoh Tipe Pekerja Stable Emotion Phlegmatic - Intovert Be Strong / Cool Person Sanguine - Extrovert Please Other / Social & Energic Person Neuroticism Choleric - Extrovert Hurry Up / Busy Person Melancholic - Introvert Be Perfect / Perfectionist Tipe Pekerja Seperti Apakah Saya ? (Adaptasi Kahler’s, 1975) No 1 Tipe Pekerja Be strong / Cool Person Karakteristik Tetap bersikap tenang meskipun berada dalam situasi yang menekan ataupun yang kurang menyenangkan. Dapat mengatasi dengan baik situasi yang sulit ataupun ketika menghadapi keputusan yang sulit. Iapun konsisten dan dapat dipercaya. Strategi Adaptasi WFH • Bekerjalah di suatu tempat yang nyaman, yang dianggap sebagai ruang kerja. Bekerja berpindah-pindah dengan membawa laptop akan sangat mungkin ter-distraksi yang kemudian mengaburkan batasan work dan nonwork. Tipe Pekerja Seperti Apakah Saya ? (Adaptasi Kahler’s, 1975) No Tipe Pekerja Karakteristik 2 Please Others / Social & Energic Person Merupakan anggota kelompok yang baik, mendukung terjadinya harmoni dalam kelompok dan secara tulus memiliki ketertarikan untuk memahami orang lain. Memiliki semangat untuk melakukan sesuatu tanpa diminta oleh orang lain. Strategi Adaptasi WFH • • • • • Bertindak asertif, mampu berkata ‘tidak’ terhadap setiap permintaan yang tidak sanggup dilakukan. Bekerja dirumah memiliki batasan dan tidak semua hal bisa dikerjakan dalam sendiri. Buat waktu dan tempat untuk diri sendiri. Jadwal harian yang terstruktur, buatlah waktu ‘start’ dan ‘end’ yang jelas hindari bekerja selama 24 jam terus menerus yang akan meningkatkan stress dan bahkan’burnout Apresiasi diri untuk semua hal yang sudah dilakukan. Bedakan antara apa yang dapat dicapai dan apa yang tidak realistis untuk dicapai Tipe Pekerja Seperti Apakah Saya ? (Adaptasi Kahler’s, 1975) No 3 4 Tipe Pekerja Busy Person / Hurry Up Perfectionist / Be Perfect Karakteristik Strategi Adaptasi WFH Menyelesaikan banyak pekerjaan dalam waktu singkat dengan tetap memenuhi tenggat waktu yang telah ditentukan. Ia merupakan tipe yang baik untuk dapat mengerjakan banyak tugas secara bersamaan / dalam satu waktu (multi-tasking). • Terlalu berfokus pada detil / hal-hal yang kecil sehingga kurang menyeluruh dalam memandang suatu persoalan. Ia berkutat pada apa yang tertampil dan tidak mendelegasikan tugas pada orang lain. Menuntut untuk mengerjakan tugas sesempurna mungkin, memiliki standar tinggi. • • • • Berhenti pada waktunya, buat reminder bahwa ‘waktu kerja’ sudah berakhir. Pekerjaan tidak akan pernah ada habisnya. Fokus pada satu tugas setiap waktu sampai selesai sehingga tugas-tugas tidak menumpuk untuk diselesaikan. Buat perencanaan kerja tertulis Re-frame standard kerja sehingga tidak membebani. Kerjakan tugas sesuai porsinya. Tidak yang sempurna sehingga wajar apabila melakukan kesalahan. JAGA KESEIMBANGAN PAHAM WAKTU TEPAT UNTUK BERHENTI KEEP SAVE & HEALTHY #DIRUMAHAJA #JANGANMUDIK