Uploaded by Odent Muhammad

sempro Iking

advertisement
PERLINDUNGAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PENGALIHAN
OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR
42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA
SKRIPSI
DISUSUN DAN DIAJUKAN KEPADA FAKULTAS SYARI’AH
DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN DARI
SYARAT-SYARAT MEMPEROLEH GELAR SARJANA STRATA SATU
DALAM ILMU HUKUM
OLEH:
IKLIL RAMDHANI
15340127
PEMBIMBING:
ISWANTORO, S.H., M.H
PRODI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Meningkatnya kebutuhan masyarakat akan peran lembaga keuangan dalam
aktivitas bisnis dan perdagangan secara serentak memicu lahirnya lembaga-lembaga non
bank yang memberikan fasilitas pembiayaan bagi masyarakat melalui sistem pembayaran
secara angsuran atau kredit, hal ini menunjukkan bahwa tingkat kebutuhan masyarakat
terhadap konsumsi barang dan jasa semakin meningkat, kondisi ini tentunya menjadi
peluang yang cukup baik dan menjanjikan bagi para pelaku usaha untuk dapat menarik
keuntungan dengan membuka peluang bisnis di bidang pembiayaan dan fasilitas jasa
keuangan.
Salah satu upaya pemerintah untuk memberikan kemudahan terhadap masyarakat
dalam memenuhi kebutuhan yang semakin meningkat yaitu dengan memberikan
kemudahan bagi para pelaku usaha kredit dalam melaksanakan usahanya, sehingga
diperlukan adanya suatu lembaga jaminan yang dapat mewadahi kepentingan antar kreditur
dan debitur.
Salah satu lembaga jaminan yang digunakan yaitu lembaga jaminan fidusia. Bentuk
jaminan ini digunakan secara luas dalam transaksi jual beli atau pinjam-meminjam karena
proses pembebanannya dianggap sederhana, mudah dan cepat, walaupun dalam beberapa
hal dianggap kurang menjamin adanya kepastian hukum. Jaminan fidusia sendiri dalam
perkembangannya di Indonesia bermula dari zaman penjajahan Belanda sebagai suatu
bentuk jaminan yang lahir dari yurisprudensi. Dalam perjalanannya, fidusia telah
mengalami perkembangan yang cukup signifikan yang dapat membantu para pihak,
misalnya menyangkut kedudukan para pihak.
Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UUJF)
menyebutkan bahwa :
“Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar
kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan
tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.”
Sementara Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang
berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan
yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan
Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan
kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.
Lembaga pembiayaan hukum jaminan fidusia mengatur kontruksi yuridis yang
memungkinkan pemberian fasilitas kredit, dengan menjaminkan benda-benda yang
dibelinya sebagai jaminan. Peraturan demikian harus cukup menyakinkan dan memberikan
kepastian
hukum
bagi
lembaga-lembaga
kredit
maupun
debitur.1
Mengingat
perkembangan perekonomian yang semakin modern, mengakibatkan kebutuhan manusia
meningkat pesat yang dilihat dari meningkatnya jumlah kendaraan bermotor. Dengan
segala kemudahan yang diberikan pihak lembaga kredit, tidak heran pertumbuhan kredit
kendaraan bermotor meningkat secara signifikan. Sehingga marak terjadi praktik jaminan
1
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia, Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan
Jaminan Perorangan, (Yogyakarta, Bina Usaha, 1980), hlm. 5
fidusia yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada, dikarenakan
banyaknya lembaga-lembaga kredit yang memudahkan praktik jaminan fidusia tanpa
memperhatikan peraturan-peraturan yang ada. Banyak kita jumpai lembaga kredit seperti
ini menyediakan kendaraan bermotor dengan down payment (DP) atau uang muka yang
dapat dijangkau oleh berbagai kalangan dengan cicilan yang sangat murah, sehingga
banyak masyarakat yang tertarik dengan tawaran lembaga kredit seperti itu. Salah satu
permasalahan yang terjadi saat ini yaitu penyelewengan yang dilakukan oleh debitur
dengan mengalihkan obyek dari jaminan fidusia kepada pihak ketiga tanpa melalui cara
dan prosedur yang lazim digunakan menurut UUJF.
Dalam Putusan Nomor 28//PDT/2018/PT YYK, Sudarsih selaku penggugat
mengajukan banding terhadap Putusan Nomor 28/Pdt.G/2017/PN Wno yang mana pihak
tergugat (Sri Sutari) telah melakukan perbuatan melawan hukum karena ia membujuk
penggugat untuk membeli mobil Toyota Innova warna putih dengan NoPol AB-1805-TW,
Tahun 2014. Tergugat mengaku membeli mobil tersebut secara tunai dan BPKB masih
disimpan. Penggugat percaya dan tertarik untuk membeli mobil tersebut lalu terjadi
kesepakatan antara kedua belah pihak. Namun setelah beberapa bulan BKPB tak kunjung
diberikan oleh tergugat dan tiba-tiba seseorang dari pihak Leasing (Maybank) datang ke
kantor penggugat dan memberitahu bahwa mobil Toyota Innova tersebut adalah mobil
kredit yang sudah sekitar 4 bulan tidak diangsur oleh tergugat dan akhirnya mobil tersebut
ditarik oleh pihak Leasing MayBank.
Selanjutnya Putusan Nomor 87/PDT/2018/PT.BDG, ANTONIUS HANUNG
WIBISONO, ST selaku penggugat mengajukan banding atas Putusan Nomor
62/Pdt.G/2017/PN.Bdg dimana dalam putusan tersebut pihak tergugat yaitu Royke Erik
(Tergugat I), Deden Helmi Noor (Tergugat II) selaku Kepala Cabang PT. Mitsui Leasing
Capital Indonesia Branch Offces Bandung dan Novita Kusumaswita, S.H., M.Kn
(Tergugat III). Pada tahun 2013, penggugat membeli mobil Toyota Avanza Veloz 1.5
NoPol D 1709 AAX dari showroom Tunas Toyota melalui perantara Royke Erick secara
tunai. Perantara mengatakan bahwa BKPB dari mobil tersebut akan diserahkan 6 bulan
kemudian karena menunggu proses penerbitan, akan tetapi setelah 6 bulan BPKB tidak
kunjung diberikan. Pada tanggal 22 November 2016 tiba-tiba penggugat didatangi oleh 2
debt collector dengan membawa surat kuasa dari PT. Mitsui Leasing Capital Indonesia lalu
mengambil mobil penggugat secara paksa karena BKPB mobil tergugat telah dijadikan
sebagai barang jaminan fidusia kepada PT. Mitsui Leasing Capital Indonesia. Padahal
penggugat tidak pernah memberi kuasa kepada tergugat I untuk menjadikan BPKB sebagai
barang jaminan fidusia.
Dari kasus diatas, dapat dilihat bahwa dalam prakteknya masih banyak debitur yang
melakukan pengalihan obyek jaminan fidusia tanpa sepengetahuan kreditur, padahal sudah
dijelaskan didalam UUJF pasal 23 ayat 2 bahwa :
“Pemberi Fidusia dilarang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan
kepada pihak lain Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia yang tidak
merupakan benda persediaan, kecuali dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu
dari Penerima Fidusia”.
Walaupun sudah secara jelas dilarang oleh undang-undang, kenyataannya masih
ada celah bagi debitur untuk mengalihkan objek jaminan fidusia kepada pihak ketiga.
Akibatnya, pihak ketiga yang tidak mengetahui apapun terkena dampaknya dan sangat
dirugikan oleh perbuatan tersebut yaitu penarikan paksa mobil (objek jaminan fidusia)
oleh pihak kreditur.
Perlindungan hukum terhadap pihak ketiga masih sangat minim, tidak adanya
kepastian hukum mengakibatkan pihak ketiga sebagai pihak yang dirugikan atas perbuatan
debitur yang menjual objek jaminan fidusianya kepada orang lain. Oleh karena itu saya
tertarik
untuk
mengkaji
lebih
lanjut
melalui
skripsi
saya
yang
berjudul
“PERLINDUNGAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PENGALIHAN OBYEK
JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN
1999”
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pihak ketiga dalam pengalihan obyek
jaminan fidusia?
2. Apakah pelaksanaan dalam pengalihan objek jaminan fidusia telah sesuai dengan
Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap pihak ketiga akibat
pengalihan obyek jaminan fidusia berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun
1999 tentang Jaminan Fidusia.
b. Untuk mengetahui apakah pelaksanaan dalam pengalihan objek jaminan fidusia
telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia.
c. Untuk mengetahui upaya hukum pihak ketiga dalam melindungi dirinya dari
debitur yang melakukan pengalihan obyek jaminan fidusia.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang hendak dicapai dalam penelitian ini terdiri dari dua aspek, yaitu:
a. Manfaat teoritis, diharapkan penelitian ini dapat berguna serta bermanfaat bagi
pengembangan keilmuan yakni ilmu hukum pada umumnya, serta menambah
referensi keilmuan di bidang hukum berkaitan tentang hukum jaminan.
b. Manfaat praktis, memberikan masukan dan jalan keluar mengenai masalahmasalah yang timbul terkait jaminan fidusia dan hasil penelitian ini diharapkan
dapat wawasan bagi penulis dan pembaca serta pemerintah serta aparat penegak
hukum dalam menangani debitur yang melakukan pengalihan obyek jaminan
fidusia.
D. Telaah Pustaka
Telaah pustaka berisi tentang uraian sistematis mengenai hasil-hasil peneliti yang
pernah dilakukan sebelumnya oleh peneliti terdahulu dan memeiliki keterkaitan dengan
penelitian yang akan dilakukan.2 Setelah dilakukan penelusuran terkait tema mengenai
pelaksanaan dan perlindungan hukum jaminan fidusia ditemukan beberapa tulisan yang
berkaitan dengan jaminan fidusia yakni sebagai berikut:
Skripsi yang ditulis oleh Ali Masykur Fathurrahman, yang berjudul, “Analisis
Terhadap Penyelesaian Kasus Pengalihan Obyek Jaminan Fidusia dan Dampaknya
terhadap Pihak Ketiga dalam Perjanjian Kredit dan Pembiayaan Konsumen di BPR Bumi
Karya Pala dan BMT Bina Sejahtera”.3 Penulis menggunakan penelitian lapangan di BPR
Bumi Karya Pala dan BMT Bina Sejahtera dan Kantor Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia Wilayah Yogyakarta. Adapun data yang diperoleh adalah kualitatif yang
selanjutnya dikaji secara deskriptif-analitis kemudian dikomparasikan dengan beberapa
aturan yang relevan dan mengatur terkait jaminan fidusia. Kesimpulan yang diperoleh yaitu
terdapat beberapa macam bentuk penyelesaian seperti membebankan kewajiban terhadap
debitur untuk bertanggungjawab atas perbuatan wanprestasi yang telah dilakukan dengan
mengalihkan benda jaminan fidusia kepada pihak ketiga.
Skripsi yang disusun oleh Ridwan Januar dengan judul “Proses Penyelesaian
Pengalihan Objek Jaminan Fidusia Oleh Debitur Kepada Pihak Ketiga Tanpa Persetujuan
Kreditur (Studi Putusan Nomor : 15/Pid.Sus/2015/Pn.Pwr Dan Putusan Nomor :
2
Pedoman tekhnik penulisan skripsi mahasiswa, (Yogyakarta: Fakultas Syari’ah Press, 2009), hlm. 3.
Ali Masykur Fathurrahman, “Analisis Terhadap Penyelesaian Kasus Pengalihan Obyek Jaminan Fidusia
dan Dampaknya terhadap Pihak Ketiga dalam Perjanjian Kredit dan Pembiayaan Konsumen di BPR Bumi Karya Pala
dan BMT Bina Sejahtera”.“Skripsi.” Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2018.
3
17/Pdt.G/2013/Pn.Psr”.4 Penelitian ini menghasilkan bahwa proses penyelesaian
pengalihan objek jaminan fidusia yang terjadi di tengah masyarakat dapat ditempuh
melalui penyelesaian perdata dan pemidanaan. Pada putusan Pengadilan Negeri Pasuruan
perkara Nomor: 17/PDT.G/2013/PN.Psr Hakim memutus debitur telah melakukan
wanprestasi/cidera janji dan menghukum debitur untuk membayar sisa angsuran sebesar
Rp. 62.076.000,- (enam puluh dua juta tujuh puluh enam ribu rupiah) dan menghukum
tergugat atau siapapun yang menguasai objek jaminan fidusia untuk segera menyerahkan
kepada penggugat dan menggunakan UU No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia
sebagai dasar pertimabangan. Berbeda dengan putusan Pengadilan Negeri Purworejo
perkara Nomor: 15/Pid.Sus/2015/PN.Pwr dimana hakim memutus debitur bersalah dan
menghukum debitur dengan pidana penjara selama 10 bulan dengan menggunakan KUHP
Pasal 372 terkait penggelapan sebagai dasar pertimbangan. Penulis menyimpulkan bahwa
pertimbangan hakim dalam putusan perkara nomor: 15/Pid.Sus/2015/PN.Pwr hanya
mempertimbangkan unsur yuridis saja tanpa mempertimbangkan asas-asas hukum seperti
asas lex spesialis derogat legi generali dan asas ultimum remidium. Berbeda dengan
pertimbangan hakim dalam putusan perkara nomor: 17/PDT.G/2013/PN.Psr yang tidak
hanya mempertimbangkan unsur yuridis saja tetapi juga mempertimbangkan asas ultimum
remidium
Selanjutnya Tesis yang disusun oleh Haji Siti Hapsah Mustafa yang berjudul
“Penyelesaian Pengalihan Obyek Jaminan Fidusia Oleh Debitur Kepada Pihak Ketiga
Ridwan Juniar, “Proses Penyelesaian Pengalihan Objek Jaminan Fidusia Oleh Debitur Kepada Pihak Ketiga
Tanpa Persetujuan Kreditur (Studi Putusan Nomor : 15/Pid.Sus/2015/Pn.Pwr Dan Putusan Nomor :
17/Pdt.G/2013/Pn.Psr”. “Skripsi”. Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum, Univesitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2019.
4
(Studi Kasus Pada Pt Adira Dinamika Multi Finance Cabang Barabai)”.5 Penelitian ini
mengkaji bagaimana penyelesaian yang dilakukan kreditur terhadap debitur yang
mengalihkan obyek jaminan fidusia kepada pihak ketiga dan penyelesaian yang dilakukan
kreditur terhadap obyek jaminan fidusia yang tidak didaftarkan. Penelitian ini merupakan
penelitian yuridis empiris yaitu penelitian yang didasarkan pada penelitian lapangan tetapi
untuk melengkapi data yang diperoleh dilakukan penelitian kepustakaan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penyelesaian pengalihan obyek jaminan fidusia oleh debitur kepada
pihak ketiga yang dilakukan PT Adira Dinamika Multi Finance Cabang Barabai dilakukan
dengan cara dan aturan yang ditetapkan sendiri oleh PT Adira Dinamika Multi Finance
Cabang Barabai yaitu didahului dengan penarikan obyek jaminan kemudian melakukan
penjualan secara lelang, sebenarnya bukan lelang dalam arti sebenarnya menurut Peraturan
Lelang dan dilakukan oleh Pejabat Lelang, tetapi adalah penjualan secara dibawah tangan.
Selanjutnya PT Adira Dinamika Multi Finance Cabang Barabai yang tidak mendaftarkan
obyek Jaminan Fidusa kepada Kantor Pendaftaran Fidusia maka penyelesaian yang dapat
dilakukan adalah dengan melakukan gugatan secara perdata ke pengadilan dan
kedudukannya sama dengan krditur-kreditur lain sebagai kreditur konkuren.
Perbedaan penelitian dari skripsi dan tesis diatas yang akan penulis teliti adalah
penulis lebih memfokuskan pada perlindungan hukum terhadap pihak ketiga dalam
pengalihan obyek jaminan fidusia berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999
tentang Jaminan Fidusia.
Haji Siti Hapsah Mustafa, “Penyelesaian Pengalihan Obyek Jaminan Fidusia Oleh Debitur Kepada Pihak
Ketiga (Studi Kasus Pada Pt Adira Dinamika Multi Finance Cabang Barabai)”. “Tesis”. Program Studi Magister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 2013.
5
E. Kerangka Teoritik
Kerangka teoritik merupakan kerangka konsep, landasan teori, atau paradigma
yang disusun untuk menganalisis dan memecahkan masalah penelitian atau untuk
merumuskan hipotesis. Penyajian landasan teoritik disajikan dengan pemilihan satu atau
sejumlah teori yang relevan untuk kemudian dipadukan dalam satu banguna teori yang
utuh.6 Dalam hal ini penulis akan menggunakan beberapa teori, yaitu:
1. Teori Perjanjian
Ketentuan mengenai perjanjian diatur dalam buku III KUHPerdata Pasal
1313 KUHPerdata, suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu
orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari
definisi tersebut bahwa hubungan antara dua orang tersebut adalah suatu
hubungan antara dua orang tersebut adalah suatu hubungan hukum dimana hak
hak dan kewajiban diantara para pihak tersebut dijamin oleh hukum.
Sahnya suatu perjanjian harus memenuhi empat unsur, seperti yang diatur
dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu:7
a. Sepakat mereka yang mengikat dirinya;
b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
c. Suatu hal tertentu; dan
d. Suatu sebab yang halal
6
Pedoman tekhnik penulisan skripsi mahasiswa, (Yogyakarta: Fakultas Syari’ah Press, 2009), hlm. 4
7
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Syarat pertama dan kedua adalah mengenai subjeknya atau pihak-pihak dan
perjanjian sehingga disebut sebagai syarat subjektif, sedangkan syarat ketiga dan keempat
disebut sebagai syarat objektif karena mengenai objek suatu perjanjian.
Pasal 1338 KUH Perdata menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara
sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dalam pasal ini
mengandung suatu asas kebebasan dalam membuat perjanjian dengan kata lain asas
kebebasan berkontrak atau menganut sistem terbuka.
Asas kebebasan berkontrak adalah adanya kebebasan seluas-luasnya yang oleh
undang-undang diberikan pada masyarakat untuk mengadakan perjanjian tentang apa saja,
asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan
ketertiban umum.8
Menurut Prof. Subekti, S.H., suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana
seorang berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dalam perjanjian adapun yang dikenal
dengan istilah wanprestasi atau ingkar janji, wanprestasi sendiri menurut Pasal 1234 KUH
Perdata yang dimaksud dengan prestasi adalah seseorang yang menyerahkan sesuatu,
melakukan sesuatu, sebaliknya dianggap wanprestasi bila seseorang:
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
b. Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan;
c. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
d. Melakukan seuatu yang menurut kontrak tidak boleh dilakukannya.9
8
H.R. Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi The Bankers Hands Book, (Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 2005), hlm. 177.
9
hlm. 41.
Abdul R Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori Dan Contoh Kasus, (Jakarta: Kencana, 2014),
Uraian di atas katakan bahwa perjanjian sama dengan persetujuan, dari perjanjian
tersebut mengakibatkan adanya sebuah perikatan, artinya perjanjian adalah sumber dari
perikatan, disamping sumber-sumber lainnya. Pasal 1233 KUHPerdata berbunyi “Tiap-tiap
perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang-undang”.
Perikatan artinya hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal
yang mengikat itu menurut kenyataanya dapat berupa perbuatan.Perikatan adalah suatu
bentuk yang saling mengikat diantara kedua belah pihak, dengan ini karena perjanjian
bersifat konkrit/nyata.
Dijelaskan pula dalam Pasal 1234 KUHPerdata bahwa perikatan memberikan
syarat untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu untuk berbuat sesuatu.Perikatan
yang timbul akibat perjanjian bisa dikatakan putus kalau sudah memenuhi prestasi.
2. Teori Perlindungan Hukum
Menurut Setiono, perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk
melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak sesuai
dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga
memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai manusia.10Menurut
Muchsin perlindungan hukum merupakan kegiatan untuk melindungi individu dengan
menyerasikan hubungan nilai-nilai atau kaidah-kaidah yang menjelma dalam sikap dan
tindakan dalam menciptakan adanya ketertiban dalam pergaulan hidup antar sesame
manusia.11 Perlindungan hukum peraturan merupakan suatu hal yang melindungi subyek-
10
Setiono, Rule of law (Supremasi Hukum), (Surakarta: Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret, 2004), hlm. 3.
11
Muchsin, Perlindugan Hukum dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia, (Surakarta: Magister Ilmu
Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, 2003), hlm. 14.
subyek hukum melalui peraturan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Perlindungan hukum dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu:12
a. Perlindungan Hukum Preventif.
Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk
mencegah sebelum terjadinya pelanggran.Hal ini terdapat dalam peraturan
perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta
memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan kewajiban.
b. Perlindungan Hukum Represif.
Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi
seperti denda, penjara dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi
sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.
3. Teori Ketaatan Hukum
Kajian sosiologi hukum terhadap ketaatan atau kepatuhan hukum menurut Satjipto
Rahardjo pada dasarnya melibatkan dua variabel, masing-masing adalah hukum dan
manusia yang menjadi objek pengaturan hukum tersebut. Dengan demikian, kepatuhan
terhadap hukum tidak hanya dilihat sebagai fungsi peraturan hukum, melainkan juga fungsi
manusia yang menjadi sasaran pengaturan. Kepatuhan hukum tidak hanya dijelaskan dari
kehadiran hukum semata, melainkan juga dari kesediaan manusia untuk mematuhinya.13
12
13
Ibid. hlm. 20.
Satjipto Rahardjo, Sosiologi Hukum Perkembangan Metode dan Pilihan Masalah, (Yogyakarta: Genta
Publishing, 2010), hlm. 207.
Adapun dasar-dasar dari kepatuhan hukum sebagai berikut :14
1. Indoctrination (penanaman Kepatuhan secara sengaja) yaitu sebuah peraturan
Hukum itu menjadi sebuah doktrin yang ditanam secara sengaja Kepada
Masyarakat.
2. Habituation (pembiasaan perilaku) yaitu seseorang akan mematuhi peraturan
Hukum itu karena rutinitas yang mereka lakukan. Seperti Halnya seseorang yang
rutin memakai helm pada saat berkendara sepeda motor.
3. Utility (pemanfaatan dari kaidah yang dipatuhi) yaitu seseorang mematuhi
peraturan Hukum itu karena dapat memanfaatkan secara substansif dari peraturan
itu. Pada dasarnya Manusia memiliki kecendrungan untuk hidup pantas dan teratur.
4. Group Indentification (mengidentifikasikan dalam kelompok tertentu) yaitu
seseorang akan mematuhi Hukum ketika melihat atau mengacu pada kelompok
yang telah melaksanakan.
Soerjono Soekanto mengemukakan pendapat H.C Kelman bahwa masalah
kepatuhan hukum yang merupakan suatu derajat secara kualitatif dapat dibedakan dalam
tiga jenis, sebagai berikut:15
1. Compliance, diartikan sebagai suatu kepatuhan yang didasarkan pada harapan akan
suatu imbalan dan usaha untuk menghindarkan diri dari hukuman yang mungkin
dijatuhkan. Kepatuhan ini bukan didasarkan pada suatu keyakinan pada tujuan
kaidah hukum yang bersangkutan, dan lebih didasarkan pada pengendalian dari
14
15
Zainuddin, Sosiologi Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm. 351-352.
Soerjono Soekanto, Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Masalah-Masalah Sosial, (Bandung:
Alumni,1982), hlm. 227-228.
pemegang kekuasaan. Sebagai akibatnya maka kepatuhan akan ada apabila ada
pengawasan yang ketat terhadap pelaksanaan kaidah-kaidah hukum tersebut.
2. Identification, terjadi apabila kepatuhan terhadap hukum ada bukan karena
intrinsiknya, akan tetapi agar keanggotaan kelompok tetap terjaga serta ada
hubungan baik dengan mereka yang diberi wewenang untuk menerapkan kaidahkaidah hukum tersebut. Daya tarik untuk patuh adalah keuntungan yang diperoleh
dari hubungan-hubungan interaksi tadi. Walaupun sesorang tidak menyukai
penegak hukum akan tetapi proses identifikasi terhadapnya berjalan terus dan mulai
berkembang perasaan-perasaan positif terhadapnya. Hal ini disebabkan, oleh
karena orang yang bersangkutan berusaha untuk mengatasi perasaan-perasaan
khawatirnya terhadap kekecewaan tertentu, dengan jalan menguasai objek frustasi
tersebut dengan mengadakan identifikasi.
3. Internalization, sesorang mematuhi kaidah-kaidah hukum oleh karena secara
intrinstik kepatuhan tadi mempunyai imbalan. Isi kaidah-kaidah tersebut adalah
sesuai dengan nilai-nilainya sejak semula pengaruh terjadi atau oleh karena dia
mengubah nilai-nilai yang semula dianutnya. Hasil dari proses tersebut adalah
komformitas yang didasarkan pada motivasi secara intinstik. Pusat kekuatan dari
proses ini adalah kepercayaan orang tadi terhadap tujuan dari kaidah-kaidah yang
bersangkutan, terlepas dari perasaan atau nilai-nilai terhadap kelompok atau
pemegang kekuasaan maupun pengawasannya.
F. Metode Penelitian
Metode berasal dari bahasa Yunani yaitu ”muthodos” yang berarti ”cara atau jalan”.
Jadi metode merupakan jalan yang berkaitan dengan cara kerja dalam mencapai sasaran
yang diperlukan bagi penggunanya, sehingga dapat memahami obyek sasaran yang
dikehendaki dalam upaya mencapai sasaran atau tujuan pemecahan permasalahan.
Penelitian adalah terjemahan dari bahasa Inggris yaitu ”research” yang berarti usaha atau
pekerjaan untuk mencari kembali yang dilakukan dengan suatu metode tertentu dan dengan
cara hati-hati, sistematis serta sempurna terhadap permasalahan, sehingga dapat digunakan
untuk menyelesaikan atau menjawab problemnya.16
Jadi, inti dari metode penelitian dalam setiap penelitian adalah menguraikan tentang
tata cara bagaimana suatu penelitian hukum itu dilakukan.17 Agar mempermudah dalam
mengarahkan metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini, maka
penyusun menyajikan beberapa hal yang terkait seperti yang disebutkan di bawah ini:
1. Jenis penelitian
Penyusun menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library research ) dalam
penyusunan skripsi ini, yakni bentuk penelitian yang menjadikan bahan pustaka sebagai
sumber data utama18. Jenis Penelitian ini bermaksud untuk menelaah sinkronisasi suatu
peraturan perundang-undangan dengan menelaah secara vertikal atau horizontal.
Penyusun dalam penelitian ini menitikberatkan pada sinkronisasi secara horizontal atau
16
Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hlm. 1.
17
Bambang Waluyo, Penelitian Dalam Praktik, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), hlm. 17.
18
Anton Baker, Metode-Metode Filsafat, (Jakarta: Gramedia, 1994), hlm.10.
sejauh mana peraturan perundang-undangan yang mengatur berbagai bidang mempunyai
hubungan secara konsisten, dan juga berusaha untuk mengungkapkan kelemahankelemahan yang ada pada perundang-undangan yang mengatur bidang-bidang tertentu.19
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu penelitian yang bertujuan untuk
menggambarkan secara tepat suatu indiividu atau suatu keadaan berupa fenomena
sosial, praktek, dan kebiasaan yang ada dalam masyarakat Sifat dari penelitiannya pun
berusaha mendeskripsikan tentang suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi saat
sekarang.20 Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan
tentang saat tertentu ini bersifat deskriptif analitis, yang mengungkapkan peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek
penelitian. Demikian juga hukum dalam pelaksanaannya didalam masyarakat yang
berkenaan objek penelitian.
3. Pendekatan Penelitian
Jenis pendekatan penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Yang dimaksud
penelitian yuridis normatif adalah membahas doktrin-doktrin atau asas-asas dalam ilmu
hukum.21 Dalam hal ini pendekatan penelitian yang diteliti oleh penyusun berkaitan
dengan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan jaminan fidusia.
19
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2004), hlm. 128.
20
21
Ibid, hlm. 128.
Zainuddin Ali , Metode Penelitian Hukum, Cetakan kedua, (Jakarta:Sinar Grafika, 2010), hlm. 24.
4. Data dan Bahan
Sumber data dalam penulisan ini terbagi menjadi 2 (dua) komponen berupa data
primer dan data sekunder.
a.
Bahan Hukum Primer, meliputi:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
3. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
b.
Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder, adalah yang memberikan penjelasan mengenai bahan
hukum primer seperti misalnya, rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasil
karya dari kalangan hukum dan seterusnya.22
G. Sistematika Pembahasan
Dalam penulisan skripsi berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM PIHAK KETIGA
DALAM PENGALIHAN OBYEK JAMINAN FIDUSIA
BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA”
maka, sistematika penulisan yang dipakai dan tersusun adalah sebagai berikut:
Bab pertama, merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah
yang akan diteliti, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat atau kegunaan
penelitian, telaah pustaka, kerangka teoritik, metode penelitian, dan sistematika
22
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hlm.52
pembahasan yang menjelaskan gambaran umum penelitian yang akan dilakukan oleh
penyusun.
Bab kedua, tinjauan teoritik tentang jaminan fidusia serta hal-hal yang berkaitan
dengan jaminan fidusia.
Bab ketiga, mendeskripsikan tentang kronologi kasus bagaimana kasus terjadi,
identitas para pihak, dan putusan para hakim.
Bab keempat, di dalam bab ini peneliti menyusun dan menganalisis hasil tinjauan
pustaka dan kasus-kasus yang berkaitan dengan tema penyusun.
Bab kelima, merupakan bab penutup yang berisi tentang kesimpulan dari analisis
di bab empat disertai saran penyusun.
DAFTAR ISI
JUDUL .......................................................................................................................................................... 1
BAB I : PENDAHULUAN ........................................................................................................................... 2
A.
Latar Belakang Masalah.................................................................................................................... 2
B.
Rumusan Masalah ............................................................................................................................. 6
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................................................................... 7
D.
Telaah Pustaka .................................................................................................................................. 8
E.
Kerangka Teoritik ........................................................................................................................... 11
1. Teori Perjanjian ........................................................................................................................... 11
2. Teori Perlindungan Hukum ......................................................................................................... 13
3.Teori Ketaatan Hukum ................................................................................................................ 14
F.
Metode Penelitian ........................................................................................................................... 17
G. Sistematika Pembahasan ................................................................................................................. 19
BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PENGALIHAN OBYEK JAMINAN FIDUSIA……………20
A. Sejarah Jaminan Fidusia………………………………………………………………………………..21
B. Pengertian Jaminan Fidusia…………………………………………………………………………….22
C. Dasar Hukum Jaminan Fidusia…………………………………………………………………………23
D. Objek dan Subjek Hukum dalam Jaminan Fidusia…………………………………………………….24
E. Pengertian Pengalihan Objek Jaminan Fidusia………………………………………………………...25
F. Prosedur dalam Pengalihan Objek Jaminan Fidusia…………………………………………………...26
G. Hapusnya Jaminan Fidusia…………………………………………………………………………….27
H. Eksekusi Jaminan Fidusia……………………………………………………………………………..28
I. Pengertian Perlindungan Hukum……………………………………………………………………….29
J. Perlindungan hukum Jaminan Fidusia…………………………………………………………………30
BAB III : PUTUSAN PENGADILAN TINGGI TERHADAP KASUS PENGALIHAN OBJEK
JAMINAN FIDUSIA…………………………………………………………………………………….31
A. Putusan Nomor 28//PDT/2018/PT YYK…………………………………………………….32
B. Putusan Nomor 87/PDT/2018/PT.BDG……………………………………………………..33
BAB IV : ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PENGALIHAN
OBJEK JAMINAN FIDUSIA………………………………………………………………….34
A. Perlindungan Hukum Terhadap Pihak Ketiga dalam Pengalihan Obyek Jaminan Fidusia… 35
B. Pelaksanaan dalam Pengalihan Objek Jaminan Fidusia Berdasarkan Undang-Undang No. 42
Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia…………………………………………………………..36
BAB V : PENUTUP…………………………………………………………………………….37
A. Kesimpulan…………………………………………………………………………………..38
B. Saran………………………………………………………………………………………….39
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………40
LAMPIRAN - LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
A. Peraturan Perundang-undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang No 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
B. Buku
Ali, Zainuddin, 2010, Metode Penelitian Hukum, Cetakan kedua, Jakarta:Sinar Grafika
Amiruddin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada
Baker, Anton,1994, Metode-Metode Filsafat, Jakarta: Gramedia
Muchsin, 2003, Perlindugan Hukum dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia,
Surakarta: Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret
Naja, H.R Daeng, 2005, Hukum Kredit dan Bank Garansi The Bankers Hands Book,
Bandung: PT. Citra Aditya Bakti
Pedoman Tekhnik Penulisan Skripsi Mahasiswa, (Yogyakarta: Fakultas Syari’ah Press,
2009)
Rahardjo, Satjipto, 2010, Sosiologi Hukum Perkembangan Metode dan Pilihan
Masalah, Yogyakarta: Genta Publishing
Saliman, Abdul R, 2014, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori Dan Contoh Kasus,
Jakarta: Kencana
Setiono, 2004, Rule of law (Supremasi Hukum), Surakarta: Magister Ilmu Hukum Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret
Soekanto, Soerjono, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia
Soekanto, Soerjono, 1982, Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Masalah-Masalah
Sosial, Bandung: Alumni
Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen, 1980, Hukum Jaminan di Indonesia, Pokok-Pokok
Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Yogyakarta: Bina Usaha
Subagyo, Joko, 2004, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta
Zainuddin, 2007, Sosiologi Hukum, Jakarta: Sinar Grafika
Waluyo, Bambang, 1996, Penelitian Dalam Praktik, Jakarta: Sinar Grafika
Download