Kaum Tsamud: Sebuah Peradaban Yang Musnah Hilma Rizqina Rabbani, 1706061364 hilmarabbani@gmail.com Abstrak Artikel ini akan membahas tentang Kaum Tsamud. Metode yang digunakan penulis dalam artikel ini adalah metode studi pustaka. KaumTsamud, terkenal akan kisah kehancurannya yang berulang kali disebutkan dalam Al-Quran. Bermula sebagai kaum besar dengan keahlian pertukangan, kaum Tsamud merupakan suku kuno bangsa Arab yang berasal dari Selatan Arab. Hingga kini, sisa kejayaan bangsa tersebut masih dapat dilihat di Madain Saleh, sebuah tempat antara Hijaz dan Tabuk, Arab Saudi. Artikel ini akan mengangkat topik tentang kaum tersebut meliputi asal-usulnya, kejayaan dan peninggalannya, serta kehancurannya yang terkenal. Kaum Tsamud pernah menjalani hidup makmur karena wilayah strategis tempat mereka tinggal, yang menyokong mereka mulai dari sumber daya alam, hingga sebagai jalur perdagangan. Hingga akhirnya mereka punah dalam sebuah bencana setelah diutusnya Nabi Shalih A.S. yang berusaha mendakwahkan mereka kembali menyembah Allah. Kisah kehancuran ini kemudian diabadikan dalam Al-Quran, sementara bukti pradaban kaum ini masih dapat kita temui sekarang. Kata Kunci: Tsamud, Nabi Shalih A.S., Madain Saleh, Al-Hijr. A. Pendahuluan Kaum Tsamud adalah sebuah bangsa besar yang berasal dari selatan Arab, dan kemudian bermigrasi menuju lereng Gunung Athlab. Kaum Tsamud merupakan bagian dari kerajaan Nabatean yang berjaya dari abad ke 4 sebelum Masehi hingga pertengahan abad ke 7 Masehi berkat penjualan rempah dan dupanya. Bangsa yang menggunakan dialek Aramaic ini terkenal dengan kemampuan pertukangannya yang mengukir rumah-rumah dari bebatuan di lereng gunung. Salah satu hasil karyanya adalah sebuah kota bernama Al-Hijr.1 Sumber tertua mengenai kaum ini ada pada tarikh kemenangan seorang raja Babilonia bernama Sargon (berkuasa pada 8 SM) pada sebuah pertempuran di Arab Selatan. Selain itu, bangsa Yunani juga mengenali mereka dan menyebutnya sebagai Tamudei—sebagaimana yang disebutkan oleh Aristoteles, Ptolemus dan Pliny.2 Bangsa ini kemudian hancur akibat bencana alam. Kisah kehancuran sebuah bangsa dengan peradaban besar ini tercantum dalam Al-Quran, dan seringkali disebutkan bersisian dengan kehancuran kaum pendahulunya seperti kaum Nuh dan kaum Ad. Lihat “Ketika Al-Quran Menyebut Kaum Tsamud” <https://m.republika.co.id/berita/dunia-islam/islamdigest/17/09/12/ow5w7y313-ketika-alquran-menyebut-kaum-tsamud> diakses pada 19/03/2019 pukul 00.30 2 Phillip. K. Hitti. (2002). History of The Arabs. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta. hal. 39 1 Berdasarkan uraian yang telah disampaikan di atas, makalah ini akan menjawab tiga pertanyaan besar yaitu; Bagaimana asal keturunan dan tempat kaum Tsamud? Bagaimana kehidupan kaum Tsamud pada masa jayanya? Bagaimana kronologis kehancuran kaum Tsamud? Apa saja peninggalan Kaum Tsamud? Berdasarkan rumusan masalah diatas, makalah ini bertujuan untuk menjelaskan asal tempat dan keturunan kaum Tsamud, kondisi kehidupan kaum Tsamud pada masa jayanya, serta kronologis kehancuran kaum Tsamud, serta peninggalan kaum Tsamud B. Metode Penelitian dan Kerangka Teori 1. Metode Penelitian Metode penelitian yang akan digunakan adalah studi pustaka dengan mempelajari berbagai buku referensi serta hasil penelitian sebelumnya yang sejenis yang berguna untuk mendapatkan landasan teori mengenai masalah yang akan diteliti. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan penelaahan terhadap artikel jurnal dan buku yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas dalam artikel. 2. Kerangka Teori a. Arab Ba’idah Arab Baidah adalah orang-orang Arab yang kini telah musnah dan tidak lagi memiliki keturunan. Di antaranya adalah Ad, Tsamud, Thasm, Jadis, Ashab ar-Rass, dan penduduk Madyan. Kisah mereka banyak diabadikan dalam kitab suci, salah satunya Al-Qur’an. Kaum-kaum Arab Baidah yang disebutkan dalam Al-Qur’an adalah sebagai berikut; -Kaum Ad Kaum ini adalah umat nabi Hud A.S. Kisahnya dalam Al-Quran seringkali dibahas bersisian dengan kaum Tsamud. Di antara ayat Al-Quran yang membahas mereka adalah Q.S Al-A’raf ayat 65-66, serta Q.S. Al-Haqqah ayat 6-8. Menurut Al-Quran, kaum ini dibinasakan dengan angin dingin yang berlangsung terus-menerus selama delapan hari dan tujuh malam -Penduduk Madyan Disebut juga sebagai Ashabul Aykah (penduduk Aykah), mereka adalah umat nabi Syua’ib A.S. Mereka tinggal di wilayah barat laut jazirah Arab. Kisah mereka tercantum pada Q.S. Hud ayat 84 dengan kisah kebinasaan mereka yang disebabkan oleh guntur tercantum pada Q.S. Hud ayat 94. -Kaum Tsamud Kaum ini adalah umat nabi Shalih A.S. Kisah mereka disebutkan berkali-kali dalam Al-Qur’an, bukan hanya kisah kehancurannya, melainkan juga penggambaran kemakmuran hidup mereka sebelumnya. Kaum Tsamud diceritakan binasa akibat petir pada Q.S. Fuhshilat ayat 7.3 b. Kisah Kaum Tsamud dalam Al-Qur’an Al-Quran menyebutkan tentang kaum Tsamud selalu bersisian dengan kaum Ad. Keduanya sama-sama merupakan bangsa berperadaban tinggi yang hancur karena bencana alam yang merusak tempat tinggal mereka. Kedua kaum ini dikatakan berasal dari asal-usul yang sama4. Kaum Tsamud dikatakan sebagai keturunan kaum Nabi Nuh yang diselamatkan dari banjir bandang, yaitu dari putranya yang bernama Sam. Kaum ini tadinya beragama Tauhid sebagaimana kaum Nabi Nuh, namun mereka mulai melenceng dari agama tersebut akibat terlena dengan kehidupannya yang makmur dan tidak lagi menyembah Allah. Bahkan hubungan antara kedua kaum ini juga tercantum dalam Al-Quran surat Al-A’raf ayat 74 yang berbunyi; صورا ُ ض تَت َّ ِخذُونَ ِمن ُ ُس ُهو ِل َها ق ِ عا ٍد َو َب َّوأ َ ُك ْم فِى ْاْل َ ْر َ َوا ْذ ُك ُر ٓو ۟ا ِإ ْذ َج َعلَ ُك ْم ُخلَفَا ٓ َء ِم ۢن َب ْع ِد ٓ َ َوتَ ْن ِحتُونَ ْال ِجبَا َل بُيُوتا ۖ فَا ْذ ُك ُر ٓو ۟ا َء ﴾٧٤:ض ُم ْف ِسدِينَ ﴿اْلعراف ِ اَل َء اللّٰـ ِه َو ََل ت َ ْعثَ ْو ۟ا فِى ْاْل َ ْر “Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikam kamu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum ‘Aad dan memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu dirikan istanaistana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah; maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan.” Ibnu Katsir mengatakan dalam tafsirnya bahwa kaum Tsamud adalah pengganti yang datang setelah kaum Ad. Kaum yang tadinya beragama tauhid ini melenceng menjadi penyembah berhala sehingga Allah utuslah seorang nabi dari kalangan mereka sendiri, yaitu Nabi shalih A.S. yang nasabnya berhubungan dengan Nabi Nuh. Silsilah nasab nabi Shalih menuju nabi Nuh melalui Ubaid, Asif, Masah, lalu Ubaid, Hadzir, Tsamud, Amir, Iram, Sam dan kemudian nabi Nuh. 3 Ahmad al- Usairy. (2003). Sejarah Islam: Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX. Jakarta: Akbar Media Eka Sarana. hal. 58-62 4 Harun Yahya. (2003). Negeri-Negeri Yang Musnah. Bandung: Dzikra. hal. 89 Ayat mengenai kaum Tsamud juga dilanjutkan tentang pembahasan bagaimana perjuangan dakwah nabi Shalih dalam mendakwahi mereka seperti pada Q.S. Hud ayat 61635 yang berbunyi: َ ّللاَ َما لَ ُك ْم ِ ِّم ْن إِ ٰل ٍه ض ّٰ َوإِ ٰلى ث َ ُم ْودَ أَخَا ُه ْم صٰ ِلحا قَا َل ٰيقَ ْو ِم ا ْعبُدُوا ِ غي ُْره ُه َو أَ ْنشَأ َ ُك ْم ِ ِّمنَ ْاْل َ ْر ت ِف ْينَا َ ( قَالُ ْوا ٰيصٰ ِل ُح قَ ْد ُك ْن٦١) َوا ْست َ ْع َم َر ُك ْم فِ ْي َها فَا ْست َ ْغ ِف ُر ْوهُ ث ُ َّم ت ُ ْوب ُْوا إِلَ ْي ِه إِ َّن َر ِبِّ ْي قَ ِريْب ُّم ِجيْب ( قَا َل٦٢ )ب ُ َم ْر ُج ًّوا قَ ْب َل ٰهذَا أَتَ ْنهٰ نَا أ َ ْن نَّ ْعبُدَ َما َي ْعبُد ُ ٰا َباؤُ نَا َو ِإنَّنَا لَ ِف ْي ش ٍَِّك ِ ِّم َّما ت َ ْد ٍ ع ْونَا ِإلَ ْي ِه ُم ِر ْي ص ْيتُه فَ َما ّٰ َص ُر ِن ْي ِمن ُ ع ٰلى َب ِيِّنَ ٍة ِ ِّم ْن َّر ِبِّ ْي َو ٰا ٰت ِن ْي ِم ْنهُ َر ْح َمة فَ َم ْن يَّ ْن َ ّللاِ ِإ ْن َ ُٰيقَ ْو ِم أ َ َرأ َ ْيت ُ ْم ِإ ْن ُك ْنت َ ع َ ت َ ِز ْيد ُْو َننِ ْي (٦٣( غي َْر ت َ ْخ ِسيْر “Dan kepada kaum Samud (Kami utus) saudara mereka, Saleh. Dia berkata, "Wahai kaumku! Sembahlah Allah, tidak ada Tuhan bagimu selain Dia. Dia telah menciptakanmu dari bumi (tanah) dan menjadikanmu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku sangat dekat (rahmat-Nya) dan memperkenankan (doa hambaNya)(61). Mereka (kaum Samud) berkata, "Wahai Saleh! Sungguh, engkau sebelum ini berada di tengah-tengah kami merupakan orang yang diharapkan, mengapa engkau melarang kami menyembah apa yang disembah nenek moyang kami? Sungguh, kami benar-benar dalam keraguan dan kegelisahan terhadap apa (agama) yang engkau serukan kepada kami (62). Dia (Saleh) berkata, "Wahai kaumku! Terangkanlah kepadaku jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan diberi-Nya aku rahmat (kenabian) dari-Nya, maka siapa yang akan menolongku dari (azab) Allah jika aku mendurhakai-Nya? Maka kamu hanya akan menambah kerugian kepadaku (63).” Karena ketidakpercayaan mereka atas dakwah nabi Shalih, mereka pun menuntut nabi Shalih untuk membuktikan diri. Dengan kekuasaan Allah, nabi Shalih membuktikannya dengan memunculkan seekor unta betina. Hal ini diceritakan pada Q.S. Asy-Syu’ara ayat 153-156 yang berbunyi; َصا ِدقِين ِ ْ ت ِإَل بَشَر ِمثْلُنَا فَأ َ ت ِبآيَ ٍة ِإ ْن ُك ْن َ ) َما أ َ ْن153( َس َّح ِرين َ قَالُوا ِإنَّ َما أ َ ْن َّ ت ِمنَ ال َ ت ِمنَ ْال ُم سوءٍ فَ َيأ ْ ُخذَ ُك ْم ُّ ) َوَل تَ َم155( وم ُ ) قَا َل َه ِذ ِه نَاقَة َل َها ِش ْرب َولَ ُك ْم ِش ْر154( ُ سوهَا ِب ٍ ُب َي ْو ٍم َم ْعل )156( ع ِظ ٍيم ُ َ عذ َ اب َي ْو ٍم َ 5 Hamid Ahmad Thahir Al-Basyuni. (2008). Kisah-Kisah dalam Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. hal. 186 “Mereka berkata, "Sesungguhnya kamu adalah salah seorang dari orang-orang yang kena sihir (153). Kamu tidak lain melainkan seorang manusia seperti kami, maka datangkanlah semua mukjizat, jika kamu memang termasuk orang-orang yang benar.” (154) Saleh menjawab, "Ini seekor unta betina, ia mempunyai giliran untuk mendapatkan air, dan kalian mempunyai giliran pula untuk mendapatkan air di hari yang tertentu (155). Dan janganlah kalian sentuh unta betina itu dengan sesuatu kejahatan, yang menyebabkan kalian akan ditimpa oleh azab yang besar.”(156)6 Unta betina itu segera saja membuat sebagian dari kaum Tsamud beriman, meski masih ada kaum Tsamud yang mengingkari kebenaran risalah nabi Shalih. Orang-orang yang tetap ingkar inilah yang kelak membunuh unta betina tersebut. Awalnya kaum Tsamud bersepakat untuk hidup berdampingan dengan unta tersebut. Unta itu dibiarkan berkeliaran di antara mereka, mendatangi sumber air minum milik kaum Tsamud jika tiba harinya minum. Pada hari-hari itulah kaum Tsamud menahan diri mereka untuk tidak minum dari sumber air yang diminum si unta, seperti yang tercantum pada surat Asy-Syuara ayat 155. Sebagai gantinya, unta ini menyediakan susu bagi kaum nabi Shalih tersebut. Unta ini muncul bukan hanya sebagai mukjizat dan bukti kebenaran risalah nabi Shalih, melainkan juga sebagai cobaan—apakah kaumnya akan beriman atau tetap kufur, sebagaimana yang tercantum pada Q.S. Al-Qamar ayat 27; َ ص ط ِب ْر ْ ارت َ ِق ْب ُه ْم َوا ْ َِإنَّا ُم ْر ِسلُو النَّاقَ ِة فِتْنَة لَ ُه ْم ف “Sesungguhnya Kami akan mengirimkan unta betina sebagai cobaan bagi mereka, maka tunggulah (tindakan) mereka dan bersabarlah.”7 Setelah beberapa lama, kaum Tsamud terbukti masih ingkar. Para pembesarnya berkumpul untuk merencanakan makar pembunuhan terhadap unta tersebut, agar mereka tidak lagi perlu berbagi sumber mata air dengan si unta betina. Dikatakan bahwa yang membunuh unta tersebut adalah Uhaimar Tsamud, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan dishahihkan oleh Al-Albani, Rasulullah SAW berkata kepada Ali bin Abi Thalib R.A, “ Maukah aku ceritakan kepadamu orang yang paling celaka?” Ali menjawab, “Iya.” Beliau bersabda, “Dua orang laki-laki; yang pertama adalah Uhaimar Tsamud yang Hamid Ahmad Thahir Al-Basyuni. (2008). Kisah-Kisah dalam Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. hal. 188 7 Ibid. hal. 195 6 membunuh unta betina, dan orang yang memukulmu, wahai Ali, atas ini—yakni jambulnya— hingga terputuslah ini—yakni jenggotnya.”8 Selain Uhaimar, disebutkan bahwa dalam pembunuhan unta betina ini sorang pria bernama Qaddar bin Salif juga berperan di dalamnya. Dialah yang pertama kali menerkam unta itu, sebelum akhirnya menggorok lehernya dan memotong-motong tubuhnya.9 Al-Quran menyebutkannya dalam surat An-Naml ayat 48-50; َّ س ُموا ِب ْ ُض َو ََل ي ِاّلل ِ َو َكانَ فِي ْال َمدِينَ ِة تِ ْس َعةُ َر ْهطٍ يُ ْف ِسدُونَ فِي ْاْل َ ْر َ ) قَالُوا تَقَا٤٨( َص ِل ُحون ) َو َم َك ُروا َم ْكرا َو َم َك ْرنَا٤٩( َصا ِدقُون َ لَنُ َب ِيِّتَنَّهُ َوأ َ ْهلَهُ ث ُ َّم َلنَقُولَ َّن ِل َو ِل ِيِّ ِه َما َ َش ِه ْدنَا َم ْه ِل َك أ َ ْه ِل ِه َو ِإنَّا ل )٥٠( ََم ْكرا َو ُه ْم ََل يَ ْشعُ ُرون “Dan adalah di kota itu sembilan orang laki-laki yang membuat kerusakan di muka bumi, dan mereka tidak berbuat kebaikan (48). Mereka berkata: "Bersumpahlah kamu dengan nama Allah, bahwa kita sungguh-sungguh akan menyerangnya dengan tiba-tiba beserta keluarganya di malam hari, kemudian kita katakan kepada warisnya (bahwa) kita tidak menyaksikan kematian keluarganya itu, dan sesungguhnya kita adalah orang-orang yang benar (49). Dan merekapun merencanakan makar dengan sungguh-sungguh dan Kami merencanakan makar (pula), sedang mereka tidak menyadari (50).” Selain itu pembunuhan unta betina ini juga tercantum pada Q.S. Al-A’raf ayat 77; َت ِمن َ صا ِل ُح ائْ ِتنَا ِب َما تَ ِعدُنَا ِإ ْن ُك ْن َ فَ َعقَ ُروا النَّاقَةَ َو َعت َ ْوا َ ع ْن أ َ ْم ِر َر ِبِّ ِه ْم َوقَالُوا َيا َسلِين َ ْال ُم ْر “Kemudian mereka sembelih unta betina itu, dan mereka berlaku angkuh terhadap perintah Tuhan. Dan mereka berkata: "Hai Shaleh, datangkanlah apa yang kamu ancamkan itu kepada kami, jika (betul) kamu termasuk orang-orang yang diutus (Allah)". Setelah penyembelihan unta betina ini terjadilah kehancuran kaum Tsamud. Nabi Shalih A.S. memberikan waktu tiga hari sebelum azab yang dijanjikan datang menimpa mereka. Namun, kaum Tsamud malah meminta agar azab itu disegerakan. Hal ini tercantum pada Q.S. Al-A’raf ayat 77 (yang menunjukkan keangkuhan 8 Ibid. hal. 199 Ibid. hal. 200 9 mereka) dan Q.S. Hud ayat 65 (yang menunjukkan tempo tiga hari sebelum azab mereka); َ فَ َعقَ ُروهَا فَقَا َل ت َ َمتَّعُوا فِي دَ ِار ُك ْم ث َ ََلثَةَ أَي ٍَّام ۖ ٰذَ ِل َك َوعْد ب ٍ غي ُْر َم ْكذُو Mereka membunuh unta itu, maka berkata Shaleh: "Bersukarialah kamu sekalian di rumahmu selama tiga hari, itu adalah janji yang tidak dapat didustakan." Dalam Al-Quran, dikatakan kaum Tsamud dihancurkan oleh suara yang sangat keras seperti dalam Q.S. Al-Qamar ayat 31; ِيم ْال ُم ْحت َ ِظ ِر ِ ص ْي َحة َو َ س ْلنَا ِ احدَة فَ َكانُوا َك َهش َ ِإنَّا أ َ ْر َ علَ ْي ِه ْم “Sesungguhnya Kami menimpakan atas mereka satu suara yang keras mengguntur, maka jadilah mereka seperti rumput kering (yang dikumpulkan oleh) yang punya kandang binatang.” Dalam Q.S. Fushshilat ayat 17 dikatakan azab yang menimpa kaum Tsamud berupa petir yang menyambar mereka; ون ِب َما ِ صا ِعقَةُ ْال َعذَا َ َوأ َ َّما ثَ ُمود ُ فَ َهدَ ْينَا ُه ْم فَا ْست َ َحبُّوا ْال َع َم ٰى َ علَى ْال ُهدَ ٰى فَأ َ َخذَتْ ُه ْم ِ ب ْال ُه ََكانُوا َي ْك ِسبُون “Dan adapun kaum Tsamud maka mereka telah Kami beri petunjuk tetapi mereka lebih menyukai buta (kesesatan) dari petunjuk itu, maka mereka disambar petir azab yang menghinakan disebabkan apa yang telah mereka kerjakan.”10 Dengan demikian tamatlah riwayat kemegahan kaum Tsamud, sementara kisah mereka tetap abadi dalam Al-Qur’an. C. Pembahasan 1. Asal Tempat dan Keturunan Kaum Tsamud Kaum Tsamud dikatakan sebagai keturunan orang-oang yang diselamatkan nabi Nuh A.S dari banjir besar, menurut Sayyid Quthb dalam bukunya Tafsir FiZhilal11. Mereka berkuasa 10 Ibid. hal. 186-189 setelah kaum Ad, dengan wilayah kekuasaan yang berada di Wadi Al-Qura, Arab Utara, yang terletak di antara Madinah dan Syam. Wilayah kekuasaan mereka membentang dari Al-Ula di utara dan Tabuk di Selatan.12 Salah satu wilayah kekuasaan Tsamud yang ditemukan oleh Ptolemy adalah Domatha dan Hegra (Hijr, disebut juga sebagai Madain Saleh) yang terletak kira kira di Daumatul Jandal, sementara Al-Hijr ada di antara Hijaz dan Al-‘Ala.13 Kaum Tsamud merupakan keturunan dari Tsamud bin Amid bin Iram, putera Sam anak nabi Nuh A.S.14Hubungannya dengan pendahulunya, kaum Ad, telah dibuktikan secara arkeologis bahwa, meskipun bermukim di utara Arab, kaum Tsamud memiliki akar keturunan dari selatan, tempat di mana kaum Ad bermukim.15Hal ini juga diperkuat dengan penyebutan Ad sebagai Ad Al-Iram dalam Al-Quran, dan, ketika mereka telah musnah, kaum Tsamud mewarisi sebutan berikut.16 2. Kehidupan Kaum Tsamud Pada Masa Jayanya Letak pemukiman kaum Tsamud telah memberikan banyak keuntungan. Tanahnya subur, sehingga salah satu pencaharian kaum ini adalah pertanian. Kemampuan mereka dalam membangun juga dimanfaatkan untuk membangun kanal-kanal irigasi—yang berasal dari banyaknya sumber mata air di tempat mereka tinggal—untuk mengairi sawah dan kebun mereka17. Dari hasil pertanian tersebut kaum Tsamud menggembalakan ternak-ternak mereka. Bahkan, tanah yang subur ini juga dapat mereka manfaatkan untuk membuat tembikar—yang kemudian menjadi salah satu komoditi dagang mereka. Secara geografis, kaum Tsamud juga diuntungkan oleh letak tempat tinggal mereka yang berada dalam jalur perdagangan internasional. Kota mereka, Al-Ula, menghubungkan antara timur jauh dan utara melalui Syam, Yaman, dan Mesir.18 Barang dagangan ini mulanya akan Lihat “Modern Exegesis on Historical Naratives of The Qur’an: The Case of Ad and Thamud According to Sayyid Quthb in His Fi Zilal Al- Qur’an” <remote-lib.ui.ac.id> diakses pada 25/2/19 pukul 01:56 12 Mukhtar Yahya. (1985). Perpindahan-Perpindahan Kekuasaan di Timur Tengah Sebelum Lahir Agama Islam. Jakarta: Bulan Bintang. hal. 20 13 Lihat “Modern Exegesis on Historical Naratives of The Qur’an: The Case of Ad and Thamud According to Sayyid Quthb in His Fi Zilal Al- Qur’an” <remote-lib.ui.ac.id> diakses pada 25/2/19 pukul 01:56 11 14 Apipudin. (2015). Masyarakat Arab pra-Islam. Jakarta: Universitas Indonesia. hal. 32 15 Ibid. hal. 32 Syed Muzzafaruddin Nadvi. (1992). A Geographical History of The Qur’an. Lahore: Muhammad Ashraf Publisher. hal. 74 17 Yahya, Mukhtar. 1985. Perpindahan-perpindahan Kekuasaan di Timur Tengah Sebelum Lahir Agama Islam. Jakarta: Bulan Bintang. hal. 20 16 18 Apipudin. (2015). Masyarakat Arab pra-Islam. Jakarta: Universitas Indonesia. hal. 36 sampai dari timur jauh di pelabuhan-pelabuhan Yaman, untuk kemudian diangkut ke Syam di utara. Melalui laut, barang-barang dagangan ini akan dibawa melalui Laut Merah menuju Ailah (Aqabah). Untuk jalur darat, kafilah-kafilah unta membawanya ke Al-Ula melalui Hijaz. Wadi Al-Qura berperan penting di sini sebagai tempat peristirahatan dan pengisian bekal kafilah-kafilah tersebut.19Barang-barang yang mereka perdagangkan adalah kemenyan yang berasal dari getah pohon untuk kemudian menjadi pengharum ruangan atau sebagai bahan tambahan untuk menguatkan produk keramik mereka, yang juga diperjualbelikan. Barang lain yang diperdagangkan adalah rempah-rempah. Jalur perdagangan rempah inilah yang menghubungkan antara Arab, Baghdad, India, Guangzhou (Cina) dan Spice Islands alias Kepulauan Maluku.20 Selain bertani, menggembala, dan berdagang, kaum Tsamud terkenal dengan kemampuan mengukirnya. Tubuh mereka yang besar dan tegap memberikan mereka kekuatan untuk membangun istana-istana yang dipahat langsung ke batu padat. Bahkan, dengan kemampuan ini kaum Tsamud meninggalkan inskripsi berupa tulisan-tulisan yang dipahat yang membantu para ilmuan masa kini untuk memahami kehidupan mereka di masa lalu. Keahlian bertukang mereka inilah yang termahsyur, bahkan disebut dalam Al-Quran, salah satunya dalam surat Al-A’raf ayat 74, dan surat Al-Hijr pada ayat 82. 3. Kronologis Kehancuran Kaum Tsamud Menurut Al-Qur’an, kehancuran kaum Tsamud ditenggarai oleh pembunuhan unta mukjizat Nabi Shaleh A.S. Kaum Tsamud yang tidak suka dengan dakwah nabi Shalih meminta bukti dengan sinis sebagai pembenaran terhadap ajaran yang dibawa sang nabi. Namun, ketika unta tersebut muncul sebagai mukjizat dengan kemunculan yang ajaib, mereka masih menolak percaya. Selain itu, mereka juga enggan berbagi sumber minum dengan unta tersebut sebagaimana yang diperintahkan nabi Shalih A.S. Akibatnya, muncullah ide untuk membunuh unta tersebut. Meski demikian, tidak ada yang berani membunuhnya karena takut akan azab yang diancamkan nabi Shalih. Hingga akhirnya diadakan lah sayembara dengan hadiah dinikahkan dengan seorang janda cantik dan kaya serta salah seorang putri dari petinggi kaum Tsamud. 19 Yahya, Mukhtar. 1985. Perpindahan-perpindahan Kekuasaan di Timur Tengah Sebelum Lahir Agama Islam. Jakarta: Bulan Bintang. hal. 21 20 Apipudin. (2015). Masyarakat Arab pra-Islam. Jakarta: Universitas Indonesia. hal. 37 Beberapa orang menjawab sayembara ini kemudian. Selain Uhaimar yang disebutkan di atas, ada juga Mushadda bin Muharrij dan Gudar bin Salif beserta tujuh orang lainnya. Maka mereka pun keluar dengan tujuan membunuh unta tersebut berharap mendapat sanjungan dan hadiah dari kaumnya. Pada suatu malam, unta tersebut ditemukan tengah tertidur dengan anaknya, maka mereka pun menyiapkan senjata dan mengintai ditempat yang biasa dilalui unta itu. Unta itu pun lewat dan segera saja Musadda memanah betisnya dan Gudar menikamkan pedangnya ke perut unta itu. Komplotannya pun ikut membantu menyelesaikan misi tersebut. Setelah berhasil, mereka pun kembali ke kota disambut dengan sorak sorai dari kaumnya. Mereka kemudian menyampaikan hal ini pada nabi Shalih A.S., bahkan dengan sombong menagih azab yang diancamkan nabi Shalih kepada mereka. Nabi Shalih kemudian menjawab; “Aku telah peringatkan kamu, bahwa Allah akan menurunkan azab-Nya atas kamu jika kamu mengganggu unta itu. Maka dengan terbunuhnya unta itu tunggulah engkau akan tibanya masa azab yang telah Allah janjikan dan telah aku smapaikan kepada kamu. Kamu telah menentang Allah dan terimalah kelak akibat tentanganmu kepadaNya. Janji Allah tidak akan meleset. Kamu boleh bersuka ria selama tiga hari ini kemudian terimalah ganjaranmu yang setimpal pada hari keempat. Demikianlah kehendak Allah dan takdir-Nya yang tidak dapat ditunda atau dihalang.” Para ahli tafsir mengatakan, ada kemungkinan tiga hari yang diberikan sebagai tangguhan azab bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi mereka untuk sadar dan bertobat. Namun kaum yang durhaka ini tidak mengindahkannya, malah mengolok-olok ancaman nabi Shalih dan menyuruhnya menyegerakan datangnya azab yang ditangguhkan tiga hari tersebut. Nabi Shalih pun menjawabnya dengan mengatakan bahwa akan ada tandatanda yang mendahului azab itu dalam tiga hari; pada hari pertama mereka akan terbangun dengan wajah yang menguning. Kemudian, pada hari kedua wajah mereka akan berubah menjadi merah, dan pada hari ketika wajah mereka berubah menjadi hitam. Baru pada hari keempat turunlah azab pedih yang Allah janjikan sebelumnya. Ancaman ini membangkitkan ketakutan para pembunuh unta tersebut. Mereka kemudian mengadakan pertemuan rahasia untuk merencanakan pembunuhan nabi Shalih. Pertemuan itu bersifat sangat rahasia sehingga hanya diketahui kesembilan pembunuh unta. Mereka bersumpah untuk membunuh nabi Shalih pada malam hari secara rahasia demi menghindari tuntutan balas darah dari keluarga nabi Shalih jika mengetahui siapa pembunuh sang nabi. Namun ketika malam eksekusi itu tiba, dan mereka datang ke rumah nabi Shalih, tibatiba berjatuhanlah batu-batu besar dari langit secara misterius dan menimpa kepala mereka. Sehari sebelum turunnya azab, dengan ijin Allah, Nabi Shaleh beserta segelintir kaum Tsamud yang menjadi pengikutnya telah berhijrah menuju Ramlah, sebuah tempat di Palestina untuk menghindari azab yang ditimpakan kepada sisa kaum Tsamud yang lain. Pada hari yang dijanjikan, langit terbelah oleh suara guntur yang demikian kerasnya hingga menghancurkan gunung dan membinasakan apa saja yang ada di dalamnya. Halilintar pun menyambar rumah mereka yang megah dan mereka bangga-banggakan disusul dengan gempa bumi yang sempurna sudah membinasakan kaum tersebut hingga punah tanpa sisa21. 4. Peninggalan Kaum Tsamud Meski kaum Tsamud telah binasa, jejak peradaban mereka masih dapat dilihat, Salah satunya adalah di Al-Hijr (Madain Shalih). Kota Al-Hijr telah ditemukan dari sejak jaman nabi Muhammad, lebih tepatnya saat perang Tabuk. Hal ini terbukti dari hadits mengenai perjalanan menuju Tabuk ketika nabi Muhammad S.A.W. dan para sahabat melewati wilayah yang berada di antara Hijaz dan Tabuk ini. Terletak di sebelah barat laut semenanjung Arab dan sebelah timur Teluk Aqabah, tempat ini berada tepat di lokasi pertemuan dengan Laut Merah. Imam Ahmad meriwayatkan hadits tentang perjalanan nabi dan para sahabat melewati wilayah ini; “Dari Abdush- Shammad, dari Shakhr bin Jarirah bin Nafi’ bin Umar. Pada saat pergi ke Tabuk di tahun ke-9 Hijriah, Rasulullah S.A.W. bersama orang-orang lainnya turun dan singgah di Al-Hijr, dekat dengan rumah-rumah kaum Tsamud. Orang-orang itu kemudian minum air dari sumur yang dahulu juga digunakan oleh kaum Tsamud untuk minum. Mereka lalu menggunakan air tersebut untuk memasak dan membuat bahan makanan. Akan tetapi, Rasulullah S.A.W. justru memerintahkan mereka untuk 21 Apipudin. (2015). Masyarakat Arab pra-Islam. Jakarta: Universitas Indonesia. hal. 48-51 menumpahkan semua air yang telah dimasak dalam periuk, serta memberikan semua bahan makanan yang telah dibuat kepada unta-unta. Setelah itu mereka lantas melanjutkan perjalanan hingga kemudian sampai di sumur yang dahulu digunakan untuk memberi minum unta mukjizat nabi Shalih A.S. Di sana mereka turun dan nabi melarang mereka untuk masuk ke tempat kaum yang di siksa dengan bersabda, [علَي ِهم َ صابَ ُهم فَ ََل تَد ُخلُوا ِ ] إِ ِِّن أَخشَى أ َ ْن ي َ َ ُصي َب ُكم ِمث َل َما أ ‘Aku khawatir kalian akan tertimpa hal yang sama dengan apa yang menimpa mereka. Karena itu, janganlah kalian masuk ke dalam sana.’”22 Tidak hanya itu, nabi Muhammad S.A.W. bahkan juga melarang air dari sumur kaum Tsamud itu digunakan untuk berwudhu. Para sahabat juga dilarang untuk berpergian sendirian di daerah tersebut. Suatu waktu terjadilah peristiwa dimana ada dua orang lelaki dari bani Sa’idah yang terpisah dari teman-temannya dan melakukan kegiatan sendiri. Salah satu dari mereka ingin buang air besar, namun kemudian merasa seperti tercekik. Hal ini pun kemudian disampaikan pada nabi Muhammad S.A.W, dan beliau langsung mendoakan orang tersebut agar sembuh. Adapun seseorang yang satunya hendak keluar untuk mencari untanya lalu tiba-tiba angin mengangkatnya dan melemparkannya hingga ke gunung antah berantah yang tidak ia ketahui. Akan tetapi, angin tersebut kemudian mengembalikannya lagi kepada Rasulullah S.A.W. Karena nabi Muhammad S.A.W. melarang pasukannya untuk menggunakan air di daerah itu, kaum muslimin pun merasa sangat haus. Rasulullah S.A.W. kemudian berdoa agar Allah mengirimkan rahmat berupa hujan kepada mereka. Allah S.W.T pu mengabulkan doanya dan menurunkan hujan sehingga pasukan muslimin dapat minum dengan puas, memberi minum unta dan tunggangan-tunggangan mereka yang lain, bahkan menggunakan airnya sebagai bekal di perjalanan.23 Selain hadits itu, Imam Ahmad juga meriwayatkan, “Dari Abdur Razzaq, dari Ma’mar, dari Abdullah bin Utsman bin Khaitsam, dari Abu Az-Zubair, dari Jabir Radhiyallahu Anhu, dikatakan bahwa pada saat nabi Muhammad S.A.W. melintasi Al-Hijr, beliau bersabda, Hanafi al-Mahlawi. (2011). Ensiklopedi Situs-Situs Populer dalam Al-Qur’an dan Kehidupan Rasulullah SAW jilid 1. Jakarta: PT Kharisma Ilmu. hal. 50-52 23 Hanafi al-Mahlawi. (2011). Ensiklopedi Situs-Situs Populer dalam Al-Qur’an dan Kehidupan Rasulullah SAW jilid 6. Jakarta: PT Kharisma Ilmu. hal. 149-150 22 ت ُ ِرد ِمن َهذَا الفَ ِّج و-- يَع ِنى النَّاقَة--صا ِلح فَ َكانَت ِ ] َلَ تَسأَلُوا اآليَا َ ت فَقَد َ سأَلَ َها قَو ُم َّ َصي َحة أَه َمد حت َ َّللا َمن ت َ تَصد ُُر ِفي َهذَا الفَ ِّجِ فَ َعتَوا َ مر َر ِبِّ ِهم فَ َع َق ُروهَا َفأ َ َخذَت ُهم ِ َ عن أ [اء ِمن ُهم َّ أَدِيم ال ِ س َم ‘Janganlah kalian meminta ayat (mukjizat) seperti halnya kaum Nabi Shalih A.S. meminta ayat, yakni berupa unta yang dapat pergi dan pulang untuk mencari minum melalui jalan yang sama. Akan tetapi, unta tersebut malah disembelih oleh kaum itu sebagai bentuk pembangkangan terhadap tuhan. Allah S.W.T. pun kemudian membinasakan mereka lewat siksaan berupa petir yang menyambar dari langit.’” Kedua hadits ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad S.A.W. memang pernah melewati Al-Hijr dalam perjalanannya menuju Tabuk. Dari situ dapat pula diketahui bahwa Al-Hijr berada di tempat yang dekat dengan Madain Shalih. Meski demikian, ada pendapat yang agak berbeda dikemukakan oleh Dr. Ahmad Syalabi. Menurut sand doktor, rumah-rumah kaum Tsamud di Al-Hijr terletak di antara Hijaz dan Syam. Bangunan-bangunan tersebut berdiri memanjang hingga ke lembah Qura’ dan Madain Shalih yang masih dikenal hingga sekarang. Pemukiman kaum yang telah musnah ini dikenal juga dengan sebutan ‘Diyar Fajj an-Naqah’. Keterangan lain mengenai posisi kota Al-Hijr—kota peradaban kaum Tsamud yang namanya diabadikan dalam Al-Quran (Qs Al-Hijr ayat 80)—ini dikemukakan oleh alMas’udi. Menurutnya, kota ini terletak di sebelah tenggara tanah Madyan dan sejajar dengan Teluk Aqabah dari arah timur.24 Pada saat ini Al-Hijr telah menjadi salah satu situs warisan yang diakui dunia. Meski tidak seramai Petra (karena umat islam meyakini sesuai hadits nabi Muhammad S.A.W. tempat ini dikutuk), kondisi kota mati ini tetap terjaga dengan baik, dengan beberapa bangunan yang belum selesai diekskavasi.25 Berikut gambar-gambar situs Al-Hijr di Arab Saudi; Hanafi al-Mahlawi. (2011). Ensiklopedi Situs-Situs Populer dalam Al-Qur’an dan Kehidupan Rasulullah SAW jilid 1. Jakarta: PT Kharisma Ilmu. hal. 53-55 25 Lihat “Saudi Arabia’s Silent Dessert City” diakses dari <http://www.bbc.com/travel/story/20170418-saudiarabias-silent-desert-city> pada 16/05/19 pukul 14.57 24 makam kaum Tsamud istana yang belum sepenuhnya terekskavasi. makam nabi Shalih A.S sisa pemukiman kaum Tsamud dilihat dari atas Selain dari foto-foto yang ditampilkan, terdapat juga situs lain di Al-Hijr seperti; Qushr Al-Sani, gunung Ithlib, Qushr Al-Bint, dan Qushr Al-Farid. Ditemukan juga dalam situs tersebut 132 kamar dan kuburan. Bukti-bukti kejayaan kaum ini dapat pula dilihat dari ukiran dan pahatan pada tembok, menara, serta sejumlah saluran dan bak-bak air. Terdapatukiran huruf-huruf yang menunjukkan kebudayaan kaum ini di dinding-dinding yang mereka pahat. Secara grafis, ukiran ini sangat mirip dengan huruf-huruf semitic yang disebut Thamudic. Bahkan, ukiran ini dapat ditemukan dari Arabia selatan hingga ke Hijaz, dan beredar Juga di gunung Athlab dan hampir seluruh bagian Arab tengah.26 Pada tahun 2008, Komite Warisan Dunia (World Herritage Committee) UNESCO telah menetapkan Madain Saleh masuk ke dalam daftar Situs Warisan Dunia, menjadikannya sebagai situs arkeologi pertama di Saudi Arabia.27 D. Penutup Kesimpulan Kaum Tsamud adalah kaum yang hidup makmur pada rentang waktu 1900-1700 Sebelum Masehi. Terdapat banyak pendapat mengenai asal-usul kaum yang telah musnah ini, tapi yang paling banyak digunakan adalah teori bahwa kaum ini merupakan keturunan dari kaum Ad yang—meskipun kaum Ad berada di Arab selatan—berpindah ke Arab utara. Hal ini didukung oleh ayat-ayat dalam Al-Quran yang sering menyebutkan kedua kaum ini secara beriringan. Kaum yang termasuk Arab Baidah ini telah punah sebagaimana namanya, namun meninggalkan jejak berupa tingginya peradaban, juga kisah pembangkangan mereka yang abadi dalam kitab suci Al-Qur’an. Kaum Tsamud hidup di belahan bumi yang makmur, meskipun Jazirah Arab terkenal dengan tanah tandusnya, kaum ini tinggal di sumber air, dan, lebih bagus lagi, tepat di jalur perdagangan rempah dunia. Di dukung juga dengan kelebihan sumber daya manusianya yang cerdas dan kuat, kaum Tsamud berhasil membangun peradaban hebat yang mewariskan bangunan-bangunan menakjubkan meski kemudian musnah dalam bencana besar yang terjadi—menurut kitab suci—akibat membangkangnya mereka terhadap nabi Shalih A.S., salah seorang saudara mereka sendiri yang membawa risalah Allah untk menyeru kaum ini kembali menyembahNya. Bangunan-bangunannya kini masih bisa dikunjungi, bahkan telah dijadikan situs resmi warisan dunia oleh UNESCO. Hal yang belum dibahas Dalam literatur-literatur yang dijadikan referensi dalan tulisan ini belum ada yang membahas kapan pastinya kaum Tsamud musnah dan berapa lama mereka berkuasa. Sedikitnya sumber yang membahas keberadaan kaum ini secara historis menyebabkan kebanyakan sumber utama berasal dari Al-Qur’an dan Hadits yang lebih banyak membahas 26 Apipudin. (2015). Masyarakat Arab pra-Islam. Jakarta: Universitas Indonesia hal. 37-38 Lihat “About Madain Saleh” diakses dari <https://scth.gov.sa/en/AntiquitiesMuseums/InternationallyRegisteredSites/Pages/About-Madain-Saleh.aspx> pada 16/05/19 pukul 15.32 27 tentang kisah nabi Shalih A.S. dan kedurhakaan kaumnya, serta sekilas gambaran mengenai seberapa hebat peradaban yang mereka bangun sebelum musnah. Daftar Referensi Agus Sasongko (2017). Ketika Al-Quran Menyebut Kaum Tsamud. Diakses Maret, 19, 2019, dari https://m.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-digest/17/09/12/ow5w7y313- ketika-alquran-menyebut-kaum-tsamud Al-Basyuni, Hamid Ahmad Ath-Thahir. (2008). Kisah-Kisah dalam Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. Al-Mahlawi, Hanafi. (2011). Ensiklopedi Situs-Situs Populer dalam Al-Qur’an dan Kehidupan Rasulullah SAW. Jakarta: PT Kharisma Ilmu. Al-Usairy, Ahmad. (2003). Sejarah Islam: Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX. Jakarta: Akbar Media Eka Sarana. Apipudin. (2015). Masyarakat Arab pra-Islam. Jakarta: Universitas Indonesia K. Hitti, Philip. (2002). History of The Arabs. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta Makin, A. (1999). Modern exegesis on historical narratives of the qur'an: The case of 'ad and thamud according to sayyid qutb in his "fi zilal al-qur'an" Marjory Woodfield. (2017). Saudi Arabia’s Silent Dessert City. Diakses pada Mei, 16, 2019, dari http://www.bbc.com/travel/story/20170418-saudi-arabias-silent-desert-city SCTH. (2014). About Madain Saleh. Diakses pada Mei, 16, 2019, dari https://scth.gov.sa/en/Antiquities-Museums/InternationallyRegisteredSites/Pages/AboutMadain-Saleh.aspx Yahya, Harun. (2003). Negeri-Negeri Yang Musnah. Bandung: Dzikra. Yahya, Mukhtar. (1985). Perpindahan-Perpindahan Kekuasaan di Timur Tengah Sebelum Lahir Agama Islam. Jakarta: Bulan Bintang.